RESUME KASUS II SISTEM URINARY
NEFROTIK SYNDROM
Disusun oleh :
Neza Nurfitriana 220110120019
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015
NEFROTIK SINDROM
KASUS
Seorang anak laki-laki, berusia4 th, dibawa ke Unit Kesehatan Anak dalam keadaan
edema anasarka. Menurut penuturan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu klien mengalami
bengkak pada periorbita terutama pada saat bangun tidur, muka sembab, dan mengeluh pusing.
Hasil anamnesa riwayat kesehatan: sejak 1 tahun yang lalu klien mengeluh bengkak-bengkak di
seluruh tubuh sampai dengan kelopak mata. Karena keluhannya ini klien dibawa
ke RS Majalaya dan dikatakan bocor ginjal. Klien kontrol 3 bulan
terahir namun tidak ada perbaikan, kemudian klien dibawa ke RS
Al-Ihsan sejak 2012 dan diberi tablet berwarna hijau yang diminum 3x2
selama 2 bulan. Selanjutnya 4 tablet/hari selang sehari, keluhan tidak
berubah, klien lalu dibawa ke RSHS. Pola BAK sebelum sakit 3-5x sehari, saat ini berkemih
mulai berkurang baik dari segi frekuensi dan jumlah
urin yang dikeluarkan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ascites (+), TD 130/90 mmHg, hr
112X/M, respirasi rate 30X/m, rasio insp : eksp 1 : 1, Antropometri: BB: 32, 5 kg, TB: 121,5
cm, lingkar perut: 68 cm, TD: 130/ 90 mmHg, suhu: 36’C.
ANATOMI FISIOLOGI GINJAL
1. Anatomi dan Fisiologi Glomerulus
Sindrom nefritis akut terjadi akibat adanya gangguan pada ginjal, yaitu pada glomerulus.
Oleh sebab itu, sebaiknya dibahas terlebih dahulu secara singkat mengenai anatomi dan
fisiologi glomerulus.
Glomerulus merupakan gulungan pembuluh darah kapiler yang berada di dalam sebuah
kapsul sirkuler, yang disebut kapsula Bowman. Secara bersamaan, glomerulus dan kapsula
Bowman disebut dengan korpuskulum renalis. Ginjal manusia memiliki sekitar satu juta
glomerulus di dalamnya. Glomerulus terdiri atas tiga tipe sel intrinsik: sel endotel kapiler,
sel epitel yang dipisahkan dari sel endotel oleh membrana basalis glomerular, serta sel
mesangial. Struktur glomerulus dapat dilihat seperti pada Gambar.
Gambar Struktur Glomerulus
Dinding kapiler pada glomerulus berfungsi sebagai membran filtrasi dan terdiri atas tiga
lapisan: (1) endotelium kapiler, (2) membrana basalis, dan (3) epitel (podosit atau epitel
viseral). Setiap lapisan tersebut memiliki keunikan tersendiri sehingga dapat membiarkan
seluruh komponen darah lewat dengan perkecualian sel-sel darah serta protein plasma
dengan berat molekul di atas 70.000. Endotel glomerulus terdiri atas sel-sel yang kontak
dengan membrana basalis. Sel-sel ini memiliki banyak bukaan atau ‘jendela’ kecil yang
disebut fenestrae. Membrana basalis merupakan jaringan glikoprotein dan mukopolisakarida
yang bermuatan negatif dan bersifat selektif permeabel. Epitel glomerulus memiliki sel-sel
khusus yang dinamakan podosit. Podosit memiliki prosesus yang menyerupai kaki (footlike
processes) yang menempel ke membrana basalis. Prosesus yang satu akan berjalinan dengan
prosesus lainnya membentuk filtration slit, yang akan memodulasi proses filtrasi.
Membran filtrasi glomerulus memisahkan darah kapiler dengan cairan di ruang
Bowman. Filtrat glomerulus melewati ketiga lapisan membran filtrasi dan membentuk urin
primer. Sel-sel endotel dan membrana basalis memiliki glikoprotein bermuatan negatif
sehingga membentuk barrier filtrasi terhadap protein anionik.
Glomerulus menerima darah dari arteriol aferen dan mengalirkan darah ke arteriol
eferen. Sekelompok sel khusus yang dinamakan sel jukstaglomerular terdapat di sekitar
arteriol aferen, di dekat tempat masuknya ke korpuskulum renalis. Di antara arteriol aferen
dan eferen terdapat bagian dari tubulus kontortus distal yang memiliki sel khusus bernama
makula densa. Bersamaan, sel jukstaglomerular dan makula densa membentuk aparatus
jukstaglomerular, yang berfungsi untuk mengatur aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus,
serta sekresi renin.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, glomerulus berperan sebagai penyaring darah
untuk membentuk urin, yang kemudian akan diekskresikan dari tubuh. Cairan yang disaring
oleh membran filtrasi glomerulus tidak mengandung protein namun mengandung elektrolit
seperti natrium, klorida, dan kalium, serta molekul organik seperti kreatinin, urea, dan
glukosa. Seperti membran kapiler lainnya, glomerulus permeabel terhadap air dan relatif
impermeabel terhadap koloid berukuran besar seperti protein plasma. Ukuran dan muatan
molekul sangat menentukan kemampuannya untuk melewati glomerulus. Hal ini diatur oleh
filtration slits serta muatan negatif yang terdapat pada membran filtrasi.
KONSEP PENYAKIT NEFROTIK SYNDROM
1. Epidemiologi
Prevalensi SNKM (sindrom nefrotik kelainan minimal) di negara barat sekitar 2-3 kasus
per 100.000 anak < 16 tahun, di asia 16 kasus per 100.000 anak dan di indonesia sekitar 6 kasus
per 100.000 anak < 14 tahun. Anak laki-laki lebih sering terjangkit daripada anak perempuan
dengan perbandingan 2:1. Anak dengan SNKM biasanya berumur < 10 tahun, sekitar 90% kasus
berumur < 7 tahun dengan usia rata-rata 2-5 tahun
2. Definisi
Sindroma nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hypoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
(Ngastiyah, 2005)
Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (>50
mg/kg BB/24 jam), hypoalbuminemia (<2,5 gr/100ml) yang disertai atau tidak disertai dengan
edema dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002)
Nefrotik sindrom adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membrane glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif
(whaley & wong, 2003)
Menurut British Journal Of Medicine & Medical Research Yang Berjudul Treatment
Strategies For Childhood Steroid-Resistant Nephrotic Syndrome, Nefrotic syndrome adalah
penyakit ginjal dan umum terjadi pada anak-anak yang disebabkan karena adanya gangguan
fungsi glomerulus ditandai dengan kebocoran protein dari darah ke urin melalui glomeruli
sehingga terjadi proteinuria, hypoalbuminemia, hiperkolesterolemia dan umum yang terjadi itu
edema.
3. Etiologi
Penyebab sindroma nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi. Menurut Ngastiyah, 2005
umumnya etiologi dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Sindroma Nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau reaksi maternofetal, resisten terhadap semua
pengobatan. Gejala : edema pada saat neonates.
2) Sindroma nefrotik sekunder
Adanya malaria atau parasite lain seperti terpaparnya bakteri streptococcus.
Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desiminata, purpura anafilaktoid.
Glomerulonephritis akut atau glomerulonephritis kronis, thrombosis vena renalis
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, air
raksa
Amyloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferative,
hipokomplementemik
3) Sindroma nefrotik idiopatik atau syndrome nefrotik primer
Sekitar 90% nefrosis pada anak dan penyebabnya belum diketahui, berdasarkan
histopatologi yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop electron. Diduga ada hubungan dengan genetic, imunologik dan alergi.
4. Manifestasi klinis
Menurut Ngastiyah, 2005 yaitu proteinuria, edema (biasanya edema dapat bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarca). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),
dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbita) dan berlanjut ke abdomen, daerah genitalia
dan ekstremitas bawah), penurunan jumlah urin, urine gelap dan berbusa, hematuria, anoreksia,
diare, pucat, fatigue, dan gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).
Adapun manifestasi klinis menurut Betz & Sowden (2002) adalah proteinuria, retensi cairan
dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital, edema dependen, pembengkakan
genitalia eksterna, edema facial, asites dan distensi abdomen, penurunan jumlah urin, hematuria,
anorexia, diare, pucat.
Sedangkan menurut dona L.Wong (2004) adalah penambahan berat badan, edema, wajah
sembab, pembengkakan abdomen (asites), kesulitan pernafasan (efusi pleura), pembengkakan
labial atau scrota.
Menurut Brunner & Suddarth edisi 8 Vol. 2 (2002), manifestasi klinis nya adalah edema
malaise, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan.
Seorang gadis dengan sindrom nefrotik. Terlihat ada pembengkakan wajah (foto kiri), dibanding
kondisi normalnya (kanan).
5. Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik. Menurut berbagai
penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis
dibandingkan gambaran patologi anatomi. Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih
sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :
1) Sindrom nefrotik sensitive steroid (SNSS)
2) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial Glomerulopati membranosa (GM) Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
Adapun beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik yaitu :
1) Remisi
Dikatakan remisi apabila proteinuria negative atau trace (proteinuria <4mg/m2LPB/jam)
3 hari berturut-turut dalam satu minggu
2) Relaps
apabila proteinuria ≥ 2+ (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu.
3) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari)
selama 4 minggu mengalami remisi.
4) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari)
selama 4 minggu tidak mengalami remisi.
5) Sindrom nefrotik relaps jarang
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau
< 4 kali dalam 1 tahun.
6) Sindrom nefrotik relaps sering
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau
≥ 4 kali dalam 1 tahun.
7) Sindrom nefrotik dependen steroid
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah dosis prednison
diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Komplikasi
Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon imun,
tromboembolisme (terutama pada vena renal), emboli (aliran darah terhambat akibat benda
asing ,seperti bekuan darah atau udara ) pulmoner, dan peningkatan terjadinya aterosklerosis.
(smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442).
Adapun komplikasi secara umum dari nefrotik sindrom adalah penurunan volume
intravaskuler (syok hipovolemik), kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena),
penurunan nafas (berhubungan dengan retensi cairan) yang lama kelamaan efusi pleura,
kerusakan kulit, infeksi, dan efek samping steroid yang tidak diinginkan.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI, komplikasi yang dapat terjadi yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan hormon dan mineral
Berbagai gangguan hormonal timbul karena protein pengikat hormone hilang dalam
urin. Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsuria, dan menurunnya absorpsi kalsium
dalam gastrointestinal menunjukkan kemungkinan adanya kelainan metabolism vitamin
D.
b. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
Hal ini bisa disebabkan oleh kadar albumin yang menurun yang menyebabkan
terjadinya malnutrisi.
c. Infeksi bisa terjadi karena hilangnya imunoglobulin dalam urin
d. Gagal Jantung Kongestif
e. Gagal ginjal akut adalah akibat hipovolemia . Meskipun kelebihan cairan dalam
jaringan, ada cairan kurang dalam pembuluh darah tersebut. Berkurangnya aliran darah
ke ginjal menyebabkan mereka untuk shutdown. Jadi itu adalah tugas yang rumit untuk
menyingkirkan kelebihan cairan dalam tubuh tetap menjaga euvolemia peredaran darah.
f. Edema paru : lagi karena kebocoran cairan, kadang-kadang bocor ke paru-paru
menyebabkan hipoksia dan dispnea .
g. Pertumbuhan keterbelakangan : tidak terjadi di MCNS.It terjadi pada kasus kambuh
atau resistensi terhadap terapi. Penyebab retardasi pertumbuhan adalah protein
kekurangan dari hilangnya protein dalam urin, anoreksia (asupan protein berkurang),
dan terapi steroid (katabolisme).
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada sindrom nefrotik menurut Betz, Cecily L, 2002 :
Uji urine
a. Protein urine,
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari
jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total
protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria massif merupakan kriteria diagnosis.
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin >
2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
b. Urinalisa, cast hialin dan granular, hematuria. Urinalisis dan bila perlu biakan urin,
biakan urn dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada ISK
c. Dipstick urin, positif untuk protein dan Darah
d. Berat jenis urin, meningkat (normal: 285 mOsmol).
Uji darah
a. Albumin serum, <3 G/dl
b. Kolesterol serum, meningkat
c. Hemoglobin dan hematocrit, meningkat karena hemokonsentrasi
d. Laju endap darah, meningkat
e. Elektrolit serum, bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
Uji diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan
b. USG ginjal, dan CT scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal
c. Biopsy ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonephritis kronis atau
pembentukan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli.
Pemeriksaan kadar komplemen C3, apabila terdapat kecurigaan lupus erimatosus
sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody),
dan anti ds-DNA.
8. Perawatan dan pencegahan
Pada umumnya perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom, adalah untuk mengurangi
gejala dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
Pengaturan minum : hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan
cairan dan elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
Hitung kebutuhan cairan pasien.
Rumus kebutuhan cairan :
Rumus sesuai BB : Untuk 10 kg pertama berat badan butuh 1 liter cairan, 10 kg kedua
berat badan butuh 500 mililiter cairan, dan sisanya setiap kilogram berat badan butuh 20
mililiter cairan.
Contohnya, bila seseorang memiliki berat badan 50 kg. Maka 10 kg pertama berat badan
= 1 liter, 10 kg kedua =500 ml, sisanya 30 (50 kg-10-10) x 20 ml = 600 ml. Jadi
kebutuhan cairan keseluruhan adalah 1.000 + 500 + 600 = 2.100 ml atau 2,1 liter per hari
Contohnya, hitung kebutuhan cairan anak jika BB 26 kg
kebutuhan cairan : (10x100)+(10x50)+(6x25)
: 1000+500+150 = 1650 ml.
Pengendalian hipertensi, tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan
tertentu, tekanan darah dapat diturunkan tanpa ada penurunan fungsi ginjal misalnya
dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.
Pengendalian darah, peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kematian mendadak,
ini dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diet buah-buahan,
hyperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hyperkalemia
sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium bicarbonate
secara intravena, pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian insulin
Penanggulangan anemia, anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal
ginjal kronis, usaha pertama dengan mengatasi factor defisiensi. Bisa diberikan suplemen
zat besi oral, transfuse darah hanya diberikan pada keadaan mendesak misalnya
insufisiensi karena anemia dan payah jantung
Penanggulangan Asidosis : Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari
nefrotik sindrom. Sebelum memberikann pengobatan khusus, faktor lain yang harus
diatasi dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral
pada permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara
perlahan-lahan. Tetapi lain dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis
peritoneal.
Pengobatan dan pencegahan infeksi : Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah
mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba
diberikan bila ada bacteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan
kateterisasi harus sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya
infeksi.
Pengaturan diet dan makanan : Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi
dengan syarat kebutuhan energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan
sebaiknya mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram
protein yang dapat menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB
dapat dikurangi apabila didapati obesitas.
9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis Menurut mansjoer Arif, 2000:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih
1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemide 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada bentuknya edema dan
respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-
50 mg/hari), selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolic dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan internasional cooperative study of
kidney disease in children (ISKDC), Sebagai berikut:
1. Selama 28 hari prednisone diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas
permukaan badan (lbp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednisone per oral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lbp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
d. Cegah infeksi. Antibiotic hanya dapat diberikan bila ada infeksi
e. Fungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
2) Penatalaksanaan medis menurut (ilmu penyakit dalam, jilid 1 2006)
A. Suportif
1. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
2. Memonitor dan memepertahankan volume cairan tubuh yang normal
a. Memonitor urin output
b. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
c. Pembatasan cairan, sampai 1 liter
3. Memonitor fungsi ginjal
a. Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
b. Hitung GFR/LFG setiap hari.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG.
c. Mencegah komplikasi
d. Pemberian transfuse albumin secara umum tidak dipergunakan karena efek
kehilangan hanya bersifat sementara.
B. Tindakan khusus
1. Pemberian diuretic (Furosemid IV)
2. Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis ( steroid,
cyclosporine)
3. Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes militus
4. Pemberian albumin rendah garam bila diperlukan
5. Pemberian ACE inhibitor:untuk menurunkan tekanan darah
6. Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
7. Antibiotic profilaksis spectrum luas untuk menurunkan resiko infeksi sampai
anak mendapat pengurangan dosis steroid secara bertahap
8. Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang
berat.
3) Penatalaksanaan keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan
pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu
diperhatikan adalah edema yang berat (anasarca), diet, resiko komplikasi,
pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien atau umum.
Pasien dengan sindrom nefrotik dengan anasarca perlu istirahat di tempat
tidur karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan
kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan
harus ditolong diatas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di dalam rongga
toraks akan menyebabkan sesak napas
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai tumit (bantal di letakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat)
c. Bila pasien laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum
akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan sesuai
kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau
perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya
edema pasien perlu ditimbang setiap hari, diukur lingkar perut pasien. Selain
itu, perawatan pasien dengan sindrom nefrotik, perlu dilakukan pencatatan
masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindrom
nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 g/kgBB/hari dan cukup
kalori yaitu 35 kal/kg BB/hari serta rendah garam (1 g/hari). Bentuk makanan
disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat makanan biasa atau lunak
(Ngastiyah, 2005)
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh
yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat
infeksi streptokokus dapat terjadi. Untuk mencegah nfeksi tersebut,
kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien
harus bersih dan kering. Antibiotic diberikan jika ada infeksi, dan diberikan
pada waktu yang sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien
perlu diberikan penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita peyakit
sindrom nefrotik. Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas apa yang
boleh dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu diteruskan sampai
pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet. Memberikan penjelasan pada
keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat
jika tidak terkontrol secara teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien
dianjurkan control sesuai waktu yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali)
(Ngastiyah, 2005).
10. Teori Pertumbuhan dan perkembangan
Anak usia 4 tahun masuk ke dalam Masa prasekolah (3-6 tahun). Perkembangan
pada masa ini merupakan masa yang sangat penting ( Fikriyanti, 2013,hlm.18) .
a. Teori perkembangan kognitif (jean piaget)
Perkembangan kognitif menurut piaget merupakan perubahan-perubahan yang terkait
usia yang terjadi dalam aktifitas mental. Ia juga menyebutkan bahwa kesuksesan perkembangan
kognitif mengikuti proses yang urutannya melewati empat fase, yaitu fase sensorimotorik ( 0-2
tahun), fase pra-operasional (2-7 tahun), fase operasional (7-11 tahun), fase operasional formal
(>11 tahun) (wong, 2008, hlm 118)
Dalam teori perkembangan ini anak prasekolah termasuk ke dalam fase pra operasional.
Fase pra operasional anak belum mampu mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui
tindakan dalam pikiran anak (wong, 2008, hlm 119)
b. Teori perkembangan psikososial ( Erikson)
Menurut santrock (2011), teori perkembangan ini dikemukakan oleh erikson yang
mengemukaan bahwa perkembangan anak selalu dipengaruhi oleh motivasi social dan
mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
Dalam teori perkembangan psikososial anak prasekolah termasuk dalam tahap
perkembangan inisiatif versus rasa bersalah. Pada tahap ini anak mulai mencari pengalaman baru
secara aktif. Apabila anak mendapat dukungan dari orang tuanya untuk mengeksplorasikan
keingintahuannya maka anak akan mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang akan
dilakukan, tetapi bila dilarang atau dicegah maka akan tumbuh perasaan bersalah pada diri anak
(wong, 2008, hlm 118)
c. Teori perkembangan psikoseksual (Freud)
teori perkembangan psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh sigmun freud, ia
menggunakan istilah psikoseksual untuk menjelaskan segala kesenangan seksual. Selama masa
kanak-kanak bagian tubuh tertentu memiliki makna psikologik yang menonjol sebagai sumber
kesenangan baru dan konflik baru yang secara bertahap bergeser dari satu bagian tubuh ke
bagian tubuh lain pada tahap-tahap perkembangan tertentu.
Dalam teori perkembangan psikoseksual anak prasekolah termasuk dalam tahap phallic,
dalam tahap ini genital menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif. Anak mulai mengetahui
perbedaan jenis kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan tersebut (Wong, 2008, hlm
117)
d. Teori perkembangan moral (Kohlberg)
Teori perkembangan moral dikemukakan oleh kehlberg dengan memandang tumbuh
kembang anak ditinjau dari segi moralitas anak dalam menghadapi kehidupan.
Dalam teori perkembangan moral anak prasekolah termasuk dalam tahap
prakonvensional, dalam tahap perkembangan ini anak terorientasi secara budaya dengan label
baik atau buruk, anak-anak menetapkan baik atau buruknya sesuatu tindakan dari konsekuensi
tindakan tersebut. Dalam tahap ini anak tidak memiliki konsep tatanan moral, mereka
menentukan perilaku yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan kebutuhan mereka sendiri
meskipun terkadang kebutuhan orang lain. Hal tersebut diintrepretasikan dengan cara yang
sangat konkrit tanpa kesetiaan, rasa terimakasih atau keadilan (Wong,2008, hlm 120)
Secara ringkas dapat dijelaskan perkembangan anak usia prasekolah masuk pada fase
falik (usia 2 sampai 6 tahun) yaitu genital sebagai pusat perkembangan dan daerah sensitive.
Anak sudah mengenal perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan serta anak jadi ingin
tahu perbedaan tersebut. Perilaku memaksa dan penuh semangat, berani berusaha dan imajinasi
yang kuat. Karakteristik yang menonjol adalah egosentris, dimana mementingkan diri sendiri
atau segala sesuatu yang berpusat pada dirinya. Anak diorientasikan pada kebudayaan untuk
mengenali baik atau buruk, benar atau salah. Hal ini ditanamkan anak melalui kegiatan anak
yang menyenangkan. Katakutan fisik terhadap kesakitan terjadi pada usia sekolah dimana anak
lebih toleransi terhadap nyeri daripada ai tidak bergerak. Ragu-ragu terhadap kesembuhannya
atau kemungkinan meninggal. Anak dengan penyakit kronis lebih suka dengan mengidentifikasi
prosedur sebagai tekanan (whaley & wong, 1999).
11. Perencanaan pulang dan perawatan di rumah
Berikan pada anak dan orang tua instruksi lisan dan tulisan yang sesuai dengan
perkembangan mengenai penatalaksanaan dirumah dari hal-hal berikut :
1. Proses penyakit (termasuk perkiraan perkembangan klinis dan gejala kekambuhan)
2. Pengobatan (dosis, rute, jadwal, efek samping, dan komplikasi)
3. Perawatan kulit, jika kulit kering karena edema kasih lotion
4. Nutrisi, pilih makanan yg di masak sendiri. Hindari makanan yg mengandung natrium
5. Pencegahan infeksi
6. Pembatasan aktivitas
7. Pemeriksaan tindak lanjut.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NEFROTIK SYNDROM
a. Identitas
Nama : An. A
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 4 tahun
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Edema anasarka, 1 bulan yang lalu klien mengalami bengkak pada periorbital
terutama pada saat bangun tidur, muka sembab, dan mengeluh pusing
2. Riwayat penyakit sekarang
Edema anasarka
3. Riwayat penyakit dahulu
1 tahun yang lalu klien mengeluh bengkak-bengkak diseluruh tubuh sampai dengan
kelopak mata. Karena keluhan ini klien dibawa ke RS Majalaya dan dikatakan bocor
ginjal. Control 3 bulan terakhir namun tidak ada perbaikan, kemudian dibawa ke RS
Al-ihsan sejak 2012 dan diberi tablet warna hijau yang diminum 3x2 selama 2 bulan.
Selanjutnya 4 tablet/hari selang sehari, keluhan tidak berubah, klien lalu dibawa ke
RSHS.
c. Riwayat kesehatan keluarga:-
d. Riwayat kehamilan dan persalinan:-
e. Riwayat kesehatan lingkungan:-
f. Imunisasi:-
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Perkembangan psikososial:-
Perkembangan kognitif:-
Perkembangan fisik dan mental:-
Respon hospitalisasi:-
h. Riwayat nutrisi:-
i. Pengkajian persistem:
Pengkajian umum=
TTV:
TD : 130/90 mmHg -> N : sistolik →80-110 (meningkat)
N : diastolik 50-80 mmHg (meningkat)
HR : 112 x/menit → N : (3-8 tahun) = < 110x/menit (meningkat)
RR : 30 x/menit → N : (1-5 tahun) = < 40x/menit (normal)
BB : 32,5 Kg → N : (4-8 tahun) = 20 Kg (meningkat)
Suhu: 36 0C (normal)
Antropometri: BB=32,5 kg, TB= 121,5 cm, lingkar perut=68 cm
Sistem pernapasan: frekuensi pernapasan/RR= 30x/menit, rasio ins:eks=1:1
Ratio Inspirasi : ekspirasi = 1:1 (normalnya : ekspirasi lebih panjang)
Sistem kardiovaskuler: nadi/HR= 112x/menit, tekanan darah=130/90 mmHg.
(irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis.)
Sistem persarafan= tidak ada data
Sistem perkemihan= Pola BAK sebelum sakit 3-5x sehari, saat ini berkemih mulai
berkurang baik dari segi frekuensi dan jumlah urin yang dikeluarkan.
(kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.)
Sistem gastrointestinal= tidak ada data
(auskultasi apakah ada bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar)
Sistem musculoskeletal= tidak ada data
Sistem integumen:
Inspeksi : Asites (+)
Palpasi : Periorbital = Seharusnya lunak,bengkak
Abdomen = seharusnya lunak, bengkak (Ascites)
Kemaluan = seharusnya lunak, bengkak
Sistem endokrin= tidak ada data
Sistem reproduksi= tidak ada data
Hasil laboratorium:
Hasil lab Nilai normal Keterangan
Hb 13 gr % 11,5-15,5 gr/dl Normal
Ht 44 % 35-45 % Normal
Protein total 6.0
Albumin 2,1 6,1-7,9 g/dl Menurun
Kolesterol total 345 177-199 mg/dl Meningkat
Trigliserida 172 <150 mg/dl Meningkat
BUN 30 mg % 5-18 mg/dl Meningkat
Serum kreatinin 0.9 mg % 0,3-45 % Normal
Urin
Albumin urin ++++ -----
Seharusnya
negative
Warna urin Kuning
kejernihan Keruh Bening
Ph Urin 6,5
Bj urin 1,010
Glukosa urin Negative
Keton urin +
Nitrit urin -
Urobilinogen 0,1
Symptom Etiologi Problem
DS: menurut penuturan
ibunya, sekitar 1 bulan yang
lalu klien mengalami bengkak
pada periorbita terutama pada
saat bangun tidur , muka
sembab dan mengeluh pusing.
DO:
edema anasarka
Dari pemeriksaan fisik,
ascites (+)
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik plasma,
tekanan hidrostatik
Perpindahan cairan dari
system vaskuler ke ruangan
extraseluler (transudasi air dan
elektrolit ke ruang intersisial)
Sirkulasi vol. darah
Mengaktifkan renin-
angiotensin
Angiotensin angiotensin I
Angiotensin I→ II oleh enzim
konversi di dalam kapiler paru
Vasokontriksi arteriola perifer
dan merangsang sekresi
aldosteron
Aldosteron
Reabsorpsi natrium dan air
Kelebihan cairan
Retensi natrium
Edema
Kelebihan volume cairan
DS: -
DO: edema
Nefrotik sindrom
Peningkatan permeabilitas
glomerulus
Protein tak terfiltrasi dan
dikeluarkan lewat urin
Penurunan albumin
Penurunan tekanan onkotik
plasma
Cairan intravaskuler pindah ke
intertisial
Edema
Kulit iritasi,kering
Resiko gangguan integritas
kulit
Resiko gangguan integritas
kulit
DS:
DO: albumin urin ++++
Nefrotik sindrom
Peningkatan permeabilitas
Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan
glomerulus
Protein tak terfiltrasi dan
dikeluarkan lewat urin
Penurunan albumin
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan & kriteria
hasil
intervensi Rasional
1. Kelebihan
volume cairan
berhubungan
dengan
menurunnya
tekanan
osmotic plasma
ditandai
dengan DS:
DO: -ascites
(+), protein
urin (+), serum
albumin 2,1 gr
%
Setelah dilakukan
tindakan selama
3x24 jam
diharapkan
kelebihan volume
cairan terkontrol
dengan kriteria
hasil:
a. Pasien tidak
menunjukka
n tanda-
tanda
akumulasi
cairan
(edema
minimum)
b. Pasien
mendapatka
n volume
cairan yang
tepat
a. Pantau asupan
dan keluaran
cairan setiap
pergantian
b. Timbang berat
badan tiap hari
c. Programkan
pasien pada diet
rendah natrium
selama fase
edema
d. Kaji kulit,
wajah, area
tergantung
untuk edema
(evaluasi
derajat edema
(pada skala +1
a. Pemantauan
membantu
menentukan status
cairan pasien
b. Penimbangan
berat badan harian
adalah
pengawasan status
cairan terbaik.
Peningkatan berat
badan lebih dari
0,5 kg/hari diduga
ada retensi cairan
c. diet rendah
natrium dapat
mencegah retensi
cairan
d. edema terjadi
terutama pada
jaringan yang
tergantung pada
tubuh
sampai +4)
e. Awasi
pemeriksaan
laboratorium.
Contoh; BUN,
kreatinin,
natrium,
kalium, Hb/ht,
foto dada
f. Kolaborasi:
pemberian obat
sesuai indikasi
diuretic.
Contoh:
furosemide
(Lasix),
mannitol
(osmitol)
g. Kolaborasi:
Berikan
kortikosteroid
(prednisolon)
Dosis inisial
Prednison atau
Prednisolon 60
mg/m2/hari
atau 2
mg/kgBB/hari
sesuai dengan
e. mengkaji
berlanjutnya dan
penanganan
disfungsi/gagal
ginjal. Meskipun
kedua nilai
mungkin
meningkat,
kreatinin adalah
indikator yang
lebih baik untuk
fungsi ginjal
karena tidak
dipengaruhi oleh
hidrasi, diet, dan
katabolisme
jaringan
f. diberikan dini
pada fase oliguria
untuk mengubah
ke fase
nonoliguria. Untuk
melebarkan lumen
tubular dari debris.
Menurunkan
hyperkalemia, dan
meningkatkan
volume urin
adekuat
g. untuk menurunkan
BB ideal
(BB/TB) dibagi
3 dosis
(maksimal 80
mg/hari) selama
4 minggu.
ekskresi dari
protein urine
2. Resiko
kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan edema
Tujuan: kulit anak
tidak menunjukkan
adanya kerusakan
integritas;
kemerahan atau
iritasi
Kriteria hasil: tidak
ada kemerahan,
lecet dan tidak
terjadi tenderness
bila disentuh
a. berikan
perawatan kulit
b. hindari pakaian
ketat
c. bersihkan dan
bedaki area
kulit beberapa
kali sehari
d. topang area
edema seperti
skrotum, labia
e. ubah posisi
dengan sering
a. Memberikan
kenyamanan pada
anak dan
mencegah
kerusakan kulit
b. Dapat
mengakibatkan
area yang
menonjol tertekan
c. Untuk mencegah
terjadinya iritasi
pada kulit karena
gesekan dengan
alat tenun
d. Untuk
menghilangkan
area tekanan
e. Untuk mencegah
terjadinya
decubitus
3. resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
a. kaji/catat
pemasukan diet
a. Membantu dan
mengidentifikasi
defisiensi dan
berhubungan
dengan
kehilangan
protein lewat
urin di tandai
dengan
albumin urin +
+++
3x24 jam
diharapkan pasien
mendapatkan
nutrisi yang optimal
Kriteria hasil:
Kebutuhan nutrisi
tubuh tercukupi,
tidak terjadi
anoreksia, mual,
muntah, makan
habis satu porsi
b. timbang BB
tiap hari
c. berikan
makanan sedikit
tapi sering
d. berikan diet
tinggi protein
dan rendah
garam
e. kolaborasi
pemberian
albumin
intavena
kebutuhan diet
b. Perubahan
kelebihan 0,5 kg
dapat
menunjukkan
perpindahan
keseimbangan
cairan
c. Meminimalkan
mual sehubungan
dengan status
uremik
d. Memenuhi
kebutuhan protein
yang hilang
bersama urin
e. Menambah kadar
albumin dalam
darah yang sudah
dikeluarkan lewat
urin
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk endidikan Kebidanan. Jakarta
: Salemba Medika
Mary E. Muscari. 2005. Panduan belajar ; keperawatan pediatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Perpustakaan
Nasional RI
Top Related