PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA MELALUI BIMBINGAN
KEAGAMAAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUT THALIBIN KEC. TUGUREJO KOTA
SEMARANG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam
Oleh :
SYAIFUL ANWAR 1103033
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2008
ii
iii
PENGESAHAN
SKRIPSI
PENINGKATAN PERILKU PROSOSIAL MAHASISWA MELALUI BIMBINGAN
KEAGAAMAAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUT THALIBIN
KEC. TUGUREJO KOTA SEMARANG
Disusun Oleh:
SYAIFUL ANWAR
NIM. 1103033
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal Januari 2008
dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Anggota Penguji
Ketua Dewan Penguji Penguji I
Sekertaris Dewan Penguji
Pembimbing I Penguji II
iv
v
PERSEMBAHAN
Dengan rendah hati karya ini didedikasikan untuk :
Ayahanda H. Muhsin dan Ibunda Hj. Kiptiyah tercinta yang telah memberikan
dukungan moral dan material serta do’a yang tiada henti-hentinya hingga
terselesaikannya skripsi ini.
Kakakku Khyatun Nikmah dan adikku Inayati Mu’alamah serta sahabat
terdekatku Diandini Kurniati yang selalu memberikan dorongan, dukungan kasih
sayang dilengkapi dengan do’a hingga terlesaikannya skripsi ini.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2003 (Dul Rokim, Lek Magfiron, Gajah
Ari, Mbah Mansur, Mbah Hambali, Ali, Iman Set, Sukron, Andi, Mbak Rea,
Habni, Umi, Atun, Alfi, Pipit, Mus, Ismi) yang tidak bisa saya sebut namanya
satu persatu.
Temen-temen masjid al-Fattah “pak Darto, mas Nardi, mas Eko, kang Irwanto,
mas Abi, mbak Zanah, mbak Karni, Lia, plentus Zazan ’ ”yang tidak bisa
disebutkan satu persatu terima kasih atas bantuan dukungan kalian.
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah kerja saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan
yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan,
sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 10 Januari 2008
Syaiful Anwar NIM. 1103033
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang
wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, nabi
Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat menjadi bekal
hidup kita, baik di dunia dan di akherat kelak.
Adalah suatu kebanggaan tersendiri, jika suatu tugas dapat terselesaikan
dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi merupakan tugas yang
tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam proses
penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri.
Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya karena beberapa pihak
yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuannya, khususnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
viii
2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis beserta
setaf-setafnya yang telah memperlancar proses perkuliyahan selama penulis
menuntut ilmu.
3. Bapak Baidi Bukhori, S.Ag. M.Si selaku Kajur BPI dan Bapak Komarudin,
M.Ag., selaku Sekjur BPI Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang
selalu membimbing dan mengarahkan penulis dalam berbagai hal.
4. Bapak Drs. Machasin, M.Si dan Ibu Yuli Nur Khasanah, S.Ag, M.Hum selaku
dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak Drs. Sholikhan, M.Ag selaku dosen wali studi yang dengan tulus hati
dan kasih sayangnya membimbing penulis selama perkuliahan ini.
6. Para dosen pengajar dan staff karyawan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah mengamalkan ilmunya dan membimbing
penulis hingga akhir perkuliyahan.
7. Bapak KH. Zainal Asyiqin, KH. Mustaghfirin, KH. Abdul Kholik, Lc dan M.
Kulyubi, S.Ag Selaku pengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibin. Serta
smua pengurus pondok, terima kasih sudah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di pondok pesantren Raudlatut Thalibin.
8. Ayahanda H. Muhsin dan Ibunda Hj. Kiptiyah tercinta yang telah memberikan
dukungan moral dan material serta do’a yang tiada henti-hentinya hingga
terselesaikannya skripsi ini.
ix
9. Kakakku Khyatun Nikmah dan adikku Inayati Mu’alamah sahabat terdekatku
Diandini Kurniati yang selalu memberikan dorongan, dukungan kasih sayang
dilengkapi dengan do’a hingga terlesaikannya skripsi ini.
Atas jasa-jasa mereka, penulis hanya dapat memohon do’a semoga amal
mereka diterima di sisi Allah SWT. Dan mendapat balasan pahala yang lebih baik
serta mendapatkan kesuksesan baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Penulis
dalam hal ini juga mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Dan akhirnya penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Amin.
Semarang, 10 Januari 2008
Penulis NIM: 113033
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................................... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR.............................................................................. vii
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................................ viii
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................................…1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 5
D. Tinjauan Pustaka...................................................................................... 7
E. Metode Penelitian .................................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................................. 14
BAB II Tinjauan Tentang Peningkatan Perilaku Prososial Melalui
Bimbingan Keagamaan Islam
A. Perilaku Prososial........................................................................................17
1. Pengertian perilaku prososial............................................................. 17
2. Bentuk-Bentuk Perilaku Prososial ...................................................... 18
3. Faktor Yang Mendasari Perilaku Prososial........................................ 20
xi
B. Bimbingan Keagamaan Islam.................................................................. 25
1. Pengertian Bimbingan Keagamaan Islam ............................................ 25
2. Dasar dan Landasan Bimbingan Keagamaan Islam............................. 28
3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Keagamaan Islam ............................... 30
4. Materi dan Metode Bimbingan Keagamaan Islam............................... 34
C. Peningkatan Perilaku Prososial Melalui Bimbingan Keagamaan Islam ... 36
1. Cara Meningkatkan Perilaku Prososial.............................................. 38
2. Bentuk-Bentuk Bimbingan Untuk Meningkatkan Perilaku
Prososial............................................................................................. 41
3. Aspek-Aspek Perilaku Prososial Melalui Bimbingan Keagamaan
Islam................................................................................................... 42
BAB III FOKUS PENELITIAN
A. Gambaran Umun Lembaga Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin
Kec. Tugurejo Kota Semarang................................................................44
B. Gambaran Umum Perilaku Prososial Mahasiswa Terhadap Kegiatan
di Masyarakat..........................................................................................52
C. Gambaran Umum Tentang Bimbingan Keagamaan Islam ...................... 54
D. Gambaran Umum Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan
Islam........................................................................................................55
E. Gambaran Umum Tentang Pengaruh Bimbingan Keagamaan Islam
Terhadap Perilaku Prososial ................................................................... 57
xii
BAB IV ANALISIS TENTANG PENINGKATAN PERILAKU
PROSOSIAL MAHASISWA MELALUI BIMBINGAN
KEAGAMAAN ISALAM di PONDOK PESANTREN
RAUDLATUT THALIBIN KEC. TUGUREJO KOTA
SEMARANG
A. Peningkatan Perilaku Prososial Mahasiswa Melalui Bimbingan
Keagamaan di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo
Kota Semarang..........................................................................................61
B. Bimbingan Keagamaan Untuk Meningkatkan Perilaku Prososial............65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................72
B. Saran-Saran ...............................................................................................73
C. Penutup......................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
Syaiful Anwar (1103033). Peningkatan Perilaku Prososial Mahasiswa Melalui Bimbingan Keagamaan Islam di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang. Program strata 1 jurusan bimbingan penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang 2008. Penelitrian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan untuk mengetahui upaya peningkatan perilaku prososial mahasiswa melalui bimbingan keagamaan Islam terhadap kegiatan di masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawacara dan dokumentasi. Untuk menganalisa data digunakan tehnik analisa kualitatif deskriptif. Adapun permasalahan yang penulis angkat adalah bagaimana perilaku prososial mahasiswa yang tinggal di pondok pesantren Raudlatut Thalibin terhadap kegiatan di masyarakat, bagainmana upaya peningkatan perilaku prososial mahasiswa melalui bimbingan keagamaan Islam serta bagaimana implikasi bimbingan keagamaan Islam terhadap perilaku prososial mahasiswa di pondok pesantren Raudlatut Thalibin. Materi yang diberikan dalam bimbingan keagamaan Islam meliputi aqidah, syari’ah dan akhlak. Kemudian metode yang digunakan dalam bimbingan keagamaan Islam dalam meningkatkan perilaku prososial mahasiswa adalah metode langsung. Adapun hasil dari penelitian ini adalah menggambarkan keikut sertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan di masayarakat, serta menggambarkan adanya bimbingan keagamaan Islam dalam meningkatkan perilaku prososial yaitu melalui pengajian-pengajian yang dilakukan setiap harinya di pondok, seerta menggambarkan adanya peningkatan kepedulian terhadap lingkungan setelah mengikuti pengakian. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang serta pondok pesanten Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri, namun di dalam
proses kehidupan selanjutnya, manusia membutuhkan manusia lain di
sekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu adalah
makhluk sosial yaitu makhluk yang hidup bersama (Soekanto, 1984:48).
Dalam rangka mencapai kebutuhan hidup manusia berinteraksi dengan
lingkungan sosial. Mereka melakukan kerjasama dengan orang lain,
berteman, bersahabat, bermurah hati, simpati, atau sebaliknya mereka justru
melakukan persaingan yang ketat, mementingkan diri sendiri dan lain-lain.
Semua ini tidak lain demi mendapatkan semua yang diinginkan, tindakan
mereka kadang sesuai dengan norma sosial kadang bertentangan dengan
norma sosial. Agama dan perilaku keagamaan dianggap sebagai gejala-gejala
yang merupakan faktor yang tak tetap dan tergantung (Syamsudin, 1997:19).
Masyarakat merupakan suatu sistem sosial, yang unsur-unsurnya
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Perubahan salah satu bagian
akan mempengaruhi bagian lain, yang akhirnya mempunyai dampak terhadap
kondisi sistem secara keseluruhan (Djamari, 1993:79). Berperilaku prososial
merupakan hal yang prinsipil dalam kehidupan masyarakat, namun hal
tersebut kadang-kadang tidak dapat dicapai sesuai dengan harapan, dalam
kehidupan bermasyarakat manusia harus memilih teman dalam bergaul,
2
karena sangat berpengaruh pada tingkah laku (Zakiy al-Kaaf, 2002:131).
Hubungan antar manusia (human relation) akan tercipta serta terpelihara
dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan individu demi
terciptanya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian,
menghargai, menghormati, toleransi, menghargai pengorbanan dan peran
yang diberikan setiap individu anggota kelompok (Hasibuan, 2005:137).
Ajaran moral memuat pandangan-pandangan tentang nilai-nilai dan
norma-norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Dengan
nilai moral dimaksud suatu kebaikan manusia sebagai manusia, norma moral
adalah aturan tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik
sebagai manusia (Rostiawati, 1993:2). Dapat diketahui bahwa etika itu
menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian menetapkan hukum baik
atau buruk (Ma’ruf, 1995:3).
Syari'ah Islam mempunyai cita-cita sosial yang harus direalisasikan
dalam setiap masyarakat, sekalipun terbatas antara individu dalam suatu
lingkungan, atau pergaulan di perjalanan, pertemuan dalam rumah
peribadatan, atau bahkan perjumpaan sekilas dalam suatu seminar. Cita-cita
sosial tersebut juga harus direalisasikan dalam komunitas permanen seperti
keluarga, masyarakat mikro, masyarakat makro dalam suatu bangsa atau
bahkan masyarakat seluruhnya (Zahrah, 1994:15).
Islam sangat memperhatikan kehidupan sosial bagi para pemeluknya.
Bahkan keberadaannya telah berhasil mengangkat harkat dan martabat
manusia. Kegiatan-kegiatan yang mengandung nilai sosial senantiasa
3
dikedepankan oleh Islam. Misalnya, masalah zakat, sedekah, kehidupan
bermasyarakat maupun yang lain selalu saja mendapatkan porsi perhatian
yang tinggi, lebih-lebih dalam memberikan kesejajaran dan kesetaraan antara
pria dan wanita (Mahalli, 2002:269).
Dalam kaitannya dengan manusia adalah makhluk sosial, yang tidak
bisa hidup sendirian, maka al-Qur'an sebagai pedoman dalam pelaksanaannya
menggariskan dalam surat al-Maidah : 2 yaitu:
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah : 2)
Dalam Islam, sesungguhnya mulia tidaknya seseorang, terhormat atau
tidaknya seseorang, yang paling utama ditentukan oleh kepribadiannya dan
sumber utama kepribadian seorang muslim adalah akhlak al-Karimah yang
diajarkan Allah melalui al-Qur'an, yang diimplementasikan oleh Rasulullah
saw di dalam perilaku beliau yang telah kita peroleh melalui hadits-haditsnya
(Amin, 2005:2).
Agama sebagai sistem yang menyeluruh mempunyai ajaran dan
dorongan kepada niat batin dan nilai lahir manusia secara sekaligus dan
terpadu. Agama juga berfungsi sebagai bimbingan, tuntunan, petunjuk,
peringatan, pendorong, pembentuk motivasi hidup, pemberi solusi dan sarana
hidup tenang dan bahagia.
4
Bimbingan dan penyuluhan agama adalah segala kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang
lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan
hidupnya agar supaya orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena
timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan YME
sehingga timbul pada dirinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup saat
sekarang dan masa depan (Arifin, 1985:25). Berdasarkan konsep pengertian
bimbingan yang umum maupun yang khusus di bidang tertentu, bimbingan
keagamaan merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu agar
dalam kehidupan keagamaannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah SWT sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
(Hamka dan Rofiq, 1986:65). Karena itu harus ada usaha untuk mendidik,
membentuk dan mengarahkannya ke arah yang lebih baik, yang artinya
adalah adanya usaha untuk memperbaiki kehidupan yang nampak kurang
baik, sehingga menjadi baik (Sujanto, et.al., 2004:3).
Dari uraian tersebut, maka dalam hal ini mahasiswa juga merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat, bahkan mahasiswa juga merupakan
bagian yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dari pada masyarakat
lain, yang juga memiliki berbagai variasi teman dalam bergaul yang
berpengaruh pada sikap dan tingkah lakunya. Tingkat pendidikan yang di
peroleh mahasiswa ternyata dalam masyarakat menuntut untuk bersikap dan
berperilaku lebih baik dalam masyarakat. Sedangkan pada kenyataannya,
mahasiswa meskipun memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memperoleh
5
bimbingan, akan tetapi yang terjadi seringkali banyak dari mahasiswa yang
tetap saja bersikap anti sosial. Untuk itu mahasiswa membutuhkan bimbingan
keagamaan yang lebih baik dalam meningkatkan perilaku prososialnya di
masyarakat. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk meneliti
upaya peningkatan perilaku prososial mahasiswa melalui bimbingan
keagamaan di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota
Semarang.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan
yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku prososial mahasiswa yang tinggal di Pondok
Pesantren Raudlatut Thalibin kec. Tugurejo Kota Semarang terhadap
kegiatan di masyarakat.
2. Bagaimana upaya peningkatan perilaku prososial mahasiswa melalui
bimbingan keagamaan di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kec.
Tugurejo Kota Semarang.
3. Bagaimana implikasi bimbingan keagamaan terhadap perilaku prososial
mahasiswa di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo
Kota Semarang.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dari penelitian ini adalah :
6
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa perilaku prososial mahasiswa di
Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang
terhadap kegiatan di masyarakat.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana upaya peningkatan
perilaku prososial mahasiswa melalui bimbingan keagamaan di Pondok
Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang.
3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana implikasi bimbingan
keagamaan terhadap perilaku prososial mahasiswa di Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang.
Adapun hasil penelitian ini diharapkan agar bermanfaat, baik secara
praktis maupun teoritis:
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan peningkatan perubahan
perilaku mahasiswa yang lebih sesuai dengan masyarakat. Khususnya
meningkatkan perilaku prososial mahasiswa Fakultas Dakwah.
2. Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori
bagi pengembangan ilmu bimbingan konseling Islam dan memperluas
cakrawala pengetahuan tentang peningkatan perilaku prososial
mahasiswa melalui bimbingan keagamaan bagi peneliti khususnya dan
mahasiswa Fakultas Dakwah pada umumnya.
7
D. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan telaah pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil
beberapa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini, di
antaranya adalah :
Skripsi “Peran Pondok Pesantren Washilatul Huda Dalam
Mengembangkan Sikap Sosial Santri di Desa Bugangan Taman Gede Kec.
Gemuh Kab. Kendal” oleh Mukti Ali,. 2001. pada penelitian ini
mengemukakan tentang pengembangan sikap sosial di pondok pesantren
Washilatul Huda. Dalam skripsi ini juga membahas, metode pengembangan
sikap sosial di pondok pesantren Washilatul Huda dalam mengembangkan
sikap sosial santri. Hasil dari penelitian skripsi ini adalah ada pengaruh yang
signifikan pondok pesantren di dalam mengembangkan sikap sosial,
khususnya pondok pesantren Washilatul Huda desa Bugangan Taman Gede
Kec. Gemuh Kab. Kendal.
Skripsi “Efektifitas Bumbingan Keagamaan Terhadap Perubahan
Ahlaq Pada Santri Pimpinan K.H. Amin Budi Harjono” oleh Yusriyah, 2004.
pada penelitian ini mengemukakan tentang upaya merubah ahlaq santri
menjadi ahlaqul karimah dengan menggunakan berbagai metode dalam
berbagai bimbingan keagamaan.
Disamping dua skripsi tadi penulis juga menggunakan telaah pustaka
dari skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan Dan
Implikasinya Terhadap Sikap Sosial Anak Di Panti Asuhan Yatim Piatu
Darul Hadlanah Kendal” oleh Isroiyah , 2006 dalam sekripsi ini membahas
8
tentang upaya-upaya pembinaan agama dalam membentuk sikap sosial serta
implikasi dari pembinaan tersebut terhadap sikap sosial anak dalam
masyarakat.
Disamping tiga skripsi tadi penulis juga menggunakan literatur buku
Psikologi Sosial, Adryanto (1994), yang diterbitkan oleh Erlangga dalam
buku ini membahas tentang bentuk-bentuk perilaku prososial dan anti sosial
yang di lakukan oleh manusia setiap hari, serta membahas tentang metode-
metode hubungan antara manusia yang sesuai dengan norma yang ada di
masyarakat.
Dari ketiga skripsi yang saya jadikan telaah pustaka, yang
membedakan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan saya lakukan
adalah, bahwa penelitian yang akan saya lakukan memfokuskan pada
bimbingan keagamaan yang dilakukan di pondok pesantren Raudlatut
Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang dalam meningkatkan perilaku
prososial mahasiswa, yaitu perilaku sosial yang sesuai dengan norma
kemasyarakatan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, secara holistic dan dengan cara deskriptif dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006:6).
9
Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan pendekatan
yang diharapkan mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan
komprehensif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan sosiologis, sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan
tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai
gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu
fenomena sosial dapat dianalisa dengan faktor-faktor yang mendorong
terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang
mendasari proses tersebut (Nata, 2000:38-39).
Dalam penelitian ini alasan penulis menggunakan pendekatan
sosiologis dikarenakan pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat. Berkaitan dengan penelitian
ini adalah kehidupan mahasiswa yang tinggal di Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang dalam masyarakat,
terutama dalam berperilaku prososial di masyarakat.
2. Definisi Konseptual dan Operasional
a. Definisi Konseptual
Perilaku prososial adalah perilaku yang menguntungkan
penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya
(Baron dan Byrne, 1994:408).
Bimbingan keagamaan adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar dalam kehidupan keagamaannya senantiasa
10
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Faqih, 2001:61).
b. Definisi Operasional
Perilaku prososial yang dimaksud dalam skripsi ini adalah
perilaku seorang individu yang sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dalam
masyarakat, yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi seperti dermawan, persahabatan menolong
kerjasama, menyelamatkan dan kerjasama.
Bimbingan keagamaan dalam penelitian ini yang dimaksud
adalah proses pemberian bantuan oleh seseorang kepada orang lain
dalam rangka mengarahkan perkembangan kepribadian manusia sesuai
dengan hakikatnya agar menjadi insan kamil, dalam rangka mencapai
tujuan akhir kehidupannya yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dengan kata lain, tujuan yang ingin dicapai dalam pemberian bimbingan
keagamaan ini adalah perkembangan kepribadian manusia yang sesuai
dengan ketentuan dan peraturan Allah SWT.
3. Data dan Sumber Data
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden
maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk statistik
atau dalam bentuk lainnya (Subagyo, 1991:87). Dalam penelitian ini yang
dijadikan data adalah perilaku prososial mahasiswa dengan indikator:
dermawan, persahabatan, menolong, kerjasama, menyelamatkan dan
pengorbanan. Dan data yang kedua adalah bimbingan keagamaan di
11
Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang,
dengan indikator: pembimbing (kyai), terbimbing (mahasiswa), materi
(akidah, syari’ah, akhlak) dan metode. Termasuk di dalamnya adalah
daerah sekitar, letaak geografis serta monografi Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang.
Sumber data adalah dari mana data diperoleh (Ari kunto, 2002:107).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dan sumber data sekunder. Dalam hal ini yang dugunakan sebagai
sumber data primer adalah Kyai, pengurus Pondok Pesantren dan
mahasiswa yang tinggal di pondok pesantren Raudlatut Thalibin Kec.
Tugurejo Kota Semarang.
Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat
pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitian (Azwar,
1998:91). Dalam hal ini yang menjadi sumber data sekunder adalah segala
sesuatu yang memiliki kompetensi dengan masalah yang menjadi pokok
dalam penelitian ini, baik berupa manusia maupun barang. Termasuk
didalamnya, tokoh masyarakat serta masyarakat sekitar pondok pesantren
Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang.
4. Sampel
Dalam penelitian ini menggunakan purposive sample atau sampel
bertujuan. Maksud sampling dalam penelitian ini adalah untuk menjaring
sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Tujuannya
adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang
12
unik serta menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan
teori yang muncul (Moleong, 2004:224). Oleh sebab itu dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan sampel bertujuan. Sampel bertujuan ini
ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan,
dimulai dari pengambilan satu sampel kemudian makin lama makin banyak
sesuai dengan informasi yang diperlukan.
5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini memuat
dua kategori yaitu: pertama. Field research atau penelitian lapangan.
Metode ini penulis gunakan untuk mendapatkan data primer dan sekunder
dalam penelitian ini. Untuk melakukan field research selanjutnya penulis
melakukan langkah-langkah pengumpulan data dengan menggunakan
teknik sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Metode observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang
fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan pengamatan (Kartono,
1996:157). Observasi yang peneliti gunakan adalah observasi
nonpartisipan, yaitu prosedur yang dengannya penulis mengamati
tingkah laku orang lain dengan keadaan alamiah, tetapi peneliti tidak
melakukan partisipasi terhadap kegiatan di lingkungan yang diamati.
Metode ini digunakan untuk mengamati aktifitas di pondok pesantren
Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang.
13
b. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
(Moleong, 2006:186). Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dalam hal ini
sebagai pewawancara adalah penulis. Dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan yaitu Kyai,
pengurus Pondok, Masyarakat dan mahasiswa yang tinggal di Pondok
Pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel atau berupa catatan transkip buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998:236). Metode ini
digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan
peningkatan perilaku prososial mahasiswa melalui intensitas bimbingan
keagamaan di Pondok Pesantren raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kota.
Semarang.
Pengumpulan data yang kedua yaitu : library research atau riset
kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan
penelusuran terhadap buku dan macam-macam tulisan yang berkaitan
dengan penelitian (Sangarimbun dan Efendi, 1987:45). Pengumpulan
data secara library research ini digunakan sebagai penunjang
kelengkapan data dalam penelitian ini.
14
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikan dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
Setelah data terkumpul, kemudian dengan dikelompokkan dalam satuan
kategori dan dianalisis secara kualitatif (Moleong, 1999:103). Adapun
metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif deskriptif.
Analisis kualitatif deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematik
fakta dan karakteristik bidang-bidang tertentu secara faktual dan cermat
dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena (Arikunto,
1998:245).
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam rangka menguraikan pembahasan masalah di atas, maka peneliti
berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan
lebih terarahkan mudah dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelum memasuki bab pertama, maka penulisan skripsi diawali
dengan bagian yang memuat: Halaman Judul, nota pembimbing, pengesahan,
motto, persembahan, pernyataan, kata pengantar dan daftar isi.
Bab pertama adalah pendahuluan, bab ini berisi tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,
metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab kedua adalah tinjauan tentang peningkatan perilaku prososial
mahasiswa melalui bimbingan keagamaan Islam. Sub bab pertama perilaku
prososial yang menjelaskan tentang pengertian perilaku prososial, bentuk-
15
bentuk perilaku prososial, dan faktor yang membentuk perilaku prososial.
Sub bab kedua tentang bimbingan keagamaan Islam yang menjelaskan
tentang pengertian bimbingan keagamaan, dasar dan landasan bimbingan
keagamaan, tujuan dan fungsi bimbingan keagamaan Islam, materi dan
metode bimbingan keagamaan Islam. Sub bab ketiga tentang peningkatan
perilaku prososial melalui bimbingan keagamaan Islam.
Bab ketiga adalah fokus penelitian sub bab pertama tentang gambaran
umum pondok pesantren Raudlatut Thalibin. Yang menerangkan tentang
sejarah berdirinya, visi dan misi, letak geografis, status pondok pesantren,
struktur susunan pengurus.. Sub bab kedua tentang gambaran umum perilaku
prososial mahasiswa terhadap kegiatan di masyarakat. Sub bab ketiga tentang
gambaran umum bimbingan keagamaan Islam. Sub bab ke empat tentang
gambaran umum pelaksanaan bimbingan keagamaan Islam dan sub bab
kelima tentang gambaran umum pengaruh bimbingan keagamaan Islam
terhadap perilaku prosososial.
Bab keempat, merupakan analisis tentang peningkatan perilaku
prososial mahasiswa melalui bimbingan keagamaan di Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin Kec Tugurejo Kota Semarang. Sub bab pertama berisi
tentang perilaku prososial . Sub bab kedua berisi tentang upaya peningkatan
perilaku prososail mahasiswa melalui bimbingan keagamaan dan sub bab
ketiga berisi tentang implikasi bimbingan keagamaan terhadap perilaku
prososial
16
Bab kelima, merupakan penutup yaitu bab terakhir yang berisi tentang
kesimpulan, saran-saran, penutup, daftar pustaka, lampiran-lampiran, biodata
penulis.
17
BAB II
TINJAUAN TENTANG PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL
MAHASISWA MELALUI BIMBINGAN KEAGAMAAN
A. Perilaku Prososial
1. Pengertian Perilaku Prososial
Sedangkan pengertian tentang perilaku prososial antara lain
adalah perilaku yang menguntungkan orang lain atau penerima tetapi
tidak mempunyai keuntungan yang jelas bagi pelakunya (Baron dan
Byrne, 1994:120).
Lebih lanjut menurut Baron dan Byrne (1994), proses transisi
tuntutan sosial (eksternal) ke dalam tuntutan pribadi (internal) ini orang
harus memiliki kesempatan untuk mengambil bagian dalam aktivitas
sosial atau kelompok, karena hanya memiliki aktivitas kelompok inilah
orang dapat belajar dan memahami hal-hal yang menjadi harapan atau
tuntutan kelompok. Melalui aktivitas kelompok orang dapat mengetahui
hal yang benar dan salah, dan mengapa yang benar harus dilakukan
sedang yang salah harus dihindari.
Berkaitan dengan perilaku prososial dalam al-Qur’an dijelaskan
dalam surat Al-Imran:112
18
Artinya: Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian ) dengan manusia. ( Qs. Al-imran: 112).
Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengertian perilaku prososial adalah perilaku yang
memandang nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai tersebut memberikan
konsekuensi yang positif bagi si penerima baik dalam bentuk materi
fisik maupun psikologis, tetapi keuntungan tersebut belum tentu di
dapat oleh pelakunya secara jelas, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perilaku prososial lebih terkait dengan internal reward yang
berupa perasaan puas. Dalam perilaku prososial tersebut terdapat
beberapa unsur, yaitu dermawan, persahabatan, menolong, kerjasama,
menyelamatkan dan pengorbanan (Adryanto, 1994:48).
2. Bentuk-Bentuk Perilaku Prososial dan Anti Sosial
Hubungan antar manusia (human relation) akan tercipta serta
terpelihara dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan
individu demi terciptanya kepentingan bersama yang didasarkan atas
saling pengertian, menghargai, menghormati, toleransi, menghargai
pengorbanan dan peran yang diberikan setiap individu anggota
kelompok. Ajaran moral memuat pandangan-pandangan tentang nilai-
nilai dan norma-norma moral yang terdapat di antara sekelompok
19
manusia. Dengan nilai moral dimaksud suatu kebaikan manusia sebagai
manusia, norma moral adalah aturan tentang bagaimana manusia harus
hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.
a. Bentuk- Bentuk Perilaku Prososial
1. Dermawan adalah memberikan bantuan berupa materiel kepada
seseorang dengan ikhlas (Ali Daud, 2000:376).
2. Persahabatan adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang
mau menemani saat suka dan duka, mau membantu dikala
keadaanmu sulit serta selalu berkumpul denganmu (Zakiy
Abdullah, 2002:134).
3. Menolong adalah tindakan suka rela yang dilakukan seseorang
atau sekelompok orang tanpa mengharapkan imbalan (Adryanto,
1994:47).
4. Kerjasama adalah hubungan antara dua orang atau lebih untuk
mendapatkan tujuan yang sama yang saling menguntungkan dan
pihak yang diajak kerjasama tidak merasa dirugikan (Adryanto,
1994:114).
5. Menyelamatkan adalah suatu tindakan yang terpuji yang dapat
menyelamatkan orang lain (Adryanto, 1994:55).
6. Pengorbanan adalah suatu tindakan yang lebih mengutamakan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi (Baron dan
Byrne, 2003:120).
20
b. Bentuk-Bentuk Perilaku Anti Sosial
Sedangkan pengertian perilaku anti sosial adalah perilaku
yang merugikan orang lain yang tidak sesuai dengan kehidupan di
masyarakat seperti melukai orang lain, kekerasan, pembunuhan
dan pemukulan (Adryanto, 1994:3).
3. Faktor Yang Membentuk Perilaku Prososial
Ada berbagai hal yang mendasari sikap sosial bagi manusia,
yang dalam artian (pengadaptasikan diri manusia terhadap lingkungan
sekitar), yang mana ia tinggal dan berkelompok serta berkomunikasi
dengan lingkungannya. Bagi manusia, lingkungan yang dekat adalah
lingkungan sebagai tempat ia bermukim yang sedikit banyak
mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya (Anikie, 1994:56).
Ada berbagai faktor yang membentuk watak dan sifat serta
kepribadian seseorang sehingga mengakibatkan seseorang itu menjadi
terpacu akan sikap sosialnya, yang juga ikut mendasari sikap sosial
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat:
a. Faktor Intern
Faktor ini didominasi oleh keluarga, dimana ia dilahirkan,
dijiwai serta dibesarkan oleh keluarga itu, hal itu bisa menciptakan
watak serta kepribadian seseorang bagaimana ia bersikap berperilaku
serta beradaptasi terhadap lingkungannya serta menyesuaikan segala
tindakan dan sikapnya terhadap lingkungan sosial. Jadi keluarga
21
berperan aktif dalam mempengaruhi anak dalam bertindak dan
bersikap.
Dalam lingkungan keluarga biasanya seorang anak dididik dan
dijiwai oleh keluarga itu, juga dari keluarga itulah seorang anak
mengenal adanya kasih sayang, baik kepada keluarganya ataupun
kepada orang lain, sehingga mampu mengadaptasikan dirinya pada
masyarakat sekitar. Sehingga ia mudah bergaul dengan sesama,
namun kadang ia pun pernah sedikit mengalami konflik antar sesama
dalam mengadaptasikan pada lingkungannya.
Namun provokasi keluarga yang terjadi mencakup bukan saja
perubahan dalam hubungan perkawinan, tetapi sama pentingnya
ialah perubahan dalam sifat hubungan antara orang tua dengan anak-
anak mereka, khususnya dengan anak-anak remaja. Hubungan itu
telah berubah lama, tetapi dua atau tiga dekade yang lalu perubahan-
perubahan itu adalah semakin berkurangnya penguasaan orang tua
terhadap anak-anak mereka ke dalam dua dunia yang berbeda.
Seperti yang telah dikemukakan Sherter (1975), anak-anak sekarang
ini terperangkap ke dalam sub kultur selanjutnya, paling tidak akan
berperan dalam membentuk nilai-nilai dasar yang sama bobotnya
dengan ajaran orang tua mereka. Para orang tua agaknya semakin
tidak relevan sebagai pendidik dan guru anak remaja, dan banyak
anak remaja memandang para orang tua mereka dan anggota
22
keluarga generasi yang lebih tua pada umumnya sedikit saja
mewariskan nilai-nilai kebaikan kepada mereka.
b. Faktor Ekstern
Faktor ini didominasi oleh dua hal yang berperan aktif dalam
pembentukan watak dan kepribadian serta bersikap dalam
lingkungan sosial.
1. Lingkungan Keluarga
Faktor ini didominasi oleh keluarga, dimana ia dilahirkan,
dijiwai serta dibesarkan oleh keluarga itu, hal itu bisa
menciptakan watak serta kepribadian seseorang bagaimana ia
bersikap berperilaku serta beradaptasi terhadap lingkungannya
serta menyesuaikan segala tindakan dan sikapnya terhadap
lingkungan sosial. Jadi keluarga berperan aktif dalam
mempengaruhi anak dalam bertindak dan bersikap.
Dalam lingkungan keluarga biasanya seorang anak dididik
dan dijwai oleh keluarga itu, juga dari keluarga itulah seorang
anak mengenal adanya kasih sayang, baik kepada keluarganya
ataupun kepada orang lain, sehingga mampu mengadaptasikan
dirinya pada masyarakat sekitar. Sehingga ia mudah bergaul
dengan sesama, namun kadang ia pun pernah sedikit mengalami
konflik antar sesama dalam mengadaptasikan pada
lingkungannya.
23
Namun provokasi keluarga yang terjadi mencakup bukan
saja perubahan dalam hubungan perkawinan, tetapi sama
pentingnya ialah perubahan dalam sifat hubungan antara orang tua
dengan anak-anak mereka, khususnya dengan anak-anak remaja.
Hubungan itu telah berubah lama, tetapi dua atau tiga dekade yang
lalu perubahan-perubahan itu adalah semakin berkurangnya
penguasaan orang tua terhadap anak-anak mereka ke dalam dua
dunia yang berbeda. Seperti yang telah dikemukakan Shertzer
(1966), anak-anak sekarang ini terperangkap ke dalam sub kultur
selanjutnya, paling tidak akan berperan dalam membentuk nilai-
nilai dasar yang sama bobotnya dengan ajaran orang tua mereka.
Para orang tua agaknya semakin tidak relevan sebagai pendidik
dan guru anak remaja, dan banyak anak remaja memandang para
orang tua mereka dan anggota keluarga generasi yang lebih tua
pada umumnya sedikit saja mewariskan nilai-nilai kebaikan
kepada mereka.
2. Lingkungan Pendidikan
Pendidikan adalah merupakan usaha mencerdaskan
kehidupan bangsa, dengan jalan memberikan berbagai macam
ilmu pengetahuan yang bersifat fisik maupun non fisik, baik
secara teoritis maupun secara praktis sehingga seorang murid bisa
memahami berbagai macam ilmu pengetahuan dan sekaligus
belajar mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari secara
24
langsung atau tidak langsung murid itu terpengaruh oleh berbagai
ilmu yang ia terima sewaktu duduk di bangku sekolah yang ia
alami.
Seorang anak biasanya sangat terpengaruh sekali dengan
tempat dimana ia dididik dan mendapat pengetahuan serta
mendapat pengawasan dalam menempuh hidup mencari ilmu.
Sebagai akibatnya adalah, ia selalu menjadikan patokan dan
landasan hidup dari berbagai aturan dan kebiasaan serta segala
tindakan yang biasa ia alami dan ia jalani selama pendidikan itu.
Hal semacam ini bisa menjadikan watak dan sikap sekaligus bisa
membentuk kepribadian yang terbiasa dalam kehidupan sehari-
hari, bahkan menjadikan bagian dari anak tersebut.
3. Lingkungan Sosial Dimana Ia Bergaul dan Bermasyarakat
Seorang mahasiswa biasanya terpengaruh dimana ia tinggal
dan bergaul serta beradaptasi, ia akan sedikit banyak terpengaruh
oleh lingkungannya. Apa bila baik lingkungan itu maka baiklah
ia, apabila lingkungan yang ditempati tersebut kurang baik, maka
terpengaruhlah ia walaupun sedikit dari pergaulan itu.
Dengan adanya berbagai faktor diatas maka, jiwa dan sikap
kepribadian seseorang akan menjadi terbentuk serta dapat
dijadikan patokan walaupun kebenarannya masih relatif, dan
tergantung dari sikap dan watak pembawaannya sejak lahir.
25
Namun faktor-faktor diatas berperan sekali dalam pembentukan
sikap seseorang.
B. Bimbingan Keagamaan Islam
1. Pengertian Bimbingan Keagamaan Islam
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari
kata “guidance” berasal dari kata kerja ”to guide” yang mempunyai
arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Sesuai
dengan istilahnya maka secara umum bimbingan dapat diartikan
sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun meskipun demikian
tidak berarti semua bantuan atau tuntunan adalah bimbingan (Hellen,
2002:3).
Menurut Bimo Walgito, bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan di dalam kehidupan agar individu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya (Walgito, 1995:4). Sedangkan pengertian
tentang perilaku prososial antara lain adalah perilaku yang
menguntungkan orang lain atau penerima tetapi tidak mempunyai
keuntungan yang jelas bagi pelakunya (Baron dan Byrne, 1994:120).
Menurut H. Prayitno, bimbingan adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau
beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar
orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan
26
sarana yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma
yang berlaku (Prayitno, 1999:99).
Bimbingan adalah proses yang digunakan sepenuhnya dalam
rangka membantu individu untuk mengerti diri mereka sendiri dan
dunia mereka (Shelley dan Shertzer, 1966:40).
Definisi bimbingan yang pertama dikemukakan dalam Year’s
Book Education 1995, yang menyatakan :
Guidance is a process of helping individual through their own effort discover and develop their potentialities both for personal happiness and social usefulness
Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui
usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan
kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan
sosial (Hellen, 2002:3).
Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
bimbingan adalah merupakan proses pemberian bantuan yang terus
menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada
individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh
potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai
macam metode dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang
normatif agar tercapai kemandiriannya sehingga individu dapat
bermanfaat baik bagi dirinya maupun lingkungannya (Hellen, 2002:9).
Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata agama yang
kemudian mendapatkan awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga
27
membentuk kata baru yaitu keagamaan yang berarti segenap
kepercayaan (kepada Tuhan) serta dalam ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1994:10).
Sedangkan Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan tuhan kepada nabi Muhammad SAW sebagai rasul (harun
nasution, 1985:24).
Jadi bimbingan keagamaan Islam adalah segala kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada
orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam
lingkungan hidupnya agar supaya orang tersebut mampu mengatasinya
sendiri karena timbul kesadaran dan selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah. Sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat (faqih, 2001:4)
Dalam kaitannya dengan bimbingan keagamaan di dalam al-
Qur’an dijelaskan dalam Surat al-Baqarah: 208
Artinya: Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu
(Q. S. al- Baqarah:208).
28
Dengan demikian bimbingan keagamaan adalah proses
pemberian bantuan yang terarah, kontinyu, dan sistematis kepada setiap
individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama
yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan
nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an dan hadits Rasulullah
ke dalam diri sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan
tuntunan al-Qur’an dan hadits (Hellen, 2002:17).
Dalam bimbingan keagamaan tersebut terdapat beberapa unsur,
yaitu: pembimbing, terbimbing, materi dan metode.
1. Pembimbing adalah orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup
luas, baik segi teori maupun praktek dalam mengatasi kesulitan-
kesulitan dalam kehidupan sehari-hari (Walgito Bimo, 1995:30).
2. Terbimbing adalah orang yang sedang memiliki masalah, baik dalam
hal belajar, rumah tangga ataupun masalah pribadi (Surya, 1975:32).
3. Materi yang disampaikan dalam proses bimbingan keagamaan Islam
ini adalah: Aqidah, Syari’ah dan Akhlak (Daradjat, 1994:302).
2. Dasar dan Landasan Bimbingan Keagamaan
Dasar dan landasan utama bimbingan Islam adalah al-Qur’an
dan sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala
sumber pedoman kehidupan umat Islam, seperti yang terdapat dalam
hadits rasulullah SAW. Sebagai berikut:
29
Artinya: Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah tersesat jalan, sesuatu itu yaitu kitabullah dan sunnah rasulnya (H.R. Ibnu Majjah).
Al-Qur’an dan sunnah Rasul dapat diistilahkan sebagai landasan
ideal dan konseptual bimbingan Islam. Dari al-Qur’an dan sunnah Rasul
itulah gagasan, tujuan, dan konsep-konsep (pengertian, makna hakiki)
bimbingan Islam bersumber (Faqih, 2001:5).
Artinya: Demi masa. sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menepati kesabaran. (Q.S. Al-asr: 1-3).
Artinya: sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S. Al-ahzab:21).
30
3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Keagamaan
Tujuan bimbingan Islam yaitu untuk meningkatkan dan
menumbuh suburkan kesadaran manusia tentang eksistensinya sebagai
makhluk dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini, sehingga setiap
aktivitas tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya yaitu untuk
menyembah atau mengabdi kepada Allah SWT (Hellen, 2002:14).
Faqih (2001:35) secara garis besar menurut Faqih tujuan
bimbingan keagamaan adalah untuk membantu individu mewujudkan
dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat. Lebih lanjut Faqih juga berpendapat bahwa tujuan
bimbingan keagamaan Islam terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus.
a. Tujuan umum
Tujuan umum bimbingan keagamaan adalah membantu individu
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti
kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang
ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungan, serta
mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
31
c. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus bimbingan keagamaan merupakan
penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung
dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan
yang sesuai dengan kompleksitas permasalahan. Oleh karena itu,
tujuan bimbingan keagamaan untuk seorang individu berbeda dan
tidak boleh disamakan dengan tujuan bimbingan keagamaan untuk
individu lainnya (priyatno, 1999:144).
1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
2. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya.
3. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau
menjadi lebih baik. Sehingga tidak akan menjadi sumber masalah
bagi dirinya dan orang lain.
Sedangkan fungsi bimbingan keagamaan, menurut Faqih adalah:
a. Fungsi preventif, yaitu membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
b. Fungsi kuratif (korektif), yaitu membantu individu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.
32
c. Fungsi preservatif, yaitu membantu individu menjaga agar situasi
dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah)
menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama.
d. Fungsi developmental atau pengembangan, yaitu membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi
yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga
memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya
(Faqih, 2001:37).
Menurut Prayitno (1999:96), pelaksanaan bimbingan agar
berjalan dengan baik ada beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi pemahaman
Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak
upaya pemberian bantuan terhadap klien, maka pembimbing
perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan dibimbing.
1. Pemahaman tentang masalah klien, ketika proses bimbingan
memasuki upaya penanganan masalah, maka pemahaman
terhadap masalah klien merupakan sesuatu yang wajib
adanya.
2. Pemahaman tentang lingkungan yang “lebih luas” secara
sempit lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar individu
yang secara langsung mempengaruhi individu tersebut,
33
seperti keadaan rumah tinggal, keadaan sosio ekonomi dan
sosio emosional keluarga, keadaan hubungan antar tetangga
dan teman sebaya, dan sebagainya.
b. Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan yaitu menghindari timbulnya
atau meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, penilaian
positif terhadap diri sendiri, dan dukungan kelompok, melalui
upaya pencegahan, yaitu:
1. Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau dibiarkan
akan berdampak negatif terhadap individu yang
bersangkutan.
2. Mendorong perbaikan kondisi diri pribadi klien
3. meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang
diperlukan dan mempengaruhi perkembangan dan
kehidupannya.
4. mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang
akan memberikan resiko yang besar, dan melakukan
sesuatu yang memberikan manfaat.
5. menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang
bersangkutan.
34
c. Fungsi pengentasan
Orang yang mengalami masalah dianggap berada
dalam suatu keadaan yang tidak mengenakkan, sehingga perlu
dikeluarkan dari keadaan yang tidak mengenakkan tersebut.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu
yang baik yang ada pada diri individu baik hal itu merupakan
pembawaan maupun hasil perkembangan yang telah dicapai.
Pemeliharaan yang baik bukanlah sekedar mempertahankan,
melainkan juga mengusahakan agar hal tersebut bertambah
baik dari pada waktu sebelumnya.
4. Materi dan Metode Bimbingan Keagamaan
a. Materi Bimbingan Keagamaan
Materi bimbingan keagamaan adalah semua bahan yang
disampaikan terhadap santri, materi bimbingan yang menjadi
sasaran bersumber al-Qur’an dan hadist, pada dasarnya materi
bimbingan hendaknya tidak terlepas dari apa yang menjadi tujuan
bimbingan islam, namun dari keseluruhan materi yang menjadi
dasar adalah:
35
1. Aqidah
Aqidah secara bahasa berarti ikatan. Secara terminology
berarti landasan yang mengikat keimanan, itu sebabnya ilmu
tauhid sebagai ketentuan-ketentuan dasar mengenai keimanan
seorang muslim adalah merupakan landasan dari segala
perilakunya. Bahkan sebenarnya aqidah merupakan landasan
bagi ketentuan-ketentuan syari’ah yang merupakan pedoman
bagi seseorang berperilaku di muka bumi ini (Daradjat,
1984:318).
2. Syari’ah
Syari’ah adalah ketentuan-ketentuan agama yang
merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk
meningkatkan kualitas hidupnya dalam rangka mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Syari’ah sebagai ketentuan Allah
SWT (Daradjat, 1984:302)
3. Akhlak
Akhlak secara bahasa berarti perangai, tabi’at, adat.
Secara etimologi akhlak itu berarti perangai, adat, tabi’at atau
system perilaku yang dibuat. Akhlak karenanya secara
kebahasaan bisa baik buruk tergantung kepada tata nilai yang
dipakai sebagai landasannya (Daradjat, 1984:254).
36
b. Metode Bimbingan Keagamaan
Metode yang digunakan dalam bimbingan keagamaan ini
adalah:
1. Metode langsung, merupakan metode dimana pembimbing
melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang
yang dibimbingnya (Faqih, 2001:54) Metode ini dapat dirinci
lagi menjadi dua yaitu, metode individual dan metode
kelompok.
a. Metode individual adalah pembimbing dalam hal ini
melakukan komunikasi langsung secara individual dengan
pihak yang dibimbingnya.
b. Metode kelompok adalah pembimbing melakukan
komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok.
2. Metode keteladanan, merupakan metode dimana pembimbing
sebagai contoh ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah
laku sopan santunnya akan ditiru.
C. Peningkatan Perilaku Prososial Melalui Bimbingan Keagamaan
Pendidikan agama sangat menyentuh iman, taqwa dan akhlak.
Jika iman kuat maka ibadah akan lancar, termasuk berbuat baik dengan
sesama manusia karena telah terbentuk perilaku yang mulia. Dengan
kata lain kuatnya iman, lancarnya ibadah, serta baiknya perilaku akan
37
memudahkan seorang individu mengendalikan dirinya dan untuk selalu
beramal terhadap masyarakat serta alam sekitar (Faqih 2001:52).
Bimbingan keagamaan bertujuan membantu individu untuk
menjadi insan yang berguna dalam kehidupan yang memiliki berbagai
wawasan, pandangan, pilihan, penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat
berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungan. Bimbingan keagamaan
dapat membantu peserta didik memperbaiki perilaku yang kurang baik
agar menjadi lebih baik dan mencegah peserta didik supaya tidak terjadi
penyimpangan perilaku (Arifin 1976:27).
Tugas pembimbing adalah untuk mempertajam kata-kata hati
anak didik, dengan harapan supaya anak didik itu tidak hanya tahu yang
baik dan yang buruk, juga tahu cara hidup yang sesuai dengan norma-
norma yang ada di masyarakat. Kata hati juga dapat digunakan sebagai
alat pengontrol dalam ber perilaku sehari-hari, dengan tujuan agar dapat
mengakui kebenaran atau kesalahan yang telah yang telah dilakukannya
sendiri (Poedjowijatno, 1987:131).
Manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna
dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Karena manusia memiliki
akal sebagai pembeda dan merupakan kemampuan yang lebih
disbanding makhluk yang lainnya.
Akibat adanya kemampuan inilah manusia mengalami
perkembangan dan perubahan baik dalam psikologis maupun fisiologis.
Perubahan yang terjadi pada manusia akan menimbulkan perubahan
38
pada perkembangan pribadi manusia atau tingkah lakunya. Djalaluddin
Rahmad juga mengemukakan tentang perkembangan perilaku manusia
yaitu :
“perilaku manusia bukan sekedar respon pada stimuli, tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhinya secara spontan, seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia sebagai ruang hajat ( life space ). Ruang hajat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor yang disadarinya dan kesadaran diri.”(Rahmad Djalalududin, 1996:27).
1. Cara Meningkatkan Perilaku Prososial
Pembentukan perilaku tidak dapat terjadi dengan
sendirinya. Pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi
manusia dan berkenaan dengan objek tertentu.
Menurut Baron dan Byrne, (1994:40) ada beberapa cara
untuk meningkatkan perilaku prososial yaitu:
a. Melalui penayangan model perilaku prososial, misalnya melalui
media komunikasi massa. Sebab banyak perilaku manusia yang
terbentuk melalui belajar sosial terutama dengan meniru, apalagi
mengamati model perilaku prososial dapat memiliki efek priming
yang ber asosiasi dengan anggapan positif tentang sifat-sifat
manusia dalam diri individu pengamat.
b. Menciptakan suatu superordinate identity, pandangan bahwa setiap
orang adalah bagian dari keluarga manusia secara keseluruhan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menciptakan
superordinate identity dapat mengurangi konflik dan dapat
39
meningkatkan perilaku prososial dalam kelompok, serta dapat
meningkatkan kemampuan empati diantara anggota kelompok
tersebut.
c. Menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial, seperti
norma-norma tentang tanggung jawab sosial. Norma ini dapat
ditanamkan oleh kyai, orang tua atau melalui media massa,
demikian pula para tokoh masyarakat dan pembuat kebijakan
dapat memotivasi masyarakat untuk bertindak prososial dengan
memberi penghargaan kepada mereka yang telah banyak berjasa
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Penghargaan ini akan memberi dampak positif bagi anggota –
anggota masyarakat yang lain untuk bertindak prososial.
d. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam melakukan
tindakan prososial, seperti memperbanyak latihan mengenai cara-
cara menolong orang lain. Beberapa penelitian menemukan bahwa
mereka yang dilatih mengenai cara-cara memberi pertolongan
pertama dan ketrampilan lain yang relevan lebih merasa mampu
ketika menghadapi situasi darurat sehingga mereka lebih mungkin
bertindak prososial.
e. Meningkatkan pengetahuan seseorang tentang faktor-faktor
situasional yang mempengaruhi perilaku prososial. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa mereka yang diberi pengetahuan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang
40
untuk melakukan pertolongan sehingga dapat mencegah faktor-
faktor yang akan menghalangi mereka untuk melakukan
keputusan untuk menolong.
Perilaku dapat terbentuk karena adanya dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal individu yang memegang
peranannya. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam pribadi
manusia itu sendiri, ini dapat berupa selectivity atau daya pilih
seseorang untuk menerima dan mengelola pengaruh – pengaruh yang
datang dari luar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang
datang dari luar pribadi manusia yang bersangkutan, ini dapat berupa
interaksi sosial di luar kelompok. Perilaku dapat terbentuk melalui
empat cara, yaitu: adopsi, deferensial, integrasi dan trauma.
a. Adopsi adalah kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang –ulang
dan terus menerus, lama kelamaan yang diserap pada individu
sehingga mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
b. Deferensial berkaitan erat dengan intelegensi, banyaknya
pengalaman, bertambahnya usia, sehingga hal–hal yang
dianggapnya sejenis dapat dipandang tersendiri lepas dari
jenisnya.
c. Integrasi dalam pembentukan perilaku ini terjadi secara bertahap
bermula dari pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal
tertunda pada akhirnya terbentuk perilaku mengenai hal tersebut.
41
d. Trauma adalah pengalaman yang tiba – tiba mengejutkan sehingga
menimbulkan kesan mendalam pada jiwa seseorang yang
bersangkutan.(Wirawan Sarlito, 1996:95-96).
Jadi perilaku terbentuk oleh pengetahuan dan pengalaman
seiring bertambahnya usia. Semakin luas pengetahuan seseorang
tentang objek dan banyaknya pengalaman yang berkaitan dengan
objek yang akan mengarahkan terbentuknya sikap yang kemudian di
lanjut pada suatu perilaku tertentu.
2. Bentuk Bimbingan Untuk Meningkatkan Perilaku Prososial
Dalam melaksanakan program bimbingan keagamaan perlu
diperhatikan batas-batas kemungkinan pelayanan yang dapat
diberikan, dalam pengertian bahwa pelaksanaan program bimbingan
tidak terlalu sempit, namun juga tidak terlalu luas. Menurut Arifin
(1976:48) bentuk bimbingan untuk meningkatkan perilaku prososial
ada tiga yaitu:
a. Pembimbing harus memahami tentang kepribadian yang
di bimbingnya, dengan cara sering diajak bicara tentang
seputar kesulitan dalam belajar, bahkan sampai dalam
kehidupan keluarganya. Hal itu bartujuan untuk
mengetahui kepribadian orang tersebut, agar dapat
dengan mudah mengungkapkan perasaan tertekan dan
harapan kealam sadarnya, serta melihat hal tersebut
tanpa distorsi.
42
b. Pelayanan bimbingan yang membantu kepada
pertumbuhan atau perkembangan hidup dan
ketrampilannya ke arah sikap dan perasaan senang hidup
bermasyarakat.
c. Pelayanan bimbingan yang bersifat fisik maupun mental.
Yang bersifat fisik misalnya mengarahkan kepada
mereka penempatan kerja yang baik demi masa
depannya, sedangkan bimbingan mental mengarahkan
kepada mereka untuk senantiasa berpegang teguh kepada
ajarannya, mengerjakan yang baik dan meninggalkan
yang buruk.
Dari ketiga bentuk bimbingan diatas, semua itu
memerlukan pembimbing yang berwibawa serta berdedikasi tinggi
demi keberhasilan bimbingan tersebut.
3. Aspek-Aspek Perilaku Prososial Melalui Bimbingan Keagamaan
Islam
a. Tolong menolong
Islam menganjurkan dan sekaligus mengajarkan kepada
manusia dalam berinteraksi sosial atau perilaku sosial dengan
sesamanya agar tercipta kehidupan yang harmonis, saling
menghargai, mencintai dan tolong menolong serta ikut merasakan
permasalahan yang dihadapi lingkungan. Tolong menolong yang
diajarkan Islam dengan tidak membedakan golongan. Seperti yang
43
diungkapkan oleh M. Rifai bahwa agama menghendaki supaya kita
memberikan pertolongan kepada semua manusia, masing – masing
mengikuti ketentuannya.(Rifai, 1993:26).
Islam menghendaki tolong menolong dalam kebaikan dan
melarang tolong menolong dalam keburukan. Hal itu sesuai dengan
firman Allah Surat al- Maidah ayat 2. Pada ayat ini dijelaskan
bahwa wajib bagi orang – orang mu’min tolong menolong dalam
mengerjakan kebaikan dan bertakwa serta dilarang tolong
menolong dalam berbuat dosa. Adapun di antara hal – hal yang
dapat merealisasikan tolong menolong dalam pendidikan sosial.
Menurut Abdurrahman An Nahlawi adalah memenuhi kebutuhan
manusia, menyingkirkan kesusahan, menutupi aib dan menasehati
mereka agar menjauhi perbuatan tercela, jika itu mungkin dapat
ditinggalkan (Nahlawi, 1992:254).
b. Menghormati orang lain
Merupakan perbuatan terpuji yang dapat dilakukan dengan
cara berlaku ramah apabila bertemu dengan teman, berkata sopan
kepada orang lain.
c. Peduli terhadap orang lain
Salah satu perilaku sosial yang dianjurkan oleh agama
Islam adalah peduli terhadap orang lain, peduli terhadap
masyarakat disekitarnya dan peduli terhadap sesama.
44
BAB III
FOKUS PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lembaga Pondok Pesantren Raudaltut Tahlibin
Kec. Tugurejo Kota Semarang
1. Sejarah Berdirinya
Pondok pesantren Raudlatut Thalibin dimulai
pembangunannya pada tanggal 20 Agustus 1983, dan selesai pada
tanggal 24 Mei 1984. hal ini bertepatan pada tanggal 21 Sya’ban 1404
H, awal mulanya pendirian pondok ini adalah inisiatif dari seorang kyai
yang mengisi pengajian setiap hari ahad pagi di Masjid Kauman
Semarang, kyai tersebut adalah K.H. Abdul Hamid Kendal beliau
menyarankan supaya di daerah Tugurejo untuk didirikan suatu pondok
pesantren yang menampung anak-anak di Tugurejo dalam belajar agama
islam, dengan pinpinan pondok oleh K.H. Zainal Asyikin (K.H. Zainal
Asyikin, 28 Oktober 2007).
Selain itu juga yang ikut mendukung berdirinya pondok
tersebut adalah sifat kedermawanan dari penduduk Tugurejo yang mau
mewakafkan tanahnya seperti yang dilakukan oleh Ibu. Halimah, Ibu.
Ji’ronah, Ibu. Hj. Qomariyah dan Bpk. H. Abdul Qodir, selain itu juga
kedermawanan dari Ibu. Hj. Khodijah yang menanggung seluruh biaya
dari pondok pesantren selama dibangun sampai selesai. Dengan
45
bangunan pondok yang telah jadi dengan berukuran panjang 28, 70 m
,lebar 10 m dan tinggi 6 m yang terletak diatas tanah yang telah di wakaf
tersebut dengan nama pondok pesantren “ Raudlatut Thallibin ” (K.H.
Abdul Kholiq, 28 Oktober 2007).
Disamping itu juga banyak dermawan yang ikut membantu
demi kelancaran pembangunan pondok pesantren seperti Ibu. Hj.
Rochman, Bpk. Umar Semarang, Bpk. H. Mashur Semarang, Bpk.
Saidin, Bpk. Agus Sunaidi, Ibu Kusni dan juga partisipasi dari warga
masyarakat tugurejo, dengan adanya kerjasama yang baik, maka pondok
tersebut dapat selesai di bangun dan dapat digunakannya. Awal mulanya
pendirian pondok pesantren tersebut diperuntukkan bagi anak-anak
siswa SLTP 06 Hasanuddin yang orang tuanya tidak mampu, selain itu
juga tujuan pondok untuk mengembangkan agama islam di Tugurejo
cepat berkembang dan memiliki keberadaan yang luas (Dokumentasi
surat wakaf pondok pesantren Raudlatut Thalibin tahun 1994).
Semula anak yang belajar hanya sekitar 25 orang selama satu
tahun kesemuanya adalah anak-anak desa Tugurejo dan sekitarnya.
Dengan harapan anak-anak tersebut dapat mempelajari agama dengan
baik dan diterapkan di Tugurejo demi kemajuan desa tersebut, siswa (
santri ) yang setiap paginya mengikuti pelajaran di sekolah pada sore dan
malamnya mereka mengikuti pelajaran yang ada di pondok.
Akan tetapi setelah mengalami perkembangannya pondok
tidak lagi ditempati oleh siswa SLTP 06 Hasanuddin akan tetapi oleh
46
para mahasiswa IAIN Walisongo Semarang hal ini karena letak pondok
yang strategis tidak jauh dari kampus dimana mereka kuliah dan mudah
terjangkau oleh transportasi yang ada. Sehingga disamping pada pagi
hari mereka mencari ilmu di kampus mereka pada malam harinya
mengikuti pengajian yang ada di dalam pondok.(Dokumentasi buku
pondok pesantren tahun 1992).
2. Visi dan Misi
Visi
Terwujudnya generasi muslim yang berintlektual, tekun
beribadah dan berakhlaqul karimah.
Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam
pencapaian pengetahuan Islam dan prestasi.
2. Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran Islam
sehingga menjadi santri yang tekun beribadah dan ber ahlaqul
karimah.
3. Mewujudkan pembentukan karakter Islam yang mampu
mengaktualisasikan dari dalam masyarakat.
4. Menyelenggarakan tata kelola yang efektif, efisien, transparan,
dan akuntabel.
47
5. Meningkatkan solidaritas dan kekeluargaan para santri sebagai
modal terjun dalam masyarakat.
3. Letak Geografis
Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo memiliki
letak sebagai berikut :
Luas : 1. 200 m²
Panjang : 300 m²
Lebar : 400 m²
Ukuran gedung panjang gedung
Panjang : 28,70 m²
Lebar :10 m²
Tinggi : 6 m²
Batas-batas
Batas Utara : Tanah milik H. M. Abdul Kodir bin Muchtar
Batas Timur : Tanah milik Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin
Batas Selatan : Tanah milik H. Mustaghfirin bin Hj. Qomariyah
Batas Barat : Tanah milik Supiyan bin Satimin .
4. Status Pondok
Adapun status dari pondok tersebut adalah berdasarkan
wawancara dengan K.H. Abdul Kholiq bahwa yayasan itu murni milik
keluarga, yang semuanya dikelola oleh keluarga besar K.H. Zainal
Asyiqin. Tentu saja pondok pesantren Raudlatut Thalibin ini nanti akan
dilanjutkan oleh keturunan atau famili K.H. Zainal Asyiqin. Status dari
48
pondok pesantren tersebut adalah masih salafiah, karena yang diajarkan
di dalam pondok tersebut adalah masih menggunakan kitab-kitab klasik.
.
5. Struktur Susunan Pengurus
Struktur susunan pengurus pondok pesantren Raudaltut
Thalibin Kec. Tugurejo Kota Semarang tahun 2007/2008
Pelindung : H. Zaenal Arifin
Pengasuh : 1. K.H. Zainal Asyikin
2. K. H. Mustaghfirin
3. K. H. Abdul Kholiq . Lc
4. Gus Qulyubi , S.Ag
Meliputi ketua : Hilmi Halimi
Wakil Ketua : M. Salafudin
Sekretaris : Abdul Muvid
Wakil Sekretaris : Amin Ibnu Umar
Bendahara : A. Makky NA
Wakil Bendahara : Imron Rosyadi
DEPERTEMEN-DEPARTEMEN
1. Departemen Tarbiyah dan Ubudiyah
a. Harmoko
b.Irfan Haris
c. Rosyid Karomi
49
II. Departemen Kebersihan dan Perlengkapan
a. A. Kharir
b. Khoirul Umam
c. Aris Moh. Syaifullah
d. Mustholeh
III .Departemen Penertiban dan Kepustakaan
a. A. Chanif
b. Sabikul Khoir
c. Rochiem
IV. Departemen Olah Raga
a. Mukhibbi
b. Arif Rohman
c. rusdiyanto
V. Departemen Keamanan dan Ketertiban
a. Masruri
b. Saifudin
c. A. Wakhid
d. Ardiansyah
VI. Departemen Humas dan Kemasyarakatan
a. Choirul Rozak
b. Arif Purnomo
c. Najib
50
d. Mas’udi
e. Slamet
f. Syahrul M (Dokumentasi surat pengangkatan pengurus pondok
pesantren Raudlatut Thalibin tahun 2007).
Adapun susunan pengurus Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin TugurejoTugu
Kota Semarang sebagai berikut
PELINDUNG
PENASEHAT PENGASUH
LURAH PONDOK
SEEKRETARIS BENDAHARA
DEP. KEAMANAN
DEP. OLAHRAGA
DEP.PENERBITAN
DEP. KEBERSIHAN& PERLENGKAPAN
DEP. TARBIYAH & UBUDIYAH
51
6. Gambaran Umum Santri Yang Berada di Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin
Pada awalnya di lingkungan pondok pesantren Raudlatut
Thalibin adalah siswa SLTP 06 Hasanuddin Tugurejo akan tetapi setelah
mengalami perkembangannya pondok tersebut ditempati oleh
mahasiswa IAIN Walisongo sampai sekarang. Para santri yang setiap
harinya memiliki kegiatan kuliah yang merupakan tujuan utama di
Semarang, mereka juga mengikuti kegiatan pengajian yang dilakukan di
pondok pada malam harinya. Selain itu juga para santri banyak yang ikut
dalam kegiatan yang berada di kampus maupun di luar kampus. Santri
yang memiliki latar belakang semula mereka pernah juga nyantri di
pondok di daerah yang berbeda-beda ada yang dari Jombang, dari
Wonosobo, Demak, Magelang dan lain sebagainya akan tetapi juga ada
yang belum pernah mondok sama sekali hal ini hanya sekitar 10 % dari
jumlah santri yang ada. Disamping itu juga para santri memiliki tujuan
untuk menuntut ilmu. Dengan latar belakang santri dan tujuan santri
yang berada di pondok yang ingin mencari ilmu dan mendalaminya serta
mengamalkan hidupnya, hal inilah yang membuat pondok tersebut
menuju kearah kemajuan.
Jumlah santri yang ada kurang lebih 100 orang jumlah
tersebut sering mengalami perubahan dikarenakan dalam setiap tahunnya
ada santri yang keluar yang telah selesai kuliahnya dan menjadi sarjana
dan juga adanya penerimaan santri baru yang bersamaan pada
52
pendaftaran mahasiswa baru IAIN Walisongo selain itu juga ada santri
yang disamping telah selesai menjadi sarjana ia tetap melanjutkan
sampai pada paska sarjana bahkan sampai pada doktor .
Demikianlah gambaran tentang keadaan santri Raudlatut
Thalibin Tugurejo yang 100 % santrinya adalah mahasiswa IAIN
Walisongo dengan segala aktifitas yang dilakukan setiap harinya.
Dimana dalam pondok tersebut dari berbagai fakultas yang ada dalam
IAIN yang meliputi fakultas Tarbiyah, Syariah, Ushuluddin dan
Dakwah.
B. Gambaran Umum Perilaku Prososial Mahasiswa Terhadap Kegiatan
di Masyarakat
Dari hasil observasi yang dilakukan satu minggu dua kali
selama satu bulan, yaitu dilakukan pada hari sabtu dan minggu karena
pada hari itu subjek penelitian tidak ada kesibukan di kampus, dari hasil
observasi ini penelitian mengamati kegiatan-kegiatan yang ada di
pondok pesantren Raudlatut Thalibin yang ada kaitannya dengan
perilaku prososial
Perilaku prososial mahasiswa terhadap kegiatan-kegiatan di
masyarakat dapat digambarkan dengan
1. Kerja Bakti Bersama
Kerja bakti yang dilaksanakan sekali dalam dua minggu
yang diikuti oleh seluruh santri mempunyai manfaat seperti santri
peduli dengan lingkungannya, sikap kerja sama, suka menjaga
53
kebersihan. Kerja bakti yang di koordinasi oleh departemen kebersihan
dan dibawah pengawasan lurah pondok hal ini ditujukan supaya santri
tidak hanya melakukan pembersihan jiwa melalui ibadah kepada Allah
akan tetapi santri juga perlu menjaga lingkungan sekitarnya demi
menjaga diri supaya tidak sakit (Observasi di pondok 26 Agustus
2007).
Disamping itu juga diadakan kerja bakti yang dilakukan
dengan kerja sama masyarakat Tugurejo. Dalam kegiatan ini biasanya
para santri, pengurus dan pengasuh terlibat di dalamnya demi menjaga
lingkungan dari penyakit yaitu membersihkan selokan air disekitar
jalan kelurahan Tugurejo.
2. KULTUM di Masjid Pada Bulan Ramadhan
KULTUM adalah usaha pondok untuk melatih para santri
untuk memiliki mental yang baik mental yang dapat berbicara
dihadapan masyarakat umum ketika sudah keluar dari pondok dan
tidak mudah merasa takut, selain itu juga dengan jiwa yang kuat dan
mental yang baik dapat memperlancar dalam menyampaikan ajaran
agama Islam baik melalui lesan maupun dengan perilaku setiap
harinya. KULTUM ini ditujukan untuk mencari potensi para santri
yang dapat digunakan pondok untuk mendakawahkan ajaran Islam di
desa Tugurejo dalam rangka khajatan.
54
3. Shalat Jama’ah
Pengasuh menekankan untuk kepada setiap santri agar
mengikuti shalat jama’ah, karena dengan shalat jamaah santri dapat
mendapatkan pahala dan memiliki jiwa-jiwa yang ada pada dirinya
seperti kebersamaan, persaudaraan sebab dengan sholat berjama’ah
dapat menyatu dengan masyarakat sekitar pondok pesantren,
disamping itu dengan shalat seseorang telah menjalankan perintah
agama melalui shalat inilah yang orang dapat membedakan antara
orang yang beriman dan tidak beriman.
C. Gambaran Umum Tentang Bimbingan Keagamaan Islam
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada seorang
individu atau kelompok tujuannya memelihara dan mengembangkan situasi
dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik.
Kaitannya dengan hal ini bimbingan keagamaan Islam di pondok pesantren
dapat digambarkan seperti pengajian-pengajian sorogan, pengajian sorogan
adalah pengajian yang dilakukan oleh para santri dengan cara bertatap muka
langsung dengan seorang kyai.
Materi yang disampaikan adalah hafalan atau membaca al-Qur’an,
seorang kyai disini diposisikan sebagai pembimbing, seorang mahasiswa
(santri) sebagai terbimbing, al-Qur’an adalah sebagai materinya dan sorogan
(bertatap muka ) adalah sebagai metodenya. Dengan sistem sorogan ini
walaupun santri tadinya sudah hafal atau sudah bisa membaca al-Qur’an
55
setidaknya dapat mengembangkan dan memperbaiki hafalan atau membaca
al-Qur’annya
D. Gambaran Umum Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Islam
Pelaksanaan bimbingan keagamaan Islam dibagi menjadi tiga
tahap yaitu:
1. Setelah Shalat Magrib
Pelaksanaan bimbingan yang dilakukan setelah sholat magrib
bertempat di aula pondok yang dipimpin langsung oleh pengasuh
pondok sendiri yaitu K H Zainal Asyiqin. Metode yang digunakan dalam
bimbingan ini adalah metode langsung yaitu dengan cara santri
berhadapan langsung dengan kyai, materi yang disampaikan diantaranya
adalah kitab tasawuf yang membahas tentang keihlasan, kesederhanaan,
jiwa ukhuwah, kemandirian dan kebebasan.
keikhlasan, yang tidak didorong oleh apapun untuk
memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu, tetapi semata-mata demi
ibadah kepada Allah. Jiwa keikhlasan ini termanifestasi dalam segala
rangkaian sikap dan tindakan yang selalu dilakukan secara ritual oleh
komunitas santri. Hal ini ditunjukkan dengan sikap pengasuh di pondok
pesantren Raudlatut Tahlibin yang tanpa meminta gaji dari para
santrinya yang telah menerima ilmu darinya. Dan ibadah santri yang
tidak diniati untuk riya’ maupun sombong.
Kesederhanaan tetapi agung, sederhana bukan berarti pasif,
melarat, nrima, dan miskin, tetapi mengandung unsur kekuatan dan
56
ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan.
Dibalik kesederhanaan itu, terkandung jiwa yang besar, berani, maju
terus dalai menghadapi perkembangan dinamika sosial. Kesederhanaan
ini menjadi identitas santri yang paling khas dimana-mana.
Ukhuwah islamiyah, yang demokratis situasi dialogis dan akrab
antar komunitas pesantren yang dipraktekkan sehari-hari, disadari atau
tidak, akan mewujudkan suasana damai, senasib dan sepenanggungan,
yang sangat membantu dalam pembentukan dan pengembangan
idealisme santri.
Kemandirian disini bukanlah kemampuan dalai mengurusi
persoalan-persoalan pribadi atau intern, tetapi juga kesanggupan
membentuk kondisi pesantren sebagai institusi pendidikan islam yang
mandiri dan tidak menguntungkan diri pada bantuan dan belas kasihan
pihak lain.
Kebebasan dalam memilih alternatif jalan hidup dan
menentukan masa depan dengan jiwa besar dan sikap optimis
menghadapi segala problematika hidup berdasarkan nilai-nilai islam.
Kebebasan disini juga berarti tidak terpengaruh atau tidak mau didikte
oleh dunia luar.
2. Setelah Shalat Isak
Pelaksanaan bimbingan yang dilakukan setelah sholat isak juga
bertempat di aula pondok yang dipimpin oleh gus Qulyubi S.Ag putra
bapak K.H Zainal Asyiqin. Metode yang digunakan dalam bimbingan ini
57
adalah metode langsung yaitu dengan cara santri berhadapan langsung
dengan kyai, materi yang disampaikan diantaranya adalah kitab fiqh
yang membahas tentang tatacara ibadah yang benar.
3. Setelah Shalat Subuh
Pelaksanaan bimbingan yang dilakukan setelah sholat subuh
juga bertempat di aula pondok yang dipimpin oleh K.H Mustagfirin.
Metode yang digunakan dalam bimbingan ini adalah metode langsung
yaitu dengan cara santri berhadapan langsung dengan kyai, materi yang
disampaikan diantaranya adalah kitab-kitab hadist yang membahas
tentang tingkah kaki suri tauladan nabi Muhammad, hal itu nantinya agar
ditiru oleh santri.
E. Gambaran Tentang Pengaruh Bimbingan Keagamaan Islam Terhadap
Perilaku Prososial
Kyai dalam proses belajar mengajar memiliki pengaruh terhadap
hasil pembelajaran maka dari itu faktor kyai sangat penting, faktor yang
dominan sekali. Selain itu juga kyai dalam proses bimbingan memiliki
fungsi yang sangat strategis dalam melaksanakan tugas membimbing dan
mengajar, karena melalui proses bimbingan akan terbentuklah sikap dan
perilaku yang sesuai dengan masyarakat. Kyai sebagai pembimbing juga
sebagai guru mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada santrinya,
sehingga santri mengerti, memahami, menghayati dan dapat mengamalkan
berbagai ilmu pengetahuan.
58
1. Tugas Seorang Kyai
Dalam lingkungan pondok pesantren seorang kyai digambarkan
merupakan salah satu contoh dalam kehidupan para santri dilingkungan
pondok, dalam menjalankan perintah agama dalam hidup kesehariannya,
tugas seorang kyai diantaranya adalah:
a. Menaruh perhatian yang besar kepada anak didiknya
b. Membimbing dan mengasuh anak didiknya sebagaimana anaknya
sendiri, dan pahala tugasnya itu akan didapatkannya pada hari akhir.
c. Mengusahakan dengan seluruh tenaga untuk mengubah, mengoreksi
dan membentuk santrinya. Bimbingan tidak akan mempunyai
banyak arti apabila tidak mengubah pandangan santrinya dalam
kehidupan moral, intelektual dan spiritual.
d. Santri didorong untuk belajar dengan cinta dan simpati, bukannya
dengan paksaan dan kekerasan.
e. Memperhatikan tingkat kecerdasan santrinya. Dia harus juga
menjaga penampilannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai
panutan dan bahkan sebagai modal pribadi yang baik bagi santrinya.
f. Santri terbelakang ditangani secara khusus agar tidak merasa rendah
diri dihadapan kawan-kawannya. Hal ini memerlukan psikologi anak
yang mendalam.
g. Adil dan terbuka bagi semua santrinya. Dan ia harus menjadi model
dari keutamaan moral, karena cacat moral pada dirinya akan sangat
berpengaruh bagi anak didiknya.
59
2. Pengaruh Bimbingan Keagamaan Islam Terhadap Perilaku Prososial
Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang
memberi pengajaran agama Islam, tujuannya semata-mata memperkaya
pikiran santri dengan teks-teks dan penjelasan-penjelasan yang islami,
“tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat,
menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap
tingkah laku yang jujur dan bermoral, menerima etika agama di atas
etik-etik yang lain. Dalam hal ini pengaruh bimbingan keagamaan Islam
terhadap perilaku prososial dapat digambarkan dengan tindakan mereka
sehari-hari yaitu:
TOLONG MENOLONG dalam kehidupan para santri yang jauh dari
orang tua saudara mereka seakan-akan telah menjadi satu keluarga yang
berada dibawah seorang pengasuh yang seorang kyai apabila ada teman
yang dalam mengalami kesusahan baik dalam menjalani kuliah yang
sedang ditempuhnya maupun masalah pribadi para santri saling curhat
kepada teman yang sekiranya dapat memberikan solusi terhadap masalah
yang sedang dihadapinya.
PERSAHABATAN para santri yang merasa bahwa mereka hidup
dibawah satu seorang kyai yang mereka menjadi saudara-saudaranya
adalah teman-teman yang ada di pondok, dengan mereka kesehariannya
bergaul belajar dan menuntut ilmu teman-temannyalah yang menjadi
saudara di tengah-tengah jauh dari keluarga dan orang tuanya.
60
BERDEDIKASI para santri hendaknya memiliki tanggung jawab
untuk menjaga almamater pondok baik ia dalam lingkungan pondok
maupun di masyarakat umum selain itu para santri harus dapat
menunjukkan perilaku dirinya yang baik dalai kehidupan sehari-harinya
baik di lingkungan pondok atau di lingkungan kampung halamannya,
mereka harus berbeda dengan orang yang tidak pernah nyantri dalai
perilaku akhlak sehari-harinya di masayarakat. Karena mereka didik
dengan agama dalam lingkungan pondok, mereka selama mondok didik
untuk memiliki kesopanan, tawadhu’, ta’dhim, rasa sosial dan lainnya
tidak seperti halnya orang yang belum pernah mondok yang tidak
diajarkan tentang nilai-nilai agama dalam dirinya.
61
BAB IV
ANALISIS TENTANG PENINGKTAN PERILAKU PROSOSIAL
MAHASISWA MELALUI BIMBINGAN KEAGAMAAN DI PONDOK
PESANTREN RAUDLATUT THALIBIN KEC. TUGUREJO KOTA
SEMARANG
A. Peningkatan Perilaku Prososial Mahasiswa Melalui Bimbingan
Keagamaan di Pondok Pesantren Raudltut Thalibin Kec. Tugurejo
Kota Semarang
Pengertian tentang perilaku prososial telah banyak diungkapkan,
seperti yang telah diungkapkan oleh Baron dan Byrne yaitu, perilaku yang
menguntungkan bagi penerima tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi
pelakunya. Perilaku prososial secara lebih rinci dapat dibatasi sebagai perilaku
yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima
bantuan dari yang kurang baik menjadi lebih baik. (Baron dan Byrne, 1994:120).
Dapat dikatakan bahwa hampir setiap hari manusia dihadapkan dengan
masalah perilaku prososial, karena perilaku ini berkaitan erat bahkan menyatu
dengan tingkah laku setiap orang dalam hubungannya dengan orang lain atau
masyarakat. Orang yang bertingkah laku prososial akan lebih mempunyai
kesempatan bersama orang lain atau diterima oleh masyarakat dari pada orang
yang kurang atau tidak prososial. Berperilaku prososial merupakan hal prinsipil
62
dalam kehidupan masyarakat, namun sayangnya hal tersebut kadang-kadang tidak
dapat dicapai sesuai dengan harapan, kehidupan di lingkungan masyarakat
maupun di lingkungan pondok pesantren selalu saja terjadi tindakan-tindakan
yang anti sosial.
Dapat digambarkan Pondok pesantren Raudlatut Thalibin merupakan
salah satu lembaga pendidikan Non formal, artinya pondok tersebut didirikan
bukan dari pihak PEMERINTAH AKAN TETAPI OLEH KALANGAN SWASTA, YANG
DALAM HAL INI ADALAH MASYARAKAT TUGUREJO. TUJUAN UTAMA DARI
MASYARAKAT YANG MEMBANGUNNYA ADALAH UNTUK MEMPERSIAPKAN
GENERASI MUDA UNTUK BELAJAR AGAMA PADA KHUSUSNYA ANAK-ANAK
MASYARAKAT TUGUREJO SENDIRI, AKAN TETAPI SETELAH MENGALAMI
PERUBAHAN MAKA PONDOK TERSEBUT DITEMPATI OLEH PARA MAHASISWA
IAIN WALISONGO SEMARANG.
Perilaku prososial yang diharapkan agar mahasiswa mempunyai
perilaku prososial yang tinggi serta cinta terhadap sesama. Dengan demikian
maka, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan agama seseorang,
maka akan semakin tinggi pula perilaku prososial yang dimilikinya.
Bimbingan keagamaan sangat penting dan strategis dalam rangka
menanamkan nilai-nilai spiritual islam. Dalam hal ini bimbingan keagamaan
merupakan sebagian dari seluruh kerangka pendidikan dan bimbingan. Karena
usaha penanaman nilai-nilai ajaran Islam tidak akan dapat berjalan dengan
baik, kecuali melalui bimbingan dan pendidikan. Karena melalui bimbingan
63
dan pendidikan, maka seseorang dapat menjalankan ajaran agama islam
dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Pengetahuan tanpa didasari agama yang kuat akan menjadikan
individu sebagai umat manusia tidak mempunyai petunjuk, tidak
mempunyai pegangan hidup yang kuat. Maka dengan demikian perlu adanya
bimbingan keagamaan agar individu sebagai makhluk sosial tahu akan
keadaan orang lain yang membutuhkan pertolongan, karena orang hidup
saling membutuhkan orang lain.
Dapat digambarkan pondok pesantren Raudlatut Thalibin merupakan
salah satu lembaga pendidikan Non formal, artinya pondok tersebut didirikan
bukan dari pihak PEMERINTAH AKAN TETAPI OLEH KALANGAN SWASTA, YANG
DALAM HAL INI ADALAH MASYARAKAT TUGUREJO. TUJUAN UTAMA DARI
MASYARAKAT YANG MEMBANGUNNYA ADALAH UNTUK MEMPERSIAPKAN
GENERASI MUDA UNTUK BELAJAR AGAMA PADA KHUSUSNYA ANAK-ANAK
MASYARAKAT TUGUREJO SENDIRI, AKAN TETAPI SETELAH MENGALAMI
PERUBAHAN MAKA PONDOK TERSEBUT DITEMPATI OLEH PARA MAHASISWA
IAIN WALISONGO SEMARANG.
Upaya pondok pesantren Raudlatut Thalibin dalam meningkatkan
perilaku prososial melalui dua cara yaitu:
1. Cara Subjektif
Dalam cara ini menitik beratkan pada seluruh anak didiknya,
sehingga agar seluruh santri yang ada dapat menjadi pelaku (subjek)
masalah sosial kemanusiaan. Akibatnya keterbiasaannya dengan sikap dan
64
kepribadian yang mau peduli dengan sesama, hal ini diawali ketika mereka
pertama kali masuk dalam pondok pesantren. Dalam meningkatkan sikap
sosial santri secara subjektif dengan berbagai macam cara yaitu:
a. Organisasi pondok pesantren.
b. Toleransi sesama santri, seperti bila ada permasalahan
dimusyawarahkan, peduli terhadap teman yang sakit dan lain
sebagainya.
c. Menjaga nama baik almamater pondok pesantren di dalam
maupun diluar pondok pesantren.
d. Menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan dengan cara
kerja bakti di dalam atau di luar pondok, meningkatkan
kewaspadaan dan lain sebagainya.
Usaha subjektif pondok pesantren Raudlatut Thalibin dalam
meningkatkan sikap sosial anak didiknya menitik beratkan pada peduli
terhadap masalah sosial baik keagamaan atau kemasyarakatan. Dengan
peduli sosial keagamaan maka para anak didik tidak membiarkan umat
islam yang lain terpecah belah akibat kurang mendasari agama dalam
pergaulan sosialnya. Dengan demikian maka anak didik tersebut berusaha
untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, yang ada disekitarnya
yang membuktikan dirinya akan kepedulian terhadap lingkungan sosial
keagamaan itu. Sehingga perbuatan itu bisa memperkecil tatanan nilai
65
dalam masyarakat, dan juga bisa memperbesar dalam sektor pergaulan
sosial yang berlandaskan keagamaan. Hal tersebut bisa membentuk
masyarakat sejahtera.
2. Cara Objektif
Usaha yang telah dilakukan oleh pondok pesantren Raudlatut
Thalibin dalam meningkatkan sikap prososial hal ini adalah dengan cara
memberikan pemahaman tentang bagaimana cara berperilaku prososial
baik secara langsung atau tidak langsung, yang secara langsung adalah
melalui diskusi, dialog serta penyampaian-penyampaian tentang materi-
materi sosial, antara lain materi tentang kebersihan yang diwujudkan
dengan kerja bakti kesehatan, keindahan, dan kerapian dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya: tata tertib anak didik, menjaga keamanan,
kebersihan yang telah diatur oleh pondok pesantren. Juga dengan kegiatan-
kegiatan yang lainnya, seperti musyawarah, diskusi, dialog dan peduli
sesama santri, hal itu bertujuan untuk melatih anak didik bersikap agresip
terhadap masalah-masalah sosial, baik secara sosial kebersamaan maupun
sosial kemasyarakatan.
B. Bimbingan Untuk Meningkatkan Perilaku Prososial
Bimbingan adalah merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus dari
seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang
membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang
66
dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam metode dan
teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai
kemandiriannya sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya maupun
lingkungannya (Hellen, 2002:9).
Bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah
tujuan yang lebih bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan akan dating,
bimbingan juga merupakan proses sosial untuk mengembangkan potensi jasmani
dan rohani mahasiswa dalam upaya untuk membentuk kehidupan yang sempurna,
bahagia, serta berbakti kepada nusa dan bangsa serta seluruh umat manusia,
bimbingan keagamaan pada dasarnya memiliki fungsi yang sangat penting bagi
mahasiswa, karena bimbingan keagamaan memberikan arah hidup bagi
mahasiswa agar hidup selaras dengan ketentuan Allah. Bimbingan keagamaan
juga sebagaai usaha untuk mencapai keselarasan hidup dengan petunjuk Allah
artinya sesuai dengan pedoman yang ditentukan Allah melalui ajaran rasulnya
(ajaran islam). Dengan demikian jelas, bahwa bimbingan keagamaan yang
diberikan bagi mahasiswa adalah usaha untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan
di akhirat, kebahagiaan tersebut tidak akan tercapai jika mahasiswa tidak
menggunakan hidupnya dengan sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan interaksi dengan orang lain atau sesama dengan melakukan hal-hal
yang baik, misalnya tolong menolong, dermawan dan lain sebagainya.
Sebagai salah satu institusi informal dalam masyarakat, pesantren Raudlatut
Thalibin memiliki kepedulian yang cukup besar untuk turut melakukan
penguasaan masyarakat sipil (civil society) terutama melalui pemberdayaan di
67
bidang pendidikan. Sebab, kemajuan teknologi akhir-akhirnya tidaklah membuat
pesantren menutup diri untuk mengikuti arus globalisasi. Untuk itu pesantren
memiliki filter (saringan/selektif) dalam menerima atau menolak budaya dan
peradaban baru yang datang akibat perkembangan zaman saat ini. Filter tersebut
sebenarnya adalah bahasa lain dan pemaknaan dari paradigma pesantren dalam
merespon perubahan sosio-kultural
Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang memberi pengajaran
agama Islam, tujuannya semata-mata memperkaya pikiran santri dengan teks-teks
dan penjelasan-penjelasan yang islami, “tetapi untuk meninggikan moral, melatih
dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,
mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan murid
untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap murid diajar agar menerima etika
agama di atas etika-etika yang lain.
Tujuan dari pendidikan pondok pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo yang
bertujuan untuk menciptakan seseorang yang berjiwa muslim yang melalui
pendidikan yang ada dalam pondok pesantren. Selain itu juga pondok yang identik
dengan mengkaji ilmu agama setiap harinya dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari oleh santri maupun kyai, serta kitab yang dikajinya berisikan tentang
keimanan, ibadah ubudiyah maupun muamalah, ketaqwaan, dan lain sebagainya.
Dalam kaitannya dengan peningkatan perilaku prososial, maka dapat digambarkan
kegiatan-kegiatan yang menunjang untuk mengarah kepada tindakan-tindakan
yang prososial adalah:
1. Khitobah
68
Khitobah atau pidato adalah usaha pondok untuk melatih
para santri untuk memiliki mental yang baik mental yang dapat berbicara
dihadapan masyarakat umum dan tidak mudah merasa takut, selain itu
juga dengan jiwa yang kuat dan mental yang baik dapat memperlancar
dalam menyampaikan ajaran agama Islam baik melalui lesan maupun
dengan perilaku setiap harinya. Khitobah ini ditujukan untuk mencari
potensi para santri yang dapat digunakan pondok untuk mendakawahkan
ajaran Islam di desa Tugurejo dalam rangka pengiriman para juru
khitobah pada malam bulan Ramadhan.
2. Pembacaan Kitab
Pondok pesantren identik dengan kitab kuning dan kitab
yang ada bermacam-macam kitab, yang berisi tentang keimanan,
hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia
maupun hubungan dengan makhluk yang lainnya, hal ini bertujuan agar
dapat meningkatkan perilaku prososial bagi santrinya, selain itu juga
kitab ini di baca oleh para santri pada saat penerimaan santri baru
sebagai uji coba sampai dimana tentang kemampuan santri dalam
membaca kitab yang akan dikajinya dalam pondok selain itu juga kitab
tersebut dilombakan dalam kegiatan haflah akhirussanah demi
meningkatkan pemahaman dan pembacaan para santri supaya lebih baik.
Kitab tersebut yang meliputi Hadits, Tafsir, Tasawuf, Fiqh, Ushul Fiqh
dan lain sebagainya merupakan kitab-kitab yang berisi tentang ajaran
Islam.
69
3. Shalat Jama’ah
Pengasuh menekankan untuk kepada setiap santri agar
mengikuti shalat jamaah, karena dengan shalat jamaah santri dapat
mendapatkan pahala, dan memiliki jiwa-jiwa yang ada pada dirinya
seperti kebersamaan, persaudaraan dan lain sebagainya. Dengan shalat
seseorang telah menjalankan perintah agama melalui shalat inilah yang
orang dapat membedakan antara orang yang beriman dan tidak beriman.
4. Kerja bakti
Kerja bakti yang dilaksanakan sekali dalam dua minggu
yang diikuti oleh seluruh santri mempunyai manfaat seperti santri peduli
dengan lingkungannya, sikap kerja sama, suka menjaga kebersihan.
Kerja bakti yang dikoordinasi oleh departemen kebersihan dan dibawah
pengawasan lurah pondok hal ini ditujukan supaya santri tidak hanya
melakukan pembersihan jiwa melalui ibadah kepada Allah akan tetapi
santri juga perlu menjaga lingkungan sekitarnya demi menjaga diri
supaya tidak sakit.
5. Diskusi
Dalam pelaksanaan diskusi dilakukan oleh seluruh santri
dan hal ini santri dikelompokkan dalam beberapa kelompok yang
pengelompokannya disesuaikan dengan kamar yang ada jumlah kamar
ada 8 sehingga santri menjadi 8 kelompok dengan tema dan waktu yang
berbeda-beda tema tersebut langsung ditetapkan oleh departemen
Tarbiyah yang apabila dalam tema mengalami kesulitan untuk mencari
70
buku atau referensinya maka tema dapat dirubah sehingga diskusi dapat
berjalan lancar.
Tema-tema tersebut meliputi: (1). Qosor shalat bagi
musafir, (2). Thaharah dan air musta’mal, (3). Hukum berbuka puasa
karena mengira sudah waktu maghrib / sahur waktu imsak, (4). Zakat
fitrah. Ta’jil, (5). Puasa bagi musafir, (6). Buka puasa bagi orang yang
sangat lapar dan haus, (7). Wali nikah sirri dan kawin lari, (8). Hukuman
bagi orang yang zina menurut ulama.
Untuk menyikapi supaya diskusi tidak monoton dalam
pelaksanaan dan untuk menambah ilmu pengetahuan, serta
mengembangkan daya pikir santri, maka dari pihak pengurus meminta
para alumni yang telah menjadi mahasiswa paska sarjana atau dari
lembaga lain untuk mengisi kegiatan diskusi tersebut. Dalai diskusi
dapat diambil manfaatnya seperti menghormati pendapat orang lain,
menyampaikan pendapat kepada orang lain, dan lain sebagainya.
6. Puasa
Puasa yang dilakukan adalah puasa wajib dan puasa sunnah
puasa wajib seperti puasa pada bulan Ramadhan, sedangkan puasa
sunnah seperti puasa tahunan, puasa senin dan kamis puasa pada tanggal
8, 9 Dhulhijah, puasa 6 hari pada bulan Syawal dan lain sebagainya
dengan puasa diharapkan dapat mengendalikan diri dari perbuatan yang
tidak baik. Dengan puasa akan dapat menambah ibadah kepada Allah
dengan puasa jiwa akan menjadi tentram dan tidak mudah untuk marah.
71
7. Berdhikir
Sebagai ibadah yang dilakukan oleh santri baik melalui
bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bersama-sama seperti pada waktu
setelah shalat jamaah sedangkan sendiri setelah selesai berdzikir
bersama biasanya para santri melakukan dzikir sendiri dengan berdzikir
kita akan selalu ingat akan Allah dan akan diampuni dosa kita yang telah
kita perbuat.
72
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan hasil penelitian tentang peningkatan
perilaku prososial mahasiswa melalui bimbingan keagamaan di pondok
pesantren Raudlatut Thalibin Kec. Tugurejo Kab. Semarang maka dapat
penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Sikap prososial mahasiswa di pondok pesantren Raudlatut Thalibin
Kec. Tugurejo Kota Semarang terhadap kegiatan di masyarakat
dapat digambarkan dengan keikutsertaan mahasiswa kerja bakti
bersama dengan masyarakat untuk membersihkan saluran air yang
ada di lingkungan sekitar.
2. Upaya peningkatan perilaku prososial melalui bimbingan
keagamaan di pondok pesantren Raudlatut Thalibin dapat
digambarkan dengan adanya pengajian-pengajian yang
dilaksanakan setiap hari di pondok tersebut.
3. Implikasi bimbingan keagamaan terhadap perilaku prososial
mahasiswa di pondok pesantren Raudlatut Thalibin dapat
73
digambarkan dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan
setelah mengikuti pengajian.
B. Saran-saran
Setelah melihat kondisi yang ada, serta berdasarkan hasil penelitian
yang penulis laksanakan, maka penulis memandang perlu untuk
menyampaikan saran-saran demi tercapainya peningkatan perilaku prososial
santri di pondok pesantren Raudlatut Thalibin pada khususnya serta semua
pihak pada umumnya. Saran tersebut adalah:
1. Bagi para mahasiswa, umumnya yang tinggal di lingkungan kost
dan khususnya yang tinggal di lingkungan pondok pesantren.
Waspadalah dengan zaman yang modern ini, kita perlu berhati-hati
dan waspada, terutama pergaulan bebas yang perlu kita waspadai.
Untuk itu penulis menyarankan tetaplah berpegang teguh pada
syari’at islam, mengerjakan sholat lima waktu jangan sampai di
tinggalkan dan belajar lebih ditingkatkan lagi.
2. Untuk bimbingan keagamaan yang ada di pondok pesantren
Raudlatut Thalibin, perlu ditambah supaya anak didiknya lebih
meningkatkan kedisiplinan, agar nantinya menjadi anak didik yang
berjiwa sosial, diterima di masyarakat dan berguna bagi nusa dan
bangsa.
C. Penutup
74
Teriring rasa syukur al-hamdulillah yang tidak terhingga kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan hidayahnya kepada penulis, sehingga
penulis dengan segala daya dan upaya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Apa yang penulis sampaikan di dalamnya hanyalah merupakan
sebagian kecil dari ilmu Allah yang maha mengetahui, yang bagai
perumpamaan setitik air yang tertuang dari samudra, yang itupun masih juga
tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran demi
kesempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan.
Semoga Allah AWT senantiasa melimpahkan petunjuk serta
bimbingannya kepada kita, sehingga kita semua dapat mencapai ketentraman
lahir dan batin untuk mengabdi kepadanya, amin.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri Dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung : Refika Editama.
Al-Qasimi, Jamaluddin. 1983. Mauidlatul Mu’minin Min Ihya’ Ulumudin, Al-Maktabah At-Tijariyah Al-Kubro.
Alisyahbana, at. all. 1993. Menuju Kesejah Teraan Jiwa. Jakarta : PT Gramedia.
Arikunto. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar, Syaefudin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Baryoghisy, Hasan. 2005. Wahai Ummi Selamatkan Anakku. Jakarta : Arina.
Chaplin. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Daradjat, Zakiah. 1972. Pembinaan Remaja, Jakarta : Bulan Bintang.
______. 2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.
______. 1990. Peranan Agama Dalm Kesehatan Mental. Jakarta. : CV. Haji Masagung.
______. 1982. Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan Bintang.
______. 1984. Dasar-Dasar Agama Islam, Jakara: Bulan Bintang.
Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan : Ghalia Indonesia.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Djumur Dan Moh Surya. 1975. Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah. Bandung : CV. Ilmu.
Faqih, Ainurrahim. 2001. Bimbingan dan Konseling Islam. Yogyakarta : UII Press.
Hellen. 2002. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jakarta : Ciputat Press.
Hurlock, Elizabeth. 1990. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatansepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Jalaluddin. 1998. Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung : Mandar Maju.
Khusniati. 1998. Peranan Bimbingan dan Penyuluhan Orang Tua terhadap Anak Remaja dalam Upaya Meningkatkan Sikap Percaya Diri di Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap.
Langeveld. 1979. Ilmu Jiwa Perkembangan. Bandung : Jemmars.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Maskuroh. 1994. Peran Orang Tua dalam Mengatasi Penyimpangan Kesehatan Mental Anak (Studi Kasus Anak Peminta-minta Shadaqah di Makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak).
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Monks dan Knoers. 1994. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Natta, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Prayitno. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta.
Ridha, Akram. 2006. Manajemen Gejolak (Panduan Ampuh Orang Tua Mengelola Gejolak Remaja). Bandung : PT. Syamil Cipta Media.
Samsudin. 2004. Peran Bimbingan Islam Orang Tua dalam Mencegah Alkoholisme Remaja di Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.
Sangarimbun dan Efendi. 1987. Metodologi Penelitian Survey. Jakarta : LP3S.
Santrork, John. 2003. Adolesence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.
Shetzer, Bruce And Stone, Shelley. 1966. Fundamentals Of Guidance, Boston: Purdue University.
Subagyo, P. Joko. 1991. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Sujanto, Agus, et.al. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara.
Sukardi, Dewa Ketut. 1986. Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Surakhmad, Winarno Dan Thomas, Manuaray. 1990. Perkembngan Pribadi Dan Keseimbngan Mental. Bandung : Jemmars.
Walgito, Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Andi Offset.
Yusuf, Syamsu. 2005. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Zurayq, Ma’ruf Mustofa. 2003. Sukses Mendidik Anak Mencipta Generasi Moral dan Spiritual. Jakarta : Serambi.
Top Related