REFERAT
PAPP-A SEBAGAI INDIKATOR PERTUMBUHAN JANIN
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri & Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
Nama : Fatimah Fayantini, S. Ked
NIM : 2006 031 0073
Diajukan kepada Yth.:
dr. H. Bambang Basuki, Sp. OG
BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2011
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PAPP-A Sebagai Indikator Pertumbuhan Janin
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian SyaratMengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri & Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:Fatimah Fayantini, S. Ked
2006 031 0073
Telah dipresentasikan dan disetujui pada:Hari : Senin
Tanggal : 30 Mei 2011
Mengetahui,Dosen Pembimbing & Penguji Klinik
Dr. H. Bambang Basuki, Sp. OG
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan janin merupakan hal vital yang menentukan kualitas hidup manusia
saat lahir. Jika terjadi gangguan dalam pertumbuhan selama di dalam kandungan,
dapat terjadi IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) yang menyebabkan bayi lahir
dengan berat yang kurang dari normal dan dapat pula terjadi perkembangan fungsi
alat tubuh yang abnormal. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin intrauterin di antaranya adalah faktor ibu, faktor plasenta dan
nutrisi, faktor genetika dan faktor lingkungan.
Beberapa tes dan skrining hingga saat ini dilakukan guna memprediksi kelainan
pertumbuhan janin. Diantaranya dengan menggunakan penghitungan kadar hormon
yang penting untuk pertumbuhan janin, seperti hormon β-HCG dan progesteron yang
dihasilkan oleh plasenta, dimana penurunan kadar menunjukkan fungsi plasenta yang
kurang baik sehingga menghasilkan kelainan pertumbuhan janin (Krantz D, et al,
2002). Penelitian terus dilakukan guna mengetahui proses-proses yang berperan
dalam plasentasi dalam uterus, dimana merupakan salah satu proses penting yang
menentukan baik tidaknya pertumbuhan janin (Richard O. B, et al, 2008). Sehingga
dapat diketahui cara yang paling tepat untuk memprediksi pertumbuhan janin untuk
menentukan outcome saat bayi lahir nantinya.
PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A ) beberapa tahun ini dikenal
sebagai parameter yang digunakan untuk mengetahui terjadinya kelainan kromosom
berupa Trisomi 21 (Sindrom Down) pada trimester pertama kehamilan (Spencer K, et
al, 2009). Hal ini membuat para peneliti makin gencar untuk menyelidiki kemampuan
protein yang dihasilkan oleh plasenta ini dalam memprediksi outcome kelahiran
berupa berat badan bayi saat lahir yang dihubungkan dengan umur kehamilan saat
terjadi persalinan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui hubungan PAPP-A sebagai
indikator terhadap outcome kehamilan, yaitu hubungan terhadap berat lahir bayi dan
abnormalitas tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertumbuhan Janin dan Plasentasi
Pertumbuhan dan perkembangan janin diawali oleh panyatuan sel benih pria dan
wanita yang mengalami pembelahan dan diferensiasi sehingga menjadi embrio
kemudian janin. Pada minggu pertama merupakan proses gametogenesis dan
implantasi, pada minggu kedua pembentukan embrio berlapis dua, pada minggu
ketiga menjadi embrio berlapis tiga (ectoderm, mesoderm dan entoderm), pada
minggu keempat sampai kedelapan tiap-tiap lapisan mengalami proses organogenesis,
dimana merupakan periode yang sangat penting, sedangkan minggu kesembilan
sampai akhir merupakan proses penyempurnaan dari proses sebelumnya. Selama
proses pertumbuhan dan perkembangan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu lingkungan, kesehatan, nutrisi dan keturunan (Sadler, T. W, 2000).
Baik tidaknya pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin menentukan
berat bayi saat lahir dan kesempurnaan organ tubuh dan fungsinya. Faktor-faktor
yang menentukan tadi antara lain:(Sadler, T.W, 2000)
1. Faktor lingkungan seperti infeksi, radiasi, obat-obatan atau zat kimia
2. Faktor kesehatan seperti ibu kurang gizi dan penyakit tertentu pada ibu (Diabetes
melitus, hipertensi,dll)
3. Faktor nutrisi, maksudnya disini adalah nutrisi dari ibu ke janin yang ditentukan
utamanya oleh plasenta sebagai penyalur utama
4. Faktor keturunan seperti kelainan kromosom pada Trisomi 18, Trisomi 21.
Dalam referat ini akan dibahas mengenai plasenta yang merupakan salah satu faktor
terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan janin. Plasenta merupakan alat
komunikasi utama yang menyalurkan nutrisi dari ibu ke janin. Fungsi utama plasenta jika
dijabarkan antara lain adalah:
1. Berperan dalam mekanisme pertukaran feto-maternal.
Proses pertukaran terjadi melalui mekanisme transpor aktif, transpor pasif, dan
transpor vesikuler yaitu melalui endositosis atau eksositosis.
2. Fungsi bernafas.
Plasenta menyalurkan darah yang kaya akan oksigen dari sirkulasi maternal ke
sirkulasi fetal serta sebaliknya, mengangkut darah yang berisi karbondioksida dari
sirkulasi fetal ke sirkulasi maternal.
3. Fungsi nutritif dan ekskresi.
Suplai nutrisi untuk fetus diperlukan oleh fetus sebagai sumber pertumbuhan dan
energi untuk bergerak.
- Air : berdifusi melalui plasenta dari sirkulasi maternal ke sirkulasi fetal.
- Elektrolit : berdifusi mengikuti air, zat Besi dan kalsium merupakan elektrolit
yang cukup penting yang diperlukan oleh janin.
- Glukosa : merupakan sumber energi utama janin, melewati plasenta secara
transpor pasif.
- Asam amino : merupakan prekursor sintesis protein janin, berasal dari
metabolisme protein ibu.
- Kolesterol : melewati plasenta dengan mudah, begitu pula dengan derivatnya
yaitu hormon-hormon steroid.
- Vitamin : vitamin larut air melewati plasenta dengan mudah. Sedangkan vitamin
larut lemak melewati dengan sulit akibat tingganya gradien konsentrasi, sehingga
kadar vitamin ini pada sirkulasi fetal cukup rendah.
Produk sisa metabolisme dari fetus dibuang melewati plasenta menuju ke sirkulasi
maternal untuk diekskresikan oleh ibu nantinya.
4. Fungsi imunologi.
Bagian dari plasenta yaitu sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas menghasilkan HLA-G
yang saat itu berfungsi sebagai mekanisme pertahanan anti virus sekaligus sebagai suatu
imunosupresan sehingga sistem imun ibu tidak menolak keberadaan janin dalam
kandungannya yang dianggap sebagai benda asing.
5. Fungsi protektif.
Plasenta membentuk sistem barier guna melawan agen-agen infeksius demi
melindungi janin. Adanya lesi pada plasenta menyebabkan masuknya mikroba ke dalam
sirkulasi fetal sehingga dapat menyebabkan penyakit pada janin yang dapat berakibat
terhadap adanya abortus ataupun kelainan janin intrauterin.
6. Fungsi endokrin.
Plasenta menghasilkan berbagai hormon seperti HCG (Human Chorionic
Gonadothropin), estrogen, progesteron, HCS (Human Chorionic Somatomammotropin),
dan HCT (Human Chorionic Thyrotropin) (Kevin, P.H, 2004), disamping itu plasenta
juga menghasilkan berbagai protein hormon yang menunjang pertumbuhan janin seperti
Pregnancy Associated Plasma Protein A (PAPP-A), inhibin, aktivin, dan Insuline like
Growth Factor I-II (IGF-I/IGF-II) (Richard, O.B., et al, 2008).
A.1. Pembentukan Plasenta (Sadler, T.W., 2000 ; Richard, O.B, et al, 2008)
Setelah minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang terletak di atas
embrioblas yang berimplantasi di endometrium dinding uterus, mengadakan
proliferasi dan berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda, yaitu :
1. sitotrofoblas : terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di sebelah
dalam (dekat embrioblas)
2. sinsitiotrofoblas : terdiri dari selapis sel tanpa batas jelas, di sebelah luar
(berhubungan dengan stroma endometrium).
Unit trofoblas inilah yang akan berkembang menjadi plasenta. Di antara massa
embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang makin lama
makin besar, yang nantinya akan menjadi rongga amnion.
Pada hari 8-9 perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel tumbuh
menjadi berlapis-lapis. Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada lapisan
sinsitiotrofoblas (selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan.
Stadium ini disebut stadium berongga (lacunar stage).
Gambar1. Sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas janin.
Gambar2. Invasi vili ke uterus.
Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam kemudian
terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium
(sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-sinusoid.
Peristiwa ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta / sistem
sirkulasi feto-maternal. Sementara itu, di antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan
selapis sel selaput Heuser, terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas
dan membentuk jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm
ekstraembrional.
Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut mesoderm ekstraembrional
somatopleural, kemudian akan menjadi selaput korion (chorionic plate). Bagian yang
berbatasan dengan selaput Heuser dan menutupi bakal yolk sac disebut mesoderm
ekstraembrional splanknopleural. Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14),
seluruh lingkaran blastokista telah terbenam dalam uterus dan diliputi pertumbuhan
trofoblas yang telah dialiri darah ibu. Meski demikian, hanya sistem trofoblas di
daerah dekat embrioblas saja yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah
lainnya.
Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang
makin lama makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan
kandung kuning telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom
ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic
space). Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel kuboid lapisan
sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium, membentuk sekelompok
sel yang dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary stem villi). Jonjot
ini memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu.
Pada awal minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang
terdapat di bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput korion di daerah kutub
embrional), ikut menginvasi ke dalam jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder
(secondary stem villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel sitotrofoblas
dan sinsitiotrofoblas. Menjelang akhir minggu ketiga, dengan karakteristik
angiogenik yang dimilikinya, mesoderm dalam jonjot tersebut berdiferensiasi menjadi
sel darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya selular kemudian
menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot tersier / tertiary stem villi).
Rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan embrional makin
terpisah dari sitotrofoblas / selaput korion, hanya dihubungkan oleh sedikit jaringan
mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung (connecting stalk).
Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian
akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan
menjadi tali pusat.
Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring
dengan perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen
sirkulasi utero-plasenta. Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-plasenta
dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin
tetap tidak bercampur menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh
dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Dengan demikian, komponen
sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan dengan komponen sirkulasi dari janin
(fetal) melalui plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut dinamakan sirkulasi feto-
maternal.
Gambar3. Struktur plasenta.
Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas, umumnya mencapai
pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu. Plasenta dewasa yang
normal dan lengkap memililki karakteristik:
1. bentuk bundar / oval
2. diameter 15-25 cm, tebal 3-5cm
3.berat rata-rata 500-600 gram
4. insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat di tengah / sentralis,
di samping / lateralis, atau di ujung tepi / marginalis
5. di sisi ibu, tampak daerah2 yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi selaput
tipis desidua basalis
6. di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh korion) menuju tali
pusat, korion diliputi oleh amnion
7. sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (pada 20 minggu) meningkat
sampai 600-700 cc/menit (pada aterm).
Pada kehamilan multipel / kembar, dapat terjadi variasi jumlah dan ukuran plasenta
dan selaput janin.
Gambar4. Sirkulasi feto-maternal.
A.2. Pertumbuhan dan perkembangan janin (Manuaba, I.G.B, 2007)
-Ovum
Kehamilan 5 minggu, kantong lengkap dengan diameter 1cm yang terbungkus oleh
vili korialis, ciri ciri khas manusia belum ditemukan.
-Embrio
Kehamilan 6 minggu, kantong berdiameter 2,3cm, berat 1 gram. Kepala
membesar, terbentuk tonjolan lengan dan tungkai, jantung primitif mulai
berfungsi, denyut jantung terdengar lewat alat elektronik, sirkulasi dalam
bentuk yang primitif, terbentuk hubungan antar pembuluh darah dalam korion
dan antar pembuluh yang sudah tumbuh dengan body stalk.
Kehamilan 10 minggu, panjang embrio 4 cm, genitalia eksterna terlihat.
Membran anus pecah, tangan dan kaki sudah bisa dikenali, terlihat bentuk
manusia.
-Janin
Kehamilan 12 minggu, panjang janin 8cm, berat 15 gram, jari tangan serta jari
kaki, mata dan telinga, sirkulasi dan ginjal sudah terbentuk, septum nasi dan
palatum telah menyatu, kelenjar endokrin dan sistem saraf mulai berfungsi.
16 Minggu, panjang janin 16cm, berat 110 gram, jenis kelamin mudah dikenali,
kuku jari tangan dapat terlihat, denyut jantung terdengar jelas, gerakan janin
teraba.
20 Minggu, panjang janin 22 cm, berat 300 gram, verniks pada kulit, lanugo
(bulu buu halus) pada badan, alis mata, janin kini secara hukum sudah dianggap
viable.
24 Minggu, panjang janin 30cm, berat 600 gram, kulit keriput, lemak terkumpul,
perkembangan otak berlanjut.
28 Minggu, panjang janin 35 cm, berat 1000 gram, jika lahir bayi ini akan
bergerak dengan kuat dan menangis.
32 Minggu, panjang janin 42cm, berat 1700 gram, kulit berwarna merah,
keriput.
36 Minggu, panjang janin 46 cm, berat 2500 gram, kuku sudah mencapai ujung
jari tangan
40 minggu, panjang janin 50cm, berat 3400 gram, tubuh bayi sudah terbungkus
jaringan lemak, kulit berwarna erah tidak keriput, semua organ sudah berfungsi
kecuali paru paru.
B. PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A)
PAPP-A merupakan protein yang diproduksi oleh embrio dan plasenta (yaitu
sinsisiotrofoblas) selama masa kehamilan. Penghasil utamanya adalah
sinsisiotrofoblas. Protein ini memiliki berbagai fungsi termasuk di dalamnya yaitu
mencegah dikenalinya janin sebagai benda asing oleh sistem imun ibu, suatu matriks
mineralisasi, dan fungsi angiogenesis. Jumlah PAPP-A meningkat sejak trimester
awal hingga janin berumur aterm. Meningkat sejak deteksi awal yang nampak pada
32 hari setelah ovulasi, meningkat cepat dengan levels doubling setiap 3 hari,
kemudian meningkat lebih lambat hingga aterm (Gagnon, A et al, 2008).
PAPP-A adalah suatu zink glikoprotein besar, sebagai suatu metaloproteinase ia
memecah IGFBPs (Insulin-like Growth Factor Binding Proteins) yang secara spesifik
bekerja memecah IGFBP-4 dan 5 sehingga terlepaslah bentuk IGF bebas (Overgaard,
M.T. et al, 2003). PAPP-A disekresikan sebagai dimer dengan berat 400 kDa dan
bersirkulasi dalam darah maternal sebagai ikatan disulfida kompleks dengan proform
Eosinophil Major Basic Protein (proMBP). Nama lain PAPP-A adalah pappalysin 1,
PAPP-A, PAPPA1, SP4, high molecular weight alpha-2 mobile pregnancy-specific
protein, IGFBP4 protease (IGFBP-4ase), ASBABP2, DIPLA1, dan PAPA (Gagnon,A
etal,2008).
IGF (Insulin-like Growth Factor) sendiri merupakan suatu polipeptida mitogenik
yang memiliki peranan penting dalam diferensiasi dan proliferasi sel serta pertahanan
sel dalam berbagai lingkungan biologis. Aksi IGF ini diregulasi oleh IGFBPs
(Insulin-like Growth Factor Binding Proteins) yang berafinitas dan berspesifikasi
tinggi terhadap IGF. Telah teridentifikasi adanya 6 jenis IGFBPs yang berafinitas
tinggi terhadap IGF, yaitu IGFBP1-6, dimana IGFBP-4 merupakan jenis yang paling
banyak diproduksi oleh berbagai macam sel dan bersifat inhibitor yang konsisten
terhadap IGF.Bioavailabilitas IGFBP-4 tidak hanya bergantung pada jumlah sintesis
IGFBP-4 itu sendiri, namun juga bergantung pada degradasi dari IGF-II dependent-
spesific protease yang kini dikenal sebagai PAPP-A. Beberapa penelitian menemukan
bahwa PAPP-A walaupun terutama dihasilkan oleh sinsisiotrofoblas plasenta ,
ternyata juga dihasilkan oleh human Osteoblasts (hOBs). PAPP-A juga ditemukan
dalam berbagai cairan tubuh seperti human Prenancy Serum (hPS), cairan folikular
dan cairan amnion (Arun, S., et al, 2004).
Gambar5. Mekanisme kerja PAPP-A dalam melepaskan IGFBP-4 sehingga menjadi
IGF bebas yang aktif.
C. PAPP-A sebagai indikator pertumbuhan janin intrauterin
Banyak penelitian yang telah menemukan bahwa kadar PAPP-A dalam serum
maternal selama kehamilan berhubungan dengan pertumbuhan janin intrauterin.
Semakin rendahnya serum PAPP-A pada trinester pertama berhubungan secara
signifikan terhadap outcome pregnancy yang buruk, yaitu berat badan bayi kurang
dibandingkan umur kehamilan (KMK/Kecil Masa Kehamilan atau SGA/Small for
Gestational Age) (Suzanne E.P., et al, 2008).
Kagan ,K.O., et al pada tahun 2008 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
dapat dilakukan skrining terhadap adanya trisomi 18 pada janin dengan menggunakan
gabungan antara pemeriksaan serum Beta HCG bebas, PAPP-A, Fetal Nuchal
Translucency pada umur kehamilan 11 minggu sampai 13minggu+6 hari yang
hasilnya cukup signifikan dengan False Positive Rate sebesar 0,2%. Begitu pula
untuk skrining terhadap adanya trisomi 21 dengan False Positive Rate sebesar 3%
(Wright, D., et al, 2008).
Rendahnya kadar PAPP-A dan kecilnya CRL (Crown-Rumpth Length) pada
trimester pertama kehamilan juga menunjukkan terjadinya KMK/SGA pada bayi saat
lahir nantinya (Leung, T.Y, et al, 2008).
Kurva : Receiver–operating characteristics curves for the performance of screening
for trisomy 21 by maternal age alone (——); maternal age, serum free beta-human
chorionic gonadotropin and pregnancy-associated plasma protein-A ( - - - - );
maternal age and fetal nuchal translucency thickness ( · · · · · · ) and combined
screening ( ).
Kurva : Receiver–operating characteristics curve for prediction of small-for-
gestational age (birth weight < 10th centile) using small crown–rump length Z-score (
; area under curve, 0.593; 95% CI, 0.556–0.630; P < 0.0001) and low multiple of
the maternal-weight-adjusted gestational age-specific median for pregnancy-
associated plasma protein-A ( ; area under curve, 0.608; 95% CI, 0.570–0.646; P <
0.0001).
Kurva : Likelihood ratio for small-for-gestational age (birth weight < 10th centile) at
different levels of multiple of the maternal-weight-adjusted gestational age-specific
median for pregnancy-associated plasma protein-A (PAPP-AMoM)
BAB III
KESIMPULAN
1. Pertumbuhan janin intrauterin sangat menentukan outcome kehamilan yaitu
sehat tidaknya bayi saat lahir dilihat dari berat lahir dan normalitas fungsi
organ
2. Plasenta sebagai jalur penghubung utama sirkulasi darah maternal dan fetal
merupakan bagian penting dalam menentukan pertumbuhan dan
perkembangan janin dari berbagai fungsi yang dimiliki, yaitu fungsi
pertukaran feto-maternal, fungsi bernapas sebagai paru-paru sementara bagi
janin, fungsi nutrisi, imunologi, protektif dan fungsi endokrin
3. PAPP-A merupakan protein plasma yang dihasilkan oleh plasenta saat
kehamilan yang berfungsi sebagai proteolitik bagi IGF sehungga IGF bebas
banyak bersirkulasi, dimana IGF ini merupakan mediator utama pertumbuhan
sel-sel tubuh
4. PAPP-A dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam pemeriksaan
kemungkinan abnormalitas pertumbuhan dan perkembangan janin intrautein
dengan mengukur kadar dalam serum maternal,semakin rendah PAPP-A,
semakin buruk outcome kehamilan
DAFTAR PUSTAKA
Arun, S.S., Subburaman, M., & Hirohito, K. (2004). Studies on Regulation of
IGFBP-4 Proteolysis by PAPP-A in Cells Treated Phorbol Ester.
Biochemistry Journal, 379, 57-64.
Gagnon, A., Wilson, R.D., Audibert, F. (2008). Obstetrical Complication Associated
With Abnormal Maternal Serum Markers Analyzes.