SATUAN ACARA PENYULUHAN
Mata Ajaran : Keperawatan Jiwa
Topik : Isolasi Sosial
Sub Topik : Peran Serta Pasien dalam Merawat Isolasi Sosial
Sasaran : Pasien yang Mengalami Isolasi Sosial
Tempat : Di RSG Pav VI Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Hari/Tanggal : Kamis, 26 April 2012
Waktu : 30 menit
A. LATAR BELAKANG
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.
B. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM
Pada akhir proses penyuluhan pasien dapat berperan serta dalam pengaplikasian terapi pada
isolasi sosial.
C. TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah diberikan penyuluhan pasien dapat :
a. Mengetahui pengertian Isolasi Sosial
b. Mengetahui tanda dan gejala Isolasi Sosial
c. Mengetahui penyebab Isolasi Sosial
d. Mengetahui akibat dari Isolasi Sosial
D. SASARAN
Pasien yang Mengalami Isolasi Sosial
E. MATERI ( TERLAMPIR)
a. Pengertian Isolasi Sosial
b. Tanda dan gejala Isolasi Sosial
c. Penyebab Isolasi Sosial
d. Akibat Isolasi Sosial
F. PENGORGANISASIAN
1. Ketua : Mei Syafitri
2. Moderator :
3. Anggota : - Asri Purwasita
- Diana Putry J
- Endah Marluvi O
- Erwin Syafitarini N
- Firdausiya Nur Umami
G. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi
4. Demonstrasi
H. MEDIA
1. Leaflet
2. Laptop
3. LCD
I.METODE EVALUASI
Tes awal cara mengajukan pertanyaan lisan
1. Apa pengertian Isolasi Sosial?
2. Apa tanda dan gejala Isolasi Sosial?
3. Apa penyebab Isolasi Sosial?
4. Apa akibat dari Isolasi Sosial?
Tes akhir dengan cara mengajukan pertanyaan lisan dengan pertanyaan yang sama dengan
tes awal
J. PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN
No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Audience
1. Pembukaan
3 menit
1. Memberi salam pembukaan
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
penyuluhan
4. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
5. Membagikan leaflet
1. Menjawab salam
2. Memperhatikan
3. Memperhatikan
4. Memperhatikan
5. Menerima dan membaca
2.
Pelaksanaan
20 Menit
Pelaksanaan :
1. Apa pengertian Isolasi
Sosial?
2. Apa tanda dan gejala
Isolasi Sosial?
3. Apa penyebab Isolasi
Sosial?
4. Apa akibat dari Isolasi
Sosial?
1. Memperhatikan
2. Memperhatikan
3. Memperhatikan
4. Memperhatikan
3. Evaluasi
5 menit Menanyakan kepada audience
tentang materi yang telah diberikan
Menjawab Pertanyaan
4. Terminasi
2 menit
1. Mengucapkan terimakasih
atas perhatian yang diberikan
2. Mengucapkan salam penutup
1. Mendengarkan
2. Membalas salam
K. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
Penyelenggaran diadakan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Pengorganisasian penyelenggaraan dilakukan sebelumnya (SAP, Lembar Balik)
2. Evaluasi Proses
Pasien antusias terhadap materi
Audience tidak meninggalkan tempat penyuluhan
Audience mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
Audience mengetahui pengertian Isolasi Sosial
Audience mengetahui tanda dan gejala Isolasi Sosial
Audience mengetahui penyebab Isolasi Sosial
Audience mengetahui akibat Isolasi Sosial
MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak ( carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (towsend,1998). Seseorang dengan
perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa
ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan,
pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara
spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak
mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak
ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam
diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
2. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial
Menurut Townsend, M.C (1998) & Carpenito,L.J (1998) isolasi sosial menarik diri sering
ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
Data subjektif
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan
usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
3. Penyebab Isolasi Sosial
Pada mulanya individu merasa dirinya tuidak berdaya lagi, sehingga tidak merasa aman
dalam berhubungan dengan orang lain. Individu yang gagal dalam berinteraksi Sosial karena
tidak dapat diterima dilingkungan juga akan menyebabkan individu tidak dapat memulai
pembicaraan dengan orang lain dan selalu menyendiri, menghindari interaksi dengan orang
lain dan merasa kehilangan hubungan akrab, individu tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, prestasi dan kegagalan. Individu mempunyai kesulitan untuk
berhubungan spontan dengan orang lain merupakan salah satu ciri mengalami ganguan jiwa
“menarik diri “.
a. Faktor Predisposisi
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh
kembang individu mulai dari bayi sampai dewasa lanjut. Untuk mengembangkan
hubungan Sosial yang positif setiap tugas perkembangan sepanjang kehidupan
diharapkan dpat dilalui dengan sukses. Kemampuan berperan serta dalam proses
hubungan diawali dengan kemampuan ketergantungan pada masa bayi dan berkembang
pada masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung dan mandiri. Sistem keluarga
yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon Sosial maladaptive.
1. Bayi
Bayi sangat tergantung pada oranglain dalam biologis dan psikologis. Bayi umumnya
menggunakan komuniksi yang sangat sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya,
misalnya menangis untuk kebutuhan. Respon lingkungan (Ibu atau pengasuh)
terhadap kebutuhan bayi akan respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap
oranglain.
2. Faktor Predisposisi pada masa Pra Sekolah
Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan keluarga
khususnya Ibu (pengasuh). Anak menggunakan kemampuan berhubungan dengan
lingkungan di luar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukukngan dan
bantuan dari keluarga khususnya pemberian yang positif terhadap perilaku anak yang
adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi anak yang berguna untuk
mengembangkan kemampuan hubungan independen.
3. Anak Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah. Pada
usia ini anak mulai mengenal bekerja, kompetisi, kompromi. Konflik yang terjadi
dengan orang tua karena pembahasan dan dukungan yang tidak konsisten. Berteman
dengan orang dewasa diluar keluarga (guru, orangtua, teman) merupakan sumber
pendukung yang penting bagi anak.
4. Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dngan teman sebaya dan sejenis
dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung
sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independen. Kegagalan membina
hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan
keraguan akan identitas. Ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya
diri yang kurang.
5. Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan independen dengan orang tua dan
teman sebaya. Individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran
dan pendapat orang lain seperti : memilih pekerjaan, memilih karier dan
melangsungkan perkawinan.
6. Dewasa tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang
tua. Khususnya individu yang telah menikah. Jika telah menikaah maka peran
menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi
tempat menguji kemampuan hubungan independen.
7. Dewasa Lanjut
Pada usia ini individu akanmengalami kehilangan, baik itu kehilangan fungsi fisik,
kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga
(kematian orang tua). Individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan
orang lain. Individu yang mempunyai perkembangan yang baik dapat menerima
kehilangan yang terjadi dalam kehidupan dan bahwa dukungan orang lain dapat
membantu dalam menghadapi kehilangannya (Budi Anna Keliat, 2005).
b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon Sosial maladaptive ada bukti terdahulu
tentang terlibatnya neurotranshmiter dalam perkembangan gangguan ini. Namun tetap
masih diperlukan penelitian lebih lanjut (Stuart and Sundeen, 1998).
c. Faktor Komunikasi dalam keluarga
Pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam gangguan
berhubungan bila keluarga hanya mengkomunikasikan hal-hal yang negatif akan
mendorong anak mengembnagkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang
bertentangan pada saat bersamaan mengakibatkan anak menjadi bingung dan kecemasan
meningkat. Hal ini dapat menjadi pengalaman yang traumatic bagi anak dalam
komunikasi, menyebabkan anak enggan berkomunikasi denga oranglain. Keadaan ini
akan menimbulkan perilaku menarik diri.
d. Faktor Sosio Kultural
Isolasi Sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan ini skibst dan norma yang
tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota
masyarakat yangtidak produktif seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik (Stuart
and Sundeen,1998).
e. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kehidupan yang penuh stress seperti
kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas:
1. Stressor Psikologik
Ansietas berkepanjamngan terjadi bersama dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasi tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ancietas
tinggi.
2. Stressor Sosio Kultural
Stress dapat ditimbulkan oleh stabilitas unit keluarga dan berpisah dan orang yang
berarti dalam kehidupannya , misalnya karena dirawat di Rumah sakit.
4. Akibat Isolasi Sosial
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori
halusinasi (Townsend, M.C, 1998). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada. (Maramis, 1998) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang
apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang
dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus
sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan
halusinasi pendengaran. Menurut Carpenito, L.J (1998) perubahan persepsi sensori halusinasi
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami
suatu perubahan dalam jumlah, pola atau intepretasi stimulus yang datang. Sedangkan
menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa
adanya stimulus eksternal, yang dibedakan dari distorsi dan ilusi yang merupakan kekeliruan
persepsi terhadap stimulus yang nyata dan pasien mengganggap halusinasi sebagai suatu
yang nyata.
Menurut Carpenito, L.J (1998) ; Townsend, M.C (1998); dan Stuart, G.W & Sundeen, S.J
(1998) perubahan persepsi sensori halusinasi sering ditandai dengan adanya:
Data subjektif:
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b. Tidak mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat
bayangan)
d. Mengeluh cemas dan khawatir
Data objektif:
a. Apatis dan cenderung menarik diri
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara
seolah-olah mendengarkan sesuatu
c. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
d. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e. Gerakan mata yang cepat
f. Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi rendah
g. Respons-respons yang tidak sesuai (tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang
kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Townsend M. C, (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Keperawatan , Jakarta : EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga.Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
fajar Interpratama.
Stuart and Sundeen, ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”, alih bahasa Hapid AYS, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
www.erfanhiyandi.blogspot.com/askep_isolasi sosial.html. (di akses 13 Mei 2009)
Top Related