BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orofacial pain mencakup sejumlah masalah klinis yang melibatkan otot
pengunyahan atau sendi temporomandibular, serta beberapa etiologi lainnya
seperti muscular, vascular, neurological, referred pain, maupun psikogenik .
Masalah yang diperoleh dapat mencakup ketidak nyamanan pada sendi
temporomandibular, kejang otot di leher, kepala dan rahang, migrain, cluster atau
sering sakit kepala, atau sakit dengan wajah, gigi atau rahang. Pada skenario,
nyeri yangdirasakan oleh pasien dirasakan sebagai dull pain (pegal/kemeng) yang
kontinyu dan kadang-kadang berdenyut.
Definisi nyeri adalah persepsi somatik berupa ketidak nyamanan
yangmengindikasikan adanya kerusakan jaringan atau potensi/ancaman terhadap
kerusakan jaringan . Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan
maupun berat, yanghanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat
dirasakan oleh orang lain,mencakup pola pikir, aktivitas seseorang secara
langsung, dan perubahan hidupseseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala
penting yang dapat menunjukkan telahterjadinya gangguan fisiologikal.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi orofacial pain
2. Etiologi orofacial pain
3. Patofisiologi nyeri
4. Macam-macam orofacial pain berdasarkan etiologinya
1
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian dari orofacial pain itu sendiri serta jenis-
jenisnya berdasarkan etiologi, gejala klinisnya, serta penatalaksanaan dari
masing-masing jenis orofacial pain yang ada.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Pain (nyeri)
Perasaan tidak nyaman, baik rangan maupun berat, yang hanya dapat
dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain,
mencakup pola pikir, aktivitas seseorang secara langsung, dan perubahan
hidup seseorang.
Orofacial Pain (nyeri orofacial)
Pengalaman sensoris atau emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kemungkinan atau memang terjadinya kerusakan pada
jaringan daerah wajah, mulut dan gigi.
(Scully, C.2008)
Pertimbangan Anatomi
Trigeminal nerve
Facial nerve
Cervical nerve 2
Cervical nerve 3
Glossopharyngeal nerve
Vagus nerve
3
II.2 Klasifikasi Etiologi
o Local pain
- Kelainan pada gigi dan jaringan penyangganya
- Rahang
- Antrum maksilaris
- Kelenjar saliva
- Hidung dan faring
- Mata
o Neurological pain
- Neuralgia trigeminal idiopatik
- Neoplasma maligna yang melibatkan saraf trigeminal
- Neuralgia glosofaringeal
- Neuralgia posterpetik
- Ramsy hunt syndrome
o Kemungkinan penyebab psikogenik
- Nyeri wajah atipikal (atipikal facial pain)
- Burning mouth syndrome
- Nyeri disfungsi temporomandibular
4
o Vascular
- Migrain
- Neuralgia migrain
- Giant cell atritis
- Paroxysmal hemicrania
- Neuralgia-inducing Cavitation Osteonecrosis (NICO)
o Muscular
o TMJ
o THT
o Reffered Pain
- Nyeri pada nasofaringeal
- Okuler
- Aural
- Angina
II.3 Patofisiologi Nyeri
Tranduksi
Terjadi perpindahan cairan kimia pada sel sehingga impuls berjalan ke
spinal cord
Dimulai ketika terjadi injury pada sel,yang memicu pengeluaran bahan
kimia seperti prostaglandin, bradikini, histamin dan glutamat
Nosiseptor yang terdapat pada kulit, tulang, sendi, otot, dan organ dalam
terstimuli
Transmisi
Dimulai ketika nosiseptor terstimuli
Transmisi nyeri terjadi melalui serabut saraf yang terdiri dari 2 macam,
yaitu: serabut A-delta yang peka terhadap nyeri yang tajam, panas, dan
first pain.
Serabut C yang peka terhadap nyeri yang tumpul dan lama, second pain.
5
Modulasi
Ditimbulkan oleh stimulus yang sama akan tetapi sangat berbeda pada
situasi dan invidu berbeda
Pada fase ini dilepaskan bahan neurochemical yang berfungsi mengurangi
rasa nyeri seperti endogenous opiod dan GABA
Persepsi Nyeri
Setelah sampai otak, stimulus yang dibawa oleh saraf tersebut dirasakan
secara sadar dan menimbulkan respon individu terhadap rangsangan
tersebut
Persepsi baru akan timbul bila ambang nyeri tercapai oleh stimulus
sehingga dapat mencapai otak
Pain treshold cenderung sama pada setiap orang akan tetapi persepsi orang
bisa berbeda-beda
(Scully, C. 2008)
II.4 Macam-macam Orofacial Pain
A. Trigeminal Neuralgia
Sinonim: a. Mayor Neuralgia
b. Idioptathic Neuralgia
Definisi:
Trigeminal neuralgia adalah neuralgia yang tidak diketahui penyebabnya, yang
mengenai salah satu atau lebih cabang N.V.
biasanya: a. paling sering mengenai cabang N.V2 dan N.V3
b. paling jarang pada N.V1
Etiologi:
Yang pasti belum diketahui.
6
Ada beberapa dugaan, penyebabnya:
a. Gangguan vaskular dan penekanan pada ganglion Gasseri.
b. Iritasi kronis pada N.V
c. Tekanan dari gigi yang impaksi
d. Prothesa gigi menekan saraf pada tempat keluarnya N. Mentalis karena
adanya resorpsi proc. Alveolaris
Gejala Klinis:
a. Rasa sakit yang sangat tajam dan menusuk seperti rasa terbakar.
b. Timbulnya rasa sakit secara mendadak dan berlangsung cepat (2-3 menit).
c. Kejang-kejang otot muka selama terjadinya serangan.
d. Rasa sakit pada daerah muka yang disarafi salah satu atau lebih cabang
N.V
e. Rasa sakit biasanya unilateral, hanya separuh wajah.
f. Terjadinya serangan dapat secara spontan atau di rangsang misalnya
dengan sentuhan jari, tiupan udara dingin, hinggapnya alat dan nyamuk,
menggosok gigi, pemakaian protesa, tersenyum dan tertawa.
Pemeriksaan laboratorium:
a. Histopatologi:
Dengan mikroskop elektron tampak kelainan sebagai berikut:
Proliferasi dan degenerasi selubung myelin N.V
Bagian penghantar rangasanga= dari serabut saraf, posisinya tidak di
tengah-tengah
b. Pemeriksaan jaringan otak.
Diagnosa banding:
1. Minor neuralgia
2. Glossopharyngeal neuralgia
7
Terapi:
Biasanya hasil jurang memuaskan karena hanya bisa memberi efek terbatas dan
tidak tahan lama dan rasa sakit akan timbul kembali.
Terapi yang diberikan antara lain:
1. Nutrisi dan vitamin
2. Fisioterapi
3. Terapi psikosomatik
4. Pemberian obat-obatan:
- Stilbamadine
- Analgetik
- Obat anticonvulsan
- Trichlorethylene
5. Pembedahan
- neurectomy perifer
- retrogasserian neurectomy
B. Postherpetic Pain
Definisi:
Nyeri herpetikum adalah suatu kondisi nyeri yang dirasakan dibagian tubuh yang
pernah terserang infeksi Herpes Zoster.
Herpes zoster sendiri merupakan suatu reaktivasi virus Varicella yang berdiam di
dalam jaringan saraf.
NPH dapat diklasifikasikan menjadi:
Neuralgia herpetik akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit)
Neuralgia herpetik subakut (30-120 harisetelah timbulnya ruam pada kulit)
dan
8
NPH (rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam
pada kulit).
NPH lebih banyak menyerang lansia dan orang dengan kekebalan tubuh
yang rendah. Ketika telah berumur tua, terutama pada usia 60 tahun ke atas,
ataudalam keadaan imunokmpromise maka virus herpes ini akan
mengalamireaktivasi.
NPH terjadi oleh karena cedera neuron yang mengenai sistem saraf baik
perifer maupun pusat. Cedera ini mengakibatkan neuron sentral dan perifer meng
adakan discharge spontan sementara juga menurunkan ambang aktivasiuntuk
menghasilkan nyeri yang tidak sesuai pada stimulus yang tidak menyebabkan
nyeri.
Etiologi:
Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Virus
varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang
menginfeksimanusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. Struktur
virus terdiri dari sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung
lipid. Ditengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster memiliki
diameter sekitar 150-200 nm. Infeksi primernya secara klinis dikenal dengan
Varicella(chicken pox), umumnya terjadi pada anak-anak. Tipe Virus yang
bersifat patogen pada manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut
dengan varisellazoster virus (VZV). Virus ini berdiam di ganglion posterior
susunan saraf tepidan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus)
pada gangliongasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada
ganglion genikulatum.
9
Manifestasi klinis:
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri
dan parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia
post herpetik ke dalam tiga fase:
1. Fase akut:
Fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya berlangsung <
4 minggu
2. Fase subakut:
Fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan
3. Neuralgia post herpetik:
Dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesikulit atau 3 bulan
setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan penyakit ini dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non
farmakologi.
a. Terapi farmakologi
1. Antivirus
2. Analgesic
10
3. Anti epilepsy
4. Anti depressan
5. Terapi topical
b. Terapi non farmakologi
Akupuntur
TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)
Vaksin
Pencegahan:
Cara mencegah Nyeri Post Herpetikum ini adalah dengan mencegah
terinfeksinya virus Zoster itu sendiri. Pencegahan neuralgia pascaherpetika dapat
diusahakan dengan kombinasi agen antiviral dan usaha agresif mengurangi nyeri
akut pada pasien herpes zoster. Kombinasi ini diharapkan akan mengurangi
kerusakan saraf dan nyeri akut. Terapi antiviral harus dimulai segera setelah
diagnosis ditegakkan, dan lebih baik jika dimulai pada tiga atau empat
hari pertama.
Terapi antiviral diharapkan dapat menghentikan replikasi virus,
sehinggadurasi penyakit akan lebih singkat, dan menurunkan kejadian
neuralgia pascaherpetika.
Antiviral yang dapat digunakan adalah asiklovir, valasiklovir,atau famsiklovir.
Terapi analgetika akan mengurangi nyeri yang merupakan faktor risiko utama
neuralgia pascaherpetika. Telah dikembangkan vaksin pencegahan herpes zoster
yangdirekomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
bagimereka yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam penelitian klinis yang
melibatkanribuan lansia berusia 60 tahun atau lebih, vaksin ini mengurangi risiko
herpeszoster sebesar 51% dan risiko neuralgia pascaherpetika sebesar 67%.
Efek proteksi vaksin ini dilaporkan dapat mencapai 6 tahun atau bahkan lebih.
Selain itu, The United States Advisory Committee on Immunization
Practices(ACIP) juga telah merekomendasikan lansia diatasumur 60 tahun
untuk memperoleh vaksin herpes zoster ini sebagai bagian dari perawatan
11
kesehatanrutin. Vaksin Oka-strain hidup baru-baru ini telah disetujui oleh Food
and Drug Administration untuk mencegah Varicella
Gbr. Herpes Zoster
C. Temporomandibular Joint Disorder (TMD)
Klasifikasi TMD
a. Disfungsi dan Nyeri Miofasial (DNM/MPD)
Merupakan penyebab paling umum dari nyeri dan terbatasnya fungsi
mastikasi pada pasien.
Sumber nyeri dan disfungsinya berasal dari otot, dengan otot mastikasi
mengalami tenderness dan nyeri sebagai hasil dari fungsi otot yang
abnormal atau hiperaktivitas. Fungsi otot abnormal tersebut seringkali
berhubungan dengan clenching atau bruxism.
Penyebabnya diperkirakan multifaktorial. Namun, yang paling sering
menyebabkan DNM adalah bruxism akibat stress dan cemas, dengan
oklusi sebagai faktor modifikasi atau yang memperburuk. DNM juga dapat
terjadi akibat masalah internal dari sendi, seperti kelainan pergeseran
discus atau penyakit sendi degeneratif.
b. Disk Displacement Disorders
12
Dalam fungsi TMJ yang normal, fungsi pergerakkan kondil adalah rotasi dan
sliding (glidimg joint). Selama pembukaan mulut yang maksimal, kondil tidak
hanya berotasi pada sumbu sendi tetapi juga bertranslasi kedepan, ke posisi di
dekat bagian articular eminence yang paling inferior (Fig. 30-11).
Selama berfungsi , posisi articulating disc terletak diantara kondil dan fossa
mandibularis, dengan kondil terletak pada “intermediate zone” pada disc selama
posisi membuka dan menutup mulut.
1) Anterior Disk Displacement dengan Reduksi
a. pada kelainan ini, articulating disc terletak di anterior dan medial dari
kondil pada posisi menutup mulut.
b. Saat membuka mulut, kondil bergerak melewati posterior band dari disc,
dan kembali ke posisi normal (terletak pada intermediate zone dari disc).
Sedangkan saat menutup mulut, kondil bergerak kembali ke posterior dan
bersandar pada retrodiscal tissue, dengan disc yang bergerak kembali ke
posisi displace anterior dan medial dari kondil (gambar 30.12)
13
c. Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, terdapat rasa nyeri sendi
dan otot. Suara sendi (clicking) juga biasanya terdengar sewaktu membuka
mulut, ketika kondil bergerak dari daerah posterior disc ke daerah konkaf
yang tebal di tengah-tengah disc. Pada beberapa kasus, clicking dapat
terdengar atau terpalpasi selama gerakan menutup. Pembukaan mulut
maksimal dapat terjadi secara normal atau sedikit terbatasi, dengan diikuti
suara clicking saat pergerakan membuka.
d. Secara anatomis, clicking pada saat membuka mulut berhubungan dengan
usaha disc untuk kembali kepada posisi normalnya, sedangkan clicking
pada saat gerakan menutup (reciprocal click), berhubungan dnegan
kegagalan disc untuk kembali ke posisi normalnya, diantara kepala kondil
dan articular eminence, melainkan tergelincir ke anterior (displaced
position). Krepitus dapat terdeteksi dan biasanya merupakan hasil dari
pergerakan disc melewati permukaan yang irregular
e. Gambaran yang terlihat pada foto radioraf TMJ sederhana pasien dengan
kelainan ini dapat terlihat normal ataupun terdpat sedikit abnormalitas
tulang. Radiograf MRI dapat digunakan untuk melihat anterior
displacement yang terjadi.
2) Anterior Disk Displacement tanpa Reduksi
a. pada jenis ini , displacement dari disc tidak dapat direduksi, menyebabkan
kondil tidak dapat bertanslasi penuh ke anterior, yang mencegah
pembukaan maksimal dari mulut dan menyebabkan deviasi mandibula ke
sisi yang terkena (gambar 30.13)
14
b. pada pasien ini tidak terdapat clicking, karena ketidakmampuan kondil
untuk bertanslasi ke bagian posterior disc. Ketidakmampuan translasi ini
dapat menyebabkan pembukaan yang terbatas, deviasi pada sisi yang
terkena dan mengurangi lateral excursions ke sisi kontralateralnya.
c. Pada evaluasi radiograf, terdapat kemiripan dengan anterior disk
displacement with reduction. Dengan menggunakan radiograf TMJ
sederhana, kelainan dapat tampak normal, sedangkan dengan CT Scan atau
MRI memperlihatkan displacement anteromedial.
c. Penyakit Sendi Degeneratif (Arthrosis, Osteoarthritis)
DJD terdiri dari banyak jenis temuan antomis, seperti disc yang irregular,
perforasi dalam hubungannya dengan abnormalitas permukaan artikular,
seperti flattening, erosi dan formasi osteophyte. (gambar 3.14).
Mekanisme terjadinya degenerasi TMJ tidak terlalu jelas dimengerti tetapi
memiliki 3 kemungkinan penyebab yang berasal dari trauma : trauma
mekanis langsung, trauma hypoksia reperfusion dan inflamasi neurogenik.
Trauma mekanis dapt merupakan hasil dari trauma yang signifikan pada
sendi atau microtrauma seperti tekanan mekanis yang berlebihan.
Stress/tekanan berlebihan yang dihasilkan pada sendi dapat menghasilkan
disrupsi molekuler dan radikal bebas menghasilkan stress oksidatif dan
kerusakan intraseluler. Tekanan berlebihan juga dapat mempengaruhi
populasi local sel dan mengurangi kemampuan reparative dari sendi.
15
Teori hypoxia-reperfusion mengira bahwa tekanan hidrostatis
intrakapsular yang berlebihan pada TMJ dapat meningkatkan tekanan
perfusi pembuluh darah menghasilkan hipoksia. Teori ini terlihat pada
pasien yang mengalami clenching dan bruksism. Ketika tekanan pada
sendi dikurangi dan perfusi terjadi lagi, terbentuklah radikal bebas.
Radikal bebas ini dapat berinteraksi dengan substansi lain pada sendi (mis.
Hemoglobin) untuk menghasilkan kerusakan yang lebih besar lagi
Inflamasi neurogenik dihasilkan ketika berbagai jenis substansi dilepaskan
dari neuron perifer. Pada kasus disk displacement , terdapat hipotesa
bahwa kompresi/meregangnya retrodiscal tissue yang kaya saraf dapat
menghasilkan terlepasnya neuropeptid proinflamasi. Terlepasnya sitokin
menghasilkan pelepasan dan akivasi berbagai substansi lainnya, seperti
prostaglandin, leukotriens, dan enzim degradasi matriks. Substansi ini
tidak hanya memegang peranan dalam proses penyakit tetapi juga sebagai
biologic markers untuk membantu diagnosis dan perawatannya, dan harus
dimengerti bahwa tidak mungkin untuk memprediksi progress dari
penyakit sendi.
Pasien dengan DJD biasanya merasakan sakit yang berhubungan dengan
clicking/ krepitasi pada TMJ. Biasanya, terdapat keterbatasan pembukaan
mulut dan gejala-gejala lain. Temuan radiografis secara umum
memperlihatkan adanya berkurangnya luas rongga sendi, erosi permukaan,
osteophytes dan meratanya kepala kondil. Selin itu, iregularitas fossa
mandibula dan articular eminence juga dapat terlihat.
d. Kondisi Arthritik Sistemik
Berbagai macam kondisi arthritis sistemis diketahui mempengaruhi TMJ.
Bentuk yang paling umum adalah Rheumatid Arthritis (RA), sedangkan
contoh yang lain adalah penyakit lupuys. Pada kasus ini, gejala tidak
hanya terjadi pada daerah TMJ, tetapi pada daerah tubuh yang lain juga
terdapat gejala dan tanda dari RA. Pada RA, proses inflamasi
16
menghasilkan proliferasi abnormal dari jaringan membrane synovial
disebut pannus formation (gambar 30.15)
o
Gejala TMJ yang dihasilkan dari RA dapat terjadi pada usia dini
dibandingkan pada DJD. Berlainan dengan DJD, yang biasanya terjadi
unilateral, RA dan kondisi sistemis lainnya biasa terjadi dan
mempengaruhi TMJ secara bilateral.
Temuan radiograf TMJ pada awalnya memperlihatkan perubahan erosive
pada aspek anterior dan posterior kepala kondil. Perubahan ini dapat
berkembang menjadi daerah erosi yang luas dan nantinya meninggalkan
tampakan kondil yang kecil, yang terletak pada fossa yang besar. Kadang-
kadang, tampak keseluruhan kondil dan leher kondil mengalami kerusakan
total. Tes laboratorium, seperti rheumatid factor dan laju sedimentasi
eritrosit dapat membantu dalam mendiagnosa RA.
e. Dislokasi Rekuren Kronis
Dislokasi TMJ sering terjadi dan disebabkan oleh hipermobilitas
mandibula. Subluksasi adalah displacement dari kondil, yang sembuh
dengan sendirinya dan tidak membutuhkan perawatan medis. Kondisi
yang lebih serius terjadi ketika kondil bertranslasi ke anterior di depan
articular eminence dan terkunci pada posisi tersebut (gambar 30.16).
17
dislokasi dapat terjadi unilateral atau bilateral dan dapat terjadi secara
spontan setelah membuka mulut lebar-lebar, seperti saat menguap, makan
dan selama prosedur dental. Dislokasi kondil dapat persisten selama lebih
dari beberapa detik dan menjadi sangat sakit yang berhubungan dengan
spasme otot yang parah
dislokasi harus dihilangkan secepatnya. Reduksinya dilakukan dengan
memberikan tekanan kea rah bawah pada gigi posterior dan tekanan ke
atas pada dagu, diikuti dengan displacement posterior pada mandibula.
Biasanay reduksi tidak sulit dilakukan. Bagaimanapun, spasme otot dapat
mencegah dilakukannya reduksi, terutama bila dislokasi tidak dapat
direduksi secepatnnya. Pada kasus ini, dibutuhkan anestesi pada saraf
auricular temporal dan pada otot mastikasi. Sedasi intuk mengurangi
ketakutan pasien dan menghasilkan relaksasi otot dapat juga dilakukan.
Setelah reduksi, pasien diinstruksikan untuk membatasi membuka rahang
selama 2-4 minggu. Untuk mengontrol rasa sakit dan inflamasi dapat
diberikan obat-obatan NSaids.
f. Ankilosis
Ankilosis intrakapsular. Ankilosis intrakapsular atau berfusinnya sendi,
dapat mengurangi pembukaan mandibula, yang berkisar dari reduksi
parsial fungsi sampai immobilitas dari rahang. Ankilosis intrakapsular
dihasilkan dari berfusinya kondil, disc dan fossa mandibula, sebagai hasil
dari formasi jaringan fibrosa, berfusinya tulang atau kombinasi dari
keduanya (gambar 30.17).18
Penyebab paling umum ankilosis adalah trauma makro, biasanya
berhubungan dengan fraktur kondil. Penyebab lainnya adalah perawatan
bedah sebelumnya yang menghasilkan scar dan pada kasus-kasus tertentu
menghasilkan infeksi.
Pemeriksaan pasien memperlihatkan pembukaan yang terbatas pada saat
membuka mulut lebar-lebar, deviasi pada sisi yang terkena dan
menurunnya lateral excursions pada sisi kontralateral. Jika ankilosis
dihasilkan dari jaringan fibrosa, pergerakan rahang terjadi lebih baik
daripada jika ankilosis dihasilkan oleh berfusinya tulang.
Dalam foto radiograf, memperlihatkan adanya permukaan articular yang
irregular dari kondil dan fossa mandibularis, dengan derajat kalsifikasi
yang berbeda-beda diantara permukaan artikular
Ankilosis ekstrakapsular. Tipe ankilosis ini biasanya melibatkan prosesus
koronoid dan otot temporalis. Biasanya penyebab dari kelainan ini adalah
pembesaran koronoid, atau hyperplasia dan trauma pada daerah lengkung
zigomatik. Infeksi di sekitar otot temporal dapat juga menghasilkan
kelainan ini.
Awalnya pasien memiliki keterbatasan dari pembukaan mulut dan deviasi
pada sisi yang terkena. Pada kasus ini, keterbatasan pembukaan rahang
secara penuh biasanya jarang dan bila terjadi pergerakan protrusi dan
lateral yang terbatas berarti bukan indikasi ankilosis intrakapsular.
19
Foto radiograf panoramik umumnya menunjukkan elongasi dari prosesu
koronoid. Radiograf submental vertex dapat berguna dalam menunjukkan
impingement yang disebabkan oleh fraktur lengkung zigomatik atau
kompleks zygomaticomaksilaris
g. Infeksi Neoplasia
Neoplasma pada TMJ jarang terjadi. Biasanya terjadi dari hasil
keterbatasan pembukaan rahang dan nyeri sendi. Tumor pada TMJ dapat
menghasilkan hubungan fossa dan kondil yang abnormal dan juga
ankilosis intrakapsular. Infeksi pada daerah TMJ biasanya juga jarang,
bahkan pada trauma dan intervensi surgical pada TMJ. Biasanya terjadi
karena tidak adanya antibiotik untuk pengobatan daerah aurikular.
D. Orofacial Pain Faktor Vaskular
1. Migrain
Biasanya mulai dekade kedua dan menghilang dengan bertambahnya usia.
Wanita (75%) lebih banyak terkena dibandingkan pria dan kondisi ini
lebih banyak ditemukan pada professional.
Satu diantara sepuluh orang akan mengalami serangan migrain dalam
hidup mereka.
Pada 50% kasus yang ditemukan, migrain terjadi diantara keluarga.
Kemungkinan penyebanya adalah konstriksi cabang arteri karotis eksterna,
menyebabkan timbulnya aura khas yang diikuti oleh dilatasi, yang
menimbulkan sakit kepala.
Gejala
20
Gejala prodromal (prasakit kepala) menyebabkan kelesuan, gangguan
penglihatan, dan kesemutan pada daerah wajah serta kadang-kadang
daerah mulut. Gejala ini berlangsung sekitar 15-30 menit dan diikuti rasa
sakit berdenyut dan parah di daerah temporal, frontal, dan orbital.
Rasa sakit biasanya unilateral dan termasuk jenis yang berdenyut. Sakit
kepala dapat berlangsung selama 12 jam, biasa terjadi disiang hari.
Frekuensi serangan berfariasi.
Pasien terlihat tidak sehat, pucat, berkeringat dan nausea. Dapat terjadi
muntah.
Pasien lebih senang berbaring di kamar yang gelap dan tenang, serta tidak
ada nafsu makan.
Serangan terjadi tiap beberapa minggu atau beberapa bulan.
Serangan dapat diawali oleh stres psikologi atau makanan, anggur, bir,
coklat dan keju. Rasa lapar juga dapat mengawali serangan.
Kata kunci
Sakit kepala berdenyut disiang hari dan berlangsung beberapa jam.
Aura
Fotofobia
Nausea dan muntah
Perawatan
Analgesik sederhana dan anti emetik dapat meringankan rasa sakit. Namun untuk
pasien yang sering mengalami rekurensi, sebaiknya dirujuk kedokter yang
berwenang. Dapat digunakan obat Ergotamine dan Sumatriptan.
2. Neuralgia migrain periodik (neuralgia sfenopalatina, “cluster headache”,
“alarm clock headache”)
Disebabkan oleh spasme dan dilatasi arteri, seperti migrain klasik.
Biasanya disebabkan oleh gangguan pada cabang maksilaris arteri karotis
eksterna, tetapi dapat mengenai pembuluh darah manapun termasuk arteri
karotis interna.
21
Terutama terjadi pada orang dewasa muda (20-40 tahun), tidak pernah
dibawah 20 tahun.
Pria lebih banyak terkena dibandingkan wanita (berbeda dengan migrain
klasik).
MH. Sering kali ditemukan riwayat migren saat usia anak-anak atau dalam
keluarga. Kondisi stres dan minuman beralkohol dapat mengawali serangan.
Gejala
Rasa sakit nerdenyut, membakar, paroksismal, unilateral, sangat parah
sehingga pasien tidak dapat berfungsi dengan normal.
Tidak seperti migren klasik, rasa sakit justru terjadi pada malam hari.
Kondisi ini merupakan salah satu keadaan yang membuat pasien terjaga.
Observasi ini penting untuk menentukan diagnosis.
Rasa sakit terjadi pada episode tertentu (sehingga diberi nama neuralgia
migrain periodik), biasanya terjadi sekali dalam 24 jam.
Rasa sakit ibi terjadi cepat, dalam waktu pendek, biasanya hanya sampai
30 menit, tetapi kadang dapat mencapai 2 jam.
Rasa sakit menghilang secepat datangnya.
Rasa sakit biasanya terbatas pada daerah sekitar dan dibelakang mata dan
ada hubungannya dengan maksila.
Serangan terjadi pada waktu yang kurang lebih sama setiap malam dan
berkelompok dalam satu periode serta diikuti oleh periode remisi selama
beberapa minggu, beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Diantara
serangan, ada periode yang bebas dari rasa sakit.
Gejala otonom dapat menyertai neuralgia migren periodik, termasuk
sumbatan hidung, keluarnya ingus dan mata merah berair.
Tidak seperti migrain, tidak ditemukan nausea atau gangguan penglihatan.
Tidak seperti neuralgia trigeminal, tidak ada daerah pemicu.
Lebih penting lagi untuk dokter gigi, 50% penderita neuralgia migrain
periodik datang ke dokter gigi dengan keluhan sakit gigi.
22
Kata kunci
Terutama terjadi pada pria.
Rasa sakit parah.
Terjadi berdasarkan episode (periodik).
Terjadi diwaktu yang sama dimalam hari “alarm clock awakening”.
Terjadi dalam kelompok “cluster headache”.
Gejala otonom.
Perawatan
Dirujuk. Ergotamine atau anti inflamasi, misalnya Indomethacin dapat digunakan.
Pasien sebaiknya menghindari minuman beralkohol.
Diagnosa banding
Sinusitis
Neuritis retrobulbar
Arteritis sel datia
Glaukoma akut
Migrain klasik
Neuralgia trigeminal
3. Hemikrania fasial paroksimal
Sangat mirip dengan neuralgia migrain periodik, tetapi tanpa keluhan otonom.
Perwatan
Dirujuk. Dapat digunakan Indomethacin.
4. Arteritis sel datia (temporal, kranial)
Arteritis sel datia adalah terminologi yang lebih sering digunakan, karena
arteri temporalis bukanlah satu-satunya arteri yang terlibat dalam arteritis
ini. Kadang lesi serupa terjadi diseluruh otot skeletal, terkait dengan
vaskularisasi, kondisi ini pernah diberi nama “polimialgia arteritika”.
Rasa sakit disebabkan oleh iskemia yang terjadi akibat arteritis.
23
Arteritis sel datia jarang terjadi, lebih banyak ditemukan pada wanita
daripada pria, terbatas pada lansia (diatas 60 tahun).
Gejala
Rasa sakit parah, unilateral, terbatas pada daerah temporal dan frontal (sisi
kepala dan di belakang mata).
Rasa sakit digambarkan sebagai tumpul, yang mencapai puncaknya dalam
beberapa hari, kemudian stabil.
Rasa sakit dapat terpicu oleh kegiatan makan karena iskemia otot
pengunyahan (dikenal sebagai masseteric claudication).
Kulit di daerah temporal dan frontal, juga kepala terasa nyeri tekan bila
disentuh.
Pasien merasa kurang sehat dan dapat mengalami rasa sakit serta kekakuan
pada bahu dan pinggulnya “polimialgia reumatika”.
Kondisi ini merupakan salah satu gangguan rasa sakit disertai penyakit
sistemik, misalnya lesu, berat badan menurun dan lemah.
Dapat terjadi nausea dan dapat menimbulkan kesalahan diagnosis migrain.
Gejala okuler berupa hilangnya penglihatan pada salah satu sisi lapang
pandang, komplikasi ini cukup parah.
Tanda
Arteri temporalis menciut, tidak ada denyutnya, menebal dan berkelok-kelok.
Kata kunci
Lansia, wanita
Rasa sakit berdenyut, unilateral
Masseteric claudication
Penyakit sistemik
Tes diagnostik
Diperlukan biopsi arteri temporalis multiple, karena lesi sel datia terjadi
secara sporadik disepanjang saraf yang terlibat “skip lesion”.24
Pada pemeriksaan, ESR terlihat meningkat (viskositas plasma, protein C-
reaktif).
Perawatan
Rumah sakit perlu disiapkan segera karena dapat terjadi kerusakan cepat
pada penglihatan bila arteri retina terlibat lebih dari 25% pasien.
Nekroais akut jaringan fasial dapat terjadi (jarang), seperti gangren kulit
kepala, bibir atau lidah.
Perawatan oleh spesialis meliputi kortikosteroid dosis tinggi.
5. Iskemia jantung.
MH. Penyakit jantung atau sirkulasi darah yang sudah ada sebelumnya, hipertensi,
diabetes mellitus.
Gejala
Rasa sakit dapat menyebar ke lengan kiri dari rahang kiri, dan mungkin
berhubungan dengan olahraga, makan dalam jumlah banyak dan emosi.
Rasa sakit hanya berlangsung selama beberapa menit dan mereda setelah
istirahat.
Serangan sering kali terjadi di musim dingin.
Tanda
Diagnosis ditentukan berdasarkan riwayat.
Perawatan
Dirujuk untuk pemeriksaan medis dan perawatan.
E. Orofacial Pain Faktor Muskular
Gangguan sendi temporo mandibula termasuk :
25
Sindrom disfungsi-sakit sendi temporo mandibula
Osteoartritis
Atritis rheumatoid
Trauma
Kelainan perkembangan
Ankilosis
Infeksi
Neoplasia
Sindrom disfungsi-sakit sendi temporomandibula (PDS) (artromalgiafasial)
Ini adalah masalah yang paling umum pada atau di sekitar sendi temporo
mandibula.
Antara pria dan wanita sama frekuensinya, tetapi pasien wanita, lebih banyak
(lima kali) yang mencari pengobatan. Biasanya ditemukan pada pasien
berusia15-40 tahun.
Gejala:
26
Rasa sakit tumpul di dalam sendi temporo mandibula dan/otot di
sekitarnya, bersifat unilateral atau bilateral, kadang saat bangun tidur,
makan, atau berbicara
Bila bersifat bilateral, salah satu sisi biasanya paling sakit
Kadang TMJ dapat terkunci dalam keadaan terbuka maupun tertutup
Suara TMJ seperti bunyi keletuk (clicking), kerkah (crunching), dan
berciut (grating) sudah sering digambarkan
Juga telah dilaporkan sakit kepala yang biasanya berlokasi di daerah
temporal saat bangun tidur, dapat berlanjut di sianghari. Rasa sakit
tersebut biasanya tumpul. Tidak seperti migrain, tidak ada gambaran lain
yang terkait seperti fotofobia atau nausea.
Rasa sakit merupakan siklus dan biasanya mereda, tetapi bias terjadi
kembali
Bila ditanya, pasien akan menyebutkan rasa sakit tersebut baru di derita,
atau mengalami eksaserbasi karena stress psikologis.
Tanda :
Bunyi keletuk pada sendi dapat terjadi. Bunyi tersebut disebabkan oleh
suara yang timbul akibat discus articularis yang salah letak dari kepala
kondilus kemudian meluncur yang salah letak dari kepala kondilus
kemudian meluncur keposisi yang benar. Namun, bunyi keletuk pada sendi
umumnya ditemukan pada pasien tanpa PDS.
Rasa sakit dapat meningkat bila dilakukan palpasi pada TMJ dan otot
pengunyahan. Otot pengunyahan dapat mengalami hipertrofi (akibat
parafungsi, seperti bruksisme malam).
Pergerakan mandibula terbatas dan dapat terjadi deviasi saat membuka
atau menutup mulut.
Kebiasaan dalam mulut seperti parafungsi, dapat diindentifikasi pada
sekitar 50% pasien.
Bruksisme dapat menyebatkan cekungan pada tepi lateral lidah, tapak gigi
pada mukosa pipi, aus pada permukaan oklusal gigi, pembentukan facet
27
pada mahkota gigi, tambalan yang terkikis, fraktur, dentin terbuka, dan
sesitifitas.
Ketidak harmonisan oklusal tidak lagi merupakan faktor penyebab utama
pada PDS. Namun, gangguan permukaan oklusal dapat menjadi faktor
yang memperparah pada etiologi bruksisme.
Tes diagnostik :
Pemeriksaan klinis dan radiografi biasanya tidak menunjukkan adanya
patologi pada sendi
Oleh karena perubahan gambaran radiografi sendi hanya timbul bersamaan
dengan penyakit degeneratif, diagnosa PDS adalah dengan menyingkirkan
penyakit organik
Sakit kepala terlokalisir atau suara sendi atau tanpa rasa sakit bukan
merupakan diagnosis PDS
Perawatan :
Oleh karena sebagian besar kasus bersifat self-limiting, perawatan yang
diberikan bersifat konservatif dan reversibel
Berikan penyuluhan tentang masalah yang diderita pasien, dengan
penekanan pada frekuensi dan sifat self-limitingnya
Diet makanan lunak, tidak makan permen karet
Penggunaan benda hangat dan lembab atau ultra sound untuk otot yang
sakit dan fisioterapi dapat meredakan rasa sakit
Analgesik
Ansiolitik, misalnya diazepam (relaksan otot dan ansiolitik 5mg 1 jam
sebelum tidur, kemudian 2mg 2 kali sehari, hingga 10 hari maksimal)
Antidepresan
Splin oklusal (variasi)
Penyesuaian bidang oklusal gigi asli dengan cara pengasahan selektif
bersifat irreversibel oleh karena itu tidak dianjurkan
28
F. Otitis Media
Definisi:
Otitis media (radang telinga tengah) adalah peradangan telinga bagian
tengah yang biasanya disebabkan oleh penjalaran infeksi dari tenggorok
(faringitis) dan sering terjadi pada anak-anak. Pada semua jenis otitis media juga
dikeluhkan adanya gangguan dengar (tuli) konduktif.
Patogenesis:
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
Dari perjalanan klinisnya, radang telinga tengah dibedakan atas akut
(mendadak) dan kronis (berproses dalam jangka panjang/lama).
29
Otitis Media Akut
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun
bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus
ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama
bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus
pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis.
Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh
bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini
dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka
kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.
Otitis Media Kronik
Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau nanah. Otitis media kronik ditandai
dengan adanya supuratif (bernanah) yang merupakan lanjutan dari OMA yang
mengalami pecah gendang telinga dan tidak menutup setelah 6 minggu atau non
supuratif (serosa/gendang telinga utuh).
Gejala Klinis:
Intra Oral: Pasien mengeluh pada dokter gigi akan rasa sakit di region sendi
temporomandibula. Kadang- kadang, infeksi menyebar untuk menimbulkan
artritis infeksi pada sendi temporomandibula. Dapat melibatkan nervus facialis
(nervus ke-7) yang berlanjut ke paralisis wajah yang bersifat unilateral. Sekitar
50% abses serebral merupakan akibat perluasan infeksi dari telinga tengah.
Pencegahan:
30
Tindakan yang mengurangi terjadinya otitis media adalah pemberian vaksin
pneumococcus dan vaksin influenza, pemberian ASI ekslusif selama 12 bulan
pertama setelah kelahiran, dan menghindari merokok.
Terapi:
Pemberian antibiotik secara efusi pada umumnya tidak mempercepat pemulihan
otitis media. Penggunaan obat pereda sakit (analgesic) sangat penting untuk
penanganan otitis media akut (OMA). Obat tersebut adalah paracetamol
(acetaminophen), ibuprofen, obat tetes telinga benzocaine, atau golongan
opiat (jika sakit sekali). antibiotik untuk OMA dapat mempercepat
penyembuhan,tetapi dapat terjadi adanya efek samping (side effects). Antibiotik
seringkali direkomendasikan pada penderita yang parah dan anak-anak di bawah
usia 2 tahun. Pada penderita yang lebih ringan, maka pemberian antibiotik
dilakukan setelah 2 atau 3 hari tanpa adanya perbaikan kondisi penderita.
Antibiotik awal yang dipilih adalah amoxicillin. Pada penderita yang sering
terinfeksi, maka penggunaan tympanostomy tubes dapat mengurangi frekuensi
kekambuhan.
31
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setiap pain atau nyeri yang dirasakan pada oral dan fasial memiliki
etiologi yang berbeda-beda sehingga berbeda pula pentalaksanaannya. Diagnosis
yang tepat adalah kunci dari keberhasilan perawatan orofacial pain.
Demikian makalah ini kami susun, semoga dapat menambah pengetahuan
mengenai orofacial pain yang perlu kita ketahui sebagai dokter gigi.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Rabey M, M. Manip. Post-herpetic Neuralgia: Possible
Mechanisms for Pain Relief with Manual Therapy. 2003. London:
Science Direct. p180-184.
2. Turk D, Ronald M. Handbook of Pain Assessment. Edisi 2. 2001.
London:The Guilford Press.
3. Warren Bimbaum & Stephen M. Dunne. Oral Diagnosis The
Clinician’s Guide. 2002. Oxford: Elsevier Science Limited. P 142-
147.
33
Top Related