1. Pengertian alat tangkap Bubu
Menurut Yuspardianto (2004), bubu termasuk alat tangkap yang statis dan
pengoperasiannya dipengaruhi oleh arus dengan mulut kantong menghadang
arus surut. Agar mulut jaring terbuka dengan baik dan kantong tidak terbelit-
belit maka diperlukan adanya arus, semakin kuat arus, operasi penangkapan
akan semakin baik. Selanjutnya dengan membukanya mulut jaring maka lebih
banyak menampung massa air laut yang mengalir. Mulut jaring berfungsi
sebagai penyaring ikan yang terbawa arus, sehingga ikan tersebut berkumpul
dalam kantong.
Menurut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (2006),
alat tangkap Bubu adalah jerat yang terbuat dari anyaman bambu yang banyak
digunakan di seluruh Indonesia. Belakangan ini, Bubu kembali popular karena
digunakan untuk penangkapan ikan perdagangan ikan karang hidup. Bubu
biasanya dipasang dan diambil oleh para penangkap ikan dengan cara menyelam
dengan menggunakan kompresor.
2. Bagian-bagian alat tangkap bubu
Menurut Mahultte, Unit penangkapan terdiri atas:
(1). Alatpenangkapan yaitu bubu terbuat dari besi dengan ukuran: panjang 120
cm, lebar 70 cm dan tinggi 60 cm
(2). Nelayan sebagai pelaksana kegiatan penangkapan;
(3). Kapal merupakan sarana yang dilengkapi dengan katrol untuk melancarkan
proses kerja bubu;
(4). Bubu dilengkapi dengan pemberat agar tidak tergoyang oleh arus, tali dan
pelampung berbendera yang dipersiapkan padapermukaan air laut.
Bubu bambu ini rata-rata berbentuk trapesium dengan menggunakan saw
anaka yang merupakan mulut atau pintu masuknya ikan.Pada bagian bawah dari
bubu itu terletak ruang untuk mengambil hasil tangkapan. Bubu trapesium
dianyam dari potongan bambu dengan ukuran 1- 1,5 cm. Pada bagian dalam atau
luar dari bubu diletakkan 4 buah pemberat, tergantung ukuran besar kecilnya bubu
.
Konstruksi Bubu Dasar terbagi dalam 2 bagian yaitu bagian rangka dan
bagian mulut. Kedua bagian tersebut terbuat dari bahan yang berbeda,
spesifikasinya adalah sebagai berikut: rangka alat tangkap dengan bahan besi,
badan bubu terbuat dari jaring PE (Poly Etilene), pintu bubu, mulut bubu,
pemberat, tali selambar, dan pelampung. Peralatan pendukung adalah kapal
dengan ukuran 14,5 x 2 x 2,5 meter, mesin dongfeng, box pendingin, GPS, Fish
Finder, tali pengait, ganco, sikat pembersih. (Pratama. et. all., 2012).
3. Metode pengoperasian alat tangkap bubu
Bubu dibuang kedalam laut dan letak bubu dibetulkan agar badan dan mulut
bubu menghadap arah datangnya arus. Nelayan bisa istirahat atau kembali
kepangkalan. Nelayan mulai kembali bekerja setelah air surut. Sesampainya
didaerah penagkapan kapal dihentikan dan memutar haluan kearah tiang bubu
yang pertama. Seorang nelayan menarik tali ring bagian bawah, dan satu lagi
membantu mengikatkan tali yang telah ditarik, dan dilanjutkan ke tali ring
bagian bawah berikutnya, sehingga tali ring bagian bawah akan bertemu
dengan ring besi bagian atas, maka keadaan mulut bubu akan tertutup.
Setelah satu bubu selesai maka akan pindah ke bagian berikutnya sampai ke
bubu yang terakhir. Dan kapal motor diputar ke arah bagian kontong bubu
dengan posisi bagian haluan kapal berada dekat kantong bubu sambil melawan
arus lemah.
Dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu ukuran
besar), bisa ganda(umumnya untuk bubu ukuran kecil atau sedang) . Bubu
dioperasikan satu persatu, dengan pelampung tanda menghadap ke daratan, namun
tali yang terpasang di daerah pantai Nusa Penida umumnya tidak kelihatan tetapi
kadang-kadang menggunakan pengait untuk menariknya . Peletakan bubu yang
berukuran kecil adalah pada sekitar pesisir pantai dengan kedalaman 5 - 10 m dan
yang lebih besar akan diletakkan jauh dengan kedalaman mencapai 15 m tetapi
tetap berada di sekitar daerah terumbu karang (fringing reef) . Bubu tersebut
diletakkan dengan cara menyelam untuk mencari posisi yang tepat didasar laut,
biasanya untuk tetap stabil, pada bagian atasnya ditempatkan beberapa buah
karang yang berada di sekitar bubu .( MAHULETTE. 2002)
4. Ala bantu penangkapan
Menurut Ramadhan (2011), alat bantu penangkapan ikan yang dipersiapkan
meliputi kacamata selam, ganco dan ember (dondang) untuk membantu
kelancaran operasi bubu tambun. Pada tahap ini semua alat yang akan digunakan
disiapkan dan diangkut ke atas kapal. Pengangkatan bubu dilakukan pada
keesokan harinya. Dalam proses pengangkatan bubu menggunakan alat bantu
berupa pengait. Pengait berfungsi menaikkan bubu dari dasar perairan ke atas
kapal. Bahan alami ijuk dan goni ini mempunyai prinsip seperti atraktor rumpon
berfungsi untuk membantu mengumpulkan ikan, dengan alasan atraktor rumpon
yang terbuat dari bahan alami membuat perifiton dan alga menempel pada subtrat
alami.
Menurut Pratama et. all. (2012), peralatan pendukung adalah kapal dengan
ukuran 14,5 x 2 x 2,5 meter, mesin dongfeng, box pendingin, GPS, Fish Finder,
tali pengait, ganco, sikat pembersih. Konstruksi Bubu Dasar terbagi dalam 2
bagian yaitu bagian rangka dan bagian mulut. Kedua bagian tersebut terbuat dari
bahan yang berbeda, spesifikasinya adalah sebagai berikut: rangka alat tangkap
dengan bahan besi, badan bubu terbuat dari jaring PE (Poly Etilene), pintu bubu,
mulut bubu, pemberat, tali selambar, dan pelampung.
Referensi :
Pratama, Ficka.A., Boesono, Herry dan H. D.Trisnani. 2012. ANALISIS
KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN IKAN
MENGGUNAKAN PANAH DAN BUBU DASAR DI PERIRAN
KARIMUNJAWA. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and
Technology. Volume 1(1): Hlm 22-31
5. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan Bubu Dasar di Karimunjawa merupakan ikan-ikan dengan
ukuran yang besar karena pemasangan Bubu yang berada pada laut lepas. Ikan
target utamanya adalah kerapu sunu (Plectropomus sp) karena memiliki nilai
ekonomis tinggi. Ikan hasil tangkapan lainnya adalah Kerapu Balong
(Ephinephelus sp) dan dari famili ikan kakap (Lutjadidae).( Pratama et. al., 2012)
Hasil tangkapan pada bubu selama kurun waktu penelitian berjumlah 261
ekor dengan proporsi hasil tangkapan kepiting bakau sebagai hasil tangkapan
utama sebanyak 36% dari total hasil tangkapan atau setara dengan 94 ekor.
Adapun hasil tangkapan sampingan selama penelitian sebanyak 64% dari total
hasil tangkapan atau setara dengan 167 ekor. Adapun untuk hasil tangkapan
sampingan yang tertangkap selama penelitian antara lain udang peci (Penaeus
indicus), kepiting batu (Thalamita sp.), kepiting bolem (Leptodius sp.), rajungan
(Portunus pelagicus) dan beloso (Saurida tumbil). (iskandar. 2013)
Referensi :
Referensi :
Iskandar,Dahri. 2013. DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG
DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA
MAYANGAN KABUPATEN SUBANG. Jurnal Saintek Perikanan Vol.
8(2): 1-5
Pratama, Ficka.A., Boesono, Herry dan H. D.Trisnani. 2012. ANALISIS
KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN IKAN
MENGGUNAKAN PANAH DAN BUBU DASAR DI PERIRAN
KARIMUNJAWA. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology. Volume 1(1): Hlm 22-31
Yuspardianto et al. 2004. PENGARUH WAKTU OPERASIONAL TERHADAP
HASIL TANGKAPAN BUBU TIANG DASAR DI PERAIRAN BAGAN
SIAPI-SIAPI KABUPATEN ROKAN HILIR, PROPINSI RIAU.
Mangrove dan Pesisir. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Bung Hatta Padang. Vol. IV No. 3/2004.
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2006. Paduan Jenis
Jenis Penangkapan Ikan Ramah lingkungan. PT. Bina Marina Nusantara.
Jakarta
Mahulette, T,R. 2007. PERBANDINGAN TEKNOLOGI ALAT TANGKAP
BUBU DASAR UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS
PENANGKAPAN IKAN DEMERSAL EKONOMIS PENTING DI
KLUNGKUNG BALI. Pusat Riset Perikanan Tangkap Jalan Pasir Putih I
Ancol Timur, Jakarta Utara 14430.
MAHULETTE, THOMAS R.2002. PERBANDINGAN TEKNOLOGI ALAT
TANGKAP BUBU DASAR UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS
PENANGKAPAN IKAN DEMERSAL EKONOMIS PENTING DI
KLUNGKUNG BA. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII
Top Related