PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGANKAWASAN AGROWISATA MELALUI COMMUNITY BASED TOURISM
DI KOTA BATU
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik PadaFakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Dengan Peminatan Metode Ilmu Politik
Oleh:
I MADE ARIE WIDYASTHANA
NIM. 135120507111016
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGANKAWASAN AGROWISATA MELALUI COMMUNITY BASED
TOURISM DI KOTA BATU
SKRIPSI
Disusun Oleh:I Made Arie Widyasthana Wartana Putra
NIM. 135120507111016
Telah disetuji oleh Dosen Pembimbing:
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua
Dr. Drs Hilmy Mochtar, Ms. Resya Famelasari, S.Soc., M.Soc, Sc
NIP: 19520101 198203 006 NIK: 2016078805112001
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGANKAWASAN AGROWISATA MELALUI COMMUNITY BASED TOURISM
DI KOTA BATU
ii
SKRIPSI
Disusun Oleh:I Made Arie Widyasthana Wartana Putra
NIM. 135120507111016
Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Ujian Komprehensif
pada tanggal 9 November 2017
Tim Penguji
Ketua Majelis Penguji Sekretaris Majelis Penguji
Dr. Drs. Hilmy Mochtar, MS Resya Famelasari, S.Sos., M.Soc, Sc
NIP: 19520101 198203 006 NIK: 2016078805112001
Anggota Penguji I Anggota Penguji II
H.B. Habibi Subandi, S.Sos.,MA Wawan Sobari, S.IP.,MA.,Ph.D
NIP: 201304 84905 1 001 NIP: 19740801 200801 1 009
Malang, 9 November 2017
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Dr.Unti Ludigdo, S.E., M.Si., AkNIP. 196908141994021001
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Nama: I Made Arie Widyasthana Wartana PutraNIM. 135120507111016
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul PERANPEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASANAGROWISATA MELALUI COMMUNITY BASED TOURISM DI KOTABATU adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalamskripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka sayabersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yangsaya peroleh dari skripsi tersebut.
Malang, 9 November 2017
Pembuat pernyataan,
I Made Arie Widyasthana NIM. 135120507111016
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan berkah akal, kesehatan, dan kesempatan yang dilimpahkan
sehingga penulis dapat menuntut ilmu dan menyelesaikan skripsi dengan judul:
“Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata
Melalui Community Based Tourism Di Kota Batu”.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun oleh penulis dengan
tujuan menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Berkat dukungan dan bimbingan dari
beberapa pihak dalam penyelesaian studi, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Keluarga saya yang telah mendidik dan memberikan dukungan terbesar
baik moril maupun materil, Ayahanda Dr. Eng. I Made Wartana, MT dan
Ibu Ir. Ni Putu Agustini, MT yang selalu menginspirasi disegala aspek
kehidupan.
2. Prof. Dr. Unti Ludigdo selaku dekan FISIP periode 2016, atas
kesediaannya penulis menimba ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Serta Dr. Sholih Muadi SH., M.Si selaku Ketua Program Studi
Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya.
3. Bapak Dr. Drs. Hilmy Mochtar, MS dan Ibu Resya Famelasari, S.Sos,
M.Soc, Sc selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan
dan arahan penelitian skripsi ini.
4. Bapak H.B. Habibi Subandi, S.Sos, MA dan Wawab Sobari, S.IP, MA,
Ph.D selaku dosen penguji yang memberikan kritikan yang konstruktif
sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Para tenaga pengajar (dosen) program studi Ilmu Politik serta jajaran yang
senantiasa memberikan ilmu dan pengetahuannya selama masa tempuh
studi penulis.
v
6. Keluarga besar Ilmu Politik angkatan 2013 yang mengisi dan mewarnai
masa perkuliahan dengan kenagan-kenangan indah.
7. Para Sahabat “Jalisme FC” dan “Ayang Oner” yang selalu memberikan
motivasi dan menghibur hari-hari di Kota Malang.
Semoga segala hal yang kalian berikan adalah suatu bentuk motivasi diri
bagi penulis, yang mampu menjadikan pengalaman penulis untuk menjadi lebih
baik lagi dalam mengamati dan menganalisa suatu fenomena politik. Penulis
berharap, laporan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca, civitas akademik FISIP Universitas Brawijaya,
khususnya Program Studi Ilmu Politik, untuk lebih kritis dalam mengamati
fenomena politik secara langsung di Indonesia. Penulis meyadari bahwa penelitian
skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Malang, 9 November 2017
Penulis
vi
ABSTRACT
Widyasthana, I Made Arie, Bachelor Degree, Department of Political Science,
Faculty of Social Science and Political Science, Universitas Brawijaya
Malang, 2017. The Role of Local Government In Developing Agro-Tourism
Area Through Community Based Tourism in Batu City. Supervisor: Dr. Drs.
Hilmy Mochtar, Ms dan Resya Famelasari, S.Sos, M.Soc.Sc
This study identifies how the process of tourism development based oncommunity-based tourism through agro-tourism activities in Batu City by linkingthe Role of Regional Government. Bumiaji Sub-district is designated its territoryas the center of agro-tourism development by the Regional Government of BatuCity. The Government's role covers 3 aspects, namely the role of regulating, therole of public service, and the role of empowerment. The type of this research isqualitative descriptive where data collection using primary data through interviewand secondary data obtained from documents analyzed by using data condensationtechnique. The validity of the data using source triangulation.
The existence of community based tourism based tourism makes the communityinvolved in the participation of pariwsata. This involves the role of government aspolicy makers in the tourism sector and the task of tourism awareness group(Pokdarwis) in the implementation of agro-tourism activities to realizecommunity-based tourism. It also affects the economic, environmental, and socialconditions that exist in the agro area of Batu City. Observing the phenonema, ittakes the role of government and tourism awareness group in realizing agro-tourism based on community based tourism in Batu City.
The results obtained in this study is to describe the role of government inregulating the policy of agro-tourism activities, the role of government in formingtourism awareness groups (Pokdarwis), agro-tourism development throughcommunity empowerment, and the impact of agro-tourism development throughthe dimensions of community-based tourism, economic, environment, andpolitical dimension.
Keywords: The Role of Regional Government, Agro-tourism, andCommunity Based Tourism.
vii
ABSTRAK
I Made Arie Widyasthana, Program Sarjana, Jurusan Ilmu Politik, FakultasIlmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang, 2017. PeranPemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata MelaluiCommunity Based Tourism di Kota Batu. Tim Pembimbing: Dr. Drs. HilmyMochtar, Ms dan Resya Famelasari, S.Sos, M.Soc.Sc
Penelitian ini mengidentifikasi bagaimana proses pengembangan pariwisataberbasis community based tourism melalui kegiatan agrowisata di Kota Batudengan mengaitkan Peran Pemerintah Daerah. Kecamatan Bumiaji ditetapkanwilayahnya sebagai pusat pengembangan kegiatan agrowisata oleh PemerintahDaerah Kota Batu. Peran Pemerintah mencakup 3 aspek, yaitu peran pengaturan,peran pelayanan umum, dan peran pemberdayaan. Jenis penelitian ini adalahkualitatif deskriptif dimana pengumpulan datanya menggunakan data primermelalui wawancara dan data sekunder diperoleh dari dokumen yang dianalisismenggunakan teknik kondensasi data. Keabsahan datanya menggunakantriangulasi sumber.
Adanya pariwisata berbasis community based tourism membuat masyarakatterlibat dalam partisipasi kegiatan pariwsata. Hal ini melibatkan peran pemerintahselaku pembuat kebijakan di bidang pariwisata dan tugas kelompok sadar wisata(Pokdarwis) dalam pelaksanaan kegiatan agrowisata untuk mewujudkancommunity based tourism. Selain itu juga berdampak pada kondisi ekonomi,lingkungan, dan sosial yang ada di kawasan agrowisata Kota Batu. Mengamatifenonema tersebut, dibutuhkan peran pemerintah dan kelompok sadar wisata(Pokdarwis) dalam mewujudkan kegiatan agrowisata berbasis community basedtourism di Kota Batu.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah menggambarkan tentang peranpemerintah dalam mengatur kebijakan kegiatan agrowisata, peran pemerintahdalam membentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis), pengembangan kawasanagrowisata melalui pemberdayaan masyarakat, dan dampak dari pengembanganagrowisata melalui dimensi community based tourism yaitu dimensi ekonomi,dimensi lingkungan, dan dimensi politik
Kata Kunci: Peran Pemerintah Daerah, Agrowisata, Community BasedTourism.
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................iv
ABSTRACT......................................................................................................vi
ABSTRAK........................................................................................................vii
DAFTAR ISI………........................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................x
DAFTAR TABEL.............................................................................................xi
DAFTAR BAGAN...........................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH.........................................................................................xiii
BAB I: PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian........................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 9
1.4.1 Manfaat Teoritis.......................................................................... 9
1.4.2 Manfaat Praktis.......................................................................... 9
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 10
2.1 Kerangka Teori........................................................................................... 10
2.1.1 Peran Pemerintah Daerah....................................................................10
2.2 Tinjuan Konseptual....................................................................................... 14
2.2.1 Pemberdayaan Masyarakat................................................................. 14
2.2.2 Community Based Tourism................................................................. 19
2.2.3 Agrowisata…….................................................................................. 22
2.3 Penelitian Terdahulu..................................................................................... 24
2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian.....................................................................27
BAB III: METODE PENELITIAN................................................................ 28
ix
3.1 Jenis Penelitian..............................................................................................28
3.2 Fokus Penelitian…………............................................................................28
3.3 Lokasi dan Objek Penelitian......................................................................... 29
3.4 Teknik Penentuan Informan......................................................................... 29
3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 30
3.6 Instrumen Penelitian………..........................................................................
32
3.7 Teknik Analisis Data..................................................................................... 33
3.8 Keabsahan Data…………………………………………………………….35
BAB IV: GAMBARAN UMUM KOTA BATU............................................. 37
4.1 Gambaran Umum.......................................................................................... 37
4.1.1 Sejarah Kota Batu............................................................................... 374.1.2 Kondisi Geografis…………………................................................... 384.1.3 Topografi & Klimatologi……..…...................................................... 414.1.4 Kondisi Demografi…………………..................................................42
4.2 Visi Dan Misi Kota Batu………….............................................................. 43
4.3 Kondisi Pariwisata Kota Batu……............................................................... 46
4.3.1 Potensi Agrowisata Kota Batu............................................................ 47 4.3.2 Pengelolaan Agrowisata…................................................................. 49
BAB V: Hasil dan Pembahasan....................................................................... 53
5.1 Kerangka Kebijakan Community Based Tourism………............................. 53
5.2 Peran Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS)…….................................. 57
5.3 Pengembangan Kawasan Agrowisata Berbasis CBT....................................60
5.3.1 Program Pelatihan SDM......................................................................62
5.3.2 Meningkatkan Potensi Agrowisata Melalui Penguatan
Promosi...............................................................................................63
5.3.3 Perbaikan Dukungan Sarana dan Prasarana.........................................67
5.4 Analisis Dampak PengembanganAgrowisata Melalui Dimensi CBT.................................................................................................................70
5.4.1 Dimensi Ekonomi……........................................................................71
5.4.2 Dimensi Lingkungan...........................................................................77
5.4.3 Dimensi Politik…………………………............................................83
BAB VI: PENUTUP.......................................................................................... 87
x
6.1. Kesimpulan.................................................................................................. 87
6.2. Rekomendasi................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 94
LAMPIRAN.......................................................................................................95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kota Batu…............................................................................ 39
Gambar 5.1 Homestay dan Agrowisata Bumiaji……… .................................... 70
Gambar 5.2 Lapangan Pekerjaan Agrowisata................................................... 74
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Wisata Kota Batu................................................................ 4
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu…………………………………....................... 26
Tabel 4.1 Data Kecamatan dan Desa Kota Batu.................................................40
Tabel 4.2 Pengunaan Lahan Kota Batu…………….......................................... 42
Tabel 4.3 Luas Wilayah Kota Batu.................................................................... 43
Tabel 4.4 Visi Misi Kota Batu…………........................................................... 43
Tabel 4.5 Susunan Kepengurusan Pokdarwis.................................................... 51
Tabel 5.1 Jenis Kawasan Agrowisata Batu.........................................................61
Tabel 5.2 Alokasi ADD …………..................................................................... 71
Tavel 5.3 Luas Penggunaan Sawah & Perkebunan …………............................78
Tabel 5.4 Produksi Komoditas Buah-Buahan …………....................................80
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Pembentukan Pokdarwis…………....................................................50
Bagan 5.1 Pusat Lingkungan Kota Batu............................................................. 54
Bagan 5.2 Arah Kebijakan Agrowisata……….……… .................................... 55
Bagan 5.3 Teknologi Produksi Apel.................................................................. 81
Bagan 5.4 Peran Aktor-Aktor ............................................................................ 84
xiii
DAFTAR ISTILAH
ADD : Anggaran Dana Desa
BUMDES : Badan Usaha Milik Desa
BWK : Bagian Wilayah Kota
CBT : Community Based Tourism
DTW : Daerah Tujuan Wisata
KWB : Kota Wisata Batu
PEMKOT : Pemerintah Kota
PERDA : Peraturan Daerah
PERDES : Peraturan Desa
PP : Peraturan Pemerintah
POKDARWIS : Kelompok Sadar Wisata
RPJMD : Rencana Panjang Jangka Menengah Daerah
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
SSWP Sub Satuan Wilayah Pengembang
UU : Undang-Undang
xiv
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan
dan diharapkan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat. Pariwisata
merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi
yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan
dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan.1
Program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya dan potensi pariwisata
daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi.2
Bagi Pemerintah Daerah Kota Batu, kegiatan pariwisata membawa dampak yang
positif. Dengan adanya pariwisata, pemeritah daerah setempat mendapatkan
peningkatan pendapatan, baik itu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) ataupun dari
Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam hal PAD misalnya,
pada 2010 PAD Kota Batu sebesar Rp. 17.735.600, kemudian meningkat menjadi
Rp. 30.257,310.3
Pengembangan pariwisata merupakan sektor yang sangat penting bagi
pembangunan suatu wilayah. Dengan adanya berbagai kegiatan pariwisata maka
daerah-daerah yang memiliki potensi dasar pariwisata akan dapat lebih
berkembang dan maju. Selain itu, pariwisata di beberapa daerah dapat
1 I Gede Pitana (2009) “Pengantar Ilmu Pariwisata”. Yogyakarta: Andi Offset, hlm. 5
2 http://www.malangvoice.com/manatapkan-agrowisata-pemkot-batu-teken-mou-dengan-bppt/, dalam “Mantapkan Agrowsiata, Pemkot Batu Teken MoU dengan BPPT”, diakses pada Selasa 2 Mei 2017, pukul 22.46 WIB
3 Imron Hanas. 2014. “Jurnal: Mengembangkan Pariwisata Membangun Kota: Kota Batu 2001-2012”, hlm. 7. file:///C:/Users/toshiba/Downloads/Documents/Imron%20Hanas.pd, diakses padaSelasa 2 Mei 2017, pukul 22.46 WIB
1
memberikan dampak positif dalam perekonomiannya terutama dalam pemasukan
devisa. Pariwisata memiliki peran penting dan memiliki dampak positif terhadap
pendapatan negara dan daerah. Adanya berbagai kepariwisataan, maka daerah
yang memiliki potensi dasar pariwisata cenderung mengembangkan potensi
daerah yang ada sehingga diharapkan mampu menarik wisatawan dalam jumlah
besar.4
Jenis pariwisata yang ada di Indonesia tentunya tidak dapat berkembang
tanpa adanya pengelolaan dari pihak stakeholder (pemangku kepentingan). Salah
satu bentuk pengelolaan pariwisata dengan memperhatikan atau mengedepankan
masyarakat dikenal dengan istilah Community Based Tourism (CBT). Pariwisata
berbasis CBT merupakan konsep pengelolaan kepariwisataan dengan
mengedepankan partisipasi aktif masyarakat dengan tujuan untuk memberikan
kesejahteran bagi masyarakat. Konsep pariwisata berbasis masyarakat
berkesesuaian dengan pariwisata berkelanjutan (substainable tourism) yang
memerlukan partisipasi masyarakat. Penerapan pariwisata berbasis masyarakat
mampu memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat yaitu peningkatan
kesejahteraan, perlindungan terhadap lingkungan, serta perlindungan terhadap
kehidupan sosial dan budaya masyarakat.5
Penerapan pariwsata berbasis masyarakat mampu memberikan berbagai
manfaat bagi masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan, perlindungan
terhadap lingkungan serta perlindungan terhadap kehidupan sosial dan budaya
4 http://www.forumdemokrasi.com/menyoal-ketimpangan-kebijakan-pariwisata-kota-batu/,dalam “Menyimpang Ketimpangan Kebijakan Pariwisata Batu”, diakses pada Sabtu 20 Mei2017, 10:01 WIB
5 Fildzah Ainun. 2014. “Jurnal: Pengembangan Desa Wusata Melalui Konsep Community Based Tourism”, hlm. 342. file:///C:/Users/toshiba/Downloads/Documents/129-475-1-PB.pdf, diakses pada 7 Juni 2017 pukul 19:16 WIB
2
masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata terdapat dalam
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan. Pasal
tersebut menyatakan bahwa setiap orang atau masyarakat di dalam dan di sekitar
destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas menjadi pekerja/ buruh, konsiasi,
dan pengelolaan.6 Peraturan tersebut menegaskan bahwa pekerja dan pengelola
pariwisata diprioritaskan untuk dilaksanakan oleh masyarakat sekitar objek
wisata. Peluang ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh masyarakat agar
dapat meningkatkan kesejahteraan karena community based tourism (CBT)
mengharuskan adanya keterlibatan masyarakat tidak hanya sebagai objek
pembangunan pariwisata namun juga menjadi subjek.
Kota Batu memiliki beberapa jenis wisata, antara lain adalah wisata alam,
wisata agro, wisata sejarah, wisata budaya, wisata religi, wisata belanja, dan
wisata kuliner. Namun dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan
pencampuran sektor pertanian dengan sektor pariwisata pada jenis agrowisata.
Penelitian ini difokuskan pada jenis wisata tersebut karena sektor agrowisata
dinilai merepresentasikan pariwisata di Kota Batu, apabila dillihat dari kondisi
geografis, lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Banyak aset khususnya dalam bidang pariwisata, pertanian bahkan
perpaduan dari keduanya yaitu bidang agrowisata yang mampu menjadi magnet
bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Kota Batu. Bahkan, Kota Batu dijuluki
sebagai the real tourism city of Indonesia oleh Bappenas.7 Kota Batu atau yang
sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kota Wisata Batu (KWB) merupakan
6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang :“Penyelenggaraan Kepariwisataan Nasional”
7 http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/batu.pdf, dalam“Profil Kota Batu”, diakses pada Rabu 24 Mei 2017 pukul 12:18 WIB
3
daerah administratif yang tergolong masih baru berdiri. Semenjak dikeluarkannya
UU/Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Batu, secara resmi wilayah
Batu memisahkan diri dari wilayah Kabupaten Malang menjadi daerah otonom
yang mandiri.8
Kota Batu terbagi menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Batu,
Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo. Dengan daerah pegunungan yang
wilayahnya subur, Kota Batu dan sekitarnya memiliki panorama alam yang indah
dan berudara sejuk. Kondisi ini menarik minat masyarakat lain untuk
mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai
daya tarik tersendiri. Pembagian daya tarik wisatanya adalah sebagai berikut:9
Tabel 1.1Data Wisata Di Kota Batu
Kota Batu
No Kecamatan Batu Kecamatan BumiajiKecamatan
Junrejo
1 Kusuma Agrowisata Taman SelectaWisata Petik Jeruk Junreno
2Taman Wisata Songgoriti
Kampung Wisata Kungkuk
Air Terjun Coban Rais
3 Jatim Park 1 Kaliwatu Rafting Predator Funpark4 Jatim Park 2 Wisata Bukit Apel Anyaman Junrejo5 BNS Wisata Cangar Torongrejo rafting6 Wisata Paralayang Wisata Petik Strawbery Kerajinan Onyx
7 Museum Angkut Wisata Petik JambuArca Ganesha Torongrejo
8 Batu Wonderland Kampung Kelinci - Sumber: Dioalah oleh peneliti dari Batu City Tourism Map
Peran Pemerintah Daerah Kota Batu telah menerapkan kebijakan melalui
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 4 Tahun 2004 tentang fungsi Kota Batu.
Dijelaskan bahwa fungsi Kota Batu yaitu sebagai kota pertanian dan kota
8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2001 tentang “Pembentukan Kota Batu”
9 Draft Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu dalam “Batu City Tourism Map”
4
pariwisata. Kota pariwisata yaitu pengembangan pariwisata Kota Batu yang
meliputi pengembangan daya tarik dan atraksi wisata, pengembangan usaha jasa
wisata, pengembangan pusat pelayanan wisata, pengembangan pusat informasi
wisata terpadu.10 Selain itu, pengembangan pariwisata juga tertera dalam RPJMD
(Rencana Panjang Jangka Menengah Daerah) Kota Batu. RPJMD ini dilaksanakan
5 (lima) tahun ke depan sampai berakhirnya masa jabatan Walikota/ Wakil
Walikota Batu terpilih. Pemerintah Kota Batu membatasi daerah yang tidak boleh
digunakan sebagai daerah pembangunan, baik itu sebagai daerah pemukiman atau
daerah wisata buatan dan lainnya. Kota Batu membuat kawasan lindung yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung yang
terdapat di Kota Batu meliputi hutan lindung, kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat,
kawasan suaka alam dan cagar budaya serta kawasan rawan bencana alam.11
Sektor pariwisata diharapkan mampu mendorong pertumbuhan sektor
pembangunan lainnya termasuk pertanian. Salah satu unsur dari sektor pertanian
yang potensial di Kota Batu adalah agrowisata. Kegiatan agrowisata menjadi
suatu upaya mengembangkan potensi pertanian sebagai objek wisata, baik potensi
berupa pemandangan alam kawasan pertaniannya maupun kearifan lokal
masyarakatnya. Keberhasilan penegembangan agrowisata dapat ditunjukkan
10 Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 4 Tahun 2004 tentang “Pengembangan Pusat Pariwisata”
11 Tri Setyowati (2013). Skripsi: “Pengembangan Agrowisata Sebagai Upaya DalamPemberdayaan Masyarakat Mangunan Kabupaten Bantul, Fakultas Dakwah dan Komunikasi”,http://repository.uin.ac.id/bitstream/1234567789/3812/4/Chapter%20II.pdf, UIN Yogyakarta,hlm. 20, diakses pada 24 Mei 2017 pukul 14.00 WIB
5
dengan adanya pengintegrasian kegiatan pertanian dan wisata menjadi suatu
kegiatan alternatif yang lebih variatif.12
Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan
usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Wilayah perdesaan di Kota Batu
memiliki potensi yang sangat menarik untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata
seperti halnya agrowisata yang memadukan antara kegiatan pertanian keaslian
alam perdesaan, keberagaman komoditas pertanian, dan kekhasan budaya
termasuk pola hidup masyarakat lokal. Salah satu wilayah yang melakukan
pengembangan agrowisata dan tetap berjalan hingga saat ini adalah di Kecamatan
Bumiaji. Kecamatan Bumiaji sendiri mengembangkan agrowisata yang
terfokuskan pada dua desanya yaitu Desa Bumiaji dan Desa Punten. Kecamatan
Bumiaji pada awalnya adalah kecamatan yang perekonomiannya bergantung pada
sektor pertanian apel, yang kemudian dikembangkan dengan hasil pertanian lain
seperti jeruk keprok, jambu kristal, bunga hias, dan sebagainya. Terkait dengan
agrowisata, Soemarno mendefinisikan sebagai sebuah kegiatan pariwisata yang
menafaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman, rekereasi, dan hubungan usaha di bidang
pertanian.13
Melalui pengelolaan agrowisata berbasis masyarakat maka pembangunan
pariwisata di suatu wilayah dapat diwujudkan oleh aktor pariwisata yang berperan
di dalamnya. Meskipun pembangunan pariwisata berbasis masyarakat
12 http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170514123504-307-214707/kota-batu-buat-sektor-pertanian-jadi-atraksi-wisata-andalan/, dalam “Kota Batu Buat Sektor Pertanian Jadi Atraksi Wisata Andalan”, diakses pada Rabu 24 Mei 2017, 15.17 WIB.
13 Soemarno (2008). “Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata”, Jakarta: Erlangga,hlm.8
6
menekankan pada faktor masyarakat sebagai komponen utamanya, akan tetapi
keterlibatan pemerintah dan juga swasta sangat diperlukan untuk membentuk
suatu kerja sama yang saling bersinergi satu sama lain.14 Konsep pariwisata
berbasis masyarakat lebih menekankan kepada sebuah pembangunan pariwisata
dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Mereka yang bertempat
tinggal di sekitar Daerah Tujuan Wisata (DTW) memiliki peran yang sangat
penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan pariwisata di daerah
tersebut. Dengan adanya konsep pariwisata berbasis CBT maka diharapkan dapat
mengetahui sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam mengelola agrowisata
guna mendukung kegiatan pariwisata yang ada dalam suatu wilayah.15
Kepengelolaan kegiatan agrowisata berbasis CBT dijalankan oleh
organisasi masyarakat setempat, hal ini merupakan hal yang menarik dalam
pengembangan agrowisata yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat.
Kecamatan Bumiaji masyakatnya hampir 51% berprofesi sebagai petani, baik
petani pemilik, petani penggarap ataupun buruh tani.16 Memiliki masyarakat yang
mayoritas pekerjaan sebagai petani oleh sebab itu kepengelolaan agrowisata
memberdayakan masyarakat setempat agar ikut serta memajukan kegiatan wisata.
Dengan adanya pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Bumiaji, maka
masyarakat yang belum sejahtera dapat mensejahterakan kehidupannya dengan
cara membuka usaha yang sekiranya dapat dijadikan tambahan penghasilan.
14 http://malangvoice.com/mantapkan-agrowisata-pemkot-batu-teken-mou-dengan-bppt/, dalam“Mantapkan Agrowisata, Pemkot Batu Teken MoU dengan BPPT”, diakses pada Minggu 24Mei 2017, pukul 22:46 WIB
15 Fildzah Ainun. 2014. “Jurnal: Pengembangan Desa Wusata Melalui Konsep Community BasedTourism”, hlm. 339. file:///C:/Users/toshiba/Downloads/Documents/129-475-1-PB.pdf, diaksespada 7 Juni 2017 pukul 19:16 WIB
16 Ibid
7
Wisata petik apel, jeruk keprok, tanam bunga, ataupun usaha homestay merupakan
salah satu upaya yang digerakkan oleh pengelola agar masyarakat Kecamatan
Bumiaji dapat menambah penghasilannya. Dengan adanya pengembangan
agrowisata berbasis CBT diharapkan bukan hanya aktor-aktor tertentu yang dapat
merasakan keuntungan, melainkan seluruh lapisan masyarakat.
Peran pemerintah sangatlah berpengaruh dalam pengelolaan sebuah
wilayah khususnya pengembangan potensi agrowisata yang ada di Kota Batu.
Oleh karena itu, perlunya pengembangan potensi agrowisata yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Batu beserta stakeholder yang terlibat sebagai peluang untuk
meningkatkan pembangunan berkelanjutan, pembinaan masyarakat, dan
pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan ilustrasi diatas, peneliti mengangkat tema
yakni pengembangan pariwisata melalui sektor agrowisata. Peneliti tertarik untuk
mengkaji secara mendalam tentang kebijakan pariwisata di Kota Batu melalui
“Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata
Melalui Community Based Toursim Di Kota Batu”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan peneliti sebelumnya
maka terdapat dua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti adalah bagaimana peran
Pemerintah Daerah dalam pengembangan potensi agrowisata berbasis community
based tourism di Kota Batu?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka peneliti mengharapkan adanyua
tujuan yang dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah untuk menjelaskan peran
8
Pemerintah Kota Batu melalui kebijakan dalam pengembangan potensi agrowisata
berdasarkan dimensi dari community based tourism.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaaat Teoritis
Manfaat teoritis terdiri dari 3 hal, yaitu:
1. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada
mahasiswa tentang peran Pemerintah Kota Batu dalam pengembangan
potensi agrowisata berdasarkan prinsip community based tourism.
2. Memperoleh pemahaman baru yang ditemukan oleh peneliti dalam
melakukan penelitian di lapangan.
3. Sebagai pelengkap bagi penelitian selanjutnyayang memiliki tema serupa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Sedangkan, manfaat praktis yang diperoleh dalam penelitain ini, yaitu:
1. Memperoleh hasil penelitian yang dapat menjadikan pertimbangan
pemerintah untuk menjadikan masukan serta pedoman bagi pemerintah
dalam pembuat kebijakan agar dapat menyertakan masyarakat dalam
pelaksanaan pengembangan agrowisata berbasis community based
tourism.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi koleksi bacaan serta menambah refrensi
untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang agrowisata.
3. Menambah wawasan bagi pelaku di dunia pariwisata khususnya dalam
pengembangan agrowisata.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
Dalam penyelesaian suatu penelitian diperlukannya teori yang berfungsi
sebagai pisau analisis dan memperkuat argumentasi pembahasan dengan teori yang
sudah ada sebelumnya, teori yang sudah ada tersebut kemudian dikaitkan dengan
fenomena yang hendak di angkat dalam penelitian tersebut, sehingga timbulnya
kesinambungan antara teori dengan pembahasan penelitian tersebut, teori-teori yang
digunakan hendaknya berkaitan dengan penelitian yang akan dibahas mengenai
“Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata Melalui
Community Based Tourism di Kota Batu”.
2.1.1 Peran Pemerintah Daerah
Lahirnya pemerintahan pada awalnya adalah untuk menjaga suatu sistem
ketertiban di dalam masyasrakat, sehingga masyarakat tersebut bisa menjalankan
kehidupan secara wajar. Seiring dengan perkembangan masyarakat modern yang
ditandai dengan meningkatnya kebutuhan, peran pemerintah kemudian berubah
menjadi melayani masyarakat. Pemerintah modern, dengan kata lain pada hakekatnya
adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani
diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi
mencapai kemajuan bersama.1
1 M. Ryaas Rasyid. 2000. Makna Pemerintahan, Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan.Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, hlm. 13
1
Osborne dan Gaebler menyatakan bahwa pemerintah yang demokratis lahir
untuk melayani warganya dan karena itulah tugas pemerintah adalah mencari cara
untuk menyenangkan warganya.2 Dengan demikian lahirnya pemerintahan
memberikan pemahaman bahwa kehadiran suatu pemerintahan merupakan
manifestasi dari kehendak masyarakat yang bertujuan untuk berbuat baik bagi
kepentingan masyarakat, bahkan Van Poelje menegaskan bahwa pemerintahan dapat
dipandang sebagai suatu ilmu yaitu yang mengajarkan bagaimana cara terbaik dalam
mengarahkan dan memimpin pelayanan umum.3
Pada definisi pemerintahan terdapat perbedaan antara pemerintahan dalam arti
luas dengan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan dalam arti sempit dapat
didefinisikan hanya meliputi lembaga yang mengurus pelaksanaan roda pemerintahan
(eksekutif), sedangkan pemerintahan dalam arti luas tidak hanya lembaga-lembaga
eksekutif saja, melainkan juga termasuk lembaga pembuat peraturan perundang-
undangan (legislatif) maupun juga lembaga yang melaksanakan urusan peradilan
(yudikatif).
Pemerintah daerah dianggap mewakili masyarakat, karena daerah adalah
masyarakat hukum yang tertentu batas wilayahnya. Menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Pemerintah
Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai
badan eksekutif daerah. Peranan Pemerintah Daerah dalam mendukung suatu
2 Rotua Kristin Simamora. “Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Pariwisata Alam danBudaya di Kabupaten Tapanuli Utara”. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, Vol. 4, No.1.2016, hlm 84
3 Ibid, hlm. 86
2
kebijakan pembangunan bersifat partisipatif adalah sangat penting.4 Menurut Rasyid,
peran pemerintah adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat yang lebih
menekankan upaya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik,
dan memberikan kepuasaan kepada publik.5 Dalam tugas mengatur, lebih
menekankan kekuasaan politik yang melekat pada posisi jabatan birokrasi. Rasyid
juga memaparkan enam tugas umum pemerintah antara lain:6
1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar.
2. Menjaga kekuasaan dari ancaman faktor eksternal yang dapat menggulingkan
pemerintahan.
3. Memelihara ketertiban dan menjamin kerukunan masyarakat.
4. Menjamin diterapkannya keadilan sosial bagi setiap masyarakat.
5. Melakukan upaya untuk meningkatkan kesejahteran sosial melalui kebijakan
ekonomi yang menguntungkan masyarakat
6. Menerapkan kebijakan untuk memelihara SDA dan lingkungan
Berdasarkan ke-6 tugas pemerintah di atas, dalam arti luas Pemerintah Daerah adalah
instansi pemerintah yang paling mengenal potensi daerah dan juga mengenal
kebutuhan masyarakat.
Secara umum, peran pemerintah mencakup tiga tujuan pokok, pertama peran
pengaturan, pengaturan ini dilaksanakan pemerintah dengan membuat peratutan
4 Undang-Undang Dasar Nomor 32 Tahun 2004 tentang “Pemerintahan Daerah”
5 Rasyid, Op.cit, hlm. 13
6 Rasyid, Op.cit, hlm. 19
3
perundang-undangan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.7
Pemerintah adalah pihak yang mampu menerapkan peraturan agar kehidupan dapat
berjalan secara baik dan dinamis. Seperti halnya peran pemerintah pusat, pemerintah
daerah juga mempunyai peran pengaturan terhadap masyarakat yang ada di
daerahnya. Perbedaannya yang diatur oleh pemerintah daerah lebih khusus, yaitu
urusan yang telah di serahkan kepada daerah. Untuk mengatur urusan tersebut
diperlukan peraturan daerah yang dibuat Bersama antara DPRD dengan eksekutif.
Kedua, peran pelayanan umum (public service) peran pelaksanaan yang dilakukan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terletak pada kewenangan masing-masing.
Kewenangan Pemerintah Pusat mencakup urusan pertahanan dan keamanan, agama,
hubungan luar negeri, moneter, dan peradilan.8 Secara umum pelayanan pemerintahan
mencakup pelayanan publik (public service) dan pelayanan sipil (civil service) yang
menghargai kesetaraan. Pelayanan umum menurut keputusan menteri pendayagunaan
aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 adalah segala pelayanan kegiatan
yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan politik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.9
Adapun yang dimaksud penyelenggaraan pelayan publik adalah instansi pemerintah.
Ketiga, peran pemberdayaan untuk mendukung terselenggaranya otonomi
daerah, fungsi ini menuntut pemberdayaan Pemerintah Daerah dengan kewenangan
yang cukup dalam pengelolaan sumber daya daerah guna melaksanakan berbagai
7 Haryanto. 1997. Fungsi-Fungsi Pemerintahan. Jakarta: Badan Diklat Depagri, hlm. 36
8 Ibid, hlm. 36
9 Keputusan Menteri Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang “Pelayanan Umum”
4
urusan yang di desentralisasikan.10 Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peran
serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintah. Kebijakan pemerintah, pusat dan daerah, diarahkan untuk meningkatkan
aktivitas ekonomi masyarakat, yang pada jangka panjang dapat menunjung
pendanaan Pemerintah Daerah. Dalam fungsi ini pemerintah harus memberikan ruang
yang cukup bagi aktivitas mandiri masyarakat, sehingga dengan demikian partisipasi
masyarakat di daerah dapat ditingkatkan.
Dengan begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi pemerintahan,
menyebabkan pemerintah harus memikul tanggung jawab yang sangat besar. Dalam
mengemban tugas yang berat itu, selain diperlukan sumber daya, dukungan
lingkungan, dibutuhkan institusi yang kuat yang didukung oleh aparat yang memiliki
perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat dan
pemerintahan. Langkah ini perlu dilakukan oleh pemerintah, mengingat dimasa
mendatang perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan semakin
menambah pengetahuan masyarakat untuk mencermati segala aktivitas pemerintahan
dalam hubungannya dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat.
2.2 Kerangka Konseptual
Dalam suatu penelitian perlu adanya konsep yang digunakan, untuk
memperkuat argumentasi dalam suatu pembahasan penelitian. Konsep juga
diperlukan untuk mendukung teori yang digunakan dalam penelitian tersebut.
Sehingga adanya kesinambungan antara teori dan konsep dengan permaslahan yang
10 Ibid, hlm. 37
5
dibahas dalam penelitian ini. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa
konsep yang dirasa relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
2.2.1 Pemberdayaan Masyarakat
Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari istilah empowerment.
Empowerment sebagaimana dimaksud adalah sebuah konsep yang lahir sebagai
bagian dari perkembangan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat Barat, terutama
Eropa.11 Di Indonesia, istilah pemberdayaan sudah dikenal pada tahun 1990-an di
banyak NGOs, baru setelah Konferensi Beijing 1995 pemerintah menggunakan istilah
yang sama. Dalam perkembangannya istilah pemberdayaan menjadi wacana publik
dan bahkan seringkali dijadikan kata kunci bagi kemajuan dan keberhasilan
pembangunan masyarakat.
Paradigma pemberdayaan adalah paradigma pembangunan manusia, yaitu
pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan proses pembangunan yang
mendorong prakarsa masyarakat berakar dari bawah.12 Pada hakikatnya proses
perubahan sosial melalui pembangunan sosial adalah merupakan proses
pemberdayaan masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan masyarakat yang menjadi
pertimbangan adalah upaya yang dilaksanakan harus diarahkan langsung kepada akar
permasalahannya, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat. Sehingga dengan
adanya kemampuan dan daya maka akan menumbuhkan partisipasi keikutsertaan
masyarakat.
11 Sri Widayanti. “Pemberdayaan Masyarakat: Pendekatan Teori”. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, Vol. 1, No. 1, Januari- Juni 2012 hlm. 90
12 Alfitri. 2011. Community Development Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.21
6
Robert Chambers menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah
sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai- nilai sosial.
Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yakni yang bersifat “people
centered, participatory, empowing, dan susniable.”13 Konsep ini lebih luas dari hanya
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan
mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Konsep ini
berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain
oleh Friedman disebut alternative development, yang menghendaki “inclusive
democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational
equity.”14 Kartasasmita mengatakan bahwa keberdayaan masyarakat adalah unsur
dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian yang
dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.15
Memberdayakan masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain
memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.16 Dasar
pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langusung pada
akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal
13 Ginanjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: CIDES hlm.142
14 Ibid, hlm. 142
15 Ibid, hlm. 144
16 Ibid, hlm. 144
7
dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuaannya dengan mengembangkan dan
medinamiskan potensinya.17
Begitu pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam upaya memandirikan
masyarakat, penulis mencoba meminjam pendapat Kartasasmita yang
menyederhanakan pemberdayaan masayrakat sebagai dasar pengembangan diri untuk
mencapai kemajuan. Pemberdayaan masyarakat dengan sifat dasar pengembangan
diri harus senantiasa menjadi aspek penting dalam berbagai bidang pembangungan.
Berdasarkan hasl tersebut, sebuah pemberdayaan masyarakat tidak akan berkembang
tanpa adanya usaha yang diarahkan langsung dalam meningkatkan kemampuan
masyarkatnya. Pemberdayaan masayrakat mempunyai pandangan, yaitu suatu upaya
untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat yang mengarah kepada
kemandirian masyrakat untuk dapat merubah individu dan komunitas menjadi lebih
mampu mengembangkan dirinya sehingga dapat berperan dan ikut serta/
berpartisipasi.
Sebuah konsep pemberdayaan masyarakat merupakan ciri dasar dari
kekeluargaan dan kegotongroyongan yang sudah menjadi ciri khas dari masyarakat
desa. Mengingat pentingnya pemberdayaan masyarakat, maka untuk dapat merubah
masyarakat dalam mengembangkan dirinya diperlukan beberapa konsep yang dapat
memberdayakan masyarakat, berkenaan dengan hal tersebut menurut Ginanjar
Kartasasmita mengungkapkan tiga hal, yaitu:18
17 Ginanjar Op.cit, hlm. 141
18 Ibid hlm. 159
8
1. Menciptakan Suasana atau Iklim yang Memungkinan Potensi
Masyarakat Berkembang (enabling environment).
Dalam hal ini, titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap
masyarakat, memilik potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada
masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikan akan sudah
punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan
mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
2. Memperetat Potensi atau Daya yang dimiliki oleh Masyarakat
(empowering).
Dalam rangka ini deiperlukan langkah-langkah positif, selain dari hanya
menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah
nyata. Yang menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta
pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyrakat menjadi makin berdaya. Pemberdayaan bukan hanya
meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranta-
pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras,
hemat, keterbukaan, ketanggungjawaban yang merupakan bagian pokok dari
upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga
sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan
masyarakat di dalamnya.
9
3. Memberdayakan Mengandung Pula Arti Melindungi
Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah, karena kurang berdaya dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlindungan dan pemihakan
kepada yang lemah amat mendasar sifatnya. Dalam rangka ini, adanya
peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas melindungi golongan yang
lemah sangat diperlukan.
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung
pada berbagai program pemberian (charity) karena pada dasarnya setiap apa yang
dinikmatinya harus dihasilkan atas usaha sendiri dan hasinya dapat dipertukarkan
dengan pihak lain.19
Dengan konsep seperti ini, maka sebuah pemberdayaan masyarakat
merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat
yang mengarah kepada kemandirian masyarakat untuk dapat merubah masyarakat
menjadi lebih mampu mengembangkan dirinya. Mengacu pada pendapat Ginanjar
Kartasasmita mengenai konsep keberhasilan suatu pemberdayaan masyarakat, maka
fenomena pemberdayaan masyarakat yang penulis angkat dalam tulisan ini terkait
“Pengembangan Kawasan Agrowisata Melalui Community Based Tourism di Kota
Batu” sebagai unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan maupun
mengembangkan diri untuk mencapai kemajuan.
19 Ibid hlm. 160
10
2.2.2 Community Based Tourism (CBT)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
pemerintah daerah.20 Pariwisata memiliki peran dan pengaruh besar terhadap
perkembangan suatu wilayah yang dibuktikan dengan dijadikannya kegiatan
pariwisata sebagai sektor unggulan dalam perolehan devisa, penciptan peluang kerja
maupun pengentasan kemiskinan.
Community Based Tourism (CBT) yaitu pengembangan suatu destinasi wisata
melalui pemberdayaan masyarakat lokal, dimana masyarakat turut andil dalam
perencanaan, pengeloaan, dan pemberian suara berupa keputusan dalam
pembangunan.21 Ada tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT
yaitu penjelajahan (adventure travel), wisata budaya (cultural tourism), dan
ekowisata (ecotourism). Garold mengemukakan terdapaat dua pendekatan berkaitan
dengan prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisaata. Pendekatan pertama
yang cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal sangat menekankan
pada keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan
dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih mempertimbangkan dengan
ketenetuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunan dan
20 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 “Tentang Pariwisata di Indonesia”.
21 Fildzah Ainun. 2014. “Jurnal: Pengembangan Desa Wusata Melalui Konsep Community BasedTourism”, hlm. 342. file:///C:/Users/toshiba/Downloads/Documents/129-475-1-PB.pdf, diakses pada7 Juni 2017 pukul 19:16 WIB
11
perencanaan terkendali.22 Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap
lingkungan alam dalam dampak pembangunan ekowisata.
Salah satu bentuk perencanaan yang partisipasif dalam pembangunan
pariwisata adalah dengan menerapkan CBT sebagai pendekatan pembangunan.
Nicole Hausler (2000), mengemukakan gagasan tentang definisi dari CBT, yaitu:23
1. Bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal
untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan
pariwisata.
2. Masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga
mendapat keuntungan.
3. Menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi
keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan.
Dalam pandangan Hausler CBT merupakan suatu pendekatan pembangunan
pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung
dalam industri pawirisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan
dalam manajemen dan pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan
politis melaui kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian
keuntungan dari kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal.24 Hausler
menyampaikan gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada
22 Ibid
23 Ibid
24 Heru Ribawanto, Jurnal Administrasi Publik (JAP): “Pengembangan Agrowisata DenganPendekatan Masyarakat Lokal”, Vol 1, No.3, hlm. 146. file:///C:/Users/user/Downloads/CBT.pdfdiakses pada 7 Juni 2017 pukul 11.32
12
pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal di
daerah tujuan wisata.
2.2.2.1 Dimensi Community Based Tourism
Sebagai tindak lanjut, Suansri juga menyampaikan beberapa aspek penting
yang merupakan aspek utama dalam pengembangan CBT, yaitu:25
1. Dimensi Ekonomi, dengan indikator
Adanya dana untuk pengembangan komunitas Terciptanya lapangan pekerjaan di sektor pariwisata Timbulnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata2. Dimensi Sosial, dengan infdikator:
Meningkatnya kualitas hidup Peningkatan kebanggaan komunitas Pembagian peran yang adil antara laki-laki, perempuan generasi muda dan tua3. Dimensi Budaya, dengan indikator:
Mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda Membantu berkembangnya pertukaran budaya. Budaya pembangunan melekat erat dalam budaya lokal4. Dimensi Lingkungan, dengan indikator
Mempelajari carrying capacity area Mengatur pembuangan sampah Meningkatkan kepedulian akan perlunya konservasi5. Dimensi Politik, dengan indikator:
Meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal Peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas Menjamin hak-hak dalam pengelolaan SDA.
CBT muncul seabagai solusi yang mampu mengatasi dampak negatif yang timbul
dari mass tourism dan dalam waktu yang sama juga bisa menjadi strategi dari sebuah
organisasi/ komunitas untuk mencapai sebuah kondisi pariwisata yang lebih baik di
suatu daerah. Selain itu, CBT juga menjadikan sumber daya yang ada di sebuah
destinasi wisata menjadi lebih dikenal untuk kalangan luas, lebih memberikan
25 Ibid, hlm. 147
13
manfaat bagi semua kalangan, bukan hanya mampu mensejahterahkan masyarakat
lokal yang berada di destinasi wilayah tersebut. Tetapi juga meningkatkan
kesejahteraan bagi masyarakat lainnya yang ikut terlibat dalam CBT.
2.2.3 Agrowisata
Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha
pertanian sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan
rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata
yang menonjolkan budaya lokal dalam meamnfaatkan lahan, pendapatan petani dapat
meningkat bersamaan dengan upaya melestarikan sumber daya lahan, serta
memelihara budaya maupun teknologi lokal yang umumnya telah sesuai dengan
kondisi lingkungan alaminya. Di Indonesia, agrowisata atau agroturisme
didefinisikan sebagai sebuah kegiatan pariwisata yang menafaatkan usaha agro
(agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan,
pengalaman, rekereasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.26
Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam
memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningaktkan pendapatan petani sambal
melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal
yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alamnya. Marsono
berpendapat bahwa agrowisata mencakup kegiatan perkebunan yakni pembibitan
berbagai flora serta industri pengolahan berbagai hasil pertanian dan termasuk ke
26 Soemarno Op.cit, hlm. 8
14
dalam jenis wisata alam (natural tourism) dengan memanfaatkan potensi alam
sebagai objeknya.27
Beberapa tujuan dari kegiatan agrowisata di antaranya adalah untuk
memperluas pengetahuan dan pengalaman rekreasi serta hubungan usaha di bidang
pertanian. Agrowisata dapat dikelompokkan dalam wisata ekologi (ecotourism), yaitu
kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan
untuk mengagumi dan menikmati alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan
alaminya serta sebagai sarana pendidikan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Berkaitan dengan penelitian dengan fokus “Pengembangan Kawasan
Agrowisata Melalui Community Based Tourism di Kota Batu”, maka penelitian
terdahulu yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Amanda Kiki Lupitasari, 2016. Skripsi: “Pengembangan Potensi Wisata
Puncak B29 Berbasis CBT (Community Based Tourism)”, Malang:
Universitas Brawijaya Malang.
Penelitian yang dilakukan oleh Amanda Kiki Lupitasati dari Universitas
Brawijaya Malang di dasarkan dari permasalahan yang dihadapi tentang pengelolaan
potensi wisata di Puncak B29, Lumajang. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam
27 Soemarno Op.cit, hlm.12
15
pengelolaan potensi wisata yang ada di Puncak B29 akan dimanfaatkan sebagai
sarana untuk menjelaskan pengembangan potensi wisata berbasis CBT dan
mengetahui faktor pendukung serta penghambat. Hal ini terbukti dengan adanya
partisipasi masyarakat lokal di daerah wisata Puncak B29 melalui ke 5 dimensi dari
CBT, yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi lingkungan, dimensi budaya,
dan dimensi politik. Selain itu guna meningkatkan potensi wisata di Puncak B29,
pemerintah daerah mengadakan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat lokal dalam
hal mengembangkan potensi wisata.
Persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak pada proses
analisis pengembangan pariwisata berbasis CBT melalui 5 dimensi dari CBT.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan adalah terletak
pada lokasi objek penelitian, lokasi penelitian tersebut berada di Puncak B29 Desa
Argosari, Kabupaten Lumajang. Sedangkan peneliti yang dilakukan penulis berada di
Kota Batu dengan objek penelitiannya yaitu potensi agrowisata. Peneliti menganggap
bahwa penelitian yang dilakukan oleh Amanda Kiki Lupitasari ini memiliki relevansi
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini tentang analisis dari
program pariwisata berbasis CBT, dimana masyarakat lokal turut andil dalam
kegiatan pariwisata.
b. Ilyas Mustafa Makarim (2015), Tesis: “Pengelolaan Agrowisata Berbasis
Lingkungan di Desa Sidomulyo, Kota Batu”, Yogyakarta: Univesitas
Gajahmada. Penelitian ini dilatar belakangi oleh pengembangan potensi
agrowisata dengan memperhatikan karakteristik lingkungan di Desa
Sidomulyo.
16
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengelolaan
agrowisata berbasis lingkungan di Desa Sidomulyo, yang berasal dari indikator-
indikator terkait yaitu isi kebijakan dan konteks kebijakan tata ruang dan wilayah
serta karakteristik sosial masyarakat sekitar. Hasil penelitian yang didapat
pengembangan agrowisata berbasis lingkungan di Desa Sidomulyo
mengidentifikasikan kondisi dari objek agrowisata yang ada sebagai Daerah Tujuan
Wisata.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif,
instrumen dalam penelitian ini ialah peneliti itu sendiri yang didasari pada teori
ekologi politik. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Persamaan penelitian tersebut
dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah terletak dalam pengembangan
agrowisata berbasis lingkungan di Desa Sidomulyo, dimana penulis juga membahas
tentang aspek lingkungan dalam pengembangan kawasan agrowisata. Sedangkan
perbedaan dari penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Ilyas hanya
memfokuskan pada identifikasi kondisi objek agrowisata di Desa Sidomulyo,
sedangkan penulis berusaha menjelaskan anlalisis peran Pemerintah Daeah dalam
pengembangan kawasan agrowisata melalui community based tourism.
Tabel 2.1Penelitian Terdahulu
NO SUBJEKPERBANDINGAN
PENELITIAN I PENELITIAN II
1. Nama Peneliti Amanda Kiki Lupitasari, IlmuAdministrasi Publik,Universitas Brawijaya, 2016.
Ilyas MustafaMakarim, IlmuPemerintahan UniversitasGajahmada, 2015
17
2. Judul Penelitian “Pengembangan Potensi WisataPuncak B29 Berbasis CBT(Community Based Tourism)”
“Pengelolaan AgrowisataBerbasis Lingkungan diDesa Sidomulyo, KotaBatu, 2015”
3. Metode Penelitian Kualitatif deskriptif Kualitatif deskriptif
4. Deskripsi Penelitian ini mendeskripsikantentang pengembangan potensiwisata puncak B29 berbasisCBT dan menjelaskan faktorpendukung dan penghambatdalam pengembangan potensiwisata puncak B29.
Penelitian inimendeskripsikankarakteristik lingkunganalam dan sosial masyarakatdi Desa Sidomulyo sangatmendukung kegiatanpengelolaan agrowisatasecara terpadu yang disertaidengan respon positif darimasyarakat
5. Perbedaan Penelitian ini mengidentifikasibahwa pengembangan potensiwisata puncak B29 berbasisCBT berpusat di Desa ArgosariKec. Senduro KabupatenLumajang.
Penelitian inimengidentifikasikan kondisiobjek agrowisata di DesaSidomulyo sebagai DaerahTujuan Wisata (DTW)
6. Persamaan Metode penelitianmenggunakan kualitaitifdeskriptif
Menggunakan metodekualitatif deskriptif
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2017
2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
18
Sumber: Hasil olahan peneliti, 2017
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan kualitaif-deskriptif karena bertujuan untuk
mendalami suatu kejadian dan fakta, keadaam, fenomena, variabel, dan keadaan yang
terjadi pada saat penelitian berlangusung dengan menyuguhkan apa yang sebenernya
terjadi. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan dengan
situasi yang terjadi, pertentangan antara dua keadaan atau lebih, hubungan variabel
yang timbul, perbedaan antara fakta yang ada serta pengaruhnya terhadap kondisi,
dan sebagainya. Data yang diperoleh merupakan data yang bersifat kualitatif berupa
bagan maupun hasil wawancara yang diperoleh oleh penulis dari narasumber yang
terpecaya.
Kirk dan Miller dalam Moleong mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya.1
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian dimaksudkan agar membatasi objek yang dikaji agar peneliti
tidak terjebak dengan banyaknya data dilapangan, selain hal tersebut agar peneliti
lebih terarah dalam menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan. Selain itu
fokus penelitian juga ditunjukkan agar peneliti bisa lebih terarah atau sistematis dan
1 Lexy J. Moleong (2007). “Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan Ketigabelas”. Bandung: Remaja Rosda Karya, hlm. 4
1
terperici, sehingga tidak menyimpang dari rumusan masalah yang sudah ditetapkan
dalam penelitian ini.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti memfokuskan penelitian ini dalam
“Peran Pemerintah Daerah Kota Batu melalui kebijakan dalam pengembangan
potensi agrowisata berdasarkan dimensi dari community based tourism.”
3.3 Lokasi dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan sebuah penelitian di Kota Batu,
karena Kota Batu merupakan kawasan pariwisata yang menjadi prioritas
pengembangan sentra agrowisata oleh Pemerintah Kota Batu. Peneliti juga
melaksanakan di Kecamatan Bumiaji. Kecamatan Bumiaji ini memiliki keindahan
alam yang luar biasa serta memiliki potensi pertanian yang patut untuk dijadikan
objek wisata yang kemudian dibentuk sebagai kawasan agrowisata selain itu juga
sebagai pusat dari kegiatan agrowiata di Kota Batu.
Lokasi peneliti dalam melakukan penelitian yaitu, berada di Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batu selaku pihak pemerintah daerah yang
mengurus hal-hal terkait pengembangan sentra agrowisata dan Kecamatan Bumiaji
yang merupakan icon agrowisata yang dijadikan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kota Batu sebagai pusat kawasan agrowisata. Selain itu peneliti juga ingin melihat
bagaimana pengembangan kawasan agrowisata di Kota Batu dalam menjalankan
kegiatan yang sesuai dengan prinsip CBT.
3.4 Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
purposive sampling yaitu informan yang diseleksi dengan dasar kriteria-kriteria
2
tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu informan yang
diwawancarai. Informan yang terkait, dalam hal ini aktor dalam pengembangan
agrowisata seperti Dinas Pariwisata, Bappeda, Pemerintah Desa, kelompok sadar
wisata. Selain itu pelaku wisata juga perlu sebagai objek yang merasakan kebijakan
pemerintah Kota Batu. Pihak-pihak yang akan dilakukan wawancara tersebut sebagai
berikut:
1. Informan kunci: Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Desa
Bumiaji, Bapak Cahyono Hadi dan Pelaku Agrowisata di Bumiaji, Bapak
Rakhmad Hardianto.
2. Informan Pendukung: Kasubid Pengembangan Produk Pariwisata Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batu, Bapak Syaiful dan Kaur Umum
Pemerintah Desa Bumiaji, Bapak Su’ud Mashuri.
3. Informan Tambahan: Kasubid Bidang Pengembangan SDM Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kota Batu, Bapak Mustakim dan Kabag Pariwisata dan
Pertanian Badan Perencanaan Pembanguann Daerah (BAPPEDA) Kota Batu,
Bapak Sariono.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan sebuah langkah untuk mengumpulkan
data guna melengkapi dan menunjang validitasi data. Menurut Danim mengumpulkan
data merupakan langkah yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan penelitian dengan
pendekatan apapun, termasuk pada penelitian kualitatif yang desain penelitiannya
tidak kaku alias dapat dimodifikasi setiap saat, pengumpulan data menjadi satu fase
3
yang sangat strategis bagi dihasilkannya penelitian yang bermutu.2 Teknik
pengumpulan data tersebut yaitu:
1. Wawancara
Menurut Moleong, wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan yang
terwawancara.3 Peneliti melakukan wawancara semi terstruktur. Akan tetapi
fleksibel untuk memudahkan proses wawancara, namun dengan demikian
bukan berarti peneliti mengabaikan struktur wawancara yang dibuat. Oleh
karena itu, sebelum penelitian ini berlangsung, peneliti terlebih dahulu
menyusun daftar wawancara. Dalam melaksanakan penelitian ini, dapat
diteapkan beberapa informan yang dikelompokkan dalam kategori informan
kunci, informan utama, dan informan tambahan guna mendukung proses
penelitian.
2. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, Nasution dalam
Sugiyono.4 Fokus dan tema penelitian dapat diperoleh dengan cara mengamati
secara langsung setiap fenomena yang terjadi di lapangan, sehingga data yang
akan didapatkan merupakan data yang akurat dan sesuai. Teknik observasi
dapat dilakukan secara bersamaan pada saat wawancara, pengambilan
dokumentasi, dan survey lapangan. Dalam teknik ini peneliti melakukan
2 Danim, S. (2002). “Menjadi Peneliti Kualitatif”. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 121
3 Sugiyono. (2014). “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung: Alfabeta, hlm. 226
4 Ibid
4
pengamatan terhadap fenomena, peristiwa, sikap dan tingkah laku informan
secara teliti dan cermat. Observasi yang dilakukan oleh peneliti berjangka
waktu antara Agustus sampai September 2017 dengan lokasi observasi di
Kecamatan Bumiaji dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu cara untuk memperoleh data tentang suatu masalah
dengan menelusuri dan mempelajari data primer, baik dari dokumen-
dokumen, arsip-arsip, buku, jurnal, artikel baik cetak maupun online, serta
bahan lain yang terkait penelitian. Teknik pengumpulan data dengan
dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokemen. Keuntungan menggunakan dokumentasi ialah biaya yang relatif
murah, waktu, dan tenaga lebih efisien.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat.5 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen
penelitian sebagai berikut:
1. Peneliti (Human Instrument)
Moleong menjelaskan bahwa salah satu ciri penelitian kualitatif adalah
memasukkan manusia atau peneliti sendiri sebagai alat pengumpul data
utama.6 Hal ini akan memengaruhi dalam proses wawancara, observasi, dan
5 Arikunto (2006). “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 160
6 Moleong op.cit, hlm.4
5
analisis data. Dalam melakukan penelitian, peneliti melakukannya sendiri
tanpa mewakilkan kepada orang lain sehingga semua data yang diperoleh di
lapangan dapat benar-benar dipahami peneliti.
2. Pedoman Wawancara (Inteview Guide)
Di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
untuk memfokuskan pada permasalahan penelitian. Dengan wawancara yang
mendalam, peneliti akan memperoleh informasi yang berkaitan dengan
Pengembangan Kawasan Agrowisata Melalui Community Based Tourism di
Kota Batu.
3. Catatan Lapangan (Field Notes)
Catatan yang dibuat oleh peneliti untuk mengamati keadaan yang akan diteliti
dan dijadikan bukti dan arsip dari pelaksanaan penelitian.
4. Perangkat Penunjang Lapangan
Perangkat penunjang lapangan merupakan alat-alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data, seperti alat tulis menulis, kamera digital, serta Hand
Phone sebagai alat perekam. Hal ini untuk mempermudah penulis dalam
menangkap informasi dari hasil wawancara atau hal yang tidak dapat
ditangkap langsung oleh penulis.
1.7Teknik Analisis Data
Peneliti melakukan penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang sedang muncul dibenak peneliti dan berusaha untuk menganalisis
6
data-data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan langkah yang tepat, yang
sesuai dengan metode penelitian yang dilakukan.
Berikut kutipan dari buku Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook
Matthew B. Miles, A. Michale Huberman, dan Saldana mengenai model analisa data
interaktif yang terdiri dari 4 (empat) kegiatan yang meliputi:7
1. Pengumpulan Data (Data Collections)
Pada tahap pengumpulan data, peneliti mengumpulkan data yang berkaitan
dengan kebutuhan data penelitian terkait dengan implementasi kebijakan
pengembangan kawasan pariwisata Kota Batu sebagai sentra agrowisata.
2. Kondensasi Data (Data Condesation)
Data kondensasi data merujuk pada proses memilih, menyederhanakan,
mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati
keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkrip
wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya.
3. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian dapat berbentuk tabel, grafik jaringan, dan bagan. Penyajian data
dirancang guna menggabungkan informasi yang terjadi dalam satu bentuk alur
yang padu dan mudah diraih, dengan demikian seorang penganalisis dapat
melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan
7 Mathew B. Miles, Michael Huberman, dan Johnny Saldana (2014). “Qualitative Data Analysis-Third Edition”. London: Sage Publication, hlm. 31-33
7
yang benar ataukah terus melakukan analisis yang menurut sasaran yang
dikiaskan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna. Data yang
akan disajikan adalah terkait dengan pengembangan kawasan agrowisata Kota
Batu berbasis Communiity Based Tourism.
Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan
data itu sendiri merupakan sebuah siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak
diantara 3 (tiga) “sumbu” kumparan tersebut selama pengumpulan data. Selanjutnya
bergerak bolak balik diantara kegiatan kondensasi, penyajian, menggambarkan dan
penarikan kesimpulan.
3.8 Keabsahan Data
Dalam sebuah penelitian, terdapat metode yang dikenal dengan keabsahan
data. Hal ini bertujuan untuk menentukan keabsahan data yang diperoleh, melalui
teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik triangulasi sumber.
Triangulasi sumber adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara
membandingkan dan mengecek ulang kebenaran suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda.8 Keabsahan data ini pada akhirnya akan
berkaitan dengan valid tidaknya suatu data, yang bertujuan untuk mendapatkan data
yang benar-benar mendukung dan sesuai dengan fokus permasalahan dan tujuan dari
8 Lexy J. Moleong (2011). “Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi)”, Bandung: RemajaRosdakarya, hlm. 330.
8
penelitian ini. Keabsahan data dengan triangulasi sumber dengan cara sebagai
berikut:9
a. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakan secara pribadi.
b. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
c.Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
Peneliti melakukan perbandingan hasil wawancara dengan aktor dengan situasi
dan kondisi di lapangan.
9 Ibid., hlm. 331.
9
10
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kota Batu
4.1.1 Sejarah Kota Batu
Kota Batu sebagai Daerah otonom termuda di Jawa Timur telah memasuki
tahun ke 16. Meski relatif masih muda, namun Kota Batu yang sebelumnya
merupakan bagian dari sub satuan wilayah pengembangan I (SSWP I) Malang utara
ini mempunyai segudang tugas dan tantangan dalam mengembangkan pembangunan
dimasa yang akan datang terutama di era otonomi daerah. Dalam perkembangannya
Kota Batu mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan pada saat
mulai terbentuk pada tahun 2004.1 Sejak abad ke-10 wilayah Kota Batu dan
sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahat bagi kalangan keluarga kerajaan,
karena wilayahnya berada di daerah pegunungan dengan udara sejuk, didukung oleh
keindahan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan. Situs dan bangunan-bangunan
peninggalan masa kolonial Belanda atau semasa pemerintahan Hindia Belanda masih
ada dan menjadi asset serta kunjungan wisata hingga saat ini.
Berdasarkan sejarah, sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut
Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug
Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan
Mbah Wastu.2 Dari kebiasaan budaya Jawa yang sering memperpendek dan
mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, juga
1 Dari dokumen Bappeda Kota Batu dalam “Kajian Akademis RTRW Kota Batu 2010-2030”, hlm. I-5
2 Dari dokumen “Trilogi Kota Wisata Batu”, hlm. 3
1
agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat bila memanggil seseorang,
akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil dengan Mbah-tu kemudian
menjadi Mbatu.3 Sampai sekarang masyarakat menyebutnya daerah ini dengan Batu
sebagai sebutan kota dingin di Jawa Timur.
Dari segi pemerintahan, Kota Batu dahulu merupakan daerah administratif
yang masuk dalam bagian kecamatan dari Kabupaten Malang. Selanjutnya pada
tanggal 6 Maret 1993 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.12 tahun 1993
tentang Kotatif Kota Batu maka berubahlah status Kecamatan Batu menjadi Kota
Administrarif Batu. Dengan berubahnya status Batu menjadi Kota Administrarif yang
memiliki 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan
Junrejo dengan pejabat Walikota pertamanya yaitu Drs. Chusnul Arifin Damuri.
Seiring perkembangan Otonomi Daerah maka pada tahun 2001 per tanggal 17
Oktober berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota
Batu akan secara resmi jadilah Kota Batu sebagai daerah otonom baru, otonom yang
mandiri.4
4.1.2 Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Batu terletak pada posisi 122’17’ – 122’57’ Bujur
Timur dan 7’44’ – 8’26’ Lintang Selatan. Kota Batu berbatasan langsung dengan
Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara, sedangkan di
sebelah timur, selatan, dan barat berbatasan langusng dengan Kabupaten Malang.5
3 Ibid
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2001 tentang “Pembentukan Kota Batu”.
5 Kajian Akademis RTRW Kota Batu 2010-2030 Op.cit, hlm. I-8
2
Kota Batu terletak sekitar 100 km dari Kota Suarabaya dan 15 km dari Kota Malang,
serta berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Akses transportasi menuju
Kota Batu baik dari Kota Surabaya dan Kota Malang tidak sulit. Akses transportasi
tersebut dapat menggunakan pesawat udara dan transportasi darat baik kereta api
kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Dari jalur Jombang-Malang, perjalanan ke
Kota Batu melewati perbukitan yang berhawa sejuk dengan pemandangan alam yang
cukup indah dan banyak dijumpai obyek wisata. Kota Batu berada di wilayah Malang
Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu) yang banyak terdapat
potensi pariwisata. Berikut merupakan peta daerah Kota Batu:6
Gambar 4.1Peta Daerah Kota Batu
6 Ibid, hlm. III-3
3
Sumber: Diolah peneliti melalui “Kajian Akademis RTRW Kota Batu 2010-2030”
Secara umum Kota Batu dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu daerah
lereng/ bukit dengan perbandingan lebih luas dan daerah daratan. Luas kawasan Kota
Batu secara keseluruhan adalah sekitar 19.908,72 ha atau sekitar 0,42% dari total
wilayah Jawa Timur. Secara administrarif Kota Batu terdiri 3 kecamatan yaitu
Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo. Dari 3 kecamatan
tersebut terbagi lagi atas20 desa, 4 kelurahan, 231 RW, dan 1.092 RT.7
Kota Batu terbagi menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan
Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo terbagi menjadi 20 desa 4 kelurahan. Dengan daerah
7 Ibid, hlm. IV-2
4
pegunungan yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya memiliki panorama alam
yang indah dan berudara sejuk. Kondisi ini menarik minat masyarakat lain untuk
mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai
daya tarik tersendiri. Pembagian daerah adminisrtratifnya adalah sebagai berkikut:8
Tabel 4.1Data Kecamatan dan Desa di Kota Batu
Kota Batu
No Kecamatan BatuKecamatan
BumiajiKecamatan
Junrejo1 Desa Oro-Oro Ombo Desa Bulukerto Desa Beji2 Desa Pesanggrahan Desa Bumiaji Desa Dadaprejo3 Desa Sidomulyo Desa Giripurno Desa Junrejo4 Desa Sumberejo Desa Gunungsari Desa Mojorejo5 Kelurahan Ngaglik Desa Pandanrejo Desa Pendem6 Kelurahan Sisir Desa Punten Desa Tlekung
7Kelurahan Songgokerto Desa Sumbergondo Desa Torongrejo
8 Kelurahan Temas Desa Tulungrejo -
9 -Desa Sumber Brantas -
Sumber: diolah dari Kajian Akademis RTRW Kota Batu 2010-2030
4.1.3 Topografi dan Klimatologi
Keadaan topografi Kota Batu berupa bukit, gunung, jurang terjal, dan daerah
daratan dengan ketinggian antara 600 DPL sampai dengan 3000 DPL (diatas
permukaan laut). Dengan wilayah mayoritas dataran tinggi agak curam-curam
terutama di wilayah Kecamatan Bumiaji. Sebelah barat dan utara Kota Batu
merupakan daerah ketinggian yang bergelombang, berbukit dan pegunungan,
sedangkan daerah timur dan selatan Kota Batu merupakan daerah yang relatif datar
meskipun berada pada ketinggian 800m dari permukaan laut. Diantara gunug-gunung
8 Ibid, hlm. IV-6
5
yang ada di Kota Batu, ada tiga gunung yang dikenal, yaitu Gunung Panderman
(2.010m), Gunung Welirang (3.156m), dan Gunung Arjuno (3.339m).
Ditinjau dari keadaan klimatologinya, sebagai daerah yang topografinya
sebagian besar wilayah perbukitan, menjadikan Kota Batu terkenal sebagai daerah
yang dingin dengan memiliki suhu minimum 17,9o – 20,6o celcius dan suhu
maksimum 25,2o – 27,9o celcius. Kondisi perbukitan dan pegunungan dengan
pemandangan alam yang indah serta udara sejuk dan dingin di Kota Batu mendukung
sebagai daerah wisata. Secara umum keadaan geologi atau tanah di Kota Batu
merupakan wilayah yang subur untuk pertanian, karena jenis tanahnya merupakan
endapan dari sederetan gunung yang mengelilingi Kota Batu.
Penggunaan lahan yang terdapat di Kota Batu masih didominasi oleh
peruntukan hutan, yaitu mencapai 6.523, 67 Ha. Hal ini mengingat lahan di Kota Batu
sebagian besar berupa kawasan hutan lindung yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan ekologi perkotaan. Peruntukan lahan terbesar selanjutnya adalaj
digunakan untuk pertanian dan perkebunan yag mencapai 5.047,57 Ha. Hal ini dapat
terlihat dari besarnya kontribusi sektor pertanian baik pertanian tanaman pangan
maupun pertanian holtikultura terhadap pendapatan asli daerah Kota Batu. Untuk
lebih jelasnya mengenai penggunaan lahan di kota Batu dapat dilihat pada Tabel 4.2.9
Tabel 4.2 Penggunaan Lahan Di Kota Batu (Ha)
No. Kecamatan Peruntukan LahanSawah Lain-lain/ Bukan sawah Jumlah
1. Batu 727,00 3.818,81 4.545,81
9 Dari dokumen Bappeda Kota Batu dalam “Revitalisasi Data dan Statistik 2010”, diunduh dari:file:///F:/skripsi/Data%20Bappeda/BPS%202016%20data%202015/Kecamatan-Batu-Dalam-Angka-2016.pdf, hlm. 4
6
2. Junrejo 1.109,00 1.456,02 2.565,023. Bumiaji 825,00 11.972,89 12.797,89
Jumlah 2.661,00 17.247,72 19.908,72Sumber: Diolah peneliti, Revitalisasi Data dan Statistik 2010, Bappeda Kota Batu
4.1.4 Kondisi Demografi
Dilihat dari kondisi demografinya pada tahun 2009 Kota Batu dihuni
sebanyak 206.980 jiwa yang terdiri dari 104.419 jiwa penduduk laki-laki (50,45%)
dan 102.651 jiwa penduduk perempuan (49,55%) dengan tingkat kepadatan 1.040
orang/km2. Data tersebut jika dibagi per kecamatan dengan luas wilayahnya meliputi
Kecamatan Batu dihuni sebanyak 97.881 penduduk demgan tingkat kepadatan 2.153
orang/km2, Kecamatan Junrejo dihuni 50.447 penduduk dengan tingkat kepadatan
1.967 orang/km2, dan Kecamatan Bumiaji dihuni sebanyak 58.562 penduduk dengan
tingkat kepadatan 458 orang/km2. Kepadatan penduduk paling besar berada di
Kecamatan Batu yang merupakan wilayah pusat kota. Presentase dapat dilihat dalam
tabel dibawah ini.10
Tabel 4.3 Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan per Kecamatan.
Kecamatan LuasWilayah
Presentase Penduduk Presentase Kepadatan
Batu 45,46 22,83 98.497 47,27 2.167Junrejo 25,65 12,88 50.732 24,35 1.978Bumiaji 127,98 64,28 59.137 28,38 4Kota Batu 199,087 100,00 208,366 100,00 1.046,608Sumber: Diolah peneliti, Revitalisasi Data dan Statistik 2010, Bappeda Kota Batu
4.2 Visi Misi Kota Batu
10 Ibid, hlm. 21
7
Visi Kota Batu adalah sebagai sentra pertanian, pariwisata, dan pendidikan
ditopang SDM, SDA, yang didayagunakan secara optimal, terkendali dengan
pemerintahan kreatif inovatif bersih bagi seluruh rakyat.11
Tabel 4.4Visi Kota Batu
Kota Batu sebagai Sentra PertanianUtama HoltikulturaProgram 1. Pengembangan perdagangan hasil pertanian
2. Penguatan industi pertanian (agro industri)Tujuan Memperkuat ekonomi kerakyatan berbasis pertanianKota Batu sebagai sentra pariwisataUtama 1. Penambahan ragam objek atraksi wisata
2. Dukungan sarana, prasarana, dan unsur penunjang wisata yangmemadai
Tujuan12 1. Memperluas lapangan pekerjaan untuk mengatasi pengangguran2. Meningkatkan pendapatan warga3. Meningkatkan PAD sektor pariwisata4. Membangun sekaligus secara stimulant dalam 5 tahun5. Berbagai jenis kegiatan atau tujuan wisata yang spektakuler
sehingga Kota Batu bisa tampil sebagai sebuah “Jagad Wisata”atau kawasan “Mega Wisata”
6. Selain pengelolaan kekayaan alam, berbagai jenis wisata lainperlu disuguhkan sehingga tercipta kawasan wisata serba ada“hypertourism”, termasuk kegiatan kesenian dan menciptakanevent internasional sesering mungkin.
7. Perlu dilontarkan semboyan sensational: “Batu Sentral Wisata”.Kota Batu sebagai Sentra PendidikanTujuan 1. Meningkatkan kapabilitas SDM Kota Batu menjadi jalur
pendidikan.2. Membentuk sekolah unggulan bertaraf nasional bahkan
internasional, khususnya sesuai karakteristik Kota Batu dalamilmu pertanian, pariwisata, dan kerajinan.
3. Meningkatkan jumlah mutu (kualifikasi akademik dan
11 Dari http://website.batukota.go.id/statis-2-visi-dan-misi, dalam “Visi dan Misi”, diakses pada 17Juli 2017 pukul 13:26 WIB
12 http://website.batukota.go.id/statis-2-visi-dan-misi, dalam “Visi dan Misi”, diakses pada 17 Juli 2017 pukul 13:26 WIB
8
profesionalitas) dan kesejahteraan tenaga pendidik.4. Memberikan jaminan sosial lewat pendidikan gratis.
Sumber: Diolah peneliti melalui: http://website.batukota.go.id/statis-2-visi-dan-misi
Pengelolaan Pemerintahan: Kreatif-Inovatif-Bersih
1. Kreatif dan inovatif adalah kata kunci bagi pengembangan daerah terlebih
dengan makin kuatnya kompetisi antar daerah sejak era otonomi daerah.
2. Pemerintah yang berwibawa dan bersih dari KKN (Good Government).
Misi Pengembangan Kota Wisata Batu:13
1. Mendayagunakan SDM, SDA, dan SDB secara optimal dan terkendali sebagai
unsur internal pembangunan kota Mandiri.
2. Mengoptimalkan investasi swasta nasional dan swasta asing sebagai unsur
eksternal untuk beragam bidang usaha yang potensial dan prospektif.
3. Merevitalisasi aparatur pemerintah dan menjalankan roda Pemerintah Daerah
secara kreatif, inovatif, dan bersih dari KKN guna mengoptimalkan pelayanan
publik.
4. Meningkatkan posisi dan peran Kota Batu dari:
Kota Pertanian menjadi Sentra Pertanian
Kota Wisata menjadi Sentra Wisata
Menjadikan Kota Batu sebagai Kota Pendidikan, secara bertahap dan
berkelanjutan diitngkatkan menjadi Sentra Pendidikan Pertanian.
5. Akselerasi pembangunan sektor fisik.
13 Dari http://website.batukota.go.id/statis-2-visi-dan-misi, dalam “Visi dan Misi”, diakses pada 17 Juli 2017 pukul 13:26 WIB
9
6. Penataan ruang kota secara menyeluruh dengan mengedepankan
keseimbangan ekosistem.
7. Menjalin berlangsungnya kehidupan keagamaan yang didasari azas toleransi.
8. Menciptakan politik demokratis.
4.3 Kondisi Pariwisata Kota Batu
Industri pariwisata merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Kota
Batu. Adanya sector pariwisata ini dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Batu melalui tempat-tempat wisata yang ada di Batu dan sarana-sarana
akomodasi seperti hotel, motel, dan lain sebagainya. Wilayah Kota Batu merupakan
wilayah yang memiliki panorama yang indah dan sejuk serta mempunyai spesifikasi
khusus yaitu dikelilingi Gunung Panderman, Gunung Banyak, Gunung Welirang,
Gunung Bokong sehingga wilayah ini berpotensi sebagai daerah wisata. Hal tersebut
menjadikan banyaknya wisatawan lokal maupun wisatawan asing yang berkunjung ke
Kota Batu.14
Grafik 4.1Data Kunjungan Wisatawan
14 Revitalisasi Data dan Statistik 2010 Op.cit, hlm. 17
10
Sumber: Diolah peneliti, Revitalisasi Data dan Statistik 2010, Bappeda Kota Batu
4.3.1 Potensi Agrowisata di Kota Batu
Berdasarkan hal tersebut, maka rencana kegiatan agrowisata yang
dikembangkan di Kota Batu bertujuan untuk mengamati pola kehidupan dan ikut
serta dalam kegiatan masyarakat di sektor pertanian buah apel, jeruk, dan tanaman
hias. Kota Batu memiliki potensi yang besar dalam bidang agrowisata. Letak
geografis yang strategis dan sangat mendukung untuk pengembangan lokasi objek
agrowisata. Dengan kondisi alam yang subur dan sejuk, wilayah Kota Batu dapat
ditanami berbagai macam sayuran dan buah-buahan yang dijadikan sarana wisata
alam. Wisatawan juga dapat memetik buah sendiri sehingga dapat menikmati buah
segar langsung dari pohon. Ada beberapa wisata agro yang ada di Kota Batu seperti:15
1. Agro Kusuma, terletak di kelurahan Ngaglik Kecamatan Batu. Di sini terdapat
bermacam-macam jenis buah, misalnya apel, strawberi, jeruk, serta berbagai
15 Dari dokumen Bappeda. “Studi Potensia Investasi Pariwisata dan Pertanian Kota Batu”, hlm. VI-22
11
macam sayuran. Disini pengunjung dapat memetik sendiri buah dan sayur
yang akan dibeli sehingga masih segar langsung dari pohon. Tersedia juga
restoran, taman bermain, serta toko-toko yang menjual souvenir khas Kota
Batu.
2. Agro Pertanian, berlokasi di Desa Punten dan Desa Bumiaji menawarkan
wisata petik apel, petik jeruk, dan petik sayur mayur. Selain itu wisatawan
juga akan mendapatkan pengetahuan tentang tata cara budidaya tanaman,
perawatan, dan lain sebagainya.
3. Agro Bunga Sidomulyo, merupakan desa binaan dari Dinas Pariwisata dan
Dinas Pertanian dalam pengembangan dan pembudidayaan tanaman bunga.
Desa ini merupakan sentra penghasil Bunga di Kota Batu.
Potensi agrowisata di Kota Batu meliputi holtikultura buah apel dan jeruk.
Holtikultura apel di Kota Batu memusat di Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji dan
sebagian terdapat di Tlekung Kecamatan Junrejo. Sedangkan untuk holtikultura jeruk
memusat di Tlekung dan Oro-oro Ombo dengan terdapatnya pusat penelitian jeruk
Balejestro dan lahan pertanian holtikultura jeruk di Desa Bumiaji. Agrowisata
dikembangkan dengan atraksi wisata melalui integrasi dengan masyarakat yang turut
serta berpatisipasi aktif seperti kegiatan mengamati, menanam serta memetik hasil
tanaman apel dan jeruk.
Kegiatan wisata ini dapat menambah wawasan wisatawan mengenai proses
penanaman buah apel dan jeruk serta cara memetiknya. Selain atraksi wisata yang
12
ditawarkan, untuk mendukung rencana pengembangan agrowisata dan menarik minat
wisatawan untuk datang berkunjung di Kota Batu perlu didukung dengan:16
Kondisi wisata yang bersih
Kondisi tanaman holtiukultura yaitu buah apel, jeruk, dan tanaman hias perlu
dirawat agar menghasilkan produksi yang berkualitas bagus sehingga siap
jual.
Penyediaan air bersih untuk kebutuhan wisatawan ketika berada di lokasi
wisata.
Sarana penginapan yang dapat berupa home stay dan rumah makan.
Pengembangan agrowisata di Kota Batu merupakan sarana yang sangat baik
untuk pengembangan kegiatan pertanian, salah satunya melalui pemasaran produksi
hasil pertanian di kawasan obyek-obyek wisata. Beberapa rencana pengembangan
agrowisata yang mampu dikaitkan dengan kegiatan wisata adalah pada sektor usaha
tani dan sektor hilir, yaitu kegiatan pertanian pasca panen (petik buah, sayuran, dan
bunga), hasil produksi, dan hasil olahan komoditi pertanian.
4.3.2 Pengelolaan Agrowisata
Dalam pengelolaan agrowisata terdapat susunan kepengelolahan yang
mengatur jalannya teknis pengembangan kawasan agrowisata. Dalam tingkatan desa
terdapat Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) yang memiliki peran dalam menggali
potensi wisata di desa. Pokdarwis terdapat di semua desa di Kota Batu untuk
membangkitkan wisata di desa demi menunjang terwujudnya Kota Batu sebagai Kota
16 Ibid, hlm. VI-23
13
wisata. Dalam dunia pariwisata, institusi lokal hadir dalam bentuk Kelompok Sadar
Wisata (Pokdarwis).
Sebagai institusi lokal Pokdarwis mempunyai tanggung jawab terhadap proses
pembangunan pariwisata di daerahnya. Kehadiran Kelompok Sadar Wisata sebagai
institusi lokal dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata adalah sebagai
pihak yang bertanggung jawab dalam kegiatan pengelolaan atau manajerial, karena
pada dasarnya Pokdarwis memiliki kewenangan untuk mengatur setiap aktivitas
pembangunan dan pengembangan pariwisata sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
mengikutinya. Berikut skema prosedur pembentukan Pokdarwis:
Bagan 4.1Skema Prosedur Pembentukan Pokdarwis
14
Sumber: Hasil olahan peneliti 2017
Pokdarwis desa Bumiaji mengurusi seluruh wisata di Desa Bumiaji. Dari tabel
di atas dapat diketahui bahwasanya di Bumiaji sudah terdapat Pokdarwis yang
bertugas untuk menggali potensi wisata yang terdapat di Desa Punten. Pokdarwis
juga ikut memberikan saran dan dukungan terhadap jalannya pariwisata di Desa
Punten yang salah satunya adalah agrowisata. Sejauh ini sistem pengelolaanya
dengan memberdayakan segala sumber daya alam dan upaya pada kelompok usaha
tertentu dari dan untuk kepentingan penggerak ekonomi rakyat dengan model
investasi yang dapat mengelola dan menentukan sendiri baik jenis usaha, bentuk
usaha maupun hasil usaha.17 Kelompok usaha yang dimaksud disini adalah suatu
kumpulan masyarakat baik dari lingkungan dalam lingkungan luar yang bergabung
dalam suatu kelompok usaha untuk berinvestasi dalam mengembangkan dan
mengelola suatu daya tarik wisata.18
Jenis-jenis investasi yang dikembangkan diawali dengan pengembangan
potensi wilayah atas dasar kemampuan pengelolaan keuangan sendiri, kemampuan
pemerintah atau investor yang selanjutnya berkembang menjadi kelompok usaha
dengan pengelolaan keuangan mandiri. Bentuk investasi yang dapat dikelola adalah
segala sumber daya yang ada pada jangkauan kelompok usaha tersebut berbentuk
harta benda, tenaga dan keahlian yang dikonversikan pada nilai uang sebagai modal
17 Dari dokumen POKDARWIS Bumiaji dalam “Data Profit Pokdarwis Desa Bumiaji 2017”
18 Hasil olahan penjelasan dari Cahyono Hadi, selaku Ketua Pokdarwis Kec. Bumiaji.
15
usaha. Hasil usaha dari investasi masyarakat ini diperuntukkan untuk memenuhi
kebutuhan anggota kelompok pengelola agrowisata dalam hal nilai dasar, nilai
ekonomi, dan nilai hidup. Di Desa Bumiaji sendiri susunan kepengelolaan Pokdarwis
sejak tahun 2010 adalah sebagai berikut: 19
Tabel 4.5Susunan Kepengurusan Pokdarwis.
Jabatan Nama
Ketua Cahyono Hadi
Wakil Ketua Ribut Hartono
Sekretaris Zenius Prawiro
Bendahara Suwito Pamungkas
Seksi Daya Tarik Wisata:
Koordinator Dwi Agus Andriawan
- Teguh Sutarno
Anugrah Ari TrismantoSeksi Pengkajian dan Pengembangan ODTW:Koordinator Suliadi
Tatok YuliantoAhmad Sucipto
Sumber: Dioalah oleh peneliti melalui “Data profil Pokdarwis Desa Bumiaji”.
19 Dari dokumen POKDARWIS Bumiaji dalam “Data Profit Pokdarwis Desa Bumiaji 2017”
16
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kerangka Kebijakan Community Based Tourism
Gagasan mengenai community based tourism diawali pada tahun 2010 dengan
tujuan untuk mengembangkan suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan
masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaanya. Konsep pariwisata berbasis
community based tourism sejalan dengan kepariwisataan Indonesia yang dituangkan
dalam UU Nomor 10 Tahun 2009. Berdasarkan undang-undang tersebut, pariwisata
adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah.1 Menindak
lanjuti undang-undang tersebut, Pemerintah Daerah Kota Batu menciptakan beberapa
program dalam mengakomodir kegiatan pariwasata, salah satunya mengembangkan
pariwisata berbasis CBT. Dalam pariwisata berbasis CBT, arah kebijakan pemerintah
Kota Batu tertera berdasarkan perda Kota Batu Nomor 4 Tahun 2004, Visi RPJMD
Kota Batu, RTRW Kota Batu, dan Peraturan Desa Wisata.
Dalam mencapai tujuan pengembangan pariwisata sekaligus untuk
mengkamodir nila-nilai perlindungan terhadap lingkungan, Pemerintah Daerah Kota
Batu menetapkan fungsi wilayah berdasarkan: Perda Kota Batu Nomor 7 Tahun 2011
pasal 14 tentang RTRW (Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah) Kota Batu Tahun
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang “PenyelenggaranKepariwisataan”
1
2010-2030, ditetapkan berdasarkan fungsi wilayah terbagi atas 3 bagian wilayah Kota
Batu (BWK), yaitu:2
Bagan 5.1Pusat Lingkungan di Bagian Wilayah Kota Batu
Sumber: Peraturan Daerah tentang RTRW Kota Batu Tahun 2010-2030
Setiap BWK terdiri dari salah satu atau beberapa desa yang meliputi kawasan
perkotaan dan kawasan pedesaan. Masing-masing BWK direncanakan mempunyai
keterkaitan dalam jaringan kegiatan dan diarahkan secara sistematis pada
terbentuknya sistem jaringan (network system) antar BWK di wilayah Kota Batu.
Keterkaitan jaringan dan kegiatan juga diarahkanterbentuk antara kawasan pusat
perkotaan BWK satu dengan perkotaan BWK lainnya dan antara kawasan perkotaan
dengan kawasa agropolitan/ pertanian di setiap BWK. BWK III ditetapkan sebagai
pusat kegiatan pertanian dengan pengembangan bidang agrowisata sebagai pariwisata
buatan yang berbasis lingkungan.
Pariwisata berbasis community based tourism juga didukung dengan visi yang
ada di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu “Terwujudnya Kota wisata Batu
sebagai sentra pariwisata unggul”. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan memiliki 5
kebijakan utama yang disusun untuk melengkapi visi diatas, yaitu:3
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pariwisata.
2. Meningkatkan kompetensi SDM.
2 Kajian Akademis “RTRW Kota Batu Tahun 2010-2030”, hlm. V-3
3 Diolah oleh peneliti melalui Dinas Pariwisata Kota Batu, “Profil dan Arah Kebijakan Kota Batu”, hlm. III-7.
2
3. Mengembangkan desa/ kelurahan menjadi daya tarik wisata yang berbasis
potensi dan masyrakat (CBT).
4. Membangun hubungan kerjasma yang baik dengan stakeholders pariwisata.
5. Melakukan promosi pariwisata secara berkelanjutan.
Dengan adanya lima misi diatas, membuktikan bahwa agrowisata menjadi salah satu
konsentrasi proyek Pemerintah Daerah dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Batu. Hal tersebut juga didukung dengan penjelasan dari Bapak Syaiful selaku Kabid
Pengembangan Produk Pariwisata:4
“sebenarnya untuk agrowisata sendiri, kebijakan yang mengatur itu murnimengambil dari rencana kepariwisataan Kota Batu. Melalui visi RPJMDKota Batu 2012-2017, dimana fokus pada pertanian organik dengandidukung pariwisata bertaraf internasional, perda kota batu sendiri, danjuga kebijakan Tata Ruang Wilayah dengan ada pembagian Bagian WilayahKota (BWK). Bumiaji menjadi pusat dari bidang pertanian dan jugamengembangkan wisatanya melalui agrowisata dan desa wisata. Dalampengembangannya untuk mengatur agrowisata dan desa wisata itu sendiridiautur dalam perdes di tiap-tiap desa.”
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan regulasi kebijakan mengenai
kegiatan agrowisata masih belum terlihat secara jelas. Namun jika mengacu pada
kebijakan pemerintah pusat mengenai penyelenggaran pariwisata, bisa dikatakan
bahwa kegiatan pengembangan agrowisata merupakan salah satu dari program
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang menitik beratkan pada kepekaan
terhadap lingkungan alam. Peneliti mencoba memaparkan arah kebijakan agrowisata
Kota Batu sebagai berikut:
4 Hasil wawancara dengan Bapak Syaiful sub Bidang Pengembangan Produk Pariwisata seksi Obyek Daya Tarik wisata pada hari Kamis, 8 Agustus 2017 pukul 10.55
3
Bagan 5.2 Arah Kebijakan Agrowisata Kota Batu
Sumber: Diolah oleh peneliti 2017.
Jika dikaitkan dengan teori peran Pemerintah Daerah terdapat tiga peran
pokok yang dijalankan oleh pemerintah daerah, yakni peran pengaturan, peran
pelayanan umum, dan peran pemberdayaan. Dalam pembahasan kerangka kebijakan
di atas, peran Pemerintah Daerah Kota Batu termasuk dalam tugas pokok peran
pengaturan yakni pemerintahan dengan membuat peraturan perundang-undangan
untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Pemerintah Daerah Kota Batu
sebagai aktor utama dalam pembuat kebijakan mengenai jalannya pariwisata di Kota
Batu. Namun, peneliti belum menemukan kebijakan secara makro dan khusus dari
Pemerintah Daerah Kota Batu untuk mengatur kegiatan agrowisata. Dasar hukum
untuk mengelola kegiatan agrowisata belum memenuh pariwisata berbasis CBT di
Kota Batu.
5.2 Peran Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS)
Kelompok sadar wisata merupakan salah satu komponen dalam masyarakat
yang memiliki peran dan kontribusi penting untuk membentuk kesadaran masyarakat
akan pembangunan pariwisata di daerahnya. Undang-undang No 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa Kelompok Sadar Wisata dapat dipahami
sebagai kelompok yang tumbuh atas inisiatif dan kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi aktif memelihara dan melestarikan berbagi obyek wisata dan daya tarik
4
wisata dalam rangka meningkatkan pembangunan pariwisata di daerah tempat
tinggalnya.5
Pada tahun 2010, melalui Petaruran Kementrian kebudayaan dan Pariwisata
No. PM.04/UM.001/ MKP.08, mengeluarkan peraturan tentang sadar wisata,
kemudian disusul SK Walikota Batu tentang tim pembina dan kepengurusan
POKDARWIS desa/ kelurahan Kota Batu. Kemudian disetiap desa diharuskan
membuat POKDARWIS untuk mengelola objek wisatanya sendiri, seperti yang ada
di Desa wisata Punten dan Desa Bumiaji. Seperti yang dijelaskan Bapak Mustakim,
selaku Kabid Humas Dinas Pariwisata Kota Batu:6
“iya, jadi ada peraturan Menteri pariwisata mengenai itu. Jadi dibentukmelalui musyawarah juga ada SK walikota Batu, kita membentuk kalau tidaksalah tahun 2010, musyawarahnya kita ya di Batu sana.” Itupun juga wacanadari pemerintah kota agar tiap desa di Kota Batu masing-masing memilikPokdarwis sendiri.”
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Bapak Cahyono, selaku ketua Pokdarwis Desa
Bumiaji:7
“Jadi begini mas. Agar maju suatu daerah itu harus mempunyai pusatpendidikan, industri, dan pariwisata. Menurut kami Bumiaji bisa untukmembangun sektor pariwisatanya. Tapi untuk menjadikan sebuah daerahpariwisata, syarat mutlaknya mempunyai objek wisata mas. Maka dari itukami membentuk Agrowisata dan desa wisata sebagai daya tarik utamawisata, karena disini potensi alamnya sangat luas terutama lahan pertanian.Sebenarnya awalnya kami bukan pokdarwis, tapi kami Komunitas Petani diBumiaji, kemudian mengembangkan sayap ke dunia pariwisata dengan
5 Undang-undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
6 Hasil wawancara dengan Bapak Mustakim selaku sub Bidang Humas Dinas Pariwisata danKebudayaan Kota Batu pada hari Rabu, tanggal 6 September 2017 pukul 10.15
7 Hasil wawancara dengan Bapak Cahyono Hadi selaku Ketua Pokdarwis Bumiaji pada tanggal hariSelasa, 26 September 2017 pukuk 10.00
5
merintis desa wisata, lalu pada tahun 2010 dari Dinas Pariwisata Kota Batumembentuk Pokdarwis Bumiaji, hingga sekarang.”
Berdasarkan wawancara diatas, Pokdarwis merupakan bentukan dari Pemerintah Kota
Batu, berawal dari perkumpulan kelompok tani kemudian melalui peraturan menteri
tahun 2010 tentang sadar wisata akhirnya terbentuklah Kelompok sadar wisata
(Pokdarwis).
Kategori keanggotaan Pokdarwis harus sesuai dengan mata pencaharian/
bidang profesi yang terlibat dengan bidang pariwisata, seperti pelaku wisata,
pengusaha UMKM, seniman, petani, dan wiraswasta. Pokdarwis anggotanya
merupakan masyarakat di setiap desa itu sendiri. Berikut wawancara yang dilakukan
oleh peneliti dengan Bapak Syaiful selaku Bidang Bidang Pengembangan Produk
Pariwisata seksi Obyek Daya Tarik Wisata: 8
“tugas yang dilakukan Pokdarwis tersebut mempromosikan desanya masing-masing dalam hal pariwisata untuk meningkatkan pendapatan masyarakat daridesanya tersebut, mengawasi berjalannya kegiatan pariwisata yang diadakandi desa dan menaungi kegiatan-kegiatan pariwisata yang berlangsung di desa.”
Adapun peran Kelompok Sadar Wisata dalam pengembangan potensi pariwisata Di
desa Bumiaji untuk memperkenalkan, melestarikan, dan memanfaatkan potensi
pariwisata. Bumijai memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, maka dari itu
sebagai penggerak pariwisata mempunyai tanggung jawab terhadap keadaan
pariwisata di Desa Bumiaji. Potensi pariwisata yang dimiliki Desa Bumiai tentunya
harus dikelola dan dikembangkan sehingga dapat menjadi sebuah objek wisata yang
8 Hasil wawancara dengan Bapak Syaiful sub Bidang Pengembangan Produk Pariwisata seksi Obyek Daya Tarik wisata pada hari Kamis, 8 Agustus 2017 pukul 10.55
6
menarik sehingga dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Tujuan
dibentuknya Kelompok Sadar Wisata Bumiaji untuk mengangkat potensi wisata dan
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Peran Pokdarwis Bumaji juga
terkandung dalam Rencana Program Kerja Pokdarwis Bumiaji 2016-2030:
1. Konsolidasi Organisasi
2. Penyusununan program kerja Pokdarwis
3. Identifikasi potensi dan pengembangan wisata desa
4. Peningkatan SDM pengurus Pokdarwis
5. Optimalisasi eksistensi obyek wisata desa.
6. Rekruitmen dan Pelatihan Pemandu wisata desa
7. Peningkatan Ekonomi masyarakat dari sektor pariwisata
Peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan
memerlukan berbagai upaya pemberdayaan (empowerment), agar masyarakat dapat
berperan lebih aktif dan optimal serta sekaligus menerima manfaat positif dari
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan untuk peningkatan kesejahteraannya.
Masyarakat sebagai subyek atau pelaku pembangunan, mengandung arti, bahwa
masyarakat menjadi pelaku penting yang harus terlibat secara aktif dalam proses
perencanaan dan pengembangan kepariwisataan, bersama-sama dengan pemangku
kepentingan terkait lainnya baik dari pemerintah maupun swasta. Dalam fungsinya
sebagai subjek atau pelaku masyarakat memiliki peran dan tanggung jawab untuk
bersama-sama mendorong keberhasilan pengembangan kepariwisataan di
wilayahnya.
7
Dalam kelancaran kegiatan perlu adanya dukungan sarana prasarana dan dana
operasisonal, dikarenakan pembentukan Pokdarwis awalnya dari SK walikota Batu
dan sekarang dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, maka pemerintah daerah
seharusnya memiliki konsekuensi logis untuk mengalokasikan dana operasional,
karena selama Pokdarwis di bentuk minim sekali dana yang diberikan dari
pemerintah daerah, yang ada hanya janji yang sulit untuk terealisasi. Akibatnya peran
Pokdarwis bisa dibilang masih belum maksimal dalam menjalankan tugasnya untuk
menggali dan mengakomodir potensi wisata lokal.
5.3 Pengembangan Kawasan Agrowisata Berbasis CBT
Dalam pengembangan kawasan agrowisata di Kota Batu, salah satu upaya
yang dilakukan Pemerintah Kota Batu adalah menjadikan beberapa desa yang dapat
dikembangkan sebagai sentra agrowisata dalam mengembangkan kawasan agrowisata
yaitu Desa Bumiaji, Desa Punten, dan Desa Tulungrejo. Masing-masing desa
tentunya memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda dalam pengembangannya.
Tabel 5.1Jenis Kawasan Agrowisata di Kota Batu
No.
Lokasi Agrowisata Komoditas Unggulan
1. Desa Bumiaji Buah-buahan (apel dan jambu) dan makampesarehan Mbah Wastu.
2. Desa Punten Kampung wisata Kungkuk (Home stay, petik buahjeruk, ronda malam, trail adventure, wisatakesenian, wisata berkuda, sekolah alam, campingdan out bound area).
3. Desa Tulungrejo Desa Wisata, petik bunga dan strawberrySumber: Diolah oleh peneliti, 2017
8
Peran Pemerintah Kota Batu sangatlah penting dalam mengembagnkan
kawasan agrowisata. Kegiatan pengembangan agrowisata berbasis komunitas/ CBT
ditetapkan oleh Pemerintah Kota Batu terpusat di Desa Bumiaji. Dimana potensi
utama yang dimiliki oleh kawasan agrowisata di Desa Bumijai adalah kedaan alam
dengan pemandangan yang indah. Selain itu, kegiatan agrowisata ini
mengendepankan kearifan lokal masyarakat desa dengan ditunjang potensi alam,
lingkungan, dan budaya yang memang telah dimiliki oleh Desa Bumiaji. Potensi alam
di Bumiaji dapat dirasakan oleh seluruh wisatawan yang berkunjung, hal ini ditunjang
dari letak dari Bumiaji yang berada di daerah perbukitan tinggi sehingga wisatawan
dapat menilai pesona alam yang ada disekitar Kota Batu, serta hawa sejuk yang
menyelimuti kawasan ini.
Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan
pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat, sehingga
dapat megurangi arus urbanisasi uang semankin meningkat saat ini. Manfaat yang
diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan
teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/ masyarakat sekitar lokasi
wisata. Upaya pengembangan agrowisata secara garis besar mencangkup aspek
pengembangan sumber daya alam, promosi, dukungan sarana dan prasarana dan
kelembagaan.
5.3.1 Program Pelatihan SDM (Sumber Daya Manusia)
Sumber daya manusia yang terlatih sangat berperan dalam keberhasilan
pengembangan agrowisata. Kemampuan pengelolaan agrowisata dalam menetapkan
target sasaran dan menyediakan, mengemas, menyajikan paket-paket wisata serta
9
promosi yang terus menerus sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat menentukan
keberhasilan dalam mendatangkan wisatawan. Pengembangan kualitas SDM biasanya
dilakukan dalam bentuk pelatihan-pelatihan khusus, namun kenyataan yang terjadi,
pemerintah daerah dan desa kurang aktif dalam mengadakan pelatihan guna
meningkatkan pengetahuan tentang agrowisata ke masyakarakt lokal. Peran
Pemerintah Kota Batu dalam hal ini melalui Pemdes dan Pokdarwis pernah
mengadakan pelatihan tetapi sifatnya tidak rutin dan karena kendala keterbatasan
dana menjadi faktor utama keterbatasan pemerintah desa untuk mengadakan
pelatihan.
Pelatihan-pelatihan agrowisata di Desa Bumiaji sendiri biasanya dilakukan
atas inisiatif para pelaku wisata itu sendiri, dari pihak pemerintah desa hanya
memfasilitiasi seperti di balai desa. Pelatihan yang pernah dilakukan diantaranya
pelatihan menjadi guide professional, pelatihan tentang penataan homestay kemudian
juga pernah mendatangkan dari pemilik produk Baboon T-Shirt dan direktur CV
Bintang Bersinar Malang untuk mengadakan pelatihan tentang menumbuh
kembangkan jiwa kewirauhaan (souvenir/cinderamata) untuk menunjang pariwisata.
Selama pelatihan tersebut, peserta bisa mengikuti dengan baik mesukipun ada
beberapa peserta yang terlambat hadir.9
Walaupun pelatihan jarang dilakukan untuk mengambangkan kemampuan
SDM di Desa Bumiaji, hal tersebut tidak menjadi kendala yang berarti ketika objek
wisata di Bumiaji kedatangan wisatawan. Jika ada wisatawan dalam jumlah banyak,
9 Diolah oleh peneliti melalui “Penjelasan dari Cahyono Hadi selaku Ketua POKDARWIS DesaBumiaji”, pada hari Rabu, 26 September 2017 pukul 10:15 WIB
10
dari pihak pelaku wisata biasanya melibatkan karang taruna Desa Bumiaji untuk
melayani tamu. Melakukan penjemputan tamu, mengantarkan sampai ke lokasi
wisata, menyediakan homestay, hingga tamu tersebut pulang biasanya warga lokal
yang tergabung dalam karang taruna ikut serta membantu. Berikut penjelasan dari
Bapak Cahyono Hadi selaku Ketua POKDARWIS Desa Bumiaji:10
“Karang taruna disini nggak sebatas warga lokal yang asala ditunjuk untukmelayani tamu, tetapi memang mereka sudah tergabung dalam HPI(Himpunan Parwisata Indonesia) dan BGC (Batu Guide Comuunity), dimanalatar belakang mereka memang sudah di training dan mempunyai bekaldalam bidang pariwisata sesuai dengan standar pariwisata.”
Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa dalam pengembangan kawasan agrowisata
berbasis CBT di Kota Batu salah satunya upa yang dilakukan pemerintah daerah
maupun desa adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia.
5.3.2 Meningkatkan Potensi Agrowisata Melalui Penguatan Promosi
Kegiatan promosi merupakan kunci dalam mendorong kegiatan agrowisata.
Informasi dan pesan promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti melalui
leaflet, booklet, pameran, cinderamata, mass media (iklan atau media audiovisual),
serta penyedia informasi pada tempat publik (hotel, restoran, bandara, dan lainnya).
Salah satu metode promosi yang dinilai efektif dalam mempromosikan objek
agrowisata adalah kepada calon konsumen/wisatawan untuk datang dan menentukan
pilihan sehingga wisatawan merasa nyaman. Kegiaatan promosi ini sangat penting
karena akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah wisatawan yang datang, di
10 Hasil wawancara dengan Bapak Cahyono Hadi selaku Ketua POKDARWIS Bumiaji pada hariRabu, tanggal 26 September 2017 pukul 10:58.
11
Bumiaji promosi dilakukan dalam 2 cara yakni promosi secara langsung maupun
tidak langsung.
Dalam pengembangan agrowisata di Bumiaji, promosi secara langsung yang
dilakukan yaitu menjalin kerjasama dengan pihak tour and travel, restoran maupun
perhotelan. Mengingat wisatawan yang datang ke Kota Batu, hal ini tentu merupakan
salah satu langkah cemerlang untuk menarik wisatawan dalam jumlah besar. Tetapi
kenyataanya tidak semudah itu seperti pernyataan Cahyono Hadi selaku Ketua
POKDARWIS Bumiaji:11
“Pembangunan agrowisata demi peningkatan yang lebih baik nggak semudahyang dibayangin, usaha promosi sering kali dilakukan melalui tour leader/biro perjalanan, tapi pihak tersebut tidak hanya sekedar membawa tamumasuk tapi juga ada fee-nya. Misalnya tiket masuk dipatok harga Rp.17.500,- pasti dijual dengan harga Rp. 25.000,-, Selain itu wisatawan yangberwisata ke desa sebagain besar kalangan menengah ke bawah denganbudget minim, jika tiket masuk kemahalan itu jadi salah satu kendalasusahnya menarik wisatawan.
Berdasarkan pernyataan diatas, jelas membuktikan bahwa usaha promosi yang
dilakukan sudah maksimal, akan tetapi kendala-kendala eksternal yang ada
menyebabkan susahnya menarik tamu untuk berwisata ke desa dengan harga yang
sudah dipatok oleh pelaku wisata di Bumiaji.
Selain promosi melalui biro perjalanan, hotel dan restoran, promosi langsung
juga dilakukan dengan cara mulut ke mulut (world of mouth) Promosi wisata dengan
cara ini merupakan promosi yang paling murah dan bisa dikatakan cukup efektif
karena adanya keterlibatan langsung dalam berinteraksi sehingga orang lebih mudah
11 Hasil wawancara dengan Bapak Cahyono selaku Ketua POKDARWIS Bumiaji pada Hari Selasa,tanggal 26 September 2017 pukul 10:58.
12
percaya dengan cerita yangi didengarkan dari pengunjung sebelumnya berdasarkan
pengalaman saat datang ke lokasi wisata yang dikunjunginya. Seperti apa yang
disampaikan oleh Rakhmad Hardianto, salah satu pengelola agrowisata terkait
promosi wisata melalui world of mouth, sebagai berikut:12
“Di Bumiaji biasa e dihadiri baik dari lembaga Pendidikan, sekolah ataupunkelompok-kelompok tertentu dalam jumlah yang terorganisir yang inginberwisata ke salah satu lokasi, missal dari kelompok yang ingin melakukanobservasi atau sekedar berwisata itu kita biasanya minta bantuan untuk ikutpromosikan Desa Agrowisata Bumiaji ke kerabat dan lingkungan asal mereka.Selain itu, Desa Bumiaji juga terkadang menjadi tempat tujuan mahasiswamelakukan KKN dengan jumlah yang tidak sedikit. Nah hal tersebut juga bisamenjadi salah satu cara promosi yang efektif dan tidakk membutuhkan dana.”
Selain cara promosi langsung, promosi dalam upaya mengembangkan
agrowisata Bumiaji juga dilakukan secara tidak langsung. Promosi secara tidak
langsung biasanya dilakukan melalui media cetak maupun media sosial. Media cetak
yang dimaksud yaitu membuat brosur atau selebaran terkait dengan potensi
agrowisata Pembuatan brosur pernah dilakukan oleh Desa Bumiaji sebagai salah satu
promosi secara tidak langsung. Brosur ini biasanya dibagikan kepada pengunjung
agrowisata, juga pernah dibagikan dalam kegiatan Jatim Fair Desa Bumiaji
mengikuti pameran Jatim Fair tersebut.13 Isi dari brosur tersebut menggambarkan
secara umum potensi-potensi agrowisata Desa Bumiaji secara singkat, prestasi yang
pernah diraih Desa Bumiaji serta peta menuju lokasi Desa Agrowisata Bumiaji.
12 Hasil wawancara dengan Bapak Rakhmad Hardianto selaku pelaku Wisata Agro Bumiaji pada hariRabu, tanggal 6 September 2017.
13 Diolah oleh peneliti melalui “Penjelasan dari Rakhmad pelaku Wisata Agro Bumiaji pada hariRabu, tanggal 6 September 2017.
13
Potensi-potensi agrowisata di Bumiaji juga pernah dimuat dalam Koran Jawa
Pos pada tahun 2015, dalam koran tersebut disebutkan beberapa obyek wisata di
Bumiaji lengkap dengan harga tiket masuk serta keadaan desa agrowisata Bumiaji
sampai pada saat ini. Dengan dimuatnya, berita mengenai potensi agrowisata yang
ada di Bumiaji secara tidak langsung juga turt andil dalam upaya promosi
mengenalkan daya Tarik wisata yang ada di desa. Karena pada kenyataanya sekarang,
wisatawan yang datan ke Kota Batu sebagian besar lebih tertarik dengan obyek
wisata buatan yang sekarang banyak dibangun. Padahal destinasi wisata di desa juga
tidak kalah menarik dengan suasana pedesaan yang asri dan nyaman akan menambah
kenyamanan tamu yang datang. Harapannya, dengan dimuatnya berita tentang potensi
agrowisata di kotan dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Desa
Bumiaji
Selain pembuatan brosur dan berita di koran, promosi secara tidak langsung
juga dilakukan melalui media sosial seperti facebook, twiter, dan youtube. Dalam
media sosial tersebut menampilkan obyek dan daya tarik wisata Bumiaji yang patut
untuk dikunjungi jika berlibur ke Kota Batu. Promosi melalui media sosial
merupakan salah satu cara promosi wisata yang paling berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah wisatawan. Promosi melalui media sosial tidak menghasbiskan
biaya yang mahal tetapi mempunyai dampak yang besar mengingat di era globalisasi
seperti sekarang ini, internet merupakan media yang tidak asing lagi bagi masyarakat
luas dan sifatnya sangat mudah diakses. Dengan adanya tampilan tersebut maka akan
mempermudah wisatawan yang akan mencari info tentang obyek dan destinasi wisata
di Desa Bumiaji.
14
5.3.3 Perbaikan Dukungan Sarana dan Prasrana
Kehadiran wisatawan juga ditentukan oleh kemudahan-kemudahan yang
diciptakan, mulai dari pelayanan yang baik, kemudahan akomodasi dan transportasi
sampai kepada kesadaran masyarakat sekitarnya. Upaya menghilangkan hal-hal yang
bersifat formal, kaku, dan menciptakan suasana santai serta kesan bersih dana man
merupakan aspek yang perlu diciptakan. Pengembagnan agrowisata di Bumiaji sangat
memperhatikan sarana dan prasarana yang ada untuk mendukung kenyamanan
wisatawan yang datang. Tidak hanya sebatas menambah sarana dan prasarana akan
tetapi para pelaku wisata juga berusaha untuk memperbaiki sarana dan prasarana
yang awalnya masih bersifat menyusahkan menjadi nyaman bagi tamu yang datang.
Dukungan sarana dan prasarana yang dibuat dalam pengembangan agrowisata
di Bumiaji inti tidak berlebihan, sesuai dengan social culture yang semestinya ada di
pedesaan. Para wisatawan yang datang merasa aman dan nyaman, jika panas
wisatawan tidak kepanasan dan jika hujan wisatwan tidak kehujanan. Apabila
wisatawann yang datang dalam jumlah besar membawa beberapa bus, tempat parkir
di sediakan beberapa basecamp khusus yang sudah disiapkan. Di Bumiaji sendiri
masjid juga banyak untuk tempat beribadah bagi tamu muslim.
Jika wisatawan berlibur dalam jangka waktu lebih dari sehari, Desa Bumiaji
menyediakan homestay yang dilakukan dengan memanfaatkan rumah warga untuk
difungsikan menjadi sebuah penginapan yang disertai dengan persyaratan
kelengkapannya. Persyaratan kelengkapan yakni wisatawan membawa kartu keluarga
(KK)/ KTP untuk menjaga keamanan. Karena semakin banyaknya wisatawan yang
datang, pemerintah desa Bumiaji tidak tahu status dari masing-masing wisatawan.
15
Sistem homestay juga tidak berfokus hanyan satu rumah, beberapa rumah penduduk
biasanya dijadikan homestay apabila wisatawan uang datang banyak. Walaupun tidak
ada hotel, dengan homestay justru wisatwan merasa lebih nyaman karena rumah-
rumah penduduk di desa kental dengan suasana pedesaan yang ramah.
Homestay merupakan salah satu tempat penginapan berupa milik
perseorangan yang sengaja disewakan kepada para wisatawan. Homestay dibuat
berasal dari rumah warga yang sudah memiliki standar yang telah ditetapkan,
biasanya rumah-rumah warga yang dijadikan homestay ini memudahkan para
wisatawan yang datang agar lebih muda berwisata.
Adanya homestay ini berawal dari masyarakat desa setempat yang berinisiatif
untuk menmberdayakan apa yang mereka miliki, salah satunya adalah tempat tinggal
mereka. Pada awalnya mereka tidak mengetahui bagaimana konsep homestay yang
baik, tetapi setelah mendapat pelatihan dan sosialisasi dari Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Batu mereka menjadi lebih paham dengan pemanfaatan homestay.
Salah satu yang harus diterapkan oleh pemilik homestay mereka dituntut untuk dapat
memberikan jamuan yang terbaik bagi para tamu wisatawan yang datang. Dengan
adanya keramahan masyrakat, tamu lebih nyaman.
Paket homestay ini sudah berjalan mulai dari tahun 2009 dengan jumlah
rumah awal yang disewakan sebanyak 15 rumah. Setelah berkembang dan memenuhi
tingkat kebutuhan wisatawan jumlah homestay meningkat menjadi sekitar 50 rumah.
Seperti yang dijelaskan Bapak Su’ud Mashuri yang mengatakan:14
14 Hasil wawancara dengan Bapak Su’ud Mashuri selaku Kaur Umum Pemerintah Desa Bumiaji padahari Selasa, tanggal 12 September 2017.
16
“Mata pencaharian masyarakat di Kec. Bumiaji mayoritas petani, namunlama-kelamaan masyarakat sini menyadari bahwa pendapatan dari hasilbertani saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, ditambah lagi apabilapanen gagal, masyarakat harus berpikir untuk mendapatkan penghasilan lain.Akhirnya mereka mencoba memberdayakan apa yang mereka punya untukdapat dijual ke wisatawan, salah satunya ya konsep homestay ini. Awalnyayang minat Cuma sedikit 15 rumah aja, namun sekarang berkembang danbertambah menjadi 50 rumah.”
Dengan penetapan paket homestay ini, telah dikemas oleh pengelola dan
penetapan standarisasi serta penetapan harga homestay melalui musyawarah dan
disepakati bersama oleh masyarkat sekitar. Fasilitas yang harus dimiliki oleh setiap
homestay standar seperti pada umumnya, yaitu ruang tamu, kamar tidur, dan kamar
mandi. Dalam hal ini Bapak Rakhmad Hardianto menjelaskan bahwa:15
“homestay yang terpenting itu kebersihan, tertib, rapi, dan nyaman mas.Terutama masalah culture/ kearifan lokal, pemilik rumah itu dituntut untukramah agar para wisatawan benar-benar dapat merasakan kehidupan desayang apa adanya dan masyarakat desa yang kental dengan budaya.”
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Rakhmad Hardianto, paket yang ditawarkan
kepada wisatawan dengan harga terjangkau. Untuk 1 kamar dapat dikenakan biaya
Rp.75.000,- per orang. Dengan harga tersebut wisatawan dapat menerima fasilitas
yang telah disediakan oleh pemilik homestay mulai dari kamar tidur, kamar mandi,
makan malam, sarapan pagi dengan menu khas warga di Bumiaji. Biasanya paket
homestay paling diminati para wisatawan karena dapat merasakan secara langsung,
tinggal di desa dan menikmati nuansa pedesaan yang masih asri.
Gambar 5.1Homestay dan Agrowisata Bumiaji
15 Hasil wawancara dengan Bapak Rakhmad Hardianto selaku pelaku Wisata Agro Bumiaji pada hariRabu, tanggal 6 September 2017.
17
Sumber: Dokumentasi peneliti 2017
Dalam pembahasan diatas, peran Pemerintah Daerah Kota Batu termasuk
dalam tugas pokok peran pemberdayaan. Peran ini untuk mendukung
terselenggaranya otonomi daerah, fungsi ini menuntut pemberdayaan Pemerintah
Daerah dengan kewenangan yang cukup dalam pengelolaan sumber daya daerah guna
melaksanakan berbagai urusan yang di desentralisasikan. Pemerintah Daerah perlu
meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintah. Dalam fungsi ini pemerintah harus memberikan ruang
yang cukup bagi aktivitas mandiri masyarakat, sehingga dengan demikian partisipasi
masyarakat di Daerah dapat ditingkatkan. Dimana masyarakat ikut andil dalam
kegiatan pariwisata berbasis CBT.
5.4 Analisis Dampak PengembanganAgrowisata Melalui Dimensi CBT
Menurut Suansri, CBT merupakan pariwisata yang merperhintungkan
ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan politik. Community Based Tourism sebagai
alat bagi pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan atau dengan kata lain
CBT merupakan alat dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan. CBT memiliki
18
kesesuaian dalam nilai/ prinsip pembangunan berkelanutan, yaitu adanya paritsipasi
masyarakat lokal, menjamin keberlanjutan lingkungan, dan peningkatan kekuasaan
komunitas yang lebih luas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 dimensi dari
5 dimensi yang dipaparkan oleh Suansri, karena ketiga dimensi tersebut sangat efektif
jika dikaitkan dengan “Pengembangan Kawasan Agrowisata Melalui Community
Based Tourism di Kota Batu.” Dimensi yang digunakan adalah dimensi ekonomi,
lingkungan, dan politik. Dalam ketiga dimensi ini, terlihat jelas bagaiman Peran
Pemerintah Kota Batu secara nyata dalam mengembangkan agrowisata berbasis CBT,
dimana melalui 3 dimensi ini dapat disimpulkan apakah pengembangan agrowisata
Kota Batu telash sesuai denganCBT atau belum sesuai.
5.4.1 Dimensi Ekonomi
Salah satu tujuan adanya pengembangan agrowisata adalah untuk
mendapatkan keuntungan bagi masyarakat sekitar. Pengembangan agrowisata
membutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah, desa, dan masyarakat
untuk saling mendukung demi perkembangan yang meningkat ke depannya. Tidak
hanya semangat kerjasama, keberhasilan suatu pembangunan juga dipengaruhi oleh
suatu aspek yang sangat konkrit yakni dana/ bantuan modal. Dana/ modal tersebut
dipergunakan untuk menjalankan pembangunan agar tetap berjalan dan semakin
menigkat perkembangannya ke depan
Salah satu tujuan adanya pengembangan agrowisata adalah untuk
mendapatkan keuntungan bagi masyarakat sekitar. Dalam pengembangan agrowisata
berbasis CBT ini keuntungan tidak hanya diberikan kepada pengelola saja, tetapi
keuntungan juga harus diberikan kepada masyarakat sekitar dan sebagian dana harus
19
dibagikan untuk pengembangan komunitas. Dana yang diberikan oleh pemerintah
digunakan untuk pembangunan infrastruktur, selain itu juga digunakan untuk
pengembangan komunitas di daerah kawasan agrowisata. Namun dalam penelitian
ini, peneliti susah untuk mendapatkan informasi dan akses mengenai anggaran yang
diberikan dari pemerintah daerah untuk pengembangan agrowisata di Bumiaji.
Peneliti hanya mendapatkan informasi dan data dari ADD (Anggaran Dana Desa) dari
pemerintah Desa Bumiaji, berikut adalah rincian ADD Bumiaji yang diperuntukkan
untuk agrowisata:16
Tabel 5.2Alokasi Penggunaan ADD Bumiaji untuk Kegiatan Agrowisata
Tahun 2012 Tahun2013
Tahun 2014 Tahun2015
Tahun2016
Rp. 2.500.000,-Penambahanfasilitas GrahaWisata sebagaibasecamp kegiatanagrowisata
Rp. 0,- Rp. 1.000.000,-Biaya OperasionalpenyelenggaraPokdarwis DesaBumiaji
Rp.0,- Rp.0,-
Sumber: Diolah oleh peneliti melalui Arsip Pengggunaan ADD Bumiaji Tahun 2012-2016
Berdasarkan data diatas, bantuan dana dari Pemerintah Desa Bumiaji memang
tidak setiap tahun ada, hanya ada di tahun-tahun tertentu yang dalam pemberian
modal hanya untuk operasional saja dikarenakan pemdes Bumiaji untuk saat ini lebih
fokus kepada pembangunan-pembangunan fisik dimana di tahun sebelumnya masih
belum bisa terealisasi. Dalam penggunaan dana ADD Bumiaji pada 2012, terlihat
bahwa ada poin untuk penambahan fasilitas Graha Wisata yang menjadi basecamp
16 Dari dokumen Pemdes Bumiaji dalam “Penggunaaan ADD Bumiaji 2012-2016”
20
kegiatan agrowisata sedangkan di tahun anggaran 2014 terdapat biaya operasional
penyelenggara yang ditunjukkan untuk Pokdarwis Desa Bumiaji.
Walaupun bantuan berbentuk modal/dana dari Pemdes Bumiaji dinilai kurang
untuk pembangunan agrowisata, namun ada beberapa kegiatan Pemdes dalam bidang
peningkatan produksi pertanian dan peternakan serta pengembangan industry rumah
tangga diantaranya bantuan bibit jeruk kepada kelompok tani bantuan pupuk organik
kepada kelompok tani apel, bantuan ternak kambing, bantuan mesin pellet, bantuan
tong pakan, dan bantuan alat produksi apel.17
Di Bumiaji sendiri, walaupun potensi agrowisata dimiliki oleh perseorangan
tetapi kenyataanyan masyarakat umum ikut merasakan manfaat dengan adanya
potensi agrowisata tersebut. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak Su’ud
Mashuri:18
“Pembangunan agrowisata di Desa Bumiaji sendiri sudah bisa dikatakan adildan merata, sebagai bukti yakni tidak mungkin satu pelaku wisata hanyabekerja sendirian. Contohnya yakni ketika tamu ingin berwisata ke petik apel,tidak hanya petani yang punya lahan apel yang merasakan manfaat akan tetapiwarga lain yang sekiranya mempunyai kendaraan untuk transportasi dapatdimanfaatkan untuk membantu wisatawan untuk sampai ke tempat tujuan.Sistem homestay juga tidak hanya terfokus di satu rumah warga, dicoba jugamenyebar ke beberapa rumah penduduk yang memang layak untuk ditempatitamu.”
Berdasarkan pernyataan diatas, jelas membuktikan bahwa pengembangan
agrowisata di Desa Bumiaji sudah memenuhi dimensi ekonomi bagi seluruh warga di
17 Dioalah dari penjejelasan Bapak Rakhmad Hardianto selaku pelaku Wisata Agro Bumiaji pada hari Rabu, tanggal 6 September 2017 pada pukul 11.13 WIB
18 Hasil wawancara dengan Bapak Su’ud Mashuri selaku Kaur Umum Pemerintah Desa Bumiaji padahari Selasa, tanggal 12 September 2017 pukul 10:23 WIB
21
Bumiaji. Tidak hanya itu, pemerataan dan keadilan juga dirasakan baik dari individu
yang mempunyai potensi agrowisata dengan pihak pemerintah desa Bumiaji dan biro
wisata yang telah berjasa mendatangkan wisatawan. Hal ini dibuktikan dengan
adanya pembagian hasil tiket masuk wisatawan yang dibagi merata antar petani/
pemilik lahan. Secara lebih jelas di bawah ini akan dipetakan lapangan pekerjaan
yang ada seiring pengembagan agrowisata di Bumiaji.
Gambar 5.2Lapangan Pekerjaan Melalui Potensi Agrowisata
Sumber: Hasil Olahan Peneliti 2017.
Berdasarkan gambar 5.3 diatas, dengan adanya pengembangan agrowisata
melalui CBT terbukti telah menciptakan banyak lapangan kerja baru. Selaras dengan
pendapat Kartasasmita, bahwa keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang
memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian yang dinamis
mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.19 Sesuai dengan konsep pemberdayaan
masyarakat, dalam dimensi ekonomi dikatalan berhasil karena telah mencapai
enabiling yang berarti menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang. Tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang bekerja di bidang
agrowisata, baik sebagai pemilik lahan, maupun tour guide, sebagian masyrakat lokal
juga merasakan dampak positif dalam hal ekonomi. Peningkatan pendapatan
dirasakan oleh beberapa masyarakat lokal yang memiliki warung-warung disekitar
objek agrowisata yang tersebar di beberapa desa di Bumiaji. Dengan adanya warung-
warung tersebut secara tidak langsung juga memberikan dampak positif peningkatan
19 Ginanjar. op.cit, hlm. 142
22
pendapat masyrakat lokal yang ada di Bumiaji serta juga dapat memberdayakan
masyrakat sekitar.
Memberdayakan masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Hal tersebut juga
mengurangi angka pengangguran dari masyarakat. Dengan adanya pariwisata
berbasis masyarakat, membuat masyarakat ikut terlibat dalam pengelolaaanya.
Berikut peneliti memamparkan angka pengangguran Kota Batu setelah adanya
pengembangan sektor pariwisata:20
Sumber: Diolah oleh peneliti melalui BPS 2016 dalam “Kota Batu Dalam Angka”.
Berdasarkan grafik 5.2 diatas, dengan adanya pengembangan pariwisata secara
berkelanjutan mampu memberikan dampak terhadap penurunan angka pengangguran
di Kota Batu. Di tahun 2013, angka pengangguruan total mencapai 4.562 orang,
kemudian di tahuun 2014 berkurang menjadi 2.600 orang, terakhir di tahun 2015
jumlah angka pengangguran di Kota Batu menjadi 2.421 orang. Jumlah tersebut
dihitung berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan serta seluruh
kriteria pengangguran (terbuka dan tertutup).
Paritisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata menjadi kunci
keberlanjutan sosial. Perubahan positif sosial dan ekonomi mampu menghasilkan
keuntungan berdasarkan kemampuan sendiri dan bersifat berkelanjutan. Timbulnya
pendapatan masyarakat lokal dengan adanya pengembangan pariwisata berbasis CBT
20 Dari Dokumen BPS 2016 dalam “Kota Batu Dalam Angka”, hlm. 52
23
sangat menguntungkan masyarakat sekitar daerah wisata. CBT muncul sebagai solusi
dan bisa menjadi strategi dari sebuah organisasi/ komunitas untuk mencapai sebuah
kondisi pariwisata yang lebih baik di suatu daerah. CBT menjadikan sumber daya
yang ada di sebuah destinasi wisata mudah lebih dikenal untuk kalangan luas, lebih
memberikan manfaat bagi semua kalangan, dan mampu mensejahtrahkan masyarakat
lokal yang berada di destinasi pariwisata tersebut. Keberhasilan dimensi ekonomi
juga telah sesuai dengan prinsip CBT, yaitu dibuktikan dengan terciptanya lapangan
kerja baru di sektor pariwisata, adanya adana untuk pengembangan komunitas,
timbulnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata.
5.4.2 Dimensi Lingkungan
Pengembangan suatu destinasi wisata perlu memperhatikan aspek kelestarian
lingkungan di sekitar. Dimensi lingkungan merupakan salah satu aspek penunjang
dalam pengembangan wisata. Seperti yang diungkapkan oleh Suansri:
“Lingkungan merupakan salah satu daya tarik wisata, kelestarian lingkunganagar tetap terjaga salah satunya dengan cara merawat dan mengelolalingkungan sekitar agar tetap terjaga kelestariannya adalah salah satupengelolaan pariwisata berbasis komunitas.”21
Pembangunan pariwisata di Kota Batu sedikit banyak telah membawa pengaruh besar
terhadap lingkungan. Pengembangan dan pengelolaan agrowisata meliputi objeknya
yang menyatu dengan lingkungan alam, memperhatikan kelestarian lingkungan,
perencanaan pembuatan dan pengembangannya tidak merugikan lingkungan. Nilai-
nilai konservasi yang ditekankan pada keseimbangan ekosistem dan peletakan
kemampuan daya dukung lingkungan dapat memberikan dorongan bagi setiap orang,
21 Fildzah Ainun op.cit, hlm. 337
24
untuk senantiasa memperhitungkan masa depan dan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development).
Agrowisata diharapkan dapat berguna bagi lingkungan. Kawasan agrowisata
yang memiliki areal yang luas dan ditanami berbagai jenis pohon, tanaman
holtikultura sehingga dapat mempengaruhi cuaca bahkan iklim di sekitarnya. Wilayah
kawasan hutan merupakan salah satu bagian yang mendapat perhatian dari
Pemerintah Daerah Kota Batu, karena terkait dengan kelestarian lingkungan hidup
suatu wilayah. Jika luas hutannya terus menyusut maka sumber mata air yang
berlokasi di lereng Gunung Arjuno, Panderman, Welirang, Gunung Biru sebagai
sumber mata air sungai Brantas akan ikut mati. Berdasarkan data dari BPS 2016,
sebagian besar luas kawasan hutan terluas berada di Kecamatan Bumiaji (8.644,2 Ha
atau sekitar 78 persen dari luas kawasan hutan di Kota Batu).22
Luas lahan sawah di Kota Batu tahun 2014 sebesar 2.475 Ha, yang terdiri
dari 2.086 Ha, lahan irigasi teknis, 295 Ha, lahan irigasi setengah teknis, dan sisanya
94 Ha merupakan lahan irigasi sederhana. Berdasarkan sebaran wilayah di Kota Batu,
luas lahan irigasi terbesar terdapat di wilayah Kecamatan Junrejo yaitu sebesar 1.093
Ha, urutan kedua adalah Kecamatan Bumiaji sebesar 714 Ha dan Kecamatan Batu
sebesar 668 Ha.23 Lahan sawah memiliki manfaat langsung, manfaat tidak langsung,
dan manfaat bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan penyediaan pangan,
kesempatan kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah, sarana
penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana pelestarian kebudayaan
22 Dari Dokumen BPS2016 dalam “Kota Batu Dalam Angka”, hlm. 122
23 Dari Dokumen BPS 2016 dalam “Kota Batu Dalam Angka”, hlm. 115
25
tradisional, dan sarana pariwisata di Kota Batu mencapai 17.205,60 Ha. Berikut
dijelaskan dalam tabel 5.3 mengenai penggunanaan lahan sawah dan bukan sawah:24
Tabel 5.3Luas Penggunahan Lahan Sawah Perkebunan
No. Kecamatan Sawah/ Perkebunan Bukan Sawah1. Batu 668 Ha 6.105 Ha2. Junrejo 1.093 Ha 2.456 Ha3. Bumiaji 714 Ha 8.644 Ha
Total 4.475 Ha 17.205 HaSumber: Diolah oleh peneliti melalui BPS 2016 dalam “Kota Batu Dalam Angka”
Dalam mengembangkan agrowisata, lahan perkebunan dalam bentuk sawah
merupakan aspek utama dalam kegiatan pertanian. Semakin banyaknya kegiatan
agrowisata, semakin banyak pula pemanfaatan lahan baru untuk mengembangkan
potensi agrowisata. Melalui tabel 5.3 diatas, pemanfaatan lahan untuk sawah cukup
besar untuk mengembangkan potensi agrowisata. Konvensi lahan hutan beralih fungsi
pada perkebunan dan persawahan, sehingga lahan baru guna kegiatan pariwisata
memangkas ruang terbuka RTH/ kawasan hutan untuk dijadikan area persawahan/
perkebunan, selain menggunakan lahan persawahan/ perkebunan seharusnya juga
ditanami tanaman pengganti yang sudah ditebang untuk penggunaan lahan
persawahan.
Kegiatan penggunaan lahan untuk kegunaan wisata alam terwujud dalam
Kebijakan RTRW Kota Batu 2010-2030 melalui BWK (Bagian Wilayah Kota). BWK
III sebagai kawasan pengembangan agropolitan dan agritourism dengan pusat
pelayanan di Desa Punten. BWK III Kecamatan Bumiaji meliputi wilayah
adminsitrasi Desa Pandanrejo, Desa Bumiaji, Desa Bulukerto, Desa Gunungsari,
24 Ibid, hlm. 117
26
Desa Punten, Desa Tulungrejo, Desa Sumbergondo, Desa Giripurno, dan Desa
Sumberbrantas BWK III memiliki luas wilayah 127,98 km2 merupakan bagian
wilayah kota dengan tingkat kepadatan rendah dan dinomisasi oleh kawasan
pertanian. Fungsi BWK III adalah sebagai wilayah utama pengembangan kawasan
agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam dan lingkungan serta kegiatan
agrowisata.
Buah-buahan merupakan komoditas utama dalam pengembangan agrowisata.
Komoditas pertanian buah-buahan Kota Batu sejak lama didominasi dengan buah
apel yang memang sudah menjadi ikon dari Kota Batu. Hingga saat ini jumlah
produksi buah apel mencapai 842,799 kw, paling tinggi dibandingkan komoditas
buah-buahan lain. Selain buah apel, komoditas jeruk, nangka, dan jambu biji juga
memiliki produksi yang masih relatif tinggi. Berikut produksi komditas buah-buahan
di Kota Batu:
Tabel 5.4Produksi Komoditas Buah- Buahan di Kota Batu
No Komoditi JumlahTanaman
JumlahTanaman
Produksi(kw)
Produktivitas(kg/phn)
27
(pohon) Menghasilkan(pohon)
1. Apel 2,574,852 1,974,366 842,799 17.002. Jeruk Siam/
Keprok192,385 158,066 79,033 50,00
3. Jambu Biji 57,173 15,193 3,131 20,614. Nangka 53,663 28,525 32,477 59,635. Alpukat 50,362 32,754 52,032 158,86
Sumber: Hasil olahan peneliti dari “Studi Potensi Investasi Pariwisata danPertanian Kota Batu 2017”.
Komoditas apel merupakan jenis tanaman yang paling banyak dibudidayakan
dan tersebar di Kecamatan Bumiaji dan Batu. Luas perkebunan apel terbesar, yaitu
Dusun Juggo sebesar 209,17 Ha (52,2%) dan kualitas apel terbaik berada di Daerah
Gabes, Dusun Junggo.25 Variates apelnya antara lain Apel manalagi, rome beauty
(apel batu), granny smith, anna, dan hwang llien. Rata-rata umur tanaman apel, yaitu
30-50 tahun sehingga mulai banyak dilakukan dengan memotong ujung-ujung
percabangan agar muncul tunas batang baru. Umur tanaman yang terlalu tua
berpengaruh terhadap penurunan kuantitas apel. Waktu yang dibutuhkan oleh petansi,
sejak proses pembuangan hingga pemanenan sekitar 5 bulan.26
Adapun strategi sektor pertanian tanama buah adalah Stable Growth Strategy
yaitu strategi pengembangan yang dilakukan untuk mendukung potensi yang telah
ada serta menggunakan peluang yang dapat menguntungkan.27 Teknologi produksi
apel meliputi bebrapa tahapan proses produsksi yang terdiri dari pembibitan,
25 Dari dokumen Laporan Akhir “Studi Potensi Investasi Pariwisata Kota Batu” hlm. IV-9
26 Ibid
27 Dari dokumen Laporan Akhir dalam “Penysuunan Master Plan dan Action Plan AgropolitanBatu”, hlm. III-20
28
pengolahan tanah, pemupukan, pemeliharaan dan pemanenan, untuk lebih jelasnya
dilihat pada bagan 5.3.
Bagan 5.3Teknologi Produksi Apel
Sumber: Hasil olahan peneliti 2017.
Hal diatas juga didukung dengan pendapat dari Bapak Rakhmad Hardianto selaku
pelaku agrowisata Bumiaji: 28
“Pembibitan tanaman buah yaitu untuk Apel dilakukan dengan membuatbibit apel sendiri oleh petani apel, namun ada juga bibit apel yang di beli daripenangkar ataupun toko-toko pertanian yang ada di Kecamatan Bumiaji.Untuk peralatan dan mesin produksi yang digunakan pada tanaman buahsudah semi modern, dimana peralatan tersebut dapat berupa Pranspreyeruntuk penyemprot air, mesin penggerak untuk mengolah tanah dan spreyeruntuk penyemprotan pestisida. Sumber daya energi pertanian dalam hal iniadalah tentang sumber air irigasi. Irigasi yang digunakan oleh petani apelyaitu mengandalkan aliran sungai Brantas dan jenis irigasinya pun masihtradisional.”
Berdasarkan hasil wawancara diatas, pengembangan agrowisata melalui CBT
menerapkan teknik bertanam apel secara jelas dan juga proses pengelolaanya
berdasarkan pertanian konvensional. Kondisi ini membuat sebagian besar petani apel
melakukan sistem pertanian sangat intensif dengan inputan pupuk dan pestisida kimia
yang tinggi. Sistem pertanian intensif akan mencemari lingkungan, mengambil unsur
hara dan bahan organik tanah dalam jumlah besar dan menurunkan kesuburan tanah.
Sistem pertanian intensif yang dilakukan petani dalam budidaya apel selama puluhan
tahun berdampak pada lingkungan. Dampak pada lingkungan yang ditimbulkan
28 Hasil wawancara dengan Bapak Rakhmad Hardianto selaku pelaku Wisata Agro Bumiaji pada hariRabu, tanggal 6 September 2017.
29
antara lain degradasi lahan, pencemaran udara, tanah dan air tanah. Degradasi lahan
adalah penurunan fungsi dan potensi lahan untuk mendukung kehidupan di sekitarnya
yang disebabkan oleh menurunnya kualitas tanah.
Dalam dimensi lingkungan, dapat dikatakan lingkungan dari pengembangan
kawasan agrowisata tidak sesuasi dengan prinsip CBT. Dimana dalam prinsip CBT
disebutkan bahwa dalam menunjang dimensi lingkungan perlu adanya peningkatan
kepedulian akan perlunya konservasi lingkungan. Peneliti menyimpulkan dimensi
lingkungan dinilai masih belum berhasil, hal tersebut dibuktikan di kawasan
agrowisata Bumiaji masih belum ada pusat konservasi lingkungan serta masih
banyaknya petani yang menerapkan sistem pertanian konvensional, masih belum
beralih menuju pertanian organik dan pemanfaatan alih fungsi lahan hutan menjadi
sawah dan perkebunan secara besar-besaran.
5.4.3 Dimensi Politik
Peran pemerintah sangat berpengaruh dalam suatu pengembangan suatu
pariwisata. Sesuai dengan Perda Kota Batu Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Pengembangan pusat pariwisata, dijelaskan bahwa fungsi Kota Batu yaitu sebagai
Kota Pertanian dan Pariwisata yang meliputi pengembangan daya tarik wisata dan
atraksi wisata. Pengembangan agrowisata berbasis CBT melibatkan masyarakat lokal
dengan adanya partisipasi dari masyarakat. Dalam menjalankan kewenanganya
pemerintah mempunyai beberapa upaya untuk merealisasikannya yaitu dengan
dibentuk suatu lembaga intesif. Kelembagaan intensif tersebut terdapat tim kerja atau
kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dengan stakeholder lainnya seperti swasta
maupun masyarakat. Hal tersebut mendukung teori Peran Pemerintah Daerah dimana
30
terlibatnya ketiga aktor diantaranya pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam suatu
sistem pembangunan pariwisata.
Dari sektor pemerintah diwakilkan Pemerintah Desa Bumiaji, sektor
masyarakat diwakilkan Pokdarwis dengan bekerja sama dengan masyarakat sekitar
dan kelompok tani, serta dari sektor swasta yaitu apple sun. Ketiga stakeholder
tersebut turut mendukung dengan melakukan beberapa upaya dalam pengembangan
kawasan agrowisata melalui CBT di Kota Batu. Secara lebih singkat akan
digambarkan pada bagan 5.4 dibawah ini:
Bagan 5.4Peran Aktor-Aktor dalam Pengembangan Agrowisata
Sumber: Hasil Olahan Peneliti 2017.
Berdasarkan bagan diatas, pengembangan suatu potensi wisata di Bumiaji khsususnya
agrowisata merupakan tugas dari pemerintah desa dalam pengelelolaanya melibatkan
peran aktif dari masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan agrowisata di
Bumiaji. Selain peran dari masyarakat sekitar, peran kelompok merupakan faktor
penting dalam pengembangan suatu pariwisata. Fungsi Pokdarwis sebagai aktor
utama dalam kegiatan wisata di desa adalah untuk meningkatkan partisipasi dari
masyarakat lokal dan meningkatkan kekuasaan komunitas yang lebih luas. Namun
keberadaan Pokdarwis di Bumiaji sampai saat ini juga masih belum dapat
31
memastikan posisi kelembagaan yang jelas. Sesuai dengan pernyataan Bapak Su’ud
Mashuri yang mengatakan bahwa:29
“posisi Pokdarwis di Desa Bumiaji belum jelas, pemerintah desa Bumiajisulit untuk memposisikan pokdarwis ini seperti apa. Ketika Pokdarwisdiposisikan di bawah desa tetapi Pokdarwis sendiri merupakan salah satulembaga perpanjangan tangan dari Pemerintah Kota Batu yang dimana lebihbesar wewenangnya. Namun, jika diposisikan di atas desa juga tidak bisakarena Pokdarwis bertanggung jawab ke Pemkot Batu bukan ke pemdesBumiaji. Akibatnya Pokdarwis pun masih dalam keadaaan yang bisa dibilangmati suri hingga sekarang.”
Pernyataan diatas diperkuat dengan yang disampaikan Bapak Mustakim selaku
Kepala sub Bidang Humas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu:30
“Pokdarwis memang perpanjangna dari pemerintah Kota Batu secara legalformal., tetapi saya akui memang action-nya lemah. Secara kelembagaanmemang ada di tiap desa tetapi nyatanya mati suri, anggaran menjadikendala untuk kelembagaan ini. Tetapi dari dinas terus melakukanpendampingan, harapannya Pokdarwis mampu menjalankann tupoksinyadengan baik agar mampu mendorong pembangunan agrowisata lebih majulagii nantinya.
Dari pernyataan di atas jelas menggambarkan bahwa kelompok sadar wisata
meamang ada di Desa Bumiaji, namun perannya bisa dibilang sangat kurang dalam
pembangunan agrowisata. Posisi kelembagaan dari pokdarwis sendiri di Desa
Bumiaji juga masih belum jelas, apakah posisinya di atas Pemerintah Desa Bumiaji
atau sebaliknya. Fungsi dari Pokdarwis berjalan tidak baik, karena fungsi awal
29 Hasil wawancara dengan Bapak Su’ud Mashuri selaku Kaur Umum Pemerintah Desa Bumiajipada hari Selasa, tanggal 12 September 2017.
30 Hasil wawancara dengan Bapak Mustakim selaku sub Bidang Humas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu pada hari Rabu, tanggal 6 September 2017 pukul 10.15
32
keberadaan Pokdarwis adalah untuk meningkatkan partisipasi dari masyarakat lokal.
Sampai saat ini, belum ada kejelasan maupun penyelesaian dari permasalahan posisi
kelembagaan Pokdarwis tersebut.
Jika dilihat dari dimensi politik, dapat dikatakan berdasarkan indikator
meningkatkan partisiapsi dari penduduk lokal bisa dibilang berhasil, karena dalam hal
ini kepengurusan Pokdarwis sendiri berasal dari masyarakat yang bermata
pencaharian di bidang pariwisata. CBT merupakan alat bagi pembangunan komunitas
dan konservasi lingkungan atau dengan kata lain CBT merupakan alat bagi
pembangunan pariwisata berkelanjutan. Namun pada kenyataannyaa jika untuk
mengakomodir masyarakat dengan Pemerintah Kota bisa dibilang masih belum
berhasil, karena tugas dari pokdarwis hanya memberikan laporan kepada pemerintah
kota mengenai adanya suatu potensi wisata baru. Sedangkan untuk yang
mengakomodir masyarakat mengenai permasalahan-permasalahan di bidang
pariwisata adalah melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Pencapaian prinsip
CBT dalam suatu sistem politik untuk mengembangkan pariwisata di Bumiaji masih
belum efektif diikuti peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan (dalam hal ini Pokdarwis).
33
34
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dalam pengembangan pariwisata daerah, pemerintah memiliki peran
penting dalam membuat suatu kebijakan. Penetapan Bumiaji sebagai pusat
pertanian di Kota Batu sudah sangat tepat, karena secara potensi daerah Bumiaji
berfungsi sebagai pusat kegiatan agrowisata dan agrobisinis. Pada intinya dasar
hukum dan regulasi untuk mengelola kegaiatan agrowisata dan CBT masih belum
ada secara detail. Hanya sebatas kebijakan secara luas yaitu melalui UU Nomor
20 Tahun 2009 dan Perda Kota Batu.
Pengembangan kawasan agrowisata melalui CBT melalui peningkatan
SDM, penguatan promosi, dan dukungan sarana dan prasarana. Salah satu hal
yang diupayakan untuk meningkatkan SDM masyarakat sekitar adalah dengan
diadakan nya pelatihan mengenai agrowisata, pelatihan tour guide, dan pelatihan
dalam mengolah hasil pertanian. Kegiatan promosi merupakan kunci dalam
mendorong kegiatan agrowisata. Promosi secara langsung yang dilakukan yaitu
menjalin kerjasama dengan pihak tour and travel sedangkan promosi tidak
langsung melalui media cetak maupun media sosial. Dukungan sarana dan
prasarana yang ada di dalam pengembangan kawasan agrowisata Bumiaji sudah
bisa dibilang cukup dan tidak belebihan, dengan adanya homestay wisatawan
dapat merasakan kearifan lokal masyarakat sekitar.
Dalam pengembangan agrowisata berbasis CBT ada beberapa dimensi
dalam prosesnya. Dimensi ekonomi dikatakan berhasil, karena sesuai dengan
konsep pemberdayaan masyarkat, telah mencapai enabiling yang berarti
1
menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang.
Dengan adanya pengembangan agrowisata berbasis CBT memberikan dampak
bagi masyarakat sekitar yaitu terciptanya lapangan kerja baru sehingga dapat
meningkatan pendapatan masyarakat lokal serta menurunkan angka
pengangguran.
Dlihat dari dimensi lingkungan, kelestarian lingkungan dari
pengembangan kawasan agrowisata tidak sesuasi dengan prinsip CBT. Dimana
dalam prinsip CBT disebutkan bahwa dalam menunjang dimensi lingkungan perlu
adanya peningkatan kepedulian akan perlunya konservasi lingkungan. Hal
tersebut dibuktikan di kawasan agrowisata Bumiaji masih belum ada pusat
konservasi lingkungan serta masih banyaknya petani yang menerapkan sistem
pertanian konvensional. Belum beralih menuju pertanian organik dan pemanfaatan
alih fungsi lahan hutan menjadi sawah dan perkebunan secara besar-besaran
sehingga dimensi lingkungan dianggap gagal dalam penelitian ini.
Dari dimensi politik, untuk mengakomodir masyarakat dengan Pemerintah
Daerah Kota Batu bisa dibilang masih belum berhasil, karena tugas dari
pokdarwis hanya memberikan laporan kepada pemerintah kota mengenai adanya
suatu potensi wisata baru. Posisi Pokdarwis juga tidak jelas, sebenarnya berada di
atas pemdes atau di bawah pemdes. Sedangkan untuk yang mengakomodir
masyarakat mengenai permasalahan-permasalahan di bidang pariwisata adalah
melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).
Pencapaian dimensi CBT dalam suatu sistem politk untuk
mengembangkan pariwisata di Bumiaji masih belum efektif, hal ini juga diikuti
dengan kurangnya peningkatan serta pelibatan partisipasi masyarakat dalam
2
proses pengambilan keputusan dalam secara khusus Pokdarwis. Sehingga dari
analisis ketiga dimensi tersebut, peran Pemerintah Daerah Kota Batu dalam
penerapan kebijakan pengembangan potensi agrowisata masih belum memenuhi
dimensi CBT.
3
6.2 Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan dari hasil dan pembahasan penelitian tersebut,
maka dapat dikemukakan beberapa saran kepada semua pihak yang terkait dalam
pengembangan kawasan agrowisata melalui community based tourism di Kota
Batu dalam mengembangkan pariwisatanya sebagai berikut :
1. Pemerintah Daerah Kota Batu perlu membuat regulasi khusus mengenai
kebijakan yang mengatur mengenai pelaksanaan kegiatan agrowisata,
karena selama ini belum ada regulasi secara tertulis yang dibuat oleh
Pemerintah Kota Batu. Hanya sekedar melalui visi misi Kota Batu,
RPJMD, dan perda tentang pariwisata.
2. Adanya dana yang lebih untuk mengembangkan potensi agrowisata di
Kota Batu. Karena selama ini bantuan berupa dana dari pemerintah daerah
dinilai masih kurang, padahal sektor agrowisata merupakan sektor yang
dapat menjanjikan keuntungan di Kota Batu untuk dikembangkan selain
pariwisata modern.
3. Dalam aspek pengembangan partisipasi masyarakat perlu dibenahi lagi,
pemerintah desa dan daerah lebih aktif dan tanggap dengan mengadakan
kegiatan pelatihan maupun pembinaan secara rutin kepeda para pelaku
wisata.
4. Penggunaan lahan untuk pemanfaatan lahan baru guna menciptakan
perkebunan/ sawah baru perlu didukung dengan penanaman pohon/
tanaman diluar komoditas, agar kelestarian lingkungan dapat terjaga.
4
5
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alfitri. 2011. Community Development Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: PustakaPelajar
Arikunto. 2006. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”, Jakarta: RinekaCipta.
Danim S. 2002. “Menjadi Peneliti Kualitatif”, Bandung: Pustaka Setia.
Haryanto. 1997. Fungsi-Fungsi Pemerintahan. Jakarta: Badan Diklat Depdagri
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. “Pembangunan Untuk Rakyat: MemadukanPertumbuhan dan Pemerataan”. Jakarta: Cides
Pitana, I Gde. 2009. “Pengantar Ilmu Pariwisata”, Yogyakarta: Andi Offset
Rasyid, Muhammad Ryaas. 2000. “Makna Pemerintahan, Tinjauan dari Segi Etikadan Kepemimpinan”, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.
Soemarno 2008. “Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata”, Jakarta:Erlangga.
Sugiono 2014. “Metode Penelitian Kualitatif”, Bandung: Alfabeta.
Moleong, Lexy J. 2007. “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Cetakan ketigabelas,Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mathew B. Miles, Michael Huberman, dan Johnny Saldana 2014, “Qualitative Data Analysis-Third Edition”, London: Sage Publication.
Jurnal dan Skripsi
Heru Ribawanto (2012). “Jurnal: Pengembangan Agrowisata Dengan PendekatanMasyarakat Lokal”, Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Administrasi Publik,Universitas Brawijaya, Malang.
Imron Hanas (2014). ”Jurnal: Mengembangkan Pariwisata Membangun Kota Batu2001-2012, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Jember.
Lia Hanifah dan Agung Haryono (2011). “Jurnal: Pelaksanaan PengembanganKawasan Agropolitan Kabupaten Malang. JESP- Volume 6, Nomor 2.
1
Dewi Kusuma Sari, “Skripsi: Pengembangan Pariwisata Obyek Wisata PantaiSigandu Kabupaten Batang”, Fakultas Ekonomi 2011, Univeristas DiponegoroSemarang.
Ilyas Mustafa Makarim, “Skripsi: Pengelolaan Agrowisata Berbasis Masyarakat diDesa Sidomulyo, Kota Bau”, Universitas Gajahmada 2015, Yogyakarta.
Lia Sunfianah, “Skripsi: Pelaksanaan Pengembangan Agrowisata KabupatenMalang (Studi Kasus Kecamatan Poncokusumo)”, Jurusan EkonomiPembangunan 2013, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri, Malang.
Rotua Kristin Simamora. “Peran Pemerintah Daerah Dalam PengembanganPariwisata Alam dan Budaya di Kabupaten Tapanuli Utara”. Jurnal IlmuPemerintahan dan Sosial Politik, Vol. 4, No.1. 2016.
Sri Widayanti. “Pemberdayaan Masyarakat: Pendekatan Teori”. Jurnal IlmuKesejahteraan Sosial. Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2012.
Tri Setyowati, “Skripsi: Pengembangan Agrowisata Sebagai Upaya DalamPemberdayaan Masyarakat Mangunan Kabupaten Bantul”, JurusanPengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2013,Universitas Islam Negeri Yogtakarta.
Moses Yonathan, “Skiripsi: Peranan Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kota BatuDalam Kegiatan Promosi Pariwisata Kota Batu”, Jurusan Manajemen,Fakultas Eknomi 2013, Universitas Brwijaya, Malang.
Peraturan Dan Sumber Hukum
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang KepariwisataanNasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2001 tentang PembentukanKota Batu
Undang-Undang Dasar Nomor 32 Tahun 2004 tentang “Pemerintahan Daerah”
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 7 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota Batu.
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pengembagnan PusatPariwisata di Kota Batu
Keputusan Menteri Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang“Pelayanan Umum”
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu Tahun 2010-2030.
Rancangan Peraturan Desa Bumiaji Nomor 4 Tahun 2006.
2
Dokumen
Badan Pusat Statistik (2016). Kota Batu Dalam Angka.
Bappeda Kota Batu (2014). Laporan Akhir Studi Potensi Investasi Pariwisata danPertanian Kota Batu.
Bappeda Kota Batu (2013). Rencana Induk Pegembangan Desa Wisata Kota Batu.
Bappeda Kota Batu (2013). Profil dan Araha Kebijakan Pembangunan Kota Batu.
Bappeda Kota Batu (2010). Master Plan dan Action Plan Agropolitan Kota Batu.
Bappeda Kota Batu (2010). Kajian Akademis RTRW Kota Batu Tahun 2010-2030.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu. Shining Batu, Batu Tourism Map
Profil Kelompok Sadar Wisata Kec. Bumiaji Kota Batu.
Trilogi Kota Wisata Batu, Kecamatan Bumiaji.
Internet
CNN Indonesia, “Kota Batu Buat Sektor Pertanian Jadi Atraksi Wisata Andalan”,http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170514123504-307-214707/kota-batu-buat-sektor-pertanian-jadi-atraksi-wisata-andalan/, diakses pada Selasa 2Mei 2017, 15.17 WIB.
Fata Trala, “Menyimpang Ketimpangan Kebijakan Pariwisata Batu”,http://www.forumdemokrasi.com/menyoal-ketimpangan-kebijakan-pariwisata-kota-batu/, diakses pada Sabtu 20 Mei 2017, 10.01 WIB.
Malang Voice, “Mantapkan Agrowisata, Pemkot Batu Teken MoU dengan BPPT”,http://malangvoice.com/mantapkan-agrowisata-pemkot-batu-teken-mou-dengan-bppt/ diakses pada Minggu 21 Mei 2017, Pukul 22.46 WIB.
“Profil Kota Batu“, http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/batu.pdf,diakses pada Rabu 24 Mei 2017, 12:18 WIB.
“Wilayah Administratif Kota Batu”, www.portal.batukota.go.id, diakses pada Rabu24 Mei 2017, 12:34 WIB
http://website.batukota.go.id/berita-986-pariwisata-di-batu-jadi-panutan, diakses padaRabu 24 Mei 2017, 12:18 WIB
3
Wawancara
Wawancara penelitian dengan Kasubid Pengembangan Produk Pariwisata DinasKebudayaan dan Pariwisata Kota Batu Bapak Syaiful pada tanggal 8 Agustus2017.
Wawancara penelitian dengan Bapak Mustakim selaku Kasubid Humas DinasPariwisata dan Kebudayaan Kota Batu pada hari Rabu, tanggal 6 September2017.
Wawancara penelitian dengan Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Desa Bumiaji, Bapak Cahyono Hadi pada tanggal 26 September 2017.
Wawancara penelitian dengan Pelaku Agrowisata, Bapak Rakhmad Haridanto pada tanggal 6 September 2017.
Wawancara penelitian dengan Kaur Umum Pemerintah Desa Bumiaji, Bapak Su’udMashur pada tanggal 22 September 2017.
Wawancara penelitian dengan Kabag Pariwisata dan Pertanian Badan PerencanaanPembanguan Daerah (BAPPEDA) Kota Batu, Bapak Sariono pada tanggal 8Agustus 2017.
4
Top Related