RHINOSINUSITIS
Identitas Pasien :Nama : Tn.YUsia : 30 thJenis Kelamin : Laki-lakiTempat tinggal : BandungPekerjaan : Pegawai swastaSuku bangsa : IndonesiaAgama : IslamStatus pernikahan : Sudah menikah
Keluhan utama : hidung tersumbatAnamnesis khusus :Os datang ke poli tht dengan keluhan hidung
tersumbat sejak 3 minggu, keluhan semakin hari dirasakan semakin berat. Keluhan disertai pilek yang hilang timbul sejak 2 bulan terakhir.
Os mengaku keluar cairan dari hidung berwarna kekuningan agak kental dan tidak berbau. Pasien mengatakan ketajaman penciumannya menurun, dan seperti ada ingus yang mengalir dari hidung ke tenggorokan atau seperti menelan ingus.
Keluhan juga disertai sakit kepala, nyeri pada pipi kanan skala nyerinya 5-6, nyeri terutama saat posisi sujud. Demam (+) namun tidak terlalu tinggi.
Pasien menyangkal hidung tersumbat dan bersin-bersin pada pagi hari, penurunan pendengaran, nyeri tenggorokan, gangguan dalam berbicara, gangguan saluran napas, gigi berlubang pada rahang atas, maupun riwayat trauma.
RPD : benjolan/tumor pada hidung - perdarahan pada hidung -, keluhan serupa -, DM -
RPK : alergi -, asma –R. Kebiasaan : merokok sejak 35 th yang lalu, sehari 1
bungkus rokokUsaha berobat : 1 bulan yll ke dokter, diberi obat
(px lupa namanya), keluhan berkurang namun setelah obat habis keluhan muncul kembali
R. alergi : makanan - , obat -
Pemeriksaan Fisik– Keadaan umum baik – Kesan sakit sedang– Kesadaran CM– TTV :
– TD : 120/80 mmhg– N : 80x/menit– R : 20 x/menit– S : 37,4oC
– BB : 65 kg TB : 165 cm BMI: 23,9 VAS : 5-6
Status generalis : – Kepala : Mata CA -/- , SI -/-– Leher : lihat status lokalis– Thorax : B/P simetris
– Paru : VBS ka=ki, Rh-/- Wh -/-– Jantung : BJM, reguler, murmur –
– Abdomen : Cembung, soepel, BU + normal, hepar dan lien tidak teraba membesar
– Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
Status lokalis :– Inspeksi : telinga ottorhea –, hidung sekret +/+ darah
-/- septum deviasi -, mulut halitosis + – Palpasi : sinus paranasal : sinus maxillaris dextra
nyeri tekan dan nyeri lepas– Otoskopi : MAE terbuka, CAE mukosa normal sekret
-/- serumen-/- oedem -/-, MT intak +/+ refleks cahaya +/+
– Rhinoskopi anterior : mukosa hiperemis +/-, sekret +/+. Septum deviasi -, concha inferior : dextra hipertrofi
– Rhinoskopi posterior: choannae terbuka, mukosa nasofaring DBN, massa / tumor -/- , post nasal drip +
– Faringoskopi (orofaring) : tonsil T1/T1, kripta tidak melebar, pilar anterior & post DBN, dinding post faring : mukosa DBN, granul -, oedem –
– Faringoskopi (oral cavity) : mukosa mulut tenang, lidah bersih simetris, gigi caries -, uvula simetris, palatum mole:DBN
– Kelenjar leher : tidak teraba membesar– Pendengaran : Rinne +/+ , weber tidak ada lateralisasi,
schwabach normal, kesan : normal– Pemeriksaan transluminasi : sinus maxillaris dextra lebih redup
Resume– Keluhan utama : hidung tersumbat– Anamnesis khusus : Tn. Y 30 th datang ke poli tht
dengan keluhan hidung tersumbat sejak 3 minggu, keluhan makin hari makin berat.
– Riwayat pilek 2 bulan terakhir, hilang timbul. keluar cairan dari hidung + kekuningan, kental dan berbau - , ketajaman penciuman menurun, dan dirasakan seperti ada ingus yang mengalir dari hidung ke tenggorokan atau seperti menelan ingus, sakit kepala, nyeri pada pipi kanan, nyeri terutama saat posisi sujud. Demam (+) namun tidak terlalu tinggi.
RPD : benjolan/tumor pada hidung - perdarahan pada hidung -, keluhan serupa -, DM -
RPK : alergi -, asma –R. Kebiasaan : merokok sejak 35 th yang lalu, sehari 1
bungkus rokokUsaha berobat : 1 bulan yll ke dokter, diberi obat
(px lupa namanya), keluhan berkurang namun setelah obat habis keluhan muncul kembali
R. alergi : makanan - , obat -
Pemeriksaan Fisik– Keadaan umum baik – Kesan sakit sedang– Kesadaran CM– TTV :
– TD : 120/80 mmhg– N : 80x/menit– R : 20 x/menit– S : 37,4oC
– BB : 65 kg – TB : 165 cm – BMI: 23,9– VAS : 5-6– Status generalis : tidak
ada kelainan
Status lokalis :– Inspeksi : hidung sekret +/+ , mulut halitosis + – Palpasi sinus paranasal : sinus maxillaris dextra nyeri
tekan dan nyeri lepas– Telinga DBN– Cavum nasi dextra : mukosa hiperemis, sekret + ,
kekuningan kental– Concha inf dextra : hipertrofi– Post nasal drip +– Pemeriksaan transluminasi : sinus maxillaris dextra
redup
Pemeriksaan penunjang– Foto rontgen kepala soft tissue posisi waters– Hematologi rutin (Hb,Ht,L,T,E)– Pemeriksaan apus mukosa hidung,
pemeriksaan kultur dan resistensi
Diagnosis kerja– Rhinosinusitis akut maxillaris dextra
Penatalaksanaan– Non medikamentosa :
– Kompres air hangat pada lokasi nyeri– Medikamentosa :
– Paracetamol 500 mg 4x1 tab, jika diperlukan– Amoxicilin 500 mg 3x1 tab, selama 7-10 hari– Nasonex nasal spray 50 mcg/dosis, 2 semprotan
2x1– Rhinos SR 2x1 caps
Prognosis– Quo ad vitam : ad bonam– Quo ad functionam : dubia ad bonam– Quo ad sanationam : ad bonam
Sinusitis
DEFINISI SINUSITIS– Sinusitis adalah radang mukosa sinus
paranasal– Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semuasinus paranasal disebut pansinusitis.
Infeksi saluran pernapasan atas
Oedem ostio meatal kompleks
Obstruksi ostium sinus
Absorsi O2
Hipoxia
Disfungsi silia
Retensi mucus
Gg ventilai & drainase
Tekanan – pd rongga sinus
Transudasi
Mukosa saling berhadapan
Silia tidak dapat bergerak
Mucus tdk dpt dikeluarkan
Retensi mucus
Infeksi
<20-30 mmH2O dibawah 0
GEJALA KLINIS
American Academy of Allergy, Asthma and Immunology – Akut < 4 minggu– Kronik > 12 minggu
Acute Bacterial Rhinosinusitis (ABRS)
– Sinus puncture and aspiration -> gold standard (etiology of ABRS) -> rarely performed -> invasive
– Cultures obtained from the nasal passages do not provide any diagnostic value
– ABRS can be differentiated from viral etiology by a sinus aspirate– >104 colony forming units of bacteria/mL – PMN > 5000 cells/mL
Criteria for diagnosis of ABRS are presence of an air/ fluid level or complete opacification.
Mucosal thickening alone is not considered diagnostic. Comparisons of endoscopically-directed middle meatus cultures
(EDMM) with maxillary sinus aspirate (MSA; the gold standard) have reported similar results.
A metaanalysis comparing the sensitivity and specificity of EDMM with MSA for ABRS reported that EDMM had a sensitivity of 81%, specificity of 91%, and overall accuracy of 87% compared with MSA.
Microbiology of ABRS:• Main causative bacteria -> S pneumoniae and H influenzae• Minor causative bacteria -> Moraxella catarhallis and S aureus
○ M catarrhalis is infrequent in the adult population, but accounts for about 25% of bacteria in children
• Anaerobic organisms appear to predominate in acute sinusitis of odontogenic origin.
Chronic Rhinosinusitis (CRS)
CRS subtypes:• CRS without nasal polpys
(CRSsNP), frequentlycharacterized by:
○ Mucopurulent drainage○ Nasal obstruction○ Facial
pain/pressure/fullness
• CRS with nasal polyps (CRSwNP), frequently characterized by:○ Mucopurulent drainage○ Nasal obstruction○ Hyposmia.
A diagnosis of CRSsNP requires the presence of the following:
• At least 2 symptoms and• Inflammation (eg, discolored
mucus, edema of middle meatus or ethmoid area) documented by endoscopy and
• Absence of polyps in the middle meatus (by endoscopy) and/or
• Purulence originating from the osteomeatal complex on endoscopy or rhinosinustis confirmed by CT imaging.
A diagnosis of CRSwNP requires the presence of:
• At least 2 symptoms and• The presence of bilateral
polyps in the middle meatus confirmed by endoscopy and
• Bilateral mucosal disease confirmed by CT imaging.
Examination :
• Nasal septum
○ Identify drying crusts, ulceration, bleeding ulceration, and perforation, anatomic obstructions, unusual aspects of the nasal mucosa, and/or nasal masses
○ Note significant septal deflections, and color of the nasal mucosa and presence of dryness or hypersercretion.
○ Presence of an irregular surface, crusts, diffusely hemorrhagic areas, vascular malformations or ectasias.
• Inferior concha
○ Assess for hypertrophy
• Middle meatal area:
○ Inspect -> secretions or masses such as nasal polyps
○ Performing vasoconstriction of the nose using a decongestant product (eg, Dristan® or Otrivin®). Sinonasal endoscopy may improve visualization.
CRS is an inflammatory disease of unclear origin.Contributors may include:
• Bacterial colonization• Bacterial biofilms• Eosinophilic, neutrophilic, and lymphocytic
infiltrations• Upregulation of numerous Th2-associated
cytokines• Tissue remodeling (epithelial changes, increased
extracellular matrix proteins, growth factors, and profibrotic cytokines).
Bacteriology of CRS is different from that of ABRS:• Not as well understood as that of ABRS• The main pathogens include:
○ S aureus○ Enterobacteriaceae spp○ Pseudomonas spp
• Less common:○ S pneumoniae○ H influenzae○ Beta hemolytic streptococci.○ Coagulase-negative Staphylococci (CNS).
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan dansinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip).
– Radiographic examinationRadiographic findings in patients with acute sinusitis include diffuse opacification, mucosal thickening (>4 mm), or an air fluid level. These findings, in conjunction with clinical features of acute sinusitis, are helpful in confirming the diagnosis.
– Pemeriksaan Ct Scan– (CT) scanning is mainly used to assess potential
complications or where regular sinus X-rays are no longer available.
– Pemeriksaan MRI
Penatalaksanaan Antibiotik
Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut.
Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif.
Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin.
Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.
– Tujuan terapi sinusitis :1. Mempercepat penyembuhan2. Mencegah komplikasi3. Mencegah perubahan
menjadi kronik
Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari.
Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole atau klindamisin.
Dekongestan
Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung efek vasokontriksi mengurangi keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi.
Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang).
Dekongestan topikal, seperti phenylephrine Hcl 0,5% dan oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat vasokonstriktor lokalmelegakan pernapasan dengan mengurangi oedema mukosa.
Antihistamin Tidak selalu diberikan, karena sifat antikolinergiknya
sekret lebih kental. Antihistamin golongan II yaitu Loratadine, mempunyai
keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi rhinore, dan menghilangkan obstruksi .
Kortikosteroid Kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap
bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia.
Tindakan Operasi BSEF (Bedah Sinus Endoskopi), operasi terkini untuk
sinusitis yang kronik yang memerlukan operasi. Indikasi : sinusitis kronik yang tidak membaik setelah
terapi adekuat, sinusitis kronis disertai kista atau kelainan yang ireversible, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
Komplikasi – Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain :
Komplikasi lokal (Oteomielitis dan abses subperiostal) Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan sering pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral atau fistula pada pipi. Kelainan orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal Paling sering adalah sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan
maksiala Kelainan berupa : edema palpebra, selulitas orbita, abses
subperiostal, abses orbita dan trombosis sinus kavernosus
Kelainan itrakranial Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan trombosis kavernosus.
Kelainan paru Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial
Prognosis
– Sinusitis akut -> 70% penderita sembuh tanpa pengobatan. – Sinusitis kronik -> prognosis bervariasi. Jika penyebabnya
adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik > 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.