KARSINOMA SERVIKS UTERI
Penaten O.M.K. Tokan
Bagian-SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Prof. DR. Dr.W.Z. Johannes Kupang
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah kanker primer dari serviks (kanker servikalis dan atau
portio)1,2,3. Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan
menjadi penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80%
kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Tanpa penatalaksanaan yang adekuat,
diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25 % dalam 10 tahun
mendatang1. Kebanyakan penderita datang dalam kondisi yang sudah lanjut karena
keluhan yang muncul tidak dirasakan sebagai suatu kegawatan2.
Diperkirakan terdapat 10.370 kasus baru kanker serviks yang invasif yang
didiagnosis di Amerika Serikat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, 3.170 pasien
diperkirakan meninggal akibat kanker serviks. Jumlah ini mendekati 1,3 % dari kematian
akibat kanker pada wanita dan 13% dari kematian akibat kanker ginekologi.
Bagaimanapun, pada wanita berusia 20 sampai 39 tahun, kanker serviks merupakan
penyebab kematian akibat kanker tertinggi kedua setelah kanker payudara, terhitung
sekitar 10% dari kematian akibat kanker1,2. Sementara itu, di negara berkembang seperti
Indonesia kanker serviks masih menempati urutan teratas (hampir 80%) penyebab
kematian akibat kanker bagi wanita usia reproduksi. Di Indonesia setiap hari ditemukan
41 kasus baru dan 20 kematian sekaligus2.
Kematian yang berhubungan dengan kanker serviks menurun drastis dalam 80
tahun terakhir dari 30/100.000 pada tahun 1930 menjadi 3,8 per 100.000 di tahun 2000.
Sejak 1982 angka kematian yang berkaitan dengan kanker serviks menurun 1,5% per
tahun1.
Total jumlah wanita yang didiagnosis kanker serviks di Amerika Serikat pada
tahun 1999 adalah 12.900 dengan kematian yang berkaitan dengan kanker sejumlah
1
4.400, sedangkan jumlah wanita yang mengidap kanker serviks di seluruh dunia sekitar
471.000, dengan angka kematian 215.0001.
Kanker serviks dikenal sebagai kanker pada usia produktif. Namun juga terjadi
pada usia dekade lima, enam, dan tujuh. Umumnya pada wanita usia tua tidak dilakukan
skrining untuk kanker serviks. Akibatnya insiden pada populasi ini lebih dari yang
diperkirakan. Pada konsensus kanker serviks NIH yang terakhir, insidens kanker serviks
yang lebih tinggi di usia lebih dari 65 tahun didiskusikan dan diputuskan menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang perlu perhatian. Rerata umur penderita kanker
serviks di negara ini 52 tahun1.
ETIOLOGI3,5
Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) terdeteksi pada 99,7% kanker serviks,
sehingga infeksi HPV merupakan infeksi yang sangat penting pada perjalanan penyakit
kanker serviks uteri. Pada penelitian kasus kontrol, prevalensi infeksi HPV pada kanker
serviks jenis karsinoma sel skuamosa dijumpai sejumlah 78,4- 98,1 % (metaanalisis 12
negara). Prevalensi infeksi HPV pada kanker serviks jenis adenokarsinoma dijumpai
sejumlah 85,7-100% (metaanalisis 9 negara).
Virus papiloma berukuran kecil, diameter virus ± 55 nm, genomnya terbentu oleh
dua rantai (double stranded) DNA. Genomnya terdiri dari bagian late (L), early (E), dan
bagian noncoding (NC). Bagian L kurang lebih merupakan 40% dari genom, bagian L
terbagi menjadi dua bagian yaitu 95% bagian adalah L1 dan sisanya L2. Bagian E
merupakan 45% dari genom, gen E terdiri dari E1-8. E1-7 yang banyak diteliti. E1 dan
E2 berperan pada replikasi virus, E2 juga berfungsi untuk transkripsi virus. E4 berperan
pada siklus pertumbuhan dan pematangan virus. Sedangkan E6 dan E7 merupakan bagian
dari onkoprotein.
Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang
mengarah transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. integrasi
menyebabkan E2 tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan ransangan
terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb. Hambatan kedua tumor
suppresor gene menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi,
dan apoptosi tidak terjadi.
2
Penelitian identifikasi tipe HPV pada adenokarsinoma, didapatkan prevalensi
HPV pada adenokarsinoma jenis musinosum, intestinal, endometrioid didapatkan 91%
dan jenis adenoskuamosa 100%. Kejadian infeksi HPV 16 (50%), HPV 18 (40%), HPV
45 (10%), HPV 52 (2%), HPV 35 (1%). Penelitian ynag dilakukan pada sampel beberapa
rumah sakit di Indonesia mendapatkan kejadian infeksi HPV tipe 16 sebesar 44%, tipe 18
sebesar 39% dan tipe 52 sebesar 14%. Sisanya sebesar 14% terdeteksi infeksi HPV
multipel.
Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan epidemiologi
Golongan Tipe HPV
Risiko tinggi
Kemungkinan risiko tinggi
Risiko rendah
16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59
26, 53, 66, 68, 73, 82
6, 11, 40, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 81
Sumber: Kanker Serviks edisi ke tiga, 2010, hal.3
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kanker serviks terbagi menjadi faktor risiko yang telah dibuktikan
dan faktor risiko yang masih diperkirakan. Faktor risiko yang telah dibuktikan antara lain
perilaku seksual, riwayat ginekologis, dietilstilbestrol (DES), agen infeksius, dan
merokok. Sedangkan faktor risiko yang masih diperkirakan antara lain kontrasepsi oral,
diet, etnis dan faktor sosial2.
1. Faktor Risiko yang sudah dibuktikan:
a. Perilaku Seksual
Menurut studi epidemiologi, kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan
perilaku seksual seperti berganti-ganti mitra seks dan usia saat melakukan hubungan seks
yang pertama. Risiko meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seks 6 atau lebih, atau bila
hubungan seks pertama di bawah umur 20 tahun. Juga risiko meningkat bila berhubungan
dengan pria berisiko tinggi yang mengidap kondiloma akuminata. Pria berisiko tinggi
adalah pria yang melakukan hubungan seks dengan banyak mitra seks1.
Kanker serviks kolumnar lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa,
maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena
3
kanker serviks lima kali lipat. Keduanya baik usia saat pertama berhubungan dan jumlah
partner seksual berpengaruh terhadap risiko terjadinya kanker serviks1,2.
b. Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarche atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker
serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak
tepat dapat pula meningkatkan risiko1,2.
c. Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker serviks
dan hubungan antara merokok dengan kanker sel squamosa pada serviks. Mekanisme
kerja bisa langsung atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Tembakau
mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok maupun yang
dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic
amine yang sangat karsinogen dan mutagen, sedangkan bila dikunyah ia menghasilkan
netrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap dan dikunyah terdapat
pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi co-karsinogen infeksi virus.
Menurut penelitian Ali, dkk membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat
menyebabkan neoplasma serviks1.
d. Dietilstilbestrol (DES)
Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in utero
telah dibuktikan1.
2. Faktor Risiko yang diperkirakan
a. Kontrasepsi oral
Hubungan kontrasepsi oral terhadap risiko noninvasif dan invasif kanker serviks
masih dipertanyakan. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Beberapa studi menunjukan faktor proteksi terhadap penyakit invasif. Beberapa
penelitian terakhir menunjukkan hubungan palsu dan adanya hasil bias karena
peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi1,2.
b. Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor risiko
kanker serviks1.
4
c. Etnis dan Faktor Sosial
Wanita di kelas ekonomi rendah memiliki faktor risiko lima kali lipat lebih besar
daripada wanita kelas ekonomi tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan
seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan1,2.
PATOFISIOLOGI DAN PERJALANAN PENYAKIT
Infeksi Human Papilom Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia
intraepitel serviks (NIS). Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV
risiko tinggi dan 80 % akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS
dan HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan1,2,3,4,5.
HPV merupakan inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya
gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV menyebabkan
degerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG akan kehilangan
fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG pRb, ikatan ini menyebabkan
terlepasnya E2F. E2F merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa
kontrol3,5.
Infeksi HPV merupakan infeksi yang terjadi secara lokal pada lapisan epitel
serviks. Infeksi HPV tidak menembus membrana basalis, sehingga infeksi HPV tidak
menimbulkan viremia, terjadi tanpa gejala serta tidak menimbulkan reaksi radang. Reaksi
imun penderita tidak terjadi karena virus tidak masuk ke pembuluh darah3.
Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosio) akibat saling
mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang
erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi
karsinoma invasif5. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan
berjalan terus. Periode laten tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase
prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun)1,2,5. Perubahan epitel displastik
serviks secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan atau tanpa diobati dikenal dengan unitarian concept dari Richart.
Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau karsinoma sel
5
skuamosa, sisanya adenokarsinoma, clear cell carcinoma/ mesonephroid caicinoma, dan
yang paling jarang adalah sarkoma2.
Gambar 1. Perjalanan karsigonesis servikal
Sumber: http://www.crystalhawa.com/hpv-human-papillomavirus/
KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Histopatologi
Secara histopatologi kanker serviks terdiri atas berbagai jenis. Dua bentuk yang
sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. Sekitar 85%
merupakan karsinoma serviks jenis skuamosa (epidermoid), 10% jenis adenokarsinoma
dan 5% adalah jenis adenoskuamosa, clear cell, small cell, verucous, dan lain-lain2.
6
Gambar 2. Klasifikasi histopatologi
Sumber: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, 2009, hal. 108
Tabel 2. Klasifikasi sitologi dan histologi
Sumber: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, 2009, hal. 110
2. Stadium
Stadium yang dipakai adalah stadium klinik menurut The International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO)1,2,3,4,5.
7
Tabel 3. Stadium klinik menurut FIGO
DETEKSI DINI DAN DIAGNOSIS
a. Gambaran Klinik5
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Keputihan yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Perdarahan yang dialami segera sehabis sanggama (perdarahan kontak) 75-80%
merupakan gejala karsinoma serviks. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya
pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan
spontan). Perdarahan spontan pada umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut
(II dan III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Adanya perdarahan spontan saat
defekasi perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya
bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan timbul
sebagai akibat perdarahan pervaginam berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel-sel tumor
ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan
8
dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sempit
dan meradang.
Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh.
Sebelum tingkat akhir (terminal stage) penderita meninggal akibat perdarahan yang
eksesif, kegagalan faal ginjal akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung
kemih, yang menyebabkan obstruksi total.
b. Skrinning
Pap smear
Pap smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya
perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio2. Untuk mengetahui adanya
tanda-tanda awal keganasan serviks (prakanker) yang ditandai dengan adanya perubahan
pada lapisan epitel serviks (displasia). Gabungan pap smear, kolposkopi dan biopsi
merupakan paket diagnosis yang baik digunakan untuk pelayanan. Sensitivitas pap smear
bila dikerjakan setiap tahun tekah mencapai 90%, setiap 2 tahun 87%, setiap 3 tahun 78%
dan bila setiap 5 tahun mencapai 68%3,4.
Teknik/prosedur2
o Spesimen dapat diambil dari sekresi vagina, sekret serviks, sekret endometrium, dan
fornik posterior. Instrumen yang bisa digunakan adalah spatula Ayre, Spatula
Szalay, dan citobrush. Tempat lokasi pengambilan yang tepat adalah pada daerah
squamo-collumner junction (SCJ).
o Pasien tidur pada meja ginekologi secara litotomi
o Membuka vagina secara gentle dan memasuka spekulum dengan arah vertikal
setelah masuk pintu vagina diputar 90° . bila ada mukus pada osteum atau krusta
sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu.
o Spesimen diambil dengan spatula atau citobrush. Untuk meningkatkan ketepatan
pemeriksaan disarankan mengambil dua spesimen untuk tiap pasien
o Menghapuskan spesimen pada permukaan gelas objek
o Segera masukkan ke dalam cairan etil-alkohol 95% selama minimal 30 menit atau
keringkan segera dengan menggunakan hair dryer
o Mengangkat gelas objek dan mengeringkan di udara terbuka
9
o Untuk kasus yang dicurigai dengan keganasan disarankan untuk mengambil sampel
dari fornik posterior dengan menggunakan gelas pipet. Pada saat pengambilan
sampel pipet digerakkan ke kiri dan ke kanan untuk mengambil sampel yang cukup.
Sampel dari pipet kemudian disemprotkan ke gelas objek dan difiksasi pada etil-
alkohol 95% selama 30 menit kemudian dikeringkan pada udara terbuka dan
dikirimkan dalam amplop beserta blanko pemeriksaan.
Interpretasi1
Sumber: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, 2009, hal. 131
10
Gambar 3. diagram alur penatalaksanaan hasil pap smear
Sumber: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, 2009, hal. 118
Thin- Prep3,4
Metode skrining thin-prep atau LBC (liquid based cytology) adalah metode pap smear
yang dimodifikasi yaitu pengumpulan usapan serviks di dalam cairan, tujuannya adalah
menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Keuntungan lainnya dari teknik ini antara lain
penyebaran sel merata pada sediaan dengan meminimalisasi sel yang tumpang tindih
pada sediaan, terhindar dari darah, lendir ataupun sel-sel radang. Thin-prep lebih sensitif
dibandingkan dengan pap smear pada umumnya. Sensitivitas mencapai 73,6% (pap smear
67,3%), dengan spesifitas sama 76,2% (pap smear 76,9%). Keuntungan lain adalah
mampu meningkatkan ketajaman diagnosis terhadap kelainan sel. Penemuan LSIL 2,95%
lebih tinggi dobandingkan dengan pap smear konvensional yang menemukan 1,21%,
meningkatkan penemuan HSIL (0,6% vs 0,3%) dan penemuan kanker invasif (3 kasus vs
0), dan menurunkan kejadian ASCUS.
11
Pap- net
PapNet suatu sistem interaktif komputer untuk menilai sediaan pap smear. Sistem ini
mempunyai keuntungan lebih sensitif dari pada penilaian manual pap smear yang
konvensional1,2. Ketajaman ini karena PapNet mampu menemukan kelainan sel pada
sebaran sel abnormal yang jumlahnya kurang dari 5 sel. PapNet skrining menemukan
HSIL lebih baik dibandingkan dengan analisa secara manual sediaan pap s,ear (0,55% vs
0,43%). Sensitivitas PapNet lebih tinggi dibandingkan dengan manual (86% vs 79,8%)
untuk penilaian HSIL3.4.
Gambar 4. pap-net
Sumber: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, 2009, hal. 12
12
Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
IVA merupakan tes visual menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 3-5%) dan
larutan iodium lugol pada serviks dan melihat adanya sel yang mengalami displasia
sebagai salah satu metode skrining kanker serviks2.
Pemeriksaan IVA tidak direkomendasikan pada wanita pascamenopause, karena daerah
zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspekulo1,2.
Persiapan dan syarat2
Persiapan alat dan bahan
o Sabun dan air untuk cuci tangan
o Lampu yang terang untuk melihat serviks
o Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi
o Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkat tinggi
o Meja ginekologi
o Lidi kapas
o Asam asetat 3-5% atau anggur putih (white vinegar)
o Larutan iodium lugol
o Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instruyen dan sarung tangan
o Format pencatatan
Persiapan Tindakan2
o Menerangkan prosedur tindakan, bagaimana dikerjakan, dan apa artinya hasil tes
positif. Yakinkan bahwa pasien telah memahami dan menandatangani informed
consent
o Pemeriksaan inspekulo secara umum meliputi dinding vagina, servik, dan fornik
Teknik/Prosedur2
o Sesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks
o Gunakan lidi kapas untuk membersihkan darah, mukus dan kotoran lain pada
serviks
o Identifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona transformasi) dan area
sekitarnya
13
o Oleskan larutan asam cuka atau lugol, tunggu 1-2 menit untuk terjadinya
perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks, perhatikan dengan cermat
daerah di sekitar zona transformasi
o Lihat dengan cermat CSJ dan yakinkan area ini dapat semuanya terlihat. Catat
bila serviks mudah berdarah. Lihat adanya plaqe warna putih dan tebal atau epitel
acetowhite bila menggunakan larutan Lugol. Bersihkan segera darah dan debris
pada saat pemeriksaan
o Bersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan Lugol dengan lidi kapas atau kasa
bersih
o Lepaskan spekulum dengan hati-hati
o Catat hasil pengamatan, dan gambar denah temuan
Interpretasi1,2
IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi
dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi.
Gambar 5. diagram alur tatalaksana hasil tes IVA
Sumber: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, 2009, hal. 118
14
IVA
Gambar 6. interpretasi hasil tes IVA
Sumber: Manual Prakanker serviks, 2008, hal. 52
Kolposkopi
Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar yang dilakukan bila ditemukan
pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkop, merupakan pemeriksaan
dengan pembesaran, melihat kelainan epitel servik, pembuluh darah setelah pemberian
15
asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks tetapi meliputi
pemeriksaan vulva dan vagina2.
Prosedur kolposkopi cukup sederhana. Setelah mukus diambil 3% asam asetat diteteskan
dan pemeriksaan dilanjutkan dengan filter hijau. Kemudian hasilnya diintepretasi, apabila
normal (satisfactory) maka epitel kolumnar akan menghasilkan warna ungu, apabila
terdapat metaplasia squamous (unsatisfactory) akan memberikan warna hijau keputihan.
Zona transformasi abnormal yang ditandai oleh area berwarna keputihan bintik
kemerahan (punctat), lesi berbatas tegas dengan bentuk menyerupai mosaik (mosaic
pattern), jaringan putih dengan batas tegas atau pembuluh darah atipic1,2.
Warna putih yang dihasilkan dari sel yang mengalami peningkatan rasio nukleus-
sitoplasma, pola mosaik dihasilkan dari proses neovaskularisasi kapiler di permukaan sel,
demikian juga pola punctat yang dihasilkan oleh neovaskularisasi kapiler yang berbentuk
perpendicular2.
Kelainan dari NIS I sampai NIS III/ KIS (karsinoma in situ) sangat berbeda pada derajat
atau peningkatan ketebalan dari epitel putih (aceto-white epithelium) setelah diberikan
asam asetat. Selain itu juga melihat adanya pungtasi, ataupun pembuluh darah yang
abnormal1,2.
Kelainan yang sukar dibedakan antara NIS I dengan HPV, KIS dengan mikroinvasi.
Sehingga seringkali terjadi over treatment pada NIS III. Sensitivitas kolposkopi
dilaporkan berkisar 69-95% dengan spesifitas 67-93%. Tindakan konisasi harus
dilakukan bila terdapat informasi adanya kecurigaan mikroinvasi, karena konisasi dapat
membedakan stadium IA1 atau stadium IA2 yang sangat berbeda penatalaksanaannya1,2.
Biopsi
Biopsi adalah salah satu prosedur diagnosis kanker serviks dengan mengambil sedikit
jaringan serviks yang dicurigai (2-3 mm). Kuretase endoservik dikerjakan sedalam 1-2
cm pada endoservik, dan dilakukan pada 4 kuadran. Prosedur ini menimbulkan rasa tidak
nyaman pada pasien sehingga memerlukan oral analgesia2.
Hasil biopsi endoservik kemudian diletakkan di dalam satu wadah untuk diperiksa lebih
lanjut di laboratorium patologi.
16
Tes onkoprotein
Metode skrining lainnya adalah langsung mendeteksi adanya onkoprotein E7, sampel
didapat dari bilasan cairan servikal-vaginal (cervicovaginal washing fluid) dilakukan
pemeriksaan onkoprotein E7 dengan RIPA (Radio-immunoprecipitation assay). Skrining
ini mendapatkan positif onkoprotein E7 sebesar 60% dari penderita kanker serviks yang
positif HPV tipe 163,4,.
HC (Hybrid Capture)
Pemeriksaan HC hanya mampu mendeteksi infeksi HPV risiko tinggi tetapi tidak mampu
mendeteksi kelainan sel prakanker sehingga spesifisitas HC lebih rendah jika
dibandingkan dengan pap smear.Temuan pada HC dan pap smear pada beberapa senter
menjadi dasar penelitian protokol skrining dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. HC yang
positif harus diikuti dengan pengawasan yang ketat, kelainan sitologi harus diikuti
dengan terapi, sedangkan hasil negatif keduannya menjadi dasar pemberian vaksinasi
HPV3,4.
PENCEGAHAN
Usaha pencegahan kanker serviks terdiri dari usaha pencegahan primer, pencegahan
sekunder, dan pencegahan tersier1.
Usaha pencegahan primer merupakan pencegahan terhadap etiologi penyakit,
termasuk faktor risiko dan pencetus timbulnya kanker. Pencegahan primer terdiri
dari1,2:
o Promosi dan edukasi pola hidup sehat
o Menunda onset aktivitas seksual
o Menunda akstivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara
monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan
o Penggunaan kontrasepsi barier
o Kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan
untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada
kondom yang dibuat dari kulit kambing.
o Penggunaan vaksinasi HPV
17
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human
Papiloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90%. Tujuan vaksin
profilaktik dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV
dan rangkaian dari event yang mengarah ke kanker servik. Dipasarkan dua jenis
vaksin yaitu vaksin bivalent (16,18) dan quadrivalent (16,18, 6, 11). HPV 16 dan
HPV 18 merupakan HPV risiko tinggi (karsinogen), sedangkan HPV 6 dan 11
merupakan HPV risiko rendah (nonkarsinogen)1,3.
Vaksin bivalent menggunakan ASO4 untuk mengakselerasi jumlah limfosit B
sehingga antibodi yang terbentuk meningkat. Lama proteksi vaksin bivalent sampai
72 bulan (6 tahun 4 bulan)3. Nama dagang vaksin bivalent yang dijual di pasaran
adalah Cevarix. Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali
pemeberian yakni pada bulan ke 0, kemudian teruskan pada bulan ke-1 dan ke-6
masing-masing 0,5 ml1,3.
vaksin quadrivalent menggunakan pelarut AlOH3 yang merupakan pelarut yang
banyak dipakai untuk vaksin pada umumnya3. Vaksin ini dijual di pasaran dengan
nama dagang Gardasil. Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali.
Pemeberian kedua seharusnya diberikan 2 bulan setelah pemberian yang pertama dan
pemberian ketiga diberikan 6 bulan setelah pemberian yang pertama1,3.
Vaksin HPV mulai dapat diberikan pada perempuan usia 10-55 tahun dengan
pengelompokan3:
10-12 tahun (usia sekolah dasar)
13-15 tahun (usia sekolah dasar
16-25 tahun (usia sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi)
26-55 tahun
Vaksinasi pada kelompok usia 26-55 tahun dapat diberikan setelah hasil pap smear (-)
atau IVA (-)1. Vaksin profilaksis akan bekerja lebih efisien bila vaksin diberikan
sebelum individu terpapar infeksi HPV1,3. Vaksin tidak diberikan pada wanita hamil
oleh karena risiko abortus spontan dan kelainan kongenital3.
Usaha pencegahan sekunder merupakan usaha penemuan dini, diagnosis dan terapi
dini terhadap kanker. Pencegahan sekunder kanker serviks terdiri dari1,2:
o Pasien dengan risiko sedang
18
Hasil pap smear negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu
antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk
pasien atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui,
dianjurkan untuk melakukan pap smear tiap tahun
o Pasien dengan risiko tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang
mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan pap smear
setiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini
dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus,
seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.
Usaha pencegahan tersier merupakan upaya meningkatkan angka kesembuhan, angka
survival, dan kualitas hidup dalam terapi kanker1:
o Pelayanan di rumah sakit (diagnosa dan pengobatan)
o Perawatan paliatif
Salah satu program untuk mencegah kanker serviks adalah program see and treat.
program ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan skrining, downstaging dan terapi,
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para wanita tentang kanker serviks dan
masalah kesehatan reproduksi lainnya, serta untuk menurunkan kejadian lost of follow up,
meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan menekan biaya. Program ini dapat
dilakukan pada awal kunjungan dimana pasien datang pertama kali di fasilitas kesehatan.
Program ini terdiri dari melihat dan mengobati. Melihat dapat berupa pandang langsung,
dilakukan inspeksi visual dengan asam asetat atau dengan kolposkopi, sedangkan
mengobati dapat berupa konisasi, krioterapi atau LEEP (Loop electrosurgical excision
procedure)1,2.
19
Gambar 7. Program See and Treat
Sumber: Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, 2009, hal. 139
PENANGANAN
Modalitas terapi lesi prakanker
o Krioterapi
Krioterapi dilakukan dengan membekukan daerah serviks yang abnormal dengan
menempelkan lempengan yang sangat dingin. Prosedur ini memerlukan waktu
beberapa menit dan biasanya menyebabkan kram2.
Indikasi terapi ini antara lain CIN derajat III (displasia berat dan CIS), lesi CIN luas
(perluasan linear pada permukaan serviks), lesi yang meluas pada kanal endoserviks,
lesi CIN yang terletak pada robekan serviks lama, lesi CIN yang terletak pada posisi
jam 3 dan 9, serta lesi pada porsio dengan ovula dari Naboth yang luas2,6.
o Konisasi
Konisasi adalah operasi dengan mengambil volume jaringan dari aksis sentral
longitudinal serviks2. Tindakan ini meliputi os eksternal dan kanal endoserviks
dengan panjang tertentu. Indikasi terapi dengan konisasi yakni CIN 2-3 multifokal
dan follow up pasien yang tidak tentu2,6. Kontraindikasi konisasi adalah kanker
serviks invasif, dan kehamilan2.
20
o Eksisi LEEP
LEEP adalah pengambilan daerah abnormal dari serviks, menggunakan kawat tebal
yang dipanasi dengan listrik. Indikasi LEEP antara lain adanya perbedaan antara hasil
pap smear dengan biopsi, hasil kolposkopi yang kurang memuaskan, hasil kuretase
endoserviks yang abnormal, serta biopsi yang menunjukkan adanya kanker yang
mikroinvasif2.
Kanker serviks invasif
Modalitas terapi pasien dengan kanker serviks invasif adalah pembedahan,
kemoradiasi dan radioterapi6.
o Pembedahan
Pembedahan yang dilakukan adalah histerektomi radikal dengan limfadenektomi
pelvik bilateral. Histerektomi radikal pada kanker serviks dapat dilakuakn dengan
beberapa metode yakni metode transabdominal dan transvaginal (AVRUEL-
Abdominal Vaginal Radical Uterus Extirpation with Transperitoneal
Lymphadenectomy)3,6.
Selain histerektomi, tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan trakelektomi
radikal. Tindakan ini dilakukan pada lesi yang kecil dan penderita masih
menginginkan anak. Trakelektomi adalah pengambilan serviks dan kelenjar limfe
pelvis, dengan meninggalkan uterus sehingga kehamilan masih dapat terjadi. Indikasi
tindakan ini adalah pasien yang masih ingin mempertahankan kesuburan, kanker
serviks stadium IA1 dengan adanya invasi ke pembuluh darah atau IA2 dan IB1,
ukuran lesi kurang dari 2 cm, tidak adanya penyebaran ke endoservikal bagian atas,
tidak adanya metastasis ke KGB, serta jenis histopatologinya karsinoma sel skuamous
atau adenokarsinoma3.
o Kemoradiasi
Pada karsinoma serviks stadium IB2-IIA2 dengan keadaan umum ataupun faktor
usia yang lanjut sehingga tidak memungkinkan dilakukan pembedahan, maka terapi
kemoradiasi merupakan terapi terpilih3,6.
21
Neoadjuvant kemoterapi merupakan salah satu pilihan metode terapi karsinoma
serviks IB2, IIA sampai IIB. Pada kasus yang memberi respon klinik dan tumor
mengecil, maka terapi dilanjutkan dengan pembedahan3.
o Radioterapi
Pengobatan terpilih pada pasien dengan kanker serviks stadium IIB, III, dan IVA
adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan radioterapi
intrakaviter3,6.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjidi I., Lerick S., Juari A. Kanker Serviks. Dalam Rasjidi, I, ed. Deteksi Dini
dan Pencegahan Kanker pada Wanita. Jakarta: CV Sagung Seto. 2009: 95-158
2. Rasjidi I. & Irwanto, Y. Edisi Pertama Manual Prakanker Serviks. Jakarta: CV
Sagung Seto. 2008
3. Adrijono. Kanker Serviks. Jakarta: Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan
Ginekologi FKUI. 2010
4. Mardjikoen, P. Tumor Ganas. Dalam Prawiroharjo, S. Ilmu Kandungan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka. 2007
5. Adrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi. Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan
Ginekologi FKUI. 2009
6. Rasjidi I. Paduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan Evidence
Base. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC. 2007
23
Top Related