Cv-
SULAWESI REGIONAL DEVELOPMENT PROJECTDISCUSSION SERIES
• 'AUSr«AL,lA
Xjj PROYEK PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI'"'uJ SERI DISKUSl .
I»EMAHAMAN PEOESAAN DAEAM WAKTE SINGKAT DAN DATA DASARGENA PENGIDENTIFIKASIAN KELOMPOK SASARAN YANG LEBIH TEPAT
(' DI DESA E’EYA, ULATAN DAN PALASA TENGAH
KECAMATAN TOMINI, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH
A
'i -E.k.,
rekaN!
' x;
\
(HehH-
TANIA LI, Ph.D, dkk
*;SANREGO
GtJLAMAS'
w-'
- f*
^ MARE! 1993
r-r
SRDP II
The Sulawesi Regional Development Project, Phase II (SRDP II), aims to improve the welfare of
rural populations in Sulawesi, Indonesia, by enhancing the capacity of local planning agencies to
plan and implement effective regional development programs. Through a carefully designed program
of institutional development, SRDP II assists in developing the skills of local planners in midterm
and annual planning ns well as in the identification, appraisal, design, monitoring and evaluation
of projects which will benefit Sulawesi populations.
SRDP II (1990-1995) is a joint effort of the University of Guelph and the Department of Home Affairs
of the Government of Indonesia (GOI). The Canadian Government through the Canadian International
Development Agency (CIDA) has contributed C$ 24.8 million to support SRDP II. The Government
of Indonesia supports the Project, both directly and indirectly through the contribution of funds,
labour and commitment. •
Special concerns of SRDP II include the alleviation of rural poverty, the role of women in planning
and implementing development, sustainable development planning, the role of Non-Governmental
Organizations (NGOs) in promoting effective development and supporting the GOI initiative towards
decentralization and bottom-up planning. ’
'ii
SRDP IPs six Integrated Area Development sites (IADs) offer Sulawesi based-planners a well-defined
area in which to apply their skills and observe the effectiveness of their development plans. Lessons
learned in the implementation of IAD programs can be applied to district and province wide planning.
For further information about SRDP II please call or write:
Proyek Pengembangan Wilayah Sulawesi
Jalan Dr. Sutomo 26
P.O. Box 187
Ujung Pandang .
Sulawesi Selatan
Indonesia
Tel: 62-411-322049 or 62-411-313235
Cosy: [email protected]
Fax:62-411-313225
Sulawesi Regional Development Project
620 Gordon St.,
University of Guelph,
Guelph, Ontario, Canada
NIG 2W1
Tel: 519-824-4120 ext. 3654
Cosy; [email protected]
Fax: 519-825-5523‘
f V\ _
}
PEMAHAMAN PEDESAAN DALAM WAKTU SINGKAT DAN DATA DASARGUNA PENGIDENTIFIKASIAN KELOMPOK SASARAN YANG LEBIH TEPAT
DI DESA E’EYA, ULATAN DAN PALASA TENGAHKECAMATAN TOMINl, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH
LAPORAN PENELITIAN OLEHTIM LATIHAN PEMAHAMAN PEDESAAN DALAM WAKTU SINGKAT
(RAPID RURAL APPRAISAL TRAINING TEAM)
APRIL - MEI 1992
oleh
Tania Li, Ph.D, Konsultan
dan
dra. Farida T. Latepo, BAPPEDA Tk. I Sulawesi Tengah
drs. Ambril Landusa, Motivator TTM, BAPPEDA Tk. I Sulawesi Tengah
drs. Sutopo Sapto Condro, BAPPEDA Tk.II, Donggala
Hja. Zainab Hi. M. Husain, BAPPEDA Tk. H, Donggala
Monongon Sitohang, B.Sc., Dinas Perkebunan DAT! H, Donggala
drs. Wahab Wabyudin, Bangdes, Donggala
drs. Hapri Ika Poigi, Universitas Tadulako dan Yayasan Ronsontapura
drs. Datu Pamusu T., Yayasan Rosontapura
Arnold Yuta, Yayasan Wahana Bina Mandiri
William J. Duggan, Universitas Guelph
untuk
Proyek Pengembangan Wilayah Sulawesi
(Sulawesi Regional Development Project)
Universitas Guelph
dan
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (BANGDA)Departemen Dalam Negeri
bekerja sama dengan
Canadian International Development Agency (CIDA)
Maret 1993
ISSN 1192-1439;#2
ISBN 0-88955-316-5
Digitized by the Internet Archive
in 2015
https://archive.org/details/pemahamanpedesaaOOtani
Canadian Cataloguing in Publication Data
Li, Tania, 1959-
Pemahaman pedesaan dalam vaktu singkat dan datadasar guna pengidentif ikasian kelompok sasaranyang lebih tepat
(Sari diskusi, ISSN 1192-1439; 2)
Issued also in English under title: Rapid appraisaland baseline data for refined target groupidentification.Includes bibliographical references and index.
ISBN 0-88955-316-5
1. Needs assessment - Indonesia - Celebes.2. Rural poor - Indonesia - Celebes. 3. Ruraldevelopment - Indonesia - Celebes. 4. Economicassistance. Domestic - Indonesia - Celebes.I. Latepo, Farida T. II. Sulavjesi RegionalDevelopment Project. III. Indonesia. DirektoratJenderal Pembangunan Daerah. IV. CanadianInternational Development Agency. V. Title.VI. Series: Discussion series (Sulawesi RegionalDevelopment Project)
;2.
HN710.Z9C6 1993 338.9598’4 C93-093883-6
— I i / Li;i}'i' t
'*'1
S'^?^
Xi> » -i®^^'*'~'‘'''
' i. HS^I . t . ',^i« i t> iXs^S'J
*^.V J^
i. • T':.'^-''."'*^'‘
fe?. '"k- -.i% 'S^.-•'
ji^'
‘>V-^
If
TO-T i;3 5'2 ^ V: <J
lMt«. ••;••.. ;v;^^ -.'I..-
‘ :i^•I*
,‘
igtv^;" j ^-^»v:-j:j ^.'„f ' itii-^stb^X I '• ? "ftituS -.S...
• • ' -^ *——— r«,.,..3
' ',r. f;H«-f^^;’ vr'’
-rf ^x^«^to^i .t^*» :>';'
-.
:.'• h''5 - -,
*.-.4^-,- .!-if^’'«fj i, V. ti ;.'- £ 'i&i''*I ‘ ’ ?V~i oXi5’" «*5 Xt C' '• £ 'i&£'*I ’ £
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pengidentifikasian kelompok sasaran diperlukan untuk keefektifan program pengembangan, terutama yang dirancang
untuk membantu masyarakat paling miskin guna meningkatkan penghidupan mereka dan aktif berpcran-serta dalam
kehidupan nasional. Studi percobaan dalam pemahaman pedesaan secara cepat dan pengumpulan data dasar,
dipadukan dengan program latihan, dilakukan di tiga desa di Sulawesi Tengah pada bulan April - Mei 1992.
Metodologi yang dikembangkan dapat diterapkan di banyak tempat di Indonesia, terutama di daerah yang banyak
penduduknya terpencil, dimana tidak terdapat sumber data sosial ekonomi, bahkan data dasar demografi (seperti
jumlah rumah- tangga dan lokasinya). Aspek kemiskinan yang beraneka ragam yang dialami oleh kelompok tersebut
(keterkucilan, kelemahan fisik, kemiskinan material, kerentanan dan ketidak-berdayaan) semuanya perlu diperhatikan
dalam pengidentifikasian kelompok sasaran.
Segi-segi kunci dari metodologi tersebut termasuk kunjungan langsung ke lingkungan pemukiman (RT); penggunaan
lingkungan pemukiman/ RT sebagai unit bagi pengumpulan data secara sistematik; pemetaan yang melibatkan peran-
serta masyarakat sebagai alat untuk memperoleh data bio-fisik dan rumah-tangga yang tepat (jumlah rumah-tangga
dan lokasinya): membuat daftar lengkap rumah-tangga di tiap daerah berdasarkan peta tersebut; menggunakan daftar
tersebut untuk mendapatkan data dasar demografi dan ekonomi tiap rumah-tangga, dengan melakukan wawancara
singkat dengan anggota keluarga rumah-tangga tersebut atau wakilnya; menggunakan indikator kunci sebagai titik
utama untuk pengumpulan data rumah-tangga; penyusunan ranking kekayaan oleh pcnduduk setempat sebagai uji-
silang atas pengidentifikasian rumah-tangga termiskin serta sebagai tehnik untuk memulai diskusi tentang cara untuk
memperbaiki situasi mereka; diskusi kelompok tentang masalah-masalah, potentsi dan prioritas; wawancara semi-
struktural yang lebih mendalam, untuk memahami pandangan masyarakat setempat, proses perubahan, dan hubungan
antara masyarakat dengan lingkungan hidup.
Indikator yang terpilih bersifat spesifik berdasarkan daerah yang diteliti, namun laporan membahas beberapa
pendekatan yang terinci dan kriteria yang digunakan dalam memilih indikator, serta kekurangan dan kelebihan dari
berbagai indikator altematif. Indikator ekonomi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah: jumlah petak
kebun yang sedang ditanami; tanaman pangan dan garapan hortiluktura yang ditanam; jumlah tanaman keras yang
ditanam; serta cara memperoleh tanah. Indikator pendidikan adalah rasio jumlah anak usia sekolah dengan anak yang
bersekolah, dan persentasi pcnduduk dewasa yang buia huruf. Indikator kesehatan utama yang digunakan adalah
jumlah bayi dan anak kecil di lingkungan pemukiman tersebut yang pemah mengunjungi klinik kesehatan atau yang
pemah memperoleh imunisasi.
Di Bagian Satu, Bab Dua menguraikan metodologi dan pendekatan yang digunakan untuk pengidentifikasian
kelompok sasaran. Bab Tiga menyajikan hasil penelitian dalam bentuk ringkasan, dan mengidentifikasi karakteristik
dan tingkat kemiskinan yang dialami oleh tiap RT/ lingkunan pemukiman yang diteliti. Hasil pengidentifikasian
kemiskinan dalam tingkat rumah-tangga (dengan cara skoring indikator data dasar dan mengujinya dengan hasil
ranking kekayaan) tidak dilaporkan disini, tetapi penjelasan mengenai metodologi yang digunakan dapat disediakan
bilamana perlu. Bab Empat mengetengahkan beberapa usulan untuk memepertajam program guna memenuhi
kebutuhan masyarakat desa yang miskin. Bagian Dua (hanya tersedia dalam versi Bahasa Indonesia) melapwrkan
mengenai analisis data yang disusun oleh tim latihan, yang membuat ringkasan bahan wawancara yang diperoleh dari
perorangan dan diskusi kelompok, menyusun tabel dari data indikator, dan mempertimbangkan beberapa macamstrategi guna meningkatkan kondisi tiap RT. Data dan analisa ini menyajikan dasar bagi hasil-hasil yang tertulis pada
Bab Tiga, Bagian Satu.
Saran-saran utama dari penelitian ini adalah sebagai berikui :
* Pengakuan akan adanya keragaman di daerah Proyek, namun hams pula mencari pola-pola umum yang
dapat menjadi dasar untuk menentukan "wilayah sasaran", sehingga informasi yang terpcrinci hanya
dikumpulkan jika benar-benar dibutuhkan, jika masalah utama dan pola-pola yang mempengamhi zona
tenentu telah benar-benar dipahami.
11
157
.itP5fto'ln(»j(»'sq jpa>80V{ Acplii namu o<jt«t>UTibu>J^
Kutinb Itrjte unfe n$>Mm Us\uidii%ti,'s>q *ni/8 Kti^ka sn»l«q i«?t»
UMikb udmtme^ati msb iCQ» siti^ awHSrtsuwq rfi«kli il>a)3 cw|ulN£i9:tfw“ ^wjia4fcU.a> ,nsrfU«l
,I«*( d|4- fNA nsriei'thfiii (fiignat & WK^Sr ^ .
jo*x a «wnh« *itec!tw?^ il) 2j=<jmoJ ^Mvn^M JAi|^ ft/i34tn6(tofa^ |na\ tajjfob«^‘
ijvi<M») fljfT^ub fiiiifevf itt'rfitiuste ft«Boa «i;T> T»«l(n«4 fA^iiim Bna^ub i|?a^i a^aiubdK^.. . -- . . .
s £
h
-niti'jq o«»fswii dt^wgiwi ®^s rtflStX|fTii4mii ised iiiw r^(6P^^<3 aasM^i g^0ipai-4Uimin my tc
"^1^ midbrntsp^jr qsJ«5I|»J v^JaAnsai
4tu .^feuW,x| Ao r«fw«^ajSi^ ^Xuicw^ ia^UimMH.duwe.sKM
-jt»ts« <r«jbiMy/avf ,K^i<>^t^ itai'*‘Litsdw^^ptem
::^- AS^nSliJS^
?®jiia,. -•ti,
•3 hfi6 rt^«j^ mtmirn md ^.lijflin«t« itijsjiiMj|aWjN«^MS^>te ini
,.
,
E«a^ jii^apsipb #»ia|^^»«j,;:'
_
1
’•*..' —
*
... J
'.- '.. *-i »• .1*'. .-£» ••'V I..'-"' :v“..*i ... of-.: • ,1.:..'
;. 4 .i^..*/ m4*» -„a-: f' - •' ^ - :i— ^
DR^ciiiiyAm fi«‘:h £Lfi(h ixtn
imtm«>ai 8m<%fnints*^ nut{awoq^nrB 44i«l^
(*r5iOi«4&{f I^4»ts€jr4^^ 3/«^ wsb j/4i7i«>^iP:f
nab /«58sr4,^n& jiy!^R£j^^^.^nsau^ ftjJi HjjIo augiwSl'Iflat
. ...^ jj '
—
-/ -^ • ^ n^r^s.. .<idL^:v WcC^. i*sMAtA%^tvtkfr4 maih A^ A&5 ,4i?E^>aib5» ^iggigolgat
?a m%%
m
m -*f aO»' }i#ii^^1^|& ii^ /4ifiIo<t^ nsb
s»iLt mara^ ^n-5^n fil*«r ‘%w«v»wi< ttonhxiw gm hwiw<bl« :^uwo ais^ifiatnsa^ iBquI)
^i\<xK .|iUnHyttaq0»>iTt ^nii'if «U>q-sft>i|, imfe RHisia ^iptasn nMwd*:anad a^it miiluqaMilb
ifi^lfft ib uimi^l^li ditiaM <tliJ» alf
i,^.&• ^madsqib tfint-<.>-«n.^ ii^si^wJiKr^
m
Menyesuaikan program dan pendekatan dengan kondisi setempat, melalui mekanisme seperti latihan,
penyuluhan aktif dan monitoring, insentif untuk petugas yang bekerja di tempat sulit dan terisolasi,
penggunaan kader dan pembantu lokal, dan pemakaian kemudahan komunikasi yang efektif.
Memperkuat kemampuan masyarakat setempat untuk perencanaan dan pengelolaan program,
sehingga lingkungan pemukiman dan desa dapat lebih mandiri, dibantu oleh LSM jika perlu.
Menerapkan lingkungan pemukiman tingkat Rumah Tangga (RT) sebagai unit operasional untuk
perencanan dan manajemen program, karena unit ini merupakan ukuran yang sesuai (20 - 60 rumah
tangga), yang terjalin erat oleh kekeluargaan dan ikatan sosial lainnya, dan status sosial-ekonomi anggota-
anggotanya relatif setaraf, menghadapi berbagai kesempatan dan hambatan yang sama, akan membuat
pengembangan lokal yang berlanjut dan adil menjadi suatu harapan yang realistis.
Bekerja dengan perorangan, wanita, laki-Iaki dan kelompok muda, daripada dengan rumah-tangga,
sebagai unit ' bantuan pada tiap program yang berorientasi pada pendapatan (seperti
penanaman tanaman keras, peningkatan teknik pertanian, program perkreditan, dll), Pendekatan ini sejalan
dengan kebiasaan dan tradisi setempat, dan menjamin bahwa peran kemandirian wanita sebagai pemilik
lahan dan sebagai petani diakui dan didukung, dan bahwa kaum muda wanita dan laki-laki dibantu untuk
memantapkan dasar ekonomi sebelum menghadapi beban untuk menunjang kehidupan keluarga muda.
Maju selangkah demi selangkah, mulai dengan kegiatan-kegiatan yang sederhana, dengan potensi yang
baik bagi proses belajar masyarakat dan pemerintah. Di desa desa sasaran, langkah-langkah tersebut dapat
meliputi pengadaan sekolah kecil di pegunungan; pelayanan kesehatan dasar secara aktif; peningkatan bidang
pertanian menuju sistem yang lebih berkelanjutan, serta peningkatan di bidang komunikasi.
Ill
L.;V • oRJc.-n^! iOb Iili»3 »» tfettswcj art#\' ?«*Otoq ii^Xnu 'U»n:>em neb Ib-d 'uMir^sq
’jfiiiv ‘2i:^a^wo4 ii'tnficijftsci fi«& ; mifv;
nnMa‘mri>.n. »R^.T.v.'>y, b? .<si«-{3or4 aRif'ifltam’iJl
j'' . . iil n;: ..' !tot'^ at^ iwi^msq
;.iliifw W,w>kirx-Jiiri»' ti !/ 'T rj;r'**JT ii»maSf--i%l;>iai makji^tffsn
(' .Tjrv od - tu:) o-w.-* »* ••'-• ;v.is»m •.fn< '• I! •ui aS>«4 j4«H.
'
:'
iv-Jjfiij: .'i.'!-.-/ fUi([&-w;rt apm. mt tuii^tsd'^aw
itiy^-'si)' aJsaq <^3 fiW-':(»«Sl •.••^ b.=" 4o>i
iai /ffb n}o^(,d fsgaifenaf
f<4«bn6ffjaa' bBagg.
».5wf^ d^ Slbiji'A' Bbu.-n :(7jjrtd (»b ifitetl-' ^ ftid) ffdliT.
.RT.«fti rsqd idfti aik3^8Jncnv$crt,
S®."'
'
' •
a<ijjb JucirjTrti esd) XHlttpd- tgivd
'i'T,f!»v<J{ii'j.ft)iSn}fito»^ ;irr:'{5 rut n«'^)#;iR3qUuq;i3m
8fH^^na4tWsm f%uu‘..ft'yj
;
i?!'
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif ii
Daftar Gambar v
Daftar Tabel vi
Daftar Singkatan dan Istilah vii
Kata Pengantar viii
Ucapan Terima Kasih ix
Bagian Pertama
Pengidentifikasian Kelompok Sasaran
I. Latar Belakang 1
II. Pengidentifikasian Kelompok Sasaran: Pendekatan 6
III. Pengidentifikasian Kelompok Sasaran: Hasil 19
IV. Saran-saran Guna Menfocuskan Kembali Program untuk Memenuhi Kebutuhan Rakyat Pedesaan yang
Miskin 47
Daftar Pustaka 57
Bagian Kedua
(tidak dimuat dalam versi ini)
iMporan mengenai Desa dan Lingkungan pemukimannya
iv
b* =feilf C
eSxi . 1 r?« .. •-..ifV . V ' * * i' " “t' ' <;.< t',^)»''‘.*:^M " r"
-
_JL :' ».. . .a#-" :;". - ai^*lia, ^^».^iit^. : -aA* - aj _i£_%.
M
L*
,® j , (ff
T_.
'''
'
w-' '
!!?^' -iMlS -V ^
?r tii’r ''
•' **». !' -w^'?" “ % ,
'^'" '*' 3 'iH.-rfiK'.'.
j ti .: . y jSfji ..»'t .^Vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Peta Lokasi - Tinombo-Tomini-Moutong, Sulawesi Tengah x
Gambar 2: Peta Administrasi - Desa E’eya 3
Gambar 3: Peta Administrasi - Desa Ulatan 4
Gambar 4: Peta Administrasi - Desa Palasa Tengah 5
Gambar 5: Peta Zona - Desa E’eya 44
Gambar 6: Peta Zona - Desa Ulatan 45
Gambar 7: Peta Zona - Desa Palasa Tengah 46
V
af‘
jRATlAa
" ' '^'jJSJ
"8t'
p - 3'
^ ' 6'
' ^“ '*
- . , vv - w . «siiiftJ *• i«fiti?ifllmbA
g «^' *L ' laA. , a|« ««><•> ('ft* •• »«» I fl • V »«“»•» -. • >'* '*
I . . . . . r Mf- - *S^'’
- -T. .fcr-'t-- ,-
'
^„'.'i -a*a _-.
* . . :- ••-
> . . -I K BI f(»,v* ii«alfjk«f^ • i-'>9-V ®*% A g,' •
'
,
'5 • •« » 3W.: *1*-''
2^^ 4 -'»~ f- nitn |T T^flnsL>
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Distribusi Penduduk Berdasarkan Zona (Rumah-Tangga) - Tiga Desa . . . 21
Tabel 2: Ringkasan - Skor Zona Pesisir 25
Tabel 3: Ringkasan - Skor Zona Kaki Bukit 28
Tabel 4; Ringkasan - Skor Pegunungan Tengah 37
Tabel 5: Ringkasan - Skor Pegunungan Dalam 42
Tabel 6: Ringkasan Skor Dari Seluruh Zona 43
vi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
GKSTPKMTPPWSPPLDTTM
Bahasa Lauje:
abo
bagis
belang
joong
gio
ondot
ulat dedei
ulat apangkat
doat; mendoat
Gereja Kristen Sulawesi Tengah
Proyek Pemukiman Masyarakat Terasing
Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat
Penyuluh Petanian Pembantu, Tingkat Desa
Kecamatan Tinombo, Tomini, dan Moutong
semak-semak
pohon sago
satu kebun dibuat berberapa bagian, untuk masing masing anggota rumah tangga
kebun yang sementara diola
alang-alang
ubi hutan
hutan sekunder yang masih kecil
hutan sekunder sudah besar
hutan primer; membuka hutan primer
vii
<*' 1 .;
•''^;'(!9
KATA PENGANTAR
Tujuan utama Sulawesi Regional Development Project (SRDP) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosial masyaiakat pedesaan di wilay^ Proyek (lAD). Wilayah TTM terdiri dari kecamatan Tinombo,
Tomini dan Moutong di pantai Timur Sulawesi Tengah. Studi-studi sebelumnya seperti misalnya Provincial
Development Status Review: Sulawesi Tengah (1989) telah membuktikan bahwa kehidupan petani-petani di daerah
pegunungan di wilayah TTM sangat suliu Banyak petani dari wilayah ini mengerjakan tanah maijinal dan hutan
daerah pegunungan bagian dalam telah banyak mengalami penggundulan, Kedka program SRDP d^rkenalkan di
TTM, hanya sedildt usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan kondisi petani daerah pegunungan yang terisolir
ink
Sampai sekarang, lokasi dan karakteristik sosial yang pasti dari masyarakat termiskin di wilayah tersebut
belum diketahui dan kelompok tersebut belum diketahui jomlahnya. Selama ini perencana-perencana Bappcda
mengandalkan kantor pemerintah setempat dan lembaga-Iembaga pembangunan, misalnya Bangdes, untuk
memperkirakan luasnya kemiskinan. Sebagian besar dari lembaga ini mengandalkan pada data yang mutnnya masih
dipertanyakan, Proyek ini sebeluranja telah berusaha untuk menggunakan standar omom seperti misalnya ukuran
luas rumah, kondisi rumah atau pemHikan barang-barang rumah tangga untuk mengidentifikasi kelompok yang
miskin. Dirasakan bahwa ukuran-ukuran umum tersebut tidak dapat menangkap variasi gaya hidup di antara wflayah-
wilayah tersebut diraana beberapa di antaranya menggunakan sumber daya dalam cara yang beibe^-beda, Misalnya,
peladang berpindah-pindah mungkin tidak banyak mcnginvestasikan dalam bangunan fisikkarena merekabermaksud
meninggalkan daerah iiu dalam beberapa tahun mendatang.
Studi yang bemama "Rapid Appraisal and Baseline Data for Refined Target Group Identification" ini beittyuan untuk
menciptakan suatu raetodologi untuk mengidenti fikasikan dan menghitung masyarakat miskin dalam setiap lokasi
dan untuk menciptakan parameter yang disesuaikan dengan keadaan setempat untuk mendefinisikan kemiskinan.
Proses tersebut mencakup satu rangkaian workshop untuk instansi sektoral, perencana dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang beroperasi di wilayah TTM,
Proyek tersebut terns menerus berusaha meraperhalus dan menyesuaikan pendckatan yang diambil dalam studi
tersebut dan meninjau kembali penerapan "RRA" laiimya yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan Proyek untuk
menjamin efektifitas, efisiensi, ’replicability’ dan pelembagaan ddam proses perencanaan pembangunan daerah.
Hasil dari review ini akan dilaporkan dalam pembahasan berikutnya dari Rangkaian kefctas keija ini.
Maret 1993
SULAWESI REGIONAL DEVELOPMENT PROJECT
Barbara Kirby,
Research and Publications Coordinator
Editor, Sulawesi Regional Development Project Discussion Series
viil
^1^;.
"
>uM anil Stt!p»Bi iJrau) s
it) neUKwtoabWHE ew*yqji« ;#la«i»m^‘*^ "^^^'*‘’1'^
^Wi»*SM^:f
i
dJto ^fmOMtKJfai d^ttlwlftH' JjTOtjm Mlifii?
'
'^'
ia«iis»'a&'^ojsK'i'(»t-:itahs!^ "ml
KKibKf 8^^,6«»w&nw
-to ;|M|^ lidflSRifc' ;,i«i3,!i5i4M‘' ^.11^^ tssMaMmsiQ
'^^ _ @0
UCAPAN TERIMA KASIH
Telah banyak pihak memberikan sumbangan bagi keberhasilan program laiihan dan penelilian ini. Pertama-tama
kami ucapkan terima kasih kepada semua pimpinan proyek TTM, di Bappeda Tingkat I dan Tingkat II, serta kepada
penasehat SRDP Bill Barlow dan Tim Babcock yang telah mengatur supaya latihan ini dapat terlaksana, dan selama
ini telah memberikan banyak bantuan dan dorongan semangat.
Terima kasih ditujukan pula kepada anggota Tim atas rasa humor mereka yang tidak pemah padam, semangat kerja
dan kerja keras mereka dalam keadaan yang paling sulit dan melelahkan. Terima kasih disampaikan pula kepada
Bill Duggan yang dengan keahliannya dalam pelatihan, pengetahuan RRA dan keramahannya, menjadikannya sebagai
penengah yang sangat menolong serta pembantu yang tidak temilai dalam memecahkan banyak rtasalah serta
menjaga agar program latihan tetap berjalan sebagaimana mestinya. la juga melakukan evaluasi terinci bagi program
latihan, yang sangat berarii dalam peningkatan proses latihan lebih lanjut.
Para warga desa berbaik hati meluangkan waktu dan perhatiannya bagi kelompok pendatang yang tidak biasa ini dan
menyediakan makanan dan tempat tinggal di rumah mereka di pegunungan. Camat Tomini, petugas kecamatan dan
pejabat desa sangat membantu dalam pengaturan acara serta menjamin bahwa semuanya berjalan dengan lancar.
Di Tinombo, staf Yayasan Wahana Bina Mandiri menyediakan tempat tinggal yang nyaman bagi anggota Tim, dan
begitu toleran atas pertemuan berkepanjangan yang diadakan anggota tim di rumah mereka. Bapak Dullah dan
keluarganya menyediakan makanan dan bantuan lainnya.
Penterjemah bahasa Lauje merupakan bagian yang penting dari Tim.. Terima kasih disampaikan kepada Upa, Yan,
Nia, Ida, Hasir, Sarnia dan lainnya yang telah membantu kami di tiga desa tersebut. Para penunjuk jalan,
menunjukkan jalan setapak di pegunungan dan mendampingi ke tiap lingkungan pemukiman, membawa perbekalan
yang berat, dan kadang-kadang membantu pula dalam menterjemahkan.
Di Palu, staf Bappeda Tingkat II menyediakan tempat kerja dengan suasana yang menyenangkan dan bantuan lain
bagi anggota tim, serta mengatur penyelenggaraan seminar dimana tim menyajikan temuan-temuannya. Di Halifax,
beberapa mahasiswa Indonesia bekerja untuk penterjemahan dan pemeriksaan tabel.
Banyak terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang disebutkan di atas, serta kepada pihak-pihak lainnya
yang telah membantu tim dalam melakukan pekerjaannya.
ix
.mi f
*f?raaT I'A’iA'Ciu
^tyui RfiM M t^i€T rt«h J f I tb
.mb» nuh rfsnepRj /criJi^Uif na}»
'^le jfig(iotn6iJ iii^titTiffb n^) pM>i‘4^ rtafen flfi
»iiai< tRinpiiw ®Oainpi afiiq W ^
«rr» telaiiWi :I14<|»S' ‘Hdsb itj^‘ ^aqtkkrojT^
mwijgtq fej«d ^'..'-A-'V:
•
. O',' -'^•-,
wjh im «*wd -W^lifiiPC
4»h «ittianir«.imi^i^^(^'>;
.ik3rtStf nsi«^ <w^S|pjd o\^(*jn3yii^.'m Siafeb
r"
- ® til S--' ' i^^ ^
.
*•'- W' ^
pwityf^lT eiui^ijf® i^-s!|#fW5Xfl.gn^ -ime V| :*
retb' rtalji^ia mM tdmm 4zvmV - ^ avaiite^»^
.pRlai, ii)(j«ie-^-^j^- .irn?4‘^‘' “'" ‘~'' it—a*, .^v. .t^,^.-.,
tjaiUcia^Ir^ 1 ;wrf3&m9q naaJiMfig^^
,iieddw)^i
^„lP(mifsl (‘b da#«l£»sib an-s^-cii(ii#<j(i.vtt,wn|^,4l&^^
Gambar 1; Peta Lokasi - Tinombo-Tomini-Moutong, Sulawesi Tengah
X
.r’ ® ansM »’ kwiiJu^ ,j}ooUK>M-tWrtioT-<nl»flOfirr g^>*I ;t i^^OTiO
HT«OVt
441
rs' > i X* ^
•W«*i
oaMOvi'hr \K-i
>vx»
V7.W.«T K'ik!k‘%r*<
\Ri.' .. N 'V*'^. ^
rm^.
UutftO nvut{0(i6‘J\Mi>n't^^'’S ^*tf. •»
. :# VtaSl^OMOa- ISfStlfj’ACn'^*
o''^'-
" «a»£;qud 6X^~ ^ »
, 53X
1^
a*ic(A CI.'A4
i«
;, — I'M .
\ .rjw^ae.JMl
l#y{ ;w:
I'V^
-^J' " •^^ " 0
/,
V '.!
i
.»* ^vfUW<.'
"'i^''
1^*’ -j
”'"’ '"^' ^jKjfmionAti f ’^‘
. v1 iV-w
'it^ A: 4 V;3?'
t tt40« *
53^Kv'V^ s
'1^ '
'- ^''
V
I
•> *,
G%<m'"X
/'•
/ \/"
.
"“ T .
i-j
t2-3fAJU2 r’iG2
/ •Jl-'wT/ :.. H
. . I5
;ui \ V
ft • •
Bagian Pertama
Pengidentifikasian Kelompok Sasaran
xi
BAB I
LATAR BELAKANG
Pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan Proyek Pengembangan Wilayah Sulawesi, beitekad untuk meningkatkan
kehidupan sosial dan ekonomi rakyat miskin di pedesaan. Di Sulawesi Tengah, daerah yang dipilih untuk
pengembangan daerah terpadu (integrated area development/IAD) adalah kecamatan Tinombo, Tomini dan Moutong(TTM) di Kabupaten Donggala. Sebagian besar penduduknya adalah petani. Di daerah transmigrasi, petani sudah
menerima bantuan pembangunan dalam bentuk infrastruktur dan penyuluhan, pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Namun, banyak penduduk asli adalah petani miskin di daerah perbukitan, yang mengerjakan lahan marjinal dan agak
sukar untuk mencapai infrastruktur atau p>elayanan.
Dalam rangka mencapai tujuan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pemeraiaan, 12 desa ditetapkan sebagai
"Lokasi Pengembangan Daerah Berkelanjutan" (SAD) dan akan menerima paket program yang dirancang
terutama guna memenuhi kebutuhan petani miskin daerah perbukitan. Dalam merancang program yang efekiif dan
sesuai dengan kondisi seiempat, diperlukan informasi yang dapat mengidentifikasi kelompok sasaran secara agak
terinci. Perencana perlu mengetahui: siapa yang akan dibantu, berapa jumlahnya, dimana tempatnya, apa kebutuhan
dan prioritas mereka, seria bagaimana merancang agar program secara efektif dapat mencapai mereka.
Informasi mengenai kelompok sasaran diperlukan oleh pihak Bappeda Tingkat I dan II yang berperan sebagai
koordinator, Dinas yang terkait di tingkat Propinsi, Kabupaten serta Kecamatan, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang aktif di daerah tersebut, dan oleh pimpinan tingkat Desa, Dusun dan RT. Semua pihak tersebut terlibat
dalam berbagai tingkat perencanaan, penyampaian, pemantauan serta evaluasi program, hiformasi yang dipcroleh
melalui identifikasi kelompok sasaran berfungsi sebagai titik awal suatu sarana atau pedoman guna memulai proses
perencanaan. Data ini akan memberi informasi kepada berbagai pihak di atas mengenai masyarakat miskin yang
dimaksud, dan dimana lokasinya, serta memberi informasi awal mengenai kebutuhan dan prioritas masyarakat
tersebut, sehingga wakil dari instansi terkait dapat mengetahui hams mulai dari mana, dan topik apa yang dapat
menjadi dasar bagi pembahasan dengan masyarakat dalam proses perancangan dan penyampaian program-program
yang tepat Telah diketahui bahwa "kecuali dapat dilemukan suatu tempat atau titik fokus, konsep peran-serta sukar
untuk diimplementasikan dan dilaksanakan" (Ohlsson, 1990).
Pengidentifikasian kelompok sasaran TIDAK menerangkan secara rind kepada instansi-instansi mengenai apa
seharusnya program mereka, atau bagaimana program tersebut hams disampaikan. Adalah menjadi tanggung jawab
berbagai pihak yang terlibat dalam perencanaan pengembangan pedesaan untuk melakukan kunjungan langsung ke
kelompok sasaran guna membahas program-program yang potensial dengan mereka, dan guna melibatkan mereka
dalam perancangan, penyampaian, pemantauan dan evaluasi program tersebut. Perencanaan yang efektif, temtama
apabila tujuannya adalah untuk menjangkau masyarakat miskin, hams mempakan proses yang bersifat peran-serta:
karena perencanaan dan program dari "atas-ke-bawah" tidak akan dapat menyentuh kebutuhan dan prioritas
masyarakat secara memadai, walaupun dilengkapi dengan informasi terbaik yang tersedia.
Pengidentifikasian kelompok sasaran adalah bagian dari survai Kerangka Pembangunan Strategis (KPS) yang
dilakukan secara periodik oleh Bappeda Tingkat II dalam rangka program latihan (LPTPD). Informasi mengenai
daerah TTM yang diperoleh dari hasil survai KPS tahun 1990, dari Laporan Provincial Development Status Review
Sulawesi Tengah (Strachan, et al. 1989), dari sumber sekunder lain, dan dari penelitian sebelumnya (Li, 1991) telah
cukup memadai guna mengetahui bahwa desa-desa termiskin adalah duabelas desa yang terletak di antara Baina’a
dan Tingkulang, dan bahwa masyarakat miskin di desa-desa tersebut mempakan penduduk asli petani perbukitan.
Namun informasi yang ada tersebut belum cukup rinci guna mcnentukan "siapa, dimana, apa, dan berapa jumlahnya",
yang sebenamya mempakan data dasar yang diperlukan sebagai suatu langkah awal dalam suatu perencanaan.
Kemudian, seorang konsulian diminta untuk mengembangkan suatu metodologi pengidentifikasian kelompok sasaran
1
i d
iuvw rt1«*T*b mi ilKtosb
^uoH (kfh flilflioT ^mfwjit i^b«iiaj iisi^/i8¥«W,
litiitti iteitoq ^hjrwifwmw <<jrwwS>l5J /isifcfea aY^u64»i>^«^ a»i|i»«ia2 ofls^aodw psfsi^ud^ ib (WTr) ^fUdt! nafiK^^ iiiUiKi^
149* irftJtiiHti Wafffl ito;i<4lagy^5Kn ife iq^'ill fWii^ ^uf)ul#ttJte<rt«t 4il®"
M3l(i&KiV«b DJ>tit fja^^'aMKT miiiirt iir^tort«^||sft45 twilfiO
gfiit £raiY8f«ffi» JzuloJ"
itcD IldAr gnct' miiw(| W3 ’;t4i nv^;hr^v?i «»d<iJiNia:4 idtr.vomiw zna%
(JYSO^ cMi^. )k>(imofol
MjKiin\a6^usnn Kr«^ amomf tmb
f!f
fuascpod g/TR? II ftsb I Jftlj'wfr lawmolnT ^
isiru^^aiM ,. .., .= - - -„
ii3\»S^ >tfd?«i«i£/tlq'*^ir^ /fRiaiSfe a>TO g/wW^eJ)
d^Un?^b -gad?'t«im5otM' .rUfti^oaq *riSJp!Wirtiin»:iia^ ’F
i^jt^iin ttiieg «wim mmiltt 3to«^<^«sb3f ^
liOSkftMtm r*;ftfTr>t4^ft; ^ lb .naan^fl^
utHn\f^(tam :iu,i*iHq a»duji}a3y^'^»Sf*<>‘)i'% sHb^ cmanfl) sm^; ,t»»ttmtb iv
)sq«b %>i nfili ,^ncm hsfe iijl^
{fjfci^n mTJ^ i,{otq igad iti|^tefn
4 1
4
ijU u^i'
X0|ft .no«saai(0).'^^‘»i#^o^4^
mm ® 'J’' M .
ertS itfisgbvifl njikimfAnxmm i»f0‘i mm i-ixigrifclltemi ^a dfi'.«£5l Jjpaga»w.i «fii« mtg^x^!^^
j;y*rrlan H»Hi4dU»® anis| n«b ft&tfidirom ttiiyg <ilii^j^c||sn^
unuHif^ai
'M
,^;?i>ir> H«»Y o»&«4iWfA^T rtgu«a4-Yii2^_ ^ w'iw^d-afttiY i^wytq fc^ofUi;l0
liitlfci! n^' iiidtti vi«t^ fraiigoiq, fisijnaofiai^
fftibj»^3»' tiCgftiftJa«XSfi*llfc iwicatsw .ifibton? «is®^f
&j»ifer^.“«5'
'
" ® ^ 'iyw ' >w>4Y icv30|t;i;|ftb toqmo!3i:ffRSap^.'as|>iaii«^'^
IfiTOHm-in latwctfbl (Cm'^.J) li^bd ittkSQ^ rf8li> :i;|)Oi1fl^ 8i«rw(» ®cfeSf<rfii)
itumZ iijsnvpf^v:^ Udtx^oA mi6qifi%ib^0i ntato iavTifi iifilb :i'jlmo<|gj'g(»a^MTT rt^eb
dftlii (l<Fy( .UJ W jHari^i^rfag t^?9#U<2
' ^r^f{)^«^*f>'ew^U;d iurlwbgiom eni:^ tfibeni^
I?
tf'<wt«ifi uaMf^ i5 gncrllyihrsq imti%i .‘t^itio^frtKj ewdad ngfi JnliuiarriT (u^ f,'*tr(.iiteJftiHt *<t|iftj3d »xfcb,4fiR ,«iwb>iJ3i ;affl!»'‘ ii;ft^0i*w;«3irtj wjukid iwdirtAi sba /’ni riuM|||^'
.nfl#rtt»03l?ll <uj«iw BUj^i Ma fWs’nd’ '*<^**^ 4^*^ n£.4sqtr»«'
aa^si ik^LSOttu f'ftfea^iiiJ/nbignvq fgcfobiiibWbaijw /t^Xg»t<i<iw;iivi5(it <a1au nmi«w03l ’fsrajw* ,nHitufri«^,
;V 4. ^ ,
yang lebih tepat lagi dan menyelenggarakan latihan bagi petugas pemerintah scrta petugas LSM yang akan
menjalankan pekeijaan ini. Latihan yang dilakukan terutama berupa tiga minggu kerja praktek lapangan di tiga desa,
atau "belajar dari bekerja". Kelompok kerja tersebut kemudian menuliskan bahan-bahan, dan laporan ini merupakan
hasil kerja kolektif antara konsultan dan tim pelatihan.
Walaupun program latihan bertemakan "rapid rural appraisal (RRA)" (Pemahaman pedesaan dalam waktu singkat,
PPWS), namun tugas tim adalah lebih dari sekedar melakukan pemahaman yang berfokus pada kemiskinan
(pemahaman karakteristUc umum mengenai kemiskinan di daerah), sampai meliputi data dasar tentang kelompok
sasaran yang potensial, peta-peta yang terinci, daftar penduduk lengkap di lingkungan pemukiman, dan informasi
mengenai karakteristik sosial-ekonomi tiap rumah tangga dikumpulkan, sehingga pertanyaan mengenai "siapa, dimana,
apa, bagaimana dan sebagainya", dapat dijawab dengan lebih seksama. Karena data dasar telah secara sistematik
mencakup seluruh penduduk perbukitan di tiap desa, data yang terkumpul ini tidak hanya berfungsi
sebagai sarana bagi program perencanaan, tapi juga dapat digunakan untuk membantu penyampaian, pemantauan,
serta evaluasi program.
Metodologi yang dikembangkan mencakup gabungan antara prinsip pemahaman (PPWS) yang cepat dengan teknik
peliputan sistematik yang diharapkan dapat diperoleh dari sensus dan survai rumah tangga. Pendekatan ini dapat
disebut sebagai "data dasar cepat untuk pengidenlifikasian kelompok sasaran yang lebih tepat".
Pendekatan ini juga menggunakan beberapa teknik yang berasal dari proses yang dikenal sebagai "participatory
appraisal", yang melibatkan peran-serta masyarakat dalam penyusunan topik-topik penelitian, dan secara langsung
mengarah pada perencanaan "bawah-ke-atas", dalam hal mana masyarakat dirangsang untuk mengidentifikasi masalah,
sumberdaya, prioritas serta altematif pemecahannya. Tim menggalakkan pada peran serta, sementara penduduk desa
mengerti bahwa pengumpulan data dilakukan dalam kaitannya dengan perencanaan. Namun demikian, tugas tim
dalam pengidentifikasian kelompok sasaran belum sampai pada proses perencanaan yang melibatkan peran serta
secara penuh. Proses perencanaan yang melibatkan peran-serta secara penuh lebih tepat menjadi tanggung jawab
instansi-instansi teknis (Dinas) dan instansi tingkat desa (LKMD, LMD, dsb.), mungkin dengan bantuan LSM yang
terlibat langsung dengan kelompok sasaran. Sebagaimana diketahui dari uraian di atas, proses perencanaan yang
melibatkan peran serta masyarakat dapat berjalan pada tahap berikutnya, setelah pengidentifikasian kelompok sasaran
yang lebih tepat.
Pendekatan yang digunakan tersebut sangat efektif dalam mencapai tujuan spesifik ini, dan dapat secara effisien
memanfaatan waktu dan dana yang terbatas. Untuk maksud dan konteks lain, mungkin lebih sesuai apabila dilakukan
kegiatan apraisal konvensional yang lebih cepat, pemahaman yang melibatkan peran serta dan kegiatan perencanaan
atau survai dasar yang lebih lengkap.
Bab Dua, yang ditulis oleh konsultan, membahas masalah umum yang timbul pada saat pengidentifikasian kelompok
sasaran serta menyajikan metodologi secara umum. Bab ini juga menerangkan pendekatan dan metodologi yang
digunakan pada penelitian ini, sebagai suatu conioh masalah umum yang dibahas, serta menjelaskan alasan penelitian.
Bab Tiga ditulis oleh tim latihan, secara singkat menguraikan beberapa teknik lapangan yang digunakan. Bab Empatditulis oleh konsultan, dengan masukan dari tim, menyajikan temuan-temuan kunci yang berkaitan dengan
pengidentifikasian kelompok sasaran di tiga desa dimaksud. Bab Lima, Enam dan Tujuh, ditulis oleh tim latihan,
menerangkan temuan-temuan secara terinci dari tiga desa contoh tersebut. Bab Delapan, ditulis oleh konsultan,
menyarankan beberapa pendekatan guna menitikberatkan kembali program-program untuk memenuhi kebutuhan orang
miskin di pedesaan. Apabila diperlukan, bahan arsip yang berisi daftar rumah tangga yang dan karakteristiknya yang
aktual dapat diperoleh di kantor Bappcda Tingkat 11 melalui pihak-pihak yang terkaiL
2
3 s ‘- ' »i 5^.
nc*n T-Ats hf£3* £*fU2>q stftrf
.mt) 1^17 I!) (T£«fUSf!0l4^*5l!mCr Ci^4«|UlS»i .grtUltp^W <!<v^fe&i:to Js/.
«ttn(km.itiiM» iai f^npilmenH ii»<t90»i at«»j
55 ^a' oth Afife
©: ^ ^ ,Cloii*w •i/'|i»<St<i«j^)''*(A3ffi i*4te»q^ fmw o^4«faas^ t®rt^5l ''m5jgi|i!uqw^W m
Miusil twiob&^ optp«Afciti«5 (sB^li4tt£ii9(n ei^ gi^f
)kxi*o?<^ Iftaifoi iwiJ> wjifc i&Qim sfe £g®^|iT»m rruwtt^
^mifc imm^nmmmr- ’
r
iiiismsiiM ev^ f^oJ iftZKfc '-‘‘*‘'‘'^'*^5^^,^^ i
m(a^ r^NU'if -Mtf ki^im^.^nAtmb - ^ipxht,^0pim
:6i'kj)b> ««!j«i»^ J«|SQ,|r»< (^/^ i
frj]Bit Itti (tw«is^}aa(^ fIfimiH Issm'J- ffj® iUM!A«t
„ '' ^.sa
. ,. ® :„
**'.,®.® , B,e**";«. -I' Ai
^
I&l!]^3li|j ^'i 5«>3Sn<t .'6:^ (Sa4,W; ^t: S?H4?3rtSf ,^2|>i^‘ffg^^ '| J1/4«1^^ ,(l«fmm «8ATiin.ri^3rt!i«A tiqg^'<?aAle^45^^^ r.s6f^S««n^ rttfJS3|narr
c^ =5*ijdb!j6fj5qj ^ws
^ iiJ0j01^'^ ns^ife
^
„_^,
tUJlttlUf nsi^lMBiSft^fe'fa^
. > V ^ «»®'- '®i:,..,^l I* ^“« rk
linvf
wttfix^ njssnia ^^&h>iPvm.ii^fm i[^e^^s6^nMfc^« sfifiq 4 '«
i«(j(r.S«teS mil ddjc> i'llyiib aglfT.^g
rti|3itf^v;0^' rdptm^ {yt^atSb jispizit^ tpio -^^ib ^^
^ rt«dO«i,friif ib<5» ?^lii>H)^r^Y es^ M ^y(pris^^mikt^0ia^l^dri
^fluno («rftrJutlSG< iOUiSSmWi )^aM>ifMr^9-
|<»q< e<(U(i«rt'ii
'^:'" " " *"
Gambar 2: Peta Administrasi - Desa E’eya
3
m.UK
TOM
INI
Gambar 3: Peta Administrasi - Desa Ulatan
Jalan Propinsi Batas Kabupaten A Sekolah
Jalan Kabupaten Batas Desa ^ Mesjid
Jalan Desa Batas Dusun i Gereja
— Jalan Setapak Bang/Kantor
— Sungai1
Pasar
1:25,000• Puskesmas
4
fipi'ijD % '^'“'\.Z
a
ii^$l’4iSli»« f'^<S|tll^i!l .TSjIal^_: ^'v
'!!5.-_ "^s*
1o:nii;'i\|yfiiI,, ,,
.ff^
iA-jjt>*n A * 7")lSm«;44iH •
Gambar 4: Peta Administrasi - Desa Palasa
5
*JSItCJ - «£ar!J*t:t(mbA' dM' 'Jh
•"
:J:"
I
ES
.wO M 1||^
ta'JTfil'’* '®\ -*
, i
^io4rft0*^
anto»>i .CFl
j
, A'
* \ iHOtj
«}itiW(!Wv4Sl '
-
,a "®
*T' .
' I
'.
> '
'" Ji ,(i 11' ^
\ ^ v'v^'\ \^"'
'^’^’Sjfcv ^ \ M - ^*'^->^,1 lit.
\l . V
^1
I-
.,«!Wi M'-. -S'jAA /I)
I ^^l>
I f f '|A
|ii 1 II
ftj .‘nr--
7^^rStsliZt
^jl L !7.^''/|
^ ^fRfj«3qti4fiX a&I»l
» It-'»:€>« ! .'.
,
If V «4b '
szsCL niilAl :rf
• *>>i; ^
s>o^isqucNsSf ^&lBi^
m4H -if
; S .-
,;£3•7 t m'.
n iig'tidi Mlc^"T-~~ ® ... -!^„ , 1
1'
iiiloitM.,. A', .. v} ^ ^
/
,, ...^
'.It '.
. loiniJ m'
^ fe-TMlfl O
.:SOT25:ltS^. • -*5 .
Tffi
;,s..
:yc
BAB DUA
PENGIDENTIFIKASIAN KELOMPOK SASARAN - PENDEKATAN
Berbagai pendekatan dapat digunakan dalam melakukan pengidentifikasian kelompok sasaran. Bab ini membahasbeberapa masalah umum dalam pengkajian mengenai kemiskinan, dan menguraikan metodologi atau pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini, alasannya serta beberapa altematif yang mungkin. Teknik pengumpulan data diuraikan
secara singkat pada bab berikutnya, dan rincian yang lebih lengkap terdapat pada petunjuk dan pedoman lapangan.
1. ASPEK-ASPEK KEMISKINAN DI PEDESAAN
Tujuan utama upaya pembangunan di areal Proyek adalah guna mengurangi kemiskinan di pedesaan, memberikan
prioritas bagi rakyat yang paling miskin. Adalah dianggap perlu untuk mengerti beberapa batasan atau karakteristik
kemiskinan, sehingga beberapa kelemahan yang tumpang tindih dapat diidentifikasi. Dikemukakan, mengenai adanya
lima batasan kemiskinan pedesaan (Chambers, 1983):
kemiskinan material: tidak adanya modal, sedikit atau tidak memiliki lahan atau lahan dengan kualitas
yang menyedihkan, sedikit temak, tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah, hutang, kurang dan tidak
dapat diandalkannya bahan makanan serta uang tunai guna memenuhi kebutuhan dasar
kelemahan fisik: tingginya rasio beban tanggungan kelompok dewasa yang bekerja disebabkan penyakit,
cacat fisik, perceraian atau penterlantaran, kematian dini atau migrasi tenaga kerja; buruknya tingkat
kesehatan diakibatkan penyakit tertentu, parasit, kurang gizi atau seringnya mengandung; rendahnya bobot
waktu lahir serta tingginya tingkat kematian anak
keterkucilan dan keterpencilan: rumah tangga yang terkucil dari dunia luar, jauh lokasinya, jauh dari
pusat kegiatan perdagangan dan informas i desa; anggota keluarga yang buta huruf, anak-anak yang tidak
bersekolah, dewasa yang tidak datang dalam rembuk desa atau datang tetapi tidak berbicara, mereka yang
tidak menerima penyuluhan dari penyuluh pertanian dan kesehatan, dan tidak mempunyai sarana angkutan
untuk mencari pekerjaan di tempat lain.
kerentanan: rumah tangga hanya memiliki sedikit cadangan untuk menghadapi keadaan darurat; bencana
seperti sakit, kegagalan panen atau kebutuhan sosial lain yang hams dipenuhi dengan jalan menjual modal
yang produktif seperti lahan, temak, dan tumbuh-tumbuhan, yang mengakibatkan mmah tanggga tersebut
makin miskin.
ketidak-berdayaan: rumah tangga buta hukum, kurangnya pengertian akan haknya, kelemahan dalam
bemegosiasi dalam penjualan tenaga kerja atau modalnya, dan mudahnya dikelabui oleh penjual, lintah darat,
dan orang yang bcrkuasa lain yang beraksi sebagai penjaring, menjebak sumberdaya dan manfaat lain yang
dapat membantu mereka
Aspek-aspek kemiskinan ini cendemng mengelompok dan tumpang tindih, dan seringkali saling terkait. Sebagai
contoh, kelemahan fisik bcrperan pada kemiskinan material karena hal ini membatasi kekuatannya untuk bekerja;
kemiskinan material berperan pada gizi yang buruk serta kelemahan fisik; pengkucilan berperan pada ketidak-
berdayaan, dan setemsnya. Tidak semua batasan ini dapat ditemukan pada tiap situasi atau sampai tingkat tertentu,
namun hal tersebut memberikan suatu kerangka bagi pengkajian kondisi kemiskinan.
Luasnya kemiskinan cenderung diluar perkiraan, karena karakteristik rakyat termiskin membuatnya tidak kelihatan
(Chambers, 1983). Kemiskinan material dan buruknya pakaian mereka menjadikan mereka malu terhadap orang luar,
dan mmah mereka tidak seperti yang ditunjukkan kepada pengunjung. Ketika mereka kelaparan dan sakit, mereka
tidak menghadiri pertemuan, dan wanita yang berperan sebagai kepala mmah tangga dan menanggung beban berat
6
-'it «/!:K{ >;p :«iafc>5i s;;r!tt t«,.4efrtU.'5ib ta(p|»
; i "v.-’m -X'l iV*.'5f§ri«.« tr/u * >Jgoyi (
i-' fM .I'^yi "j'i:''\^u. >iik ftni i
:l :';:r^.<: >x>J
- '."i
*.)
|[r4fe^''
'
.
’
-r'fy ,i, •> iKjl
'
': ' A ,'^i \j dij^^bs^
;
.' . i:-'i
> - -r;' Jr.iiU'3i ,i?i
:...' ,; :. I
-.-T-
. : :
- ;'V ; -<
.
'' vy:-' «. ’q y-i
;
'; > > >
’’
, i'l. 'iM!j s , ilsi^lislr I
/ '.H. ''{I.
V,’
' y j ’Ti itl4u','fi-Si(!|’4
» '(,' Ir
g ,‘V' iiijii s,i£uixi><f'
fi;fc-T->OT
d: . : .urtijs^l
ill ' wjf
d> u .'t'ji^arj m
•d'ev ::> ,'j<>
• I. ..M! "yiJsaq
bahkan seringkali tidak diundang. Keterkucilan fisiknya, jauhnya dari jalur jalan, menjadikan mercka di luar
perhatian orang luar, perencana, dan pemimpin desa yang menyampaikan aliran informasi untuk keperluan
perencanaan proyek.
Apabila pengunjung dibawa dalam suatu kunjungan ke desa, mereka tampaknya dibawa ke tempat-tempat di tempat
mana proyek dibangun; sekolah, puskesmas, kelompok tani dan seierusnya. Mereka tidak akan melihat anak-anak
orang miskin, yang tidak bersekolah dan terlalu jauh dari puskesmas; juga mereka tidak akan berbincang-bincang
dengan petani miskin yang tidak mempunyai sumberdaya untuk bergabung dengan kelompok tani. Perencana yang
memerlukan informasi mengenai masyarakat miskin perlu hati-hati atas prasangka yang mungkin timbul dalam
informasi yang diterimanya, dan melakukan tindakan khusus guna memp>eroleh informasi yang lebih akurat langsung
dari rakyat miskin, baik wanita maupun prianya.
* Informasi awal: Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai daerah tersebut (Strachan, et al. 1989; Li,
1991a), diketahui bahwa banyak penduduk tinggal di perbukitan; bahwa petani perbukitan merupakan rakyat
miskin dan sangat mungkin menjadi kelompok sasaran; dan bahwa perbedaan budaya, sebagaimana pula
jarak, membedakan mereka dengan penduduk daerah pantai. Pendekatan yang dikembangkan untuk
pcngideniifikasian kelompok sasaran yang lebih mumi ini dapat mengurangi ketimpangan informasi dari
daerah pesisir yang terdapat pada data sekunder yang ada, dan mengimbangi pcndapat-pendapat
kepemimpinan pedesaan yang berlatar bclakang pesisir dengan cara pengamatan dan diskusi langsung
dengan penduduk perbukitan.
* Kategori zona dan prioritas: Berdasarkan penelitian terdahulu (Li, 1991a), suatu pengkategorian dini yang
membagi wilayah agro-ecologikal menjadi tiga: pesisir (termasuk kaki bukit), pegunungan tengah (1-4 jamperjalanan kaki dari pesisir, penduduk letap perbukitan) dan pegunungan dalam. Penduduk pegunungan
tengah yang sedang mengalami masalah penurunan kualiias lingkungan, peningkatan jumlah penduduk, dan
penurunan produksi, sebelumnya telah diidentifikasi sebagai sasaran program, sehingga usaha-usaha
pengumpulan data yang paling sistematis diarahkan ke daerah tersebut.
* Lima aspek kemiskinan: Kelima aspek kemiskinan sebelumnya telah dianggap relevan dengan
pengidentifikasian kelompok sasaran, dan diperkirakan akan adanya perbedaan pada berbagai aspek tersebut
di antara lingkungan pemukiman di perbukitan, sepeni halnya perbedaan antara daerah pesisir dan
perbukitan. Rakyat miskin dapat ditemui di tiap daerah tersebut, tetapi sifat kemiskinannya dan cara
penanggulangannya akan berbeda.
2. KERAGAMAN DAN RELATIVITAS
Keragaman gaya hidup menipakan suatu karakterisiik di berbagai daerah, dan perlu dipertimbangkan dalam mengkaji
kemiskinan material.
* Perumahan: Di areal Proyek yang berada di daerah pesisir, gubuk bambu yang hampir roboh setelah
beberapa tahun, merupakan tanda kemiskinan dan rumah kayu dan tembok adalah tanda kekayaan relatif.
Di perbukitan, rumah bambu hanya menunjukkan ketersediaan bahan bangunan dan kebutuhan untuk
memindahkan rumah secara periodik sesuai dengan rotasi kebun agar dapat menjaga tanaman jagungnya.
* Makanan dan pakaian: Kebiasaan makan juga berbeda. Di daerah pesisir, membcli makanan yang lebih
murah (ubi dan jagung) dibandingkan dengan beras merupakan gejala kemiskinan, sedangkan di perbukitan,
makanan lebih beragam sesuai dengan hasil panen serta musimnya, sehingga tidak ada kaitannya dengan
kemiskinan relatif. Standard pakaian juga beragam. Di pesisir, bcrjalan di pusat keramaian kampung
dengan mengenakan pakaian compang-camping merupakan gejala kemiskinan sedangkan di perbukitan,
pakaian yang sudah usang digunakan untuk bekerja di kebun sementara mereka dapat saja mempunyai
pakaian yang lebih baik atau mempunyai uang tunai guna membeli pakaian.
7
m-l ib tJtim tunatojjWH ,*n«liin)H)^i»|
/jauIWQ^ iiiinu tPwrvlSor n'ujfrtjwt^ nlfe:
'
(S3^''
.
t£<[mal ib UtfpiM i£^in0 ai f^ife ,(*if9fo «< , tugn^'j
igtW' .im MdUom Mhf} mm afWm^'^ hai> t^iusf. .nu^angio .
,m«. tmtp-)hW4^
.-(ifclfib l»#tfwii (»i:igrtdro niMmi rnkm^^ i«flSgn# :«ufni#| ns;fa(i^2fn ;
^ V3-
umM fes(fn(^ja5 d5iio3«qm2i(!f« Snys fteb ,i.v jtjimn^
^'' mxp4(fl<fi.^hW iftid ,n«^
,^„,.'f<j,V , . "f
Wi(:»iS5,a#ioquii3m
ttlwj ^/T&fida* ikit^4Sq « Xoqmoldi ife^fi?«d aiXgyaifl i^siSai
AiuiU ()«*j|m^r«t«iKft g^tPX os^jab
h#t^ *Ai m^(ti ii?vii'4 ioqf«igJ«, t i/.j.^lii
itcjiforis^^ ga«| lisi^
5(»uegMc.l %»s^itv, :iMil3-'W,
• ^.il .;:?i fU;32jMi^'ili|^fot^
•'gmx i^ife (iiAm&lst^^tmiT&^ .^ogal«
mfii n«^-3(ia<rg^,a« iHcS
bsti iip"'n sfutff
ffjETBiar«
ftsi^sb
-
.;- & ,. ,- -. _ -...
''y
« - - '.T*
Pi*
k.
_ -,,_
W~~.„ ~^'
\
, •‘v;.^^
,^«|“"'“
IbdtSl^ .<„d^
g<5{, Oi«fBA^'''C8):fi^OT';‘i(«l&b!'.t?g|^''RSjfiMf" ifestfiirt iiA^JrfctjaVnwl^i
**&, .
-i,-S-
iid^i |rw\, roin)M«.i :^afe<Hh3«},figw\aR36fen1wfi8^ I
*0«uhittC'i'5i 4) nd%wbw( )raflfei#i< «a^»gri<w»i fugnib-
Wywqmsim ft^w fe^iiti ttJiwica i;:ii)i«'5fus')j ib j^syiy m^iaagib ^eay iMlirt |(it*‘(
'''H
f .;r4iu){^a^'lh^rrujy^jwiug (RRiM'g^ b4^fi4igsw3i^‘^ m\4 S/*«’£ ncigi®®,
'* rir. „
Dalam hal keragaman gaya hidup sebagaimana diutarakan di atas, bagaimanakah cara mengkaji masalah kemiskinan
material relatif ? Kriteria konsumsi dapat digunakan untuk mengkaji kemiskinan relatif di suatu daerah, tetapi tidak
begitu baik hasilnya apabila diterapkan di antara daerah-daerah yang berlainan. Suatu pendekatan praktis adalah
untuk mengimbangi pengkajian standard konsumsi (perumahan, pakaian, makanan) dengan suatu pengkajian terhadap
modal yang bersifat produktif (lahan, tumbuhan, tenaga kerja dan keahlian) karena merupakan modal yang dapat
menentukan kecukupan dan keteraturan ketersediaan cadangan dan kebutuhan harian akan makanan dan uang tunai
guna memenuhi kebutuhan pokok. Modal seperti lahan, tumbuhan, tenaga kerja dan keahlian juga lebih bersifat
jangka panjang dan lebih mudah untuk mengukur dan mengkajinya dibandingkan dengan jalurbarang konsumsi yang
dapat bervariasi sesuai dengan musim maupun tradisi.
Untuk memperluas dan mengimbangi pengkajian kemiskinan lebih lanjut, empat batasan lain perlu pula diselidiki.
Dengan cara ini dimungkinkan untuk membuat suatu gambaran terpadu dari variasi karakteristik dan sistematik antar
daerah, antar desa, antar daerah agro-ekologis, antar lingkungan pemukiman dan antar rumah tahgga di tiap
lingkungan pemukiman, sesuai dengan tingkat kerincian yang diperlukan. Hubungan satu sama lain dapat juga
diutarakan, seperti halnya contoh berikut:
* Gambaran terpadu: Suatu gambaran terpadu dari aspek-aspek kemiskinan di pegunungan dalam
menunjukkan bahwa petani-petani mempunyai standard konsumsi yang buruk dalam hal perumahan, pakaian
dan protein, tetapi umumnya masukan kalori dari makanan pokoknya dianggap cukup. Mereka mempunyai
lahan yang cukup luas yang merupakan suatu modal produktif yang bemilai, tetapi, kerena keterkucilannya,
kurangnya informasi mengenai bagaimana caranya agar mereka menjadikan lahannya lebih produktif melalui
tanaman untuk dijual. Juga dengan alasan keterkucilan, mereka relatif tidak berdaya, tidak lerwakili dalam
rembuk desa dan seringkali dicurangi dalam hal harga. Hak mereka atas lahannya lebih mudah untuk
dilanggar. Fisik mereka lemah karena kurangnya pelayanan kesehatan dan imunisasi.
Gambaran terpadu yang serupa dapat diperoleh untuk daerah lain, lingkungan pemukiman atau rumah tangga sesuai
dengan keperluan, dan akan disajikan secara rinci dalam laporan ini kemudian. Pendekatan yang diambil tidak
mengarah pada satu penilaian terpadu akan masalah kemiskinan, melainkan pada pengertian dan pengukuran
kemiskinan dalam berbagai aSpek yang membantu perencana secara langsung dalam melihat apa yang hams
dilakukan; "program apa yang mungkin berguna, untuk siapa, dimana, dan pada tingkat prioritas apa".
3. INDIKATOR-INDIKATOR
Karakteristik kemiskinan di atas diketahui secara luas oleh analis-analis pembangunan dan perencana yang prihatin
atas pengurangan kemiskinan. Tantangannya adalah dalam pengembangan suatu pendekatan guna mengkaji
kemiskinan secara cepat, tepat dan efektif dari segi biaya, sehingga sumberdaya manusia dan dana dapat dapat
difokuskan pada penyampaian program. Suatu karakteristik kunci dari p>endekatan seperti di atas adalah dengan
penggunaan indikator-indikator.
Tiap informasi yang diperoleh mempunyai suatu nilai dalam bentuk waktu dan uang, sehingga perlu selektif dan
penggunaan waktu dan sumberdaya secara maksimal. Adalah tidak mungkin untuk menemukan semua hal bagi
semua. Ini mempakan prinsip yang dikenal dengan "ketidaktahuan optimal" (optimal ignorance) (McCraken, et al.
1988: 12) - membedakan antara informasi yang sangat dibutuhkan dengan informasi "yang baik untuk diketahui"
tetapi tidak mendasar. Prinsip ini sama pentingnya dalam hal pengumpulan data kuantitatif maupun kualitatif.
Indikator-indikator langsung mempakan informasi yang secara jelas berkaitan dengan apa yang sedang dikaji.
Sebagai contoh, apabila informasi mengenai hasil panen diperlukan naka hasil panen tersebut dicatat. Indikator tidak
langsung mempakan informasi esensial yang dipilih dari berbagai informasi yang memungkinkan, yang bisa
mengganti atau yang dapat mewakili guna menjawab pertanyaan dan/atau menanggapi pemyataan yang sulit diukur.
Sebagai contoh, sebagai pengganti indikator langsung bagi pemasukan, indikator tidak langsung dari kemiskinan ...
mungkin: orang dianggap miskin bila mereka hams bekerja sebagai bumh; orang dianggap kaya bila mereka dapat
8
.III’
'
T mmwm w*-* ^p»-cr.,»w^
4 •mo «.»«/* .««^ ••^n-wyiwaTl «w *ti-»inM.|i^-^^i-**(l
Q<»fc«rfi3i /wi^ii^narj'OJttui' ^emmU r; i ^
i^it|«fe gwY miiii4 ' mh x
snis^^tsi*
3Mflt ismifflirtW gofi^wf
<{3i) 4>
M. ""'.K
„ Jii?*>
?f'^'
cudiyv^'ijrwrtil
£5i%M' f{S;^^(^;a5C^^
im j£|^;'* ' ''
'•^-
itsmflWfl,';'
ml'
, ^,
„
.^. ?iUii«;«jJ^?>(Mri0f^ra-:nw1j^^,
,,
'
'
£*-«arf €%.. '
.
.SSWir .^,-1''^'- i(*nii^'il I t ' X ~ ':*&.-. laia Sk f i-^i J,
iSBt
^' .'S«v^"«j(i*4i; ..,
?^A>rrTO»ofx^)i'i(
m ikf .irtfi#>'']|(W!4 ,,_
™ ^8Jfrtu-.iP ... .XX. X . .X.. . .. .^x>v.
„3l? Sftc^3g4t 4^^Ss^^ll!i^|
fe'ijJ|, Wirli^/CJ0i^> lf,t^^j!^*04.
.',
_ , . . „,
^^«¥' iAniik jAq^i
Hi^:^ WS^'graitum utm0l^^
membayar buruh. Indikaior kunci merupakan informasi escnsial yang dapat membuka wawasan pengertian ...
Penentuan indikator-indikaior yang baik akan mengurangi jumlah kebutuhan informasi yang perlu dikumpulkan (Case,
1990: 39).
Selain kaitannya dengan "membuka wawasan pengertian", kriteria lain dalam memilih indikaior adalah kemudahanrelatif dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh informasi; kemungkinan ketepaiannya; dan keaneka-gunaan
serta keaneka-tujuan sifat informasi yang terkumpul. Apabila fokus intervensi program dapat diketahui sebelumnya,
pemilihan indikaior dapat dilakukan, yang akan memberikan manfaat langsung pada perencanaan program dan
bersifat sebagai data dasar terhadap perubahan-perubahan yang dapat terukur yang terjadi selama masa operasional
proyek.
Demografi, informasi kesehatan dan pendidikan umum digunakan sebagai indikaior tidak langsung dari kelemahan
fisik dan keierkucilan, dan kemampuan rumah tangga dalam menanggapi kesempatan ekonomis. Hal ini juga
bermanfaat sebagai indikaior langsung bagi peran pemerintah dalam penyampaian pelayanan dasar bagi penduduk,
serta data dasar untuk mengukur perubahan yang terjadi selama kurun waktu terientu (World Development Report,
1990).
* Data demografi dasar dikumpulkan dari tiap rumah tangga. Penentuan jumlah orang dewasa aktif dan
anak-anak menunjukkan rasio ketergantungan tingkai rumah tangga. Rumah tangga yang dikepalai oleh
wanila tanpa anak laki-laki dewasa dicatai. Rumah tangga dengan jumlah angkatan keija cukup bcsar
berdasarkan jumlah anak yang berusia di atas 12 tahun dan belum menikah juga dicatai.
* Data kesehatan Data ini memfokuskan pada kondisi anak usia antara 0-6 tahun, untuk menunjukkan
jumlah penduduk yang perlu diberi program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan anak (kelompok
sasaran potensial). Persentase rumah tangga yang pemah menerima pelayanan kesehatan ibu dan anak
digunakan sebagai indikaior kasar terhadap tingkat kesehatan dan kemalian anak, bayi dan ibu-ibu, juga
sebagai indikaior langsung bagi efektivitas program kesehatan pemerintah di daerah tersebul. Data mengenai
tingkat kemalian anak-anak dianggap terlalu peka untuk diperoleh secara sisiematik pada wawancara singkai
(kalau data rumah tangga kadang-kadang diperoleh dari pihak ketiga, seperti halnya leiangga atau saudara).
Data ini diperoleh dari sejumlah kecil wanila dalam wawancara selanjutnya yang bersifat lebih pribadi.
* Data pendidikan digunakan sebagai indikaior tidak langsung dari keierkucilan rumah tangga terhadap roda
kehidupan nasional, kemampuan membaca dan berbahasa Indonesia, dan kemampuan untuk memperoleh
manfaat pembangunan ekonomi pada skala yang lebih luas, mungkin melalui migrasi keluar. Data ini
berdasarkan jumlah anggota keluarga yang pemah bersekolah selama lebih dari dua tahun (digunakan
sebagai perkiraan bagi tingkat kemampuan membaca), dan mereka yang pemah mengikuti program
pemberantasan buia huruf bagi tingkat dewasa. Gambaran kasar leniang dewasa yang bula huruf didapat
dari selisih antara jumlah penduduk dikurangi jxnduduk yang berusia 12 tahun ke atas. Data jumlah anak
usia antara 7 -12 tahun, dan persentase anak yang tidak bersekolah, sebagai indikaior tidak langsung
keierkucilan mmah tangga dan indikaior langsung bagi pelayanan pemerintah di bidang pendidikan bagi
daerah tersebut. Bagi anak sekolah, dicaiat mengenai apakah mereka jalan kaki ke sekolah tiap hari, atau
tinggal di daerah pesisir yang jaraknya lebih dekai ke sekolah.
Indikator-indikaior kemiskinan material lebih mmit dan bervariasi sesuai dengan keadaan setempai, dan paling baik
ditentukan berdasarkan informasi setempai, kemudian dilakukan uji-coba bagi keabsahan dan kepraktisannya.
Beberapa teknik untuk menenlukan indikator-indikaior ekonomi melipuli penggunaan data sekunder, pengetahuan
dan pengalaman indikaior di daerah yang serupa, pemahaman dalam waktu singkai, dan penggolongan tingkai
kekayaan yang dilakukan oleh anggota masyarakat.
* Indikator-indikaior ekonomi yang digunakan pada penelitian ini diieiapkan oleh konsulian berdasarkan
kebutuhan data bagi Proyek, pengalaman yang diperoleh dari pemahaman dalam waktu singkai dan
penelitian yang mendalam di areal Proyek, uji lapangan dan penilaian lapangan.
9
I
i
- -- - - %,
wfymatttft «»ujfm^va-
nt^iUsbujfvd (ittUifci u>«5abQi rfOitmuii n««l»:b,.ak1 uhajni/wtimjjn^ -niafei ni^WAiSbU/ZH^I Wttlftttl hhIITTW* uw^O.Amwt unojiw t «i. “'*^**^1!. ***»*-j^
,«^ Ju4jU23^ iy^a5W»- ;>• ai:^^piJl^''«tas -TTu-iikriiD rtt»iin»-\ivnf<« itfacw »iiriJij<ii>‘ii5^lflJiliXBrci BMkSdfttSuU ^j£ib k4?~uiwr tllUti3K>'54<J
Utho^Lcid^'AMi/T) jMTjaJsi; {iSii^ij»^5nir< t4#Uisi ^Ab«h:J^l»s8b Blab t J-*
' '' ' _ ' ' ’jfottJVi »r^
->T5
tli^ .
ti0
W
.w_ ..-.*<»i:^8ijmr ,nen||^ni»a "
giijat tm tltff J5iSK>fwi? (tati .adbbiia^
:«KW^' rnmm
nab >ai$ sgffdb-4^'^. A ..’S^
.lilo iiij3fp^tb,;tafcsf'^«ci' -’i* :-
utaxf flifc»)j i«asj?art£ .ijaAalfc',
B 4Kic5ib J^:|H'rgaia
^
ioq^noliiO nsii^fa^i rtstnnii
;<ri«fi wab «dt fra*w3«»it<»;^ naW^iliQ 4^ .{impact
figuCMiSi'»90:
tfti^twR ftiyecr4^^3^'
c^>igaiN4if3f f&{mfina{!i«*4i5w t -v
.
rt^s0l|>iTi'‘4^iiioU' i^i.ftslimorti. '‘i-:
: ifi' WiiO '''..3I5«4<«4 |bi|ti^': M^:.Mm: ‘
‘
mtigtyK} ^iiwa
Vu>&;|{f^ ^Ui, .1^ ^ t'ftyAa ^'El’''
.t„...^^f. i-|—
ia;{s44
I
itisajj f»»u?/Hji(oJan,n “<‘^»
(tab m3l|jW'» iiiM^t tTifl^sU) /oaiaJt<ten't&«| nt>doia|i3[^”
M^•nMtMyVI«M»tf«-''| % -*7* »*!»,» * mrr-”^^
Sejumlah indikator yang mungkin, yang telah dipertimbangkan dan ditolak:
* Konsumsi makanan sehari-bari Hal ini dapat merupakan indikator langsung dari nutrisi dan sebagai
indikator tidak langsung dari kemiskinan material, namun usaha-usaha sebelumnya untuk memperoleh
informasi ini di areal Proyek menunjukkan bahwa masyarakat lupa apa yang mereka makan, jenis makanan
yang berbeda di lokasi yang berbeda, dan merasa malu untuk menjelaskan keburukan makanan mereka
kepada orang luar, sehingga informasi ini lambat terkumpul dan kadang-kadang tidak tepat. Informasi
mengenai nutrisi, apabila diperlukan sebagai bagian dari data dasar yang lebih terfokus, dapat diperoleh
lebih mudah dan tepat dengan bertanya atau mengamati apa yang ada di kebun-kebun.
* Ukuran dan kualitas rumah Indikator ini telah ditolak untuk berbagai alasan seperti dikemukakan di atas:
Hal ini bervariasi secara tradisi antar tiap daerah, dan walaupun merupakan indikator yang baik bagi
kekayaan relatif di daerah pesisir, tidak tepat untuk diterapkan untuk daerah perbukitan. Demikian pula,
karena data rumah tangga tidak diperoleh dengan mengunjungi tiap rumah tangga secara langsung, rumah
tangga tersebut tidak dapat diamati, dan diperkirakan pihak ketiga merasa malu untuk berbicara lentang
kemiskinan tetangga. Indikator ini berhasil digunakan di Jawa (lihat Honadle, 1979; dikutip dalam
McCraken, et al. 1988: 21).
* Luas lahan tiap rumah tangga Hal ini dapat merupakan indikator tidak langsung bagi kemiskinan relatif,
dan indikator langsung bagi potensi pertanian, namun pengukuran langsung terlalu lama bagi suatu
pemahaman dalam waktu singkat sedangkan perkiraan sering tidak tepat. Demikian pula, di daerah
penelitian, lahan kebun dirotasikan dan ditinggalkan sementara untuk menjaga kesuburan tanah (ladang
berpindah). Karena sistem ini, luas lahan yang sedang ditanami tidak dapat menggambarkan potensi
sumberdaya bagi rumah tangga. Dengan sistem pemilikan lahan yang berlaku, orang tua tidak membagi
lahan kepada anak-anaknya selama ia hidup, namun meminjamkan lahan tersebut kepada anaknya untuk
digunakan. Oleh karena itu, generasi yang lebih muda yakin akan kaitannya dengan lahan orangtua mereka
tetapi tidak memilikinya - sehingga pertanyaan tentang pemilikan lahan tiap rumah tangga dapat menjadi
indikator yang menyesatkan sehubungan dengan modal lahan dan potensi ekonomisnya di masa kini dan
masa mendatang.
* Pendapatan Faktor ini digunakan sebagai indikator kemiskinan dalam berbagai statistik nasional maupunintemasional, namun lambat dan tidak tepat dalam ekonomi yang subsisten dalam hal mana masyarakat tidak
terbiasa menafsirkan produksi dan konsumsi mereka ke dalam harga pasar.
* Kelompok mata pencaharian Hal ini merupakan indikator yang baik bagi kekayaan relatif karena hanya
orang miskin yang terikat pada pekerjaan- tertentu (seperti mengumpulkan kayu bakar, buruh harian, dan
sebagainya). Indikator ini digimakan dalam survai KPS untuk mengidentifikasi kelompok sasaran. Indikator
ini digunakan untuk mengidentifikasi petani perbukitan sebagai kelompok sasaran utama bagi Proyek TTM.Namun, hal ini tidak dapat digunakan untuk penentuan kembali kelompok sasaran dalam penelitian yang
sedang berlangsung karena tidak mengupas perbedaan lebih rinci yang terdapat antar petani perbukitan.
Tetapi "sumber pendapatan lain" digunakan sebagai indikator dalam penelitian, sebagaimana diuraikan
berikut ini.
Indikator-indikalor ekonomi yang dipilih adalah:
* Modal produktif Jumlah kebun yang didayagunakan pada tiap rumah tangga digunakan sebagai indikator
tidak langsung bagi status ekonomi, dan indikator perkiraan bagi lahan yang dapat dimanfaatkan. Hal ini
juga digunakan sebagai suatu pertanyaan yang memudahkan proses pengumpulan informasi dan mengarah
ke pertanyaan lebih rinci mengenai apa yang ditanam di tiap kebun.
* Tanaman budidaya Diperlakukan sebagai indikator tidak langsung bagi status ekonomi, dan bcsamya
produksi tanaman utama dikuantifikasi; data diperoleh dalam jumlah pohon yang bemilai komersial tiap
10
willlii’fryKAt ‘MltivHiiit
|lilW9|iaii»*^ tWJ m^^i>imii h0 ^mspi^ M# -mMd '
te'
msm -m0^ 0mi^ Jmi0
^
'«Mdf
5Sii#'i4# (Sm jj^iteiNiS# Mm’ -
^•«'. , , , - , „ . ,.
,
'
‘4 4 '^''i . L - -J
-Vir^Sj^lit
^
-V,, ^ '^^''^A
'*'*^ ""' .• f-
'
;j
sttieT 8^««M 1»r
. -^. . .-.B V •*•t* '"^’ ~Ti'
-- J-- • bV . •-.•;*>^7>i'» -s •'£>' -iwii ff 'I’y -. ..'Vs •' •' * ii*t’ ^ ’-/xfw.^^. ix ' .•.*"'
"S' ^JHfciT-*-**•' Wl^»^’” ' -' -*-.4 "-Jrrv;- *
'-'-r.- *i. »‘;t^.. -.... -'* i."'
'^m^iri v« ^4 msm, nt^ ^,„,
m04^'I ^>aM m04^4i||^ pferj#
#' . W '*''• ^ I'
*v '«
\.<f
i .
''
j '»,flIS^«' "«
t
L'jaiiUta o
{A.
i
lA.v*
“%jM^4% •'
' -C
4^™ * .1
:
'M%.^CL
,4"
& I 'Miim'
rumah tangga (apakah menghasilkan buah atau tidak), dan berapa kilogram bibit bawang merah atau bawangputih yang mereka tanam. Informasi ini mengungkapkan besamya variasi produksi dan pendapatan di suatu
lingkungan pemukiman, antar tetangga di salu lokasi, dan antar lokasi. Informasi ini juga merupakan data
dasar untuk memberitahukan Departemen Pertanian mengenai apa yang ditanam rakyat, dan akan membantumereka guna mengawali pembahasan mengenai pengembangan bidang pertanian.
* Cara memperoleh lahan Hal ini digunakan sebagai indikator tidak langsung bagi status ekonomi, dan
indikator langsung bagi status pemilikan lahan, karena hal ini merupakan masalah kunci dalam program
perencanaan seperti agro-forestry yang mengarah pada perubahan pada tata guna lahan melalui penanamanpepohonan secara luas. Berbagai variasi dalam pola cara memperoleh lahan di tiap rumah tangga dan tiap
lingkungan pemukiman dapat diketahui. Kaiegori yang digunakan adalah pewarisan, pembelian,
peminjaman, atau pembukaan hutan primer oleh pemilik saat ini.
* Sumber pendapatan lain Informasi ini merupakan indikator tidak langsung bagi status ekonomi, karena
beberapa kegiatan tertentu yang mempunyai status rendah dan pengembalian yang buruk hanya berkaitan
dengan rakyat miskin yang hanya mempunyai sedikit modal dan tidak mempunyai pilihan produktif lain bagi
tenaganya (Watson and Holloway, 1989). Informasi ini merupakan indikator langsung bagi pola variasi
kegiatan mata pencaharian antar daerah, dan memberikan wawasan ke arah kesempatan dan potensi.
Pengumpulan data dilakukan secara terpisah aniara laki-laki dan wanita karena sumber mata pencaharian
sampingannya sangat berbeda.
* Hasil panen rata-rata, kualitas lahan, sumber benih, pelayanan penyuluhan Data ini diperoleh dengan
dasar lingkungan pemukiman, tidak berdasarkan pada tiap rumah tangga, karena keadaan di dalam tiap
lingkungan pemukiman sangat serupa. Data ini bermanfaat guna membandingkan antara lingkungan
pemukiman dan daerah-daerah dalam hal tingkat produktivitas dan potensi pertaniannya.
4. PROSES PERUBAHAN, ALASAN DAN PENGETAHUAN MASYARAKAT SETEMPAT
Sebagai tambahan guna mengetahui karakteristik kelompok sasaran yang dianggap potensial sesuai dengan perangkat
indikator yang diuraikan di atas, adalah dianggap perlu untuk mengerti pola atau kecenderungan dari perubahan.
Perubahan dapat terjadi di lingkungan, dalam penggunaan sumberdaya, dalam kegialan-kegiatan yang produktif,
dalam pola pemukiman atau migrasi, atau dalam hubungan sosial serta produksi antara laki-laki dan wanita serta antar
saudara lain dan tetangga. Tiap perubahan ini dapat berpengaruh pada mata pencaharian secara positif maupun
negatif bagi kelompok sosial tertentu di masyarakat.
Pemahaman mengenai perubahan sosial dan lingkungan ini perlu untuk menempatkan keadaan saat ini dalam kaitan
sejarahnya dan untuk menentukan kelompok sosial yang akan memperoleh manfaat atau dirugikan sebagai akibat
adanya perubahan tersebui. Dalam hal ini, tidak selalu hams melakukan kuantifikasi pembahan yang leijadi, tetapi
penting untuk menentukan arah dan besaran serta laju perubahan. Pemahaman atas dinamika tersebut dapat
membantu dalam mengkaji prioritas-prioritas dan kepentingan relatif dari intervensi, dan memungkinkan perancangan
program agar dapat menghindarkan atau mengurangi kecenderungan negatif dan memberi tekanan atau merangsang
kecenderungan yang positif bagi orang miskin. Pembahan dalam indikator kunci dapat digunakan untuk memantau
kemajuan atau p>cnurunan kondisi rakyat miskin.
Kecendemngan serta kckcrabatan tidak dapat langsung diamati maupun diukur, paling tidak bukan dengan cara
singkat dan bukan dengan cara yang efektif dari segi biaya, namun informasi ini tetap penting bagi pengidentifikasian
kelompok sasaran. Informasi mengenai kekerabatan dan kecendemngan dapat diperoleh secara langsung dari orang
yang mengalaminya, karena mereka mengerti mengenai keadaan mereka sendiri, serta dapat menganalisis dan
menguraikannya kepada orang luar apabila ditanyakan secara sistematis dan tepat. Teknik-ieknik yang relevan
meliputi wawancara semi su-uktural dengan perorangan dan kelompok, riwayat hidup, sejarah lingkungan pemukiman
serta diskusi-diskusi kelompok kecil. Dengan mempercayai pengetahuan penduduk setempat, disertai dengan
verifikasi, uji silang dan pendalaman terhadap pemahaman atas masalah penting, mempakan prinsip kunci pada
11
-j> J;S}<^.'1615434 \4%
. • ',';;Matf c.p
rii'.’sfsasi^
- n^rTiU®*? "V'
i g.uUinsa:
^
I
'f,i“,Q JUftiH ;.
' *
,>M TiiijJif)
V •'; iur.f )t*'
" >
; :Kdj«4i'i;8)E’l<^i4»2 ,
'jjj
i ',.<1 -U
•
;-:.... s'>qdO<i'fCU;i»b
•• ,u!,. >iiii 'i^4»ea
' .ismgiiiwr*^
.'u, I hb z\n([fnMiti
•i'
.r'„. .V'jjru’;' Ijfl^utoq
.;’ lib ijtnsd'mim
. i.tjfc' 'ftanysflpi
">.iT•..••
•'
.-rill v:, V
'!,'. ii;{eib mm'
pengidentifikasian kelompok sasaran.
* Wawancara lebih mendalam dengan kelompok kecil dan perorangan dilakukan di tiap lingkungan
pemukiman dengan kisaran topik yang telah ditentukan sebelumnya; perubahan sejarah dalam hal penduduk
dan lingkungan, kegiatan ekonomi, kaitan dengan lahan, organisasi ekonomi rumah tangga, pendidikan,
kesehatan, kegiatan dan perhatian wanita, organisasi sosial dan keagamaan.
• Pengetahuan masyarakat setempat bagi pengidentifikasian kelompok sasaran direkam langsung dan efektif
melalui pembuatan ranking kekayaan. Anggota masyarakat diminta mengelompokkan seluruh rumah tangga
di lingkungannya sesuai dengan tingkat kekayaan mereka. Responden sampai seratus rumah tangga dibagi
secara cepat dalam 3-7 kategori kekayaan, kemudian informasi mengenai kriteria yang mereka peroleh
digunakan untuk melakukan pembuatan ranking dan karakteristik tiap kelompok.
Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka akan keadaan setempat, responden serentak melakukan
pengkajian atas modal material tetangganya, standard konsumsi, kekuatan maupun kelemahan fisiknya, dan
kaitan satu sama lain (seperti hutang, judi, pembelian atau penjualan lahan maupun jasa tenaga kerja, dan
sebagainnya), dan keluar dengan suatu ukuran majemuk yang apabila dilakukan orang luar akan lebih lama
untuk mengembangkan suatu indikator atau karakteristik pada suatu saat. Hasil-hasil pembuatan ranking
kekayaan kemudian diuji silang dengan indikator-indikator dasar rumah tangga, mengarah pada suatu
kombinasi yang kuat akan suatu perspektif penduduk setempat dan orang luar.
5. SIFAT KOMPREHENSIF DATA
Sesuai dengan prinsip "ketidaktahuan optimal", setalah indikator-indikator dipilih dan pendekatan informasi kualitatif
telah ditentukan, maka lingkup pengumpulan data harus ditetapkan. Tergantung keadaannya, data yang diperlukan
dapat berdasarkan tiap rumah atau hanya merupakan contoh dari beberapa rumah tangga di tiap lingkungan
pemukiman, atau hanya merupakan contoh beberapa lingkungan pemukiman di tiap desa, atau dari contoh desa-desa,
dan lain-lain. Pemahaman yang bertujuan membangkitkan pengertian mengenai masalah kemiskinan dan ukuran
reladfnya di suatu propinsi, kabupaten atau kecamatan dapat menggunakan pendekatan pengambilan contoh (seperti
halnya dalam KPS), asalkan sarigat hati-hati dalam pemilihan lingkungan pemukiman dan rumah tangga contoh untuk
menghindarkan penyimpangan-penyimpangan lain yang dapat tetap menyembunyikan sifat serta luasnya kemiskinan.
Pada penelitian dasar bagi pengidentifikasian yang lebih tepat akan kelomjx)k sasaran terdapat beberapa kelebihan
penting guna memperolch informasi mengenai tiap lingkungan f>emukiman dan rumah tangga. Ketimpangan
informasi yang ada dalam pjemilihan responden berdasarkan rekomendasi pimpinan desa dihindarkan; keragaman
lingkungan pemukiman, rumah tangga dan kegiatan ekonomi secara luas diidentifikasi; dan peran serta lingkungan
pemukiman dan rumah tangga miskin dalam kegiatan perencanaan proyek dapat dengan seksama dipantau. Hal ini
penting, terutama karena, seperti diuraikan di atas, merupakan karakteristik lingkungan dan keluarga masyarakat
miskin bahwa mereka terkucil secara fisik maupun sosial, jauh dari sumber informasi dan tampaknya tidak suka
menghadiri rembuk desa. Kebutuhan dan keprihatinan mereka sering tidak terwakili oleh pimpinan desa dan kaumelit yang pertimbangan dan perspektifnya cenderung mendominasi acara.
Begitu penyampaian proyek dimulai, ketidak-berdayaan rakyat miskin sering bermakna bahwa mereka dikucilkan
dari manfaat proyek yang dimaksudkan terutama bagi mereka. Begitu nama dan lokasi miskin diketahui, bantuan
material proyek dapat disampaikan langsung kepada mereka, dan peran serta mereka dalam kegiatan proyek
digalakkan dan dipantau.
Penentuan daftar rumah tangga berdasarkan daerah pemukiman merupakan kunci bagi penelitian dasar dalam waktu
singkat yang perlu mendapatkan informasi mengenai tiap rumah tangga secara cepat dan murah. Dalam beberapa
kasus, penguasa desa sudah mempunyai daftar tersebut dan penelitian mulai dengan memperbaharui dan melakukan
verifikasi daftar tersebut. Di daerah terpencil, daftar desa sering tidak lengkap, dan pembuatan daftar data dasar
dilakukan untuk mengidentifikasi berapa jumlah penduduk yang tinggal di suatu daerah dan juga menandai semua
12
.t v-_ > . U.
u . At' 'i-T.'
' ' I’,’. :'. S'(
/ '
'. ~y"Z/
i iL '-tty.tSj
I ' ' 'kI
Z4 :ii gj
- r-V4':r/ll3\
'V: ,'
^ y.
t \ I '4ui:^p<a
- -n ,
" |>„r|ST
'
'‘
' Z tV4''*:r.'T
i;l4 /t,:pjq05|[
penduduk dewasanya. Teknik pembuatari daftar meliputi pcmetaan sosial dan uji silang dengan daftar yang ada dan
data sensus.
Daftar lengkap rumah tangga dapat digunakan untuk kegiatan pengumpulan berbagai data. Apabila wakiu tidak
memadai guna wawancara langsung dengan tiap rumah tangga, data dasar demografi dan mata pencaharian dapat
diperoleh dari pihak ketiga (saudara, tetangga, pimpinan seiempat) setelah nama kepala keluarganya diketahuia, dan
rincian yang lebih lengkap terdapat pada petunjuk dan pedoman lapangan.
* Pendaftaran Lengkap: Di daerah penelitian, daftar lengkap untuk tiap lingkungan pemukiman dibuat
berdasarkan peta sosial yang menggambarkan lokasi fisik tiap rumah, dan berisi nama tiap kepala keluarga.
Daftar ini menjadi dasar bagi pengambilan data rumah tangga dan pembuatan ranking kekayaan. Penyusunan
daftar lengkap sangat penting mengingat bahwa menurut pengalaman lapangan daftar resmi yang ada banyak
yang tidak lengkap dan sering ddak mencantumkan nama orang yang sangat rentan/marjinar misalnya
pasangan muda, kepala keluarga wanita, pendatang baru serta orang luar yang baru mulai menggarap lahan
pinjaman.
* Data dasar: Data dasar (menggunakan indikator kunci) diambil untuk semua rumah tangga di lingkungan
pemukiman di pegunungan tengah di ketiga desa, karena merupakan daerah sasaran utama. Data
pembanding dikumpulkan dari semua penduduk daerah pesisir dari satu desa. Bagi dua desa yang
penduduknya banyak dan jauh di perbukitan, hanya jumlah rumah tangga, lokasinya di p>eta, dan namakepala keluarganya yang diambil. Data ekonomi dan pendidikan dikumpulkan di tingkat lingkungan
pemukiman, bukan di tingkat rumah tangga. Data ini, walaupun tidak selengkap data untuk pegunungan
tengah, lebih akurat dibandingkan data sensus nasional atau data lain yang ada, dan dapat digunakan sebagai
titik awal bagi kegiatan perencanaan di pegunungan dalam.
6. PENGIDENTIFIKASIAN KELOMPOK SASARAN: BEBERAPA ALTERNATIF DANPERTIMBANGAN
Pemahaman dalam waktu singkat dan penelitian data dasar merupakan unsur yang bermanfaat bagi pengidentifikasian
kelompok sasaran dan perencanaan proyek. Hasilnya dapat digunakan pada tahapan perencanaan yang berbeda, dan
dilakukan dengan cara yang berbeda, sesuai dengan persyaratan situasinya. Beberapa altematif adalah sebagai
berikut;
Pemahaman dalam waktu singkat:
* Pemahaman pedesaan dalam waktu singkat bersifat penyelidikan: guna mengumpulkan infonnasi awal
mengenai topik baru atau agro-ekosistem. Hasilnya biasanya berupa seperangkat p>ertanyaan kunci
pendahuluan dan hipotesis-hipotesis.
* Pemahaman pedesaan dalam waktu singkat berdasarkan topik: untuk penyelidikan topik khusus,
seringkali dalam bentuk pertanyaan kunci dan hipotesis yang dihasilkan sebclumnya dari pemahaman
pedesaan dalam waktu singkat bersifat penyelidikan. Hasilnya biasanya suatu hipotesis terinci dan luas yang
dapat digunakan sebagai dasar yang cukup kuat bagi penelitian atau pembangunan.
* Pemahaman pedesaan dalam waktu singkat yang melibatkan peran-serta: untuk melibatkan penduduk
desa dan pemerintah setempat dalam keputusan mengenai tindakan selanjutnya berdasarkan hipotesis yang
diperoleh melalui pemahaman pedesaan dalam waktu singkat bersifat penyelidikan atau berdasarkan topik.
Hasilnya berupa uji coba pertanian-terkelola atau kegiatan pembangunan dalam hal mana penduduk desa
terlibaL
* Pemahaman pedesaan dalam waktu singkat untuk memantau: untuk memantau kemajuan uji coba dan
eksperimen dan dalam implementasi kegiatan pembangunan. Hasilnya biasanya berupa suatu hipotesis yang
13
mib nea«»b «Ut toiROi jlto:;^ ,^;ita6wqJ> %fi!it!!»qm1^
.2uaiM s)fib' ^'-iW' „,
^ ^ ^XaI'U UTjbiw a{I#^ .iuuf) h(jjc(Knit m(uq^ (uri{Hii>a^ is^ h^pm uuIaG
mJ6t;jib flaiiiiiliioe^ wsi>i rtsii rwa<s^?!’.' ’Uiftnft (wa6 j^K't ««ati’3i> mf% >dbumm »
ttab ^‘titUiJMjb ^abai -Mij iiat? I'aiiowqiibsSi^' ''
n«3Afir|irf nftmitiJ^'T Rfib tb^ qjBJaflOj didal .^ns'{ odiafrh
n M iJS ^ (ft,
t ^ ^ ^iKudJb Ajstai itsai^ ff(o.;Ae
qeb Kmart oWi .rtflcfiv* T»b ‘iof •'•
{H^fnJs^a\os^^B^8:i1Ki ^mitm iliimnMpiMi^^ likyij^ bt KUiBiOt
;l4'{rattt*&B^aaH iroiA iBjfeb ^fi^rtaql^, iiciJifsIftgoaq iftlfiiMt
s^Bteifn isoti?6rtiVtj^nw gnnai Rttb
Riidai <|eisgpJi>«i »Btam «s-ii<f twd'.^n^ m^: fq^&&ia*JS«joai ,aljam tui§»
un
e
5:1.
ti-'L »*•.m ^ 4'-p
*S-l!il
I
k SI
#1 ^
'f ss
f
iwtaoo^artil i^BSlinb ta^ mCi iisinlf-iiiUI-
'
rjoG .rtfltaJy rt^ng^’a ({ttj^ (t«frtbturo<j*i,
4o«^ '&bb‘^««fb ,'jhtu'b^, j/UlliJidmrtii! -<;*
amsn rt(ib ‘,01^1 ib' sybiBW' v^-Jisy;!# •' vei
:iijgni:lan:U gs;f{i#qrt5rtyib
ijS3^«mwsrtq Jluiffu >«'* ’
tE 8ias'4rt^;«jb6 iB'tinfe iid^rf , risgoai.
'"
^ ;.
- ?!;
J^-a
v--'" -"*
; ^ttW^>‘JU:)u<;s»j»|i^^ "‘-fr*~^l“;'^^ ^'-f ftllwaa^;. rtsi^rt40fWjaq,jrt4^^' n«b,;i*T«£»,4^{pf^fkaatk^a fteJcho j
mttiftb- oamartwaa'I ,
»V '?*l
'
'i>i, r> ^ V (?» ‘ (f!t
.V ii.; awi*to;:a«fe|r'^/*-*^j«.inartdi ,fvqpP namjWf^njj^,nacftfM<^sa»<| nrb, 4^i^«b!63ie® lfa:i3nns«t
;
gAA^ 8Si<{ rtj^ i1rtM,tl?53j<^id->ya,uie ift3C^^:uf^«'<fif mgt'0 ftteRabaq.;
«<0s i4«Ni
g.^ ^ .^-i.
, .ftj,
:-%g,., . .^2j.. r,. ..
'
MMittyj-j lutAigfifli^Jauuf fvsiah nKM«4«ard1
gn«'< ?iiWKxjjd «;:ftaw4rtWf rt*o0tf>rtti nj^b'mb'
MJh£^r^ um ir4ak^ itorowqib'
!_''' '’ ^ ^ ^
>':' aKK- '^:
i. :#
¥
tt#i> itduw Krt r4;UU»mu>< T^j/wumam iu^u .aattintmum jIuirw ujim h «l«>kh Eu«*aob»<^^ nsmji'cy!iuoKx{iii u)tin:Eq«i'xf«^aB*rtt#«yrtb*34H j»«nitA«a«b^^'t^^.l5»9i(i2i;jpwn-jJqrtli
disempumakan bersama perubahan yang diakibatkannya dalam percobaan atau inlervensi pembangunan yang
diharapkan memberikan manfaat.
(McCraken, et al. 1988)
Pengumpulan data dasar:
* Pengidentifikasian kelompok sasaran: hal ini dapat dilakukan bersama dengan, atau mengikuti
pemahaman pedesaan dalam waktu singkat bersifat penyelidikan, atau sebagai suatu jenis pemahamanpedesaan dalam waktu singkat yang sifatnya khusus (McCraken, et al. 1988) dan digunakan untuk
memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai lokasi dan jumlah kelompok sasaran dan beberapa
informasi tentang kebutuhan mereka, untuk digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi proyek.
* Pegumpulan data dasar berdasarkan topik: Mempersiapkan data dasar mengenai masalah khusus yang
telah dudentifikasi sebagai daerah yang kemungkinan besar mendapatkan intervensi program, sef>erti
kesehatan, pendidikan atau sistem pertanian.
* Pengumpulan data dasar yang melibatkan peran-serta (Case, 1990); merupakan suatu penelitian yang
dirancang dan diarahkan oleh anggota masyarakat guna memperoleh informasi yang diperlukan bagi
perancangan proyek, pemantauan dan evaluasi dalam proyek swadaya dan proyek yang masyarakatnya
memerlukan bantuan dana pihak lain.
Masalah-masalah kunci yang diperlimbangkan dalam memilih rangkaian kegiatan perencanaan yang sesuai sebagai
berikut;
Data apa yang tersedia ?
Apabila pengumpulan data dasamya baik, seperli peta, daftar, dan survai sosial-ekonomi telah tersedia,
mungkin hanya perlu melakukan pemahamam pedesaan dalam waktu singkat bersifat penyelidikan guna
mengidentifikasi fokus pembuatan program, atau langsung bergerak ke pemahaman pedesaan dalam waktu
singkat melibatkan peran-serta, dalam hal mana masyarakat menentukan masalah dan prioritasnya, dan
melakukan identifikasi sumberdaya serta pemecahan yang mungkinkan.
Gambaran program apa bagi daerah tersebut ?
Apabila fokus pembuatan program sudah ditentukan dan sifatnya spesifik untuk tiap sektor (misalnya
pendidikan, kesehatan), data data dasar dapat juga sangat terfokus. Karena masalah umum telah
diidentifikasi, tidak diperlukan lagi pemahaman pedesaan dalam waktu singkat bersifat penyelidikan, tetapi
pemahaman pedesaan dalam waktu singkat berdasarkan topik dengan suatu pengumpulan data dasar
berdasarkan topik bermanfaat guna menentukan kebutuhan spesifik dan mekanisme penyampaian yang
mungkin dilakukan.
Tergantung pada prioritas yang ada di masyarakat terhadap topik fokus, masyarakat dapat dan berkemauan
untuk melakukan banyak penelitian data dasar atas kemauan mereka sendiri, dengan petunjuk terbatas dan
dorongan petugas (pemerintah). Sebagai contoh, apabila pendidikan menjadi fokusnya, masyarakat setempat
dapat membuat daftar anak usia sekolah yang tidak bersekolah, mengidentifikasi alasan mengapa anak-anak
tidak bersekolah, mengidentifikasi lokasi yang sesuai bagi suatu bangunan sekolah baru, dan mengusulkan
pemecahan yang mengarah ke masalah lain seperti nutrisi sekolah dan ketentuan keseragaman sekolah.
14
If''
,}jy?iit«rti, niUr.f>dmira—I^
-^^j.
J«. i9 .w%.%
,
^sj
rn»fb «i£b <wfo^csujtiM?f*^
iiifiitii^'fM am i^. ,iitSi&“
iwisaita^ «iM( 0Siaft l$|^ -‘»^^ (gi^Ab fis«'bi)CKi..(i*fn6rtB^
Aii imMiii^ i^i .fe 1^. ><^4int53M> ^3V.9iy ^t»« o^i)<»q
O0ij^:s?, sfeyqtro^'
m
4^^“*
.>,, ®-' ffi^ , ,
. ,|^
imqof. ,fft^R|i<wq^te^'^ ^s»^^-^^
t^M 3fi8X isi»ttTf>l«« dcItssaop^^TOf
fi/fi&ibmmm rrsl) RVfsb^^K. >fe^t^<{ i^(j$$:m:i^tm^
r^m \ •
^ITMlI'ifiirif"
j^^-ttii- |i^ar ;, isxlfl®: .,|i^ ««b nei Jiii^ifatlA
Kfiuit :md^' lihacj. p^o# ni;i:
"''
aeiAiS<W^
^^
.a..j
'"
-.,/l^-,;
"•^'ii«r.l^i/4);'ie5^;#^ ;«un30^f .,
3ij^ fgal 'iiW^2«4i4lm<>64b
i*Uafr 4^.'flisl^ m«nirtert«ii|t
^ x^smmf^xrn
/KSJi 'iOi«fi*‘H
i4qmal5>f i1)^almia
naJiutiiffri'-iim
;jJiidrtiKwn J^qab'.'iihfi^gp^tti'nii^i^pnM^e:^^ ;mtd(mmms^utufftm ffflb
rtulftO -
* Apakah rincian setempat diperlukan untuk tiap kasus ?
Setelah kegiatan pcmahaman pedesaan dalam waktu singkat bersifat penyelidikan mengidentifikasi masalah
kunci dan kelompok sasaran, dan pemahaman pedesaan dalam waktu singkat berdasarkan topik telah
mengidentifikasi intervensi program yang sesuai, perluasan program dapat pula dilakukan ke lingkungan di
dekatnya yang mempunyai keadaan serupa tanpa harus melakukan pemahaman kembali. Hanya pemahamansingkat mungkin diperlukan guna menentukan apakah keadaan kuncinya sama, dan bahwa daerah baru
termasuk "wilayah saran (recommendation domain) yang sama sebelum masuk ke rincian "pengumpulan
data dasar berdasarkan topik yang melibatkan peran-serta" dan perencanaan. Konsep "wilayah saran" yang
dikembangkan dalam penelitian sistem pertanian mengacu pada suatu daerah geografis yang menggunakan
seperangkat rekomendasi dasar dan pendekatan pembuatan program yang sama (McCraken, 1988: 55).
* Pemahaman berimbang dan peran-serta aktif:
Pemahaman dalam waktu singkat memerlukan petugas yang bertanggung jawab bagi perencanaan
pembangunan masyarakat pedesaan, mengamati keadaan, dan berbicara langsung dengan kelompok sasaran
yang potensial. Pemahaman dirancang untuk menghindarkan ketimpangan informasi dan mengungkapkan
aspek-aspek kemiskinan yang tersembunyi, sering mengubah sikap petugas yang sebelumnya biasa melihat
ke bawah ke arah rakyat miskin tanpa didasari pengertian akan kesulitan mereka. Pemahaman mempunyai
manfaat edukasional diluar manfaat data yang lerkumpul. Hal ini merupakan alasan yang baik guna
pembuatan pemahaman yang teratur, unsur-unsur yang diperlukan dalam perencanaan dan pemantauan
pembangunan pedesaan.
Pada saat yang sama, petugas dari luar tidak selalu harus mengunjungi suatu daerah guna memperoleh
informasi mengenai hal ini. Peran serta setempat secara aktif, dibantu oleh petugas, pimpinan desa, atau
oleh LSM, dapat merupakan cara efektif guna mengidentifikasi masalah dan pemecahannya dan
pengumpulan data data dasar dengan tambahan manfaat dari pengembangan kemampuan setempat dalam
bidang organisasi dan perencanaan, pembuatan program yang lebih berkesinambungan untuk jangka panjang.
Namun, karena ketimpangan informasi seringkali masuk ke dalam periemuan masyarakat, bahkan pada
pemahaman yang telah dirancang bersifat "keperan-sertaan", laki-laki dibanding dengan wanita, dan orang
kaya dibanding orang miskin tetap cenderung mendominasi acara.
Pemahaman dan pengumpulan data dasar yang sengaja disusun untuk menghadapi ketimpangan informasi
dan mengidentifikasi rakyat miskin dan kebutuhan mereka dapat bermanfaat dalam pemantauan kegiatan
pembangunan masyarakat dan meyakinkan bahwa orang miskin tidak terlewatkan atau ditiadakan.
Pemahaman oleh pihak luar maupun peran-serta masyarakat dibutuhkan, dan perimbangan yang sesuai akan
tergantung pada beberapa faktor lain sebagaimana diuraikan di atas.
Kebutuhan penelitian saat ini, dan alasan pendekatan yang diambil, telah diuraikan di atas dalam Bab Satu sebagai
data dasar untuk pengidentifikasian yang lebih tepat akan kelompok sasaran, menitikberatkan pada rakyat miskin,
mecakup semua sekior utama (yaitu tidak terbatas pada satu topik), dengan peran-serta masyarakat dalam
pengumpulan data tetapi bukan pekeijaan perencanaan yang melibatkan peran-serta di tingkat seluruh desa atau
lingkungan pcmukiman.
7. PENGIDENTIFIKASIAN KELOMPOK SASASARAN: TEKNIK-TEKNIK YANG DIGUNAKAN
Perangkat leknik yang digunakan untuk pengumpulan data diuraikan secara singkat pada bagian ini. Informasi yang
lebih lengkap dapat diperolch dari petunjuk latihan yang disiapkan oleh PPWS (SRDP). Prinsip kunci pemahaman
pedesaan dalam waktu singkat adalah bahwa sejumlah metoda berbeda digunakan untuk melakukan uji-silang
informasi dan membantu meyakinkan bahwa, walaupun cepat, data yang diperoleh dapat diandalkan. Prinsip ini
dikenal sebagai "triangulasi" atau menggunakan tiga metoda, memperoleh tiga titik pandang dan sebagainya.
15
ll"'
"’
liRilJ«.<fl»,»tf:«U*fWb!«5^^ 4»S5tK«Mi i»J?fcw
r'*. ^*»f5rs-
Jk iwaffQ^:ir.4«4
If m^w ^?T#5p*M 'vtB*v k ^ ''^ T^’Sl*^ T^'T'.. '\\y' ” —-5SI
V?»
tf.*
^(m "n4W»
'®V ’VM
sa
(ttiwjw .MiiMo#,»utii7s3<>' jj^iTS^^i:,rSfi'..S!Hi<...
_ ..^ i-
M-
£«*'
.i»<4T89Jl fm^&it»f?*m(qf
.neiCJit
'fimii
itMmt&t>
net;
WMk3tivV^U;;DC1
. .e
.iisRlik ijsijftb (}/xitan4:<*^. ; »^"^.liur^;
9lL ..'^ ... '»& I mIt- ' " • .. :«^b^Aub _^CI. . I ' tfSI!. —V.^ - j
.i'
Rembuk desa*
Kegiatan pertama di tiap desa adalah rembuk desa yang dihadiri oleh petugas desa, kader (seperii kader
Posyandu, PPLD) dan wakil-wakil kelompok khusus seperti wanita dan masyarakat dari RT yang lebih
terkucil. Satu atau beberapa peia menggambarkan desa dan dusun-dusun, dan berfungsi sebagai dasar bagi
diskusi mengenai daerah pemukiman masyarakat; fasilitas seperti sekolah, jalan, dan jalan setapak; kegiatan
dan program; serta masalah dan potensi di berbagai daerah di desa tersebuL
Pada pertemuan ini, disusun suatu agenda untuk mengunjungi lingkungan pemukiman di perbukitan, dan
pimpinan lingkungan pemukiman (kepala suku, kepala RT) diberitahu mengenai kunjungan ini.
Kunjungan ke lingkungan pemukiman tingkat Rukun Tetangga (RT)
Tim latihan dibagi menjadi dua kelompok (tiap tim terdiri dari lima anggota) agar dapat meliput seluruh
lingkungan pemukiman di pegunungan. Tiap tim mengunjungi satu lingkungan pemukiman tiap hari, dan
meliput sekitar lima lingkungan pemukiman selama lima hari empat malam. Malam digunakan untuk
melakukan wawancara yang lebih mendalam dengan penduduk di lingkungan pemukiman tersebut dan
anggota tim bermalam di rumah salah satu penduduknya.
Perkenalan
Setelah tiba di Uap lingkungan pemukiman, tim memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kunjungan
ini kepada masyarakat yang dikumpulkan di suatu rumah yang disediakan sebagai tempat pertemuan.
Umumnya sekitar 50 % dari penduduk laki-laki lingkungan pemukiman menghadiri, bersama dengan
beberapa penduduk wanita.
Pemetaan
Kegiatan pengumpulan data yang pertama adalah menggambar peta lingkungan pemukiman tersebut. Peta
ini digambar oleh penduduk, umumnya di tanah, menggunakan batang atau potongan kayu, batu, daun-
daunan dan biji-bijian sebagai alat dan penandanya. Di peta digambari jalan setapak, sungai, sumber air,
daerah hutan primer, hutan sekunder, padang rumput, perkebunan, serta tiap rumah. Dua anggota tim
membantu penduduk mengeijakan proses pembuatan peta ini selama sekitar satu sampai tiga jam.
Pendaftaran lengkap
Dari rumah-rumah yang digambar pada peta, dibuat suatu daftar semua kepala rumah-tangga (kepala
keluarga) di lingkungan pemukiman tersebuL Daftar ini kemudian menjadi dasar bagi kegiatan
pengumpulan data lainnya.
Data dasar rumah-tangga dan indikator ekonomi kunci
Anggota tim membagi nama-nama dalam daftar, dan menggunakan dua formulir sederhana (blanko),
mengumpulkan informasi menengai tiap rumah-tangga. Apabila wakil rumah-tangga tersebut ada di tempat
pertemuan, mereka langsung diwawancarai. Apabila tidak, sebagai gantinya, tetangga atau saudara atau
Ketua RT yang mengetahui tentang anggota rumah-tangga dan kebun mereka memberikan informasi.
Dengan menggunakan pendekatan ini, data dasar diperoleh dari sekitar 90 - 1(X) % dari jumlah seluruh
rumah tangga dalam waktu satu sampai tiga jam (tergantung jumlah rumah-tangga).
16
|fi<^f4i'j|iH|‘< TJ^^,,^tSfc fftkctP'^'liftl Nil) AajK^’^^iSXiWffl*^
%(kr ii»^ iKSfiSto#- *e®S|^>K4 in^ i^;# ,p.||t^iiiilj|)9W mii%; 4i Adt.
fi>t*tr*u4> >,«aMft %r.(--' :’0m1M
nab
t I
IHjBEPTIElTBrMTr-'V, '"o' '‘..
'
:<ifl' '.ui'i/ii-oq
ftf' ••' ''..i}-< '.
’ .ST -x^, isw ,
• •^^'•t-aK3 _-,,„y,|i.
3<u^mi ngimt^}b' 'am,iij6mT0' mi0(iimm '
’ W#; ^ icJr'^****^
U: :.%’’^si?
'**^-**iYiillM fTIffr"'''"” % ''iJ!
ibL''' JK''-
' .
' ., •..
r*r.
1st 'ibltes'WW ujbidirtattt'
'l}nM''"'
'! "i&. im’
-
'"...'te-
---sii
'.Aa '
!t^:'i]fe)^J'’'''.'
'-''OSilf
,
:ib".
rSi-'-a
'm
iMiwitt-ilewih
.Er,:'
^- n^wfTpttJ ii;^_
’^0*^^ ;i2^ ,Jl)l*iJ*r,j;nj^
',|T® f '»
4ir-^w^'
'''
W^" 3
Diskusi kelompok: wanita
Sementara proses pengumpulan data berlangsung, suatu kelompok diskusi dilakukan dengan dihadiri oleh
semua wanita yang ada. Topiknya meliputi pekeijaan dan sumber pendapatan, kesehatan dan pendidikan.
Dalam kelompok diskusi yang memfokuskan masalah wanita ini, wanita-wanita yang ada tidak bcgitu malu-
malu dan berbagi banyak informasi dengan anggota tim. Umumnya seorang wanita anggota tim yang
bertanggung jawab untuk diskusi ini.
Diskusi kelompok: umum
Sebelum penduduk kembali ke rumah masing-masing, pertemuan penutupan dilaksanakan untuk
mengucapkan terima kasih kepada mereka atas keijasama mcreka, dan menanyakan pandangan mercka atas
masalah dan potensi lingkungan pemukiman mereka. Topiknya meliputi masalah ekonomi, f>endidikan dan
kesehatan.
Wawancara semi-struktural yang lebih mendalam
Sementara kegiatan-kegiatan seperti disebutkan di atas berlangsung, atau pada sore hari dan malam hari
setelah sebagian besar penduduk kembali ke rumah mereka, anggota tim melakukan wawancara yang lebih
mendalam dengan penduduk setempat dan pimpinan mereka, baik wanita maupun laki-laki. Wawancara ini
mengikuti topik dan sub-lopik yang sebelumnya lelah disepakati oleh tim, namun mereka tidak mengikuU
suatu format yang kaku. Pewawancara dapat memberikan respon terhadap informasi yang diperoleh, dan
menggali informasi tambahan apabila responden mengemukakan suatu masalah yang menarik perhatian tim.
Topiknya meliputi ekonomi, kesehatan, pendidikan, sejarah riwayat lingkungan tersebut, pola perubahan
penggunaan sumbcrdaya, pola kepemimpinan serta kebiasaan dan adat setempat.
Transek
Ini merupakan suatu gambar diagram untuk menggambarkan kondisi lapangan lingkungan pemukiman
tersebut, dengan karakteristiknya seperti kemiringan, tanah, tumbuhan alami, tanaman budidaya, masalah
serta potensi yang ada. Ini dibuat berdasarkan pengamatan serta melalui diskusi dengan penduduk setempat.
Pengamatan
Anggota tim menuliskan Catalan mengenai status lahan dan tumbuhan yang ada di atasnya, rumah-rumah,
tingkat kesehatan lingkungan, kesehatan secara umum, penyakit kulit, serta ketersediaan air bersih. Mereka
juga mencatat aspek-aspek proses penehtian, apakah masyarakatnya santai atau gugup, terbuka atau malu-
malu, dsb.
Pembuatan ranking kekayaan
Kegiaian ini dilakukan oleh penduduk yang membantu anggota tim di suatu tempat yang tenang tanpa
gangguan. Kegiatan ini hams diulangi dua atau tiga kali di tiap lokasi lingkungan pemukiman oleh
responden yang berbeda (misalnya wanita, laki-laki, kaya, miskin), namun karena keterbatasan waktu,
kegiaian ini hanya dilakukan satu kali.
Penghimpunan data
Setelah empat sampai lima hari berada di suatu desa, tim menggunakan waktu satu hari untuk menyusun
bahan-bahan yang terkumpul, menuliskan Catalan wawancara agar lebih jelas sehingga dapat terbaca dan
17
"f "f,
ft
.Q *-1^ ^
jv BlUiw ;?Ioqinoli»}| Uri>?2i<|
rtilo WfcSftUj (Uwte;4tfli^ iw<iftsH» umm *aafc
tuJ'ibibivjr, fji^» l^Jito^^^JC8i^ VjrfrnlA ftfih .sb« cjin^:«wff
“OlAfli iIsliSliBi |/ir/ iaoJia^ ^oq/ncrta^T**^
^{tA-{ mil WKMi'jiM .mi* >5^-56® '
-- ^ M <?AweistL
laeuimjtt ;
•iumy H^tquisms^ fiSumorua<j a< i£«iS»5i Mintmfi-‘
nwj*«Anvrt' ‘ • -* - j -
.•*
'i?; fiai>(vejlii)ib«:2^,i
ir4|Ki.’6miq n&Mxiiiufyiti a'
(W| .imoacMia ^tasB^iQ nsb^ j|. ^
K
S^;i)
lii|li'tt)li!^ kvawtttkWk .ill,
)S!^.- ^ is .'^,
ivut itckin tiisbi hSil •
ifidjH ^^a}^5^^^v8w ^t.,ti5S#9({ uaad nsl^js^ ctebja*
Hu^i^m #11^ ffU<rf9«|,Twir4'*® by;fiai*dKti
flflb ,49fmaq'di .u:^ isimdl jmt -X'
Jii<trB^)9i nosn;
na*ci:^wni'^ aaiBa n&-)^fiism^
dateitam . .)udM
mW-I'
y-mjfn
.t.§A-. jhwA#'' ’ ', ’'^.^an^:<'9 »TBr.j!4s«^.;":3B9
if -»^; © B- ./ .,• ^ .-
y$
tSi
r W '
’^: n g .«.
nsisinsdni^
fv ^r |%}|ifcij|#d^‘4'i^gt>fy^'ii ijsjfjjjir
rT '.cai '3.. .19
C o'
^'-3 / ®r
sqnu ^r.ftn.'U^ ul®«v lb mkt im>feg'aj t'WiicJmaint $ne/ |s«i*^i6iifi tai rtu^gsX'
, ^ rtalb /lacttlium^ afl3®iX4oil. i^ol ^.ib usjtg mh IgnBuili iirtfid w» C.h»i*4^^'•s .tfoiiw ^ictfUKlifttiM’ '» f(<Mif\(id'?telinM^ia'v .Wiadw e-erifaghi^;
‘ -*.:.-,-.i-Mi -MBmijiu^(i»®m iuwiu oan >S?^ i«9U2 U^Bmaif tiA/t mftii mmm )ru}m«Ja^sZMib » .t^.M Hki*b liQ^Jiikfexj vtatei (I»»!:*( wa« (tfeioiR? naisifbiviMTif ^liiQpioJtsa gfUi’^.TKdiitf'nedaf
y"
.1 «"
'
kq
digunalcan oleh anggota Urn lainnya, dan menguji peta-peta serta foimulir pengumpulan data untuk
meyakinkan bahwa semuanya jelas dan lengkap.
Analisis data
Setelah menyelesaikan studi di tiga desa, tim kembali ke Palu dan mulai menyusun serla menganalisis data
tersebut. Proses ini meliputi beberapa langkah.
penghimpunan data rumah-tangga yang dikumpulkan pada formulir data untuk setiap RT atau
lingkungan pemukiman ke dalam tabel-tabel yang sederhana, memeriksa kembali catatan
wawancara, dan menuliskan uraian mengenai lingkungan pemukiman tersebut (laporan RT, lihat
Bagian Dua)
memasukkan data kuantitatif dasar dari tiap RT/lingkungan pemukiman ke dalam tabel-tabel desa
(lihat Bab Tiga)
memeriksa kembali laporan-laporan RT serta tabel desa serta catatan pertemuan tingkat desa guna
mengembangkan suatu analisis desa secara keseluruhan
membuat ringkasan mengenai informasi kunci yang diperoleh yang berkaitan dengan
pengidentifikasian kelompok sasaran, dan memberitahu pengambil keputusan tentang dimana orang
yang paling miskin berada, apa saja asp>ek-aspek kemiskinan yang mereka alami, serta beberapa
pendekatan yang mungkin dapat digunakan untuk membantu mereka (lihat Bab Tiga)
Apabila diperlukan, langkah yang lebih rinci dalam analisis dapat dilakukan untuk identifikasi atas rumah-
tangga yang paling miskin di dap lingkungan pemukiman. Proses ini menggunakan sislem skor untuk
menghitung modal dap rumah-tangga yang termasuk dalam data indikator ekonomi dasar, dan
membandingkan skor-skor ini dengan hasil kegiatan pembuatan ranking kekayaan.
Apabila ada kesesuaian yang dekat antara data indikator dan perankingan kekayaan, hal ini menunjukkan
bahwa baik inidkator kunci yang dipilih maupun kualitas informasi yang diperoleh dapat diandalkan dan
dapat digunakan sebagai sauatu dasar bagi perencanaan di dngkat RT/lingkungan pemukiman. Apabila
kesesuaiannya ddak baik, hal ini menunjukkan data tersebut ddak dapat diandalkan. Secara umum,kesesuaian antara kedua sumber data cukup baik, dan indikator ekonomi rumah-tangga serta data
perankingan kekayaan dapat digunakan dengan yakin.
Mengidentifikasi rumah-tangga dan RT yang paling miskin adalah penting terutama untuk pemantauan,
karena orang paling miskin seringkali ditinggalkan dari kegiatan proyek serta manfaatnya, dan perhatian
khsusus diperlukan untuk meyakinkan bahwa mereka berperan-serta dan menerima manfaat sepenuhnya
sesuai rencana.
18
—
.^i V. 1 ‘
,
.
' -
';.a jB. W” m
*
I aMn j *•„
'
ftmb ns*ii«<tt^4n»ni ojl^ flui(t^V>3m fclutm Ofifc uf«^ s^. lltsros^jsl. roiJ;,;pt5fe
'. ^
S V''
’‘31 ' ^5 . ''ai .' 11^ 3!
tmia TJ^’ ^.bitJSs -iififtMi 6i*ij i?1bninc^f'':(Sli!mj^ w^|;2»»!li»'"*
O«JrtJ*0 hf^h'^6^- MWi&tfe «iJf
/flrtil ,TJfli,««iij>(i*i)-_iut^lll«ll' m ijmaSfK# «Sii«
tufa i«M-l3i#(k'ra>ilra «i-hE^l:linmrnKjw4tnil\t4(iM tb«IBinitf'iisk.awii^im
:S; '•'
''ill
®-'..V i' ™ ..irs”- * UP-., -
,f
;#ij21®»/2 Hi
m-if'
K?'-''
... .(obwtwj .» -’'—to®
n,’’
'
•ns®!
;.')?«'•„
..'
.'iT^
4:'
:
Wj.«l[
'* .’.
'
?/: :i
BAB TIGA
PENGIDENTIFIKASIAN KELOMPOK SASARAN - BASIL
Telah dikeiahui sebelumnya bahwa orang miskin dapat ditemukan di seluruh daerah SAD (desa desa sasaran), namun,
aspek kemiskinan yang dialami dan cara mengatasinya berbeda. Bab ini menyajikan temuan kunci yang berkaitan
dengan pengidentifikasian kelompok sasaran di ketiga desa yang terliput dalam penelitian. Temuan kunci ini
menunjukkan bagaimana indikator kunci dan informasi atas kecenderungan atua proses perubahan dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kelompok masyarakat yang paling dipengaruhi oleh kemiskinan dalam berbagai aspeknya,
dan penggunaan indikator ini untuk membandingkan ketiga zona dan ke 26 RT, Penerapan untuk perencanaan
program ditunjukkan disini, diselesaikan dengan saran saran di Bab Empat.
Sumber informasi bagi pengidentifikasian kelompok sasaran adalah tabel-tabel desa, yang memberikan ringkasan
mengenai informasi kuantitatif, catatan lapangan yang berisi informasi yang diperoleh dari wawancara yang lebih
mendalam, dan laporan RT yang disajikan di Bagian Dua yang ditulis oleh tim latihan serta menjelaskan latar
belakang dan analisis tiap RT.
Persentasi di dalam tabel-tabel desa memberikan petunjuk cepat pertama guna mengidentifikasi sasaran yang
potensial: RT mana yang tingkat kehadiran anak-anak di sekolahnya rendah, angka penduduk yang buta huruf-nya
tinggi, ekonominya lemah atau kurang aspek anekaragam dan sebagainya. Sebagai tambahan pada persentasi,
jumlahnya juga penting; RT yang lebih besar mungkin hanya mempunyai 30 % penduduknya yang buta huruf, namun
dapat mempengaruhi 50 orang, sedangkan RT yang lebih kecil yang mempunyai penduduk yang buta huruf sampai
50 %, hanya mempengaruhi 15 orang'.
Apabila jumlah RT yang lebih banyak hams dibandingkan, dan diprioritaskan suatu campur-tangan atau intervensi,
sistem skoring secara kasar yang meringkas data kunci dapat digunakan untuk membantu pengambil keputusan guna
menyimpan kepingan informasi di benaknya secara serentak. Sistem skoring yang digunakan dalam bab ini
membandingkan enam macam data. Kehadiran anak-anak di sekolah dan penduduk dewasa yang kenal humf sebagai
indikator keterkucilan; produksi jagung dan padi sebagai indikator jaminan pangan dan kualitas lahan (padi hanya
dapat diproduksi di lahan yang lebih subur); dan produksi bawang merah serta tanaman keras sebagai indikator
penghasilan (cash flow) guna memenuhi kebutuhan dasar seperti pakaian, pengobatan, minyak tanah, dsb. .
Skoring didasarkan pada persentasi mmah-tangga tiap RT yang memiliki modal atau kemudahan tersebut: contohnya,
kalau 0-9 % kk di sesuatu RT memimiliki tanaman padi, skor padi di RT tersebut adalah 0, 10-19% skor 1, 20-29%
skor 2 dst. Begitu juga dengan pendidikan: kalua 25% anak usia 7-12 aklif bersekolah, skor pendidikan RT tersebut
adalah 2 dst. Untuk pepohonan, skor didasarkan pada persentasi mmah-tangga yang memiliki jenis pohon yang
paling dikenal.
Pendekatan sistem skor ini didasaiican pada masyarakat, dan memfokuskan pada keadilan - bagaimana pcnyebaran
kepemilikan atau kemudahan (akses) terhadap modal (pendidikan, tanaman dst) tertentu di suatu zona. Skoring ini
tidak mengukur jumlah produksi - berapa pohon yang mereka punyai, setinggi apa pendidikan mereka dsL Untuk
lebih rinci dan untuk pemahaman terhadap situasi tiap RT, perlu mengacu pada tabel desa dan uraian mengenai RT.
Sistem skoring pangan dan uang paling akurat bagi daerah perbukitan, dimana pertanian mempakan sumber
pendapatan utama. Skoring ini mungkin tidak begitu berguna untuk daerah pesisir dimana pendepatan dari kegiatan
bukan pertanian (non-farm) seperti bumh, perdagangan dan gaji pegawai lebih menonjol; hal ini menjadikan zona
Perlu dikeiahui bahwa tabel kep>endudukan metnisahkan jumlah penduduk berdasaikan kelompok usia hanya untuk populasi yang telah
disurvai - suatu p>erseniasi dari seluruh rumah-tangga di RT. Untuk mengesiimasi jumlah penduduk yang berusia aniara 7-12 tahun yang
sebenamya, atau penduduk dewasa yang buta huruf di suatu RT, jumlah yang ditunjukkan dalam label hams dibagi dengan persentasi popxjlasi
yang telah terliput dalam survai di RT tersebut (ditemukan dalam Tabel 1 untuk tiap desa).
19
r'
adit 0A«
aiaAH • HAilAKAg
1^1
.ttUingiK
\ni
^ tswuf .(H
3Y«3teq4c Mo Sf»^t mdr.u
^(^''' awiNKMmq iui/to jMsp;^^ ^ «* pfil,
,
m^^H' ' fiE®' =«-' ^ 1 ,' 1^']^. -
ne«m3(^h fisedhidmcrti (1|^M ntrao^
ffklal soax Jseli Brifit 'si
8)(vy i?iwlftt|f<i^ji0Skfn mt$ US ili^
«Xn*luTUff wu<rs«Rt. .itebwi. ,>
nuiruin
ll^mM
sc a
Virwil mi^.
i’{ri*^‘'rf|<iaj!_-8f»f T^'jtalr
'j, -i>' '
• iW
Tfi, 01 '
’
,. iif‘
, _r, aT^^Wk^:.^ -, ;^L, ,
' /.V!T .^--£.*,::i«'SWPP e»pv.'fanwaim mi «uUi ,,f?ft«^boi#te:
IPiia'nt^iiUmtatit*' """ "' ‘ ' '* ' ' '' ‘ " mm
- ,ili’i'rf'
f{^ ..; ."iKv, ,<' Jiff -ijiuiafiSi' — . ,1 ./ .
II
p- M it.'
mrMssff-
__ i^-^\
Is t«^»trtifiS^Ii!*4^ mtiiSiitamianJm s(W£^,
„ MiUfliwJ T« Jjife
1^'
® Ea
r.,.-^'
di
m.w
^ E® .'' ' " 'e; f.
.?>'~
^-, -,-oa -/«<
oin0aj(<i^
im initt^z^ 'tJcrt^iradf UOS®
itiimU.' jjli' * tfe*ft><m‘''((f«i^4-^
^ ^,i
<,#>,
9«te'i<>f>i«»y:;*mmm'i« itti'
4»iyeoia"''’*wi*)tt <uuik&»c}''L ^Mtvs. n^awtu^Kn fjr|.m
a'SjSi-: _ V'%' ' ;;3
,
o'
*1
|i*«y iu^ 4«.ui* .r„nf4 *'*,; •v^<fan, ±,rM W^-'^•o5l^^|.w.Bt •
pendapatan utama. Skoring ini mungkin tidak begitu berguna untuk daerah pesisir dimana pendepatan dari kegiatan
bukan pertanian (non-farm) seperti buruh, perdagangan dan gaji pegawai lebih menonjol: hal ini menjadikan zona
pesisir tampak lebih miskin daripada keadaan sebenamya.
Jumlah total di label dipisahkan untuk tiap kategori (pendidikan, pangan, dan uang tunai). Suatu penekanan pada
aspek pangan atau kesediaan uang tunai menunjukkan strategi mata pencaharian yang cukup berbeda. Argumentasi
yang kuat dapat dibuat bahwa kesetimbangan antara keduanya adalah yang terbaik: produksi pangan yang baik
namun dengan sedikit uang tersedia menyebabkan suatu rumah-tangga tidak dapat memenuhi berbagai kebutuhannya,
seperti pakaian, pendidikan dan jaminan kesehatan; tetapi ketergantungan yang berlebihan terhadap produksi khusus
untuk dipasarkan (seperti coklat dst) menyebabkan rumah-tangga sangat rentan terhadap kegagalan produksi
(terserang penyakit) atau terhadap jatuhnya harga-harga. terutama untuk tanaman keras yang diproduksi untuk
dipasarkan ke tempat yang jauh. Dengan alasan ini suatu "jumlah total" dapat menyesatkan karena tiap RT dengan
skor keseluruhan tertinggi dapat saja tidak memiliki strategi terbaik bagi peningkatan di bidang mata p>encaharian
untuk Jangka panjang. Demikian pula pengaruh keterkucilan pada suatu RT harus letap dipisahkan dari produksi
pangan dan uang tunainya (cash).
Perencanaan secara prakiis bagi zona perbukilan, terutama bagi fasilitas seperti sekolah kecil di pegunungan, perlu
didasarkan pada jumlah penduduk tertentu. Apabila jumlah anak-anak di suatu RT yang jauh tidak memenuhi syarat
untuk mendukung sekolah dasar, apakah ada lokasi di antara dua RT yang dapat menopang populasi yang lebih
besar? Untuk menjawab pertanyaan semacam itu, peta-peta sangat berguna, karena peta menunjukkan dimana lelak
RT yang diuraikan pada label dan laporan di tingkat RT.
Untuk menjawab pertanyaan lain - seperti mengapa di RT tertentu tingkat pemilikan pepohonannya tinggi, atau
tingkat produksi pangannya rendah, perlu mengacu kembali ke informasi latar belakang di dalam laporan RT, yang
menerangkan karakteristika sosial RT tersebut dan keadaan ekonomi dan kendala lain serta kesempatan yang dialami
penduduknya.
Prioritas yang dikemukakan untuk tiap zona hanya sasaran yang potensial dan pendekatan yang mungkin digunakan:
informasi dalam penelitian menerangkan kepada perencana tentang dimana harus melihat dan program apa yang
relevan, namun, suatu proses konsultasi dengan petugas desa dan penduduk RT yang terkait, diperlukan untuk
menentukan prioritas mereka, dan untuk membahas rincian mekanisme penyampaian yang sesuai.
Analisis di bab ini berfokus pada tingkat zona dan RT. Untuk berbagai jenis program, seperti sekolah, pelayanan
kesehatan serta penyuluhan pertanian, tingkat ini relevan untuk suatu campur-tangan (lihat bab berikut). Tabel-tabel
menunjukkan skor di seluruh tiap RT. Namun, di tiap RT terdapat banyak rumah-tangga miskin yang hanya
mempunyai sedikit pangan dan pendapatan tunai yang sangat kecil, dan selalu ada kemungkinan bahwa orang
termiskin dapat ditemukan di RT-RT yang mempunyai skor uang tunai (cash) tertinggi. Apabila dianggap perlu
untuk mengidentifikasi rumah-tangga termiskin di suatu RT, meioda skoring yang diuraikan di bab sbelumnya dapat
digunakan.
Ke-empat zona yang digunakan dalam penelitian adalah pesisir, kaki bukit, pegunungan lengah dan pegunungan
dalam. Tidak dapat dipungkiri, akan adanya kasus-kasus yang dapat dianggap "perbatasan" (borderline) yang
mempunyai karakieristik kedua zona yang berbatasan. Kriteria utama tiap zona adalah sebagai berikuL
* Pesisir: dataran f>csisir, dapat menjangkau (aksesibel) dengan kendaraan ke jalan raya Trans-Sulawesi, dan
dekat dengan pusat kegiatan desa.
* Kaki bukit: di ujung dataran pesisir dan perbukitan; sebagian besar mata pencahariannya mengarah ke
perbukitan; agak jauh dari pusat kegiatan desa; sebagian mengusahakan rotan.
20
V.Ufcswjl j1«oWS itrtna finug?s-i u*i35^ M 4nBSW
a^iw awttfe*l(w« ^ U:i ^ ^M8f35^>gl^^ ,i;f»ip{f: frw«a^mKO.’
—.
i'.r
,^'j7»(mfsi9i'^ liailbq.
.
'.
'
•
^. ],>.
nftfiH)b<t4q u^tuiZtetjai
lrtia:^raii|iA ;yKi“4 rtaaiute;if aJBCni
fitri rotgojii deltas h>R4<«t
,ii^ft«iu^mkpat ,
-1
vtAn^ »tij#60iq ^
|
Juiim «i}iij*K>rri{}> jai?f -eA:)s^ rcyfirsiui 5u.‘»fw uiiW' snioj^l)
T5! Dmyd nBv}rt^a«»m '’' rlteala n44^3 )n^^ x«3h»wjit)
. ^Bihsuilio^oc} '£1^^'^ jH tstiilifwf^i Jjfiii'i/’ liipi i(5^ii! ni-.iiirts^djsj^p.'^-?
tefcubp'^ i*MU)
t'.
:-Ti>^ -e ^
h
r-.ri,'.
'i*' ^ 1^.-'*^-
’’*^
'• "7-jj;?5
i&iai .g/isv hdxftm ,«i^
SB SflyW; ,
.a'tJiMM ® .'^
'
. ^
%- •^ ^ '
twuft^ rijKS)^ ttnnB«od«xp^ dsv/s0^^^ftU
anav m£kb il>
tm&'laib- gf»y; fl'utfiqippid^ .^4^;r1&}.
,g' MUiaMBd ?Si,..' ;%ai:iiaii;
'... ._
'
"*' '"
1.^'
!P
33^
!f?S ^ iJT'Tft^ ^.' ,', ^ ,M«
H.ta^ i&mrn
iifiKjiia ,tp»4<iui Afew^ ieio'hjyi iflf 'Jp# Jb e«»J»^
-TofJ.«i?4«kT dmi iM).
iP^TWl Sfl,W(.rai^BC-'r-ai -
njsd5{5«>iins^ 'g^ m iiMbm: iefpgavo n %v\^ qa^j^fi^i) aUtii^A' i&Wi;.8iV4 *n»X (w Mi<K,n«^ >sq«lf
ipQeb.»^r»A»<l»idk d«j Jb nl^ -'
Ia
Itoadi^ rtftfok snos 1?ii» siiwifl^
atb.*»^4b^ienr»T axer naJ«t,93f
K«^
ai npb v^p«l o^ 14 I4a)t
’'Zr*®'
jft*. sfl
'T'"
"^'
»3M
* Pegunungan tengah: sebagian besar penduduknya mempunyai rumah utama di dalam zona, dan merupakan
petani tetap dengan mata pencaharian sampingan tidak seberapa (mencakup rotan). Lama perjalanan ke
pesisir antara 1,5-4 jam. Lahannya merupakan hutan sekunder kecil, semak dan alang-alang.
* Pegunungan dalam: penduduknya sepenuhnya beitumpu pada pertanian, dan lebih condong pada lanaman
pangan sebagai sumber nafkah daripada tanaman yang dijual. Sistem "pengistirahatan" lahan lebih lama,
5-15 tahun, sehingga hutan sekunder suai menengah cukup predominan. Terdapat sedikit hutan primer.
Rotan menjadi salah satu komoditi yang diusahakan.
Suatu ringkasan distribusi penduduk antar zona dapat membantu menunjukkan arti tiap zona di desa-desa secara
keseluruhan.
LABEL 1: DISTRIBUSI PENDUDUK BERDASARKAN ZONA (RUMAH-TANGGA) - TIGA DESA
E’eya Ulatan Palasa
Pesisir 129(34%) 205* 253*
Kaki Bukit 89(23%) 122 24
Pegunungan tengah 161(42%) 96 208
Pegunungan dalam 0 47(187?) 215
Jumlah zona perbukitan 250 265(405?) 447
Jumlah rumah-tangga seluruh zona (RRA1992)
379 *** ***
Jumlah rumah-tangga (Kecamatan Dalam
Angka, 1990)
294 470 700
Penduduk desa Ulatan di daerah pesisir dapat diestimasi secara kasar dengan menggunakan jumlah penduduk
desa dari Kecamaian Dalam Angka 1990, dikurangi dengan yang terliput dalam RRA 1992 untuk daerah
perbukitan, yaitu; 470 - 265 = 205. Untuk Palasa Tengah, menurut statistik Kecamatan jumlah jiwa adalah
3550, yang merupa sekitar 700 KK, dan dari jumlah itu dikurangi jumlah KK di daerah pegunungan 447
untuk jumlah kasar di daerah pesisir 253 KK.
Dilaporkan masih terdapat 140 rumah-tangga di pegunungan dalam yang termasuk bagian desa Ulatan,
namun belum diverifikasi.
Jumlah seluruhnya belum diketahui, karena RRA meliput daerah pesisir secara lengkap hanya di zona pesisir
desa E’eya
ZONA PESISIR
PENDUDUK
Karena fokus utama penelitian adalah pegunungan tengah, data lengkap akan rumah-tangga di zona pesisir
dikumpulkan hanya pada salah satu dari ketiga desa (E’eya), untuk pembanding. Di E’eya, 34 % dari penduduk desa
(129 rumah-tangga) tinggal di zona pesisir, di Dusun 1 RT 1/2, dan Dusun II RT 4. Daerah PKMT di desa Ulatan
21
I&PS
bs
3 J
mJ0^ino^n <ieijl^vss nwlst’ »5j »Ut«un tBXmK(QiBmrra4U>j:4^ :s(u|»$t *|
oi ttfi«inJsi>?Ki «(iuui quitsoirtm) aqprt^dai myi^joiirmjr^d^ti^ mm ne^fidj qaa>
^Kiaa-^tnls nail Xcrtjoe 'vs&iiciM flgjraQOWm avfwsrfe .mi J- i £mm
mmm sUg gfsOlioqQi'iiidai <«a> jcainismq sl>sq nqiiJ^tiod jwislfib
,gmcl dkhl nneiai 3^‘>r msmia^ £!baqraib iNoua >^88®*;^%-'^^
.TBiJihq iwiuri lW<Uui fnqffbvif .qufbuti im f - C ' 4
IT .
'- -.'‘"^.'-fi
tmn& iosb-mAt tfif y«e« tfsb Itic f!(«f3t«inuresm £j,in3(s<i(i^jt-i tms j?Mbflaq riet4fii«i|, ru^igig^ijtffiyg
Pi-;
Aaki Am Am^
i
' dsi:^fib.
4&*£b )«j|i^ai r 'ijf
.
& fpp li»u.'3i;?g
.flwaRJ dab <88^ iSisflii aiahi^qsiKl-
^ ',
"-^-.. —,.ji—w.^ai_ ' -
-..rrimm. _rnelsd'
# majai>q.$a»s ii) fWfiuit-
& a
K».
g'<»'3 fixaijr
.):.: K--:wX1jbS-
^ - % '3*^
xuaud>'.34»
ris ’- .- ,#l -a
fl-m .3HVlUljoq ffltta ib 'iS88J!lb*WlfSfi jiRia&a nd»l2^ ' aaiol tnjTjo^ '
|
til ls22^ j ''^ntj-rti|j|85^
ftzab iuf^^'bna) 1 .(l^**;^ ©a?b ma {Qsfea-eb^fi^r.e^^ nftjjjnnrrdclli^^
nnuifiJ BTst ib TMzet Tl^wj'agi nkb (m<t‘ih
(dimana hanya dilakukan suatu bagian survai) juga termasuk zona ini karena ke 100 rumah-tangga yang disediakan
pada tahun 1987 yang dimaksudkan untuk pembinaan ditempat (resettlement) bagi penduduk perbukitan (yang disebut
suku terasing) sekarang sebagian besar dihuni penduduk pesisir. Penduduk perbukitan telah kembali ke tempat asal
mereka diperbukitan karena lahan yang disediakan bagi mereka di belakang lokasi PKMT terlalu sempit dan terlalu
kering untuk dapat menunjang kehidupan mereka. Zona pesisir desa Ulatan dihuni sekitar 44 % dari jumlah
penduduk desa tersebut. Sementara banyak masalah program yang dikemukakan disini mungkin relevan untuk
seluruh zona pesisir di desa desa sasaran TTM, saran-saran yang terinci di tingkatan RT hanya berkaitan dengan desa
E’eya.
KETERKUCILAN/ KETIDAK-BERDAYAAN/ PENDIDIKAN
Keterkucilan fistk bukan merupakan masalah bagi orang kaya karena ada jalan raya Trans-Sulawesi; namun beberapa
orang (misalnya wanita miskin penjual di pasar dengan modal sangat kecil) tidak mampu membayar ongkos bis dan
tetap berjalan kaki sepanjang jalan; dalam kasus ini, kemiskinan material mendukung keterkucilan fisik, walaupun
fasUitasnya (jalan dan bis) tersedia.
Keterkucilan sosial ada - di pesisir E’eya, 92 % anak-anak bersekolah namun 41 % penduduk dewasanya buta huruf,
dan banyak yang tidak dapat berbahasa Indonesia. Di RT 4 desa E’eya, yang terletak di tengah desa, tingkat buta
hurufhya rendah, hanya 21 %. Di lokasi PKMT di pesisir desa Ulatan, 43 % dari anak usia sekolah tidak bersekolah,
namun penduduk dewasa yang buta huruf hanya 1 1 %, (sebagian pemah bersekolah atau mengikuti program belajar
Paket A). Harap diketahui pula bahwa porsentasi penduduk dewasa yang dapat membaca dan posentasi anak yang
bersekolah tidak berkaitan: banyak orangtua yang tidak terdidik sangat termotifasi kuat untuk menyuruh anaknya
bersekolah.
Komunikasi antara pimpinan desa dan penduduk pesisir cukup sering, dan pemimpin desa umumnya mengetahui
dengan baik nama tiap penduduknya. Semua petugas desa (kepala desa, LKMD, LMD, ketua PKK) dipilih dari zona
pesisir, dan terutama yang terwakili dalam rembuk desa adalah kepentingan penduduk pesisir (terutama yang tingkat
pendidikannya lebih baik dan lebih kaya). Walaupun dekat dengan pusat kekuasaan, tidak semua penduduk pesisir
mempunyai andil yang sama dalam kekuasaan tersebut. Sistem RT berlaku, namun tidak aktif sebagai suatu fokus
untuk komunikasi dan kegiatan swadaya.
* Peningkatan kehadiran anak di sekolah
Kebutuhan; PKMT Ulatan, sekitar 32 anak
Pendekatan; penyuluhan, beasiswa
* Program belajar penduduk dewasa
Kebutuhan: RT 1/2 desa E’eya, sekitar 170 penduduk dewasa
Pendekatan: Paket A
* Mengaktifkan sistem RT untuk komunikasi dan swadaya
Kebutuhan: RT-RT yang lebih miskin di zona pesisir, yang memerlukan organisasi dan
kepemimpinan
Pendekatan: kepemimpinan dan penggalakkan dari perangkat desa
KEMISKINAN MATERIAL/ MATA PENCAHARIAN/ KERENTANAN
Hanya 7 % rumah-tangga di pesisir di desa E’eya yang tidak mempunyai kebun; 67 % mempunyai dua atau tiga
kebun. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian masih tetap mempunyai arti bagi penduduk pesisir, baik sebagai mata
pencaharian utama maupun sumber pendapatan sampingan. Hal ini juga menunjukkan bahwa kemudahan (akses)
ke lahan kebun bagi penduduk pesisir relatif terdistribusi luas: tidak hanya sekelompok keluarga kaya yang
mempunyai kebun, walaupun produktivitas kebun sangat bervariasi sesuai ukuran dan modal yang ditanamkan. Akses
22
r „»p.
uiV'
’S^''
jocfoa/b styix) ,ttj^ •‘^sq
JfKi 'liKj;(w»; 9^>iifdwiirf tlisW' «rifessdi»8-' (artfew aiias,^^
jljiliPM Miab ifej^fWMi, mr^i >uihitjiiii/3^^&hiam '
rfieJmo'l •"fttsfa' # f«»ril,Ii>
iwv^few 11^^#' i'nhn'S
«i!Sb riftfuiJiodf
'1^A;ii<a[i0.wsi« mnimi4 J 'AA.
mi Jts5i» tei99oj^ niMt^
,;a..-Jf *
~^
,
itee.v ififib
,., ,^,_ „ ,
, .„ , ,,
.
iteifaQ r^ 4^- '
aSfSfcj,|||;
i^" ' W
3 i-%
im:i^S'<^.' ”W, .'"fflinii
' %
ke lahan kebun scbagian besar bersifal warisan: 80 % lahan kcbun yang ada sekarang dipcrolch dari warisan, 14 %basil pembelian, dan 5 % merupakan pembukaan lahan baru oleh penggunanya.
Tanaman budidaya untuk diperdagangkan merupakan jenis yang paling penting: hanya 17 % di rumah-tangga pesisir
desa E’eya menanam jagung, tanaman pangan utama. 6 % menanam bawang merah. Tanaman yang paling p>opuler
adalah pohon coklat yang dimiliki oleh 50 % rumah-iangga, pohon cengkeh dimiliki oleh 43 % dari seluruh rumah-
tangga pesisir, kapok dimiliki oleh 32 % rumah-tangga, jambu-mete dimiliki oleh 22 %, serta kelapa, yang dimiliki
oleh 18 %. Pengamatan menunjukkan bahwa kelapa merupakan tanaman budidaya yang dominan di lahan daerah
pesisir, dan rendahnya tingkat pemilikan pohon kelapa bagi penduduk desa E’eya menggambarkan kenyataan bahwapohon-pohon tersebut (beserta lahannya) telah dibeli oleh orang dari luar desa sejak beberapa tahun. Peningkatan
yang menyolok akan penanaman pohon oleh penduduk pesisir tidak bcrlanjut di zone mereka sindiri tetapi bcrlanjut
di kaki bukit dan pegunungan tengah.
Perdagangan di pasar menyajikan pendapatan yang baik bagi lebih kurang sepuluh wanita di zona pesisir desa E’eya
yang mempunyai modal dagang antara Rp. 50 - 100 ribu serta dapat melakukan peijalanan sampai sejauh Sigenti
dan Moutong. Beberapa dari orang-orang ini telah menerima modal dari dana arisan PKK. Keanggotaan PKK dan
distribusi dana ini tidak merata. Hanya 35 orang dari daerah pesisir adalah peserta aktif dalm kegiatan PKK.
Sebagian besar wanita pesisir yang terlibat dalam perdagangan hanya mempunyai modal antara Rp. 3-10 ribu, yang
membatasi mereka hanya untuk berdagang sayur atau membuat kue untuk dijual di pasar lokal E’eya. Kegiatan
ekonomi lain yang dilibatkan oleh wanita miskin termasuk pembuatan belanga tanahliat (sekitar 20 wanita),
pembuatan kasur dari kapok lokal, dan menjaring bibil ikan bandeng
(nener).
Wanita yang diwawancarai tenarik pada penanaman pohon dan menunjukkan ketertarikannya yang sangat kuat untuk
memiliki pohon sendiri, "jadi hak kami jelas, sehingga tidak ada yang dapat mengganggu kami, dan hak kami akan
terlindungi apabila suami kami menikah lagi", Pemilikan yang sifamya perorangan akan mengurangi kerentanan
mereka terhadap hilangnya hak atas tanah dan tanaman melalui kegiatan laki-laki. Mereka merasa jika mereka
mempunyai bibit pohon sendiri, mereka dapat bekerja sama dan terlibat dalam gotong-royong dengan suami mereka
atau kerebai lainnya (apabila mereka janda ditinggal mail atau janda cerai, atau belum menikah), sehingga tidak akan
ada masalah terhadap ketenaga-kerjaan.
Sumber mata pencaharian sampingan bagi laki-laki meliputi perdagangan pasar, buruh di sektor kelapa, mencari
rotan, dan tukang (tukang kayu, tukang batu). Bagi wanita, perdagangan pasar dan pembuatan belanga tanahliat
untuk dijual merupakan kegiatan utama.
Seorang responden menguraikan tingkatan kekayaan di zona pesisir sebagai berikut: orang terkaya mempunyai
banyak pohon, rumah bagus dengan fasilitas listrik dan pesawat TV, dan keuntungan sampingan seperti perdagangan.
Kelompok kedua mempunyai beberapa p>ohon, tetapi kekuatan ekonomi utamanya dari kegiatan perdagangan yang
dilakukan wanita di rumah-tangga. Kelompok ketiga terdiri dari pasangan muda, banyak yang berpendidikan cukup,
namun belum mempunyai pekerjaan tetap dan belum mampu membangun kebun. Kelompok
termiskin meliputi buruh di sektor kelapa, nelayan, dan wanita pembuat belanga tanah liat dan penjual kue.
Menurut responden, harapan utama untuk peningkatan bidang ekonomi bagi dua kelompok yang di bawah diperoleh
dari penanaman pohon, namun pendapatan hariaji mereka tidak terjamin sehingga mereka tidak dapat melakukan
pekerjaan untuk membangun kebunnya. Namun, motivasi mereka tinggi, dan lahan dapat dicari bagi mereka apabila
suatu program banuian telah dimulai.
Kerentanan bidang ekonomi di zona pesisir disebabkan oleh sifat jangka pendek dan ketidak-tentuan sebagian besar
kesempatan kerja, terutama bagi rakyat miskin. Penangkapan ikan tidak dapat diandalkan, dan banyak yang tidak
mempunyai peralatan; pekerjaan buruh harus dikejar dari hari ke hari, dan selalu lebih banyak pekerja dibandingkan
kesempatan kerja yang tersedia. Jaringan sosial yang menghubungkan antara buruh dengan pemilik pohon kelapa
23
fJP M .«B4!iTU(W fiAfi rtvlovxjib I* OR ruuli^iji ^ji^iua^if{^ri«q rt»-0 'WVi fwdBt niiWttidfiiMJ
^
HJT. »|‘':7S!
'“ •'
ftjUjfiEjAttiimn !h .*? VI igtirm-y^ £««!( ^gOilSQ 'niA iM««6hAT !^ 4fP J> jiin;.>w nAgr^ «uT^»n» 40^31^ n’^atwiaw a'(ft‘3»aij9b g-
•Jbcmat fbigu.i* il5A? i}OUmfb/^3i2jiwo r^ r 0^1 wNog^jJpto^ ^
ijttBmrt) irahf .nr^chi if AoIq (Aitknih ;fe^ .P#ii3q'ii^^
ftfftaeb /ttiial ib Witrrtsb g/objiAjrf eq^yi?-/
tw(iit<) imiP^M^nmyA^-y^nt a^’afis&a .<ul?i/lbn^)5:5|^ a^ksiq t^psk ntft .nelbq
*i.l tmt ^r.rcf& nortoi^aoiloq4.
ibl, I
nsia^Isrun:**) jir>4tJ £(fUJ:y^ 4?;[;W «i^
wl^Bihad lQ4c»HMfHT0» ioJ rb' "«i^' 'ra‘v. ,
‘^..
'
: lUitr.ar' <£«tfnja^s^^."
*-J!F
s<8’a-««9b »kiKKi BC6® aj iis^,^ftex''aia6!i^
rti/fitJB, /fi(^?rTa». uoiilst^^ ^ i>5^: ;q«
_
jba 4 twaij^ .«J«Wfn ^5^ Jtf4 taKb te«{^
r:f..
,/x-.
aittY ,ju<t« Of - S .l^a ^istim Lav(VMq/ft&fn StlPJ^irt tis^s^ibviq
.(tijirX'sr 0£ iaiviiy.l jflR'itfrl.
.’a
^ia
iktiPM usuX^^rutfi iisiUait^m Rkb ?' Sms^fAifimW
M^pf^ ittrfoq ti|^(i&rf( ^cjiwsiJa /wl^l. «u;?t>/jt n*iLKri3^^-i?^9i»n;
A-Jati^tn Wyg jA4Uwva»fc^ nprfgq^ urii43y;nttiewm rs
;® ’'"(V
' % '
qR
-ii / '‘Hi \ ^ '®'^.
'lOjiab ib luatti xa*mj2 v
P,,,|iii}it<vafti ustawrfffl^ raibvw ,@)li'<3
'
M. s-‘v^
e;-' j3
1^c ,,J
sdi* W. . .
'
'/ ^. '., U .;•
, , jrj- --,
.
isXowQfTwm ,<iy3bifiKf ;-«^/iHawaMtwii nsan^iSit^^ rtai»»/i
SWiY n*5««:;<einofi !ru^&ai
i
6^ii|ioI^ ,4 a-
th^ ^
irf? diriwd .tejtttfl ^ i' e -j^,
' <\‘'
' ''“ ;» ," "
,TT-. ^ ^'w •
_‘ "’• ’’J-13 ' J ^m ,^3Awi 'J»ji^'<|; fid
?£i '
rt5tou»q% ifevi^ a) |nij^ ,;<»>«,|im)b;^
rnMyJtelaiA Jiifiib
‘*alidcqi 4ulsi«m i2<A</ iv.'Jiib
gj ’4|HRH ;<A%{ii>ib ;1s(Aif’’
-
la
_j94'«i«i3Mi^HK nw»k>A)pl6Hif'1i (fe ina^idl
o«i8»lbr<Aifib Ji|t53i*iq iulmi uhiL^t qifb ,htifl tA'ti0 f’lfch .,wi6<!' 4rrii/J :lU^,^»ta^^;^Je»;c^i8^^1lxIW
aqala^l rtov^oq .fiflaf«f fl«sfteb Kidinfr ;i®4;^uifl6/4 b#ito^jii^lf»r^l ^a»isN('i<«Y
merupakan hal penting bagi mata pencaharian, karena pemilik memberikan pekerjaan dan meminjamkan lahan di
kebun kelapa tersebut kepada mereka untuk mendirikan gubuk bambunya.
Bagi sescorang yang tidak mempunyai pendapatan hari itu, kelaparan merupakan hal yang biasa. Jaringan sosial di
antara kerabat tidak selalu berupa penyediaan makanan dalam situasi demikian, dan orang sering terpaksa membeli
beras dari toko/kios kecil sctempat secara kredit.
* Pepohonan bagi rumah-tangga yang paling miskin
Kebutuhan: rumah-tangga yang tidak mempunyai pohon; 60 rumah-tangga di desa E’eya
(sekitar 150 laki-laki, wanita, dan anak usia ekonomis antara 12 - 18 tahun)
Pendekatan: program perkebunan yang dirancang khusus, penyuluhan
* Wanita berperan-serta secara individual dalam penanaman pohon
Kebutuhan: wanita yang tidak mempunyai pohon; sekitar 100 orang di desa E’eya
Pendekatan: program perkebunan, penyuluhan
* Kredit bagi wanita yang paling miskin untuk keperluan perdagangan pasar dan produksi skala kecil
(belanga tanahliat, kasur)
Kebutuhan: wanita yang paling miskin; sekitar 100 orang di desa E’eya
Pendekatan: PKK, dengan latihan khusus mengenai bagaimana agar kreditnya dapat
menjangkau ke orang yang paling miskin; latihan untuk meningkatkan kualitas produksi dan
potensi pasar
KELEMAHAN FISIK/ KESEHATANAda sebanyak 74 anak usia antara 0-6 tahun di zona pesisir desa E’eya. Wanita Kader Posyandu memperkirakan
bahwa sekitar 30-40 anak secara aktif mengunjungi klinik Posyandu, walaupun berdasarkan responden dari
wawancara rumah-tangga, sangat sedikit yang menyatakan bahwa mereka pemah mengunjungi Posyandu,
menunjukkan bahwa jumlah yang mengunjungi Posyandu mungkin lebih sedikit. Di kaki bukit dan pegunungan
tengah tidak ada Posyandu. Hal ini menunjukkan bahwa, paling banyak 50 % anak-anak pesisir yang terlayani, dan
tidak ada satupun yang berasal dari zona lain. Wanita menyatakan bahwa mereka telah mencoba berbagai pendekatan
penyuluhan, sepeni kunjungan dari rumah ke rumah di zona p>esisir, namnun keberhasilannya kecil. Diperlukan
pendekatan model baru.
Akses untuk memperoleh air bersih merupakan masalah serius bagi penduduk pesisir desa E’eya, terutama di Dusun
I, RT 1 dan 2.
Kemiskinan material mempengaruhi kesehatan: satu studi kasus melaporkan tentang seorang laki-laki penderita TByang menjual semua pepohonan miliknya untuk membiayai pengobatan, dan saat ini miskin, sedangkan penderita
lainnya meninggal karena mereka tidak mampu membiayai pengobatannya.
* Peningkatan pelayanan dasar kesehatan
Kebutuhan: sebanyak 40 anak-anak usia antara 0-6 tahun dan ibu-ibu penduduk desa E’eya
tidak mengunjungi Posyandu
Pendekatan: penyuluhan Posyandu secara aktif
* Air bersih
Kebutuhan: di Dusun I desa E’eya, fasilitas untuk 71 rumah-tangga
KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN DAN DAMPAK-DAMPAK
Penjualan pohon kelapa serta lahan kepada orang luar merupakan kecenderungan yang sudah berlangsung turun-
temurun di zona pesisir. Hal ini melemahkan pengawasan masyarakat pesisir akan basis sumberdaya lokal. Mereka
24
fS
'^’
K^M;rfrtr«aia
''
E>;
m
lb nfnohs(rt .rfJ:«*ff M <ibl|ii^><«(q 5<i0i| snA^
nstJiftqDo: tvauU
jHvirff (fe3A:!!«i9a i<30^ >0^ ztstnd
(rcf‘3 laMdb 16 <iii.5}ittJkit«bM > Od («odu^ tR{iiiu*j^ni liOhU s«#^G-v n *&l rc^bp m\i ^'f "tfJbta"
'
.«
lMt»6 tb
Ityytf tdM^tfoiidbQtq flub fib9i)l>
. Ifk SflMib QOI m. ^ ^_ i> iffkiitfi I}(f9u9
jwijisv aintr%rwyn wj|« Bn8fiTM^«sQ
w?-
.iS
t'ji3t«iliT^^,*ft<»m aJjbbW .#<^'a.:^i) »««.;^ijn3 K :s(nx{tfsds» sbA ^
'
h4>
imw ti# AsgfflsiBW tnoqw
jned
m
r Bihwtw^ ^TjS5({^jg?9^^^ li^haiecn
ifciffi' j^stifoqa^ ajynid^ iw^^^alffeY
ii- ^ ife
aw.., »-. .. ...i._w.....-j, .
^ , - . - ^ . . ..
®fis
-‘M'
*,.
ff^^oxi)-iif(tiiitl iT ^lifntf:^ •-^ >S)
- dlmdiJA
lurtfli 8^Mrt^^fl^iOd dabi^'^ic^'flesa ,..^»
,' '".. .: :.:, - “ '
ay> ,;‘i .'ifca'.!ge8<^iri^bj^ij4 A<i^aG(f’nod«J , ,, ,
mi anoifft ntnotnai^a
' Qi ‘-•Jrr.’--
' “»“'
b;i
.a ...^ ^
sekarang mencari lahan di perbukitan. Kecenderungan ini mempunyai keuntungan yang polensial bagi masyarakat
pesisir yang dapat menginvestasikan modalnya untuk menanam pepohonan di perbukitan, teiapi tidak melibatkan
orang paling miskin yang tidak mempunyai modal. Hal ini juga mempunyai dampak negatif yang potensial bagi
mereka yang linggal di kaki bukit dan pegunungan tengah, karena hal ini akan mengurangi luas lahan yang dapat
mereka gunakan untuk mempertahankan atau memperluas kegiatan pertaniannya.
* Perhatikan pemilihan sasaran bantuan ekonomi secara seksama, misalnya pepohonan bagi rumah-tangga
paling miskin di tiap RT
Pendekatan: indikator dan data rangking • terdapat banyak keragaman kegiatan ekonomidi zona pesisir yang menyebabkan RT di daerab tersebut tidak dapat digunakan sebagai
dasar untuk penyusunan program meningkatkan ekonomi rumah tangga
* Pantau di daerab perbukitan mana masyarakat pesisir menanam pepohonan, baik atas inisiatif merekamaupun di bawah program pemerintah, dan harus diyakinkan bahwa dampak mereka tidak bersifat negatif
bagi penduduk perbukitan
Pendekatan; memperkuat pengakuan akan hak atas lahan; gunakan peta-peta; iangsung
buktikan kepemilikan lahan sebelum dialokasikan untuk penggunaan baru, berkonsultasi
dengan masyarakat perbukitan dan penduduk pesisir yang memperoleh manfaatnya
TABEL 2: RINGKASAN - SKOR ZONA PESISIR
Desa sckolah mampubaca-lulis
skor
p>endidikan
jagung padi skor
pangan
kebun
bawang
pK>hon skor
p>endapatan
lunai
E’eya
n/4 4 7 11 0 0 0 0 6 6
I/l 9 4 13 1 0 1 1 5 6
1/2 8 4 12 3 0 3 0 5 5
Ulatan
PKMT 5 9 14 - - - - - -
KAKI BUKIT
PENDUDUK
Kaki bukit terletak di perbatasan antara dataran f>esisir dan perbukitan, dan penduduknya melakukan berbagai
kegiatan ekonomi di perbukitan dan di pesisir. Di desa E’eya, 23 % dari seluruh rumah-tangganya bcrada di zona
kaki bukit, di Dusun III/7 Alau (32 rumah-tangga) dan Dusun 11/5, 6 Bainokintar (57 rumah-tangga). Tidak adanya
pertemuan RT di desa Ulatan merupakan karakteristik zona ini.
Bambasiang di desa Palasa dijadikan suaui lokasi pemukiman suku terasing bagi 100 rumah-tangga oleh pemerintah
pada tahun 1969, tetapi tempat ini ditinggalkan penduduk tidak lama setelah itu. Pada tahun 1975, upaya kedua di
lokasi pemukiman dibual oleh GKST, dan 70 keluarga (rumah-tangga) pindah ke tempat tersebut. Mereka juga
kembali ke perbukitan setelah beberapa tahun, karena lahan di sekitar lokasi tersebut tidak dapat menunjang
sedemikian banyak penduduk. Sekarang, hanya 7 rumah-tangga yang tinggal sebagai penduduk letap di lokasi
tersebut, sedangkan sebagian besar tinggal di kebun mereka.
25
«Br. •
^ rtl/OftdUstv jteLsJ JiqpJ^ ,(TajNi^;f(»(|in^ art^lii20(j -
-I (itn6 tefe/i'»lOf7 ««av liwt^ h;pim
l«Hib 2m w«l j|»^nvn nA^brtftrf *»]
.•^.1
0 mmuiilSit 'nn><il
r
' ’ ®" ' ’’^ ^. uiotio4» 0<i)itt)it>ii oui^JT^iai iM tji^ »^i0rih1 -
tftS«dlM «m>*i»tJi»5)l^b «» UfA^tiYhvMi} Ijj ‘m fi'»ijl^#V;«?nj ih4««j tb
1^^;^ u«}in«r jffsmuT ii4i«Juwt<^q 4«i4a< T«tv*b
W '.. :.m -ir^
'-. i ’ »ee:.. . ,,_
^ jgi J' ^^:„::r*'"' mtitpfirn .i.bubi^i^d
|fl05ij(nd rf«:^ «weii»6«3^
£r '-^- '»
ar^"
«flo» iJi i^>4r«j3?WcJ(a#'i¥Nli^^^ dOTf'b^.'rtfib 'Ip^ B S
iittrr
~-,
JBL ,- ..^fl
'
;ioi aaiJtd^
i^fian IMmm\ ,
a *. ,v
ibimmaiwt <U4o 0^. igiHJ i45ria<uJa.4ifc«{^mA’l ^ib I>i,tw4 «^4»qu
'
j|f;{4/»uTOm IBi^i.t) ittbil iJt.U?a<d,^i/A3loriiaW:»
fefiilti lb qftrtf Mwbn X4 io|«l^ fejjso** Ii«« nib^ntwa
^ y*^gg^ aiaiaffl (TiKJ[,3^ ii) <«:|,|4T0
111
KETERKUCILAN/ KETIDAK-BERDAYAAN/ PENDIDIKAN
Masyarakat kaki bukit agak jauh dari pusat kegiatan pedesaan. Pada beberapa kasus daerah-daerahnya terjangkau
oleh kendaraan, namun apabila tanpa kendaraan, memerlukan waktu sekitar 0,5 - 1 jam untuk mencapai tempat
tersebuL Dalam kasus Bambasiang, ada sungai besar yang hams diseberangi tanpa jembatan, walaupun sebagian
besar kondisi jalan cukup baik, apabila diperbaiki sedikit, akan dapat dicapai oleh kendaraan.
Masyarakat kaki bukit tidak selalu terwakili dengan baik dalam rembuk desa, dan sistem RT belum berfungsi sebagai
jaminan bahwa kepentingan mereka disampaikan ke proses pengambilan keputusan tingkat desa (Musbang dst).
Stasiun Misi GKST di Bambasiang dengan adahnya petugas kesehatan penuh waktu, sekolah dasar dan kebaktian
mingguan di gereja berfungsi sebagai pusat pelayanan dan informasi bagi masyarakat kristen di pegunungan tengah
dan pegunungan dalam. Suatu pusat yang melayani masyarakat muslim kaki bukit sedang dibangun di Padongkal,
di bawah Bambasiang, dimana terdapat pasar kecil dan kegiatan Posyandu bulanan. Masyarakat yang memperoleh
pelayanan di Palongkal, secara sosial lebih mengarah ke pesisir dibandingkan masyarakat yang memperoleh
pelayanan di Bambasiang.
Di zona kaki bukit, tingkat kehadiran anak di sekolah lebih rendah dan porsentasi penduduk yang buta humf lebih
tinggi dibandingkan di zona pesisir, walaupun sekolah-sekolah dapat dijangkau dalam setengah (0,5) jam jalan kaki.
Masyarakat kaki bukit di Bambasiang mempakan suatu kekecualian dengan akses (kemudahan) yang baik pada
fasilitas pendidikan, melalui sekolah yang dimulai oleh misi GKST, dan 89 % anak-anak bersekolah, sementara 40
% penduduk dewasanya buta humf. Di RT 7 desa E’eya, hanya 60 % dari anak-anak usia antara 7-12 tahun yang
bersekolah dan 64 % penduduk dewasanya buta humf. Di RT 5/6 desa E’eya, 80 % anak-anak bersekolah, dan 58
% penduduk dewasanya buta humf.
* peningkatan aksesibilitas
kebutuhan: jembatan orang atau kendaraan yang menghubungkan Bambasiang dengan pusat
desa
pendekatan: perencana dan petugas teknis berkonsultasi dengan pimpinan desa
* peningkatan bidang komunikasi
kebutuhan: semua RT di kaki bukit yang sifatnya marginal terhadap aliran informasi
pendekatan: dukungan dan penggalakkan oleh pimpinan desa untuk mengaktifkan sistem
RT untuk keperluan komunikasi, swadaya, organisasi dan kepemimpinan lokal
* peningkatan kehadiran anak-anak di sekolah
kebutuhan: sekitar 14 anak-anak di RT 7 desa E’eya
pendekatan: penyuluhan dan beasiswa bagi keluarga miskin; fasilitas sekolah digabungkan
dengan RT 8 dan 9 (lihat di bawah)
* Program membaca bagi dewasa
kebutuhan: 122 orang penduduk RT 5/6, 60 orang penduduk RT 7 desa E’eya
pendekatan: Paket A
KEMISKINAN MATERIAL/ MATA PENCAHARIAN/ KERENTANAN
Masyarakat kaki bukit sangat tergantung pada pertanian, dengan hampir semua rumah-tangga mempunyai paling tidak
satu petak bidang kebun, dan sebagian besar mempunyai dua sampai empat bidang kebun. Di Bambasiang, 85 %penduduknya mempunyai dua atau tiga kebun; di desa E’eya, 71 % penduduk RT 7 mempunyai dua atau tiga lokasi
kebun, dan 87 % penduduk RT 5/6 mempunyai dua atau tiga lokasi kebun. Lebih dari 80 % lokasi kebun tersebut
diperoleh dari warisan.
26
' -m ,.“ '•‘j ‘ ji‘ i
Hft^uci^a aifflci g^t^Kuho ^«la]!J'^:< ?Wl) ijliwJi '^ '£Ta'(i(tt/
littywoiin iafrtu on^t’T r' ?„0 wi!*« uf^'e «Udw^^(Hj!mJSfl[ rtak>
tvif’g^^foa iio(qu«lcw s^ain f|jfi?ir)rb«i6 ffrtBii gpu'? Jjna-iM-Vfi^ik%ii r^(ii4i<fi.vf% ..iltAd ni(iji*t rinflli i>i^>^n'!f utv.M
J,4 »'sya ., ,
’
: y?.
iBji9^ <B|,/iu5^ mijifiK^ iilsKJ akiss ;toiS ibto^
,Cftb inkteiAO »lafe
fKlnl&j&i r^ Huw;^ rtiisr^-^^aiif ^)}5q%<^ Mgtt ib
ASQ’*i iia itjiwttjd staiailb rawai^Jin^neoA’? ib ^bik ij4dil:.li^’i^l^j3ti «wq u^t77*n«iab
,
ifoUjiaqaicwc a“®X :Cw«wlidi nbae’^^^n«)i^^ lB#?f
riokn»^tsnWP fnsv JriiiTa'^iT^ ^ to :h
'MamHsm l«^oulft^ tb (tft(iny(ii£k{
•'- »'*'T, 'i- .“ - '
tjjj..- 3jl ^
MiM iwimt &ii^ 3|«Bx Jtw^nii jUiif rJKl «RO»^
J-iti nt*ii WfOS iii..rtj(:in
ntito If-r stst^Riito ^ jn^ft!?:if^ ,ia-eit]S ef-^";^,TS «2 ^^ flfib ^ :0^ ,8(4*3^esia^^ Tf? nab
lanfjrujfiw % IfS ^umn»»)inti 4»jjnoin to ipki^»bMq
.'^m
M-'__i£'\j
rtnot^jWdcfgili 4Gfp,to7^)tHf<tfi1
® J0BP
^ ?yBL'^:
J[fifr^0 tib jiTJt .'faaoaij ,,
m-:^.p ^ >«4tt»«i fnai,
i^ Wfubt Tfl 09 p^.T'ft: ^70 SSi
B P9i®iG?'V. '^
UAfSiai^M SdA^l>«fiM3><a a ^2.1 ^
'''^ - *
.^bh ’.a<S^ !r/udi^ intoia^^l^
4| .jiriiscdnaeK ?0 r«fib ,ni''te3f toi^ uitst
ii&HiV'Stjj ttba aaJr'ayn&qrjf^fft i3sS<* ^Mm ^'b ajym''Xfbi/n siffuliiljubtoj
n>r!‘An^ ^;st It^oi ^08 uftl> OhJoJ )«{t llynwqmw TSI ibbobb<ii V8 Mb irrwtei
,
' !' w .
.{j;,^'® itKiixtf*^yhitb daftrra*^^'
Di kaki bukit, lebih banyak ditemukan kebun tanaman pangan untuk dimakan sendiri dibandingkan di zona pesisir.
Di Bambasiang, 95 % rumah-tangga menanam jagung, dan 38 % penduduknya juga menanam padi. Tanahnya
dianggap subur sekarang namun demikian daerah tersebut hanya dihuni oleh sejumlah kecil penduduk. Namun,ketika 70 rumah-tangga dibina untuk dimukimkan di Bambasiang, penurunan kualitas tanah di sekitamya
menyebabkan sebagian besar masyarakat pegunungan yang dimukimkan di Bambasiang, kembali ke lahan mereka
sebelumnya. Untuk menarik mereka agar kembali ke Bambasiang, diperlukan beberapa teknik untuk intensifikasi
dan meningkatkan produksi kebun tanpa dampak negatif kepada lingkunan.
Sebagian besar rumah-tangga memperoleh lahan mereka melalui jalur warisan, namun, di RT 7 desa E’eya, 26 %lahannya diperoleh melalui pembelian. Orang yang membeli lahan tersebut menggunakannya untuk pcnanaman
tanaman keras.
RT 7 desa E’eya mempunyai sedikit tanaman jagung (hanya 14 % dari seluruh rumah-tangga) karena tanahnya sangat
kering. Di RT 5/6 desa E’eya, 78 % rumah-tangga menanam jagung, namun masyarakatnya mengeluh akan kerugian
yang diakibatkan oleh babi hutan. Daerah-daerah ini, seperii sebagian besar daerah di zona kaki bukit, mengetahui
adanya musim kering dan jagung hanya dapat ditanam pada waktu tertentu dap tahun.
Tanaman palawija untuk dijual sangat menonjol di beberapa daerah, 65 % rumah-tangga di Bambasiang menanambawang merah, dan 13 % rumah-tangga RT 5/6 desa E’eya menanam kacang tanah.
Pertanian tanaman keras cukup dikenal, dan tingkat pemilikan tanaman keras yang serupa dengan yang ada di zona
pesisir, menunjukkan bahwa sekitar setengah dari seluruh rumah-tangga sudah mampu bcrp>eran-serta dalam "demampertanian tanaman keras" (U'ee boom), tetapi setengah lagi sejauh ini tertinggal. Di Bambasiang, 45 % mempunyai
tanaman coklat, 25 % mempunyai tanaman jambu mete dan 20 % lagi mempunyai tanaman cengkeh. Di kaki bukit
yang termasuk bagian desa E’eya, (RT5/6 dan 7), 59 % mempunyai tanaman kapok, 46 % mempunyai tanaman
coklat, 22 % mempunyai tanaman jambu mete, 19 % mempunyai tanaman kelapa dan 16 % mempunyai tanaman
cengkeh.
Karena adanya musim kering serta kondisi tanah yang umumnya kurang baik, petani kaki bukit tidak mempunyai
jaminan akan pasokan makanannya, dan mereka harus mencari sumber penghasilan lain sepanjang tahun. Mereka
juga harus berusaha menghemat uang yang diperoleh dari usaha lain guna menunjang kehidupan mereka selama masa
kritis ketika mereka perlu menyiapkan kebunnya untuk penanaman.
Sumber penghasilan lain bagi laki-laki adalah: mencari rotan di pegunungan tengah dan sebagai buruh di seklor
kelapa.
Sumber penghasilan lain bagi wanita meliputi perdagangan skala kecil, menanam sayur untuk dijual di pasar, dan
pembuatan nyiru untuk dijual.
* Dukungan bagi pertanian pangan untuk dimakan sendiri
Kebutuhan; petani yang menanam jagung untuk dimakan sendiri; 45 rumah-tangga RT 5/6
dan 20 rumah-tangga di Bambasiang, Palasa
Pendekatan: berbagai teknik untuk mengembalikan kesuburan tanah; pemagaran untuk
mencegah gangguan babi hutan
Dukungan bagi pertanian tanaman keras
Kebutuhan; wanita dan laki-laki yang tidak mempunyai tanaman keras; sekitar 12 rumahtangga di Bambasiang, dan 40 rumah-tangga di RT 5/6 dan 7 desa E’eya
Pendekatan; program perkebunan, penyuluhan
27
^ ''“iR"uni*’ "
^
"".>-*^. “. ;5I ^
i/i''t'^
''’
' ' '^ 'M .liiiifxi KOttf ft) nial^rtiJlHUKJib iisjlsa*^’il^uu m*jjO«q iCl
>
a-tiwSwuiT .ii^ mmoitn sjijx
ib rtartgi Jb' ;*Mralr^-
fWbnaw nsrtfi) a;< asjg««i!w o^
« -® ^:.
'*. m. ‘ € aliiiWWI''’
"
hM'
-- """ " * -- »*'t5^^iBmenai|'^Jt _) ;:<'!‘ •*.» 'ft."
iifcr--**'.'
a*,^...
,
' ;'-'®'-*" 'WTa#*'"
« h#itefi>ar}aw, .ii-./M IM' ,1iio
' .‘
'“'X^w. '.sj' -
,H (nfiiMfwm '8n£.«tet{j««a rb.
_^^0f>ox tb^bfl' iRiifiY. SdifiosL. Igj^naimf^ :
,
''" ’«
’«
,W>a(a« .ii) » if}
mim 13..
..^ '
,-iivsia
' ' '
IM^ J
'H.-'y--
hw
^'.f
•^o*.
-V--- ,' 't '
i «Sf5i' .1
’ ' .' ^' "‘
r‘Ti!^!S^S‘
—
jSilLS
SICS'''-...
.w
im
* Dukungan bagi kegiatan wanita di bidang produksi dan perdagangan lainnya
Kebutuhan: wanita yang lebih miskin
Pendekatan: penyuluhan dan peningkatan mutu benih untuk sayuran yang dipasarkan;
kredit untuk berdagang
KELEMAHAN FISIK/ KESEHATAN
Kunjungan ke Posyandu yang dilakukan kelompok ini sangat terbatas, walaupun fasilitasnya tidak terlalu jauh.
Sebagian besar anak-anak dan ibu-ibu tidak terlayani. Di Bambasiang terdapat petugas kesehatan yang disediakan
oleh GKST, namun ia harus meliput daerah yang sangat luas dan tidak mempunyai sumberdaya untuk menarik kader
guna mengembangkan kegiatan Posyandu secara teratur. Di Padangkal (di bawah Bambasiang) suatu kegiatan
Posyandu yang teratur telah didirikan dan ada peningkatan jumlah kunjungan.
Tidak adanya uang menjadikan banyak penduduk yang enggan untuk memperoleh pelayanan pengobatan, seperti
perawatan TB.
* Peningkatan pelayanan kesehatan primer
Kebutuhan: Yang tidak mengunjungi Posyandu, sekitar 150 anak di dua desa, sekitar 70
anak di RT 5/6, 35 anak di RT 7 desa E’eya, dan sekitar 45 anak di Palasa Bambasiang
Pendekatan: Posyandu aktif dengan penyuluhan dan peningkatan jangkauan
KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN DAN DAMPAK-DAMPAK
Seperti halnya di zona pesisir, ada suatu perbedaan antar rumah-tangga (sekitar 60 %) yang mulai menanam tanaman
keras di perbukitan sebagai sumber penghasilan yang barn dan rumah-tangga yang paling miskin (40 %) yang
tertinggal karena tidak mempunyai sumber modal. Rumah-tangga yang menanam tanaman palawija (jagung, bawang
merah) juga mengalami penurunan hasil panen karena penurunan kesuburan tanah dan kerugian akibat penyakit dan
babi hutan.
* Tindakan untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi tanaman pangan untuk dimakan
sendiri
* Menjamin bahwa rumah-tangga miskin berperan-serta secara aktif dalam program penanaman
tanaman keras
TABEL 3: RINGKASAN - SKOR ZONA KAKI BUKIT
Desa sekolah mampu akor jagung padi skor bawang pohon skor
baca-tulis pendidikan pangan merah pcndapalan
tunai
E’eya
in/7 Alau 6 3 9 1 0 1 0 6 6
n/5/6-
Bainukinlar
8 4 12 3 0 3 0 4 4
Palasa
Bambasiang 8 6 14 9 3 12 6 2 8
28
itetiiugsbisq ©sfe «5^it>frirj |R<fl3W U» iu)&r^ l3|ii4 ««sjtu^<Maj
«6tidm 4d(^ }fa:8v aiSfww ^
.nwhwwiii^ gjTP<t^ RMut^w iiUfiv stifVMjfiflirm
g 8«r^sfeal(f rsby^**^"*^
''SK ^
I
WM* xrMsfHvai mitio ££v^i/j?m'5ffl ;4fip« mp- ?«3t |&«R0a n hl
dtUit^ rteo? fUvftd ilt^Vl/it4^tfife i%5i^ ; • < )i^nadpi^|^fa nfegnu^^-i
.i ii'^jglj ^ ‘t^--
os - 0i}irfQy.jri^ Tifjftjigttifwl
©T sufeJls^«ifc.OU’
fTBy»^/*4 '‘
s? •i‘.) -,^ ^ ~•-
’ ^ '” '“•"^
mtAhfti\k ^uiiitt aiijgacq 'TifimBiiBJ' 'iakwi^t^ ,fl(g^"slFai^^'
, ^ .
niimB{t»Tr9q nifliswQ rufJfeS IjJrfs K,^g^|fSiojqif;sMl utrnetiwM?*,^,^
4:s.V#~
rfiisni
tSHtJft sif^.A^<p l!O^-w-iA<ai^0m«^;C
^,:^uad^ ^ , .,...,-
neinasts!
,--^, .
V. _'Ve»^5;
a«iA
a
-<)U;
'
ZONA PEGUNUNGAN TENGAH
PENDUDUK
Zona ini mempunyai konsentrasi penduduk yang jelas: 42 % wilayah desa E’eya (161 rumah-tangga), 20 % wilayah
desa Ulatan (96 rumah-tangga) dan 208 rumah-tangga di Palasa Tengah. 15 dari 16 RT di zona ini telah disurvai.
Sebagian besar penduduknya merupakan penduduk tetap di daerah perbukitan yang berasal dari sana dan merupakan
keturunan pelopor awal di tiap RT, namun kelompok minoritas yang sedang tumbuh terdiri dari masyarakat pesisir
yang telah membeli lahan di pegunungan tengah dan mempunyai rumah sementara di tempat tersebut.
KETERKUCILAN/ KETIDAK-BERDAYAAN/ PENDIDIKAN
Keterkucilan fisik merupakan karakteristik zona ini. Jarak RT-RT sekitar 1,5 - 4,5 jam dari fasilitas sekolah lerdekat
dengan jalan kaki sepanjang jalan setapak dan menyeberangi sungai-sungai. Dalam banyak kasus, sekolah terdekat
berada di pesisir. Hasil bumi harus diangkut turun ke pasar dan bahan seperti garam, gula, sabun dan minyak tanah
harus diangkut ke atas. Namun, penduduk zona ini tidak menganggap keterkucilan fisik ini sebagai hal yang
merugikan; mereka perlu lebih dekat dengan kebun mereka di perbukitan. Tidak adanya fasilitas pendidikan yang
dekat dengan rumah mereka merupakan karakteristik utama keteiicucilan sebagaimana mereka alami.
Banyak penduduk zona ini mempunyai pengalaman di lokasi permukiman di dataran rendah (PKMT Ulatan,
Bambasiang di Palasa) dimana mereka tinggal selama sekitar 1 - 4 tahun. Walaupun mereka sekarang kembali ke
perbukitan untuk memanfaatkan lahan nenek moyang mereka, mereka tetap mengharapkan lokasi pemukiman di
dataran rendah sebagai pusat informasi, yang mereka peroleh melalui kebakiian gereja atau secara informal dari
petugas misi. Mereka juga memanfaatkan pelayanan kesehatan dan pclayanan lain yang dibcrikan oleh misi di daerah
pemukiman / pembinaan dimaksud.
Bagi masyarakat muslim yang bukan merupakan bagian dari upaya pembinaan dan pemukiman (pegunungan tengah
dari wilayah desa E’eya, Pasilanang dan Siulanga di wilayah desa Ulatan) kehadiran mereka di mesjid di zona pesisir
juga memberikan kesempatan untuk memperoleh informasi mengenai peristiwa-peristiwa pedesaan.
Petugas desa kadang-kadang mengunjungi pegunungan tengah, namun umumnya, aliran informasinya tidak baik,
sehingga petugas desa seringkali tidak menyadari akan kebutuhan dan perhatian masyarakat perbukitan, dan
masyarakat perbukitan tidak menyadari kesempatan dan tanggung jawab keperan-sertaan dalam kegiatan rembuk desa.
Banyak masyarakat pegunungan tengah bersikap ragu-ragu akan penguasa desa yang berasal dari wilayah pesisir
bahwa mereka benar-benar memperhatikan kebutuhan masyarakat perbukitan dengan serius, dan banyak contoh
bantuan yang ditujukan bagi mereka tidak pemah mencapai sasarannya.
Tingkat kehadiran anak-anak di sekolah di zona ini bervariasi tergantung pada jarak dan karakteristik masyarakat di
lingkungan RT. Di desa E’eya, tingkat terendah akan kehadiran anak di sekolah ditemukan di Ogomanu, dimana
tidak ditemukan anak-anak dari RT 10, dan hanya 35 - 45 % dari RT 1 1 dan 12. RT-RT lain (RT 3, 8 dan 9) hanya
mempunyai sekitar 45 - 70 % anak yang bersekolah. Di desa Ulatan, tingkat kehadiran juga tidak sama: 98 % di
Pasilanang dan Siulanga, hanya 46 % di Bainogio, dan 9 % di Bolili dan Tamugu. Anak-anak dari Pasilangan
tinggal dengan saudara mereka di pesisir untuk bersekolah, suatu keuntungan yang menggambarkan hubungan RTini yang lebih erat dengan pesisir.
Sekolah yang bersifat swadaya telah dibangun di Lambori di lingkungan Palasa, dan guru yang mulai bekerja bagi
misi GKST sekarang telah diangkat sebagai guru pegawai negeri.
Sekolah yang memperoleh bantuan misi di Bambasiang yang melayani masyarakat pegunungan tengah desa Palasa
mengetahui bahwa kehadiran anak di sekolah tidak teratur dan performansenya buruk. Alasannya adalah segi
ekonomi. Anak-anak harus berjalan jauh ke sekolah tanpa sempat sarapan dan tidak membawa bekal makanan atau
uang, sehingga mereka terlalu lapar untuk belajar secara efektif. Mereka juga perlu bekerja di kebun keluarganya.
29
fa
5^ :
';:1;i-'J^3^
:‘IU)^a>1'3*l
' w'.*'
M
'. !^J| ' '
"S
ric^dlw d? 0$ (di) »<fS-aBa9i»iffv^V>/ ^1?* i%«;qra^» mi
ifinutib ife^iiii ftfKa; if> TS <>f htfi^ if \rt««paT^e>t5 (»|^^'dtrpin ftiJtJU
iBUifiqu'vsra fu* Hab fJKyu'ioo iisniJii^Sq ?b <0&i T^u^th^vflJsiJs^
ii;{W(>f^»;aUmi(5Wtm h^ hihici* v,ni^»5j:s,rte)^ |j«W» i ,,,,
Ju<i«^r4l,j«^W ib sx-Qfitwo^ %niiii s«4 hsHifi gnaif i
^J'
)«lisbi(y Aitolioa tjwlis^a=c^ wro* .w4«»qwi^^
la:tebiw Ae* n^t^sb^ ^d4fiBi )Ui'<rBm ftchi^syf^ ,iiluf‘;ni4% tnikr^ ib
inay_ lirf legad^xs H^' ««£rt
rujdrWbnati ?.6Jiii^V(^i;t^'lIfe^-f%T36^ •.na^bTom
.tuoalU TM)!^ litiiin^t i|-.:^f«ij|^frnBq^iii^^^ jUm'
riaic'f;b ib kfOi d9?6!ni^^di^M]f’ii^iTiMS^
8i _“ V-i "' '
dteanai nflgiwfjMgo^
tWaoq imc3«i^^ljpjtiTlb>;impo;E
«|WL-^
.«9b a I
^c
S?
fiftEmaj-^fii}^p£jga y> {r£^I^^lfI9J!b^r^fll^)^^^l^’)^^^'uM^|^;^-!^-:^^^ :.Til as0^aii -^' 1/Vi -K.4f."w’ --J^. 'Wff^ a»!i< Y^*f^*^iL^-tu is-ialL-iiZi; S'. <tS
iu ;a oa-,..,..*;;: >»#<ji^T" -Si’i.kV Tm -^TLU.i |J» ra* si. „. tib ^ S^ :,urji<w Q^ • Si wjW« isx<au(is^t
‘
^.1*5* 'L.^.k^ .t_. ^«i'.. r JL .VLfc*ti^-_‘>>aw-..-j-^-.-jl -*«^-.?.l^‘''^i'u'J84t<^"»'-'^j.W-r. '•-- *>».^E^.\’’i.iflfc‘ im^ ' ..'. ,_^i..'*<a . . k. ..kt ™
©
iWi«JiC«a3 hfcb :^fig“>’«nA its^
T^l njosflWdiid'flfe;^ iibWi ikg^iij
igwj i«ium.:g6«^ felll^xi
IT ip
liftJb Rfi2«u0ug3qf4^iC^^ <iiam6 ^tcnw3flfi«f5r gfus^ d
»g« ,3cno^ ib tisfii Wjj^»ih:i i;s^sdi^ \ui\i^
MUi ic.TE4/trillA4aii'fivy4j^n«nj .ini-
n
.•yft<tg'^*<I»i tb'fcitaijd ul.»i Uit^'ki’jnM uiitl'Mil «3!3%3^
atau mencari uang untuk biaya sekolah. Guru mengetahui suatu siklus yang teratur akan kehadiran di sekolah:
selama musim kering ketika pekerjaan di kebun tidak begitu padat, anak-anak keluar dari sekolah dan pergi dengan
orang Uia mereka untuk mencari rotan untuk dijual, membantu mengangkut rotan ke pasar, kemudian membeli
pakaian sekolah dan kembali ke sekolah. Ketentuan seragam sekolah dan makanan atau makanan kecil bergizi di
sekolah sangat berarti dalam meningkatkan tingkat kehadiran anak di sekolah. Untuk makanan kecil, guru telah
menyiapkan anggaran Rp. 2000,- untuk tiap anak setiap bulannya.
Kebuta-hurufan tersebar luas. Di RT 8 Alau desa E’eya penduduk yang buta huruf penduduknya mencapai 37 %,tingkat buta huruf penduduk daerah lain di pegunungan tengah mencapai 66 - 72 %. Di desa Ulatan, Bainogio
mempunyai tingkat buta huruf penduduknya cukup rendah, hanya 10 %, terutama karena mereka pemah bersekolah.
Tiga RT di pegunungan tengah penduduknya yang buta huruf mencapai 66 - 74 % dan Tamugu mempunyai tingkat
tertinggi, sebesar 85 %. Di Palasa, penduduk yang buta huruf di tiga RT mencapai 66 - 74 % dan tingkat buta huruf
penduduk terendah sebesar 40 % terdapat di Tamalang. Persentasi penduduk pesisir di Tamalang lebih tinggi.
Misi GKST yang bekerja sama dengan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) mempunyai program belajar membaca di
Bambasiang, Silipoyo (60 murid) dan Silola/Polaboal (9 murid). Murid tersebut belajar atas kemauan sendiri, dan
mendatangi tutor (petugas kesehatan GKST) apabila sedang berada di Bambasiang.
* Peningkatan arus informasi antara petugas desa dan RTKebutuhan: RT yang sering tidak terwakili dalam rembuk desa
Pendekatan; kunjungan/Jangkauan aktif oleh petugas desa, termasuk kunjungan ke RT dan
pemberitahuan awal mengenai rembuk desa; mengatur pertemuan agar semua suara
terdengar, termasuk yang muncul dari penduduk perbukitan
* Peningkatan fasilitas komunikasi
Kebutuhan: daerah-daerah yang keterkucilannya dirasakan sebagai masalah, misalnya yang
terputus hubungannya oleh sungai yang banjir atau kondisi jalan setapak yang terlalu parab
untuk digunakan oleh petugas instansi dll.
Pendekatan: peningkatan kualitas jembatan kecil dan jalan setapak
* Peningkatan kehadiran anak di sekolah
Kebutuhan: daerah-daerah yang mempunyai penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah
desa E’eya
1 .
2 .
3.
desa Ulatan
1 .
2 .
desa Palasa
1 .
2 .
3.
sekitar 55 anak usia 7-12 tahun di Ogomanu, hanya sedikit yang bersekolah
sekitar 70 anak usia 7-12 tahun di Atau, ditambah 60 anak dari Bobalo,
sekitar 50 % tidak bersekolah
40 anak usia 7-12 tahun di Ogoreno - 60 % bersekolah namun harus
menempuh jarak Jauh dengan berjalan kaki
sekitar 60 anak usia 7-12 tahun di Bolili/Tamugu, sangat sedikit yang
bersekolah
sekitar 30 anak usia 7-12 tahun di Bainogio, 46 % bersekolah tetapi jauh
[dapatkah dicarikan lokasi yang sesuai antara Bainogio dan Bolili ?]
sekitar 44 anak di Tamalang, setengahnya bersekolah
sekitar 35 anak di Koja, setengahnya bersekolah [dapatkah dicarikan lokasi
yang sesuai antara Tamalang dan Koja ?]
Silipoyo, Sidauga - mungkin jumlah anak tidak mencukupi untuk
membangun sebuah sekolah - mencari alternatif seperti program
pemberian makanan di sekolah guna memudahkan mereka untuk datang
ke sekolah di Bambasiang
30
'~^ nfeaMyi
I'.’
'S’^T ^*> n< L'’..-'lA:ia :fii?>i) rtiKiw '^ fiRCCl-Jit^q \r.hs^ f^lf'dUfn s/rtSl% ,-x
‘5'
'
iflWiftll,'rtfI/ii^i:v:4 . ; '
.' : -^Hifd-i'r. / u fM'^n .Uu^l: nsioz r.’r'n . n ihimn Jtfowr' .j snsio
:B» < . '.nP^'Ti :. :..' ' . i'-M; i” .-iS'jft asiOff'H’jj) .-».i,' 'ja lu.'ffto'x^ rtfib iUfp?’;.;’ asisi^jq
itofof tfiOf ^1:.;. fen ir 'b ,
?• -.vEjIns* nt5liui,\iur. jm u'.‘;i''il) imr‘^ dsjQ^^.
,-• ft .i£^}:^l: isf^.!:- ^wpm ,-XX". . i!-*
-S'*
I* .icrjnom : ,'
. ^ ’.sr^ n^^i; ; -V :'A I'i, v;,jr; naWiBiiWIu^aJ^
•
'^•.3' f;-'. 1 . ’UEj’7 ii ! M ^ r ?v:' ! Vi. I’Jt' ;'-n.'>^>!-; n-i-; JtJT»td
.;i,-;' ,.!-r^^>r- r^A»r. •4_ri>'ntHn EitTOTfiiB^ .X‘ ^'-'f i=->.n.v I ..‘/iS'-'si :•;^'iJJJ svr.X,fe(Jl»n'5q '.:nu<l eitjr' i.-ii^nil
i-.:,r,
. »-:; .;<••?.' fiBb <ff M’ - ;«(•>• -c'-ri ': •:;.»,•• iHi.i ,<asv /”-:n;ii:ji5S^t»; nyjoq w TH C:;i'V
• - if . ni: '.’f: >' '
.qRoiutr* i ? c.
• •
'
•:'<
'; !• .‘a i^zacbs ,{ggf.!l^v5il
ifi^T J{> v-y. ••i :ii!'!ir!puy(| .< isqph-ViS^'^> rx- Til* <fab'H8bB--'»il iufaUbAM;
>r;-nav-4 ''*;^ii£X T2^0
‘if'b.J^s^'nisa siix:M ^(tnb^r. 4 (T2XD lom! ’f^ajpjsfenain
L-.
4 II ntiJi fc«yx« 'ii&iau ^
3?';;.b AihI : .)' iHiilRt/
F
3 ?X, '-.v
• iriifi'ti>>4 f-.4 n- i.» ..1 ,.T!nJ<5 da?<) litiia ^
TKSa *Xiiv)i^-:-i'ii~ j;/jfrdon
. fr'Sm ... , , 4_..-iggite
^ f>£{> :r;>i^uiu4^ ^
^
iaiav
•An-icls,. -pi 'tw!>
.'s 4-#4.-L= •^. iSH riH-iUific <
ij^ii'b^A Rvc' ’’/iiy i-b i*u'!ur i?
'iK^ <'i'i rj ^.1 . ^-* <ia>Tk
.- s^SgSw* ..- r?/i;,.-v if.sbb ^ 0?. Tt4»ij!l',!ia
-• iii •-/ x-j '^l-r ,j|^;^. iatui. 0^
!)-’»;.» ,u4 ’” j'vliltffl U>. gt?i/ .-i'l.-'a ^5' iiii2;i’ste'
' Vv.-.: r" .>% ib BltfllfiT ^ '*V HtiJi/ f
|;'(!;’n G.’;: U j'-y^lK JwilM - '•-.?i>J ' .dh»oIb ^
til’Tfftt ’KWtii.t , dfiksiijil ;- -:
.it-f .,., r'}.i;-/t;).i:;' y»}iA%i
.' '»« wii ;- '('4'* - ••^'^'tyrt?i‘^^.3 Tatij)!??
IV .'••in X «fth ^r.SftrnaC e'*^JI-. ;> ‘;f«R'f
m f'lv.iiaamwg
dijJO-Wv ll' 0iifl4ai^. ..'
4r
't I',; *»,
MJ ''i li>i
<>»>• ‘'JT'W *'
Pendekatan: sekolah kecil di pegunungan; program pemberian makan atau makanan kecil
serta seragam di sekolah untuk semua anak sekolah kecil di pegunungan
* Kemampuan membaca penduduk dewasa
Kebutuhan: daerab yang jumlah penduduk dewasanya yang buta huruf lebih banyak;
Ogomanu, Alau dan Ogoreno di desa E’eya masing-masing mempunyai 100-150 pendudukdewasa yang buta huruf; Bolili/Tamugu, Siulanga dan Pasilanang di desa Ulatan masing-
masing mempunyai 50-100 penduduk dewasa yang buta huruf; tiap RT di desa Palasa
mempunyai 55-70 penduduk dewasa yang buta huruf
Pendekatan: Paket A; dikoordinasikan dengan inisiatif GKST
KEMISKINAN MATERIAL/ MATA PENCAHARIAN/ KERENTANAN
Pertanian merupakan dasar kegiaian ekonomi di perbukitan. Hampir semua rumah-tangga mempunyai paling tidak
satu kebun, dan sebagian besar petani di ketiga desa mempunyai dua sampai liga petak kebun. Sebagian besar akses
ke lahan mereka melalui warisan. Jumlah petak kebun yang lebih sedikit diperoleh melalui pembclian, pcminjaman,
atau pembukaan hutan primer oleh penggunanya saat ini.
Pola akses ke lahan di RT-RT yang berbeda merupakan indikator berubahnya kondisi sosial dan ekonomi. Tingkat
pembelian lahan yang lebih linggi menunjukkan bahwa lahan menjadi relatif berkurang, dan seringkali menunjukkan
bahwa orang luar (umumnya orang dari pesisir) masuk ke suatu RT mencari lahan untuk ditanami tanaman keras.
Di daerah dimana hanya sedikit yang ditanami tanaman keras tidak ditemukan kasus pembelian lahan. RT yang
paling banyak tingkat pemeblian lahannya adalah RT 10 Ogomanu di desa E’eya, dengan angka 33 % petak kebun
diperoleh melalui pembelian; semua RT lain di pegunungan tengah tingkat pembelian lahannya antara 0 - 8 %.
Wawancara yang dilakukan di RT-RT menunjukkan bahwa banyak orang dari pesisir yang telah membeli lahan di
beberapa daerah: angka-angka di tabel mungkin terlalu kecil, untuk tiga alasan. Pertama, orang dari pesisir yang
mempunyai rumah dan kebun di perbukitan tidak tinggal secara tetap di tempat tersebut, tetapi hanya berkunjung,
sehingga mereka tidak ada pada saat survai dan jumlah mereka cukup besar untuk kategori "yang tidak disurvai".
Orang yang membeli lahan di suatu daerah namun tidak mendirikan rumah terlampaui oleh survai, karena daftar
rumah-tangga yang akan diwawancarai didasarkan pada peta yang berisi plot rumah-rumah. Kedua, beberapa orang
mungkin enggan untuk mengakui bahwa mereka telah membeli lahan, karena mereka tidak yakin akan status hukum
transaksi informalnya. Akhimya, di beberapa daerah orang dari pesisir yang menanam tanaman keras di pegunungan
tengah mempunyai nenek moyang di zona pegunungan tengah, tetapi pindah ke pesisir puluhan tahun yang lalu.
Mereka sekarang memanfaatkan lanah nenek moyangnya, meningkatkan lekanan alas lahan terhadap saudara sepupu
jauh mereka yang tetap tinggal menetap di perbukitan. Orang-orang pesisir yang kembali ini cenderung mendaftarkan
status lahan mereka sebagai "lahan warisan".
Peminjaman lahan tidak begitu umum (sebagian besar kurang dari 5 %), namun Bainogio di desa Ulatan mempunyai
tingkat peminjaman lahan yang tinggi: paling tidak 17 %. Lahan di Bainogio cocok untuk bawang merah, 85 %rumah-tangga menanam palawija ini, yang menerangkan tingginya tingkat peminjaman karena lahan tersebut sebagian
besar umumnya dipinjam untuk masa produksi yang singkat.
Pembukaan lahan hutan primer tidak umum di pegunungan tengah dan tidak lerjadi sejak beberapa puluh tahun.
Lahan yang tercatat dalam kategori ini dibuka oleh generasi penduduk bertahun-tahun yang lalu, umumnya ketika
mereka masih muda (yaitu sekitar tahun 1950-an), dan bahkan pada saat itu mereka hanya membuka bidang-bidang
kecil lahan hutan yang dapat digunakan, sebagian besar telah dibuka pertama kali oleh orangtua dan kakek-nenek
mereka. Tingkat pembukaan lahan di Ogoreno di desa E’eya dan di sebagian besar RT di desa Ulatan sekitar 5 -
8 %. Di desa Palasa, tingkat pembukaan lahan di Tamalang dan Koja sedikit lebih tinggi, sekitar 12 %.
31
-• nti|}nv4iiii^9i] lb 4«rt«:,*iM'0-w lioirtu mHUta^.li 'Va
t:m.
m diiht *k^ 9«M(^ 4«but'K •% :^ti87 lisrwah !oei4u»uii9:)l
eii'-OW ^trMn^'^|tIiiuwlIt f<‘/n lb OijftstffljO ^n»«a\:i|0
‘Itrfiaew oftislU wwb iti n<?fiib^iii’^ nab jjSbitf?iiJ9 4uwvl i
/iRUli*! umb ii[»ii ;1uniif lt<b<d 3^rc;t'
as)»:48 u«2.^ 4Ufia&J^. nab.nfimcyiiinoq W^fejfb
: ‘m >'^.’ -
,, -tT*
««tttHftbn9W.il£>laBTO rtMjafarts^ Iwrtd.ftaitlkjib^^^
.uskiA .ibjbfauui iu«i»' »al Sorw -i
TH*\r.firfsI a'i^ tdi^r.ib I®^
I"
nfirfsr btJMfpi^fliaasf. . . . . ..... , , . ^
^‘ r V m " -f^ jt'^~^- ' ''-^
E' .,
tb ftAilbl rtsf/J a«fi*< Rwlyi^fito# • •; moxisf^Vf^ihsittoitj mh t^Jb Mim tfi'^ u(^,^,^j^f iMrJkp aqin^cd%
Sns\'|WtO ^s«fr^o tibJbi ,^airx s^gitiljriitiinin
m H(i6*i'i<;i ^60i, «XW^fnani itajji^T ^ '1,
^ tAW« iti^m t^Aifi^dtiftim
naiKlfebrJffJ.g^^ Ibi leSlbb 4^<# giiax rJmmsiual ’I
h2b ]|ni^ Vrtanw y^ad^'Sfiljib AWTo^te f
ilit^l^'l < ^k A<KvS\i ifirWi'&'k^t^'** ^iTw* ... ..» ’:.. .i».i .. Ao.i.^.lt ..'..ll,.^ k. ^ .>'^ ' _
s
ATHiisdg jv(^
/.iirjlifta&^biieil om^'^iio mt{nn|iJb r.ta»buiTui. ^wiod
m ^ '
"iie% ™Aijjfc,;
a.i.'l&i fi\(n<1<uu»<> ^ffrf jjiuiy ^i<l^-rb}nkiv/3<t ,4wiaitbit^<2i5Ti!w.^^^ ic^ib liii ilijjtsijal nadikJ"
Hftfcbtt) ssiiiifftjaift •• •>’W« lhw| ff&4M rabffti vahsm awv) nhum Hialrti'ttiwwi.....^'.
JkxVIH -AlXaX t'iiL ttsb tla mikffsuf sabf^k fi&Ui ma&':. It«;^«rtb/%iji:i1ii3»b 1!K|W!i naJi/rf rtfetsl tiivai
* otHinj liwib lb Tfi vu^ 5b riefe U) iKvl'jJ Accili^(?i'^5(5( «ai^T ,0^nim '
.of SI ilyjifiu ii.Hh«? 6pl (tm^mkiiiATih md^ ni^>MA^n.Vf mts*i mb la'^J?
wf.
31
Produksi pangan penting bagi perekonomian di perbukitan, dan merupakan indikator yang berguna dari dua
karakteristik. Jagung ditanam oleh semua penduduk perbukitan dan tidak mengenal musim tertentu, walaupun selalu
ada beberapa rumah-tangga yang telah panen jagung dan sekarang tidak punya ladang jagung, Dengan keadaan
kurang dari 80 % rumah-tangga yang terdaftar mempunyai ladang jagung, ini menunjukkan adanya perubahan yang
kuat menuju produksi tanaman untuk dijual dan adanya kekurangan lahan untuk produksi bahan makanan; hal ini
juga dapat menunjukkan kehadiran orang pesisir di RT tersebut yang umumnya adalah petani tanaman keras dan tidak
tertarik pada produksi tanaman pangan untuk dimakan sendiri karena mereka mempunyai modal dan sumber
penghasilan lain untuk menopang kehidupannya. Data ini menyajikan uji-silang data mengenai cara memperoleh
lahan berkebun sebagai sumber informasi atas perpindahan penduduk ke perbukitan. Daerah-daerah dengan
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Di desa E’eya, Ogoreno (62 % tidak memiliki jagung); Ogomanu RT 1 1 (66 % mempunyai jagung): dan di OgomanuRT 10 (dikemukakan pula di atas mengenai adanya tingkat pembelian lahan yang tinggi) 84 % dari rumah-tangga
tidak mempunyai kebun jagung. Wawancara dengan rumah-tangga di Ogomanu membuktikan bahwa mereka
mengalami penciutan lahan untuk produksi bahan makanan, walaupun tidak semua rumah-tangga memiliki tanaman
keras sebagai altematif sumber penghidupan mereka. Di desa Ulatan, 87 % dari rumah-tangga di Pasilanang
menanam jagung tetapi sebesar 27 % KK - utama mereka yang berasal dari pesisir - tidak ada di tempat pada waktu
survei. Kalua mereka menghadir, mungkin jumlah yang beli tanah lebih tinggi lagi. Di Siulanga dan Bainogio sekitar
80 % rumah-tangga menanam jagung. Produksi bahan makanan, jagung maupun padi di Bolili dan Tamugu sangat
tinggi. Di desa Palasa, 75 % dari rumah-tangga di Tamalang dan 77 % rumah-tangga di Koja menanam jagung, tetapi
20 % dari rumah-tangga di Koja (sebagian besar berada di pesisir) tidak tercakup dalam survey. Di Silopoyo dan
Sidauga semua (100 %) rumah-tangga menanam jagung.
Ukuran terjaminnya kebutuhan makanan pokok timbul dari kebiasaan bagi-hasil atas panen jagung antar tetangga dan
sanak keluarga, jadi mereka yang panennya tidak berhasil baik atau tanamannya belum dapat dipanen akan terjamin
ketersediaan bahan makanannya. Kelak, jika panen mereka berhasil, sebagai gilirannya mereka akan memberikan
bahan makanan kepada tetangganya.
Di musim kering yang panjang, ketika panen jagung tidak berhasil baik, penduduk pegunungan tengah mempunyai
tiga sumber sebagai sumber pasokan pangan darurat bagi mereka. Mereka akan turun ke pesisir dan mencari
pekerjaan di desa mereka sendiri atau dimana saja sepanjang pesisir; mereka akan tinggal di daerah mereka sendiri
dan menyiapkan ubi hutan (ondot) ; atau mereka akan berjalan jauh ke dalam sampai ke pegunungan dalam dan minta
makanan dari petani disana, atau menukamya dengan kelapa, ikan kering, pakaian bekas dan barang lain. Walaupun
ada pilihan di atas, penduduk sangat menderita selama musim kering, dan ada laporan mengenai banyaknya penduduk
yang sakit karena kondisi makanan yang buruk dan karena terlalu keras bekerja sebagai usaha untuk mendapatkan
sekedar makanan untuk mempertahankan hidup. .
Daerah dimana dilakukan penanaman padi ladang menunjukkan sebagai sumberdaya lahan yang baik yang relatif
subur, karena tanaman padi ini tidak dapat tumbuh di tanah yang tidak subur. Sebab utama tidak subumya tanah
karena waktu diistirehatkan lahan yang tidak memadai, namun daerah-daerah yang menanam padi juga merupakan
daerah yang dap rumah-tangganya mempunyai jumlah petak lahannya lebih banyak dimana lahannya dapat
diistirahatkan selama 5 tahun atau lebih. RT-RT yang mempunyai produksi padi yang berarti adalah: RT 12
Ogomanu di desa E’eya tingkat produksi padinya 28 %; Bolili dan Tamugu di desa Ulatan tingkat produksi padinya
70-85 %; Koja di desa Palasa produksi padinya 51 %.
Sejak beberapa dasa warsa, bawang merah telah diproduksi di perbukitan sebagai palawija untuk dijual. Bahkan
daerah yang lebih terdegradasi dengan lapisan tanah yang lebih tipis dan yang banyak ditumbuhi alang-alang lebih
disukai untuk jenis tanaman ini. Akhir-akhir ini produksinya menurun disebabkan penyakit yang memusnahkan
tanaman dan menyebabkan para petani tidak mempunyai bibit untuk ditanam kembali. Hanya petani yang
mempunyai modal yang mampu membeli bibit bawang merah untuk mulai berproduksi kembali, tetapi ada juga yang
mendapatkan bibit itu dengan meminjam kepada tetangga atau kepada para pedagang dan harus membayar kembali
dengan sebagian hasil panennya. Karena itu daerah-daerah yang produksi bawang merahnya tinggi menunjukkan
32
*^«t- - •--•
t IMm M #«Sf"Wjm<^
v-^ „ >
. .. .,.,
,
K^.n
g
jP-TCTliiii^'V ^•-- - |.-j-- w^r'i^ liT ‘~'4i nil' At^^mii^''^>'^-‘'
^ ff ' rl.-> i*"
•liiliirtbk'^mrfr'ii ‘iTOifffitti^ jU’iTt-A-.fc Jfififc'-^rfjniki‘ iliB^~*
*« s“^aV'W IWNj ^1^-;, .
lilllif® (jP!» ,'•:
I
,4.
,,-^S
111^
^
A'
'
vv,^ * dk ‘< ^4i‘'^ ^;:w^
'
:^M 'jk.<0bjn
»na8lf^ 1^4'
I'tm'N''')t4;^.. _:•:•»,
I
•fci&i
^ 'W ^ mif'‘
Jv ^ V^
t, f \'
^4'- *
.:|&;ii|^rt^^ fi|r wis«ii eM;:^m»t
lahan yang sesuai dan daerah yang penduduknya relatif berada.
Daerah dengan produksi bawang merah yang berarti, adalah sebagai berikut; di desa E’eya, RT 10 Ogomanu tingkat
produksi bawang merahnya 24 %, RT 1 1 tingkat produksi bawang merahnya 18 % (mungkin karena kehadiran orang
pesisir yang mempunyai modal, karena tingkat produksi bawang merah di RT 12 hanya 7 %). Di beberapa RT di
desa Ulatan, tingkat produksi bawang merahnya cukup tinggi: Pasilanang 89 %, Bainogio 85 %, Bolili 79 %,Siulangga 39 % dan Tamugu 38 %. Di desa Palasa, tingkat produksi bawang merah di Silipoyo dan Sidauga rata-rata
90-100 %, di Tamalang 33 % dan di Koja 22 %. Di tingkat rumah-tangga, ada atau tidak adanya bawang merah
merupakan indikator yang baik dari kesejahteraan rumah-tangga itu, walaupun tidak dianggap sebagai hal yang
penting oleh responden dalam kegiatan pembuatan rangking kekayaan, kemungkinan karena sifat jangka pendek dan
sifat untung-untungannya, karena kiia tidak pemah mengetahui bilamana bawang merah akan gagal.
Pertanian tanaman keras merupakan andalan sebagai harapan masa depan oleh sebagian besar RT di pegunungan
tengah, dan jumlah tanaman yang dimiliki tiap rumah-tangga merupakan kriteria utama yang digunakan penduduk
lokal sebagai patokan kesejahteraan di lingkungan mereka. Persentasi kepemilikan tanaman keras sangat bervariasi
di antara RT-RT itu, tergantung lahan, modal dan tenaga kerja dari penduduk setempat dan para pendatang baru dari
pesisir. Rincian lengkap dari varietas tanaman keras dan jumlahnya tiap RT disajikan dalam tabel-tabel desa.
Gambaran singkat dapat diperoleh dengan melihat persentasi rumah-tangga di suatu RT yang mempunyai tanaman
keras yang paling populer di RT tersebuL
Di desa E’eya: RT 8 Alau, 43 % rumah-tangga mempunyai kapuk; RT 9, 80 % memiliki coklat; Ogoreno 79 %memiliki cengkeh; Ogomanu RT 12 60 % cokelat; RT 11 67 % cengkeh; dan RT 10 76 % mempunyai cengkeh. Di
desa Ulatan; Pasilanang 84 % mempunyai cengkeh; Tamugu 52 % jambu mete. Di Palasa: Tamalang 100 % memiliki
cengkeh; Koja 85 % cengkeh; Silipoy 57 % cengkeh; dan Sidauga hanya 15 % rumah tangga yang mempunyai
cengkeh.
Baik wanita maupun laki-laki menanam bawang merah, seringkali secara terpisah dan mandiri, dan dalam hal
tanaman keras mereka umumnya sepakat sebagai milik bersama; wanita mengekspresikan keinginannya untuk
memiliki tanaman keras sendiri, [perceraian cukup sering terjadi di daerah ini, namun data tentang perceraian tidak
dicatat waktu penelitian ini] agar ada rasa aman untuk dirinya dan anak mereka jika saja perceraian terjadi. Banyak
rumah-tangga yang juga membagi ladang jagung dan bcras sebagai hak suami, istri dan anak yang lebih tua, sehingga
masing-masing dapat merasakan keberhasilan usaha mereka sendiri dalam berproduksi, walaupun mereka seringkali
bekerja sama dan saling membantu.
Seperti halnya di daerah pesisir, pendapatan dari kegiatan non-pertanian berbeda bagi wanita dan laki-laki. Laki-laki
mengangkut bawang merah ke pesisir, beijalan ke pegunungan untuk mencari rotan dan kemiri untuk dijual, atau
menjadi buruh bagi orang pesisir yang mempunyai kebun tanaman keras di daerah perbukitan atau di pesisir.
Sumberdaya rotan makin jauh, dan pengusaha rotan menerapkan sistem kredit untuk menjebak pencari rotan dengan
hutang yang dijabarkan oleh mereka sebagai ’mencekik leher’. Pencari rotan tidak lagi bebas mencari rotan dimana
saja, tapi hanya di daerah-daerah dimana pengusaha mempunyai hak khusus lewat perjanjian dengan pemimpin
p)egunungan dalam.
Selain menanam bawang merah dan kacang tanah di lahan mereka sendiri, para wanita membuat nyiru untuk dijual
ke p>asar, menanam sayuran untuk dijual ke pedagang di pasar pesisir.
Kegiatan pembuatan rangking mengungkapkan faktor yang mengejutkan dalam hal kesejahteraan rumah-tangga:
peijudian merajalela di beberapa RT, sehingga laki-laki dengan mudahnya kehilangan tanaman keras dan lahan
garapan mereka. Perbedaan antara data ranking dan data indikator disebabkan oleh p>erjudian, karena mereka yang
melaporkan pohon dan tanah yang pemah mereka miliki takut untuk mengakui bahwa mereka kehilangan semuanya
karena kalah judi. Dalam beberapa kasus ada orang yang masih membayar pajak lahan dan pajak atas tanaman keras
yang sudah bukan milik mereka. Perjudian sangat merusak kesejahteraan rumah-tangga, dan merupakan faktor
penting dalam penjualan lahan ke pendatang, termasuk orang-orang pesisir.
33
..iiJ ^incx ftsiolib ruib'iftript 'iis^wSr
Jtlstr.o^O fU r’^’ 4iji'»aiiv gns^' J'i fa.'* j !>: ; itj s dStlSiCI >
%t:.^no JUiTjbtfrfiJ •:' •• i m.''j,'r ",u; jT 3i ,?vftfj£i3r> jir.f.-'
ia>*s3il If TM igiuboiq
ti’ .n an;itad34 ,
• vk3 i^A<!xy:ii ,bbtmie3(ni^jj(k/. ,
../ ,:/ I •i';.,:v.i'.; ..r QH i,/’^.v-'CC3 uJfiiU- IS»^
iFii-siJfii RpJ) ir ;'' '< ih ivu'- ! T - v-. ! r .'L, : ... iq .‘5idc- Visi-.il i(2 8€r:j..‘.-.nKTiSsl>,j KggnatalZ
L'xafr: I'.vn : ..‘
< '- ' '- • -I'ir*’ -^ i^k>^ ift'ftsfr?' '
ib .0? OOfrC^'
ItA v iiurj/>iat:2.'V’;4 mb iiiT:' .,;is\ nssfig^/pm
ri;b :f..'.'.r,'>'3 2;4gruii.l!)K» nf:>,:{sjs .•#•• ,.> ’ ^r;c;i^;io; ii.skii itdbiM^in Msfo gaiiiiv-q
Iflyd fiLc-lii ir. r.!.
» '. :.'5 '-r;.’i Uvo-aq. 5(jsbi ,ij*5«oi;..u{rtffW‘‘5n«lW'KTk
nasi(Wj<ojji5'7"• :l wd . . ,.ir,u<f< rjatev .'...'isics t.,-; sUirir^v^ mjnsS^'si
^iihq^pggn :if,.-4(-uj;jio - X‘
{
' va:biQ‘ ,. • ilS---- ;*;>*» i tiafcrifa'i ofi-b .dfii^na)
isgiwwd Vr.
ijfibinad /..iiq in,tj (..^iSJ ,n^ot 43 !? TS^TJT cTCinfitfi
ji!’ •!«’;! Ti»-UU) T.K qw) vxv’>;t ffin-usv.A;- -’aRsnBv iwi. iqsijiwf ne'an-H .im?.3q
muu^ u5tnoqf/r^« TM ib -.?: i '4/ii '.i
i
iwn ilKl^.Tab ic^m'u ns^bivi:-";
;
‘
-.-.'u.qoti, XrtllSiq goe^ ?HK^
^ (‘DarfosO 3i^'V; iMHtuf.vm o? TH,>b,q;;;-! l Vi- .tjiilA TM :si(3'3
'
K3 ,(te3lgi*M.f$'{m<qinpm d bV O' •''Ti ^ .li Ta ;^'/iJif»ogO .ft.5^§flW
liilfrntJ.T? -i^OOi ^ulsinitT r('l,-miv udaisr^ sc ‘sPJ'6g>uM«ifiasM ;u£JsfU
iCXniKimiii gnfi=f ii5gn«.f v-l ••|oi!ji>r2 ;rto^o»4? ..ti
fail msifib ti£b. .hibttiifn oi.b iiidgniivi ;n..s.aiu ajinfivir XieS^
iikiU Afifwiixoa /offer. :- -.ip 4 nuaij^'bdjii! r-'-vai sifis ‘.'.h neiJiisr.jq
L .i;u> (Udoi vtarm urtL < 1}?.: .iusAu^^rl ir£D j(fry§rq ij«<»5rus{a *J«^navTie.'^jyiBia drtOX.TT b; qufclfcf' ,.ii,:4juB<r.q'ts'i':i -nslsh i^pn^-V ! n''rp nj-dsrai-Kb-'i^ r«itiiT,';9*rf'biiiBbq.:
..t'Puvdbism qniTrivuiJJ LCTi.^
•F^; .
'
,- ,-vL ta
„;
.
;
(Uaiariv''‘ £U3‘'Vij£,!Ei%u4 ..-Jdit'Xt djjS*^IE jivniafl
.iuiiiib ;tu3fio Tioa:-;?? issr.'W aslfid-d .t';::--.; •.•< dsn^m. F.-rgwt,;.' lujisRS^mp'.
.•s:.t2;5(t ^ u&>a rx.ifc^iidic»'^ rfird^^l' Ik ,yAiiX^/$rn ^luiyd ibeyiain
fT«§f-/.;i.‘ ajiioi bvnq <u'j??.u fi£yli^?vsii?5si fidteffi (is)c-i ^x^.b^ofimag
cfia<iiii/ aa'c.i cca-c. c aie'*' :... a*4o i?aJ isdsidj ^lax
nfqATiiftytf fia^pi;?’5q iavj.'ii ‘Mt ; b/l ic r •-vur^fi's;- a.-^-p4t) ih .«•• a».d i«|e
- ''.;
‘ V.:) ii£;jn(jfj;i5j£»q
ifav/t Uf*ti!'n-)ai ,5; p.' .iair nic :!r;l >1.' ;i^itU ’qrpnfU Piiii jtnaf’.f'F-j^mfinfinvifn rntsIdB
.r<ii:v ; !Uii:q :b ‘V jpi^rb Tamw U^isn^;:- ,-iflariq ^W'in^-:sr; 'xvbiHV.^iiom 3
v..j4jt5bfH fijab ,^aL,.V7v:<.:r. :vfev 'i£q£\6S
. ,:;.'i'Oa? .I ‘ ' axwdijd' iii.i^-rT.v'i, >Urn,a ur.^td ;>b{iTv t;'-^:;l9ii: ri«m3<3 '-j-'u-.i n^ tt(aitipqmt!'>:iiihm
‘Xit jMt(;>;’.i.: / :iis itopq . k') ..iVtf iu|L<: s! ., be .:." aiiftm gfisis) aU cqcvV'.i'xl rr^ ).;:>' iaiatwfil^‘
^yj/rTiVac .-A.'irtS : v.u;-: : ' :‘Lil>ft |™•toi-wq .i«ar<(j«^feri*:> :k;
' k, -i .;.paiBbBsa,gi wi.IkI nslnlfl .•';
KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN DAN DAMPAK-DAMPAK
Perubahan utama umumnya terjadi di zona pegunungan tengah. Selama berpuluh-puluh tahun kondisi kesuburan tanah
lambat laun mulai menurun karena waktu mengistirehatkan lahan tidak cukup, sehingga produksi pangan dari lahan
dengan kondisi ini jarang memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bawang merah yang menghasilkan uang untuk
membeli bahan pokok sebagai pelengkap produksi pangan menurun produksinya karena penyakit. Para petani
bericeinginan untuk menanam tanaman keras sebagai jenis produksi barn yang dapat menunjang bagi lahan
perbukitan.
Para petani tidak berpengalaman di bidang produksi tanaman keras, sehingga sering kali salah dalam pemilihan jenis
tanaman yang cocok untuk lahannya, menanamnya tanpa penanganan, dan penggunaan bibit dengan kualitas yang
buruk. Sehingga panennya tidak memberikan hasil yang baik. Ditambah lagi lamanya masa menunggu (3-7 tahun)
sampai tanaman keras itu menghasilkan.
Tanaman keras yang baru menempati lahan yang luas yang dulu ditanami tanaman pangan dan palawija (seperti
bawang merah dll). Para petani kekurangan lahan sebagai sumber pangan mereka, dan terpaksa menggunakan satu
petak lahan berulang-ulang tanpa masa pengosongan lahan. Banyak dari mereka sekarang pindah ke pegunungan
dalam untuk mencari lahan untuk produksi pangan, menimbulkan ketidak-mapanan rumah-tangga mereka dan makin
jauh dari sekolah dan fasiliias lainnya, dan menambah beban bagi lingkungan RT di pegunungan dalam.
Meningkamya tekanan atas lahan di pegunungan tengah adalah kelakuan orang-orang dari zona pesisir yang membeli
lahan untuk menanam tanaman keras. Petani pegunungan tengah menjual lahan mereka untuk memenuhi kebutuhan
jangka pendek mereka akan uang, untuk ditukar dengan bibit/anakan pohon, atau untuk menutupi hutang judi mereka.
Namun, sebagai konsekuensinya, terjadi penurunan sangat berarti akan basis sumberdaya dan peluang masa depan
mereka.
RT-RT dan rumah-tangga yang lebih miskin yang tidak mampu menanam tanaman keras akan tertinggal dalam masa
transisi ekonomi ini, dan aksesnya atas lahan untuk pangan menjadi lerbatas tanpa adanya altematif sumber
pendapatan lain yang sesuai. Mereka perlu dibantu agar tetap sama seperti yang lainnya, sehingga mereka tidak
merasa kehilangan lahan dan tergeser.
Jika hak wanita atas tanaman keras tidak diakui, mereka besar kemungkinannya berkedudukan lemah dalam
pergantian ke jenis tanaman ini. Dalam banyak kasus, wanita menerima bagian berupa tanaman keras nimah-
tangganya jika terjadi perceraian, tapi dalam kasus lain mereka tidak mendapatnya sama sekali, karena suami
menganggap bahwa tanaman itu milik pribadinya. Padahal banyak kaum pria kehilangan tanamannya akibat
peijudian.
Petani pegunungan tengah sangat tertarik dengan teknik-teknik baru yang membantu kelanggengan produksi pangan
mereka pada lahan yang lebih sempit, sekarang sistem pengosongan tanah yang biasa mereka pakai tidak lagi berjalan
dengan baik. Sebenamya mereka tidak berkeinginan pindah lebih jauh ke pegunungan dalam, tapi tidak ada jalan
lain. Mereka juga berkeinginan untuk meningkatkan produktivitas dan keselamatan tanaman mereka. Pelayanan
penyuluhan yang berkualitas tinggi meninmbulkan dampak yang sangat tinggi pada tahapan ini.
* Meningkatkan tingkat produksi di semua daerah perbukitan
Kebutuhan: Tak satupun RT mempunyai standar nutrisi atau penghasilan yang
memadai, dan semuanya perlu perbaikan, dengan prioritas RT-RT yang paling
miskin
Pendekatan: penyuluhan aktir di tiap RT
* Meningkatkan pengetahuan akan tanaman keras jenis baru untuk meningkatkan produktivitas
Kebutuhan: seluruh daerah perbukitan yang ditanami tanaman keras
Pendekatan: penyuluhan pengetahuan tentang teknik penanaman pohon di lereng-
34
Wr 0 t^30^' >.Iji
••.. :;) f1filrf,;-,it:iu^p*v^<trnBl5B.'*«^^'ll8y!»nt n i<;!Oyit;«
'nr; ri rifxicnirtf
. - .'- X. -,
.-.i.s.Tif?. .<>.*:'lJj.v 'fiisfcii:}- siv «-|»rw swr^-i;.;. 4tl .; uj > t&dmtt
,;: ii4- n;iaa5'-Ti^/,r.. t'UfmS j\:h.v,iu :^loM:^ rrEwV:L>-d''>i i/turtwr-i^n : i (t«^nst>
.;;^ •'; . 'aas'lfijl -' rano/n iVJuhOTiJ Uigfiffag ioa|tS||rr :y:4:iV'ni
r.r-x'J d :. .’n-’fff- ^'njs--: 'ren txri'b --.triji: E.-.’-voidjhtid
;- iv;< I. . !V na»Hal' ali. ' ,-ir*-.c t.*: •{.•'»»<•»&• ‘v,- .:* j^qe a*?
._!' ;
•.';.'.i(i nfigri.i; r/i.:,;-. ,<‘j.;'. . tfM''- *4^j9» anJS'< nfiuir/v •
'
• ^(!. ' jygniR'-
'
j' ..'i;;' KC .;Usd a'U;/ ev^^nanK^ a§g/Ufb2
;?f=4is/:a3:r?i^i??wr iiir iism^
.;.-yi . .- .lA^irTmpiix.xS'iv . •' ^jU'( ' .'sdsi 2ii^ r^iniBn^T
iitc- .<T fsnsrn iibgasti ;./ -^ 5,
ju iV'd- rs)sg«fiw;«SMl' irs»o| Jiib dai5in gfuwBd
.mefcli'’
'I’/i' ""ledo-d 'mfine® n?.
verr* efi i&} ?r j.E gnfelifwd rkTifll 'JfAr :
•:m Rpdflf mansrtiviuinii msifib
,uwii;Br3Bf^*wit,2 R'vti rfjuIo>*'2 nab riuot
.Mi.*' .' £^/'
:i3dr?>uuT ?.nfjv i;v,t'*x! sit(>\ hab incw-sntiio nsfjr)st:!'.V7l r\'njjj^:gnindM
nctU-- ).jJ !/*yf»jru!)ni.'
.'!•'.« ^ p^:rr\sns< «uuujis:n :f£aas r.iirl'J
.iLf:r.rx'-, ib^^niuud ''iv.is|ifc.gidM';TJ5g i ’V jbf.n^»q
n0xjb nHh Eo7^frS ' naliLnwiKX! ,r-dtj?:t>{;as ';OJ* tcgtxi;^ .nunwiM
^#*3iSRS4ri
t’£i.i'' J ,; :s/hx?.kVj'Jx miTi.,pi:i} oititnra.Ti. ?EfR;?acn ^ri/^ag^nfil-ilwniji (i&t>
. 4*^^. sv;«rw;te nafe ,iol imotioia. falto;)
i.d-Tj einPE? .ifids^vi w|J Pi'Jtif|6hRixr-
;iyTiorn'i;<ub;={K*<.r-4 «wnL;;<. 'fd/: atfUA' isri aafil
ruf.'TTj-f raiJd njlniiw >I«7 :er3 isaJs'T ?jn9t .si flUiJJTOgTiSfl
a‘5crti4«jr.^? iakIvAi' .w;/ybBdhi| aubrj :iit rtsa^bi^ f.vdiid f|ri§nfigfloi;;
'
..
'
' 7' ,nsib7;p^’Q
ndv' i >:1 .Tsi ,d|l;il ;;37-<idi»rS;iJid t;,'Uiv -knai ;.uwaift§'aAv-7ise n» '*.1 ;J[j8f| fiVowiu
sJsbW !f;u;. fmjit, a/;;.' ox if«T- .<-i ftAvijm a
. nagn^b
.ai'j.wrn o^iirr!j)io?f.o:4 nab aaiFvu';^.o‘bPA<! (icrx.^nioi'ad B8w\ aSteisM .flifiJ
.inf nf.n.i'irj fd..j/j gofcv niji^'nn4ff.o!'si ’.qv.'n.* 7js;<leiu:^*id ijnsV natkituvnEW
.'
"'
'J "Eoo fis^HHft fb gBrflsrf^tilo'j?/
gn. ‘-i; .j*'8x i'J?-*! . ^f>ih>'tii iir./Enoh '.
-q tjh^ fc'yagi>;n;^ ,“*'b ,iM©#ix.3m i|Mardirim
;l qsjJ Ih f :nii}aAaacf3*f '
>.,>.;l7h/?(;b<;oq ('4tn«<?.nR i«]fiu u m'' v.odyoi i rtfedJKiTg^™
1' .'SrRjfoi (.' \rjq h .ni.l2ulud)>4
;;,: ::*J tl- n'»d:>y n<..ririv'u. f( i «
lereng dengan modal kecil dan keterbatasan input uang tunai serta peka terhadap
perlunya pengintegrasian tanaman keras dengan produksi pangan.
Mempertahankan atau meningkatkan produksi pangan
Kebutuhan: seluruh perbukitan dimana penduduk berkepentingan dalam produksi
pangan namun kekurangan lahan atau kualitas lahan yang rendah karena adanya
tekanan dari penanaman tanaman keras
Pendekatan: penyuluban pengetahuan tentang sistem pertanian terpadu untuk
daerah perbukitan dan metoda untuk meningkatkan produktivitas dan
kesinambungannya dengan input uang yang sedikit (seperti penanaman berdasarkan
kontur, penggunaan kompos, mulsa, pagar bidup yang dapat memfiksasi nitrogen
dsb); eksperimen dengan petani untuk mengidentifikasikan dan menguji peningkatan
benih yang sesuai bagi lingkungan perbukitan.
Memberikan input (benih, bibit, patok pagar, peralatan dsb.)
Kebutuhan: RT>RT dimana kurang dari 69 % rumah-tangganya mempunyaitanaman keras (skor 0-6 dalam tabel di atas), pemantauan untuk menjamin agar
rumah-tangga termiskin yang tidak mempunyai tanaman keras benar-benar
berperan-serta dan memperoleh bagian mereka.
Pendekatan: penyuluban (PPL, PPLD) untuk menginformasikan RT mengenai waktu
penyampaian input ke tepi jalan dan semua penduduk RT.. datang untuk
mengambil bagiannya (pengecekan nama-nama dalam daftar RT); tindak lanjut
sesegera mungkin dilakukan PPL/PPLD dengan pemantauan penyampaian input dan
acara penyuluban.
Wanita dan anak muda juga laki-laki berperan-serta dan mendapat manfaat dari peningkatan
pertanian.
Pendekatan: latihan bagi pekerja penyuluban untuk mengenai pekerjaan dan
keablian wanita dan anak muda; penyuluban dan penggalakkan secara aktif agar
untuk mencapai peran-serta penub; distribusi input berdasarkan daftar lengkap;
pengakuan atas bak pemilikan pribadi atas lahan dan tanamannya.
Mengembangkan keanekaragaman palawga untuk d(jual
Kebutuhan: wanita (yang kesempatan lebib sedikit untuk mendapatkan penghasilan
dari sektor non-pertanian dibandingkan laki-laki)
Pendekatan: penyuluban dan bibit berkualitas untuk produksi sayuran dengan
strategi pemasaran teratur (tomat dengan nilai pasar lebib baik, wortel yang dapat
dikirim ke pasar di Palu atau Gorontalo dll.).
Mencegah perjudian
Kebutuhan: RT-RT dimana perjudian mingguan permanen dilaksanakan
Pendekatan: kepemimpinan, pendidikan, tindakan pihak kepolisian, tidak diakuinya
penjualan tanah sebagai basil perjudian
Pembatasan pembelian lahan di pegunungan tengah oleh orang pesisir
Kebutuhan: daerah yang mengalami tekanan atas lahan, terutama yang aksesibel
(mudah terjangkau) dari pesisir serta lahan lainnya
Pendekatan: mengidentifikasi lokasi penanaman tanaman keras bagi orang pesisir
di lahan yang tidak digunakan oleh siapapun, seperti daerah-daerah di kaki bukit
yang terlalu kering dan berbatu yang tidak sesuai untuk produksi pangan;
mengidentifikasikan jenis tanaman keras yang cocok (kapuk, jambu mete)
35
tolsQ buitt <^1^11 Lt))! <i(!;
- jjo . til
• '.-
J
4«j>i»b 2i' 6f.’ .J :i^r KDMSJ ;" i>-'' v..i',
1 ‘h '< •< > I Tt'l 1 j^ft
i, r;uiOM ; .i ii>
5iii 1«<T irbs-fi'i «
« 4b e; •. s
ni Jiticb ittri fij.. .u
i.iii l.’fij :i'i -i!
.
,
.! . -J -.J'liu'*-.. •*. •i. -.la-MKii y\ : 'A
• <‘J -rv:; •.- ,Hn|(0Si-.tf*-r{‘-.* u* y.twn fti/im'-iq
iio tSi,! • !• it*!) *4 .-, ur;<i 'ii
'1 sWrilrt^Ll <t>‘)q a.;dnfu
ivC:' rtU.KJM ' iUib itf'
'
-4
• ••' 8flig»J 'ji ni nt^arii .i\ i:'
.tv .1 .y .Is'J'l'tcf yrngrtui; r'! i^rict --
• (»i frsi»j OKWSsinur ‘ ''^
mfctTHi ;|, rH Uti'U'.b nefftb -:Vf!XT&*5i}d IH
.flKJljj
;
;7 i-bmn ;<i5 JUl nub
^ .. . \^.
-
a<ih' kP‘'V^7v.j Ci.-.vv .^'.-.-nt,.!
'vP aiM,?^'7Sy v-)'i f?j^’;l iesMh’.iH) ;tU» /.-<• entj? .'JJ'O-i k :u:--. .'s* ^:.tl)vu
av.l®-.
.>(, I’.y ttki .1 '•, tn.,
•
;,}^j=;i{4fiwv»tt 7::iaJsida-34
iti. if . 4-
',?s.v.4 ii; • 4 ;fkr<v*c^no/« li«S
Uliuyjsa .•'i*ix<j 'L’l.'IAJf «i iMi s$Bi» :,'
*'v,
- =ui>if W .r,.; .
'*J,: ''
/Ui£lifj{l“<i ?U t.) r-. t>;{i|!i
H.
t* -.," ' Jitnitief nkrfi:? r.iv;-;,7< fTfcP
'‘jSpff-
kl ft (!;l... !, ., ..'i.i'.it '.ylWJ f.n' <t'
,n-.rv.Tli^ irJyly't’i *(u r.j .'i^|||||g'V,i^;t /^.M, V nr-.ciiii'f ntib ifai'iyJt *Yb‘itW
('il'itti • ‘I -'jI ;v ifvt.'.ttS ekx B,Mii««4irtlU? 7'br; .:: ir-
k
>>
vJi"
KELEMAHAN FISIK/ KESEHATANPelayanan kesehatan dasar tidak tersedia di pegunungan tengah. Anak usia 0-6 tahun, sekitar 25-35 % dari populasi,
dan sedikit sekali telah diimunisasi. Banyak wanita mengidap anemia karena sering melahirkan. Walau tidak ada
data statistik, nampaknya jumlah kematian anak tinggi. Tetanus merupakan salah satu penyebab kematian bayi yang
baru lahir; anak-anak menderita diare, infeksi dan demam.
Infeksi kulit, termasuk frambosia, kaskado tersebar di daerah ini, dan umumnya tidak terawat. Juga teridentifikasi
adanya kasus kusta, terutama di Silipoyo. Program Frambosia belum menjangkau banyak daerah perbukitan sesuai
sasaran utama program tersebut. Hal ini disebabkan oleh keengganan atau waktu yang tidak memadai bagi petugas
kesehatan untuk mendaki perbukitan. Di desa Palasa pengelolaan obat-obatan diberikan kepada petugas kesehatan
GKST, tapi ia tidak dapat mengobati ribuan rakyat di daerah itu tanpa peran-serta petugas kesehatan pemerintah yang
tanggung-jawabnya melayani masyarakat.
Keluarga-keluarga diobati penyakitnya secara adat, tapi tampaknya hanya menggunakan sedikit tanaman obat-obatan
(daun-daunan, akar, dll). Jika pengobatan ini gagal, mereka membeli obat di pasar atau waning di pesisir. Kadang-
kadang mereka membawa pasien ke Puskesmas di pesisir, tapi mereka khawatir akan biayanya, dan seringkali
terlambat berupaya mencari bantuan medis.
Rumah-tangga di pegunungan tengah dan pegunungan dalam yang termasuk wilayah desa Palasa dilayani pusat
kesehatan di Bambasiang yang dikelola oleh GKST. Petugas kesehatannya sangat disukai dan dihormati, dan maubeijalan ke RT-RT yang jauh letaknya apabila diperlukan, mereka menyediakan obat-obatan dengan harga rendah
atau bahkan memberikan pengobatan cuma-cuma bagi pasien yang tidak mampu. Tapi penduduk dan daerah yang
harus dilayani begitu banyak dan luas mulai dari perbukitan wilayah desa Ulatan, Palasa dan Tingkulang, sehingga
mereka tidak selalu dapat memenuhi permintaan. GKST sering kekurangan dana untuk membiayai obat-obatan, gaji
kademya dll.
Usaha Posyandu yang teratur telah diadakan di Padongkal (di kaki bukit Palasa) yang melayani penduduk Silipoy
dan Sidauga, tapi pelayanan seperti ini belum ada di daerah-daerah di pegunungan tengah.
Wanita di pegunungan tengah dan pegunungan dalam sangat tertarik akan program kesehatan, menyatakan "siapa
yang tidak mau melihat anaknya kuat dan sehat". Walaupun mereka mengaku tidak takut terhadap imunisasi,
diperlukan beberapa program penyuluhan untuk menerangkan manfaatnya.
Para wanita juga tertarik akan keluarga berencana, mereka menyatakan bahwa mereka tidak ingin mempunyai anak
banyak, karena menyulitkan mereka untuk bekerja di ladangnya. Beberapa wanita telah menikmati pelayanan
keluarga berencana, dan beberapa lainnya berhenti dari program ini karena bimbingan dan program lanjutannya yang
kurang tepat.
* Meningkatkan pelayanan kesehatan dasar, termasuk imunisasi, keluarga berencana, dan pengobatan
diare
Kebutuban: selurub RT di perbukitan
Pendekatan: kunjungan teratur Posyandu ke RT-RT secara aktif, latihan serta
metoda penyuluhan yang baik; penggunaan wanita setempat sebagai kader untuk
membantu kegiatan; pelaksanaan program oralit.
* Program kesehatan kulit di RT-RT perbukitan
Kebutuhan: seluruh RT di perbukitan yang belum terlayani
Pendekatan: petugas kesehatan langsung mngunjungi RT-RT itu untuk melayani dan
memberikan penyuluhan tentang pencegahan penyakit yang sedang ditangani.
* Peningkatan pengenalan penduduk perbukitan terhadap pelayanan kesehatan
Kebutuhan: seluruh RT-RT di perbukitan
36
« /Iri-iA :t;S ?..;_ -i..-iJ'« ^^ it) HBUtfe IjMtfiMl
., vi*’ - ' ' ..n .1
, r-;,;;,.ri- '‘f.'!-'. '-. T ..,; ,
.j' ,}.,frJS4 /lljIffUli.
.,
,
,
;/, 'M .. . <
- •’ '
i- ' i'•' ’
...' .'•,r. <>••. -• (. fb r«uutn«a*jm|
'
.,!' ,:ii
-» 'H :. 8 r.rn
.,-H
. '':iK ‘'’' '‘^‘*1
-'U -'f’la
..
-.'. r;,l 5i ,v»iM
' VT7
'txjijdiEiafeii
. . ‘ *t c u £
ii’''i<:' ' i-i".’ .4 k’j [VUr .'i
,.t ,.‘t''i'i4 '»' ;"
ovj *r :-t%Jr;'> '’
. .-;:v’'rr./r >- :S'V' .sdi'f'’,!'^
:vj H”' ,.4,
,^‘.£
'..-
Pendekatan: petugas Puskesmas mengunjungi RT, menerangkan mengenai bentuk
pelayanan dan fasilitas Puskesmas, dan menghimbau masyarakat agar datang ke
Puskesmas untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai.
TABEL 4: RINGKASAN - SKOR PEGUNUNGAN TENGAH
Desa sekolah mampu jumlah jagung padi jumlah bawang pohon jumlah
baca- pendidikan pangan merah pendapatan
lulls tunai
E’eya
in/8 Alau 7 6 13 10 1 11 0 4 4
IH/9 Alau 4 2 6 10 4 14 0 8 8
1/3 Ogoreno 6 3 9 3 0 3 1 7 8
rV/12 Ogomanu 3 3 6 8 2 10 0 6 6
rV/11 Ogomanu 4 3 7 6 0 6 1 6 7
rV/10 Ogomanu 0 3 3 1 1 2 2 7 9
Ulaian
xx/Pasilanang 9 6 15 8 0 8 8 8 16
xx/Siulanga 9 6 15 7 1 8 3 8 11
rn/Bainogio 4 9 13 8 0 8 8 9 17
V/Bolili 0 4 4 10 7 17 7 6 13
V/Tamugu 0 1 1 7 8 15 3 5 8
Palasa
V/Tamalang 5 6 11 7 0 7 3 10 13
V/Koja 5 2 7 7 5 12 2 8 10
V/Silipoy 7 3 10 10 0 10 8 5 13
V/Sidauga 5 2 7 10 0 10 10 1 11
PEGUNUNGAN DALAM
JUMLAH PENDUDUK
Penduduk di zona ini meliputi 47 rumah-tangga di Gagala di desa Ulatan, dengan 140 rumah-tangga lain mungkin
di pedalaman yang tidak tercakup dalam penelitian (banyak yang tidak lerdaftar oleh pihak berwenang), dan paling
tidak 215 rumah-tangga di Palasa. Hal ini mewakili di desa Ulatan jumlah penduduk sekitar 300 orang atau, kalau
termasuk rumah-tangga di pedalaman, lebih dari 1000 orang di desa Ulatan, dan sekitar 1140 di desa Palasa.
KETERKUCILAN/ KETIDAK-BERDAYAAN/ PENDIDIKAN
Beberapa penduduk di pegunungan dalam (di Gagala di desa Ulatan) dan di Siloia/Polaboal, Ogouang dan Ogotop
(di desa Palasa) pemah mengalami tinggal di kedua lokasi pemukiman yang telah disebutkan di atas (PKMT Ulatan
dan Bambasiang Palasa). Sejak mereka kembali ke tempat tanah nenek moyangnya, mereka menyatakan
keinginannya untuk tinggal tctap ditempatnya semula, tetapi dengan fasilitas pelayanan yang lebih dekat tempat
tinggalnya, terutama fasilitas pendidikan.
GKST sekarang menangani proyek "pembinaan di tempat" Ookal resettlement) di Pongutusan dan Labani, membina
masyarakat perbukitan di hulu sungai Palasa untuk menetap di tempat pemukiman teratur yang dekat dengan lahan
perianian mereka (Pongutusan berjarak satu hari sedangkan Labani beijarak dua hari perjalanan kaki dari pesisir).
Ada rencana untuk mendirikan sekolah-sekolah kecil dan fasilitas pelayanan lain di lokasi pemukiman itu.
Komunikasi dan kerja sama antara pemerintah dan misi GKST sangat penting terutama pada saat ini, dimana
37
.u4:iiH .7 i« v:fl'4rii»sn'>‘ta ,'' *"^11
M
A
Air ’-i'‘ * H
' - '
.'..*i-;i S^iOi.r ?<»*
; ij ii-Vi .Ksu^lig^
-, . r; i' 'i.'i'imkbS'q'
>'/.' (ifl'M-AAm
'» , .'.nM ' ,1^
. 1$;
' ’•--v;:
' ,tVk|
. ‘rL . y i. itUd ^'i
:v -i. .
;;
?iaii!,viZ iU'ttm gfsait
sumberdaya milik pemerintah (petugas kesehatan, obat-obatan, guru, dll) serta pengalaman keterlibatan GKST dengan
masyarakat yang tinggalnya jauh di daerah SAD sangat efektif untuk disatukan. GKST tidak dapat melayani seluruh
penduduk di pegunungan dalam dengan sumberdayanya yang terbatas, namun pelayanan yang kompctitif dari
pemerintah menjadi sia-sia dan membingungkan masyarakat pegunungan dalam.
Namun perlu diperhatikan apakah masyarakat akan menetap di lokasi pemukiman bahru, atau hanya datang sekali-
sekali mengingat ladang mereka masih agag jauh dan perlu dijaga. Penempatan sekolah dan "pusat pelayanan" lebih
dekat ke masyarakat pegunungan dalam dan lahan pertanian mereka sangat mendesak sesuai kebutuhan masyarakat,
juga sejalan dengan kebijakan pemerintah bagi suku-terasing (pembinaan dan pelayanan di tempat).
Walaupun di banyak tempat sistem RT di pegunungan dalam tidak berfungsi, tiap kelompok di pegunungan dalam
yang terdiri dari 20 -50 rumah-tangga di tempat tertentu (dinamai berdasarkan sungai atau gunung) mempunyai
pemimpin sendiri dengan identitas sosial yang jelas. Pemimpin lokal adalah p>emimpin politis atau administratif
(kepala suku), pemimpin spritual (kepala adat), pemimpin upacara ritual pertanian (pasobo) dan pengawas atas lahan
hutan dan rotan (pasori). Kepala suku diakui oeh kepala desa untuk berbicara atas nama kelompoknya, dan dalam
banyak hal, kekuasaan se orang kepala suku atau kepala adat yang disegani diakui di beberapa tempat mencakup
beberapa lingkungan pemukiman, namun ada Juga pemimpin tiap kelompok yang mengurusi kegiatan mereka sehari-
hari.
Penduduk pegunungan dalam umumnya tidak terwakili dalam rembuk desa, dan pertiatian mereka jarang menjadi
prioritas utama di tingkat desa. Mereka berkomunikasi secara informal dengan pimpinan desa, terjadi jika pemimpin
mereka (kepala suku) singgah ke kepala desa dalam perjalanannya ke pasar, atau ketika kepala desa mengirim pesan
untuk mendiskusikan masalah penting.
Di desa Palasa, masyarakat pegunungan dalam tidak pemah bertemu dengan kepala desa yang lama, dan kepala desa
yang baru belum sempat ketemu. Kepala dusun V di desa Palasa berfungsi sebagai corong informasi bagi masyarakat
pegunungan dalam, tapi hal ini tidak tepat bagi seseorang untuk mengendalikan masyarakat yang sangat besar, dan
bagi mereka yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan lembaga tingkat desa (kepala desa, LKMD, LMD,PKK, dll) yang selayaknya harus mewakili dan membantu mereka.
Umumnya masyarakat pegunungan dalam lemah kedudukannya dan mudah diabaikan atau dieksploitasi. Mereka
tidak sadar akan hak-hak hukumnya, dan mereka takut akan gangguan dari orang pesisir. Mereka sering ditipu oleh
pedagang atau tengkulak. Umumnya mereka terkungkung oleh peraturan, seperti kartu identitas tahunan, mereka
yang tidak punya kartu itu takut untuk turun ke pesisir. Mereka mengerti akan pentingnya pemungutan suara waktu
pemilu, namun pada masa yang lalu mereka pemah mengalami gangguan saat melakukan pemungutan suara dan takut
dengan prosesnya. Ketika mereka ke pasar, mereka tidak punya tempat bermalam, dan sering diganggu oleh orang
pesisir saat berusaha untuk berteduh di teras rumah-mmah ketika hujan.
Masyarakat pegunungan dalam menerangkan bagaimana, ketika mereka ingin mengetahui apa yang terjadi di desa,
atau mengenai tanaman keras yang barn, mereka berkeliling di pasar, mendengarkan pcmbicaraan orang lain dan
mengamati. Kehausan akan informasi, dan kesulitan yang mereka alami dalam memperoleh informasi, dapat menjadi
dasar bagi program penyuluhan sederhana yang efektif dari segi biaya yang diadakan tiap hari pasar.
Gereja dan petugasnya merupakan sumber utama yang memberi pedoman informal, informasi, dan bantuan bagi
masyarakat pedalaman untuk mengatasi kesulitan dan seringkali bertentangan dengan orang pesisir. Peningkatan
tingkat pendidikan juga sangat membantu.
Tingkat pendidikan dan tingkat kemampuan membaca masyarakat di pegunungan dalam sangat rendah, karena jarak
yang berjauhan. RT berharap mempunyai sekolah kecil dan pusat pemberantasan buta huruf di daerah mereka
masing masing, dan disiapkan untuk terlibat dalam kegiatan swadaya untuk pembangunan fasilitas kasar. Hanya ada
satu lokasi di pegunungan dalam yang mempunyai tingkat kehadiran anak di sekolah yang tinggi, yaitu
Siloila/Polaboal di Palasa, dimana 13 anak usia sekolah harus berjalan menyusuri sungai ke sekolah di Bambasiang
38
'- Vi?),'.3?,
??:v
! j'rifTU'VI
:v;?;
.1
;i vii.;.:,'
';fsv:vr-;
-"i fiiV;;.
,:i, r jft,:
V’i >.
!
a';.:;?' 'x'n.ii,,
.
.U -rjo.
I'r.'', XI' Vf'j
yang didirikan oleh GKST. Di beberapa lingkungan pemukiman lain di pegunungan dalam yang bcrdekatan (seperti
Ogouang), anak-anak pemah bersekolah, tetapi tidak lagi ketika ada satu anak tenggelam sewaktu menyebrangi sungai
dalam perjalannyannya ke sekolah. Angka buta humf sekitar 90-100% di pegunungan dalam.
GKST merencanakan seperangkat inisiatif untuk memberikan pelayanan bagi daerah pegunungan dalam. Hal ini
memerlukan sumberdaya untuk pembangunan sekolah secara swadaya dan membayar honorarium guru, yang
diharapkan akhimya akan dikenal secara resmi dan dibiayai. GKST merencanakan sebuah sekolah dan pusat
pemberantasan buta huruf di Pongutusan bagi masyarakat di Sintual, Sinimpis dan Tampo. Sekolah dan pusat
pemberantasan buta huruf telah beroperasi di Labani bagi Osom, Tampo dan Palandunduan. GKST merencanakan
pendirian pusat pemberantasan buta huruf di Gagala untuk masyarakat Gagala, Lemotasi, Awudali dan Tempa.
Gagala berada di bawah administrasi perbatasan Ulatan, tapi dilayani oleh GKST Bambasiang. Beberapa anggota
masyarakat yang tinggal jauh di pedalaman tidak terdaftar, dan perbatasan antara desa Ulatan dengan desa Palasa
tidak jelas.
* Meningkatkan arus informasi antara pejabat desa dan masyarakat pegunungan dalam
Kebutuhan: selurub daerah yang tidak tenvakili di pertemuan desa
Pendekatan: pejabat desa harus aktif mengbubungi mereka, termasuk mendatangi
dan pemberitabuan dini mengenai adanya rembuk desa; mengelola pertemuan
sebingga semua pendapat didengar, termasuk penduduk pegunungan.
* Meningkatkan akses/bubungan
Kebutuban: daerab dimana keterasingan merupakan masalab, seperti mereka yang
terputus bubungannya akibat banjir atau yang Jalannya terlalu buruk untuk
didatangi petugas Pendekatan: jembatan-jembatan kecil, perbaikan Jalan setapak
* Memantau dan menunjang pemukiman di bulu sungai/pengembangan pelayanan oleb GKSTKebutuban: Pongutusan dan Labani
Pendekatan: pejabat tingkat desa dan pejabat bidang pendidikan, pelayanan
kesebatan dan sosial (Depsos) peran-serta departemen-departemen dalam
penyusunan program dan penggunaan sumberdaya pemerintab untuk memperluas,
melengkapi dan meningkatkan apa yang telab dilakukan oleb GKST.
* Peningkatan akses ke pendidikan dasar dan pemberantasan buta buruf bagi orang dewasa
Kebutuban: selurub daerab di pegunungan dalam
Ulatan: di Gagala sekitar 65 anak-anak usia 7-12, sangat sedikit yang bersekolab
Palasa:
1. Pongutusan dan Labani: setidaknya 50 anak-anak usia 7-12 (kemungkinan
lebib dari 100 jika rumab-tangga dibangun mengarab makin ke daerab
pembinaan di tempat/resettlement) tidak seorangpun masuk sekolab;
kemungkinan dua daerab memerlukannya
2. 35 anak-anak di Ogouang, banya sedikit yang bersekolab
3. 20 anak-anak di Ogotop, tak satupun yang bersekolab [adakab tempat yang
cocok untuk lokasi sekolab antara Ogotop dan Ogouang?]
4. Siloia/Polaboal: 13 anak bersekolab di Bambasiang, namun barus
menempub perjalanan jaub dan menyeberangi sungai • adakab alternatif
lain ?
KEMISKINAN MATERIAL/ MATA PENCAHARIAN/ KERENTANAN
Pertanian tanaman pangan untuk dimakan sendiri merupakan dasar bagi perekonomian pegunungan dalam, dan di
banyak daerah terpencil, umumnya rumah-iangga hanya mempunyai satu petak kebun (Tampo 97%, Pongutusan
75%). Di lain tempat rata-rata dua petak kebun
39
,. -cpinst^i^iati
V
. :t'j amshmait;’i>'i feiitJiJ-O
, .,
2a.Asx&>(m(\
;i.sn y}VJ*.;' '
:".
jr flr.tsfe'
. - i-Jd
)lr
C'l
Rumah-tangga di Gagala, Ulatan, mempunyai lebih banyak petak (tiga sampai lima) kebun dan beberapa karakteristik
lain bagi zona pegunungan tengah. Hal ini termasuk di pegunungan dalam karena keterpencilannhya dan karena
merupakan karakter kedua dari pegunungan dalam: setidaknya 20% dari kebun mereka dewasa ini telah membukasindiri dari hutan primer.
Lebih dari 40 % lahan di tiap daerah pegunungan dalam di desa Palasa, telah dibuka oleh generasi sekarang, dan
sekitar 97 % di Tampo. Tapi ini tidak menunjukkan bahwa hutan primer lerus-menerus dibuka. Secara tradisional,
jika suatu kelompok membuka sepetak lahan untuk digunakan, mereka akan tinggal di tempat itu selama beberapa
generasi, pembukaan kembali hutan sekunder selanjutnya dilakukan tiap 10 tahun setelah hutan tumbuh kembali.
Kelompok di Tampo baru pindah ke daerah tersebut sekitar 10-20 tahun yang lalu (mungkin setelah kembali ke
perbukitan dari masa di tempak pemukiman dibawa (di Bambasiang). Mereka sekarang dalam proses menggunakan
kembali kebun mereka, seperii memanfaatkan tanah yang telah mereka buka berpuluh-puluh tahun yang lalu. Di
Ogouang, hanya 19% dari lahan yang sekarang dipakai merupakan hasil pembukaan generasi sekarang. Sebagian
besar dibuka oleh orang tua atau kakek-nenek mereka.
Produksi pangan untuk dimakan sendiri merupakan kepentingan utama. Di pegunungan dalam di desa Palasa, 100%rumah-tangganya menanam jagung, dan di banyak daerah 100% rumah-tangganya juga menanam padi. Angka-angka
tampak lebih rendah di Ogouang (85%) dan Siloia/Polaboal (32%). Di Gagala, Ulatan, 67% rumah-tangganya
menanam jagung dan sekitar 72% rumah-tangga menanam padi.
Karena tanahnya subur (terutama di daerah yang terpencil dimana tanah dibiarkan kosong selama 10-20 tahun) panen
dari tanaman pangan sangat tinggi. Hasil panen padi dapat disimpan untuk keperluan selama masa paceklik, sakit,
pembukaan lahan, berburu atau kegiatan lain, dan beras tidak sering terjual. Produksi jagung melimpah ruah
sehingga sering busuk sebelum dimakan, karena penyimpanannya kurang baik. Sejumlah jagung dijual ke pasar
pesisir, tapi karena jaraknya jauh sehingga masalah waktu dan pengangkutan jagung tersebut merupakan hambatan
untuk menjualnya ke pasar pesisir. Petani harus berjalan sepanjang hari menggotong jagung, dan kembali dengan
hanya membawa Rp. 1000,-. Jika tetangganya menjadi bandar jagung, mereka dibayar setengah dari keuntungan
penjualan jagung itu.
Walaupun petani biasa mempunyai banyak persediaan pangan, mereka tetap sulit untuk mendapalkan uang tunai
untuk membeli minyak tanah, garam, dan kadang-kadang, ikan kering, pakaian, atau baterai. Di Gagala 56% rumah-
tangga menanam bawang merah, tetapi di pegunungan dalam di Palasa menunjukkan angka yang lebih rendah;
bahkan tak satu rumah-tanggapun di Pongutusan yang menanam, 3% di Tampo, 9% di Ogotop, 13% di Ogouang dan
21% di Siloila/Polaboal. Kacang tanah ditanam oleh 32% rumah-tangga di Ogotop, dan 28% di Gagala, tapi sedikit
sekali ditanam oleh rumah-tangga lain di daerah lain di lingkungan zona tersebut.
Pertanian tanaman keras sedikit sekali dibanding di pegunungan tengah walaupun para petani sangat tertarik dengan
kegiatan ini. Tidak seperti di pegunungan tengah, mereka punya cukup lahan untuk ditanami tanaman keras tanpa
mengganggu produksi pangan mereka. Pongutusan dan Tampo hampir tidak mempunyai tanaman keras. 11% rumah-
tangga di Ogouang hanya memiliki cengkeh. Ogotop punya lebih banyak tanaman keras, 32% rumah-tangga
mempunyai tanaman coklat, dan di Siloia/Polaboal 42% menamam coklat dan 32% memiliki jambu mete. Di Gagala,
petani tanaman keras lebih mapan, 39% memiliki cengkeh, 31% coklat, 17% jambu mete, dan 17% menanam kemiri.
Hambatan utama bagian mereka adalah kekurangan modal untuk membeli bibit.
Sumber pendapaian uang tunai bagi laki-laki adalah dari mencari pengumpulan rotan, dan menjual kemiri hutan.
Sebagian rotan di jual ke pengusaha (dan para pencari rotan terperangkap dengan persoalan yang sama seperti yang
dihadapi oleh masyarakat pegunungan tengah). Yang lainnya menjual rotan sebagai tali pengikat, dan
menggotongnya langsung ke pasar. Produksi rotan di beberapa tempat telah menurun karena ekploitasi yang
berlebihan oleh perantara dan pencari rotannya. Hasil yang mereka mendapat dari perkerjaan rotan amatlah kecil -
paling RpKXX) per hari kerja, sehingga dapat saja membeli garam tetapi belum lain lain.
Para wanita mendapalkan uang tunai melalui pembualan tapis bambu atau rotan, yang oleh mereka dijual sendiri ke
pasar.
40
* Mengembangkan pertanian tanaman untuk dijual yang memiliki potensi pasar
Kebutuhan: RT dengan akses yang terbatas atas uang tunai untuk memenuhikebutuhan akan pakaian, obat-obatan dan pendidikan; seluruh RT di pegunungandalam jika memungkinkanPendekatan: program pertanian tanaman keras, bawang merah, bawang putih dansayuran untuk dijual ke pasar lokal
* Mengembangkan produk Iain yang bersifat mempertahankan kesinambungan penggunaansumberdaya hutan
Kebutuhan: RT yang aksesnya sangat terbatas untuk memperoleh uang tunai gunamemenuhi kebutuhan pokok pakaian, pengobatan dan pendidikan; apabila
memungkinkan, semua RT di pegunungan dalam
Pendekatan; LSM yang langsung bekerja di pedesaan untuk meneliti kemungkinanlain, seperti produksi madu; produk-produk rotan; kerajinan; tanaman obat-obatan
dll.
KELEMAHAN FISIK/ KESEHATAN
Keadaan kesehatan di pegunungan dalam di desa Palasa sangat mirip dengan keadaan daerah-daerah di pegunungan
tengah. Tidak terdapat pelayanan kesehatan dan imunisasi, Angka kematian bayi dan anak-anak cukup tinggi, dan
diare, demam dan penyakit kulit menonjol. Masyaralcatnya dilayani oleh pusat kesehatan GKST yang sama di
Bambasiang, tetapi jarak yang harus dilempuh untuk memperoleh bantuan pengobatan lebih jauh. Masyarakat Gagala
di desa Ulatan juga harus turun ke Bambasiang untuk mendapatkan bantuan daripada pergi ke Puskesmas di pesisir
Palasa.
* Pelayanan kesehatan dasar
* Penyuluhan dan pendidikan di bidang kesehatan
* Program perawatan kulit yang efektif
KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN DAN DAMPAK-DAMPAK
Kecenderungan paling serius di masyarakat pegunungan dalam adalah hilangnya pengendalian atas cadangan lahan
dan hutan mereka, yang merupakan modal utama mereka. Sejauh ini, hal lersebul belum lerjadi, tetapi tekanan dari
petani pegunungan tengah yang mencari lahan di pegunungan dalam mulai meningkat. Setiap pembuatan jalan
membuat pegxmungan dalam lebih mudah dicapai oleh orang pesisir, yang tentunya akan mengubah situasi dengan
cepat, sehingga para petani dengan mudahnya dapat dipindahkan dari lahannya oleh pendatang dengan modal kuai
untuk mengembangkan pertanian tanaman keras. Penduduk pegunungan dalam sangat rentan terhadap pemindahan
dan mudah digeser karena mereka terkucil secara fisik dan sosial serta tidak mengerti akan hak-hak hukum mereka.
Masyarakat pegunungan dalam sadar bahwa mereka harus menyesuaikan gaya hidupnya dengan kondisi yang sedang
berubah. Mereka ingin memperoleh penghasilan tetap untuk memenuhi berbagai kebutuhan akan uang tunai, dan
mereka mempunyai harapan agar anak-anak mereka berpendidikan. Tetapi mereka tidak lerlarik untuk pindah dari
tanah leluhur mereka, karena mereka tidak punya sumber mata pencaharian apabila harus pindah ke tempat lain.
Mereka perlu lahan yang luas, karena sistem pertanian mereka memerlukan lahan yang dapat diistirahatkan selama
sekitar 10 tahun untuk melindungi lingkungan dan memperbaiki kesuburan tanah. Tantangan yang dihadapi mereka
adalah untuk mengubah secara bertahap sejalan dengan keinginan mereka, dengan bantuan namun tanpa tekanan atau
paksaan pihak luar.
Kegiatan GKST di pegunungan dalam, secara umum, sangat berguna bagi masyarakat, dan GKST berpengalaman
41
r,
'»
I's#* :'
'i
F'-ft
t
fiWJl' ' "*""
¥'vsra
^_y<
.,
_,, ,
W
di daerah itu. Masih banyak peluang untuk meluaskan kerja sama antara pemerintah dan LSM dan mengembangkan
pola kerja bahru yang amat sesuai dan efektif di daerah terpencil.
TABEL 5: RINGKASAN - SKOR PEGUNUNGAN DALAM
Desa ickolah mampubaca-
nilis
»kor
fiendidikan
jagung padi skor
pangan
bawang
merah
jKihon skor
penda-
patan
tunai
U1atari
Gagala 5 8 13 6 7 13 5 3 8
Palasa
V/Siloia/Polaboal 10 1 11 10 3 13 2 4 6
V/Ogouang 1 0 1 10 8 18 1 1 2
V/Ogotop 0 0 0 10 10 20 0 3 3
V/Pongutusan 0 1 1 10 10 20 0 0 0
V/Tampo 5 0 5 10 10 20 0 0 0
42
•>*
,n«f) (IfifjintMay? ; , ittirib riiKelti .uj] rt';- sib U>
'. qtoj 4a-; V ;?; I'u liii^i'h ni^ isyaa? ?crrifi gf5f.-< in<lc4 fi(iat> eloq
f/A.'V..] >5Anv^J/l;OST.'5lO>i.5S • HAeiAJCDHtt' ;^. ja«AT
RINGKASAN SKOR DARI SELURUH ZONA
Dcsa sckolah mampu »kor jagung padi skor bawang pohon ikor
baca- pendidikan pangan mcrah pendapatan
tubs tunai
PESISIR
E’eya
n/4
yi 4 7 11 0 0 0 0 6 6
1/2 9 4 13 1 0 1 1 5 6
8 4 12 3 0 3 0 5 5
Ulatan
PKMT 5 9 14 - - - - - -
KAKl BUKIT
E’eya
in// Alau
n/5/6 Bainu-kiniar 6 3 9 1 0 1 0 6 6
8 4 12 3 0 3 0 4 4
PaJasa
Bambasiang
8 6 14 9 3 12 6 2 8
PEGUNUNGAN TENGAH
E’eya
ni/8 Alau
ni/9 Alau 7 6 13 10 1 11 0 4 4
1/3 Ogoreno 4 2 6 10 4 14 0 8 8
rV/12 Ogomanu 6 3 9 3 0 3 1 7 8
rV/11 Ogomanu 3 3 6 8 2 10 0 6 6
rV/10 Ogomanu 4 3 7 6 0 6 1 6 7
0 3 3 1 1 2 2 7 9
Ulatan
xx/PasOanang 9 6 15 8 0 8 8 8 16
xx/Siulanga 9 6 15 7 1 8 3 8 11
ni/Bainogio 4 9 13 8 0 8 8 9 17
V/Bolili 0 4 4 10 7 17 7 6 13
V/Tamugu 0 1 1 7 8 15 3 5 8
Palasa
V/Tamalang 5 6 11 7 0 7 3 10 13
V/Koja 5 2 7 7 5 12 2 8 10
V/Siiipoy 7 3 10 10 0 10 8 5 13
V/Sidauga 5 2 7 10 0 10 10 1 11
PEGUNUKGAN DALAM
Ulatan
Gagala
5 8 13 6 7 13 5 3 8
Palasa
V/Siloia/Polaboal 10 1 11 10 3 13 2 4 6
V/Ogouang 1 0 1 10 8 18 1 1 2
V/Ogoiop 0 0 0 10 10 20 0 3 3
V/SPongutusan 0 1 1 10 10 20 0 0 0
V/Tampo 5 0 5 10 10 20 0 0 0
43
Gambar 5: Peta Zona - Desa E’eya
44
INIhlOL
.V/77J/J
I, .1JiwMJ * 4l4«l ;a •uKJniaO
m
h- r-:'^ ! _
1i.'
,
^ aa j /..N'l' -Ti—
.
St.«.'‘.nnR'Mia|u^ "’' t'J-„.l
f#'
:'<>,a :'tf„
i frsp^sMii
'*J I 1 1 t^r 1*1 I i,|’ |.,|4 :
c3» i s. 14 a s^a « a. 5 s4 I<©. .jeS',-.
l^-
• » r,%k 'f>."
«fT* la . i:^j .'I i-v.i-•a
, J.r' ’ "*
. ' /r'
.43*“.''I
'I•y ,.
'y»t!.a r.^
;»tr4
,3W •.*.- ^ , .7 f-
, a*.(
,1.
^' m
"K; ::
rwfj -B'
'i -' p ^ -*t
K" V|. *»•* El
idwl.
ife'"
;X'
#- #'tnI
'»H
a
'38 ’rs 1'®^'
IK'
.sr
. 1^'.
i^'. »,• «...
'.Ti*s
ii'f* 'ir.
->i«ir'
in'-'.-ffl
.4 «'
"i
Gambar 6: Peta Zona - Desa Ulatan
Jalan Propinsi Batas Kabupaien A Sekolah
Jalan Kabupalen Batas Desa A Mesjid
Jalan Desa Batas Dusun A Gereja
Jalan Setapak Bang/Kanior
•—^ Sungaif
Pasar
1:25,000• P^iskcsmas
45
' -'
‘iT«4*ftl 4«i»a > feJa'f' td TiftdaxBD
4£ra^r-*i?sJ^
' *’
5jr,ei^^£X S5'J£?I
i;^50
firiauCi.
^oy^iC: I
h.
Izniqj i nfilsl|
.
njinqodiX ;-sUl. r'.
.
htiCi fusmi. '^r
*'•-
id
Gambar 7: Peta Zona - Desa Palasa Tengah
I
XD. Osom
1 ;25,000 » I
^D. PaJapunduan
I
~~~ A I
1 Zona Peg. Dalam
2 Zona Kaki Bukit
3 Zona Kaki Gunung
4 Zona Pesisir
Jalan Proplosi
Jalan Kabupaten
Jalan Desa
Jalan Setapak
Sungai
Batas Kabupaten
— Batas Desa— Batas Dusun
A Sekolah
Mesjid
A Gcreja
Bang/Kantor
Pasar
• P\iskesmas
i i/
/
1
' 1
1
1 {!<1 1
1
1 / DUSUN1
/ 1
1 '"A'l/ i
1
SMP 1 ijif
1 o'A r—
i<1=L.
3_ A1
i
i
A. i
i
\ i
i \ \ \
DUSUN II
TELUK TOMINI-
46
{fsynaT 'indas^
\
A . c:
1 V 4 (A ovOitUZ-C!- .-
\ \ 1,
‘'Jg,*-''' y
\ . \ . .
•^' f *xjyuiT .a ..
5^
I'r „\t.<; -f!l»^; ,
; '•
j;/j?
\ / 'I':'
/ /.'^'
l: i^/, ,fm
'
si'f \ \ i'f'
'^|i-!
' \.
vit h ‘
lUv X ! ; \,^
cfiiuS .G
maijiQ .|^^>^;^^oS
ifJ'jB iAB>l moS.C
gnonoD btsX^ijaQ^s
!/S|
1...:
gI'.
I ^
*t^U‘J
m;¥®?-
izolq.oft-xiKUl -
—
nsjequdc^ —x,ji»Q.a£kl
—
*
i£q£J3o asIsX " • —, tfignu?
p^n:.lltdilX ?JS3sB
Q^.•:^'z^f83 — -
fWtu(J,zmr.Q'’i^ -
.7 -dsIoisS K
•job-
'll
f'
BAB EMPAT
SARAN-SARAN GUNA MEMFOKUSKAN KEMBALI PROGRAM UNTUK MEMENUHI KEBUTUHANRAKYAT PEDESAAN YANG MISKIN
Bab ini mengemukakan beberapa saran guna memfokuskan kembali program-program untuk memenuhi kebutuhan
rakyat pedesaan yang miskin. Hal ini didasarkan atas hasil penelitian saat ini, bersama dengan pengalaman yang
diperoleh konsultan dari penelitian-penelitian sebelumnya di areal Proyek. Hal ini tidak mengemukakan rencana-
rencana program secara rinci bagi Uap seklor, tetapi mengarah pada masalah-masalah besar dari fokus dan pendekatan
yang dapat membantu perencana untuk merancang program yang efektif dan sesuai bagi kondisi di ke 12 desa
sasaran. Beberapa pendekatan yang diusulkan dapat diterapkan secara lebih luas di tingkat propinsi, namundiperlukan pengkajian tambahan guna memverifikasinya serta membuat beberapa penyesuaian setempaL
1. MENGENALI DAN MENGAKUI KERAGAMAN DI AREAL PROYEK, NAMUN MENCARI POLA-POLA UMUM YANG DAPAT MENJADI DASAR BAGI WILAYAH SARAN(RECOMMENDATION DOMAINS)
Ke 12 desa pilihan bagi fokus khusus di bawah Proyek mencakup suatu kisaran keragaman yang cukup berarti.
Namun, berdasarkan data sekunder, pada pemahaman penjajakan, dan pada beberapa data dasar, dimungkinkan untuk
melakukan identifikasi beberapa pola umum. Setelah polanya diketahui, akan menjadi dasar bagi "wilayah saran",
dimana suatu paket program yang telah ditetapkan yang sesuai bagi daerah tersebut ditawarkan guna pertimbangan
rinci oleh masyarakat di tiap lingkungan pemukiman di dalam daerah tersebuL
Program yang diuji coba dan berhasil, dan pengalaman yang diperoleh di satu lingkungan di dalam daerah tersebut,
dapat diperluas ke daerah lain. Pendekatan ini dapat menghemat uang dan waktu dalam hal pengumpulan data dan
perencanaan. Namun, hal ini bukan merupakan pengganti peran serta masyarakat dalam menetapkan prioritas dan
menyesuaikan program untuk kebutuhan setempat, karena hal ini selalu perlu untuk menjamin kesinambungan
program.
Di wilayah proyek, ketiga daerah agro-ekologis (pegunungan dalam, pegunungan tengah dan pesisir) dapat
diperlakukan masing-masing sebagai "wilayah saran", di mana suatu paket program yang konsisten layak diterapkan
2. MENYESUAIKAN PROGRAM DAN CARA-CARA PENYAMPAIAN TERHADAP KEADAANSETEMPAT
Berbagai program baru dari berbagai instansi pemerintah adalah cocok dan sangat dibutuhkan oleh rakyat miskin di
areal Proyek, terutama yang berada di pegunungan tengah dan pegunungan dalam. Namun, diperlukan adaptasi guna
menjadikan program tersebut sesuai dengan keadaan setempat.
Proyek PPWS/TTM berkesempatan untuk mencoba pendekatan baru untuk penyampaian program bagi penduduk
terpencil dengan suatu potensi yang dapat ditiru di berbagai daerah lain di Indonesia. Inovasi ini sangat tepat, karena
pemerintah sedang menyiapkan kebijaksanaan lama berkenaan dengan pemindahan penduduk terpencil ke daerah yang
mudah dijangkau dan untuk lebih banyak menyiapkan pelayanan bagi mereka, di tempat mereka sudah hidup selama
beberapa generasi dan di tempat mereka mempunyai lahan, tanaman, dan sumberdaya lain yang merupakan dasar
bagi penghidupan masa kini dan masa depan mereka.
Beberapa saran untuk bahan pertimbangan, meliputi:
* Latihan
Petugas pemerintah memerlukan latihan mengenai bagaimana melakukan p>emahaman pedesaan dalam waktu
singkat, pengumpulan data dasar (baseline), pengidentifikasian kelompok sasaran, peran serta penduduk
47
'
-"J/.y?
.^i'
'
'f-'^’/t.:i
setempat di tingkat perencanaan, serta pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program di daerah terpencil.
Latihan ini dapat dikembangkan berdasarkan program dan keahlian yang ada, namun perlu dirancang dengan
baik dan dilaksanakan secara luas. Hal ini perlu mencakup kepekaan terhadap perbedaan-perbedaan
sosialkultural, informasi mengenai gaya hidup di daerah dimaksud, teknik-teknik praktis bagi pembuatan
program secara partisipatif, dan informasi pendukung tentang bagaimana cara bekerja secara efektif di
daerah seperti dimaksud.
Penyebaran penyuluhan dan pemantauan secara aktif
Banyak program pemerin^ yang berjalan secara pasif, yakni, programnya ada, tetapi tanpa adanya usaha
luar biasa untuk menjamin bahwa program tersebut menjangkau secara efektif sebagian besar masyakarat
yang membutuhkannya secara efektif. Sebagai contoh, Posyandu berlangsung tiap bulan di semua desa
sasaran, dan laporan rutin menunjukkan bahwa program tersebut "beijalan lancar". Tetapi tidak ada
pemantauan guna membandingkan jumlah penduduk yang mengunjungi Posyandu dengan jumlah anak di
bawah usia 5 tahun (anak balita) di desa tersebuL Masalah yang mirip terjadi pula di bidang pelayanan
pendidikan dan pertanian.
Suatu pendekatan penyuluhan yang lebih aktif bagi pelayanan pemerintah diperlukan apabila tujuannya agar
lebih banyak lagi rakyat miskin dan penduduk terpencil yang dapat dijangkau, dan apabila orang yang
menyampaikan pelayanan memandang tugas melayani masyarakat ini sebagai bagian penting dari tanggung
jawab mereka.
Insentif
Apabila petugas pemerintah diharapkan mendatangi tempat yang jauh dan bermalam di lingkungan
pemukiman daerah perbukitan dalam rangka pengumpulan data dasar, perencanaan program yang partisipatif,
pemantauan dan evaluasi program serta penyampaian program, mereka memerlukan insentif yang sepadan
dengan kesulitan fisik maupun sosial yang dihadapinya. Insentif tersebut harus berkaitan dengan
pelaksanaan tugas nyata di daerah terpencil, dan perlu dimasukkan ke dalam anggaran rutin agar
beikesinambungan untuk jangka panjang.
Pemerintah pusat telah mengakui masalah ini misalnya dalam hal penyediaan uang insentif bagi guru di
daerah terpencil. Prinsip ini perlu dilaksanakan dan diperluas ke bidang pelayanan lain seperti program-
program Posyandu dan program khusus bidang kesehatan (frambosia, kusta) dan pelayanan pengembangan
bidang pertanian di daerah perbukitan.
Penggunaan kader dan pembantu lokal
Dalam hal pemahaman bahasa dan tradisi, serta kebiasaan pendakian jarak jauh, dampak dan kesinambungan
terbesar bagi penyampaian program dapat dicapai dengan penggunaan kader dari masyarakat dimaksud.
Selain kader di tingkat desa, sebaiknya diambil pembantu dari tiap lingkungan pemukiman sasaran, dengan
fokus pegunungan tengah. Pembantu ini dapat bertindak sebagai organisator lokal dan penghubung untuk
tiap program, menjalin hubungan antara lingkungan pemukiman dengan instansi pemerintah maupun LSMyang bersangkutan.
Sebagai contoh, pembantu di bidang kesehatan wanita di lingkungan pemukiman dimaksud dapat membantu
staf Posyandu untuk mengumpulkan wanita dan anak-anak pada saat tertentu guna suatu kunjungan (staf
Posyandu) ke lingkungan pemukiman mereka, dan membantu usaha penyuluhannya untuk jangka panjang
di tempat tersebut sehingga makin banyak tetangga yang datang secara teratur,
Pembantu lokal di bidang pertanian dapat membantu petugas PPL dan PPLD', dan dapat menerima petunjuk
yang lebih intensif mengenai teknik baru yang kemudian disampaikannya kepada petani lain. Hal ini serupa
48
i'Eb
..,
1
’
:r.i,^ jfr'u?
.. -ifr, ;!
li
'. , i: wriJX|
; p’/
ViHid'
!ii vn9ns
.jj, dfi'^el'V .;
'icmMif'T'N’'' •
'X'"'
,i' j\h"
>;JiJeqA
l'‘ ii.<:'jiti»
.x«':.jVK5i{
^t'nOisli ii> ?S3tl3
H’' .'i''q fi-S^sriKt
;
:
' ;: : dgiSiMi
:••;' ,;:.• i. i'b uiioq-J<ii q«nh^ •..
I->! > •“ilKT^tpq fSSb'U^
- rS.ii'ludi'X'f ffataeiJ Ifc
p. ti»f» qsl
. .’ it.
, ’. li^vb
' iai ,(iS5?,W
.‘ " " '.rM
, ^
1 ,'i,.
-.' •' ys-jiuid r5
1 . 's4) 'iA'
, ,).•; •'
,
,-*i' \a^‘ uni
',;,'j';!,o;t)'^ n '•/!>• x'.m,n‘jq d ,‘t'
dengan konsep "kontak tani".
Satu pembantu atau panitia kecil di lingkungan pemukiman dapai membantu usaha-usaha di bidang
pendidikan, mengkoordinasikan rencana bagi sekolah di daerah perbukiian, memberikan penerangan kepada
orang tua dan anak-anak, memanggil orang dewasa untuk program pemberaniasan buta-huruf, dan membantuguru dalam hal hubungan dengan masyarakat.
Pembantu-pembantu hams dipilih oleh lingkungan pemukiman masing-masing berdasarkan kualitas
kepemimpinan, energi, kemampuan berkomunikasi, serta tanggung jawabnya (komiunen) untuk bekerja
dengan tetangga di lingkungan pemukiman tersebut. Kemampuan membaca tidak hams menjadi persyaratan
pemilihan, dan latihan bagi pembantu-pembantu ini hams sangat praktis, menggunakan cara demonstrasi
(peragaan), dan gambar untuk menggantikan tulisan. Kompensasi bagi pembantu-pembantu boleh dalam
bentuk material yang sesuai: sebagai contoh perlengkapan peitolongan pertama (P3K), peralatan pertanian,
peralatan sekolah.
* Penggunaan kesempatan komunikasi secara efektif
Penduduk pegunungan, temtama di pegunungan tengah sering pergi ke pasar di daerah pesisir. Instansi
pemerintah dan LSM seperti halnya pimpinan desa dapat menggunakan kesempatan hari pasar guna
menyelenggarakan rembuk desa yang dapat dihadiri oleh penduduk pegunungan, menyelenggarakan
Posyandu, menyelenggarakan acara demonstrasi pengembangan pertanian serta diskusi, dan menggelar
poster-poster yang memberikan informasi kepada masyarakat desa mengenai rencana dan kegiatan yang
bertujuan memperhatikan mereka. Hal ini sangat praktis dan efektif dari segi biaya komunikasi, guna
melengkapi kunjungan langsung pimpinan desa, petugas pemerintah dan staf LSM ke daerah perbukitan.
3. MEMPERKUAT KEMAMPUAN SETEMPAT BAGI PERENCANAAN DAN PENGELOLA^NPROGRAM
Masyarakat hams mampu mengembangkan rencana dan program untuk memenuhi kebutuhannya dengan upaya
mereka sendiri. Mereka juga hams mampu berinteraksi secara efektif dengan perencana pemerintah yang
menawarkan program-programnya sehingga prioritas setempat dapat dikaji dan program-program dapat disesuaikan
dengan keadaan setempat, dilaksanakan dipantau dan dievaluasi serta dilestarikan.
Beberapa LSM seperti yang telah bekerja di areal Proyek, dapat berperan lebih kuat dalam mendukung pembangunan
kemampuan masyarakat. Usaha pembangunan masyarakat di daerah terpencil bersifat padat karya(memerlukan
penanganan intensif), dan memerlukan beberapa pendekaian khusus. Adanya kerja sama antara instansi pemerintah
dengan LSM sebagai rekan keija dalam penyampaian program-programnya mempakan suatu hal baik dan menghemat
biaya.
Hal ini temtama memberikan manfaat apabila bekerja dengan LSM yang mempunyai komitmen untuk pekerjaan
jangka panjang di areal Proyek. Hal ini dapat mencakup beberapa kelompok Gereja yang berpengalaman bertahun-
tahun memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan dan pengembangan penyuluhan terbatas bagi petani perbukitan,
dan mempunyai keahlian yang sesuai, kemampuan bahasa, serta kepercayaan masyarakat, namun kekurangan dana
tetap guna memperluas pelayanannya. Hal ini dapat pula mencakup LSM-LSM dari Palu, temtama apabila mereka
dilibatkan dalam pelatihan kader lokal.
Sedapat mungkin, apabila LSM terlibat langsung dalam perencanaan dan penyampaian program, pelayanannya jxjrlu
dibiayai dari anggaran pembangunan sehingga mereka dapat bekerja dalam kegiatan pembangunan jangka panjang
di daerah perbukiian, sebagai rekan kerja penuh dan resmi.
49
a''.'’wttJ ifiiflOiT* qsiffO)* ....ijuob' "|
^iijil/Ki .i' idflSi) . u4»fir;-j
<h fiiittiGft Ht-i8 an^drtK:{UJeE.>
'fimr-i -..:^i.ii •!• tj.x.-c^jc.-'.rjq riisioib. 'ib f?»lg.!fe': •••• |
’
uln!-i.'r: '..t ns< ^ir fUtcTRimq JfWt'ti 6i:H\w90 Jijsaff/H'nom .iera-ilcAfi nefe &i'i ^/laro^/.p
.tijiir-uy^Kis-rn ttHgnsiJ r,i.^nudOfl,lt<f /ffl.;dV
-4- I r^:{6aU flft3iau-<,t'!0>i ^ir.i“iif.-, sjoJ^Rni .•- .riijfuaj^^q'- ifeto diUqffb ?inwf ; insrfmo*!
AjMKi (oi.(roifijorf> ii'(udsw^ p«iinos{ f-.:VM .h^Maainaiii^ .«?tK|f«cm&jl ,fiani<p[.iT!‘xyii
.'.^j'.iiivvV v, -. ’(' >>11 .fei'>,! {^niuiymsq
j*5w>.r>\:(i:gf} ’; > .•.k;.v.pi5 j;Vu.: ...u^^K'sc’ Ui^ciSi '2UXqA i§J!d ' nadiid'
im»lf.b iUim iiifU5<.n».'5q.‘«ia»i.-.^')q i' "i bivTK&qtjjo-k ^HAiibi w^JiiSjj^aaru' itfjnu adow^ pm ,(n6s?Aia^’:
>
, ^: r. a«v/j ngJ.eiU'iaq ii^ihAnv.%1 doitm :tBikiii in&\ U.iniitfit ^'r.
•s .
(eftjliffjifaajk <iR><:*’in3:i34 rTK'-<^JUg|as*J
't -^q :;, . ./? s'rtiisfe .nte^nsK usxi^nii^. ib smsjirert ^ ragfia
ami'll ’ .:»?£? ijii.: iaqst> fiisb naftfqmiq eSjnfefi ineqsa MEJ neb itiiiaf^iin
kJa hita;.*1lb gmi'c 8^^b ite*rcm:n.?iaic^:
a fifib .birkfb-^.tue ftfliftsii'^i n?igs(edrR.f?i03»'j’ »^s^3g^^q^R^!!^l aum n&^Lm^nfvib^n^-it ,ybi'.t;x^o'5
gnc’?. ft5vMi3q^)i or>t xaikjE^aam i?,!SjTrnjWt
&nnf ,--V.!MiiiJtx0^ hr?; '*i! is'w «eb tiiisaq flu kifi .fiattfwm fl£ii)>:r.i"qfmm j^utunad
..ttiiiiiwmD'i fiiT.tifib ,sivb-o6«iqmi<4 gaoegrt^
13A« TMMSTaZ- HAU‘«4yMViai! tAtiXilttl/VIW
cv'iKjtf 4yjmi fftfiigax; nab siifcan-^. uqmB''" if;k# JJSiBT^enM
flitiniuMiiy', j^nJ-vf^naq rt#5^rrx< lirisk iic|rnMt ;:ir«.:>. %y(‘ jrfiTani
"^(h..2iEOi5S?il> .jf-j,I>. iyUiL usqsn .tfecjirsai^ yiraohq sagfUili^
-_ ..1 .'
. ati^ kiJad^vnil* 'T*43 ui^n^'su' • '
’ i-Y- ,.
' >
'
ifid4rf.waq»d J«qfib t^ife'''b’^4ad dfilai.gnEif' eqiMdi.S
Ihnsqmi dBiseb i5 lankfl^/aap srfazll' ijanqmafiiti
ilai'ih j.-'i.'jfi idfeiwi ,^mc k«fi*a &(mi B\mbfi. '.auauiW rajUM-'ifafloq *fifctad->d capbiham^m mb, .(feejui !iamgn«i»'>q
a^iwigo'Ki^mfirJSOTq mskqflia^asq {jstlslb apo^ mdfW ii^i)fc“’.-> ME’
"..^Vl5d .
. '’
’
rUJii’.i Mi:J ;>y.aasd aSrfffiqe }a*)iTSm ofijihodm^fij' smrouiijJ ini khai^ioCi quM'imm Mi tsH Jr;vdiq.lfi5i4 ib ;jmiits(| ssi^i\sii
aapadm^gnsic} aab ftRiibri?»s jq ,fwJwisa«i tuul -
‘5n<^'W5§ik?tr'4^‘<' ,g?iflkd kaziS! gne^ n«WK4 -fiiib
Kfid.r-:>’ •: rrt ftitfr-.i , difq jeqta) im iuR js^jSltimBxsIdq «aoliaqs?s3#n auag q«> 4
Wi;-a3l fraduslaq fft^'- r.a4i#duc^ j
ii.{y>;>nv5‘Xi fJKslnh gm/i'«niil ME. I .nr:;4'gi .;, ra iaq^Eifcqsb ai-j'isru eq^dnlj^ aRmjxiftfMihr. q
r!4asq’j((i. asb iir{E«Jib
,:i(.i»; mb ffnsrxj aiipit. ntdfs't (aqi6U>^.’ ,”r..i.;jorxf _.';'’!3aI) it ^a
4 . MENGGUNAKAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN (RT) SEBAGAI UNIT OPERASIONAL DITINGKAT LOKAL BAGI PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM
Walaupun zona agroekologi dapat digunakan sebagai "wilayah saran", zona-zona tersebut terlalu besar dan beragam
untuk digunakan dalam perencanaan rinci dan penyampaian program partisipasi secara rinci. Desa merupakan unit
administratif, namun dalam areal Proyek, desa-desa memotong ketiga zona. Karena petugas-petugas tingkat desa
dan kaum elit tinggal di daerah pesisir, perencanaan untuk tingkat desa cenderung ^arahkan untuk kepentingan
daerah pesisir, sementara daerah perbukitan (sekitar 70 % penduduk desa) terabaikan. Di beberapa desa, dusun juga
dibagi menjadi tiga zona sehingga mengalami masalah ketimpangan yang sama. Jumlah penduduk satu dusun masih
terlalu besar, beragam dan tersebar untuk diperlakukan sebagai unit sosial yang efektif.
Tingkat di bawah Dusun adalah lingkungan pemukiman (disebut RT, RW atau RK, tergantung dap desa), atau di
beberapa kasus, hanya sekedar nama Ungkungan pemukiman (sering berkaitan dengan nama gunung atau sungai
setempat) tanpa suatu nomor/nama RT yang resmi. Ini merupakan unit yang digunakan sebagai fokus bagi
pengumpulan data dalam penelitian data dasar.
Lingkungan-lingkungan pemukiman terdiri dari sekitar 30 - 50 rumah tangga. Lingkungan pemukiman ini
mempunyai batas geografis yang jelas yang menempatkannya dalam salah satu dari kedga zona sehingga anggota
masyarakatnya menghadapi keadaan bio-fisik yang serupa (lokasi, tanah, curah hujan, hutan, dsb). Tiap lingkungan
pemukiman mempunyai idendtas sosial tertentu, semua anggota masyarakat saling mengenal dan sebagian besar
mempunyai hubungan persaudaraan yang erat.
Ada struktur kepemimpinan di lingkungan pemukiman, menggabungkan pemimpin formal yang diakui penguasa desa
(kepala RT, kepala jaga) dan pemimpin informal yang dikenal oleh masyarakat, seperti kepala adat, kepala suku,
pasobo dan pasori. Para pemimpinnya dapat memanggil semua anggota lingkungan tersebut guna menyelenggarakan
pertemuan dan diskusi.
Data dasar menunjukkan adanya beberapa perbedaan ekonomi antar rumah tangga di dalam satu lingkungan
pemukiman, tetapi terdapat kemiripan dalam status modal dan pola produksi mereka. Dalam hal karakterisdk lain,
seperd keterpencilan (isolasi) serta kemudahan untuk memperoleh j)elayanan kesehatan dan pendidikan, semua
anggota suatu RT berada dalam kedudukan yang sama.
Berdasarkan kriteria ini, lingkungan pemukiman merupakan unit sosial yang paling sesuai guna membuat rencana
dan melestarikan program lokal, baik berdasarkan kemampuan sendiri maupun melalui kerja sama dengan instansi
pemerintah maupun LSM. Suatu fokus terhadap lingkungan pemukiman akan menghindari beberapa ketimpangan
dan hambatan yang menunjang keterkucilan dan keddak-berdayaan masyarakat daerah perbukitan, yang
menjauhkannya dari pelayanan dan manfaat yang ditujukan bagi mereka.
Sedapat mungkin, program sebaiknya direncanakan dan dilaksanakan langsung di tingkat lingkungan pemukiman,
dengan komunikasi langsung antara lingkungan ini dengan instansi pemerintah maupun LSM yang bertanggung jawab
atas program tersebut Adalah pendng untuk letap memberikan informasi kepada LKMD, namun pengalaman
menunjukkan bahwa masyarakat perbukitan akan memperoleh manfaat lebih banyak bila ddak banyak terdapat
perantara yang menyaring informasi dan merancang penyampaian bahan atau pelayanan sesuai dengan kepentingan
dan prioritas pribadi mereka.
Di dalam lingkungan pemukiman, ikatan sosial yang erat termasuk tali persaudaraan akan meningkatkan arus
informasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat di lingkungan tersebut untuk secara akdf memantau program,
mengurangi resiko penyalah-gunaan kekuasaan dan sumberdaya oleh pimpinan lingkungan pemukiman.
Secara umum, penyebaran bahan seperd bibit tanaman, peralatan atau barang lain yang berharga, hams dengan dasar
sama rata di dalam suatu lingkungan pemukiman sasaran, sehingga rasa persamaan, kerja sama dan tanggung jawab
yang saling menguntungkan dapat ditumbuhkan. Usaha-usaha untuk memberikan perhatian isdmewah bagi mereka
50
J.
.binu
' i.tui l£ji)
. '‘'rl riiijsah
yang paling miskin dapat membuat mereka malu, atau bahkan disabot oleh pimpinan lingkungan yang juga mcrasa
seolah-olah mereka sendiri melarat.
Daftar penduduk lingkungan yang lengkap merupakan alat sederhana dan efektif untuk memantau dan menjamin
bahwa tiap anggota benar-benar memperoleh bagian mereka masing-masing. Mengingat beberapa keragaman dan
tingkatan (stratifikasi) di dalam lingkungan pemukiman, yang ada sena kecenderungan orang miskin untuk terkucil
secara relatif walaupun di lingkungan pemukiman mereka sendiri, adalah dianggap perlu melakukan pemantauan yang
lebih cermat terhadap peran serta rumah-tangga miskin.
Pendekatan yang diusulkan disini menunjukkan bahwa lingkungan pemukiman hams menjadi "kelompok sasaran",
diperlakukan sebagai unit sosial dan dirangsang untuk bertanggung jawab atas selumh anggotanya, sumberdaya
setempat dan program yang diperkenalkan oleh instansi pemerintah atau LSM.
5. BERHUBUNGAN LANGSUNG DENGAN PERORANGAN, WANITA, LAKI-LAKI DANANAK-ANAK, BUKAN DENGAN PATOKAN UNIT RUMAH TANGGA, DALAM PROGRAMPENINGKATAN PENDAPATAN DAN PRODUKTIVITAS
Di areal Proyek, wanita mempunyai hak waris atas tanah yang sama dengan laki-laki. Di tiap kebun, wanita, laki-
laki dan anak-anak anggota keluarga mempunyai tanaman budidaya masing-masing yang terpisah. Sistem tradisional
ini merangsang tiap anggota keluarga untuk bemsaha sendiri dan bertanggung jawab dalam memproduksi bahan
makanan dan tanaman budidayanya. Dalam hal ini, anak-anak diajari untuk bekerja keras, dan wanita baik yang
sudah menikah, janda yang ditinggal mati atau janda cerai mempunyai hak atas cadangan makanan dan uang mereka
sendiri untuk digunakan sesuai prioritas masing-masing. Pendapatan lain yang timbul dari upah tenaga kerja atau
produksi kerajinan, juga disimpan secara terpisah oleh orang yang mendapatkannya. Laki-laki kadang-kadang
mengums pendapatan pribadinya, atau diserahkan kepada istrinya. Anak-anak kadang-kadang menabung uang mereka
pada ibunya, namun tetap memegang hak penuh untuk menggunakan uang tersebut apabila diperlukan.
Menyadari manfaat sistem tradisional ini, kegiatan Proyek dalam meningkatkan pendapatan hams dilakukan pada
tingkat perorangan, bukan pada tingkat mmah langga. Karena wanita dan anak muda seperti halnya laki-laki,
berkeinginan untuk mempunyai tanaman masing-masing dan pada beberapa kasus telah mulai menanamnya, tiap
bantuan Proyek sepeni bibit tanaman, peralatan, patok pagar, pupuk dan penyuluhan serta latihan hams diberikan
secara adil/merata bagi mereka.
Kebiasaan saat ini bempa pemberian masukan (bempa bahan-bahan) bagi laki-laki karena dianggap sebagai kepala
mmah tangga, tetapi hal ini memgikan wanita, baik yang menikah, janda ditinggal mati atau janda cerai, karena
mereka kehilangan tiga hal: mereka tidak menerima bagian yang sama dari manfaat Proyek secara langsung; mereka
tidak dijamin bagian pendapatan yang dihasilkan dari masukan (bibit tumbuhan, dan lain-lain); dan mereka merasakan
bahwa lahan yang tumt mereka miliki secara warisan ditanami tanaman keras dan diakui sebagai milik pribadi oleh
suami mereka, dan saudara laki-laki lainnya.
Wanita menyatakan dengan tegas bahwa mereka akan mempunyai perasaan yang lebih aman tentang hak atas lahan,
tumbuhan (tanaman keras) dan pendapatan mereka yang dihasilkan dari tanaman bam apabila mereka menerima
pembagian hasil mereka masing-masing, temtama bibit.
Demikian pula halnya dengan anak-anak muda. Akan bermanfaat temtama untuk membantu rakyat yang bemsia 12
tahun ke atas guna membangun kebun produktif, sehingga tanaman budidayanya dapat memberikan hasil yang baik
pada saat mereka menikah dan diperlukan sebagai dasar ekonomi yang kuat bagi keluarga muda.
Perjudian mempakan pertimbangan berikumya. Di banyak bagian dari areal Proyek, perjudian mempakan masalah
serius, dan ada laki-laki yang diketahui telah mempertamhkan dan kehilangan selumh lahan serta tanam tumbuh di
dalamnya. Apabila isteri serta anak-anak mereka mempunyai pemisahan yang jelas akan hak atas lahan dan tanam
tumbuhnya, suami-suami tidak dapat mengganggu milik mereka dan wanita dapat terns mencukupi kebutuhan mereka
51
M,'.. I'l ,l nS: 'inmiq ii--'-.' ititSB ^^ton^'la'r:vn(am
,ihitwfefn :> ::T<ji,orn drlo-dcJo^
i;.i r -t- jiila ;tgfu{ i&JlsCI
:‘.i ,,;-r i .1. ..... :;iy .gaiu^n-^UErn ^ .j t^fih<^
' ’:: .::
..•;/.: orjUK' ?4tw rtifri'oi’jjmj/q iL (Izs-'^nUsia; ‘ uit^artii
.n.iKirti tagnuu-fliifi-un rjw2 rui\3(,7
’.'?r iiW.'U :L^4n5in.auiS'1 ewris^j niUbauU* gm,-x nuiEistU'iii'^
s'-nj.v.‘<if’!u’: .jiYO;'i)ogs«l aWiti ' ^Muiqu safiggnmil) /icl> Isiaoe I'rs^iid^a ocio^
,%ijJ teaftJZifi ihlo fis-iJjsfio;ii^i?) gfi£^ mingOTij nsb
'A/.Q
vku ,.'ii
vTAOViaa DHu8?>vfAi '4;,;:?yrja'..mkaa
yumf^ tmu kajiota^' viA»v?.3a^^;j[ua ,j!A'rA*>iAj^A''
-i/.,'J’i .''5'V)i’jaO;lT' 4A<I V(ATa<IA€43*I'
•.Alt jutfidv/ .lUtUsii iCl .iM-iM Jimsa .^isct <4»34 aste arujw Jtsd lew* tC
«<;(!...' 'ihik\\ n' MiZ djteiqiiai '^tsv 3.Tffi£d^gsti.isfrv 6 nsiioaiaj !jj\;{U(q<r*ofn BgTjfcOteJt'iio^oa ftf.b
lur.'ltd m.e5al> 4fcw«j. j^m^jinnnad' ael hii)r»3.,«itn-Ain3tf' iuinu cnogsas q-»«i sr.s^^ii^KWi »ai
\ •'st)’ ..’JiiajT f^iy^dd ivitfcib i&nR- k\n& ,m ieii rsml&U ;;i4? <iiinft;s0.m
. . ,yi; ’inaii okh auJM .4i!ul nu<imofn isrj> ftbOBf, ifsic ibfrst , rtn^ifwm
t-;‘.: ^.i;t:,;'i sJj.m.'jj dsou bib g^itrs; a'&i (miBqtJbn.93 .j-’fUJJim-gnizfifh i-siirtcKiq kuisi^a n{y§Sfiugib. 4w/iia hibn-w
Vs.fTfi'. ’ gn«'{ •^^ic{ (kil^ euiaaa ttA/b07qj
'>vitHv'.'4!b jwfe-;'t» ;.,'isu «ii4u«uggH9<ii aujnu jted g^igamam niidien ,^^-'
.|
,.l.;tAj <54i«^ ;!iJEq5?!«j.r.<? msteb jlay.oiS; masis^Jl ,ixu taooiaibifq (nsiiijf, iselftem m4)e^fu>M,
/I
i cy-il^d irhan. asb 'tbeq o*L^d ,:.?fi:.>T:nrA^.4fik8fib j
:(ji. .S ' «f» Uibiffi '‘u:\&A O5fl-t3dod eb8q’'«*45 '^kis£m*gai?sm nehioiei wctujqmiMn ifilaa -unl^ajhad
vriofits rujdbs! ,i£§t»q ioJEq .nsxefingq .t'cmeruu: lidrd fra|a3 fieujaM'' ^
' .a^^iarn aSh,oai\iibfi etiiTJOz
Bie^* qjfifJ (iifijiiid-nstific; sqbi;4) n>mmm asmdfao^ aqsp^
,knro ««JA ijerto U^tkiSb/i^m^ igtfci’< .dlad ^iiaw laiiigtoacri inJ ffiii «t ^-iou itefmn
jai'i'tim iiib ecn«r ftsia^xf Jb?b*J esfown ilcf! 6^11 tt^rtcIL'bjt -
TiiAis?iT''<n mb <tfeiliaadU> sniy njysqrbf?'. q ntmayb 5?ibu
dole- ’bK'mq :iit;m M 5£X33f nurtiisiiiiJ rrnfimitb .HiiKhtw aieo&s i^Unt fiis'*am xau>i jaeikrev/dtfi .
,.^. .S^vntsi lieJyj-'AJ £^I£fcd^:^
. - .' .
;'''.,.-. '
. .
.'
,^ll4 Et(f, f':r.is»i f?'d.'4 tmx/. n«fc;''n9q, isynnqfr.am nnkx ewcUd uagtil na^'^b -», ;tui/:.Y,n3m <j;(mW
fifih ae^lli&enii) .tdaisiS imb (/s-sr4 wruiftti)) flsdi^' '
..xtdrd WTtSJwsj itii um.Uyid to W
4.; f.yut.r J4XC.. }a'<;,ta uJOfidiftit'’. -<i:t;i'j ifia'^nsravyj rif.jtA .suoni eloq JiiiinsQ
.iifid •ifujx M/.'fH I'iyJn-yjxAOxt). J8i^ s .:iiRyr;.i;ibiXrt »>./n»rtcl 8g3jiiJii«f.clL’’?6xb9Tqt m>ddi »aJ« ox uurifi.’
.atxiiffrr ie^ui jr-aeb iqtada^ 4«jI> 3m siww.t ific.’ ebaq
r!^;0.?.; •,„ .3^»,qi. t‘>fa ,iiiui>ai;ioq ; ''
5 k > iitdi iQ .fTyracjliiyi ott§a©dfn.ij i.vq
,1. i.'V'j 'iwd f.rv.’-x itsrifiJ dutid.,' < • "liu’b fUi.;rfirwma?fi3ni datsj tWfUiyxJih .iurtM
M.i.ir. •I ?.,v! '>.;« .ir*6Y c U','m uAs'<.'Mx ikoR-iaao ajx*}?. »iaiu .'l/d&tf: c^nmultb
.j,'-.. ;..^}',;, ’.uK'.'ii (vtu,<u.5JWin xuvit r^inz'^f ik' v"i:-')a ^fjticn ug.j|{iJi5;ins«U6!.jfJ> ir!tb i ru;fj2-t*iu '<.',ey*^ijdirlt»J^-
dan tanggungannya. Perhatian khusus perlu diberikan guna menjamin bahwa perubahan di bidang status pemilikan
lahan, pendaftaran lahan, dan perpajakan mengakui wanita dan, apabila dianggap perlu, anak-anak muda sebagai
pemilik atau pemilik bersama atas sumberdaya, dan tidak melebihkan hak mereka sebagai bagian dari hak milik
"rumah tangga".
Di samping tanaman budidaya utama, kegiatan yang menghasilkan pendapatan berbeda bagi wanita dan laki-laki.
Wanita di daerah pegunungan lengah menanam sayur-mayur untuk dijual. Wanita di daerah pesisir terlibat dalam
perdagangan skala kecil dan membuat kasur. Wanita di daerah pegunungan dalam menghasilkan peralatan rumah
tangga seperti tikar dan nyiru. Ada beberapa peluang untuk meningkatkan pendapatan melalui kegiatan ini. Laki-
laki lebih sering bekerja untuk mendapatkan upah baik di lingkungan mereka sendiri maupun di luar daerah, Banyak
laki-laki di areal Proyek terjerat hutang dalam hubungannya dengan pedagang rotan, sehingga tidak menerima upah
penuh atas hasil kerjanya. Keadaan ini sebaiknya diperbaiki dengan peningkatan produktivitas hasil pertanian dan
merangsang kegiatan-kegiatan lain yang menghasilkan pendapatan yang dapat menghindarkan hubungan yang sifatnya
eksploitatif.
6. MAJU SELANGKAH DEMI SELANGKAH, MULAI DENGAN INTERVENSI SEDERHANADENGAN POTENSI BELAJAR YANG BAIK BAGI MASYARAKAT MAUPUNPEMERINTAH
Untuk melaksanakan semua pembaharuan inovasi pada saat yang sama merupakan hal yang tidak mungkin, dan
disarankan melalui pentahapan. Secara ideal, program dapat mulai dengan suatu intervensi bersifat sederhana yang
dapat diterima oleh seluruh masyarakat disemua lingkungan pemukiman, menghasilkan suatu dampak nyata dengan
cepat, dan dapat berfungsi sebagai sarana guna meningkatkan kapasitas pengelolaan di tingkat desa maupun tingkat
lingkungan pemukiman. Intervensi ini akan memberikan manfaat sampingan jangka pendek dan jangka panjang bagi
daerah program lainnya. Contoh-contoh Intervensi lain diuraikan di bawah ini, dalam perkiraan urutan prioritas sesuai
prinsip-prinsip yang disebutkan di atas. Tidak ada satupun yang mahal, dan semuanya dapat diterapkan secara luas
di daerah pegunungan tengah dan daerah pegunungan dalam, dalam waktu dua tahun, dengan dampak yang cukup
besar terhadap dimensi utama kemiskinan.
* Sekolah kecil di daerah pegunungan;
Kebutuhan: Disemua zona perbukitan masyarakat telah menyatakan keinginannya yang kuat agar anak
mereka dapat bersekolah. Kurangnya pendidikan, kemampuan membaca dan berbahasa Indonesia adalah
faktor utama keterkucilan, kerentanan dan ketidak-berdayaan keluarga di perbukitan, seperti halnya
kemiskinan material (kurangnya kesempatan kerja) serta kelemahan fisik (kurangnya pengetahuan kesehatan,
keluarga berencana, dan lain-lain).
Pendekatan: Untuk mulai memperkenalkan pelayanan pendidikan secara cepat dan guna
mendemonstrasikan manfaat kerja sama, sekolah kecil di daerah pegunungan dapat dibangun sebagai suatu
keija sama antara Dinas Pendidikan dan beberapa kelompok masyarakat di lingkungan pemukiman. Di tiga
desa sasaran (Bobalo, Lombok dan Dusunan), lerdapat beberapa sekolah kecil di pegunungan yang telah
berhasil, dan model tersebut dapat ditiru oleh semua daerah.
Tanggung jawab masyarakat lingkungan pemukiman: penghitungan dan pembuatan daftar jumlah anak
usia sekolah di lingkungan pemukiman mereka; penyelenggaraan pertemuan dan diskusi terbuka untuk
memilih lokasi sekolah yang sesuai bagi pengunjung dari luar, dekat dengan sumber air, dan mudah
dijangkau oleh paling tidak lima puluh anak-anak; penyediaan tenaga kerja untuk membangun bangunan
sekolah semeniara; memperkirakan biaya bahan lokal seperti papan, atap dan rotan, pcmbelian bahan dan
pertanggung jawaban biaya yang diperoleh dari Dinas Pendidikan.
Tanggung jawab Dinas Pendidikan: kunjungan awal ke tiap lokasi untuk membahas pendekatan program
dan tanggung jawab; kemudian mengunjungi tiap lokasi untuk pemeriksaan terhadap proses pendaftaran dan
52
1
;'.;i < yi 2'J.nS^I^
•pA
::,•>? f:f:;fcvja;i:e[sC^TO
>i\ f.'(’
I
r : r:;Mi3Ki^
,;!t;r'i!!!((l5,il >
.- lat ;ci5wm
’
;.«;-.u:.(} .lO'KtelJ'
- .
-- : ::,(j 5jn«t.'l9i'’'
-
! fjOJ*! w^
'^'-1
'-’'':r;s'r,')b't3R» VTr
;
- : -.!'/; C^Tw;: -
!. ': -i;^
fiaat)" "
• !•.,-;;; /:2ert?9d%.,’'
:,i‘
,, .
J.;f-
jr;jj|, 3(1*1 r
V 'A ^'v.t -
, -iO* .iiiifC5rr(
0(1 l>-,'(fa
,( .,
',
1:'’
'
I pi r5si,‘
pemilihan lokasi, pembahasan rencana biaya, dan melimpahkan dana kepada masyarakat untuk pembelian
bahan bangunan; penyediaan satu guru untuk tiap sekolah, (penduduk asli daerah tersebut). Apabila tidak
diperoleh guru yang memenuhi syarat, guru yang bertaraf setengah memenuhi syarat atau lulusan SMP perlu
dibcri honorarium untuk bekerja sebagai guru semcntara guna memulai program.
Manfaat sampingan dari program: Pendekatan yang diusulkan memberikan pcngalaman bagi lingkungan
pemukiman untuk bertindak sebagai suatu kesatuan guna mengurus sumberdaya dan mencapai tujuan-tujuan
umum. Hal ini juga memberikan pengalaman bagi instansi pemerintah dalam bekerja sama dengan
masyarakat perbukitan guna mengembangkan program yang sesuai bagi daerah tersebut.
Di daerah yang mempunyai sekolah kecil di pegunungan yang sudah mapan, sekolah ini sudah berfungsi
sebagai batu loncatan bagi instansi pemerintah dan LSM untuk memulai pekerjaan mereka. Di lokasi itu
Kader Posyandu, staf program kesehatan (frambosia, dan lain-lain) dan petugas PPLD telah mulai
mengunjungi daerah perbukitan apabila di daerah itu sudah ada sekolah dan mereka dapat mengandalkan
bantuan gurunya untuk mengumpulkan masyarakat, menterjemahkan, dan mengatur lempat untuk bermalam.
Bangunan sekolah dapat digunakan sebagai tempat pertemuan untuk berbagai tujuan, dan masyarakat
seringkali memindahkan rumahnya ke tempat yang lebih dekat ke sekolah, dan hal ini merupakan awal dari
pola pemukiman yang lebih terkonsentrasi.
Biaya: bahan-bahan: diperkirakan dapat mencapai Rp. 100.000,- bagi tiap sekolah, rata-rata tiga sekolah
tiap desa (tergantung jumlah penduduk dan keadaan setempat), seluruhnya 12 desa, Rp. 3.600.000,-.
Pengupahan/penggajian: Dari pengalokasian kembali anggaran gaji guru di sekolah-sekolah yang tidak
digunakan, yang terdapat di sepanjang tepi Jalan raya dan dari sumber lain, untuk memenuhi hak semua
anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Pendanaan lainnya: apabila terdapat sumberdaya bagi seragam, buku, dan satu kali makanan bergizi setiap
hari bagi semua pelajar sekolah daerah p)egunungan, hal ini akan sangat membantu dalam meningkatkan
efektivitas belajar dan dapat menjamin kehadiran pelajar sampai 100 %. Makanannya dapat merupakan
bagian dari suatu proyek yang memberikan penghasilan bagi wanita (menanam lebih banyak kacang-
kacangan, sayuran, buah, dan lain-lain untuk dijual ke sekolah, dan memberikan kesempatan keija untuk
memasak). Akhimya, makanan sekolah dapat menjadi suatu proyek swakelola bagi lingkungan pemukiman
tersebut.
Pemeliharaan kesehatan primer secara aktif:
Kebutuhan: Indonesia mempunyai sislem pemeliharaan kesehatan primer yang sangat baik melalui
program Posyandu, yang juga memerlukan kemudahan untuk dijangkau oleh masyarakat pegunungan.
Program ini langsung menangani kemiskinan yang diakibatkan oleh kelemahan fisik (buruknya tingkat
kesehatan, kehamilan yang sering dan tingginya tingkat kematian bayi dan anak).
Pendekatan: Staf Posyandu perlu ditatar, didukung dan dibcri insentif guna memperluas pelayanan mereka
secara leratur ke daerah lingkungan pemukiman di perbukitan. Latihan khusus perlu menekankan pada
kemampuan berkomunikasi, menghargai masyarakat pegunungan, kesabaran dan ketekunan, sehingga kader
ini tidak merasa kecil hati apabila pada kunjungan pertama mereka, hanya dikunjungi oleh sejumlah kecil
anggota masyarakat. Mereka harus cepat mengenali beberapa wanita yang tinggal di lingkungan pemukiman
dimaksud untuk bertindak sebagai pembantu lokal.
Sebagaimana diuraikan di atas, merupakan hal yang baik untuk memanfaatkan hari pasar guna
berkomunikasi dengan masyarakat yang turun bukit, atau menawarkan pelayanan Posyandu atau palayanan
kesehatan lain. Staf Posyandu dengan pembantu lokalnya, yang mulai mengunjungi daerah perbukitan
53
I--} hiintj c.i&tfix'iBKin ubiKj »f'(4b *ia>''(teqfaiIijvT''hsb ,fl\r.id a(ja:jnsi; r^5uri«dflW<| irtrtiJiiTvaq
AT;jua ji'irtaqA (:. \..4nii) flBv>£b il2JS :teiM']j/’‘:<i) tjsU jii'ii',;. (Au^ uou- fiaivilw’^n'xi 0fJl«d
-; iic/u :' ' Ui'iiS'iS idon.-t.'nvm ^.u nno^j laijv nii;n30i»nt gr.b".^ yTOis .kiintacitf).
auna<y*q •»-'.Mfnw» tM*-? r.-iM.-vrfi-rtt «no8 vs^ fti^s^b-i iuiiUi hoJib
na^iUPli‘ii^ (Uiinfilt’afToq ,v.fiev ;«\frs|te>iq hcb nn^^mqitie.H iu«Ss
(ir.t'i,'ii'a,''ui,!»1r>qfibn9.ii .iVi;.? i;:suji iejscfoa )(i4ia^sd ;(u:£iy ftbtoiiunir^
f '»8^ i;rn;« r -, 1} ..fni'P -vi--; ij( d iWtowUiiifwq asjSiycfrnafn, /i8ui:int ifiH
i li .’irit;'' mtv^’tq lUn/Ji atai?ibdi».q
r,^$f'!.1-VS<j d.iby« W:i ,«t4f5K.7 fl^-.r^i‘ - 14^ rtstojbg t8Xnuq;.v;«| .iilvaiJb id
i4» >..bA<J ia .n/ui .'.'i 'dT-i :3ci*4ri J r;r.h itafnriorur-Kj isneJKrad^r^'^&UISwi
ialum rifib; Cl.ivT ,ii.2ocM^«tl) nftJ8j1:.y,3/^'mirr|ojq ,nbw;;sa'i
iU3i:cb«:a«:-‘« '"'ISv fc-tevxn di7ln;bie libi; iijCibfi.; ')>i dtrr 'J ib fuc€iaw'iJ<q rini<>6b
.cnabmiM fn«:{jy,qc5Jjvr^;a ^vinti ir-'.'wn/rg ojaeffne^' W.V”'
)ft‘!i*v.'<iA‘.!n iiab ,nau{y|. :,f .>ii\! ;v&ofiv:'^t^} i'lqqiaJ »£^k<}5x wtisnonib ?fiqr.5 tUii0s» fiSfWjjfi^'
na:4fit;u sat. JCtt'Mb 3.'!! fi! bi ^9*'^ ^vi s’fftrljiiaji nii;;4i(t!jfumqiii iitu^llki
,iif£-unaino?(wj (lids' gstii/ sloq
i4i» _"
qfl ,SXtsi' ^s;i>/'Siv ^^:• nioihi&S)* nsb >iid.wt>qsq
5?KbiJ iS Wi3 iis%fwrisi|Safi iUtd^ mCf^inu rmfe -ih J»q«bin}
. (Uj3iRliB.&i!jq si3l<n»gm9»n '••.-;!
f?S.
'' SS ;^/
'
/ .
.
niusia hi v t">d (uii) ‘Stid e'4«fet?dm!.(?. isqabiaj slideqa :ayv'(xi^ uiifinisbria’l
c ., ’t.<l .nqgaofljfs.oq dsts«b, rlfJoites 'etfe'’‘'''i i;:6d hM'.c^H^qsjssstn Viiiiltiq,}mib(idoA nifficywm'ujqeb ':^‘; tf^islisd ismjjlib
t,s^ b^i5cs»>;.'t'>q «Kihsdtru»m. gfi^Y
',r!'. {Su;,tl) ;lym« n.i;-{*ftU5i .nfnyvf^ .njf^.AsJ
iU’4r<.5(n Jiiqsl) riisbiis; /isitg^tefr. .c^fnifliA
‘ ::%•
'
'.juda«tgi'
''4:.. .
-„:
• • ^'/
xlsJtls fin<u3'j« ««>eriv-;4"'
(5.;'
,i-;
'
''
"a " ' h ',.,>’• - 'V'-ta
!?dfeiosu ., 4., niJi'd^w d^^ii ifei(ii«j»Ti9w>-gi5ti?JobflX jnaKtiitsdgal
•friisHiais-.-.y i^o isi4dS''!q^t ,i)bdG'(8o^ r.iei'^oiq
if-ignb ;ihiV rtqrififdsSy^l yd-f i^cnudai;m:.rkc;^aiva3t^ gnyr'and iai^jwanjcfii^
mb had 'f/.ni^tns ntsb
H '
'a '1*4i::trt-'ffa
;iir»yh?)4iH5;
:litJfSAqi iffidib d'st' i,^^Jt^iu&^Iv,'^ft.’^y<b uhaq (ibnj^,?a6^ .'TtUB^I^bflsSI
?; v'i i-j;^ -vn’ 'tifif n^'lhJX .iiaS5lud,t% d>> ncmUusT?«j ,a;< '«i<n4f fr?A:>9«
‘'>brJ ,aiiu>y:-{W'./, (B-..b4't«tsd*atyi iis^valgftsfn /;is^li|ia..:,„-.v<d'
,ti inu\fSi ' !» j»iqy«i43lib jU<teo« ii3flCi-?sj»wi?.d iabii tm
1 !:.'' ,s!*c|a >/v|0.v »W)Aii .if-'-i/- SJo'^^U
d dyj.™ 1^' hmib
i.‘.u;2 ,01^ .li!!' ;,' i Jm(I iituh.tiu'biti ,v,b. \, ift
swnjsYftjfeq iri^ t ^n:. a;;,’ ir •viifbJ^- .'-idi: ji.ktd.sitfiiiJ (ft--:j‘. ,^y.fs; ns!^y;>b tii8>inutfw:had
i\Ut’,iu(hKi 4lsV ij sq.’sti.A'. AMd) hlufri i/Ai^ Ul<-.<jdlfc5aq, lai?. .tiki -
secara teratur, dapat mengetahui kasus frambosia, kusta, TBC dan penyakit lain yang memerlukan program
kesehatan khusus, meningkatkan efisiensi penyampaian pelayanan.
Biaya: Dana yang diperlukan untuk membiayai insentif bagi staf Posyandu, kader di tingkat desa dan
pembantu-pembantu; bahan-bahan dan peralatan guna melayani lebih banyak lagi (targetnya 100%)
penduduk desa.
Peningkatan di bidang pertanian
Kebutuhan: Kemiskinan material (kurang dan tidak terjaminnya cadangan dan arus F>ertukaran bahan
makanan dan uang untuk memenuhi kebutuhan dasar), rendahnya produktivitas tenaga kerja, penurunan hasil
panen dan penurunan kualitas kesuburan tanah menunjukkan perlunya suatu perbaikan di bidang pertanian,
Alasan bagi kecenderungan yang merugikan ini diuraikan pada bab sebelumnya, dan menyarankan bahwa
masalah di bidang pertanian perlu diperhatikan secara mendesak. Pertanian tetap merupakan fokus guna
peningkatan pendapatan untuk jangka panjang, apabila perlu, ditunjang peningkatan bidang kredit dan
pemasaran, dan dengan fasilitas prosesing lokal yang dapat dibangun di daerah pesisir apabila tingkat
produksi memungkinkannya.
Pendekatan: Pembaharuan inovasi di bidang pertanian perlu diterapkan secara bertahap. Untuk jangka
panjang, suatu sistem pertanian yang sesuai bagi daerah tersebut adalah agro-forestry terpadu, yang
menggabungkan tanaman pangan, tanaman hortikultura, serta tanaman keras komersial jangka panjang.
Sistem seperti ini akan mempertahankan keragaman hasil sehingga memberi kesempatan bagi petani miskin
untuk menjamin kelangsungan mata pencahariannya, dan dapat diterapkan pada berbagai jenis tanah, lahan
dan air di tiap bidang lahan milik petani. Perkebunan tanaman monokultur (sejenis) dan kelergantungan
yang berlebihan atas tanaman komersial yang bemilai eksp>or perlu dihindarkan (lihat Li, 1991a dan 1991b).
Namun, sistem agro-forestry tidak dapat diterapkan secara serentak, akan lebih baik apabila tehnologi baru
diperkenalkan satu persatu secara bertahap, dengan melibatkan sebanyak-banyaknya petani (lihat Bunch,
1985).
Tekanan usulan langkah ini adalah pada penyuluhan pertanian yang sesuai serta peran-serta masyarakat yang
mengarah pada proses peningkatan pertanian yang berkesinambungan dan mandiri, dengan melibatkan
masukan sarana produksi sesedikit mungkin (benih, peralatan, dll.) dari pemerintah, untuk menjamin bahwa
semua petani perbukitan, termasuk yang miskin, didorong untuk berperan-serta.
Sistem penyuluhan sudah mulai bekerja secara efektif di enam desa sasaran di Kecamatan Tinombo, tempat
yang telah memperoleh suatu dukungan dari kehadiran seorang ahli pertanian lahan kering
(tenagasukarelawan VSO) dan motivator lapangan yang yang latar belakang pendidikannya di bidang
pertanian. Latihan kerja lapangan bagi petugas PPL dan PPLD sedang dilakukan secara teratur sehingga
meningkatkan pengetahuan mereka mengenai masalah pertanian lahan kering. Awal yang baik yang telah
dimulai perlu diperluas.
Sejauh ini, usaha penyuluhan memfokuskan kelompok tani laki-laki yang seringkali tidak melibatkan petani
miskin, dan dalam beberapa kasus, terdiri dari orang-orang terpencar yang tidak bekerja bersama serta tidak
saling berbagi informasi. Program penyuluhan hams menjangkau tiap lingkungan pemukiman di daerah
perbukitan di duabelas desa sasaran, mulai dengan pengujian beberapa inovasi/iehnologi efektif yang dapat
diserap secara luas dan yang dapat membantu dalam pengembangan dan pcnyempumaan sistem penyuluhan
ini.
54
^.obn:A ,t'l^i3x?.c!'i 'Is?!' '^‘v<J ti;?wi'i; iaviit'JfTivir - : i:; gni;v eiifih
(<W0UJ . Mnaji t'S-v. i..:ri 4 ttutli}i1
'_
/
hsa s^tibid ib
r/.rb'-' Jiii''>.4:ir-,’jq zva^ n.-’^ «jv|:ni.ij»r,j o i«{ ;i
!•;>..' Joi irfon^rngin itan'' ^.w .la. :•
r.
.j:=:>,- di f?' i'U J^vm'iaq nA;^bV!-'. <^WTtriJ}H!5q, <(5njHq , .
h.^ f'
.
ri.Cf. -j’l <n. .t!iSi;^am ^/i3^ fjSgnuJ^bimoi ruji.6l/.
fl'j'./j;. r,a-A(<^- .•
. q ; gnsb'iii ih
' ,.i- Jtbrj S>- .’^b.:1’
Ufii s s(J'ck;.f- .v/:4fiaq fltfxnsi &qn«%->;jnq[fibnoq afcp/jqiiwq
ijidwjR sb yrt;a5«0'sq ?.«iliif!8^ masM’’. ,n6ie?.affi©q
,j
' - '
.;^;nnginii!3nu<Tti!j’iw; '^b6o^ -
3:-f'/.- ' '4iiif^U ri'^o-v. lb I'ii'-'oni ..
-
;
::r,f:Y l;i;qv>3 n£infijT«q ffWqt '-*
.q ..eiuiluiitfpri nam^iej' 4*»3{J«? v
nijtelrq %sti
iiT<>yj ij jdRiryjici ;i'::fv«'.!-:,!q- tgiv tsmoi BBtlldoKad a^sr • :^3P[3
' ’
.
'“^ins^ Sqjd qfc iq/M^ib fiiqiib jbJjti “'.iufnqH'V'^
T >'
’/i-ub^Vin n^' iu;,ai.'r\aq qsi&lg^is^
i;v‘iift|4 rn'ff^fssr hab’flifi ,::£iii?l«Efo<i >iuxo!dbrw>%«umJ^T#ff>8?a4 H::7'7 $3r<&$ nikmJ^^*y "
,g#K47ftftib .flwtm |ns’> :&:.>f?mi ,fiRJi':^ifd-!iq i-.uisq Ranns^. ,
gf/S'> S’^ISWA !4afts:J n«&! .blRasqi ran^srwrq a:ir/jm qfljidsjSHqtyj/riqiJiUgqfmfn'
•< v'"' 4awb.‘X|ilL' «t
esBH «
“HItm iij; X ;^'i ,' :sa ;<,!
i
%‘( 5T'3^fi5@l3:i (ii*i2U^;yb C*r« nfe aOfdq
v; i>n::i'Ai ;.bij« ;.i«sv hibpt scjffrxJfid ir.riJcb jf:i4> .nbjft |vS'il:?if)45r^,*4^
"iii; r-t;wrf rnarq|Ol*i^
.,i. i-ri) 7.)i;-.: '^I;is''b tgrjfcaNr/;\i?4ii^'.r^n!n3d ^ kittfii iaab *^td*1s*b ib
qr.){qhj7 «..q j'i!. f«h
n
8gnr4«»Hqq»j< » :)>il«d» uw&dcibrqt ’^qs'j jjas^iuji' ?>.uf j
iif
Urutan langkah-langkah yang mungkin dilakukan, adalah sebagai berikut:
Latihan bagi pekerja penyuluhan: Hal ini perlu dilanjutkan dan ditingkatkan serta perlu memasukkan
aspek kepekaan budaya, pemahaman akan sistem p>ertanian tradisional, penghargaan terhadap pengalaman
pctani, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan menyebarkan informasi ke lokasi terpencil dimana
sebagian besar petaninya buta huruf.
PPLD baru yang direkrut hams berasal dari desa dan dusun tempat dia akan bekerja nanti, mahir berbicara
bahasa setempat, dan menyadari bahwa tugas nriereka akan mencakup pekerjaan mlin di lingkungan
pemukiman di perbukitan.
Tugas pertama mereka adalah mengunjungi tiap lingkungan pemukiman dan mintapenduduk untuk memilih
petani setempat sebagai wakil mereka (kontak tani), baik lelaki maupun perempuan yang berperan sebagai
penghubung bagi masyarakat pemukiman tersebuL Apabila memungkinkan, kontak tani (pembantu
penyuluh) ini sebaiknya memperoleh beberapa latihan (mungkin di Balai Pertanian di Bobalo) sehingga
mereka mampu menemskan informasi dan dapat mulai membantu lingkungan pemukiman mereka tanpa
hams tergantung pada kunjungan PPLD.
Penanaman sesuai dengan kontur: Hal ini sudah dilaksanakan oleh beberapa kelompok tani di areal
Proyek, dan dapat lebih diperluas lagi karena cukup sederhana, efektif dan Udak membutuhkan biaya
tambahan maupun resiko bagi petani. Hal ini dapat dipakai untuk mengawali diskusi dengan para petani
mengenai masalah erosi tanah, temtama pada lahan-lahan dimana tanaman keras ditanam.
Intensifikasi tanaman pangan: Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa akan terjadi krisis produksi pangan
di perbukitan, karena tanaman keras semakin memakan sebagian besar lahan dan hanya menyisakan sedikit
bagi tanaman pangan, atau bahkan memindahkan tanaman pangan ke daerah yang curam dan tererosi tanpa
masa istirahat (bcro) yang memadai.
Pencarian lahan untuk tanaman pangan telah menyebabkan beberapa petani pegunungan tengah hams pindah
ke pegunungan dalam, suatu kecendemngan yang mempunyai konsekuensi jangka panjang yang memgikan
bagi masyarakat maupun lingkungan hidup. Usaha-usaha mendesak sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
produksi pangan di kebun di daerah pegunungan tengah, dengan berbagai teknik seperti penanaman sesuai
dengan kontur, teknik mulsa, benih unggul, pemagaran kebun untuk melindungi tanaman dari gangguan babi
hutan dan lain-lain.
Diperlukan pula usaha penggalakan tanaman hortikultura seperti bawang merah, kacang tanah dan sayuran,
dan memperhatikan masalah penyakit bawang merah mengingat masyarakat benar-benar bertumpu pada jenis
tanaman ini untuk memenuhi kebutuhan uang tunai.
Penyuluhan bagi usaha perluasan tanaman keras: Walaupun banyak petani yang menanam tanaman
keras, mereka memerlukan penyuluhan mengenai masalah pemilihan jenis tanaman, kecocokan lokasi dan
kesesuaian lahan, kualitas benih, Jarak tanam, penaungan, p>emupukan, pemangkasan, dan pengendalian hamadan penyakit. Tanpa penyuluhan tersebut, banyak pohon yang sudah ditanam atas inisiatif sendiri kurang
baik tumbuhnya, lebih mengkhawatirkan bagi petani dibandingkan ketika lahan yang sama ditanami dengan
tanaman pangan dan hortikultura. Usaha mempcrbaiki kualitas serta daya tahan pohon-pohon yang telah
tumbuh tersebut sama pentingnya dengan penyediaan bibit untuk menambah jumlah pohon.
Bahan-bahan, bibit, peralatan, dan sebagainya: Apabila mereka akan diberi bantuan bahan-bahan,
prioritas utama perlu diberikan bagi lingkungan pemukiman yang mempunyai uang paling sedikit untuk
membeli bahan tersebut. Begitu lingkungan pemukiman dimaksud telah dipilih, bahan-bahan tersebut
dibagikan secara adil dan merata di lingkungan pemukiman tersebut, sesuai dengan daftar lengkap
penduduknya. Hal ini menjamin kejujuran dan kemudahan tugas pemantauan.
55
‘im uh^q enw r«j-- ;»iiSq m teH.' :u«ift'lHvRfirq Igiid ludljsj' •'
ju-J!ik.>.;^4iwq qsfcfiitiw nfissurf^icrq iH9»« muto R^i'rwwlfeifoQ
miTnf^ trinagsas -,'m nfiuqm'
~r Auu<<! .ajHd ^'vainaisq
•n»idvw lilam .imsfl •t^sS-sd n«X£ f-i6 ‘au-#n^‘ eeab mb team.9d. mart
lS45‘:W4yf'9 !tJ '^</! rSiiv;?!'''*) flO’^ O' yiB K-ioTOMif k^£^ill jiWjisd ilii.bfi\(llSfn fVBb ,JSQ/T5al^! . /.'ul&J
Ai'urr^in >:tiU';si .^ubM[y«s»j isS^iti^ rd> '4£U i3nt;(.flMSn»«n fexswrn ftm&n^sq
'
-r-.*; irqti.'d ,w<iqr,W.-r^ Wflffll Js'^sf^ .(ina.' MinoJf) ^*fi^m IbtBw i£gf.(fe?
Mttmdftfcq). hai Mfko.i .md9£«a fieindbOisq; »i£teJSY.a8«i.
(ruMfGiJ ib j/i'.S'l lb taj^ten) iterfiiftr rfsflowiqfTJp^ji /iliiiuvnrsq
:;um ' ,- ^at'.m iaimff >sqsh aiii iz&mvMl MJt&trmdm dqflisrr oi^wm.
.QjqH-wgautmj^i &|ja<j §iHi«-i;;..i-*i} ztnui,
ijj' im -:ibqRiGt^i 4'»i0 mi Mi na.yao^l aiigosb icsf^SR fifi{nt'.;fca,9*l
ii'/aid IkJdfx^ qw^aa s«ai&5( igsl asoliqqib mqab asb .isYO^
; .q Oi;§?wb i.giyfeb itti IfiH ifttiiKj i|£d a4!?'Ot^qw?fc‘4ai nsdedcf^ ;';;
iimmib mM'-mM snmnn^ ,/4o«: ii4cni <iaJ.feaBm iBnaanam >
B'.vs1todi liebT roagaii^ naihRiani) fesxi^aial
: '.£i^a Tittisd •‘'•%gMse cDLiifiqsg- ftsmsim imv^- >l^y»ti.3Q U)
;
!>qnefHo.w?b) B»g^?aq nurnariRl myJslfibqim^nT fie:iitsff uias ,ost^ oimmiH qcd
,i£bBni3iti gnfjY'V? .'-‘W
'
VS
tetin .jqjnSfJad (iiaTt«.^Ji JlaffiO fud«i nshfic^'^'
. .. . - .. . ,. . _ _ . .... .
;-:rd .(iCriif apd>yj? acri&^g;;K>q Juggmi riif?^-,®2;luffi iimn , laJnoil. »ft|B3b
.atsMJBl ocb ilajiud• '9 r^-j
"',,{Tft5»§*<5?> nel) dfjq® gosbad. a«^v/sd il
&<no; abd^? ibf^ (&>bns?-^?js/n
Siiittm s(i^ iwiuHidi3)( irfyn$ai?>m ;(uJmMni fttiruinEj
^ •:«£&na» ,«iM.^«0 ' a«q$y#W rtaitufttYRS*!
'Sl!lKHBS5fc5if-di»:to^^ dsi«*«:v. .?si«i
Ki ds^fit.a' r^'•^^^lS}^tti^^^^ ,-airfiilfudao5pi£9.ij[
StTai4;^’^.tb'’aUbetaini iv>4oq .a6v<u;*l ^dsiijai ra,<U;!j\t.-)q atififiT deb
mrii inoJsq ixeu^'jbawfiftianain ttHii ,;\ndu4fm} died
5i(jWii'^4||*r;od^ ;.v4 sfi'da itSiUsiud i^ife'itaqfnem atfel.' .*r»«ii'. ^i.b(?d nab RS||te4 i£mendi
'
,^iioq slalftial ife:ddMsd(»|p -iu)ad JkJid siftsilKr<*5»? ofi-^nish nvognuik-q s<Rfc£. rhitUm -
,,-. mtiilisH iiodth ria'lfi fid^<Sfii fttiffjJcjA :a'<ir»«as»d^ «fib _,iidld t«uda'l-.a«)rfi<l^
tuii.u liiSi-j.' ,sa£'<. _»8»^ ^iviiTvJ sfimu >^hohq
•uih‘^»J ir'J'iqib nVfof MUrifimB iVbu-.Uiuinaq na^nujliitifiJ tvi^ofi ^d»i9i' w;:{ed
•';'. }) iiqgn*-b iiu^ab?. ,tu<fe'<yT3» <';e3{afi<ljftil ib n‘.;ii ftba tuas^c^a aeifSKdib
.!iRi!;:.M,v7i-.<f /.five' isf'Hiibonibd f.'sfj n«yiuio5f ranMitftw \m f«'H BYn;'Vbal«siq
Guna memperbaiki efisiensi penyampaian serta penyebarannya, seorang petugas PPL hams hadir ketika
bahan-bahan (seperti bibit, benih, patok-patok pagar, pupuk, peralatan) diantarkan ke desa oleh kontraktor,
dan hams mencatat nama-nama anggota masyarakat lingkungan pemukiman yang datang ke kantor desa
untuk mengambil bagian mereka pada hari yang ditentukan. Pengambilan bahan-bahan dapat dipadukan
dengan suatu acara penyuluhan tambahan yang dipimpin oleh petugas PPLD dan wakil-wakil kontak petani
dan dihadiri oleh masyarakat lingkungan pemukiman yang meneiima bantuan ini.
Awal dari agro-forestry terpadu: Diskusi mengenai konsep agro-forestry terpadu perlu dimulai di
lingkungan pemukiman sehingga tiap individu dan lingkungan pemukiman secara keselumhan dapat mulai
mengkaji/mengevaluasi lahan mereka dan sumberdaya lainnya guna mengembangkan rencana jangka
panjang. Proses ini perlu berjalan serentak dengan pemecahan masalah pemilikan lahan (lihat Li, 1991n;
Ruwiastuti and Blowfield, 1991).
Tujuannya, setelah dua tahun, semua petani di areal Proyek sudah hams mempunyai suatu pengertian dasar
mengenai prinsip-prinsip agro-forestry, mereka sudah hams belajar dan melaksanakan beberapa teknik
(seperti penanaman sesuai dengan kontur, pemagaran, mulsa, pemeliharaan pohon) dan mereka hams sudah
berperan-serta dalam suatu sistem penyuluhan yang efektif yang dapat membantu mereka pada proses
perbaikan dan intensifikasi pertanian untuk jangka panjang.
Perbaikan Jalan setapak dan jembatan kecil
Kebutuhan: Keterkucilan fisik mempakan masalah yang dirasakan lebih serius oleh petugas pemerintah
yang tidak lerbiasa mendaki dibandingkan oleh penduduk pegunungan yang biasa tumn ke pasar. Tingkat
masalah ini prioritas yang hams diperhatikan perlu didiskusikan lebih lanjut dengan tiap lingkungan
pemukiman, dengan pimpinan desa, serta wakil-wakil dari instansi pemerintah dan LSM yang karena
tanggung-jawabnya menghamskan mereka untuk berkunjung ke daerah perbukitan. Prioritas awal dapat
bempa jembatan kecil di beberapa perlintasan sungai utama, guna memudahkan komunikasi dan mencegah
kematian atau rusaknya hasil pertanian pada saat sungai tersebut banjir.
Pendekatan: Mengembangkan suatu rencana terpadu didngkat desa guna perbaikan bidang komunikasi
(jembatan dan jalan setapak yang diperbaiki sesuai keperluan) mempakan suatu tindakan yang baik bagi
pimpinan desa dalam proses perencanaan dari bawah-ke-atas yang melibatkan peran-serta. Mereka perlu
memanggil anggota masyarakat tiap lingkungan pemukiman, membuat peta, mendiskusikan kebutuhannya,
prioritasnya, dan membuat anggaran serta jadwalnya, mungkin untuk suatu perioda rencana selama lima
tahun. Petugas dari Dinas Pekerjaan Umum bersama staf Bangdes dan LSM dapat membantu diskusi di
tingkat lingkungan pemukiman maupun tingkat desa, dan menjamin bahwa kebutuhan lingkungan
pemukiman yang miskin dan jauh terwakili dengan baik.
56
I
I
I
'iib#H:^.i^ Jf^ Jt^eWQ %m<^ >am T^*m'(fJ!»q iwaaSw^ fenaO,^,-JOi:iffno».'« fbte ^a JtS5htO«/iiti'(r0tt;l«s!>q^^ io^Kj-ii^ ,r(ifw3 jH«i nfirt^-ftsiJad
;
^tlnb wwKSl ai gfwib gtw<( ,'uyttj;Wftv«l i^ptms^iww neb^
iKjab <iwfcrf«OBd8d nsimm js^ Ji6^ «i9ii)fl^.«^%«d iidoK#^^‘
tflfiWq ifcinol iMcvr lbim i«H oailt/t«n{r«(q utK>A itim a
^ M arni-rai*®^ gnasic dolo isibe/iib
H 1^ tir !' t»-.'S’’ „ . .fl,!®"-^'-" . -s-at
.'il ^ ® <!f , ® ^ '^ '•^- -»<ia ialuimi) efviq ;uinjq-wJ '^te^loVotga \ffft.
laTaoi JSqfi* msrf«a»b?^ a
ftig«l W$o<{0ii 3t ctBitcISsetftev^sni^^
T£2»^ /ii^»gn4>9 «}^a^ ti> Utsfaq aonwe .Wf^a» jsub rfftl^se"
/Ifibite «L'.tfiil jwb {nt^pq^^v^fnioms^f;^^ i-^riaiTsb/^’j^w n^H5^|j||*<i
i^flsjoiq siififi r.>(«ooix mnsdfftom' o^s «rj - *- i.v<s2“fltfii
'
'Mii’^tfiiiiffi^ ''‘Tfr-rr- ir'i ...- •j?--^'*' --
'IStw'ilT
lit? “'r-jjf 7'
S qejifiadi
|ili (tetoaartlj
'^if‘
}fi«5 sb^ neiosna^i fJawi"
^6C«i <ie!fid^
iB:i (ofltfife fi*sb;
fimil (ui^^fi)- fiT»jjsoj(^<W leodmiJwi rb6
tb tta?%i>:iu'£y6d 1ti* «a8*«s¥ .naiteft,;
2a^ . ,_. . ,
""ttft§fWb;.8iWs^ ,i^im 2m wniiunk)^
DAFTAR PUSTAKA
Bunch, Ronald 1985 Two Ears ofCom: A guide to people centred agricultural improvement World Neighbours
Case, D’Arcy Davis 1990 The Community’s Toolbox: The idea, methods and tools for paitjclpatorv assessment,
monitoring and evaluation in community forestry Rome: FAO
Chambers, Robert 1983 Rural Development’ Putting the Last First Harlow: Longman
Kerangka Perencanaan Strategis (KPS) Training Manual
Li, Tania 1991a Culture. Ecology and Livelihood in the Tinombo Region of Central Sulawesi Jakarta and Halifax:
Environmental Management Development in Indonesia Project
1991b "Access to Natural Resources in the TTM Sustainable Area Development Site", Rural Livelihoods
Background Study, Sulawesi Regional Development Project
McCraken, Jennifer et al An Introduction to Rapid Rural Appraisal for Agricultural Development London: IIED
Ohlsson, Bo 1990 "Baseline Studies for Development" Forests. Trees and People Newsletter No 8, March 1990
Ruwiastuti, Maria Rita and Mick Blowfield 1991 Penguasaan Tanah di Daerah riM-IAD Sulawesi Regional
Development Project
Strachan, Lloyd et al 1989 Provincial Development Status Review Sulawesi Tengah Sulawesi Regional Development
Project
Watson, David and Richard Holloway 19^ ) Changing Focus: Involving the Poor in Rural Development Planning NewDelhi: Oxford and IBH Publishing
World Bank 1990 Poverty : World Development Report 1990 New York: Oxford University Press for the World
Bank
i-•
;
mA
y
tj.'. ‘'iim^. '(ianmiiSf^
•.•'''i. i‘)
' IIM
Om:tloi
o«v( rtSfsjiM ,1^;^
^ Cy*.!,'*'
it;. '^L:.*: ilf’y,
'
,- >f/^:
0-
''j;
-5itl U tvin o' i
5*5k ?/ -iV
- "i—
- Li^ . . r^0C4--
,m>$trj »-•»... •>..>*» » ^-
,?^.^jU^4«|l^'llUl fcna
v^K/^^ y.'4 ' '
•/:j;''f ;iG: /0 UhpW-
c “c'-;-.
r
V r’
gt/
Top Related