Osteomalasia
Osteomalasia merupakan penyakit rakhitis pada orang dewasa, dan
sebagaimana rakhitis kelainan ini berkaitan dengan deposisi kalsium pada matriks
tulang (gangguan mineralisasi). Pertumbuhan tulang normal dan proses mineralisasi
membutuhkan vitamin D, kalsium, dan fosfor adekuat. Defisiensi yang lama berbagai
hal tersebut dapat mengakibatkan penumpukan matriks tulang yang tidak
termineralisasi . Penurunan mineralisasi pada pasien muda menyebabkan rickets
karena kerusakan dari pertumbuhan lempeng epifisis. Pada orang tua dimana epifise
telah menutup dan hanya tulang yang terkena. Osteoid secara norlam memineralisasi
dalam waktu 5-10 hari sedangkan pada pasien osteomalasia interval bisa terjadi
selama 3 bulan..7. Pada Osteomalasia tulang menjadi rapuh dan kemudian timbul
deformitas pada osteomalasia berat dapat terjadi pseudofraktur yang disebut
Sindroma Milkman.8
Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. 5 Menurut WHO dikatakan osteoporosis jika T-Score
(perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan rata-rata hasil densitas tulang
pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam standar deviasi) <-25.10
Osteoporosis merupakan interaksi yang dikatakan osteoporosis jika
kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Adapun faktor risiko
terjadinya osteoporosis adalah sebagai berikut,
1. Umur, lebih sering terjadi pada usia lanjut
2. Ras, kulit putih memiliki risiko paling tinggi
3. Faktor keturunan, ditemukan riwayat keluarga dengan keropos tulang
4. Adanya kerangka yang tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra, keadaan ini
terutama terjadi pada wanita antara umur 50-60 tahun dengan densitas tulang
yang rendah dan diatas 70 tahun dengan Body Mass Index yang rendah.
5. Tidak pernah melahirkan
6. Menopouse dini
7. Kekurangan kalsium dan protein pada masa kanak-kanak dan remaja
8. Gaya hidup (peminum kopi dan alkohol, serta perokok berat)
9. Kadar estrogen plasma kurang
10. Penggunaan kortikosteroid
11. Fatigue demage.6
Osteopenia
Merupakan menurunya densitas tulang. Menurut WHO dikatakan osteopenia jika T-
Score (perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan rata-rata hasil densitas
tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam standar deviasi)
kurang dari -1 dan lebih dari -2,5.10
Rickets Akibat Asidosis Tubulus Ginjal
Rickets dapat muncul pada asidosis tubulus ginjal primer (ATG), terutama
pada tipe ll atau ATG proksimal.1 Asidosis tubulus ginjal merupakan sindrom klinik
yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal menjaga perbedaan pH normal antra
darah dan lumen tubulus.2 Hidrofosfatemia dan fosfaturia sering terjadi pada sindrom
ini, yang ditandai dengan asidosis metabolik hiperkloremik, berbagai macam tingkat
bikarbonaturia, serta sering kali hiperkalsiuria, dan hiperkaliuria. Demineralisasi
tulang tanpa rakhitis yang jelas biasanya terdeteksi pada ATG tipe I (distal). Pada tipe
l biasanya terjadi ketidakmampuan membentuk urine asam yang cukup pada semua
kadar bikarbonat serum. Sedangkan pada ATG tipe ll ada penurunan nilai ambang
ginjal karena bikarbonat dan gangguan pengasaman urin pada kadar bikarbonat serum
normal.1
Penyakit metabolik tulang yang terjadi pada kedua tipe ini dapat juga ditandai
dengan nyeri tulang, retardasi pertumbuhan, osteopenia, dan kadang-kadang tanda
patologis. Demineralisasi tulang pada ATG distal berkaitan dengan pelarutan tulang,
karena kalsium karbonat dalam tulang dapat berfungsi sebagai buffer terhadap
asidosis metabolik, yang disebabkan oleh tertahannya ion hidrogen pada penderita
dengan ATG. Pemberian bikarbonat yang cukup untuk penyembuhan asidosis dapat
menghentikan pelarutan tulang dan dan hiperkalsiuria yang sering terjadi pada ATG
distal. ATG proksimal diobati dengan penambahan bikarbonat ataupun fosfat oral.1
1.
Rickets Hepatis
Rickets tidak jarang terjadi pada anak dengan gangguan hati terutama pada
pada atresia biliaris ekstrahepatis, karena kegagalan sekresi asam empedu
menghalangi absorbsi vitamin D dan vitamin larut lemak lain. Rickets dapat pula
terjadi pada hepatitis neonatus dan paska cidera hepatoselular. Meskipun pada
mulanya diduga penyakit hati akan mengganggu 25-hidroksilasi dan dengan demikian
menurunkan kadar 25(OH)D serum, sekarang diyakini bahwa vitamin D yang
menyebabkan rickets.3
Rickets akibat terapi antikonvulsan
Sekelompok anak kecil yang mendapatkan antikonvulsan lama akan datang
dnegan rickets defisiensi kalsium walaupun tampaknya asupan vitamin D sudah
cukup. Keadaan ini lazim setelah penggunaan kombinasi fenobarbital dan fenitoin,
tetapi terbukti terkait dengan semua obat antikonvulsan. Penderita yang terkena
mengalami penurunan kadar 25(OH)D dan dapat memiliki kadar 1,25(OH)2D
normal.Antikonvulsan merangsang aktifitas enxim sitokrom P-450 hidroksilasi,
25(OH)D siap diubah menjadi metabolit inaktif yang lebih poler, dengan demikian
menyebabkan kadar 25(OH)D yang lebih rendah. Pada anak yang mendapat terapi
antikonvulsan lama, aktivitas kalsium, fosfat dan alkali fosfatase serum harus
dipantau secara periodik. Bentuk rickets ini biasanya dicegah dengan memberikan
ekstra vitamin D2 500-1000 IU setiap hari dengan memastikan bahwa asupan kalsium
diet cukup. 3
Hipofosfatemia familial rickets
Merupakan bentuk riketsia non nutrisi yang paling sering di temukan.
Pewarisannya biasanya secara autosomal dominan terkait –X, bentuk autosomal
resesif dan sporadik juga telah dilaporkan. Beberapa ibu dengan anak yang terkena
menunjukkan bukti klinis seperti pembengkokan atau perawakan pendek.3
Kebanyakan penderita menunjukkan adanya mutasi gen PHEX (phosphate
regulating gene with homologies to endopeptidases on the X chromosome).
Gen ini terletak pada Xp22.1 yaitu di lengan pendek kromosom X. PHEX
menghasilkan glikoprotein membran tipe II yang berfungsi untuk mengaktivasi
hormon pengatur fosfat yaitu fosfatonin. Sedangkan pada rickets yang autosomal
dominan terjadinya mutasi di faktor pertumbuhan fibroblas F6F23, dimana ini
merupakan substrat untuk PHEX dan jika F6F23 ini tidak membelah maka akan
mengurangi transpor fosfat tubulus ginjal dan sintesis 1,25(OH)2D.4
Pada Hipofosfatemia familial terjadi defek pada reabsorbsi fosfat di tubulus
proksimal dan gangguan konversi 25 (OH)D menjadi 1,25 (OH)2D. Gangguan
konversi ini ditandai dengan adanya kadar 1,25 (OH)2D yang normal rendah
meskipun terdapat hipofosfatemia dan dengan ditemukannya kekurangan fosfat lebih
lanjut pada penderita ternyata tidak merangsang terbentuknya 1,25 (OH)2D. Pada
keadaan hipofosfatemia merupakan stimulator enzim 1ά-hidroksilase ginjal yang
bertanggung jawab pada konversi 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D. 4
Anak dengan hipofosfatemia familial datang dengan bengkok pada tungkai
bawah akibat beban berat badan pada usia belajar berjalan. Tetani tidak ada, tidak ada
rickets berat, rackitis rosari, sulkus horizon, hipotoni, dan miopati,. 3 Postur tubuh
yang pendek dan disproporsi karena pendeknya tungkai bawah dapat terjadi pada
anak yang tidak diterapi. Tinggi badan pada saat dewasa dapat mencapai 130-165
cm. Pada penderita bisa terjadi abses gigi yang spontan tanpa adanya karies
dentis. Penutupan sutura bisa terjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan distorsi
dari bentuk tulang kepala dan kadang-kadang terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Manifestasi klinis dari hipofosfatemia familial ini bervariasi bahkan
walaupun dalam satu keluarga yang juga menderita sakit ini. Gambaran radiologi
menunjukkan adanya pelebaran metafisis, fraying, dan trabekula tulang yang terlihat
kasar serta adanya penebalan korteks. Cupping dari metafisis terjadi pada tibia distal
dan proksimal serta femur distal, radius dan ulna.4
2. Nelson ilmu kesehatan anak edisi 15 vol 3 , editor behrman, kliegman, arvin,
penulis russel w. chesney hal 1836, egc, 2000
3. Gambaran klinis asidosis tubulus ginjal pada anak, sari pediatri vol 4 no 4 2003,
Sudung dkk, hal 192
4. Nelson ilmu kesehatan anak edisi 15 vol 3 , editor behrman, kliegman, arvin,
penulis russel w. chesney hal 2411-2414, egc, 2000
5. Kompedium nefrologi anak, idai, mohammad syaifullah noer dkk, 2011, jakarta,
hal 143-144
6. IPD jilid 2 osteoporosis hal 1269
7. Pengantar Ilmu bedah ortopedi, bintang lamumputue, makasar 2003, penulid
chairuddin Rasjad, hal 185
8. IPD jilid 2 osteomalasia hal 1285
9. Pengantar Ilmu bedah ortopedi, bintang lamumputue, makasar 2003, penulid
chairuddin Rasjad, hal 183
10. Osteopenia: A Diagnostic and Therapeutic Challenge, willem f.lens dkk. 2011.
Hal 162-172.curr osteoporos rep (2011)
Top Related