REFERAT
KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA KEHAMILAN
PREMATUR
Pembimbing:
dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG
Disusun Oleh:
Galih Mega Putra
09020091
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
1
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani
sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas
referat yang berjudul “Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Prematur”. Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membnagun dari berbagi pihak agar
dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuatnya lebih baik lagi
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG serta berbagai pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan referat ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Malang, 28 Juni 2015
Galih Mega Putra
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang 4
BAB II Pembahasan
Definisi 6
Epidemiologi 7
Etiologi 7
Patofisiologi 10
Diagnosis 12
Penatalaksanaan 14
Komplikasi 16
Pencegahan 17
Prognosis 17
BAB III Kesimpulan
Kesimpulan 19
Daftar Pustaka 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Jika ketuban pecah pada usia gestasi <37
minggu, maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematutur (PPROM,
preterm premature ructure of membrane) (Saifudin, 2014).
Terdapat istilah periode laten, yaitu waktu dari rupture hingga terjadinya
proses persalinan. Makin muda usia gestasi ketika ketuban pecah, periode laten
akan semakin panjang. Ketuban pecah saat usia gestasi cukup bulan, 75% proses
bersalin terjadi dalam 24 jam. Jika ketuban pecah di usia 26 minggu, ½ ibu hamil
akan terjadi persalinan dalam 1 minggu sedangkan usia gestasi 32 minggu,
persalinan terjadi dalam waktu 24-48 jam (Saifudin, 2014).
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah
dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini
terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas,ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Saifudin, 2014).
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera
bersikapaktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu
sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang
berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap
konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan
harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu: pertama, infeksi,
karena ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya
4
penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti KPD, flora vagina
yang normal ada biasa menjadi pathogen yang akan membahayakan baik pada ibu
maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif
seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi. Kedua adalah kurang bulan
atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan.
Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak
nafas atau respiratory distress syndrome (RDS) yang disebabkan karena belum
masaknya paru (Saifudin, 2014).
5
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis-premature rupture of the membrane
PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Secara klinis diagnose KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah
selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal
persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut
merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the
membrane – preterm amniorrhexis (Curningham, 2011).
Pengertian KPD menurut WHO yaitu rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2011) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan menurut Mochtar
(2012) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu
bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5
cm. Hakimi (2013) medefiniskan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam
atau lebih sebelum dimulainya persalinan(Curningham, 2011). Sednagkan
menurut Yulaikah (2014) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda
persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi Rahim disebut
ketuban pecah dini (periode laten) (Curningham, 2011). Kondisi ini merupakan
penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya.
Ketuban pecah dini adalah penyebab pecahnya ketuban sebelum inpartu,
yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5
cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah
saat usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu.
Arti klinis ketuban pecah dini:
6
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul
maka kemungkinan terjadinya prolapses tali pusat menjadi besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan
bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering
kali merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture
of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi
amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Epidemiologi
Ketuban pecah dini premature terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya
selaput ketuban berkaitan denngan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam
kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion, dan apoptosis membrane janin.
Membrane janin dan disedua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan
peregangan selaput ketuban denngan membrane preduksi mediator seperti
prostaglandid, sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktivitas “matrix
degrading enzyme”.
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1-3%, dan kurang dari 1%.
Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7-12% (Chan, 2014). Insidensi KPD
kira-kira 12% dari semua kehamilan (Mochtar, 2012), sedangkan menurut
Rahmawati 2011 insidensi KPD adalah sekitar 6-9% dari semua kehamilan.
Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba 2013 dan Morgan 2013 meliputi:
1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah
mendapatkan tekanan semakin tinggi.
7
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan
genetik)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai
terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi
kemungkinan infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya
pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban
pecah dini meningkat.
4. Multipra, grandemultipra, pada kehamilan yang terlalu sering akan
memperngaruhi proses embryogenesis sehingga selaput ketuban yang
terbentuk akan lebih tipis dan yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah
sebelum tanda-tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik
disproporsi. Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah
banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc. hidramnion dapat terjadi pada kasus
anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes
mellitus gestasional. Ibu dengan diabetes mellitus gestasional akan
melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan
sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan ganda adalah
kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya
hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung).
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPD sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan.
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher Rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu
menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks memiliki suatu kelainan
8
anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui
ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
2. Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Misalnya:
a. Trauma: hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi Rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah
pecah.
3. Makrosomnia
Makrosomnia adalah berat badan neonates >4000 g, kehamilan
dengan makrosomnia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi tegang,
tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput
ketuban mudah pecah.
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000 mL. uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion secara
berangsur-angsur. Hidroamnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba
dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
9
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap mebran bagian bawah.
6. Penyakit infeksi.
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkna
terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama
ketuban pecah dini. Membrane khorioamniotik terdiri dari jaringan
viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka
jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya
aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan
pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus
mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yag mneyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan
antara sintesis dan degenerasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah
sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi, terbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitive yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut
melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body
stalk kemudian dengan korion yang akhirnya membentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion. Cairan amnion, normalnya berwarna putih, agak keruh serta
mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat
jenis 1,008 yang seiring dengan tuanya kehamilan akan menurun dari 1,025
menjadi 1,010. Asal cairan amnion belum diketahui dengan pasti, dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan
10
amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam
didaptkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml.
Amnion atau selaput ketuban merupakan membrane internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio
tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membrane eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000-1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis,
terdiri dari 98% -99% air, 1-2% garam anorganik dan bahan organic (protein
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks koscosa, dan sel-sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.
Minggu gestasi
Janin PlasentaCairan amnion
Persen cairan
16 100 100 200 5028 1000 200 1000 4536 2500 400 900 2440 3300 500 800 17
Fungsi cairan amnion
1. Proteksi: melindungi janin terhadap trauma dari luar.
2. Mobilisasi: memungkinkan ruang gerak bagi bayi.
3. Hemostatis: menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (pH)
4. Mekanik: menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri.
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2013 antara lain:
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membrane terkait dengan pembukaan terjadi
11
a. Devaskukularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuiti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membrane ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya
apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim
protease tertentu. Kekuatan membrane fetal adalah dari matriks ekstraselular
amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe II yang dihasilkan dari sel
mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membrane fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlihat
dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP-2, MMP-3, dan MMP-9
ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini.
Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease
(TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor
mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membrane fetal.
Selain itu terdapat teori yang mengatakan maningkatnya marker-marker
apoptosis di membrane fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan
membrane pada kehamilan normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi
aktivitas degenerasi kolagen dan kematian sel yang membawa kelemahan pada
dinding membrane fetal.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anmnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala
cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.
Penderita merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak
dari jalan lahir.
12
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin
jelas.
3. Pemeriksaan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko
infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, bau, dan
pH-nya, yang dinilai adalah:
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan
dari serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas
janin. Bau adri amnion yangkhas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diagnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling.
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunaka nitrazine
test. Kertas lakmus akan berubahmenjadi biru jika pH 6-6,5. Secret
vagina ibu memiliki pH 4-5, dengan kertas nitrazin ini tidak terjadi
perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif
palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis
trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitriazin masih
samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil
dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek
dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan
amnion.
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonorrhea, dan
streptococcus group B.
Pemeriksaan Lab
1. Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi di dalam
cairan amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin.
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur urinalisa
3. Tes pakis
13
4. Tes lakmus
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit
(Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan
hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan
diagnosis rupturnya membrane fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index
(AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
Penatalaksanaan
Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yaitu:
Memastikan diagnosis
Menentukan usia kehamilan
Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan butuh antibiotic atau
tidak terutama jika ketuban pecah sudah lama
Dalam kondisi inpartu, ada gawat janin atau tidak
Penatalaksanaan ketuban pecah dini, antara lain:
Pasien dengan kecurigaan ketuban pecah dini harus dirawat di rumah sakit
untuk diobservasi
Jika selama perawatan, air ketuban tidak pecah lagi maka boleh pulang
Jika ada persalinan kala aktif, korioamnionitis, gawat janin, maka
kehamilan harus cepat diterminasi
Jika terjadi ketuban pecah dini pada persalinan premature (PPROM), ikuti
tata laksana untuk persalinan preterm
Tatalaksana bergantung kepada usia gestasi (jika tidak dalam proses
persalinan, tidak ada infeksi, atau gawat janin)
Penatalaksanaan Konservatif
Jika terjadi ketuban pecah dini pada kehamilan premature (PPROM)
sangat disarankan untuk dirawat di rumah sakit selama minimal 48 jam untuk
dilakukan observasi. Hal ini dikarenakan antara 48 sampai dengan 72 jam
merupakan waktu yang rentan persalinan atau terjadi korioamnionitis.
14
Prinsip tatalaksana untuk perawatan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
Usia gestasi kurang dari 32 minggu, disarankan rawat inap, jika air
ketuban masih keluar. Tunggu hingga berhenti, segera berikan steroid
untuk pematangan paru-paru janin, antibiotik untuk mencegah terjadinya
infeksi pada ibu, yang terpenting selalu observasi kondisi ibu dan janin.
Usia gestasi 32 sampai dengan 37 minggu
Apabila belum inpartu berikan steroid untuk pematangan paru-paru
janin dan berikan profilaksis antibiotik, dan tetap lakukan
observasi tanda-tanda dari infeksi, dan kesejahteraan janin melalui
denyut jantung janin.
Apabila sudah ada tanda-tanda dari inpartu segera berikan steroid
untuk pematangan paru-paru janin, antibiotik intrapartu profilaksis,
segera lakukan induksi setelah 24 jam.
Usia gestasi lebih dari 37 minggu, evaluasi infeksi, pertimbangkan
pemberian antibiotik jika ketuban pecah sudah normal, terminasi
kehamilan (pertimbangkan pemberian induksi).
Penatalaksaan Aktif
Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi oksitosin atau misoprostol 25 µg
– 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor pervik < 5,
lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio
sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
Indikasi Antibiotik
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi < 37 minggu, dapat
mengurangi risiko terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah kelahiran bayi
dalam 2-7 hari, dan mengurangi morbiditas neonates. Salah satu rekomendasi
mengenai pemilihan antibiotic antepartum, yaitu:
Ampisilin 1-2 gram secara iv, setiap 4-6 jam, selama 48 jam.
Eritromisin 250 mg secara iv, setiap 6 jam, selama 48 jam.
15
Kemudian dilanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin dan
eritromisin (4x250 mg secara peroral). Pada pasien yang alergi penisilin,
diberikan terapi tunggal klindamisin 3x600 mg secara peroral. Sumber
lain, mengatakan bahwa pada PPROM, pemberian eritromisin hingga 10
hari.
Hindari pemberian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat
menyebabkan NEC.
Tokolisis
Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis pada pasien yang mengalami
ketuban pecah dini di usia gestasi <37 minggu (diatas 34 minggu). Pada beberapa
penelitian, pemberian tokolitik tidak memperpanjang periode laten (ketuban
pecah-persalinan), meningkatkkan luaran janin, atau mengurangi morbiditas
neonates. Pemberian tokolisis di usia gestasi ≤34 mingg, berfungsi untuk
pematangan paru. Usia gestasi > 34 minggu, tidak perlu lagi untuk pematangan
paru.
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24
jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septis, pneumonia, ofalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini premature, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini menigkat sebanding dengan lamanya periode
laten.
Komplikasi ibu:
16
Endometritis
Penurunan aktifitas myometrium (dystonia, atonia)
Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
Syok septik sampai kematian ibu
Komplikasi janin
Asfiksia janin
Sepsis perinatal sampai kematian janin
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan oligohidramnion semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
Sindrom Defornitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan
janin serta hipoplasi pulmonary.
Pencegahan
Pada psien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama
kehamilan usaha untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan
yang cukup selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada
trimester akhir.
Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada:
Usia kehamilan
Adanya infeksi/ sepsis
Faktor resiko/ penyebab
Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan
17
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan,
lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang
lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari
kelahiran premature.
18
BAB III
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik
berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari
semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95%,
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan pretern
terjadi sekitar 34% semua kelahiran premature.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih
belum ada, selalu berubah. Protocol pengelolaan yang optimal harus
mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti
fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak
ada satu protocol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus
ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun
pada ibu.
19
DAFTAR PUSTAKA
Soewarto, S., 2014. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal 677-682.
Manuaba I.B.G., Chandranita Manuaba I.A., Fajar Manuaba I.B.G.(eds), 2014. Pengantar Kuliah Obstetri Ginekologi dan KB. EGC: Jakarta, hal 221-225.
Manuaba I.B.G., Chandranita Manuaba I.A., Fajar Manuaba I.B.G.(eds), 2014. Pengantar Kuliah Obstetri Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama: Jakarta, Penerbit EGC. Pp 456-460.
Nili, F., Ansari, AAS. 2014. Neonatal Complications of Premature Rupture of Membranes. Acta Medica Iranica. [online] 2014. Vol 41. No. 3. Diunduh dari http://journals.turns.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
Curningham, G.F., Levenco, J.K., Bloom, L.S., Hauth C.J., III Gilstrap Larry, Wenstrom D Katharine, Williams., 2014. Obstetrics. Edisi 22.
Saifudin, Abdul B., 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesahatan Maternal & Neonatal. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul B., 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
20
POMR OBGYN
Summary of Database
(status Presens)
Clue and Cue Problem List Initial Diagnosis
PlanningDiagnosis Terapi Monitoring Edukasi
Ny. Jumaidah (28 tahun) IRTNama suami: Suyadi (34 tahun) SopirAlamat: renojoyo RT 05 RW 03 GempolAnamnesis:Keluhan utama: datang jam 5 kenceng-kenceng mulai dari jam 2, ketuban ngrembes.RPS: Kenceng-kenceng mulai dari jam 2, UK 28-30 minggu, HPHT 9 November 2014, TP 16 Agustus
Kenceng-kenceng
Ketuban (-) Keputihan,
berwarna kekuningan dan berbau amis
Ketuban Pecah Dini
G2 P1001 A00 T/H KPD
USG DL Tes pH
RL 1500 cc/24 jam, 20 tetes/mnt
Amoxilin iv 3x1 amp
Dexamethason iv 2x1
Konsultasi dokter SpOG
Kedaan umum
GCS Vital
sign DJJ Observ
asi temperatur tiap 3 jam
Memberitahukan kepada keluarga mengenai kondisi pasien
Memberitahukan kepada keluarga mengenai terapi yang akan diberikan kepada pasien
21
2015G2 P1001 A00Anak pertama perempuan lahir aterem, per vaginal, BB: 3,2 Kg.RPD : sering keputihan, warna kekuningan dan berbau amisRPSos: BAB dan BAK di sungaiRPK: DM (-) HT(-)
Pemeriksaan Fisik:KU: Lemas, compos mentis, GCS : 456Vital Sign: TD 120/90, RR: 24x/menit, Nadi : 99x/mnt,
22
suhu axila: 36,9C; suhu rektal: 37,3CLeopod I: presentasi bokongTFU: 26 cmLeopod II: presentasi punggung kiriLeopod III: presentasi kepalaLeopod IV: kepala belum masuk PAPVT obstetri: pembukaan 1 cmPresentasi kepalaKetuban: (-)
23
Pendukung Diagnosis KPD Preterm
Anamnesis :
HPHT 9 November 2014, TP 16 Agustus 2015. Datang 23 Juni 2015 jam 17.00 kenceng-kenceng mulai dari jam 14.00, ketuban ngrembes, sering keputihan warna kekuningan dan berbau amis.
Pemeriksaan fisik :
1. Leopod I: presentasi bokong, TFU: 26 cm2. Leopod II: presentasi punggung kiri3. Leopod III: presentasi kepala4. Leopod IV: kepala belum masuk PAP
5. VT Obstetri : Pembukaan I Ketuban (-)
24