1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah perairan Indonesia sebesar 70% dari luas total Indonesia dan
didukung dengan 17.508 pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000 km2
mengandung sejumlah potensi yang belum dioptimalkan. Potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield, MSY) sumberdaya perikanan laut yang terdiri dari
ikan pelagis besar sebesar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil sebesar 3,6 juta ton,
ikan demersal 1,36 juta ton, ikan karang 145 ribu ton, udang peneid 94,8 ribu ton,
lobster 4,8 ribu ton dan cumi-cumi 28,25 ribu ton merupakan kekayaan yang
sangat besar bagi perairan laut Indonesia dan merupakan salah satu yang perlu
diperhatikan manfaatnya (Dahuri 2004).
Salah satu kelemahan ikan sebagai bahan makanan ialah sifatnya yang
mudah busuk setelah ditangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan perlu ditangani
dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Ikan
yang tidak diawetkan hanya layak untuk dikonsumsi dalam waktu sehari setelah
ditangkap. Padahal letak pusat-pusat produksi ikan, sarana distribusi dan pola
penyebaran konsumen dinegara kita menuntut agar ikan dapat bertahan dari 3 hari
hingga beberapa bulan sebelum sampai ke tangan konsumen.
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian
penting dari mata rantai industri perikanan. Pengolahan dan pengawetan bertujuan
untuk mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan jalan
menghambat atau menghentikan penyebab kemunduran mutu agar ikan tetap baik
ditangan konsumen. Salah satu pengolahan yang dilakukan adalah pengolahan
bakso ikan. Bakso ikan merupakan salah satu bentuk pengolahan yang
menggunakan daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tambahan tepung
tapioca dan bumbu dengan bentuk bulat halus dengan tekstur kompak, elastis dan
kenyal (Adawyah 2007).
Kepuasan konsumen terhadap suatu produk sangat ditentukan oleh mutu
produk. Konsumen selalu menginginkan produk yang bermutu tinggi dengan
karakteristik mutu seperti keamanan pangan dan nilai gizi sebagai dasar pemilihan
suatu produk pangan. Kualitas suatu produk akan menentukan harga produk
1
tersebut di pasaran, artinya semakin bagus kualitasnya maka harganya makin
tinggi. Untuk mendapatkan kualitas yang baik perlu dilakukan pengawasan mutu.
Pengawasan mutu mempunyai cakupan pengertian yang luas meliputi
beberapa aspek dan tingkatan, mulai dari tingkat perusahaan sampai nasional
termasuk kebijaksanaan standardisasi, pengendalian mutu, jaminan mutu,
pembinaan mutu dan perundang-undangan yang diterapkan atau dilakukan sejak
dari tahap pemanenan, penerimaan, proses produksi, peralatan, lingkungan dan
tenaga kerja. Pengawasan mutu bertujuan untuk memberi pedoman mutu
bagi produsen, membina pengembangan industri dan melindungi konsumen
(Fardiaz 1999).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktek lapang ini adalah :
1. Menambah pengetahuan dan melatih keterampilan mahasiswa sesuai
bidang keahliaanya.
2. Meningkatkan pengalaman dan kecekatan dalam bidang penanganan dan
pengolahan hasil perikanan terutama pada proses pengalengan rajungan.
3. Mempelajari aplikasi sanitasi dan pengawasan mutu terhadap pengolahan
bakso ikan di CV Bening Jati Anugrah, Bogor, Jawa Barat.
1.3 Manfaat
Pelaksanaan praktek lapang di CV Bening Jati Anugrah, Bogor, Jawa
Barat bermanfaat bagi perusahaan dalam mengevaluasi penerapan sanitasi dan
pengawasan mutu perusahaan pada hasil pelaksanaan dan hasil laporan mahasiswa
serta bermanfaat bagi mahasiswa dalam mempelajari sistem sanitasi dan
pengawasan mutu dan melatih keterampilan mahasiswa terutama yang
berhubungan dengan pengolahan produk hasil perikanan.
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Marlin (Xiphias sp.)
Ikan marlin merupakan ikan yang termasuk kedalam “scombroid fish”,
yang terdiri dari ±5 spesies dan hidup di daerah yang bersuhu tropis di seluruh
dunia, dikedalaman 400-500 meter dibawah permukaan laut dan mengadakan
migrasi (ruaya) untuk bertelur. Badannya berbentuk cerutu dan panjangnya kira-
kira 14,5 ft (4,5 meter) dan beratnya mencapai 1190 pounds (540 kg) untuk marlin
terbesar yang pernah ditemukan. Ikan ini termasuk ikan perenang cepat, dan
termasuk ikan pemakan daging atau karnivora (Abdiawan 2008).
Gambar 1. Ikan marlin (Xiphias sp.)Sumber : Anonim (2008)
Klasifikasi Ikan Marlin menurut Anonim (2008) dalam Abdiawan (2008)
adalah :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Class : Asteichthyes
Ordo : Perciformer
Famili : Scombroidei
Genus : Xiphias
2.2 Bakso Ikan
Bakso ikan merupakan produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang
diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%)
3
dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan
yang diizinkan (SNI 01-3819-1995). Bakso ikan merupakan salah satu bentuk
pengolahan yang menggunakan daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan
tambahan tepung tapioka dan bumbu dengan bentuk bulat halus dengan tekstur
kompak, elastis dan kenyal (Adawyah 2007).
Di Indonesia, bakso sudah menjadi semacam makanan primadona. Bakso
digemari oleh beberapa kalangan tanpa mengenal batas usia dan strata sosial
sehingga bakso dijadikan sebagai simbol pergaulan. Bakso banyak digemari oleh
masyarakat karena memiliki rasa yang enak dan tekstur yang kenyal, empuk, dan
lembut serta cara penyajiannya yang mudah (Sunarlim 1992).
Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ikan terdiri atas daging ikan,
bahan pengisi serta bumbu-bumbu. Bahan utama dalam pembuatan bakso ikan
adalah daging ikan dari satu jenis ikan atau campuran dari beberapa jenis ikan.
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno 1992).
Salah satu syarat mutu bakso ikan adalah berbentuk bulat halus, berukuran
seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam dan warnanya yang putih merata
tanpa warna asing lain. Hampir semua jenis ikan dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan bakso (Moeljanto 1992). Jenis ikan yang digunakan akan
menentukkan tekstur dan rendemen bakso yang diperoleh. Daging ikan yang
berwarna putih mengandung protein (aktin dan myosin) yang cukup tinggi yang
berfungsi sebagai pengikat hancuran daging dan sebagai emulsifier sehingga
tekstur bakso yang dihasilkan akan bagus. Daging yang digunakan untuk
membuat bakso ialah daging yang masih dalam keadaan segar tanpa proses
penyimpanan dan pengawetan. Daging ikan yang sudah kurang segar akan
menyebabkan tekstur bakso yang dihasilkan agak lembek dan warnanya tidak lagi
putih bersih (Wibowo 2006).
Bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging yang biasa ditambahkan
dalam pembuatan bakso. Bahan tersebut berfungsi memperbaiki tekstur,
mengurangi penyusutan selama proses pemasakan, meningkatkan cita rasa serta
mereduksi biaya produksi. Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan
4
bakso ikan adalah tepung tapioka sebanyak 10-15% dari berat daging (Wibowo
2006).
Bahan lain yang diperlukan adalah es atau air es. Bahan ini berfungsi
membantu pembentukan adonan dan membantu memperbaiki tekstur bakso.
Menurut Pearson dan Tauber (1984) dalam Ariffianto (2010), kondisi tekstur dan
keempukkan produk akhir dari produk emulsi daging dipengaruhi oleh kandungan
air yang ditambahkan. Pada umumya, air yang digunakan dalam bentuk es
merupakan bahan terbesar lainnya yang ditambahkan sebanyak kurang lebih 15%
pada proses pembuatan produk daging seperti bakso.
2.3 Mutu Bakso Ikan
Mutu suatu produk merupakan salah satu faktor utama pada
suatu produk yang membedakan tingkat penerimaan produk tersebut kepada
konsumen. Persyaratan mutu dan keamanan pangan bakso ikan berdasarkan
SNI 01-7265.1-2006 disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan pangan bakso ikan
Jenis uji Satuan PersyaratanSensori Angka (1-9) Minimal 7Cemaran mikroba :- ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x 104
- Escherichia coli APM/g Maksimal <3,6- Salmonella per 25 g Negatif- Staphylococcus aureus koloni/g Maksimal 1000- Vibrio cholerae*) per 25 g Negatif- Vibrio parahaemolyticus*) per 25 g NegatifUji kimia:*)Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,5- Timah hitam (Pb) mg/kg Maksimal 2- Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 0,05Fisika:Suhu pusat °C Maksimal –18CATATAN : * Bila diperlukan
Sumber : BSN (2006)
2.4 Pengolahan Bakso Ikan
5
Pada prinsipnya proses pembuatan bakso dibagi menjadi empat tahap
(Wibowo 2006), yaitu:
a. Penghancuran dan Pelumatan Daging
Penghancuran daging ditujukan untuk memecah dinding sel serabut otot
daging sehingga memudahkan protein larut garam seperti myosin dan aktin yang
dapat diekstrak keluar dengan menggunakan larutan garam (Wibowo 2006).
Daging yang telah dihancurkan dicuci dengan air garam agar kotoran, lemak,
protein rusak, sisa darah, bau amis dan bakteri dapat dipisahkan (Adawyah 2007.
b. Pembuatan Adonan
Proses pembuatan adonan dapat dilakukan dengan mencampur seluruh
bahan kemudian menghancurkannya sehingga menbentuk suatu adonan. Dapat
juga dengan cara menghancurkan daging baru kemudian mencampurkannya
dengan seluruh bahan lainnya. Untuk mempertahankan stabilitas adonan, maka
suhu adonan tidak boleh melebihi 20 oC karena dapat mengakibatkan
terhambatnya ekstraksi protein serabut otot sehingga terjadi koagulasi protein
(Wilson et al. 1981).
c. Pencetakan Adonan
Pencetakkan bakso dilakukan dengan cara membentuk adonan menjadi
bulatan-bulatan sebesar kelereng atau lebih besar dengan menggunakan tangan.
Pemasakan bakso umumnya dilakukan dengan merebusnya di dalam air mendidih
dan dapat juga dengan uap air panas pada suhu 85-100 oC. Pengaruh pemasakan
ini terhadap adonan bakso adalah terbentuknya struktur produk yang kompak
(Wibowo 2006).
d. Pemanasan
Pengolahan daging yang disertai pemanasan akan menyebabkan perubahan
dalam penampakan, flavor, tekstur dan kandungan nutien. Perubahan drastis
selama perebusan seperti pengkerutan dan pengerasan jaringan disebabkan oleh
perubahan protein otot. Pemanasan sampai 40 oC tidak memberikan pengaruh
yang berarti pada sifat mekanik daging (Schmidt 1988).
6
2.5 Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dalam industri pangan berarti penciptaan dan pemeliharaan
kondisi yang higiene dan sehat. Sedangkan higiene adalah suatu sistem dengan
menerapkan prinsip sanitasi untuk menjaga kesehatan. Secara khusus sanitasi
pangan diartikan suatu kondisi yang bebas dari zat-zat yang menjadi penyebab
penyakit dan juga bebas dari bahan asing yang tidak bisa diterima. Sanitasi dalam
industri pangn mencakup cara kerja aseptik dalam berbagi bidang yang meliputi
persiapan, pengolahan, pengepakan, penyimpanan, maupun transpor makanan,
kebersihan dan sanitasi ruangan dan alat-alat pengolahan pangan serta kebersihan
dan kesehatan pekerja dibidang pengolahan pangan (Jenie dan Fardiaz 1989).
Sanitasi dan higiene dari suatu pabrik pengolahan hasil
perikanan mempunyai hubungan yang erat dengan mutu hasil produk akhir
(Jenie dan Fardiaz 1989). Unit pengolahan dan semua peralatan dan perlengkapan
pembantu yang digunakan dalam proses pengolahan harus selalu mendapatkan
perhatian, perawatan dan perbaikan agar selalu bersih dan saniter.
Meskipun suatu industri menghasilkan suatu produk yang bermutu tinggi,
tetapi jika cara pembuangan limbah di sekitar industri tersebut tidak ditangani
dengan benar, maka dapat merusak dan mengganggu lingkungan hidup
disekitarnya yang dapat berakibat fatal (Jenie dan Fardiaz 1989). Menurut FDA
(1995), terdapat delapan aspek kunci yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan sanitasi dan higiene, yaitu:
a. Keamanan air proses produksi
Air yang kontak langsung dengan makanan atau peralatan dan digunakan
dalam proses produksi harus aman dan bersumber dari air bersih atau air yang
mengalami proses perlakuan sehingga memenuhi standar mutu air.
b. Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan
harus didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik, dan
tidak mudah terkikis. Cleaning compound dan sanitizing agent yang digunakan
untuk membersihkan peralatan tersebut harus sesuai dengan produk, food
compatible dan tidak beracun.
7
Peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan metode pembersihan yang
efektif setiap setelah selesai produksi. Sarung tangan dan seragam produksi yang
kontak dengan bahan pangan harus dibuat dari bahan yang kuat, tidak mudah
terkelupas, bersih, dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi.
c. Pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter
Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan, dan
perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dalam keadaan bersih dan
tidak boleh digunakan jika terkena kotoran atau cemaran karena akan
mempengaruhi mutu produk akhir. Selama pengolahan, kondisi peralatan atau
perlengkapan produksi harus tertutup untuk mencegah kontaminasi silang selama
proses.
d. Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan, dan toilet
Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh
pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Penyediaan hand cleaning dan mesin
pengering tangan serta fasilitas toilet harus cukup tersedia dan dilengkapi dengan
tempat penggantian pakaian kotor.
e. Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang
kontak dengan bahan pangan
Bahan pangan, kemasan, untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan
bahan pangan harus terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan biologis serta
terlindung dari tetesan, aliran air, dan debu atau kotoran yang jatuh ke bahan
pangan.
f. Pelabelan dan penyimpanan
Komponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan
terpisah penempatannya dari peralatan produksi dan produk akhir. Pengemasan
dan penyimpanan didesain untuk meminimumkan kontaminasi silang dari
cemaran fisik, kimia, dan biologis.
g. Kontrol kesehatan pekerja
8
Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat menjadi
sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan, dan produk akhir tidak
boleh masuk sampai kondisinya normal.
h. Pencegahan hama pabrik
Ruang produksi, gudang, dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik,
seperti tikus, serangga, dan lain-lain.
2.6 Pengawasan Mutu
Mutu adalah gabungan karakteristik produk dan jasa mulai dari tahap
produksi, pemeliharaan, dan pemasaran yang menyebabkan produk dan jasa yang
digunakan tersebut memenuhi harapan-harapan konsumen. Mutu makanan juga
dapat didefinisikan sebagai gabungan dari sifat-sifat khas yang membedakan
setiap satuan dari produk dan menunjukkan pengaruh yang nyata pada penerimaan
oleh konsumen (Abdulah 1993).
Pengawasan mutu adalah suatu usaha pencegahan yang dilakukan selama
proses produksi agar produk yang diperoleh tidak cacat. Pengawasan mutu tidak
hanya dilakukan oleh salah satu bagian tetapi mencangkup seluruh bagian, mulai
dari desain, marketing, rekyasa, pembelian produksi, pengemasan, pengangkutan
dan pemasok bahan baku. Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan
yang tidak terpisahkan dengan dunia usaha yang meliputi proses produksi,
pengolahan, dan pemasaran produk (Soekarto 1990).
Pengawasan mutu mempunyai cakupan pengertian yang luas meliputi
beberapa aspek dan tingkatan, mulai dari tingkat perusahaan sampai nasional
termasuk kebijaksanaan standardisasi, pengendalian mutu, jaminan mutu,
pembinaan mutu dan perundang-undangan. Pengawasan mutu bertujuan untuk
memberi pedoman mutu bagi produsen, membina pengembangan industri dan
melindungi konsumen. Pada dasarnya pengawasan mutu itu diterapkan atau
dilakukan sejak dari tahap pemanenan, penerimaan, proses produksi, peralatan,
lingkungan dan tenaga kerja (Fardiaz 1999).
Menurut Assauri 1980 dalam Gulo 2006, pengawasan mutu mempunyai
tujuan sebagai berikut:
9
1. Agar barang yang dihasilkan dapat mencapai standar mutu yang telah
ditetapkan
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk menjadi sekecil mungkin
4. Memperkecil biaya produksi
Pengawasan mutu dapat dilaksanakan berdasarkan tiga prinsip, yaitu
pengawasan atas bahan mentah, pengawasan atas proses dan inspeksi atau
pengujian produk akhir. Dalam pengawasan mutu perlu dilakukan pengujian
terhadap bahan baku atau produk sehingga kerusakan-kerusakan dapat diketahui
dan diatasi. Pengujian ini meliputi pengujian organoleptik, mikrobiologi, kimia
dan pengujian fisik (Direktorat Jenderal Perikanan 1981).
Menurut Prawirosentono (2001) secara garis besar pengendalian mutu
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pengendalian mutu bahan baku
Mutu bahan baku akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari barang yang
akan dibuat. Bahan baku dengan mutu yang jelek akan menghasilkan mutu barang
yang jelek. Sebaliknya, bahan baku yang baik dapat menghasilkan barang yang
baik. Pengendalian mutu bahan baku harus dilakukan sejak permintaan bahan
baku digudang, selama penyimpanan, dan waktu bahan baku akan dimasukkan
dalam proses produksi. Kelainan mutu bahan baku akan memberikan akibat mutu
produk yang dihasilkan berada diluar standar mutu yang direncanakan.
b. Pengendalian dalam proses pengolahan
Sesuai dengan diagram alur produksi dapat dibuat tahap-tahap
pengendalian mutu sebelum proses produksi berlangsung. Tiap proses produksi
diawasi sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses produksi
bersangkutan dapat diketahui untuk selanjutnya segera dilakukan perbaikan.
Terdapat beberapa cara pengendalian mutu selama proses produksi
berlangsung. Misalnya melalui contoh (sampel), yakni hasil yang diambil pada
selang waktu yang sama. Sampel tersebut dianalisa secara statistik untuk
memperoleh gambaran apakah sampel tersebut sesuai dengan yang direncanakan
atau tidak. Bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah. Pengawasan
10
dilakukan terhadap seluruh tahapan proses produksi dari awal sampai akhir tanpa
kecuali. Bila salah satu tahapan produksi diabaikan berarti pengendalian mutu
tidak cermat.
c. Pengendalian mutu produk akhir
Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi
hingga tahap pembungkusan, penggudangan, dan pengiriman ke konsumen.
Dalam pemasaran produk, perusahaan harus berusaha menampilkan produk yang
bermutu. Hal ini hanya dapat dilaksanakan bila produk akhir tersebut dilakukan
pengecekan mutu agar produk rusak tidak sampai ke tangan konsumen.
3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktek Lapang
Praktek lapang ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juli sampai 5 Agustus
2010 bertempat di CV Bening Jati Anugrah, Bogor, Jawa Barat.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah :
3.2.1 Pengumpulan Data Primer
a. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara
langsung dan konsultasi dengan semua pihak yang terlibat dalam
perusahaan baik pimpinan, staf maupun karyawan tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pengolahan bakso ikan.
11
b. Pengamatan secara langsung di pabrik dan ikut aktif dalam
kegiatan perusahaan yang meliputi penanganan dan proses
produksi, pengemasan, penyimpanan dan pembinaan mutu pada
pengolahan bakso ikan.
3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder
a. Mengumpulkan informasi dan mencatat data-data dari perusahaan,
lembaga dan instansi terkait dalam kegiatan penanganan dan proses
pengolahan bakso ikan di perusahaan serta pustaka mengenai
sejarah dan perkembangan perusahaan.
b. Studi literatur yang berkaitan dengan pengolahan bakso ikan.
3.3 Metode Analisis Data
Data dianalisis berdasarkan pencarian fakta dengan interpretasi secara
sistematis sesuai dengan tujuan kegiatan yang dilaksanakan.
3.4 Hal-hal yang akan dipelajari
1. Keadaan umum perusahaan
a. Lokasi dan Bangunan
Desa
Kecamatan
Luas lahan pabrik
Luas bangunan pabrik
Keadaan lingkungan pabrik
b. Sejarah dan Perkembangan Pabrik
Sejarah berdirinya pabrik
Perkembangan pabrik
c. Sistem Organisasi dan Personalia
Struktur organisasi perusahaan
Tugas masing-masing bagian personalia :
- Jumlah staf
- Jumlah karyawan
- Hari kerja dan jam kerja
12
- Sistem upah
2. Sarana Produksi
a. Bahan Baku
b. Peralatan Produksi
c. Unit pembekuan
d. Bahan Pengemas
e. Gudang Penyimpanan
f. Sumber air
g. Tenaga Listrik
3. Proses produksi
a. Proses penerimaan bahan baku
b. Penyiangan
c. Pencucian
d. Penggilingan
e. Pengadonan
f. Pembentukan
g. Perebusan
h. Pendinginan
i. Pengemasan
j. Pemberian label dan pengepakan
4. Pemasaran
a. Tempat pemasaran dalam atau luar kota
b. Transportasi yang digunakan
5. Sanitasi
a. Sanitasi bahan
b. Sanitasi peralatan
c. Higiene pekerja
d. Sanitasi air
e. Sanitasi ruangan produksi
13
f. Sanitasi lingkungan
g. Penanganan limbah
h. Sanitizer
6. Pengawasan Mutu
a. Terhadap bahan baku
b. Terhadap proses produksi
c. Terhadap produk akhir
3.3 Outline Laporan Praktek Lapang
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Marlin
2.2 Bakso Ikan
2.3 Mutu Bakso Ikan
2.4 Pengolahan Bakso Ikan
2.5 Pengawasan Mutu
2.6 Sanitasi dan Higiene
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Prakttek Lapang
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.3 Metode Analisis Data
4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Lokasi Perusahaan
4.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
4.3 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja
14
4.4 Fasilitas Produksi
5. PROSES PRODUKSI
5.1 Penerimaan Bahan Baku
5.2 Penanganan Bahan Baku
5.3 Proses Pengolahan
5.4 Pengemasan
5.5 Penyimpanan
5.6 Distribusi
6. SANITASI DAN PENGAWASAN MUTU
6.1 Sanitasi dan Higiene
6.2 Pengawasan Mutu
7. PEMBAHASAN
7.1 Pengawasan Mutu
8. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
8.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdiawan A. 2008. Proses pengolahan marlin (Xiphias gladius) steak beku di PT Mega Pratama Indo, Makassar [laporan praktek lapang]. Bone: Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Abdulah M. 1993. Peranan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan dalam Perdagangan dan Produk Agroindustri, M. A (ed). Jakarta : PT Insan Mitra.
Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Anonim. 2008. Ikan marlin. http://www.britannica.com/ [24 Juni 2010].
15
Ariffianto T. 2010. Karakteristik bakso ikan nila dengan penambahan karaginan semimurni [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-7265.1-2006 Spesifikasi Bakso Ikan Beku. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1981. Cara-cara Teknis dan Higiene dalam Unit Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian.
Fardiaz, D. 1999. Good Manufactoring Practise (GMP). Kumpulan Materi Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Bogor 2-14 Agustus 1999. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) IPB dengan Bagian Proyek Pengembangan Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud. PAU. IPB. Bogor.
Gulo WA. 2006. Pengawasan mutu pada produk udang beku (Penaeus sp.) di PT Red Ribbon Corporation, Muara Baru, Jakarta Utara [laporan magang]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Jenie BSL, Fardiaz D. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor: LSI, Institut Pertanian Bogor.
Moeljanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Murtantyo T. 2008. Pengaruh frekuensi pencucian dan penambahan karaginan murni terhadap bakso ikan patin (Pangasius sp.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Prawirosentono S. 2001. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Total Quality Management Abad 21. Jakarta: Bumi Angkasa.
Schmidth GR. 1988. Processed Meat Product. New York.
Soekarto ST. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ditjen Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada.
Sunarlim R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pegaruh penambahan NaCl dan Na tripolifosfat terhadap perbaikan mutu [disertasi]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wibowo S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: Penebar Swadaya.
16
Widjandi S, Fardiaz D. 1995. Dasar Pengawasan Mutu Hasil Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jones CRV. 1981. Meat and Meat Products. London and New Jersey: Applied Science Publishing Limited.
Winarno FG, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Rencana Kerja
Bulan
Kegiatan Juli Agustus Keterangan
1 2 3 4 1 2 3 4
Perkenalan dengan pimpinan, staf, dan W17
karyawan
Mengetahui keadaan umum perusahaan W
Mengetahui lokasi perusahaan W
Mengetahui sejarah Perusahaan W
Mengetahui sistem organisasi dan
personalia W
Mengetahui sarana dan fasilitas produksi W
Dampak keberadaan perusahaan terhadap
masyarakat terkait W
Mengetahui asal baku (penerimaan) W, P, D
Mempelajari cara sortasi, pencucian,dan
penyiangan W, P, D
Mempelajari proses pengolahan bakso ikan W, P, D
Mempelajari proses pendinginan dan
pengemasan bakso ikan W, P, D
Mempelajari proses penyimpanan bakso
ikan W, P, D
Mengetahui pemasaran produk bakso ikan W, P, D
Sanitasi dan pengawasan mutu W, P, D
Penyusunan data sementara
Evaluasi data yang telah terkumpul D
Konsultasi dengan pembimbing lapang D
Pembuatan draft laporan praktek lapang
Pengumpulan draft laporan praktek lapang
Pamitan dengan pihak perusahaan
Konsultasi dengan dosen pembimbing
Pembuatan draft I laporan praktek lapang
Pengumpulan draft I laporan praktek lapang
Pembuatan draft II laporan praktek lapang
Pengumpulan draft II laporan praktek
lapang
Pengumpulan laporan praktek lapang 18
Keterangan : W : Wawancara
D : Diskusi
P : Praktek
Lampiran 2. Jurnal Kegiatan Praktek Lapang ( Mingguan)
JURNAL KEGIATAN PRAKTEK LAPANG
Nama : Bulan :
NRP : Perusahaan :
No Hari / Tgl Jam Kegiatan Paraf
pembimbing
Nama
lengkap
Keterangan
19
20
Top Related