Orofacial Cleft
-
Upload
handi-tri-effendi -
Category
Documents
-
view
216 -
download
2
Transcript of Orofacial Cleft
PENDAHULUAN
Belahan adalah suatu ruang abnormal kongenital atau celah di bibir atas, alveolus, atau palatum.
Bahasa umum untuk kelainan ini sumbing. Penggunaan sebutan ini kurang tepat karena
berkonotasi kepada inferioritas. Kata yang lebih baik digunakan belahan bibir (cleft lip), belahan
palatum (cleft palate), atau keduanya (cleft lip and cleft palate).
Belahan pada bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang paling banyak dijumpai
pada daerah orofacial. Tampakan kelainan ini dapat saja terlihat aneh sekali. Karena kelainan ini
dapat langsung terlihat, dirasakan oleh penderita dan dapat mempengaruhi kehidupan sosial
penderita. Karena letaknya penanganan pada deformitas ini harus ditangani oleh tim ahli. Dokter
gigi mendapat peran dalam penanganan pasien ini karena managemen pertumbuhan gigi yang
abnormal, dapat saja berupa partial anodontia dan gigi supernumary, maloklusi biasanya terjadi
dan terapi orthodontik dengan atau tanpa operasi koreksi rahang kadang kadang dibutuhkan.
Terdapatnya kelainan sumbing dapat juga menjadi suatu syok bagi orang tua pasien, dan
pendekatan yang terbaik untuk orang tua adalah dengan menjelaskan informasi kelainan dan
berusaha menenangkan. Orang tua harus diberi tahukan bahwa kelainan ini dapat di koreksi dan
tidak berdampak pada masa depan anak. Namun orang tua harus siap untuk menjalani
pengobatan yang bertahap dan terapi untuk memperbaiki deformitas sumbing.
Masalah yang ditemukan pada rehabilitasi pasien dengan deformitas ini unik. Pengobatan
meliputi perbaikan penampilan, wicara, pendengaran, fungsi mengunyah, dan menelan. Tim
spesialis biasanya terlibat dalam terapi.
Tim bibir sumbing terdapat di hampir semua kota besar. Tim ini terdiri dari dokter umum atau
dokter gigi spesialis anak, spesialis orthodontik, spesialis prostodontik, spesialis bedah mulut dan
maksilofasial atau bedah plastik, terapi wicara, spesialis THT, dokter spesialis anak, psikolog
atau psikiater dan pekerja sosial. Jumlah spesialis yang terlibat menggambarkan kompleksitas
masalah pada pasien belahan orofasial.
Kejadian sumbing oral di Amarika Serikat diperkirakan sebanyak 1 tiap 700 kelahiran. Predileksi
ras mempunyai peranan yaitu lebih jarang terjadi pada kulit hitam namun lebih sering pada orang
Asia. Anak laki-laki lebih sering terkena sumbing orofasial dibandingkan dengan anak
perempuan dengan rasio 3:2. Sumbing bibir dan palatum yang terjadi bersama 2 kali lebih sering
pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Sedangkan sumbing palatum tanpa sumbing bibir
sedikit lebih sering terjadi pada anak perempuan.
Sumbing oral sering mengenai bibir, alveolar ridge, palatum durum dan molle. 3/4nya
merupakan deformitas unilateral dan 1/4nya bilateral. Bagian kiri lebih sering terlibat daripada
kanan jika defek yang terjadi unilateral. Sumbing yang terjadi mungkin tidak sempurna,
mungkain tidak di seluruh jarak dari bibir hingga palatum molle. Sumbing bibir dapat terjadi
tanpa sumbing palatum. Sebuah klasifikasi membagi menurut anatominya menjadi palatum
primer dan palatum sekunder. Palatum primer melibatkan struktur anterior ke incisive foramen -
bibir dan alveolus. Palatum sekunder terdiri dari struktur posterior ke incisive foramen – palatum
durum dan molle. Seseorang dapat mempunyai sumbing palatum primer, palatum sekunder, atau
keduanya.
Sumbing pada bibir dapat dibatasi dari minute notch pada tepi vermilion border sampai sumbing
besar yang memanjang ke cavum nasal hingga membelah dasar hidung. Sumbing dari palatum
molle juga mungkin menunjukkan variasi yang luas mulai dari uvula yang terbelah dua hingga
sumbing luas yang tidak dapat dioperasi. Terbelahnya uvula merupakan bentuk paling minor dari
sumbing palatum, di mana hanya uvulanya saja yang terbelah. Sumbing submukosal dari
palatum molle kadang-kadang dapat ditemukan. Sumbing ini juga sering disebut sumbing
tersembunyi (occult cleft), karena sumbing itu tidak mudah terlihat pada pemeriksaan sepintas
lalu. Defek atau cacat pada sumbing adalah kurangnya kontinuitas dari otot-otot palatum molle.
Namun, mukosa oral dan nasal menyambung dan menutupi defek muskular. Untuk mendiagnosis
suatu sumbing, seorang dokter gigi menginspeksi palatum molle saat pasien berkata ”ah”.
Dengan demikian palatum molle akan terangkat dan pada seseorang dengan sumbing
submukosal palatum dapat ditemukan sebuah alur di garis tengah di mana tempat terdapatnya
diskontinuitas mukosa. Dokter gigi juga dapat mempalpasi bagian posterior dari palatum durum
untuk mendeteksi ketiadaan posterior nasal spine yang mana tidak ada pada sumbing
submukosal. Jika seorang pasien menunjukkan hypernasal speech tanpa sumbing palatum molle
yang jelas, dokter gigi harus menduga adanya sumbing submukosal dari palatum molle.
EMBRIOLOGI
Untuk dapat memahami penyebab terjadinya celah oral (oral clefts), gambaran mengenai
embriologi hidung, bibir, dan palatum harus dimengerti terlebih dahulu. Seluruh proses
terbentuknya hidung, bibir, dan palatum terjadi pada minggu ke-5 hingga ke-10 usia fetus.
Selama minggu ke-5, tonjol hidung lateral dan tonjol hidung medial yang tumbuh dengan
cepat, mengelilingi plakoda nasal (olfaktorius). Selama minggu ke-5, plakoda-plakoda hidung
tersebut mengalami invaginasi membentuk lubang hidung. Tonjol hidung lateral akan
membentuk alae nasi ; sementara tonjol hidung medial akan membentuk : (1) bagian tengah
hidung, (2) bagian tengah bibir sebelah atas, (3) bagian tengah maksilla, dan (4) seluruh palatum
primer.
Selama dua minggu selanjutnya, kedua tonjol maksila terus bertambah besar ukurannya dan
tumbuh ke arah medial, sehingga mendesak tonjol hidung medial ke arah garis tengah.
Selanjutnya, celah antara tonjol hidung medial dan tonjol maksila hilang dan keduanya bersatu.
Oleh karena itu, bibir atas dibentuk oleh kedua tonjol hidung medial dan kedua tonjol maksila
tersebut. Bibir bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjol mandibula yang menyatu di garis
tengah.
Mula-mula tonjol maksila dan tonjol hidung lateral terpisah oleh sebuah alur yang dalam, disebut
alur nasolakrimal. Ektoderm di lantai alur ini membentuk sebuah tali epitel padat yang
melepaskan diri dari ektoderm di bawahnya. Setelah terjadi kanalisasi, tali ini membentuk
ductus nasolacrimalis; ujung atasnya melebar untuk membentuk saccus lacrimalis. Setelah
lepasnya tali tersebut, tonjol maksila dan tonjol hidung lateral saling menyatu. Ductus lacrimalis
kemudia berjalan dari tepi medial mata menuju ke meatus inferior rongga hidung. Tonjolan
maksila kemudian membesar sehingga membentuk pipi dan maksila.
Akibat pertumbuhan tonjol-tonjol maksila ke medial, kedua tonjol hidung medial tidak hanya
bersatu pada permukaan, tetapi bersatu pula pada tingkat yang lebih dalam. Struktur yang
dibentuk oleh penyatuan kedua tonjol ini dikenal sebagai segmen intermaksilaris, yang terdiri
dari (1) sebuah komponan bibir, yang membentuk philtrum bibir bagian atas; (2) sebuah
komponen rahang atas, yang membawa empat gigi seri; (3) sebuah komponen palatum, yang
membentuk palatum primer yang berbentuk segitiga. Di sisi kranial, segmen intermaksilaris
bersambung dengan bagian rostral septum nasi, yang dibentuk oleh prominensia frontalis.
Meskipun palatum primer berasal dari segmen intermaksilaris, bagian utama palatum tetap,
dibentuk oleh dua pertumbuhan keluar dari tonjol maksilar yang menyerupai tameng. Kedua
tonjolan ini, yaitu lempeng-lempeng palatina, tampak pada perkembangan minggu ke-6 dan
mengarah secara oblique ke bawah pada sisi kanan dan kiri lidah. Akan tetapi pada minggu ke-7,
lempeng-lempeng palatina ini bergerak naik hingga mencapai kedudukan horisontal di atas lidah
dan saling bersatu satu sama lain, sehingga membentuk palatum sekunder. Di sebelah anterior,
lempeng-lempeng palatina ini bersatu dengan palatum primer yang berbentuk segitiga, dan
foramen incisivum terbentuk pada bagian yang menyatu tersebut. Di saat yang sama, septum
nasi tumbuh ke bawah dan bersatu dengan bagian permukaan atas palatum yang beru terbentuk.
Lempeng-lempeng palatina berfusi satu sama lain dan dengan palatum primer pada
perkembangan minggu ke-7 hingga ke-10.
Celah pada palatum primer terjadi sebagai akibat kegagalan lapisan mesoderm untuk
berpenetrasi ke dalam celah antara tonjol hidung medial dan tonjol maksila, yang menyebabkan
kegagalan penyatuan kedua tonjol tersebut. Sedangkan celah pada palatum sekunder disebabkan
oleh karena kegagalan lempeng-lempeng palatina untuk berfusi satu sama lain. Penyebab-
penyebab terjadinya celah palatum masih spekulatif dan juga dipengaruhi oleh kegagalan lidah
untuk turun dari anara kedua lempeng palatina akibat micrognatia.
FAKTOR PENYEBAB
Penyebab pasti terbentuknya celah di bibir maupun palatum pada kebanyakan kasus masih belum
diketahui. Pada kebanyakan kondisi sumbing, ditemukan banyak factor yang menjadi penyebab.
Bagaimanapun juga,kita perlu untuk membedakan antara celah/sumbing yang terbentuk tanpa
ada masalah kesehatan lain yang berhubungan (isolated cleft) dan sumbing yang berhubungan
dengan masalah kesehatan sewaktu proses melahirkan. Sumbing ditemukan di lebih dari 300
sindroma yang mana kebanyakan dari sindroma tersebut termasuk jarang terjadi.
Peranan faktor herediter pada penderita isolated cleft sangatlah signifikan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh kondisi genetic sebesar 20-30% pada penderita sumbing di bibir
atau palatum. Walaupun demikian, sampai sekarang masih belum ditemukan proses genetic yang
mempengaruhi terjadinya sumbing. Proses genetic yang terjadi diperkirakan tidak sesederhana
hukum mendel melainkan multigenetik. Mayoritas isolated cleft disebabkan oleh interaksi factor
genetic dengan lingkungan yang belum diketahui secara spesifik.
Keadaan lingkungan ditengarai memegang peranan penting sewaktu perkembangan embrio
ketika bagian bibir dan palatum mengadakan fusi defisiensi nutrisi, radiasi, obat, hipoksia, virus,
kelebihan vitamin atau defisiensi, dapat membentuk sumbing di situasi tertentu.
Risiko memiliki anak dengan sumbing didasarkan pada jumlah factor – factor yang
mempengaruhi di dalam keluarga, meliputi jumlah keluarga yang menderita sumbing, seberapa
dekat hubungan kekeluargaannya, ras, jenis kelamin dan jenis sumbing yang diderita setiap
orangnya. Tidak ada test genetika yang dapat memastikan kemungkinan seseorang mempunyai
anak dengan sumbing.
Setiap keluarga kemungkinan mempunyai risiko melahirkan anak dengan sumbing sekitar 1:700.
Sekali sepasang orang tua memiliki anak dengan sumbing, kemungkinan memiliki anak dengan
sumbing lainnya berkisar 2-5%. Jika penderita sumbing >1 orang dalam suatu keluarga maka
kemungkinannya meningkat menjadi 10-12%. Seorang ayah atau ibu dengan sumbing memiliki
risiko memiliki anak dengan sumbing sebesar 2-5%, sedangkan apabila ditambah dengan
keluarga dekat yang juga memiliki sumbing maka kemungkinannya meningkat menjadi 10-12%.
Biasanya konsultasi dengan ahli genetika dapat dilakukan untuk informasi yang lebih lanjut.
Ringkasan, sumbing orofacial disebabkan oleh mekanisme yang masih belum jelas, baik genetic
maupun lingkungan. Dengan keterbatasan pengetahuan factor penyebab, pengukuran prevensi
yang efektif, prenatal care yang memadai, maka masih belum bisa dilakukan pencegahan
terhadap perkembangan sumbing ini.
MASALAH-MASALAH BAGI INDIVIDU DENGAN CELAH (CLEFT)
1. Masalah Gigi
Sumbing pada alveolus dapat mempengaruhi perkembangan gigi permanen dan gigi susu
serta rahang itu sendiri. Masalah yang paling sering dijumpai adalah adonthia congenital dan
gigi supernumary. Sumbing biasanya ditemukan di antara incisivus lateral dan area caninus.
Gigi ini biasanya terjadi deformitas dan hipomineralisasi. Gigi supernumary bias any
muncul pada batas dari sumbing. Gigi ini biasanya harus diekstraksi selama perkembangan
anak. Namun, gigi ini dapat dipertahankan jika dianggap berguna dalam fungsi rehabilitasi
dental secara keseluruhan. Biasanya, gigi supernumary permanen dibiarkan hingga 2 – 3
bulan sebelum grafting sumbing tulang alveolar karena gigi ini meskipun nonfungsional,
memiliki manfaat untuk mempertahankan tulang alveolar agar tidak terjadi resorbsi. Jika
diekstraksi terlalu dini, maka akan terjadi resorbsi tulang alveolar dan membuat sumbing
tulang alveolar semakin membesar.
2. Maloklusi
Individu yang mengalami sumbing trutama pada palatum menunjukkan adanya perbedaan
tulang rahang dalam hal ukuran, bentuk, dan posisi. Kasus yang sering ditemukan adalah
mandibular prognathism. Faktor yang paling berpengaruh terhadap maloklusi adalah adanya
retardasi pertumbuhan maksila. Penatalaksanaan ortodontik diperlukan selama masa kanak-
kanak dan remaja pasien.
3. Deformitas Nasal
Kelainan bentuk hidung atau deformitas nasal sering dijumpai pada individu dengan cleft
lips. Jika cleft / belahan meluas ke dalam dasar hidung, maka kartilago alar dan columella
hidung tertarik ke arah sisi yang tidak mengalami cleft. Kurangnya tenaga dari tulang yang
mendasari basal hidung menambah masalah tersebut.
Koreksi pembedahan pada deformitas nasal sebaiknya ditunda sampai semua clefts dan
masalah lain yang berhubungan sudah dikoreksi, karena koreksi defek cleft alveolar dan
retrusi tulang maksila akan mengganggu pembentukan tulang hidung. Perbaikan pada
bentuk hidung akan menjadi hasil dari prosedur pembentukan tulang. Oleh karena itu,
perbaikan nasal seharusnya menjadi koreksi pembedahan yang terakhir pada individu
dengan cleft.
4. Pemberian Makanan
Bayi dengan cleft palates dapat menelan secara nomal ketika makanan mencapai hipofaring,
tetapi kesulitan memproduksi tekanan negatif di mulutnya untuk menghisap payudara atau
botol susu. Pada saat puting susu ditempatkan pada mulut bayi, ia akan mulai untuk
menghisap karena refleks menghisap dan menelan normal. Akan tetapi, otot-otot tidak
berkembang sehingga penghisapan tidak efektif. Masalah ini dapat diatasi dengan mudah
menggunakan puting susu yang didesain khusus dan lebih panjang sehingga lebih pas
dengan mulut bayi. Pembukaannya harus diperbesar karena hisapan bayi dengan cleft tidak
seefektif bayi normal. Metode lain yaitu menggunakan eyedroppers atau syringe besar yang
dihubungkan dengan tabung karet. Tabung ditempatkan pada mulut bayi dan sejumlah kecil
larutan diinjeksikan. Pemberian makanan dengan metode ini membutuhkan lebih banyak
waktu dan perhatian. Oleh karena bayi akan menelan sejumlah besar udara pada saat
dilakukan metode tersebut, maka bayi sebaiknya tidak dalam posisi telentang dan sendawa
yang sering juga dibutuhkan.
5. Masalah Telinga
Anak-anak yang mengalami celah pada palatum mole meenjadi faktor predisposisi dari
infeksi telinga tengah. Alasanna menjadi jelas apabila meninjau anatomi sistem muskulus
pada palatum mole. Otot levator veli palatini dan tensor veli palatini, yang pada keadaan
normal memiliki insersio pada otot yang sama di sisi berlawanan, menjadi tidak memiliki
tempat untuk menempel pada kondisi celah pada palatum mole. Otot ini memiliki origo baik
langsung atau dekat dari tuba eustachius. Otot ini memungkinkan terbukanya ostium tuba
ke nasofaring. Hal ini dibuktikan ketika tekanan pada telinga tengah dapat disamakan
dengan cara menelan pada saat terjadinya peubahan tekanan atmosfer, misalnya pada saat di
dalam pesawat terbang yang naik atau turun.
Ketika fungsi ini terganggu, telinga tengah menjadi dalam kondisi ruang tertutup tanpa
fungsi drainase. Cairan serosa dapat berakumulasi dan mengakibatkan otitis media serosa.
Apabila bakteri dapat nak dari nasofaring ke telinga tengah, maka dapat terjadi infeksi (mis.
otitis media supuratif). Pada bayi, sudur dari tuba ini tidak memungkinkan terjadinya
drainase spontan sehingga kondisinya menjadi lebih buruk. Seiring bertambahnya usia,
sudut ini berubah dan memungkinkan terjadinya drainase spontan dari telingah tengah.
Anak-anak yang mengalami celah palatum perlu dilakukan ventilasi telinga tengah secara
berkala. Dokter spesialis THT akan membuat lobang melalui bagian inferis membrana
timpani dan memasukan tabung plastik kecil yang akan menjadi drainase dari telinga ke luar
(myringotomy) ,bukan ke nasofaring.
Otitis media serosa kronik sering terjadi pada anak dengan celah palatum dan diperluklan
prosedur myringotomi yang berulang. Otitis media serosa kronik merupakan masalah serius
untuk pendengaran. Karena adanya inflamasi kronis pada telinga tengah, gangguan
pendengaran sering terjadi padapasien celah palatum. Tipe gangguan pendengaran pada
pasien celah paalutm adalah gangguan pendengaran konduktif, yang artinya jalus
persyarafan ke otak masih berfungsi normal. Kerusakan pada tahap ini disebabkan karena
gelombang suara tidak dapat mencapai organ sensorik pendengaran secara efisien karena
perubahan inflamasi kronis pada telinga tengah. Namun, apabila masalah ini tidak
dikoterksi, kerusakan permanen pada syaraf auditorik (gangguan pendegaran tipe neural)
dapat pula terjadi. Kerusakan tipe ini tidak dapat diperbaiki. Derajat gangguan pendengaran
pada pasien dengan celah palatum bervariasi. Kerusakannya dapat sedemikian besar
sehingga suara yang terdengar menjadi hanya setengah dari suara aslinya. Terlebih,
beberapa suara (yang disebut fonem) seperti s, sh, dan t dapat terdengar lebih buruk.
Audiogram dapat digunakan pada pasien dengan celah palatum secara berulang untuk
memantau kemampuan pendengarannya.
6. Kesulitan Berbicara
7. Anomali Lain yang Berhubungan
TATALAKSANA SUMBING BIBIR DAN CELAH PALATUM
Tujuan tatalaksana sumbing bibir dan palatum adalah untuk memperbaiki sumbing dan
komplikasinya dengan pembedahan dan untuk kepentingan estetik. Perbaikan sumbing meliputi
pembedahan pada wajah, perlengkapan vokal sehingga dapat menghasilkan suara yang baik, dan
gigi sehingga fungsi dan estetik optimal. Pembedahan dilakukan sedini mungkin dan dapat
berlangsung selama beberapa tahun.
Waktu yang Tepat untuk Tatalaksana Pembedahan
Waktu untuk pembedahan pada sumbing telah menjadi perdebatan. Bayi yang dinyatakan sehat
dan dapat mengikuti operasi bila memenuhi "rule of 10" (usia 10 minggu, berat 10 lbs, dan
hemoglobin minimal 10g/dL). Pembedahan sumbing merupakan tindakan bedah elektif,sehingga
bila ada keadaan yang lebih membahayakan kesehatan bayi pembedahan dapat ditunda terlebih
dahulu.
Penutupan palatum secara dini memiliki kelebihan dan kerugian bagi individuu pada hidupnya
nanti. 6 keuntungan melakukan penutupan defak palatum dini adalah 1) perkembangan palatum
dan otot faring yang lebih baik; 2) tidak adanya kecemasan bahwa bayi mudah tersedak saat
makan; 3) perkembangan kemampuan bersuara lebih naik; 4) fungsi tuba pendengaran lebih
baik; 5) kebersihan mulut dan hidung lebih baik; dan 6) peningkatan status psikologikal untuk
orangtua dan bayi. Kerugian penutupan sumbing palatum dini adalah 1) pembedahan lebih sulit
dilakukan pada anak yang lebih muda karena strukturnya kecil dan 2) pembentukan jaringan
parut dari operasi dapat menyebabkan restriksi pertumbuhan maksila.
Prinsip pembedahan pada sumbing yang diterima saat ini adalah sumbing bibir dilakukan sedini
mungkin dan sumbing palatum mole dilakukan pada usia 8-18 bulan. Penutupan sumbing bibir
lebih menguntungkan bila dilakukan sedini mungkin, karena perbaikan tulang alveolus yang
terdistorsi akan lebih baik, serta membantu bayi dalam hal makan dan memiliki keuntungan
psikologis. Penutupan palatum dilakukan saat atau sebelum kemampuan berbicara berkembang.
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan mekanisme velofaringeal yang fungsional. Perbaikan
sumbing palatum durum terkadang tidak diperbaiki bersamaan dengan palatum mole, terutama
bila sumbing cukup luas. Dalam kasus tersebut, sumbing palatum durum dibiarkan terbuka
selama mungkin agar perkembangan maksila lebih leluasa. Penutupan sumbing palatum durum
dapat ditunda sampai semua gigi susu mengalami erupsi. Penundaan ini bertujuan agar maksila
dapat bertumbuh sebelum dihambat oleh jaringan parut akibat pembedahan. Pertumbuhan
maksila yang signifikan terjadi pada usia 4-5 tahun dan pada saat ini penutupan sumbing palatum
durum dapat dilakukan (biasanya sebelum anak memasuki masa sekolah). Obturator palatum
dapat digunakan untuk menyekat rongga mulut dan rongga hidung.
Cheilorrhaphy
Cheilorrhaphy merupakan tindakan bedah untuk mengoreksi deformitas yang disebabkan oleh
sumbing bibir. Biasanya ini merupakan prosedur operatif paling awal untuk mengoreksi
deformitas dan dilakukan segera saat kondisi medis pasien memungkinkan.
Tujuan cheilorrhaphy :
1. Fungsional
Mengembalikan susunan fungsional dari muskulus orbicularis oris sehingga fungsi bibir
atas kembali normal. Diskontinuitas dari muskulus orbicularis oris mengakibatkan
perkembangan maksila yang tak terkoordinasi.
2. Estetika
Menampilkan struktur anatomis normal (vermilion tubercle, cupid’s bow, philtrum)
sehingga bibir menjadi simetris, batas tegas, dan bekas luka yang tidak mencolok.
Mengoreksi (setidaknya sebagian) deformitas nasal yang disebabkan oleh sumbing
bibir.
Gambar anatomis bibir normal
Teknik Bedah
Setiap sumbing adalah unik, begitu pula dengan prosedur bedahnya. Teknik-teknik yang dapat
digunakan pada cheilorrhaphy didesain untuk memperpanjang tepi sumbing sehingga dapat
memfasilitasi penutupannya.
1. Teknik Le Mesurier
2. Teknik Tennison
3. Teknik Wynn
4. Teknik Millard
Palatorrhaphy
Palatorrhaphy biasanya dilakukan dalam satu operasi, namun terkadang dilakukan dalam
dua operasi. Dalam dua operasi, penutupan palatum molle (misal: staphylorrhaphy) dilakukan
terlebih dahulu dan diikuti penutupan palatum durum (misal: uranorrhaphy).
Obyektif. Tujuan utama dari perbaikan celah palatum adalah untuk membentuk suatu
mekanisme yang mampu berbicara dan mengunyah tanpa terganggu secara signifikan dengan
pertumbuhan maksila berikutnya. Pembentukan mekanisme velofaringeal yang kompeten dan
pembagian kavum oral dan nasal merupakan persyaratan untuk mencapai tujuan tersebut.
Maksudnya adalah untuk memperoleh palatum molle yang panjang dan dapat bergerak sehingga
dapat memproduksi bicara normal. Pengambilan berlebihan jaringan lunak dari tulang dapat
menyebabkan pembentukan skar berlebihan. Tingkat kesulitan masalah mengindikasikan
kompleksitas prosedur bedah dan pada usia berapa operasi ini dilakukan.
Teknik pembedahan. Prosedur operatif untuk palatorrhaphy sangat bervariasi seperti
teknik untuk perbaikan celah bibir. Setiap celah palatum unik. Mereka bervariasi dalam lebar,
kelengkapan, jumlah jaringan keras dan lunak yang tersedia, dan panjang palatum. Akibatnya,
teknik pembedahan untuk menutup deformitas celah palatum sangat bervariasi, tidak hanya dari
satu ahli bedah ke ahli bedah lain, namun juga dari satu pasien ke pasien berikutnya.
Penutupan palatum durum. Palatum durum hanya ditutupi dengan jaringan lunak.
Biasanya tidak dibutuhkan usaha untuk membentuk partisi tulang antara kavum oral dan nasal.
Jaringan lunak yang berada di sekitar batas celah bervariasi dalam kualitas. Beberapa atrofi dan
tidak berguna secara khusus. Yang lain terlihat sehat dan siap dipakai untuk diseksi dan
integritas jahitan. Pada bagian paling dasar dari jaringan lunak diinsisi sepanjang batas celah dan
didiseksi dari palatal shelves sampai aproksimasi di atas defek celah adalah mungkin. Prosedur
ini seringkali membutuhkan insisi lateral dekat dengan pertumbuhan gigi. Berikut di bawah ini
gambar operasi Von Langenbeck.
Gambar: Operasi Von Langenbeck untuk penutupan palatum durum menggunakan insisi lateral. Teknik ini merupakan penutupan satu lapis – aspek nasal (misal: superior) dari flap palatum akan epitelialisasi, begitu juga dengan daerah denudasi di tulang palatum.
Jaringan lunak kemudian dijahit dengan cara kedap air di atas defek celah dan memungkinkan
penyembuhan. Daerah di mana tulang terlihat oleh insisi lateral dimungkinkan sembuh dengan
intensi sekunder. Aspek superior dari flap palatum juga akan reepitelialisasi dengan epitel
respiratori karena permukaan ini sekarang dilapisi dengan dasar nasal. Bila mungkin, sebaiknya
diperoleh dua lapis untuk menutup celah palatum durum, di mana setelah itu mukosa nasal dari
dasar, dinding lateral, dan daerah septum hidung dapat mobilisasi dan dijahit bersama sebelum
penutupan oral. Berikut adalah variasi dari operasi Von Langenbeck.
Gambar: Variasi operasi Von Langenbeck untuk penutupan bersamaan palatum durum dan molle. Ini menggunakan penutupan tiga lapis untuk palatum molle (misal: mukosa nasal, otot, dan mukosa oral) dan penutupan dua lapis untuk palatum durum (misal: flap dari vomer dan dasar nasal untuk membentuk penutupan nasal, flap palatum untuk penutupan oral). A, Pemindahan mukosa dari batas celah. B, Flap mukoperiosteal pada palatum durum; insisi lateral. C, Jahitan dilakukan pada mukosa nasal setelah perkembangan flap nasal dari vomer dan dasar nasal. Jahitan dilakukan sehingga simpul berada pada sisi nasal. D, Mukoa nasal ditutup. E, Potongan frontal menunjukkan perbaikan mukosa nasal. F, Penutupan mukoperiosteum oral.
Ketika vomer dilekatkan pada palatal shelf yang berlawanan dengan celah, flap mukosa
dapat dicapai dari sana dan dijahit ke jaringan palatum pada sisi celah. Prosedur ini (misal:
prosedur flap vomer) membutuhkan sedikit pengambilan mukoperiosteum palatum dan
memproduksi kontraksi skar yang minimal. Daerah vomer yang denudasi dan sisi berlawanan
dari flap di mana tidak ada epitel akan mengalami reepitelialisasi. Teknik flap vomer berguna
pada celah yang tidak terlalu lebar dan bila vomer telah siap sedia digunakan. Ini merupakan
penutupan satu lapis. Berikut di bawah ini gambar teknik flap vomer untuk menutup celah
palatum durum.
Gambar: Teknik flap vomer untuk penutupan celah palatum durum (pada kasus ini bilateral). A, Insisi melewati mukosa nasal pada sisi bawah septum nasal (misal: vomer) dan mukosa pada batas celah. B, Mukosa pada septum nasal didiseksi dan dimasukkan di bawah mukosa palatum pada batas celah. Ini hanya penutupan nasal satu lapis. Jaringan penyambung di bawah mukosa nasal akan epitelialisasi. Teknik ini, karena tidak membutuhkan elevasi berlebihan dari mukoperiosteum palatum, memproduksi skar minimal.
Penutupan palatum molle. Penutupan palatum molle secara teknik merupakan operasi
yang paling sulit pada individu dengan celah. Akses menjadi masalah terbesar, karena palatum
molle terletak dekat bagian belakang kavum oral. Kombinasi kesulitan dengan cahaya, retraksi,
dan kenyataan bahwa klinisi dapat bekerja hanya dari sisi oral harus mengkoreksi sisi oral dan
nasal dari palatum molle. Sebagai tambahan, klinisi harus bekerja dengan jaringan yang sangat
tipis, atrofi kemudian menutup bersama. Untuk membantu mencapai tujuan tersebut, palatum
molle selalu ditutupi dengan tiga lapisan yaitu: (1) mukosa nasal, (2) otot, dan (3) mukosa oral.
Berikut adalah gambar penutupan palatum molle tiga lapis.
Gambar: Penutupan palatum molle tiga lapis. A, Eksisi mukosa pada batas celah. B, Diseksi mukosa nasal dari palatum molle untuk memfasilitasi penutupan. Mukosa nasal dijahit
bersama dengan simpul pada permukaan nasal. Insisi kecil dibuat untuk memasukkan instrumen untuk fraktur prosesus hamular. Manuver ini melepaskan tensor veli palatine dan memfasilitasi aproksimasi pada garis tengah. C, Otot didiseksi dari insersi menuju palatum durum, dan dijahit untuk aproksimasi otot di garis tengah. D, Penutupan mukosa oral selesai. E, Lapisan penutup palatum molle.
Batas celah diinsisi dari ujung posterior palatum durum ke minimal ujung distal uvula. Mukosa
nasal kemudian didiseksi bebas dari otot di bawahnya dan dijahit ke mukosa nasal sisi
berlawanan. Lapisan otot membutuhkan perhatian khusus. Otot pada celah palatum molle tidak
diinsersi ke sisi berlawanan tetapi malah diinsersi posterior dan lateral sepanjang batas palatum
durum. Insersi otot ini harus dilepaskan dari insersi tulang mereka dan reaproksimasi ke sisi lain.
Hanya dengan itu mekanisme velofaringeal mempunyai kesempatan untuk berfungsi penuh. Jika
kuantitas jaringan otot tidak adekuat untuk aproksimasi otot pada garis tengah, prosesus
pterigoideus hamular dapat dipatahkan, kemudian melepaskan muskulus tensor palatini
mendekati garis tengah. Manuver ini sering dilakukan, terutama pada celah yang lebar.
Terkadang, palatum molle ditemukan pendek, dan artikulasi dengan dinding faring tidak
mungkin. Situasi ini terutama sering pada celah palatum inkomplit – hanya palatum molle. Pada
kasus ini palatum dapat ditutup dengan cara tidak hanya mendekatkan dua bagian lateral menjadi
satu di garis tengah namun juga memperoleh panjang palatum. Ini disebut prosedur W-Y push-
back (Wardill) dan prosedur U-shaped push-back (Dorrance dan Brown), sering digunakan.
Mukoperiosteum palatum durum diinsisi dan dielevasi sehingga memungkinkan seluruh elemen
jaringan lunak pada palatum durum dan molle meluas secara posterior, kemudian memperoleh
panjang palatum. Berikut di bawah ini gambar operasi Wardill.
Gambar: Operasi Wardill untuk pemanjangan palatum pada penutupan. A dan B, Operasi empat flap untuk celah lebih panjang. C dan D, Operasi tiga flap untuk celah lebih pendek.
Alveolar Cleft Grafts
Defek sumbing alveolar biasanya tidak dikoreksi pada koreksi bedah dari baik sumbing bibir
maupun celah langit-langit (palatum). Akibatnya, individu yang menderita sumbing ini dapat
mempunyai fistulae residual pada daerah ini, dan alveolus maksila tidak akan bersambungan
karena cleft ini. Karena itu, terjadinya kelima masalah yang sering terjadi: (1) cairan oral
memasuki rongga hidung, (2) sekresi nasal mengalir ke rongga mulut, (3) gigi erupsi ke alveolar
cleft, (4) segmen alveolar kolaps, (5) jika cleft besar, maka bicara akan terganggu.
Transplantasi tulang celah alveolar (alveolar cleft bone grafts) memiliki beberapa keuntungan:
pertama, hal ini akan menyambungkan segmen alveolar dan membantu mencegah kolaps dan
konstriksi dari lengkung dental, yang terutama penting jika maksila telah melebar secara
orthodontical. Kedua, hal ini menyediakan sokongan tulang untuk gigi di sekitar cleft dan untuk
yang akan erupsi disekitar celah. Seringkali, sokongan tulang pada aspek distal dari gigi seri
sentral itu tipis, dan tinggi dari sokongan tulang itu bervariasi. Gigi ini dapat menunjukkan
sedikit mobilitas karena kekurangan sokongan tulang. Peningkatan dari jumlah tulang alveolar
untuk gigi ini dipastikan dapat membantu pemeliharaan periodontal. Caninus cenderung untuk
erupsi ke tempat cleft dan, dengan menempatkan tulang sehat pada cleft, maka dapat dipastikan
adanya sokongan periodontal pada saat erupsi dan setelahnya. Keuntungan ketiga dari
transplantasi ini adalah penutupan dari fistula oronasal, yang akan membatasi rongga mulut dan
hidung dan mencegah keluarnya cairan dari keduanya. Augmentasi dari alveolar ridge (tonjolan
dari tulang alveolar) pada daerah cleft adalah keuntungan keempat, karena akan mefasilitasi
penggunaan prostheses dental dengan menciptakan dasar yang lebih baik. Keuntungan kelima,
adalah menciptakan dasar yang solid untuk bibir dan dasar hidung (Gambar brp). Telah terbukti
bahwa prosedur ini membuat perubahan struktur hidung yang baik, karena jaringan pada dasar
hidung menjadi tersokong setelah transplantasi alveolar cleft, dimana sebelum transplantasi,
tidak terdapat dasar osseous. Oleh karena itu, transplant alveolar harus dilakukan sebelum
pembenahan hidung.
Gambar Dasar Hidung (Alar Base)
Waktu untuk melakukan prosedur
Alveolar cleft graft biasanya dilakukan saat pasien berusia antara 7 dan 10. Pada saat ini,
telah terjadi sebagian besar pertumbuhan dari maksila, dan pembedahan alveolar cleft tidak
boleh mempengaruhi pertumbuhan maksila yang belum terjadi. Transplant sudah harus
ditempatkan sebelum terjadi erupsi dari caninus permanen, sehingga sudah terdapat
sokongan periodontal. Idealnya, prosedur ini dilakukan saat telah terbentuk setengah atau
dua pertiga dari akan caninus yang belum erupsi.
Pelebaran orthodontis dari lengkung gigi sebelum atau sesudah prosedur sama efektifnya,
namun, beberapa ahli bedah lebih memilih untuk melebarkan orthodontis dahulu sebelum
transplantasi tulang supaya akses pada daerah cleft telah tersedia.
Prosedur pembedahan
Mucoperiosteal flap yang intak pada setiap sisi harus melapisi transplant tulang yang
ditempatkan pada alveolar cleft. Ini berarti bahwa flaps dari mukosa nasal, palatal, dan
labial harus telah terbentuk dan dijahit dalam pola tanpa ketegangan dan kedap air. Insisi
jaringan lunak untuk transplantasi alveolar cleft bervariasi, tetapi semua prosedur harus
mengikuti pola ini.
Tulang yang ditempatkan pada alveolar cleft biasanya diambil dari ilium atau cranium
pasien, namun, beberapa ahli bedah menggunakan tulang allogenik (contonya tulang
homolog dari individu lain).
Transplant dibuat menjadi suatu particulate consistency dan diletakan di dalam defek saat
mukosa nasal dan palatal telah ditutup. Mukosa labial kemudian menutupi tranplast tulang.
Pada saat ini transplant telah digantikan oleh tulang baru yang tidak dapat dibedakan dari
prosesus alveolar sekitarnya. Pemindahan orthodontis dari gigi ke tempat transplant
memungkinkan, dan erupsi gigi dari ke dalamnya biasanya berlangsung tanpa hambatan.
Koreksi Disharmoni Maksilofasial
Individu dengan cacat sumbing biasanya akan menunjukkan retrusi rahang atas dan penyempitan
melintang rahang atas akibat kontraksi sikatrik dari operasi sebelumnya. Dalam banyak kasus,
maloklusi yang terkait berada di luar lingkup perawatan ortodontik. Dalam kasus-kasus bedah
ortognatik sama dengan prosedur yang digariskan dalam bab 25 yang ditujukan untuk
mengkoreksi maloklusi skeletal.
Namun, ada beberapa perbedaan dalam aspek teknis dari operasi rahang atas karena cacat
lainnya dan jaringan parut yang timbul pada rahang atas penderita sumbing. Secara umum, total
maxillary osteotomies diperlukan untuk memajukan dan terkadang memperluas rahang atas.
Penutupan beberapa ruang di daerah celah alveolar dengan membawa alveolus dari bagian
sumbing ke sisi anterior juga dilakukan dalam beberapa kasus. Prosedur yang terakhir ini
memerlukan segmentasi rahang atas yang karena sifat celah biasanya sudah terjadi. Perbedaan
antara pasien yang menderita sumbing dengan pasien yang tidak menderita sumbing adalah
jaringan parut yang timbul di palatum dan penurunan suplai darah ke rahang atas. Jaringan parut
yang berasal dari operasi sebelumnya membuat perluasan dari rahang atas sangat sulit dan perlu
dilakukan eksisi dari beberapa jaringan ini. Klinisi harus mencoba untuk rajin dan
mempertahankan mukoperiosteum rahang atas sebanyak mungkin karena pasokan darah yang
buruk. Perawatan juga harus dilakukan supaya tidak terbentuk fistula nasal lainnya.
Jika pada sumbing alveolar belum dilakukan cangkok sebelumnya, hal ini dapat dilakukan pada
operasi yang sama. Pada sumbing bilateral, bagaimanapun, pasokan darah ke segmen prolabial
sangat buruk. Akan lebih bijaksana dalam kasus ini untuk melakukan cangkok sumbing alveolar
terlebih dahulu kemudian dilakukan osteotomy maxillary satu bagian setelah beberapa saat untuk
revaskularisasi segmen prolabial.
Satu masalah yang dihadapi oleh pasien dengan cleft palate ketika prosedur maxillary
advancement sudah direncanakan yaitu efek yang mungkin dialami pada mekanisme
velofaringeal. Ketika rahang atas dibawa ke depan, palatum molle juga ditarik ke depan. Pasien
preoperative yang kompeten dengan mekanisme velofaringeal dapat menjadi inkompeten dalam
periode postoperative. Sangat sulit membedakan pasien mana yang akan mengalami masalah ini.
Karena itu, prosedur bedah faringeal untuk meningkatkan kompetensi velofaringeal perlu
didiskusikan dengan pasien. Prosedur ini dapat dilakukan kemudian jika diperlukan.
Prosedur Bedah Sekunder
Prosedur bedah sekunder adalah prosedur yang dilakukan setelah perbaikan awal dari cacat
sumbing dengan tujuan meningkatkan kemampuan berbicara dan melakukan koreksi terhadap
sisa kecacatan. Teknik sekunder yang sering digunakan untuk meningkatkan kompetensi
velofaringeal adalah prosedur pharyngeal flap. Dalam prosedur ini, mukosa faring yang luas dan
otot-otot diangkat dari dinding faring posterior dan dimasukkan ke dalam aspek superior dari
palatum molle. Defek yang ditinggalkan pada dinding faring posterior akibat pengangkatan dari
faringeal flap dapat ditutup atau dibiarkan sembuh sendiri. Sekali dimasukkan ke dalam palatum
molle, faring dan palatum molle akan bergabung, meninggalkan dua port lateral sebagai opening
antara orofaring dan nasofaring yang akan mengurangi aliran udara antara orofaring dan
nasofaring. Mekanisme velofaring terdiri dari pengangkatan palatum molle dan penyempitan
dinding faring lateral.
Teknik lain yang baru-baru ini membangkitkan ketertarikan karena material biokompatibel baru
adalah penempatan implant di belakang dinding faring posterior untuk membawanya ke depan.
Jadi palatum molle memiliki jarak yang lebih pendek untuk melintasi dan menutup nasofaring.
Masalah utama dari teknik ini di masa lalu adalah pergerakan dari implant dan infeksi yang
terkadang menyebabkan kebutuhan untuk mengangkat implant tersebut.
KEBUTUHAN DENTAL DARI INDIVIDU DENGAN CELAH (CLEFT)
Karena adanya celah, baik diperbaiki atau tidak dikoreksi, individu ini memiliki beberapa
kebutuhan khusus yang harus disadari dokter gigi. Dokter gigi harus menyadari rencana
pengobatan keseluruhan (pendekatan interdisipliner) yang dirumuskan untuk manajemen pasien.
Kesadaran akan perencanaan ini akan menghalangi kinerja dari setiap prosedure yang ireversibel
atau mahal pada gigi yang tidak diperlukan. Semua bridgework harus ditunda sampai prosedure
grafting ortodontik, ortognatik, dan alveolar selesai dikerjakan. Dengan demikian dokter gigi
dapat menentukan secara akurat ruang yang tepat dan bentuk ridge tersedia untuk pontic.
Gigi yang berdekatan dengan margin sumbing tidak hanya mungkin cacat atau tidak ada tetapi
juga mungkin memiliki dukungan periodontal yang buruk karena kurangnya tulang dan
posisinya pada margin sumbing. Situasi ini memperbesar resiko terjadinya periodontitis dan
early loss jika kesehatan gigi tidak dalam keadaan optimal. Karena gigi sering malaligned dan
berrotasi, tindakan higienis oral mungkin lebih sulit orang-orang ini, dan memerlukan tindakan
profilaksis. Jika tidak, karies akan merajalela disertai prematur loss mungkin terjadi. Ini adalah
hal buruk pada individu yang menderita sumbing karena ia mungkin memiliki gigi yang lebih
sedikit untuk melakukan fungsi vital.
Alat Bantu Prostetik Bicara
Perawatan prostetik untuk pasien sumbing mungkin diperlukan untuk dua alasan: pertama, gigi
yang begitu sering hilang pada pasien sumbing harus diganti. Kedua, pada pasien yang gagal
untuk mendapatkan velofaringeal yang kompeten dengan koreksi bedah, Alat bantu prostetik
bicara bisa dibuat oleh dokter gigi untuk mengurangi pembicaraan hypernasal. Alat bantu
prostetik bicara adalah bulb akrilik yang terpasang pada belakang gigi pada rahang atas. Bulb ini
secara tepat melekat pada permukaan bawah palatum molle dan mengangkat mengangkat
palatum molle ke arah superior. Jika bulb ini tidak memberikan fungsi yang memadai,
penggunaan akrilik lain (bulb obturator) dapat ditempatkan untuk memperluas ke aspek
posterior palatum. Alat ini akan mempersempit isthmus faring, dan ukuran bisa disesuaikan
untuk efektivitas maksimal. Secara fungsional, dinding posterior faring kemudian akan
bersentuhan dengan bulb. Ukuran bulb dapat dikurangi seiring otot faring menjadi lebih aktif.
Alat ini digunakan dalam dua contoh: (1). Sebelum prosedur flap faring untuk mengembangkan
gerakan otot atau (2). jika prosedur bedah sekunder tidak berhasil menghasilkan velofaringeal
yang kompeten. Alat bantu prostetik bicara juga secara bersamaan berguna untuk menyangga
penggantian gigi palsu, untuk menutupi cacat palatum durum, dan untuk mendukung kekurangan
bibir atas dengan flange yang diperluas ke sulkus labial. Jelas, pemeliharaan gigi yang tersisa
dalam keadaan optimal adalah prasyarat untuk terapi alat bantu prostetik bicara.
Gambar 1. Cleft palate obturator