BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Usia : 56 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Cipanas
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk RS : 27 Mei 2015
Keluar RS : 30 Mei 2015
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak napas
sejak 3 bulan yang lalu, menurut pengakuan pasien sesak dirasakan
memberat jika berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi dan membaik jika
duduk, pasien juga sering terbangun karena merasa sesak dan membutuhkan
3 bantal saat tidur. Keluhan disertai dengan batuk tidak berdahak, jantung
terasa berdebar saat merasa sesak, serta badan terasa lemas sejak 1 minggu
terakhir.
Congestive Heart Failure | 1
Sejak 4 tahun yang lalu, pasien dinyatakan mengidap kencing manis
juga disertai adanya hipertensi dengan keluhan yang dialami saat itu berupa
merasa cepat pusing, lemas, jantung yang terasa berdebar, sering buang air
kecil terutama pada malam hari, peningkatan rasa haus dan merasa cepat
lapar. Pasien mengaku tidak pernah melakukan kontrol untuk memeriksakan
keadaan darah tinggi dan kencing manisnya. Keluhan mual muntah, nyeri
perut, BAK nyeri, BAB sulit tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi (+)
Riwayat kencing manis (+)
Riwayat Stroke (-)
Riwayat Penyakit dalam keluarga
Riwayat memiliki gejala serupa dalam keluarga tidak ada
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
RR : 24 x/ menit
Suhu : 36,9 oC
BB : 60 kg
TB : 150 cm
Congestive Heart Failure | 2
Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephal
Rambut : Putih, dan tidak mudah rontok.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Reflex cahaya +/+,
Pupil isokor kanan dan kiri
Hidung : Normoseptal, sekret -/-, septum tidak deviasi, pernapasan cuping
hidung -/-
Telinga : Bentuk normal, simetris, sekret -/-
Mulut : T1-T1, tidak hiperemis
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba, trakea berada di tengah,
pembesaran kelenjar tiroid (-) , tekanan vena jugularis 5 (+2).
Thoraks
P ulmo
Inspeksi : Hemitorak kanan dan kiri simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, tidak terlihat massa, kelainan kulit, ataupun pelebaran
pembuluh darah
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil kiri melemah
Perkusi : redup pada hemitorak kiri
Auskultas : Vesikular bronchial sound kanan = kiri, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Congestive Heart Failure | 3
COR
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
Batas atas jantung : ICS III linea Parasternalis sinistra
Auskultasi : HR 80x/menit, Bunyi jantung I - II reguler, Murmur (-), Gallop
(+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar dan lembut
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi : Hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar,
nyeri tekan (-), shifting dullness (-)
Genital : tidak diperiksa
Ekstremitas
Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (+)
Congestive Heart Failure | 4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap 27 Mei 2015
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMALDarah rutin
WBC 6,74 103/uL 5,2-12,4RBC 3,13 103/uL 4,2-6,1HGB 8,4 g/dL 12-18HCT 25,1 % 37-52MCV 80,1 F1 80-99MCH 26,8 Pg 27-31MCHC 33,5 g/dL 33-37RDW 16,8 % 11,5-14,5PLT 307 103/uL 150-450
Netrofil 74,9 % 40-74Limfosit 16,2 % 19-48Monosit 5,3 % 3,4-9Eosinophil 2,3 % 0-7Basophil 0,1 % 0-1,5Luc 1,2 % 0-4
Kimia klinikUreum 61,5 mg/dL 10,0-50,0Kreatinin 3,20 mg/dL 0,6-1,38
Kadar Glukosa darah sewaktu: 288 mg/dL
Congestive Heart Failure | 5
IV. RESUME
Pasien wanita 56 tahun, datang ke RSUD Arjawinangun dengan
keluhan sesak nafas memberat sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu memberat saat berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi dan berkurang saat duduk, pasien sering terbangun karena sesak
untuk itu pasien membutuhkan sekitar 3 bantal saat tidur, disertai dengan
jantung terasa berdebar, batuk tidak berdahak, serta badan terasa lemas.
Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80
x/menit, pernafasan 24 x/menit dan suhu 36,9oC. Pemeriksaan paru
ditemukan pergerakan dinding dada kiri dalam keadaan statis dan dinamis
tertinggal, fremitus taktil dan vokal kiri melemah, ronki di bagian basal
kedua lapang paru (+), dan pemeriksaan jantung ditemukan Bunyi Jantung
I-II reguler terdapat Gallop (S3) dan edema pada ekstremitas bawah kanan
dan kiri.
V. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
Congestive Heart Failure
DIAGNOSIS BANDING
Emboli paru
Pneumonia
Congestive Heart Failure | 6
VI. PENATALAKSAAN
Non Medikamentosa:
- Bed rest dengan posisi semi fowler
- Diet rendah garam
Medikamentosa
Isosorbit dinitrat 2x1 tab
Aspilet 2x1 tab
Ranitidine 1x1 tab
Furosemid 2x1 Tab
Amlodipine 1x1 tab
Glucodex 2x1
VII. RENCANA PEMERIKSAAN
- Elektrolit
- Urin lengkap
- Gula darah sewaktu
- Ureum Kreatinin
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
Congestive Heart Failure | 7
IX. FOLLOW UP PASIEN SELAMA DIRAWAT
Tanggal 28 Mei 2015, pukul 07.00 WIB
S : Pasien mengeluhkan sesak nafas, kaki bengkak, badan lemas, batuk
kering (+), pusing (+), sulit tidur dan BAK lancar
O :
Kadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmhg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 37,3oC
Kepala : Sklera ikterik -/-, Konjunctiva anemis +/+, Edema
Palpebra -/-
Leher: : tidak teraba KGB, JVP 5+(2)
Cor : BJ 1 & 2 irreguler, murmur (-), gallop (+)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki basah halus +/+,
wheezing -/-
Abdomen : : cembung, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
Extremitas : Edema extremitas superior -/-, Edema extremitas
Inferior +/+, edema extremitas +/+
A : Congestive Heart Failure
P : Bed rest
Furosemid 20 mg 2x1 Tab
Amlodipin 1x1 Tab
Glucodex 2x1
Congestive Heart Failure | 8
Tanggal 29 Mei 2015, pukul 07.00 WIB
S : Pasien merasa sesak, badan lemas, kaki bengkak, batuk kering (+), BAB (-) sejak kemarin, konstipasi (-)
O :
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,9oC
Kepala : Sklera ikterik -/-
Konjunctiva anemis +/+
Edema Palpebra -/-
Cor : BJ 1 & 2 irreguler, murmur (-), gallop (+)
Pulmo : VBS +/+, Ronki basah halus +/+, wheezing -/-
Abdomen : buncit, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
Extremitas : Edema extr. superior -/-, Edema extr. Inferior +/+,
edema extremitas +/+
A : Congestive Heart Failure
P : Bed Rest
Isosorbitdinitrat 2x1 tab
Furosemid 2x1 tab
Amlodipine 1x1 tab
Congestive Heart Failure | 9
Tanggal 30 Mei 2015, pukul 07.00 WIB
S : Keluhan sesak (+), kaki bengkak, badan lemas (+), batuk kering (+), BAB + normal, sulit tidur
O :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 36 oC
Kepala : Sklera ikterik -/-
Konjunctiva anemis +/+
Edema Palpebra -/-
Cor : BJ 1 & 2 irreguler, murmur (-), gallop (+)
Pulmo : VBS +/+, Ronki +/+, wheezing -/-
Abdomen : cembung, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
Extremitas : Edema extr. superior -/-, Edema extr. Inferior +/+,
edema tungkai +/+
A : Congestive Heart Failure
P : Bed Rest
Furosemide 2x1
Amlodipine 1x1 Tab
Glucodex 1x1
Congestive Heart Failure | 10
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal: 30 Mei 2015
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMALDarah rutin
WBC 6,35 103/uL 5,2-12,4RBC 3,0 103/uL 4,2-6,1HGB 9,12 g/dL 12-18HCT 25,1 % 37-52MCV 89,6 F1 80-99MCH 29,5 Pg 27-31MCHC 33,0 g/dL 33-37RDW 18,7 % 11,5-14,5PLT 307 103/uL 150-450
Netrofil 80,6 % 40-74Limfosit 13,1 % 19-48Monosit 2,7 % 3,4-9Eosinophil 4,9 % 0-7Basophil 0,2 % 0-1,5Luc 0,5 % 0-4
Kimia klinikGlukosa 185 mg/dL 70-150Ureum 68,7 mg/dL 10,0-50,0Kreatinin 2,38 mg/dL 0,6-1,38
Congestive Heart Failure | 11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. GAGAL JANTUNG KONGESTIF
1.1. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya
ada jika disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan
gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung
sisi kiri dan sisi kanan.1
1.2. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:1
a) Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi
b) Aterosklerosis coroner. Mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi
Congestive Heart Failure | 12
yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
c) Hipertensi sistemik atau pulmonal. Meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
d) Peradangan dan penyakit miokardium degenerative.
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
e) Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai
akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis
katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
1.3. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya
melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat
kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
Congestive Heart Failure | 13
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian
(filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh
darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan
air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.2
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan
volume darah arteri yang efektif. Hal ini merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara
waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload
akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila
keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload
Congestive Heart Failure | 14
dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.2
Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan
fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi).
Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace).
Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya
bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel
akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung
kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus
mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit
jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan
komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.3
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas
listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak,
karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO
menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan
fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun
keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan
yang telah disebutkan diatas. Mekanisme yang mendasari gagal jantung
meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan
curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah
jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana
curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.2
Congestive Heart Failure | 15
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal
jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan.3
Table 1. Grading Edema
Grad
eEdema
+1 Pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat
+2 Pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam 10-15 detik
+3 Lubang yang dalam/ 6mm, menghilang dalam 1 menit
+4 pitting sangat mendalam / 8mm, berlangsung 2-5 menit,
eksremitas dep terlalu terdistruksi
1.4. Klasifikasi gagal jantung
Gagal jantung berdasarkan manifestasi klinik:
a. Gagal jantung kanan-kiri
b. Gagal jantung high output and low output
c. Gagal jantung akut dan kronik
d. Gagal jantung forward and backward
Congestive Heart Failure | 16
Berdasarkan derajat gagal jantung menurut NewYork Heart Assosiation
(NYHA), gagal jantung dibagi menjadi:
Table 2. Derajat Gagal Jantung Menurut NYHA
Derajat Manifestasi
NYHA I
Penyakit jantung, tetapi tidak ada gejala atau keterbatasan
dalam aktivitas fisik sehari-hari, misalnya dalam berjalan
atau naik tangga.
NYHA IIGejala ringan, terdapat keterbatasan ringan dalam aktifitas
fisik sehari-hari
NYHA III
Terdapat keterbatasan fisik sehari-hari, akibat gejala gagal
jantung pada tingkatan lebih ringan, misal dalam berjala 20-
100m, dan merasa nyaman saat istirahat.
NYHA IVTerdapat keterbatasan aktivitas yang berat, gejala muncul
saat istirahat.
1.5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur
pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan
serta
derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung
kongestif, hampir selalu ditemukan:4
a) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
Congestive Heart Failure | 17
b) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
c) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium.
Table 3. Derajat Gagal Jantung Menurut Kriteria Framingham
Kriteria mayor
- Paroxysmal nocturnal
dyspnea
- Distensi vena leher
- Peningkatan vena
jugularis
- Ronki
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Bunyi jantung Gallop (S3)
- Refluks hepatojugular (+)
Kriteria minor
- Edema ekstremitas
- Batuk malam
- Sesak pada aktivitas
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Kapasitas vital berkurang
1/3 dari normal
- Takikardi (>120x/menit)
Mayor atau minor
Penurunan berat badan ≥4,5 kg dalam 5 hari terapi
Congestive Heart Failure | 18
1.6. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria klasik
Framingham: bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua
kriteria minor.
Pemeriksaan penunjang:2
a. Laboratorium rutin: darah tepi lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin,
enzim hepar, urinalisis. Pemeriksaan untuk diabetes mellitus,
dyslipidemia, dan kelainan tiroid juga penting untuk dilakukan.
b. Elektrokardiografi (EKG): pada gagal jantung, interpretasi EKG yang
perlu diperhatikan adalah ritme, ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel
kiri, ada atau tidaknya infark (riwayat sedang berlangsung). Meski
tidak spesifik, tetapi EKG yang normal dapat mengeklusi disfungsi
sistolik.
c. Rontgen thoraks: dapat menilai ukuran dan bentuk jantung serta
vaskularisasi paru dan kelainan non-jantung lain, seperti hipertensi
pulmonal, edema interstisial, edema paru).
d. Pemeriksaan fungsi ventrikel kiri: ekokardiografi 2D/Doppler, untuk
menilai ukuran dan fungsi ventrikel kiri, kondisi katup jantung, dan
gerakan dinding jantung dan melihat fraksi ejeksi.
1.7. Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan gagal jantung adalah:5
a) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja
jantung
Congestive Heart Failure | 19
b) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi
jantung dengan bahan-bahan farmakologis
c) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh
berlebihan dengan terapi diuretic diet dan
istirahat.
Terapi farmakologis 5
a) Diuretic (gol. Tiazid dan loop diuretic)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema
perifer, mengurangi gejala volume berlebihan
seperti ortophnea, paroksismal nocturnal dispnea,
menurunkan volume plasma selanjutnya
menurunkan preload untuk mengurangi beban
kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah
menurun
b) Antagonis aldosterone
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat
c) Obat inotropic
Meningkatkan kontraksi otot dan curah jantung
d) Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung
sehingga menyebabkan penurunan volume
distribusi
Congestive Heart Failure | 20
e) Vasodilator
Mengurangi preload dan afterload yang
berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung
dengan meningkatkan kapasitas vena.
f) ACE inhibitor
Mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi
dan mengurangi sekresi aldosterin sehingga
menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga dapat menurunkan retensi
vaskuler vena dan tekanan darah yang
menyebabkan peningkatan curah jantung.
Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas
sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam,
mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga
teratur.5
2. ANTIHIPERTENSI YANG PADA CONGESTIVE HEART
FAILURE
Tujuan primer pengobatan adalah mencegah kondisi
- kondisi tertentu yang menimbulkan gagal jantung,
terutama hipertensi dan atau penyakit koroner. Jika
Congestive Heart Failure | 21
disfungsi miokard sudah terjadi, tujuan pertama adalah
mengobati atau menghilangkan penyebab dasarnya, jika
memungkinkan. Jika penyebab dasar tidak dapat dikoreksi,
pengobatan bertujuan untuk mencegah terajdinya
perburukan fungsi jantung, dengan memperlambat proses
remodeling miokard sehingga dapat mengurangi mortalitas
dan mengurangi gejala-gejala gagal jantung sehingga
memperbaiki kualitas hidup pasien.5
Untuk tujuan mengurangi beban kerja jantung dapat
diberikan ACE-I dan beta bloker, untuk tujuan mengurangi
overload cairan dapat menggunakan diuretik, untuk
menurunkan resistensi perifer dengan vasodilator, dan
untuk meningkatkan kontraktilitas miokard menggunakan
obat inotropic.
Ada tiga pendekatan utama dalam terapi
antihipertensi yaitu: menurunkan curah jantung,
menurunkan volume darah dan menurunkan resistensi
perifer. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi, yaitu:
2.1. ACE inhibitor
Obat-obatan ACE inhibitor adalah segolongan obat
yang menghambat kinerja Angiotensin-Converting Enzyme
(ACE), yakni enzim yang berperan dalam sistem renin-
angiotensin tubuh yang mengatur volume ekstraseluler
Congestive Heart Failure | 22
(misalnya plasma darah, limfa, dan cairan jaringan tubuh),
dan vasokonstriksi arteri. ACE memiliki dua fungsi utama di
tubuh, fungsi pertama adalah sebagai katalisator
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II
merupakan senyawa vasokonstriktor kuat. Sedangkan
fungsi ACE yang kedua adalah sebagai pengurai
bradikinin, yang merupakan vasodilator kuat.7
Kedua fungsi ACE tersebut menjadikan ACE-I penting
perannya dalam tatalaksana hipertensi, gagal jantung, dan
diabetes mellitus tipe 2. ACE-I dapat mengakibatkan
menurunnya pembentukan angiotensin II dan menurunnya
metabolisme bradikinin, dengan demikian akan terjadi
dilasi (pelebaran) sistematik pada arteri dan vena, serta
penurunan tekanan darah arteri. Akan tetapi ACE-I, yang
juga secara langsung akan menghambat pembentukan
angiotensin II dapat menyebabkan pengurangan sekresi
aldosteron (yang dimediasi angiotensin II) dari korteks
adrenal. Hal ini mengakibatkan penurunan penyerapan
kembali air dan natrium, serta pengurangan volume
ekstraseluler.6
Golongan ACE-I diindikasikan untuk hal-hal seperti:
pencegahan kelainan kardiovaskuler, gagal jantung
kongestif, hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, pencegahan
nefropati (kerusakan ginjal) pada diabetes mellitus.
Congestive Heart Failure | 23
Seringkali ACE-I dikombinasikan dengan diuretik (biasanya
golongan thiazid) pada kasus hipertensi, dan diuretika
furosemid pada gagal jantung kronik untuk meningkatkan
kontrol simtomatik.
Terdapat 3 kelompok obat ACE-I, yang dibagi
berdasarkan struktur molekulnya, yakni:
a. Kelompok yang mengandung sulfidril, contohnya
kaptopril dan zofenopril.
b. Kelompok yang mengandung dikarboksilat,
contohnya enalapril, ramipril, quinapril,
perindopril, lisinopril, dan benazepril,
c. Kelompok yang mengandung fosfonat, contohnya
adalah fosinopril. Hendaknya obat penghambat
ACE digunakan secara hati-hati pada orang yang
mengalami kerusakan fungsi ginjal, dehidrasi, dan
hemodialisis. Efek samping yang diakibatkan oleh
obat penghambat ACE pada kurang dari 1%
pasien meliputi hipotensi, batuk, hiperkalemia,
pusing, sakit kepala, dan mual.
ACE-I diketahui dapat mengurangi mortalitas dan
morbiditas pada pasien semua pasien gagal jantung
sistolik. ACE-I menghambat perubahan Ang I menjadi Ang
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosterone. Selain itu degradasi bradikinin juga dihambat
Congestive Heart Failure | 24
sehingga kadar bradikinin dalam darah yang meningkat
dan berperan dalam efek vasodilatasi. Vasodilatasi secara
langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan
berkurangnya aldosterone akan menyebabkan eksresi air
dan natrium dan retensi kalium. Pada gagal jantung
kongestif efek ini sangat mengurangi beban jantung dan
akan memperbaiki keadaan pasien.
Indikasi. ACE-I merupakan lini pertama untuk pasien
dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun, yakni
dengan fraksi ejeksi dibawah normal (<40-45%), dengan
atau tanpa gejala. Pada pasien gagal jantung tanpa retensi
cairan, ACE-I harus diberikan sebagai lini pertama,
sedangkan pada pasien dengan retensi cairan obet ini
harus diberikan bersamaan dengan diuretik, karena ACE-I
terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif
dan dapat mengurangi resistensi insulin sehingga sangat
baik untuk hipertensi dengan diabetes, dyslipidemia dan
obesitas.
Efek samping. Hipotensi, batuk kering
hyperkalemia, rash, edema angioneurotik, gagal ginjal
akut, proteinuria, efek teratogenik. Pasien yang tidak dapat
mentolelir obat ini karena batuk kering yang ditimbulkan,
maka dapat menggunakan ARB (contoh: Losartan) sebagai
alternatif yang efektif.
Congestive Heart Failure | 25
2.2. Antagonis receptors angiotensin II
(Angiotensin Receptor Blocker,ARB)
Reseptor Ang II (ARB) terdiri dari dua kelompok besar, yaitu
reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terdapat terutama di otor polos
pembuluh darah dan di otot jantung. Selain itu terdapat juga di ginjal, otak,
dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantarai semua efek fisiologis
Ang II terutama yang berperan dalam homeostatis kardiovaskular.
Reseptor AT2 terdapat di medulla renal dan mungkin juga di SSP, tapi
sampai sekarang fungsinya belum jelas. 7
Losartan merupakan prototype obat golongan ARB yang bekerja
selektif pada reseptor AT1. Pemberian obat ini akan menghambat semua
efek Ang II, seperti: vasokonstriksi, sekresi aldosterone, rangsangan saraf
simpatis, efek sentral Ang I, stimulasi jantung, efek renal jangka panjang
berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard. Dengan kata
lain ARB menimbulkan efek seperti ACE-I tetapi karena tidak
mempengaruhi metabolism bradikardi, maka obat ini tidak memiliki efek
samping batuk kering tetapi dapat terjadi efek angioedema karena terjadi
akumulasi bradikinin dan terjadi reaksi silang antara ACE-I dengan AT1
bloker.6
Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi
frekuensi denyut jantung. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi
lipid dan glukosa darah. Losartan diabsorbsi baik melalui saluran cerna
dan absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan.
Congestive Heart Failure | 26
2.3. Diuretik
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi
gagal jantung akut yang disertai dengan overload cairan
yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema
perifer. Penggunaan diuretik dengan cepat menghilangkan
sesak napas dan meningkatkan kemampuan melakukan
aktifitas fisik. Pada pasien gagal jantung mengurangi
retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan
ekstrasel, aliran balik vena, dan tekanan pengisian
ventrikel (preload). Dengan demikian edema perifer akan
berkurang sedangkan curah jantung tidak berkurang. 7
Pada pasien seperti dengan edema perifer, diuretik
diberikan sampai terjadi diuresis yang cukup untuk
mencapai euvolemia dan mempertahankannya, untuk itu
dapat diberikan diuretik kuat (furosemide). Dosis awal
yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada gagal jantung
lanjut atau yang disertai dengan gagal ginjal. Setelah
tercapainya euvolemia, dosis diuretik harus diturunkan
sampai dosis minimal yang diperlukan untuk
mempertahankan euvolemia.
a. Diuretik tiazid. (Hidroklortiazid, Indapamid,
Klortalidon) merupakan pengobatan gagal jantung
Congestive Heart Failure | 27
yang tidak pernah digunakan untuk monoterapi,
karena efek diuresis yang lemah.
Indikasi untuk gagal jantung, tidak pernah
digunakan sebagai monoterapi karena efek
diuresis lemah, tetapi dikombinasi dengan
diuretik kuat (Furosemide).
b. Diuertik hemat kalium. Merupakan diretik
lemah (Amilorid, Triamterene), karena itu tidak
efektif untuk mengurangi volume. Obat ini
digunakan untuk mengeluarkan kalium atau
magnesium oelh ginjal dan untuk memperkuat
respom diuresis terhadap obat lain. Obat ini hanya
digunakan bila hipokalemi yang menetap setelah
awal terapi dengan ACE-I dan diuretik.
2.4. Beta bloker
Penggunaan beta bloker (bisoprolol, metoprolol, dll) untuk gagal
jantung kronik dapat memperbaiki gejala-gejala, mengurangi hospitalisasi
dan mortalitas pasien dengann gagal jantung kronik. Beta bloker bekerja
dengan menghambat efek buruk dari aktivasi simpatis pada pasien
gagal jantung. Stimulasi adrenergik pada jantung awalnya akan
meningkat tetapi aktivasi simpatis yang berkepanjangan pada jantung yang
telah mengalami disfungsi akan merusak jantung.
Congestive Heart Failure | 28
Pemberian beta bloker pada gagal jantung sistolik dapat
mengurangi kejadian iskemik miokard, mengurangi kejadian aritmia
jantung. Pemberian beta bloker direkomendasikan untuk penggunaan
rutin pada pasien gagal jantung ringan-sedang (NYHA kelas II-III)
yang stabil. Diuretik dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
Na dan air dan mencegah eksaserbasi retensi cairan yang dapat terjadi
pada awal terapi dengan beta bloker. Pada awal terapi dengan beta bloker,
dapat terjadi: retensi cairan, hipotensi, bradikardi, rasa lelah.8
Congestive Heart Failure | 29
2.5. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium menghambat influx kalsium pada
sel otot polos pembuluh darah miokard. Di pembuluh
darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi
arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan
resistensi perifer ini sering di ikuti oleh refleks takikardi
dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan
dihidropirin kerja pendek (nifedipin). Golongan
dihidropirin/DHP (nifedipin, amlodipine, felodipin,
nikardipin) bersifat vaskuloselektif dan generasi
yang baru memiliki selektivitas yang tinggi. Sifat
vaskuloselektif ini menguntungkan karena efek langsung
pada AV dan SA node yang minimal, sehingga dpat
menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi
jantung yang berarti dan relative aman dalam kombinasi
dengan beta bloker.
Indikasi. Antagonis kalsium menjadi golongan
antihipertensi golongan pertama yang efektif untuk
hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada
usia lanjut. Kombinasi dengan ACE-I, beta bloker,
metildopa. Antagonis kalsium tidak mempunyai efek
samping metabolik, baik terhadap lipd, gula darah,
maupun asam urat.
Congestive Heart Failure | 30
Efek samping. Hipotensi dan menyebabkan iskemik
miokard atau serebral akibat deplesi cairan. Edema perifer
terutama terjadi oleh dihidropiridin (nifedipin) akibat
adanya dilatasi arteriol yang melebihi dilatasi vena,
sehingga meningkatkan tekana hidrostatik yang
mendorong cairan keluar ruang interstisial tanpa adanya
retensi cairan dan garam.5
2.6. Vasodilator lain
a. Hidralazin-isosorbit dinitrat. Pada pasien gagal jantung terjadi
peningkatan aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta
edema dan meningkatkan preload jantung. Aldosteron memacu
remodelling dan disfungsi ventrikel dengan meningkatan preload.
Direkomendasikan untuk ditambahkan pada:
ACE-I dan diuretik kuat pada gagal jantung dengan
NYHA kelas III-IV
ACE-I dan beta bloker pada gagal jantung dengan infark
miokard dan tanda-tanda diabetes
b. Na nitroprusid I.V. merupakan vasodilator kuat sehingga
menurunkan preload dan afterload
c. Nitrogliserin I.V. Hanya membuat dilatasi vena, sehingga hanya
menurunkan preload jantung
Congestive Heart Failure | 31
d. Nesiritid I.V. Untuk gagal jantung dengan sesak napas saat
istirahat atau dengan aktivitas minimal. Dapat menurunkan
tekanan kapiler paru mengurangi sesak napas.
2.7. Antagonis Aldosteron
Pada pasien gagal jantung peningkatan aldosteron retensi Na dan
air edema dan meningkatkan preload jantung. Aldosteron memacu
remodelling dan disfungsi ventrikel dengan meningkatan preload
Direkomendasikan untuk ditambahkan pada:
a. ACE-I dan diuretik kuat pada gagal jantung dengan NYHA kelas
III-IV.
b. ACE-I dan beta bloker pada gagal jantung dengan infark miokard
dan tanda-tanda diabetes
Congestive Heart Failure | 32
BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis Ny.I 56 tahun, mengeluh sesak napas
memberat sejak 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan memberat saat berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi. Gejala yang dialami pasien merupakan gejala pada
Gagal Jantung Kongestif, berupa sesak napas, mudah merasa lelah, sering
terbangun karena sesak, edema pada kedua tungkai, dan pada pemeriksaan fisik
terdengar ronki di basal paru, dan terdengar suara jantung tambahan berupa gallop
(S3).
Hal ini sesuai dengan gejala Gagal Jantung Kongestif. Pada riwayat
penyakit dahulu pasien mengaku bahwa sudah 4 tahun menderita penyakit
hipertensi dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Setalah diagnosis
ditegakkan maka diperlukan perawatan untuk mengontrol tekanan darah sehingga
mencegah komplikasi serta mengobati gagal jantung yang terjadi. Untuk itu perlu
diberikan obat-obatan seperti furosemide dan kaptopril, disertai terapi non
medikamentosa seperti diet rendah garam.
Congestive Heart Failure | 33
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto BB. Gagal jantung. Dalam: Rilantono LI, Rahajoe AU, Karo-Karo S, Penyunting. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2012.
Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, SimadibrataM, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2010: 1596 – 1597.
Braunwald E. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition.[internet] New York: McGraw Hill [cited 2015 june 4]. Available from: McGraw Hill
Panggabean MM. Gagal Jantung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. III. Internal Publishing, Jakarta. 2009. Hal 1583-1585.
Price SA, Lorraine M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta. 2005. Hal. 1345-1360.
Nafrialdi. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Editor Gunawan SG. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2007. Hal. 341-360.
Adrian A. Voors J. Herre Kingma and Wiek H. Drug differences between ACE-inhibitors in experimental settings and clinical practice. Department of Clinical Pharmacology, University of Groningen, the Netherlands. 2006. Hal: 1-22.
Katzung G, Bertram M. Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition. The McGraw-Hill Company, USA. 2007. Hal. 77-79.
Gondodiputro RS. Perubahan Mendasar yang Terjadi pada Guidline Hipertensi Baru dalam Naskah Ilmiah Update in Internal Medicine. Editor Purnomowati A, Oehadian A, Dewi S. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Padjajaran, Bandung. 2014. Hal 55-67.
Congestive Heart Failure | 34
DAFTAR PUSTAKA
Congestive Heart Failure | 35
1 Siswanto BB. Gagal jantung. Dalam: Rilantono LI, Rahajoe AU, Karo-Karo S, Penyunting. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2012.
2 Braunwald E. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition.[internet] New York: McGraw Hill [cited 2015 june 4]. Available from: McGraw Hill
3 Panggabean MM. Gagal Jantung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. III. Internal Publishing, Jakarta. 2009. Hal 1583-1585.
4 Price SA, Lorraine M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta. 2005. Hal. 1345-1360.
5 Nafrialdi. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Editor Gunawan SG. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2007. Hal. 341-360.
6 Adrian A. Voors J. Herre Kingma and Wiek H. Drug differences between ACE-inhibitors in experimental settings and clinical practice. Department of Clinical Pharmacology, University of Groningen, the Netherlands. 2006. Hal: 1-22.
7 Katzung G, Bertram M. Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition. The McGraw-Hill Company, USA. 2007. Hal. 77-79.
8 Gondodiputro RS. Perubahan Mendasar yang Terjadi pada Guidline Hipertensi Baru dalam Naskah Ilmiah Update in Internal Medicine. Editor Purnomowati A, Oehadian A, Dewi S. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Padjajaran, Bandung. 2014. Hal 55-67.