BAB I
PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Abses hati
merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang seperti di
Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang
buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi
menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati piogenik
di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik. Abses
hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati
piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida,
Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari
peradangan akut saluran empedu. Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang,
pertama kali ditemukan oleh Hipppocrates (400SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh
Bright pada tahun 1936.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi
Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi
penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah
penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki – laki
lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering
pada dekade empat.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa nyeri
perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau disertai
dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual muntah, berat badan
menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia ringan sampai sedang.
1
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan pemberian
antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase perkutan dan operasi
reseksi hati.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu :
1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)
1. Facies diaphragmatika
Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah
diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diaphragmatika dibagi menjadi facies
anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di
mana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat menyebar ke sistem pulmonum
melalui facies diapharagma ini secara perkontinuitatum. Abses menembus diaphragma dan
akan timbul efusi pleura, empiema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura,
biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses hati.
2
2. Facies viseralis
Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa struktur-
struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis
(hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri
porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan ligamentum
teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang berbentuk segitiga dengan vena kava
sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas dan bawah.
Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum minus yang
berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra renal,
bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura
ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan
organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar
ke hepar.
Pendarahan
Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri dan kanan
dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di posterior duktus hepatis
dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri menjadi medial dan
lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari truncus coeliacus (berasal dari aorta
abdminalis) dan memberikan pasokan darah sebanyak 20 % darah ke hepar.
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh vena porta
hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang berisi produk-produk
digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini berjalan diantara lobulus dan
berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar melalui vena sentralis dari setiap lobulus
yang mengalir melalui vena hepatika. Fileplebitis atau radang pada vena porta dapat
menyebabkan abses pada hepar dikarenakan aliran vena porta ke hepar.
Persarafan
3
nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada lig.
hepatogastrika dan masuk porta hepatis
nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura
minor gaster dalam omentum.
Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus
hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika
fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus
retropylorikus dan nodus seliakus.
Struktur
Hati terbagi menjadi 8 segmen
berdasarkan percabangan arteri hepatis,
vena porta dan duktus pankreatikus sesuai
dengan segi praktisnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada pembedahan.
Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi
medialis dekstra (segmentum anterior medialis dekstra dan segmentum posterior medialis
dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum anterior lateralis dekstra dan segmantum
posterior lateralis dekstra). Pars hepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus
kaudatus, divisio lateralis sinistra (segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum
anterior lateralis sinistra) dan divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap
lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial
mengellilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut
sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel
fagositik (sel kupffler) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi
menghancurkan bakteri dan benda asing dalam tubuh, jadi hati merupakan organ utama
4
pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteri hepatika yang mengelilingi lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang
membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan antara
lembaran sel hati.
Hati terdiri atas bermacam-macam sel.
Hepatosit meliputi 60% sel hati, sisanya adalah
sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non
parenkim yang termasuk di dalamnya endotelium,
sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh
sinusoid yang melingkari eferen vena hepatika
dan duktus hepatikus. Membran hepatosit
berhadapan langsung dengan sinusoid yang
mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi
saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan
dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).
Fisiologi Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah
pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari
ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu.
Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir
racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil
akhir metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai
indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan asinus
memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme
karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus
5
diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini
diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan
sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan
dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik,
kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya.
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin,
protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak
adalah menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan 15%
massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting
dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen
tersebut kepada limfosit.
BAB III
PEMBAHASAN
Etiologi
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen
Entamoeba hystolitica yang tinggi. Sebagai host definitif,
individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan
tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi
biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan
makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung
tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan dicerna
oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit
dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain
Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding
kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di
6
bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita
juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.
Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic streptococci,
Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium, Staphilococcus
aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans, Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis
enterolitica, Salmonella thypii, Brucella melitensis dan fungal.
Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan hematogen
melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai hati melalui
embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis,
divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan
intravenous drug abuse.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan
fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-
tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal
dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui
intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi
trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-
tempat tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba.
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi
ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis
anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga dilaporkan
sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan transplantasi hati.
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama laparaskopi
cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.
Patogenesis
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme
seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi, faktor resistensi parasit,
berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell mediated. Secara kasar,
7
mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan penempelan E. Histolytica pada mukus
usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang
disebabkan oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena
porta.
Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik yang
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu berbulan-bulan
setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil
sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan,
kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2
abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena
di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah
didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid
dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi
limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis
hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk
soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh
bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat
menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus
kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan
anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika
superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior
dan aliran limfatik.
Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik. Obstruksi
pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu, penyakit obstruktif
congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta dan arteri hepatika sehingga akan
8
terbentuk formasi abses fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik.
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati sehingga
terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati,
perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari
kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang
disebabkan oleh trauma biasanya soliter.
Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang
mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke sinusoid
hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya multipel tapi dapat
juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari proses bakterimia seperti
endokarditis dan pyelonephritis.
Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic,
hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses
transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma hepatoseluler dan
penghancuran benda asing dari dalam tubuh.
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam, dan
kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai “anchovy paste” ,
berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna.
Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan
abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan
enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari
abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan
ini sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul
jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan
sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.
Manifestasi Klinis
9
Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari
pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik
apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP letaknya dekat digfragma,
maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk
ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi
penurunan berat badan yang unintentional.
Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama, anoreksia,
malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali teraba sebesar 3 jari
sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 % kasus dan biasanya
berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel,
massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan
tanda-tanda peritonitis.
Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit ditegakkan
karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti yang sangat penting
dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat disembuhkan. Diagnosis yang
terlambat akan meningkatkan morbiditas dan mortalitasnya.
Pada beberapa pasien kadang sudah dapat terlihat abses hepar secara inspeksi
dikarenakan abses telah menembus kulit sehingga terlihat dari luar. Terdapat nyeri tekan pada
kuadran kanan atas abdomen, selain itu didapatkan hepatomegali yang teraba sebesar tiga jari
sampai enam jari arcus-costarum.
Pemeriksaan lain-lain seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan untuk
mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati. Diagnosa pasti
adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-95%.
10
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar Hb
darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk
kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak
penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada
penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang bermakna
sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan
waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
disebabkan abses hati.
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati
amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10 %
penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim
hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat.
Serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent
Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement
fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap
positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut
diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif.
Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP
meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena
amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar.
Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan
setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space
11
occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut
disebabkan amuba.
Pemeriksaan penunjang
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses
hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk
mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut
Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
1. Peninggian dome dari diafragma kanan.
2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
3. Pleural efusion.
4. Kolaps paru.
5. Abses paru.
CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen
USG:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :
12
1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
7. "Amoeba Hemaglutination" test positif
Komplikasi
Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering
terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang
terletak di lobus kanan hepar. Hal ini dikarenakan facies
diaphragm hepar yang berdekatan dengan system
pleuropulmonum terutama di lobus kanan. Abses menembus
diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses
pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura,
biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan
fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.
Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga tubuh
dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insidens perforasi ke
rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang besar dan luas yang
memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke
bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard
menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung.
Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga
peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonitis
umum. Abses kronis, artinya sebelum perforasi,
omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk
mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis
lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah
kulit (seperti gambar di samping) sehingga
menimbulkan fistel yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi sekunder.
13
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan
antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses
yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan
saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntutan abdomen
ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan,
perforasi organ intra abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan
kateter drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.
Antibiotik Terapi medikamentosa adalah antibiotik
yang bersifat amubisid seperti metronidazol atau
tinidazol. Dosis 50 mg/kgBB/hari diberikan tiga kali
sehari selama 10 hari, dapat menyembuhkan 95%
penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena
sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang
mengalami rasa mual atau pada penderita yang
keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris
dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam
beberapa hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7
sampai 10 hari. Metronidazol mudah didapat dan aman, walaupun merupakan kontraindikasi
pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati
perifer kadang-kadang dapat terjadi.
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang
sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat.
Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan vital sign
14
secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang
mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan
terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan
emetin dapat menyembuhkan 90% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.
Aspirasi Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini,
aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya
infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya
lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga
bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai sasaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi
sekunder.
Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.
Operasi
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan
abses yang tidak berhasil membaik dengan cara yang
lebih konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk
perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa
penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba
mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia
karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder
juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila
usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.
15
Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan subkostal
kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan
larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif.
Indikasi operasi pada abses hepar antara lain:
Terapi antibiotika gagal
Aspirasi tidak berhasil
Abses tidak dapat dijangkau dengan aspirasi ataupun drainase
Adanya komplikasi intraabdominal
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
Abses multipel
Infeksi polimikrobakteri
Immunocompromise dissease
Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses.
Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga
pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas
daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.
Prognosis
Prognosa abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat dari
infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang diberikan
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika
hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial organisme multipel, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau
adanya penyakit lain.
Kesimpulan
16
Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan bakteri, jamur, maupun
nekrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi dan infeksi dalam
perut lainnya. Abses hati dibedakan menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik. Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam tinggi, nyeri pada
kuadran kanan atas abdomen, hepatomegali, ikterus. Diagnosis yang di pakai sama seperti
penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Terapi yang
diberikan adalah antibiotika spektrum luas, aspirasi cairan abses, drainase, laparatomi dan
hepatektomi. Abses hepar dapat disembuhkan bila ditangani dengan cara yang tepat dalam
waktu yang secepatnya, oleh karenanya sangatlah penting untuk dapat mendiagnosanya
sedini
17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ;
462 – 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran. 2004
3. Christopher’s Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company.
1960; 797-799
4. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar:
www.ejournal.unud.ac.id.
5. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
6. Sembang, Jom. Abses Hati (Liver Abscess). Malaysia: www.infomedis.blogspot.com
7. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.
8. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005
18