REFLEKSI KASUS
ABSES HEPAR
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
Nurul Emma Nurdina
20080310193
Diajukan Kepada :
dr. Yunada Hadiyono R, Sp. B. KBD
BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT JOGJA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
A. Kasus
Seorang laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan
atas. Pasien mengeluhkan adanya benjolan diperut kanan atas sejak tanggal 25
November 2012 yang dirasakan semakin membesar dan bertambah nyeri. Pasien
juga mengeluhkan adanya demam, menggigil, mual, dan muntah. Pada
pemeriksaan USG didapatkan hasil curiga ke arah karsinoma hepatoseluler.
Kemudian dilakukan pemeriksaan serum AFP (tumor marker) dan didapatkan
hasil 0,61 (negatif tumor). Pada tanggal 10 Desember dilakukan pembedahan dan
didapati banyak nanah dari hepar (abses hepar). Sebagian jaringan hepar diambil
untuk dibiopsi.
B. Permasalahan
Bagaimakah penegakan diagnosis pada kasus ini?
C. Pembahasan
1. Definisi
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem GIT. Infeksi ini ditandai adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus, terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, sel
darah dalam parenkim hati.
2. Patofisiologi
Abses hati dibedakan atas abses hati amuba dan
abses hati piogenik. Abses hati amuba biasa disebabkan
oleh Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati piogenik
disebabkan oleh bakteri dan pada anak dan dewasa muda
biasa disebabkan oleh komplikasi appendisitis, dan pada
orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu. Di
negara yang sedang berkembang, abses hati amuba lebih
sering didapatkan secara endemis dibandingkan dengan
abses hati piogenik. Abses hati piogenik merupakan 70%
dari semua abses hati. Abses hati piogenik merupakan
kondisi serius dengan angka kematian tinggi bila diagnosis
tidak dibuat secara dini. Bila terapi dilakukan secara dini
dan tepat, angka kematian cenderung mengecil.
3. Gambaran klinis
a. Abses amoebik
b. Abses piogenik
No. Gejala Tanda
1. Nyeri perut Nyeri tekan kuadran kanan atas
2. Demam Hepatomegali
3. Menggigil Tanda peritoneal
4. Nausea Ikterus
5. Berat badan menurun
6. Diare
7. Batuk
4. Diagnosis banding
a. Kolesistitis
b. Karsinoma hepatoseluler
c. Penyakit bilier
d. Empyema
e. Gastritis
f. Pneumonia
5. Penegakan Diagnosis
a. Abses amoebik
1. Anamnesis : Gejala pada abses amoebik adalah akut. Gejalanya
tidak khas dan timbul pelan-pelan. Banyak pasien abses amoebik
yang mempunyai riwayat penyakit diare. Anamnesis mendalam
tentang tempat tinggal didaerah endemik dapat mendukung
diagnosis.
2. Pemeriksaan fisik
Nyeri perut kanan atas
Demam yang tidak khas
Mual dan muntah
Hepatomegali dengan nyeri spontan atau nyeri tekan.
Terdapat massa di epigastrium bila yang terkena abses adalah
lobus kiri.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
No. Gejala Tanda
1. Demam Hepatomegali
2. Nyeri perut Nyeri tekan kuadran kanan atas
3. Menggigil Ikterus
4. Mual dan muntah Efusi pleura
5. Berat badan menurun
Penderita abses hati amuba hanya mengalami
sedikit perubahan parameter laboratorium
Hemoglobin antara 10,4-11,3%
Leukosit berkisar umumnya antara 10.000-
12.000/ml3
Abnormalitas test faal hati lebih jarang terjadi
Karena pada abses amuba terjadi destruksi aktif
parenkim hepar, dapat terjadi peningkatan PPT
(Plasma Prothrombin Time)
Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10%
penderita abses hati amuba.
Diagnosis sering ditegakkan dengan aspirasi dari
kavitas abses
b. Foto thorax
Kelainan foto dada pada abses hati amuba dapat
berupa peninggian kubah diafragma kanan,
berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps
paru dan abses paru.
c. USG
Abses hati amuba stadium dini kelihatan seperti suatu
massa dan jika terjadi pencairan bagian tengah,
terlihat sebagai kista.
d. Pemeriksaan serologi
IHA (Indirect Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion
Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent
Assay), counterimmunelectrophoresis,indirect
immunofluorescence, dan complement fixation masih
jarang dilakukan karena terkendala biaya yang mahal.
b. Abses piogenik
1. Anamnesis : Manifestasi klinis pada kasus ini lebih berat dan
bersifat kronis. Nyeri sering berkurang bila penderita
berbaring pada sisi kanan. Insidensi meningkat pada
pasien pasca bedah.
2. Pemeriksaan fisik
Demam yang naik turun
Nyeri perut kanan atas
Rasa lemas
Penurunan berat badan
Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare
Terdapat hepatomegali atau ketegangan pada perut
kuadran lateral atas abdomen atau pembengkakan
pada daerah intercosta
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Didapatkan leukosit meningkat dengan jelas (>
10.000/mm3) pada 75-96% pasien
Laju endap darah biasanya meningkat
Dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan pada
50-80%
Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan
pada 95-100 pasien
b. Foto thorax
Didapatkan elevasi atau perubahan diafragma
kanan terlihat pada 50% kasus
Dijumpai pleuritis, empiema, dan abses paru
c. USG, CT Scan, MRI
Pemeriksaan ini sangat penting dalam pengelolaan
abses hati terutama untuk diagnosis dini dan dapat
menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk
drainase perkutan atau tindakan bedah.
Referensi
https://www.clinicalkey.com/topics/gastroenterology/liver-abscess.html
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1003533
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000261.htm
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
http://emedicine.medscape.com/article/188802-overview
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19539338
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/diagnosis/differential.html
Yogyakarta, 17 Desember 2012
dr. Yunada Hadiyono R, Sp. B. KBD