Download - Referat Dbd FIX

Transcript

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan baik bagi tenaga kesehatan khususnya, maupun masyarakat luas pada umunya. Hal ini dikarenakan penyakit ini dapat menimbulkan wabah yang apabila penanganannya tidak tepat dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk dari family Flaviviridae yaitu Aedes aegypty, Aedes albopictus, dan beberapa spesies Aedes lainnya.1,2 Gejala klinis dari demam berdarah dengue bersifat dinamis dan terdiri dari tiga fase, yaitu fase febris, fase kritis dan penyembuhan.1Demam dengue (DD) adalah suatu penyakit infeksi akut, yang disebabkan oleh virus Dengue yang mempunyai 4 macam serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4). Dengan ciri-ciri demam yang bersifat bifasik, mialgia, sakit kepala, nyeri di beberapa bagian tubuh, rash, limfadenopati, dan leukopenia. Dalam kebanyakan kasus, DD bersifat self-limited, akan tetapi ada resiko perkembangan progresif menjadi demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD)3. Demam berdarah dengue adalah penyakit virus dengan vektor nyamuk yang paling cepat tersebar penularannya di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, jumlah kasus dengue telah meningkat tiga puluh kali dan telah menyebar ke negara-negara baru, sehingga kurang lebih lima puluh juta infeksi dengue yang telah terjadi pada masa tersebut dan sekitar 2,5 miliar populasi beresiko terjangkit virus ini karena tinggal di daerah endemis.1 Masyarakat di Asia Tenggara memiliki resiko yang sangat besar terhadap penularan virus dengue. Dari 2,5 miliar orang yang beresiko tertular, sekitar 1,8 miliar tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan region pasifik Barat.1,2,4 Negara yang memiliki kerentanan terhadap serangan endemis dengue antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand dan Timor Leste. Hal ini disebabkan karena cuaca yang tropis dan masih merupakan area equatorial dimana Aedes aegypti menyebar di seluruh daerah tersebut1.

Di Indonesia DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968.5 Sejak awal ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadik selalu terjadi KLB tiap tahun. Daerah rawan DBD merata hampir di seluruh pulau di Indonesia. DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Yogyakarta, Jawa Barat dan Papua Barat merupakan provinsi-provinsi yang pernah tercatat sebagai pemilik lima besar angka insiden DBD dalam jangka 4 tahun (2005-2009). Namun, data Depkes RI 2009 menyebutkan bahwa daerah resiko DBD dari tahun 2005-2009 juga pernah mencatat Jawa Tengah, Lampung, Sulawesu Tengah dan Gorontalo sebagai daerah dengan resiko tinggi.6 Aedes aegypti sebagai vektor utama DBD bisa berkembang biak di air bersih. Tempat penampungan air, sampah yang menampung air hujan dan bentuk bangunan yang mampu menampung air hujan seperti pagar bambu merupakan tempat yang digunakan Aedes aegypri untuk berkembang biak. Normalnya, nyamuk Aedes aegypri tidak terbang terlalu jauh. Jangkauannya 100 meter dari tempat tinggalnya. Maka, sarang nyamuk Aedes aegypri tidak akan jauh dari masyarakat dan nyamuk Aedes aegypri aktif saat pagi dan siang hari.1BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 EPIDEMIOLOGIDengue adalah penyakit virus mosquito borne yang persebarannya paling cepat. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidens penyakit meningkat tiga puluh kali dan menyebar secara geografis ke Negara yang sebelumnya belum terjangkit. Menurut data WHO 1955-2007, didapatkan lima puluh juta infeksi Dengue setiap tahunnya dan terdapat 2,5 miliar orang yang hidup di Negara endemis.1Dari 2,5 miliar populasi masyarakat di Negara endemis, sekitar 1,8 miliar tinggal di daerah Asia Tenggara dan Pasifik barat.1,4 Di daerah Asia Tenggara, Dengue telah menjadi masalah kesehatan publik di Indonesia, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timor Leste yang diketahui daerah beriklim tropis dan memiliki lokasi di zona equatorial, tempat dimana Aedes Aegypti menyebar secara merata baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.1,2 DBD telah menjadi penyakit berpotensi tinggi menjadi penyebab kematian pada anak.4Di Indonesia Dengue pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia. Dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah penyebaran dan daerah persebarannya pun meningkat, dan hingga sekarang sudah menyebar luas ke seluruh daerah di Indonesia. Menurut data Depkes RI, sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan penyebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 dan 382 kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, dari 58 kasus pada tahun 1969 menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.6Dengue di Indonesia memiliki siklus epidemik setiap sembilan hingga sepuluh tahunan. Hal in terjadi karena perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, diluar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut Mc Michael, perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, kelembaban suhu, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap perkembangan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.6Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur < 15 tahun, di tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur 15 tahun. Dan bila dilihat distribusi kasus dilihat berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, presentase laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang dan perempuan berjumlah 8.991 orang. Hal ini menggambarkan bahwa risiko tinggi terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.

2.2 ETIOLOGI

Virus Dengue, merupakan anggota dari genus flavivirus dalam family flaviviridae, terdiri dari single stranded RNA virus, berdiameter 30 nm, yang biasa berkembang di berbagai tipe nyamuk dan keluar jaringan.4 Diketahui terdapat 4 serotipe berbeda, yakni DENV1-4.2,4,7 Semua serotip tersebut memiliki antigen yang bereaksi silang dengan virus lain yang bergenus sama, seperti yellow fever, Japanese Encephalitis dan virus West Nile. Ditemukan bukti dari studi laboratorium, bahwa ada perbedaan variasi genetik antara empat strain tersebut. Sampai sekarang, diketahui ada tiga subtype dari DENV-1, enam dari DENV2, empat dari DENV-3, dan empat dari DENV-4. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa masing-masing subtype memiliki distribusi geografi yang berbeda. DENV-2 memiliki dua subtype yang terbatas penyebarannya di Asia Tenggara dan Amerika. Ditemukan juga bahwa virulensi dari setiap subtype berbeda-beda, kapasitas untuk menyebabkan penyakit berat seperti demam berdarah dengue pun berbeda-beda.42.3 PATOFISIOLOGIMekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue, dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan adalah: a) respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit maupun makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); b) limfosit T baik T helper (CD4) maupun T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2, dan limfokin, sedangkan TH2 akan memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10; c) monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis bakteri dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d) selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun akan menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.8Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterelogous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue tipe yang berbeda.Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik yang tinggi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurane dan Enis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi dalam makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue mengakibatkan aktivasi sel T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.8Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus Dengue. Orang ini biasanya menunjukan gejala sakit tetapi juga tidak sakit yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue. Jika orang digigit nyamuk Ae. aegypti maka virus akan masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus Dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Dalam waktu satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan atau dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang tersebut dihisap terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar air liur nyamuk agar darah yang dihisap tidak membeku.3Bersama dengan air liur nyamuk Ae. aegypti yang membawa virus Dengue itu akan terserang penyakit demam berdarah, orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun di dalam darahnya terdapat virus tersebut. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue, dia akan sakit demam ringan bahkan sakit berat yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya.3Mekanisme perdarahanManifestasi perdarahan pada DBD yang paling sering didapatkan berupa petekie di kulit dan kadang-kadang pada submukosa. Tes tourniquet positif merupakan peningkatan fragilitas kapiler yang dijumpai lebih awal. Gejala perdarahan yang berat sering terjadi adalah perdarahan gastrointestinal dalam bentuk hematemesis dan atau melena. Pada kasus dengan prolonged shock dapat terjadi perdarahan masif di jantung, paru, hati, dan otak.3Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada DBD.3Vaskulopati Karakterisktik DBD adalah adanya plasma leakage dengan manifestasi hemokonsentrasi, efusi, dan atau asites. Sebelumnya plasma leakage diduga akibat peningkatan permeabilitas vaskuler selain adanya penemuan baru, yaitu menduga adanya destruksi sel endotel disertai pelepasan mediator inflamasi (il-6, il-8) yang dilepas oleh virus Dengue. Virus Dengue juga mengaktivasi komplemen dan menimbulkan ekspresi molekul adhesi seperti icam-1, ekspresi dari icam-1 bersama dengan il-8 akan meningkatkan permeabilitas vaskuler pula.32.4 GEJALA KLINISDengue merupakan penyakit sistemik yang dinamis.Perubahan yang terjadi terdiri dari beberapa fase. Setelah peride inkubasi, penyakit mulai berkembang menuju 3 fase febris, kritis dan penyembuhan.1A. Fase febris

Pasien mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fibrilasi akut ini bertahan 2-7 hari dan disertai eritema kulit, wajah yang memerah, sakit sekujur badan, myalgia, arthralgia dan sakit kepala. Pada beberapa pasien juga ditemukan radang tenggorokan, infeksi faring dan infeksi konjungtiva. Anorexia, pusing dan muntah-muntah juga sering ditemui. Febris antara dengue dan non dengue pada awal fase febris sulit dibedakan. Oleh karena itu, monitoring dari tanda bahaya dan parameter klinik lainnya sangat krusial untuk menilai progresif ke fase kritis.

Manifestasi hemoragik seperti petechie dan perdarahan membran mukosa (hidung dan gusi) mungkin timbul. Perdarahan massif vagina dan gastrointestinal juga mungkin timbul dalam fase ini. Hati juga sering mengalami pembengkakan setelah beberapa hari demam. Tanda abnormal pertama dari pemeriksaan darah rutin adalah penurunan total sel darah putih yang menunjukkan kemungkinan besar terjangkit dengue.1B. Fase kritisPenurunan suhu setelah demam hingga temperature badan sekitar 37,5 38 C atau kurang, dapat terjadi selama 3-7 hari. Peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan hematokrit mungkin terjadi. Kondisi tersebut menjadi tanda awal fase kritis. Kebocoran plasma bisa terjadi 24-48 jam.1

Leukopenia progresif yang diikuti penurunan jumlah platelet bisa terjadi setelah kebocoran plasma. Pada kondisi ini pasien yang permeabilitas kapilernya tidak meningkat, kondisinya membaik. Sebaliknya pada pasien yang permeabilitas kapilernya meningkat, terjadi kehilangan banyak volume plasma. Derajat kebocoran plasma pun berbeda-beda. Efusi pleura dan asites dapat terjadi. Derajat tingginya hematokrit menggambarkan kebocoran plasma yang parah.1Syok dapat terjadi ketika kehilangan cairan plasma hingga volume yang kritis. Kemudian kondisi tersebut dilanjutkan dengan tanda bahaya berupa temperatur badan yang subnormal. Apabila syok terjadi cukup panjang dapat menyebabkan kerusakan organ, asidosis metabolik dan DIC.1C. Fase penyembuhan

Apabila pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis, reabsorbsi gradual cairan ektravaskuler akan terjadi dalam 48-72 jam kemudian. Kondisi akan membaik, nafsu makan meningkat, gejala gastrointestinal mereda, hemodinamik makin stabil dan diuresis membaik. Namun pada fase ini dapat terjadi pruritus, bradikardi dan perubahan pada EKG.1Distress pernafasan yang diakibatkan oleh efusi pleura massif dan ascites dapat muncul bila pasien diberikan cairan intravena yang berlebihan. Pada fase kritis dan fase penyembuhan, pemberian cairan berlebihan dihubungkan dengan edem pulmoner dan gagal jantung kongestif. Berikut ini adalah tabel gambaran klinis dari setiap fase :

NOFASE DBDGEJALA KLINIS

1Fase febris Dehidrasi, demam tinggi mungkin menyebabkan gangguan neurologis dan kejang demam pada anak

2Fase kritisSyok karena kebocoran plasma, perdarahan berat dan kegagalan organ

3Fase penyembuhanHypervolemia (apabila pemberian cairan intravena berlebihan)

Sumber: WHO,200912.5 DIAGNOSISDiagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium.9A. Kriteria klinis

Demam tinggi medadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus, selama 2-7 hari

Manifestasi perdarahan, termasuk uji bending positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan / melena.

Pembesaran hati

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

B. Kriteria laboratorium9 Trombositopenia (100.000/mikroliter)

Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar/menurut standar umur dan jenis kelamin.

C. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan9

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/peningkatan hematokrit 20%

Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma Dijumpai tanda perembesan plasma

Efusi pleura (foto toraks/USG)

Hipoalbuminemia

Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 20119DD/DBDDerajatTanda dan gejalaLaboratorium

DDDemam disertai minimal dengan 2 gejala

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbital

Nyeri otot

Nyeri sendi/tulang

Ruam kulit makulopapular

Manifestasi perdarahan

Tidak ada tanda perembesan plasma Leukopenia (jumlah leukosit 4000 sel/mm3)

Trombositopenia (jumlah trombosit 1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM : IgG rasio < 1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

DiagnosisAntibodi anti dengueKeterangan

IgMIgG

Infeksi primerPositifNegatif

Infeksi sekunderPositifPositif

Infeksi lampauNegatifPositif

Bukan dengueNegatifNegatifApabila klinis mengarah ke infeksi dengue, pada fase penyembuhan : IgM dan IgG diulang

B. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi :

Distress pernafasan/sesak

Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis terjadi apabila perembesan plasma telah mencapai 20% - 40%

Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema paru karena overload pemberian cairan

Kelainan radiologi yang dapat terjadi : dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radiopak dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi dari pada kiri, dan efusi pleura

Pada pemeriksaan USG dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea dan dinding buli-buli2.9 PENATALAKSANAANTidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan oral pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan oral tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.10Parameter yang harus dimonitor:10 Keadaan umum, selera makan, muntah, perdarahan serta tanda dan gejala yang lain Perfusi perifer sebagai indikator terjadinya syok Tanda vital dicek setiap 2-4 jam pada pasien tidak syok dan 1-2 jam pada pasien syok Hematokrit diperiksa setiap 4-6 jam pada pasien yang stabil dan lebih sering pada pasien yang tidak stabil atau yang terjadi perdarahan. Produksi urin setiap 8-12 jamTerapi intravena untuk DHF selama periode kritisIndikasi terapi intravena:10 Pasien tidak mendapat cairan oral yang adekuat atau muntah

Peningkatan hematokrit terus menerus 10-20% walaupun rehidrasi oral baik

SyokPrinsip umum terapi cairan pada DHF yaitu:10 Cairan isotonik kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali pada bayi