OPTIMALISASI LAHAN SEMPIT DENGAN POLA PENGELOLAAN
USAHATANI TUMPANG SARI (JAGUNG DAN CABAI MERAH)
DI DESA BUANA SAKTI KECAMATAN BATANGHARI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
ARNISA AULIA
NPM. 13210004
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Pertanian Pada
Jurusan Agribisnis
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)
DHARMA WACANA METRO
TAHUN 2016
ABSTRAK
OPTIMALISASI LAHAN SEMPIT DENGAN POLA PENGELOLAAN
USAHATANI TUMPANG SARI (JAGUNG DAN CABAI MERAH)
DI DESA BUANA SAKTI KECAMATAN BATANGHARI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
ARNISA AULIA
Tumpang sari adalah suatu pertanaman dua jenis atau lebih tanaman cultivar pada
bidang tanah dan waktu yang sama atau hampir bersamaan dengan membentuk
baris-baris yang teratur untuk tiap jenis tanaman. Sistem tanam tumpang sari
(intercropping) termasuk usaha untuk meningkatkaan hasil melalui manipulasi
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas lahan yang optimal
untuk usahatani jagung dan cabai merah dan mengetahui produksi optimal untuk
masing-masing usahatani jagung dan cabai merah.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara
dengan menggunakan alat analisa Linear Programming POM-QM for Windows3,
model fungsi tujuan (Zmax) = C1X1 + C2X2 dengan keterbatasan sumber daya
faktor produksi (constrain) berupa luas lahan, tenaga kerja (HOK) dan modal.
Sampel digunakan dalam penelitian ini berjumlah 31 petani dengan kriteria petani
yang berlahan sempit (<0.5ha).
Penggunaan lahan belum optimal atau belum sepenuhnya dimanfaatkan sementara
ketersediaannya ditingkat petani berlebih, sehingga dalam kondisi optimal
penggunaan lahan perlu ditambah dari persediaan yang ada. Tenaga kerja dan
modal merupakan sumber daya yang langka karena dalam kondisi optimal semua
persediaan habis terpakai. Tingkat pedapatan setelah dilakukan optimalisasi
adalah sebesar Rp. 5.859.985,00 lebih besar dari pendapatan aktual petani sebesar
Rp. 5.859.900,00.
Kata kunci: Lahan sempit, optimalisasi, tumpang sari, jagung dan cabai
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Proposal : Optimalisasi Lahan Sempit Dengan Pola
Pengelolaan Usahatani Tumpang sari (Jagung dan
Cabai Merah) di Desa Buana Sakti Kecamatan
Batanghari Kabupaten Lampung Timur.
Nama Mahasiswa : Arnisa Aulia
No. Pokok Mahasiswa : 13210004
Jurusan : Agribisnis
Program Studi : Agribisnis
Menyetujui,
KOMISI PEMBIMBING
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ismalia Afriani, S.P., M.Si Kusmaria, S.P., M.Si NIP. 197504172005012001 NIP.
KETUA JURUSAN AGRIBISNIS
Dr. Ismalia Afriani, S.P., M.Si
NIP. 197504172005012001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Dr. Ismalia Afriani, S.P., M.Si ………………………
Penguji Utama : Zulkarnain, S.P., M.E.P ………………………
Anggota : Kusmaria, S.P., M. Si ………………………
2. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana
Kota Metro
Ir. Rakhmiati, M.T.A
NIP. 196304081989032001
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 05 Januari 2017
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara pada tanggal 15 juni 1994 yang
merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan
Bapak Sirajudin Taha, S.P dan Ibu Maryani, S.Pd.
Riwayat pendidikan penulis:
1. SD Islam Ibnu Rusyd Kotabumi Lampung Utara tahun 2005.
2. SMP Negeri 7 Kotabumi Lampung utara tahun 2010.
3. MAN 1 (MODEL) Bandar Lampung tahun 2012.
4. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sarjana S1 pada tahun 2013 di
STIPER Dharma Wacana Metro.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan sepenuhnya kepada:
1. Ayah ku Sirajudin Taha, S.P dan Umi ku Maryani, S.Pd yang selalu
mendo’akan ku dan telah menjadi motivasi dalam keberhasilan ku.
2. Ahi ku Aziz Rafsanjani dan adik ku M. Rafi Dermawan N tersayang yang
senantiasa selalu menanti keberhasilan ku.
3. Ervan yang memberikan bantuan, perhatian, dan semangat kepada ku dan
bersama-sama berjuang menyelesaikan program studi S1 di STIPER Dharma
Wacana Metro.
4. Sahabat-sahabat ku yang terus memberi semangat dalam menyelesaikan
program studi S1.
5. Almamater ku beserta teman-teman seperjuangan dan dosen-dosen yang telah
membimbing dan mendampingi hingga penulis dapat menyelesaikan program
S1 di STIPER Dharma Wacana Metro
MOTTO
“ Pantang berkata tidak bisa sebelum MENCOBA dan BERUSAHA ”
( Arnisa Aulia )
“Man Jadda Wajada”
(barang siapa yang bersungguh-sunggu maka pasti akan berhasil)
“ Ketika kita sudah mencoba, berusaha dan berdoa untuk mendapatkan sesuatu
yang kita inginkan tetapi tak kunjung jua didapatkan jangan bersedih ataupun
putus asa karena rencana ALLAH S.W.T lebih indah dari apa yang kita
rencanakan”
( Arnisa Aulia )
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah S.W.T karena berkat ridho dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Optimalisasi Lahan Sempit Dengan Pola Pengelolaan Usahatani Tumpang sari
(Jagung dan Cabai) di Desa Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten
Lampung Timur, Sebagai salah satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan
trima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Ir. Rakhmiati, M.T.A, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
(STIPER) Dharma Wacana Metro.
2. Ibu Dr. Ismalia Afriani, S.P., M.Si, selaku Ketua Jurusan Agribisnis Sekolah
Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro, sekaligus sebagai dosen
pembimbing I.
3. Ibu Kusmaria, S.P., M.Si, selaku dosen pembimbing II.
4. Bapak Zulkarnain, S.P., M.E.P, selaku dosen penelaah.
5. Teman-teman seperjuangan STIPER Dharma Wacana Metro yang telah
memberikan motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh lebih dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini, sehingga
skripsi ini akan lebih bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis ucapkan
trima kasih.
Metro, Januari 2017
Penulis
Arnisa Aulia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
ABSTRAK ................................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Optimalisasi Usahatani ............................................................ 8
2.1.1 Usahatani ........................................................................ 8
2.1.2 Optimalisasi .................................................................... 10
2.2 Tumpang sari (Intercropping) .................................................. 14
2.3 Tanaman Jagung ...................................................................... 15
2.4 Tanaman Cabai ........................................................................ 16
2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................... 17
2.6 Kerangka Pikir ......................................................................... 20
2.7 Hipotesis .................................................................................. 23
III. METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional ............................................................... 24
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .................................. 26
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................... 27
3.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 28
3.5 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ...................... 28
3.5.1 Analisis Optimalisasi ..................................................... 29
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian .................................................... 31
4.1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ................................... 31
4.1.2 Keadaan Demografis ........................................................ 32
4.1.3 Pembagian Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ........ 33
4.2 Identitas Responden ................................................................. 34
4.3 Pengalaman Berusahatani Tumpang sari (Jagung dan Cabai) .. 37
4.4 Pendapatan Usahatani Tumpang sari (Jagung dan Cabai) ....... 38
4.5 Nilai Optimal Untuk Usahatani Jagung dan Cabai .................. 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 52
5.2 Saran ......................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Luas lahan pertanian di Indonesia Tahun2009-2013 ................................. 1
2. Luas Tanam dan Luas Panen Tanaman Palawija terkecil di
Kecamatan Batanghari Tahun 2013 ..........................................................
5
3. Populasi Petani Tumpang sari Jagung dan Cabai Di Desa Buana Sakti
2016 ..........................................................................................................
27
4. Luas Desa Buana Sakti Menurut Penggunaan Lahan Tahun 2015 ........... 32
5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Buana Sakti ................ 32
6. Kelompok Umur Sekolah .......................................................................... 33
7. Sebaran Tingkat Umur Responden ............................................................ 35
8. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden ................................................... 36
9. Sebaran luas lahan responden ..................................................................... 37
10. Sebaran Lama Usahatani Tumpang sari Petani Responden ...................... 38
11. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung dan Cabai Merah Di Desa
Buana Sakti .................................................................................................
46
12. Solusi Optimal Usahatani Jagung dan Cabai ............................................ 48
13. Rentan Koefisien Fungsi Tujuan (Renging) .............................................. 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir Optimalisasi Lahan Sempit Dengan Pola
Pengelolaan Usahatani Tumpang sari ...................................................................
22
2. Pola penanaman jagung dan cabai ......................................................................... 41
3. Saluran Pemasaran Jagung dan Cabai di Desa Buana Sakti.................................. 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuisioner Usahatani ................................................................................ 56
2. Data Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Luar Keluarga Di Desa
Buana Sakti Untuk Tanaman Jagung .....................................................
60
3. Data Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Luar Keluarga Di Desa
Buana Sakti Untuk Tanaman Cabai ........................................................
61
4. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Luar Keluarga Di Desa
Buana Sakti Untuk Jagung ......................................................................
62
5. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Luar Keluarga Di Desa
Buana Sakti Untuk Cabai ........................................................................
67
6. Biaya Pemupukan Jagung ....................................................................... 73
7. Biaya Pemupukan Cabai ......................................................................... 74
8. Biaya Pestisida Jagung ............................................................................ 75
9. Biaya Pestisida Cabai .............................................................................. 76
10. Biaya Penyusutan .................................................................................... 79
11. Total Penerimaan..................................................................................... 82
12. Pendapatan Usahatani Jagung Di Desa Buana Sakti Atas Biaya Tunai .. 83
13. Pendapatan Usahatani Cabai Di Desa Buana Sakti Atas Biaya Tunai .... 84
14. Pendapatan Usahatani Jagung Di Desa Buana Sakti Atas Biaya
Diperhitungkan ........................................................................................
85
15. Pendapatan Usahatani Cabai Di Desa Buana Sakti Atas Biaya
Diperhitungkan ........................................................................................
86
16. Total HOK Jagung Dan Cabai ................................................................ 87
17. Biaya Jagung Dan Biaya Cabai ............................................................... 87
18. Program Linier ........................................................................................ 88
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup
dengan mata pencaharian sebagai petani. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
pertanian merupakan sektor penting yang mendukung kehidupan penduduk.
Tanah yang subur, keadaan iklim, suhu dan kelembaban di Indonesia sangat
cocok untuk pertumbuhan tanaman pangan, untuk itu komoditi tanaman pangan
terutama padi, jagung dan kedelai serta palawija lainnya menjadi prioritas
usahatani yang dilaksanakan oleh mayoritas petani di Indonesia dalam rangka
meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan petani. Namun sebagian besar
kepemilikan lahan penduduk di Indonesia yang bekerja di sektor pertanian
tanaman pangan rata-rata ± 0.5 – 1.0 ha. Hal ini dikarenakan penurunan luas
lahan pertanian yang disebabkan adanya alih fungsi lahan menjadi pemukiman
serta tumbuhnya kawasan industri di Indonesia, penurunan luas lahan tersebut
dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Luas Lahan Pertanian di Indonesia Tahun 2009 – 2013
No Tahun Luas Lahan (Hektar) Presentase (%)
1 2009 40,159,974 -
2 2010 39,969,123 -0.24
3 2011 39,663,660 -0.38
4 2012 39,587,759 -0.10
5 2013 39,475,694 -0.14
Sumber: BPS Indonesia, 2014
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa luas lahan pertanian di Indonesia
mengalami penurunan setiap tahunnya. Penurunan luas lahan pertanian di
Indonesia menyebabkan petani perlu penerapkan teknologi modern dan pola
pengelolaan usahatani yang tepat. Untuk mengoptimkan lahan usahatani dan
meningkatkan produksi diperlukan teknologi dan cara memanipulasi pertanian
dan lingkungan. Sistem tanam tumpang sari (intercropping) termasuk salah satu
usahatani untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Tumpang sari adalah
suatu pertanaman dua jenis atau lebih tanaman cultivar pada bidang tanah dan
waktu yang sama atau hampir bersamaan dengan membentuk baris-baris yang
teratur untuk tiap jenis tanaman (Thahir, 1999).
Di Provinsi Lampung sistem tanam tumpang sari telah cukup banyak diterapkan
oleh sebagian petani baik semi komersil maupun komersil. Tumpang sari yang
umum dilakukan petani adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan
untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan ubi kayu atau
jagung dan cabai dalam kepustakaan hal ini dikenal sebagai double-cropping.
Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen seperti
tanaman wijen ditanam bersamaan kacang tanah dan jagung, tanaman wijen
dipanen terlebih dahulu kemudian lahan bekas wijen ditanami kacang tanah pola
tanam tersebut dikenal sebagai tumpang gilir (dalam Damayanti, 2010). Tumpang
sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman
perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil
atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping).
Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih, dalam kehutanan
hal ini disebut sebagai wana tani.
Di Kabupaten Lampung Timur pada awalnya tumpang sari merupakan pola tanam
yang banyak digunakan oleh petani-petani yang melakukan usahatani guna
mencukupi kebutuhan sendiri dan keluarganya. Resiko kegagalan yang tinggi
dalam usaha pertanian membuat petani menanam lebih dari satu jenis tanaman
sehingga ketika terjadi kegagalan panen satu komoditas masih dapat memanen
komoditas yang lain. Tumpang sari pada awalnya juga lebih dilakukan untuk
tanah marginal dan modal petani yang kecil. Dalam perkembangan yang lebih
lanjut saat ini di Kabupaten Lampung Timur tumpang sari bukan hanya milik
petani subsisten yang hanya melakukan usahatani pada lahan yang dapat
dikatakan marginal dengan modal yang seadanya. Tumpang sari sudah banyak
diterapkan petani baik semi komersil maupun komersil dan juga diterapkan pada
lahan-lahan yang subur yang memang optimal untuk pertumbuh dan
perkembangan untuk berbagai macam tanaman.
Penanaman secara tumpangsari dapat lebih menguntungkan dengan pemilihan
kombinasi tanaman yang sesuai, penggunaan varitas unggul dan penggunaan jarak
tanam yang tepat. Kombinasi yang memberikan hasil yang baik pada sistem
tumpang sari adalah jenis tanaman rendah dengan jenis tanaman tinggi yang
memungkinkan distribusi sinar yang datang lebih efisien. Beberapa tanaman
penting yang banyak diusahakan petani adalah tanaman jagung dan cabai. Sistem
tumpang sari antara jagung dan cabai merupakan salah satu pilihan yang tepat.
Hal ini dikarenakan jenis tanaman tinggi dan jenis tanaman rendah sehingga
cocok untuk ditumpangsarikan.
Tanaman jagung dan cabai ini ditanam secara tumpang sari atau secara bersama-
sama yang bertujuan untuk mengefisensikan penggunaan lahan. Sehingga lahan
yang dimiliki petani dapat digunakan secara optimal. Selain mengoptimalkan
penggunaan lahan, penanaman secara tumpang sari juga dapat meningkatkan
pendapatan petani karena hasil produksi yang didapatkan oleh petani lebih dari
satu macam tanaman. Terutama untuk tanaman jagung dan cabai yang memiliki
nilai ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini didukung oleh
harga jagung yang cenderung stabil dan harga cabai yang kerap kali berharga
tinggi. Keadaan tersebut yang menjadi bahan pertimbangan petani lahan sempit
untuk menanam jagung dan cabai secara tumpang sari.
Berkaitan dengan sistem usahatani yang dilakukan secara tumpang sari, petani
dapat meningkatkan pendapatan dari usahatani tumpang sari tersebut. Dalam
penerapan sistem tumpang sari diperlukan pengetahuan akan teknologi yang
cukup. Dengan demikian petani mampu mengalokasi sumberdaya yang ada
secara efisien, sehingga tercipta kombinasi yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Kecamatan Batanghari yang terdapat di Kabupaten Lampung Timur merupakan
kecamatan yang membudidayakan tanaman palawija. Tanaman palawija
merupakan tanaman kedua setelah tanaman utama padi. Selain itu tanaman
palawija juga bisa digunakan untuk menggantikan padi sebagai makanan pokok
misalnya pada saat musim kemarau yang membuat tanaman padi susah untuk
tumbuh tetapi tanaman palawija dapat tumbuh dengan baik. Hal ini dikarenakan
tanaman palawija tidak memerlukan pengairan sebanyak tanaman padi sehingga
selama musim kemarau penghasilan dan bahan makanan tidak akan berkurang.
Secara keseluruhan luas tanam dan luas panen tanaman palawija yang ada di
beberapa desa di Kecamatan Batanghari dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. Luas Tanam dan Luas Panen Tanaman Palawija terkecil di Kecamatan
Batanghari Tahun 2013
No Desa Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha)
1 Purwodadi Mekar 27 27
2 Buana sakti 196 196
3 Adi Warno 319 319
4 Selo Rejo 414 414
5 Banjar Rejo 434 434
Sumber: Batanghari Dalam Angka, 2014 (Data diolah)
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa Desa Buana Sakti merupakan Desa
yang memiliki luas tanam dan luas panen tanaman palawija terkecil kedua setelah
Desa Purwodadi Mekar. Jenis tanaman palawija yang diusahakan petani yaitu
tanaman jagung, padi ladang, ketela rambat dan kacang hijau. Tanaman palawija
saat ini sering ditumpangsarikan dengan tanaman lainnya mengingat luas tanam
dan luas panen yang terdapat di Desa Buana Sakti relatif sempit. Sistem tanam
tumpang sari ini bertujuan untuk mengoptimalkan lahan dengan bentuk
pertanaman campuran berupa perlibatan dua jenis tanaman atau lebih pada satu
lahan tanam. Tanaman palawija yang sering ditumpangsarikan salah satunya
yaitu tanaman jagung.
Di Desa Buana Sakti tanaman jagung sering ditumpangsarikan dengan tanaman
cabai oleh sebagian petani. Kedua komoditas tersebut merupakan tanaman yang
sesuai untuk ditumpangsarikan karena tanaman jagung memiliki sistem perakaran
yang dalam sedangkan tanaman cabai berakar dangkal sehingga tidak terjadi
pesaingan unsur hara dan air yang berasal dari dalam tanah. Namun dalam
penanaman dua komoditas tersebut terdapat kendala. Menurut Atkhiston dan
Robert (2004) kendala dibagi berdasarkan sumberdaya yaitu berupa faktor
produksi. Faktor produksi terdiri dari luas lahan, modal, dan tenaga kerja
(Soekartawi, 2001). Kendala luas lahan tersebut mempunyai kedudukan paling
penting sehingga menuntut petani perlu mengoptimalkan penggunaan lahan garap
mereka (Mubyarto, 1995). Kendala kedua yang dihadapi petani yaitu modal,
modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Modal
tetap tersebut meliputi biaya alat-alat, sewa lahan, dan bunga modal sedangkan
modal tidak tetap meliputi biaya yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk,
obat-obatan, dan upah tenaga kerja (Soekartawi, 2003).
Pada dasarnya penanaman dua komoditas pada satu lahan memerlukan modal
yang lebih besar dibandingkan monokultur, dengan harapan sistem tumpang sari
akan lebih menguntungkan dalam segi produksi, pendapatan, dan faktor resiko
kegagalan panen dari penanaman monokultur. Sama halnya dengan modal,
tenaga kerja juga dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan monokultur
karena untuk penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pascapanen
memerlukan tenaga kerja berbeda untuk masing-masing komoditas tersebut.
Pentingnya perencanaan usahatani tumpang sari yang pelaksanaannya diwujudkan
dengan kombinasi tanaman yang optimal sesuai dengan potensi agro-ekosistem
suatu wilayah geografis tertentu. Berdasarkan uraian di atas maka dapat
didentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Berapa luas lahan yang optimal untuk usahatani jagung dan cabai merah?
2. Berapa produksi optimal untuk masing-masing usahatani jagung dan cabai
merah pada lahan sempit di Desa Buana Sakti sehingga petani memperoleh
pendapatan yang maksimal?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui luas lahan yang optimal untuk usahatani jagung dan cabai merah.
2. Mengetahui produksi optimal untuk masing-masing usahatani jagung dan
cabai merah pada lahan sempit.
3. Mengetahui pendapatan optimal dalam usahatani jagung dan cabai merah.
1.4 Kegunaan Penelitian
Mengacu pada tujuan yang dirumuskan diatas, diharapkan penelitian ini berguna
untuk:
1. Memberikan informasi kepada petani responden dalam mencapai usahatani di
lahan sempit yang optimal.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak lain yang memerlukannya dan
bahan informasi bagi peneliti dalam analisis yang dilakukan untuk
mengetahui apakah usahatani tersebut optimal atau tidak.
3. Penulis dapat mengetahui cara pengelolaan suatu usahatani yang dilakukan
oleh para petani dan dari analisis yang dilakukan akan dapat diketahui apakah
usahatani tersebut optimal atau tidak.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Optimalisasi Usahatani
2.1.1 Usahatani
Usahatani adalah suatu kegiatan yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja dan
modal yang ditujukan kepada produksi di bidang pertanian ( Soeharjo dan Patong,
1973). Pelaksanaan usahatani dapat diusahakan oleh seseorang/sekumpulan
orang-orang. Pelaksanaan usahatani ada yang bersifat subsistem dengan tujuan
mencukupi kebutuhan pangan bagi keluarga sendiri dan bersifat komersial dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Usahatani yang bersifat komersil
umumnya pelaksanaannya sudah lebih maju dan berorientasi pada perkembangan
teknologi baru untuk memperoleh keuntungan. Ciri utama usahatani komersil
adalah menghasilkan dengan tujuan untuk dijual baik untuk bahan baku industri
maupun untuk dikonsumsi langsung guna memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya (Padmowiharjo, 2001).
Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan
penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga
usahatani tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Menurut
Sumarwan (2004) pendapatan usahatani adalah seluruh perolehan petani dalam
usahatani dalam waktu satu tahun baik yang dapat diperhitungkan maupun yang
tidak dapat diperhitungkan. Dengan meningkatnya produksi tentunya dapat
meningkatkan pendapatan petani. Untuk itu agar produksi dapat meningkat
diperlukan faktor produksi yang dapat menunjang, baik faktor produksi internal
maupun eksternal. Faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas usahatani
adalah keterampilan petani yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
tingkat pendidikan atau latihan yang pernah diperoleh dan pengalaman
berusahatani.
Untuk menilai kegiatan usahatani hendaknya memiliki perencanaan yang matang
dan terperinci dalam menentukan rencana produk yang dihasilkan, yaitu harus
berorientasi kepada pasar dan untuk menguasai pasar, produk yang dihasilkan
harus memenuhi standar kualitas, kuantitas dan kontinuitas (Abdulrodjak, 1996).
Menurut Hadisaputra (1973), pendapatan dari suatu jenis usahatani merupakan
salah satu penilaian keberhasilan kegiatan usahatani tersebut. Sekurang-
kurangnya suatu usahatani dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
1. Usahatani tersebut harus dapat menghasilkan cukup pendapatan yang
dipergunakan untuk membayar semua alat-alat yang dipergunakan.
2. Usahatani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dipergunakan untuk
membayar bunga modal yang dipakai dalam usahatani tersebut, baik modal
sendiri maupun modal yang dipinjam dari pihak lain.
3. Usahatani harus dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar upah
tenaga kerja petani dan keluarganya yang dipergunakan di dalam usahatani
secara layak.
4. Usahatani harus dapat membayar tenaga petani sebagai manajer yang harus
mengambil keputusan mengenai apa yang harus dijalankan, bilamana,
dimana, dan bagaimana.
Hadisaputra (1973) menyatakan bahwa untuk memperhitungkan nilai biaya dan
pendapatan usahatani pada umumnya dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Memperhitungkan keadaan keuangan usahatani dan petani pada suatu waktu.
2. Memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan usahatani selama satu
tahun.
3. Memperhitungkan hubungan antara biaya dan pendapatan usahatani pada
akhir tahun.
3.1.2 Optimalisasi
Optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan sedangkan jika
dipandang dari sudut usaha, optimalisasi adalah usaha memaksimalkan kegiatan
sehingga mewujudkan keuntungan yang diinginkan atau dikehendaki (Winardi,
1999). Dalam desain, konstruksi, dan pemeliharaan dari sistem teknik, harus
diambil beberapa teknologi dan keputusan managerial dalam beberapa tahap.
Tujuan akhir dari semua keputusan seperti itu adalah meminimalkan upaya yang
diperlukan atau untuk memaksimalkan manfaat yang diinginkan. Mengacu pada
pendapat Bronson (1991) optimalisasi juga dapat didefinisikan sebagai proses
untuk mendapatkan keadaan yang memberikan nilai maksimum atau minimum
dari suatu fungsi.
Menurut Taha (1996) penelitian oprasional berusaha menetapkan yang terbaik
(optimal) dari suatu masalah dengan sumber daya yang terbatas. Ada lima tahap
dilalui dalam proses pengambilan keputusan yaitu (Anwar dan Nasendi, 1985):
1. Mengidentifikasi Persoalan
Menentukan dan merumuskan tujuan yang jelas dari persoalan dalam sistem
model yang dihadapai. Mengidentifikasi variabel yang digunakan sebagai
kriteria untuk pengambilan keputusan yang dapat dikendalikan maupun yang
tidak dapat dikendalikan dan mengumpulkan data tentang kendala-kendala
yang menjadi syarat ikatan terhadap variabel-variabel dalam fungsi tujuan.
2. Penyusunan Model
Memilih model yang paling sesuai dengan permasalahan, merumuskan segala
macam faktor yang terkait di dalam model yang bersangkutan sacara simbolik
ke dalam rumusan model matematika, menentukan variabel-variabel beserta
kaitannya satu sama lain dan menetapkan fungsi tujuan serta kandala-kendala
dengan nilai dan parameter yang jelas.
3. Analisis Model
Melakukan analisis terhadap model yang telah disusun dan dipilih, memilih
basil-basil analisis yang terbaik (optimal), melakukan uji kepekaan dan
analisis postoptimal terhadap basil analisis model tersebut.
4. Pengesahan model
Analisis pengesahan model rnenyangkut penilaian terhadap model tersebut
dengan cara mencocokkannya dengan keadaan dan data nyata, juga dalam
rangka menguji dan mengesahkan asumsi-asumsi yang membentuk model
tersebut sacara struktural.
5. Implementasi hasil
Hasil-hasil yang diperoleh berupa nilai-nilai yang akan dipakai dalam kriteria
pengambilan keputusan. Hasil-hasil analisis dapat dipakai dalam perumusan
strategi-strategi, target-target, dan langkah-langkah kebijakan guna disajikan
kepada pengambilan keputusan dalam bentuk altematif-alternatif pilihan.
Optimalisasi usahatani dapat di analisis secara matematis dengan menggunakan
program linier. Program linier adalah suatu teknik perencanaan yang analisisnya
menggunakan model matematika, dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi
alternatif masalah. Program linier juga digunakan untuk menilai sejauh mana
manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha.
Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian
layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang
akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial
benefit. Dengan adanya analisis kelayakan ini diharapkan resiko kegagalan dalam
pasca panen dapat dihindari (Anwar dan Nasendi, 1985).
Ada lima syarat yang harus dipenuhi agar dapat menyusuri persoalan atau
permasalahan yang dihadapi ke dalam model program linier, yakni:
1. Tujuan
Tujuan permasalahan yang dihadapi yang ingin dicari jalan keluarnya harus
jelas dan tegas yang disebut fungsi tujuan. Fungsi tujuan dapat berupa
dampak positif, manfaat, keuntungan dan kebaikan yang dimaksinumkan atau
dampak negatif, kerugian, resiko, biaya, jarak, waktu yang diminimumkan.
2. Alternatif perbandingan
Harus ada sesuatu atau berbagai alternatif yang ingin dibandingkan.
3. Sumber daya
Sumber daya yang dianalisis berada dalam keadaan yang terbatas.
Keterbatasan sumber daya tersebut disebut kendala.
4. Perumusan kuantitatif
Variabel-variabel yang membentuk fungsi tujuan dan kendala tersebut harus
memiliki hubungan fungsional.
Model dasar program linier dapat dirumuskan sebagai berikut:
Optimumkan (maksimumkan atau minimumkan):
Z = ∑ CjXj, untuk j = 1,2,.....,n
Dengan kendala:
∑ aijXj ≤ atau ≥ bi, untuk 1,2,.....,n
Dan Xj ≥ 0
Untuk:
Cj= parameter yang dijadikan kriteria optimalisasi, atau pengambilan keputusan
dalam fungsi tujuan
Xj = variabel pengambilan keputusan
aij = koefisien teknologi variabel pengambilan keputusan dalam kendala ke-i
bi = sumber daya yang tersedia yang membatasi kegiatan dari kendala ke-i
Z = nilai suatu fungsi tujuan
Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan program linier ada dua cara yang dapat
digunakan antara lain:
1. Cara grafis, dapat digunakan apabila persoalan program linier yang akan
diselesaikan hanya memiliki dua variabel (kegiatan). Keunggulan cara ini
yaitu dapat menggambarkan daerah pengambilan keputusan dalam bentuk
grafis. Namun, cara ini tidak dapat digunakan untuk persoalan linier yang
memiliki variabel lebih dari dua.
2. Metode simpleks, merupakan teknik yang paling berhasil dikembangkan untuk
memecalikan persolan linier yang mempunyai jumlah variabel keputusan dan
pembatasan yang banyak. Kelemahan metode ini yaitu tidak dapat
menggambarkan daerah pengambilan keputusan dalam bentuk grafik.
2.2 Tumpang sari ( Intercropping )
Tumpang sari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang
bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama (Herlina,
1996). Beberapa keuntungan dari sistem tumpang sari antara lain pemanfaatan
lahan kosong disela-sela tanaman pokok, peningkatan produksi total persatuan
luas karena lebih efektif dalam penggunaan cahaya, air serta unsur hara,
disamping dapat mengurangi resiko dalam kegagalan panen dan menekan
pertumbuhan gulma.
Menurut Thahir (1999) pola tanam tumpang sari adalah suatu pertanaman dua
jenis atau lebih tanaman cultivar pada bidang tanah dan waktu yang sama dengan
membentuk baris-baris yang teratur untuk tiap jenis tanaman. Pola tanam
tumpang sari dapat dilakukan dengan cara penambahan atau cara penggantian
sebagian populasi tanaman utama. Tumpang sari ditunjukkan untuk
memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh produksi yang
maksimum. Menurut Hasan (2008) Sistem tumpang sari dapat di atur
berdasarkan:
1. Sifat-sifat perakaran
2. Waktu penanaman
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindarkan pesaingan
unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam dapat
ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakar dangkal karena berasal dari akar
seminal dan akar buku.
2.3 Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays. L) merupakan tanaman asli benua Amerika. Jagung telah
ditanam oleh suku Indian jauh sebelum benua Amerika ditemukan. Tanaman
pangan ini adalah makanan utama orang Indian. Daerah yang dianggap sebagai
asal tanaman jagung adalah Meksiko karena ditempat tersebut ditemukan biji
jagung dalam gua-gua suku Indian (Purnomo dan Heni, 2007).
Tanaman jagung merupakan tanaman salah satu tanaman pangan kelompok
palawija yang banyak dibudidayakan petani. Masyarakat mengenal jagung
sebagai bahan pangan dan industri yang biasanya ditanam secara monokultur
maupun campuran, baik di lahan sawah setelah tanam padi maupun di lahan
kering. Sebagai bahan pangan, biji jagung mengandung protein 10%, lemak 4%,
zat tepung 61% dan gula 1,4% (Suprapto, 1991).
Pertanaman jagung yang luas adalah pada daerah-daerah beriklim sedang dimana
jagung ditanam pada waktu-waktu musim panas dan daerah-daerah beriklim
subtropis dan tropis basah, dimana sinar matahari dan air optimal untuk
pertumbuhannya. Pada umumnya jagung dapat ditanam disemua belahan bumi
kecuali pada daerah yang terlalu dingin atau daerah yang musim pertumbuhannya
terlalu singkat. Jagung merupakan tanaman yang menghendaki keadaan cuaca
yang cukup panas bagi pertumbuhannya dimana tanaman jagung memerlukan
panas dan lembab dari waktu tanam sampai pada periode mengakhiri pembuahan
(Effendi dan Sulistiati, 1991).
2.4 Tanaman Cabai
Cabai merah berasal dari Amerika Tengah dikenal sekitar 7000 tahun sebelum
masehi di bawa ke kawasan Asia oleh Bangsa Portugis dari Spanyol pada abad
XVI, cabai mulai tersebar keseluruh dunia (Suriana, 2012). Tanaman cabai merah
(Capsicum annuum L) adalah tumbuhan perdu yang berkayu, buahnya terasa
pedas disebabkan oleh kandungan capsaisin, di Indonesia dibudidayakan sebagai
tanaman semusim. Cabai pada umumnya berbentuk herba tegak semusim
tingginya mencapai 0,5 – 1,0 meter, dan bercabang banyak dengan produksi dapat
mencapai berkisar antara 12-20 ton buah segar per ha (Puslitbang Hortikultura
Departemen Pertanian, 2003).
Cabai merah merupakan salah satu komoditi pertanian dengan nilai strategis.
Konsumsi cabai merah di perkotaan adalah sebesar 0,219 ons per kapita per
minggu, sedangkan konsumsi di pedesaan sekitar 0,150 ons per kapita per minggu
dengan peningkatan sekitar 7,5% per tahun. Cabai merah juga mulai digunakan
sebagai bahan baku industri seperti manisan, abon, sambal, bubuk cabai, dan koyo
cabai. Tingginya permintaan terhadap cabai merah membuat komoditi ini sangat
potensial untuk dikembangkan (BP2TP, 2003). Tanaman cabai dapat hidup di
daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, membutuhkan tanah yang subur,
kaya bahan organik, tidak tergenang karena dapat menyebabkan tanaman mudah
terserang penyakit layu dan gugur daun (Widodo,2002).
Menurut Widodo (2002), tanaman cabai dapat tumbuh di daerah dengan
ketinggian antara 0 - 1.800 meter dari permukaan laut (m dpl). Di daerah tersebut
tanaman cabai banyak dibudidayakan sebagai tanaman tumpang sari, atau
tanaman monokultur. Suhu rata-rata yang baik untuk pertumbuhan cabai, yaitu
pertumbuhannya antara 21 – 28 oC. suhu rata-rata yang paling tinggi dapat
menurunkan jumlah buah, suhu diatas 32 oC dapat mengakibatkan tumpang sari
menjadi tidak berfungsi. Suhu rata-rata yang tinggi pada malam hari juga dapat
berpengaruh kurang baik terhadap produksi cabai.
2.5 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Damanik (2008) mengenai optimalisasi usahatani jambu mete
dengan tanaman tumpang sari di Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Usahatani
jambu mete dengan tanaman tumpang sari dapat dilakukan dengan optimal, yang
perlu dilakukan pengoptimalan sumberdaya. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui tingkat optimasi pemanfaatan sumberdaya mulai dari produksi jambu
mete dan tanaman sela serta alokasi faktor-faktor produksi (tenaga kerja, pupuk dan
insektisida) yang digunakan petani untuk memaksimumkan pendapatan petani.
Analisis optimalisasi digunakan metode program linier dan keuntungan di analisis
dengan R-C rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam yang optimal
dan menguntungkan petani adalah pola jambu mete dengan kacang kedelai.
Hasil penelitian Muthiah (2004) mengenai optimalisasi usahatani tanaman dan
ternak kambing-domba di Desa Pasawahan Kecamatan Cicurung Kabupaten
Sukabumi. Suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani yaitu dengan
mengembangkan sistem usahatani terpadu. Adapun bagian dari komponen
usahatani terpadu adalah perternakan yang merupakan faktor kunci keseimbangan
ekologi untuk mengatasi resiko kegagalan panen. Salah satu komoditas
peternakan yang potensial dan banyak dipelihara adalah domba dan kambing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan usahatani ternak aktual yang
dilakukan oleh petani dan menentukan usahatani ternak optimal yang sebaiknya
dilakukan petani. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah program
linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan petani pada solusi
optimal lebih tinggi dari pada kondisi aktual.
Hasil penelitian Khalik dkk (2013) mengenai optimasi pola tanam usahatani
sayuran selada dan sawi di daerah produksi padi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pola tanam optimal untuk sawi dan selada di daerah produksi
beras dalam upaya untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pendapatan petani.
Metode analisis yang digunakan adalah optimasi program linear. Hasil
penelitian menunjukkan pola tanam yang optimal di daerah produksi beras lokal
adalah beras dan sawi di musim pertama dan selada di musim kedua yang akan
memperoleh pendapatan maksimal Rp. 76,568,940.00 per periode musim tanam
padi. Dengan luas lahan pertanian setiap musim adalah 0,3 hektar untuk padi di
musim pertama, 0,26 hektar untuk sawi di musim pertama, dan 0,26 hektar untuk
selada musim kedua.
Hasil penelitian Antara (2014) mengenai optimasi alokasi sumberdaya pada
sistem usahatani lahan kering di Desa Kerta, Gianyar, Bali. Penelitian ini
bertujuan untuk (1) menganalisis pendapatan kotor (gross margin) sistem
usahatani lahan kering, (2) menganalisis alokasi sumberdaya pertanian optimal
pada system usahatani hortikultura dan ternak sapi di lahan kering, dan (3)
mengetahui pengaruh perubahan harga beberapa komoditas terhadap alokasi
sumberdaya pertanian pada sistem usahatani campuran hortikultura dan ternak
sapi di lahan kering Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.
Metode yang digunakan adalah analisis optimasi dengan pendekatan program
linier.
Hasil penelitian Erli dkk (2013) mengenai optimalisasi usahatani padi dan sayuran
pada musim gadu di Kota Singkawang. Program diversifikasi memberikan
keuntungan berupa meminimumkan resiko,menghindari akibat buruk dinamika
pasar dan sebagai sumber pertumbuhan baru. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pendapatan maksimum dari usahatani padi dan sayuran (sawi
dan mentimun), produksi optimal, alokasi sumber daya produksi dan kisaran
perubahan harganya dalam kondisi optimal dalam usahatani tersebut. Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan
menggunakan alat analisa Linear Programming POM-QM for Windows3, model
fungsi tujuan (Zmax) = C1X1 + C2X2 + C3X3 dengan keterbatasan sumber daya
produksi (constrain) berupa lahan, benih, pupuk urea, pupuk NPK dan tenaga
kerja (HOK). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tingkat pendapatan
setelah dilakukan optimalisasi adalah sebesar Rp. 18.294.980,00 lebih besar dari
pendapatan aktual petani sebesar Rp. 12.665.325,00.
2.6 Kerangka Pikir
Optimalisasi lahan sempit yaitu mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dari
suatu permasalahan di lahan sempit yang diarahkan untuk mencapai titik
maksimum atau optimal suatu lahan sempit tersebut. Optimalisasi lahan sempit
ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengoptimalkan lahan
yang dimiliki oleh petani. Peningkatan pendapatan sekaligus keuntungan bagi
keluarga petani merupakan jalan atau cara untuk mencapai taraf hidup yang lebih
baik dibandingkan saat sebelumnya. Dalam bidang pertanian salah satu cara
untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan mengoptimalkan lahan.
Salah satu cara mengoptimalkan lahan yakni dengan sistem tanam tumpang sari.
Pola Penanaman dengan cara tumpang sari yakni penanaman dilakukan dengan
dua atau lebih tanaman pada lahan yang sama dan waktu yang sama. Biasanya
dilakukan pada lahan yang cenderung sempit. Keuntungan dalam melakukan
sistem tanam tumpang sari ini adalah dapat meningkatkan total produktivitas
tanaman, yang dapat tercapai apabila menggunakan manajemen yang baik dan
kombinasi dalam tumpang sari yang tepat.
Tumpang sari dapat terdiri dari beberapa jenis tanaman, dalam kajian ini terdiri
dari tanaman jagung dan tanaman cabai. Dari penanaman dua komoditas tersebut
menghasilkan produksi yang memberikan pendapatan bagi petani dan juga dapat
memberikan berbagai kombinasi produksi hasil usahatani. Namun dalam
melakukan usahatani tersebut terdapat kendala yang di hadapi oleh petani.
Kendala itu terdiri dari kendala lahan, modal, tenaga kerja, dan kendala input
produksi yaitu pupuk, pestisida, bibit jagung dan cabai. Dari beberapa kendala
tersebut dapat mempengaruhi pendapatan usahatani jagung dan cabai di Desa
Buana Sakti.
Pendapatan dari tumpang sari tersebut di analisis menggunakan analisis
optimalisasi untuk mengetahui kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumber daya
yang optimal. Kombinasi jenis tanaman dan alokasi sumber daya yang optimal
dapat diperoleh dari analisis mengunakan linier programming. Kombinasi jenis
tamanan dan alokasi sumber daya optimal akan menghasilkan keuntungan yang
maksimal. Apabila keuntungan yang diperoleh petani maksimal maka pendapatan
petani akan meningkat. Hasil analisis ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
petani untuk melakukan perencanaan usahatani selanjutnya.
Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam bentuk
Kerangka Pikir pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pikir Optimalisasi Lahan Sempit Dengan Pola Pengelolaan
Usahatani Tumpang sari.
UT Tanaman:
- Jagung
- Cabai
Pendapatan
Kendala:
- Lahan
- Modal
- Tenaga Kerja
Jenis Tanaman Optimal:
- Produksi Optimal
Alokasi Sumber daya:
- Luas Lahan Optimal
Keuntungan Maksimal
Tingkat Pendapatan
Petani Meningkat
Analisis Optimalisasi
Linier Programming
Optimalisasi Lahan Sempit
2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat
praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis yang diajukan:
1. Diduga luas lahan untuk masing-masing usahatani jagung dan cabai di Desa
Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur telah
optimal.
2. Diduga produksi untuk masing-masing usahatani jagung dan cabai di Desa
Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur telah
optimal.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi ruang
lingkup variabel yang digunakan, untuk mendapatkan data dan menganalisis data
yang ada kaitannya dengan tujuan penelitian.
1. Petani Responden adalah petani yang melakukan usahatani dengan pola
pengelolaan tumpang sari.
2. Curahan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dicurahkan pada
usahatani jagung dan cabai dalam satu kali musim tanam diperhitungkan oleh
pemilik lahan. Tenaga kerja yang dicurahkan berasal dari dalam keluarga
maupun dari luar keluarga. Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Kerja
Efektif Pria Dewasa (HKP) 1 HKP setara 8 jam kerja efektif pria dewasa.
Biaya tenaga kerja dihitung berdasarkan jumlah jam kerja dan besarnya
tergantung dari tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian.
3. Linier Programming adalah salah satu teknik dalam riset operasi yang
menggunakan metode matematika dengan mengalokasikan sumberdaya yang
terbatas untuk mencapai suatu tujuan dalam hal ini adalah mengoptimalkan
keuntungan.
4. Fungsi tujuan adalah suatu fungsi yang menggambarkan tujuan atau sasaran
di dalam permasalahan yang berkaitan dengan pengaturan sumber daya agar
memperoleh keuntungan maksimum.
5. Fungsi kendala adalah penyajian secara matematis batas-batasan kapasitas
yang tersedia dan akan di alokasikan secara optimal keberbagai aktivitas.
6. Produksi (output) adalah hasil produk yang dihasilkan dari proses produksi,
di hitung dalam satuan kg (kilogram).
7. Modal barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lainnya
seperti tenaga kerja, manajemen menghasilkan barang baru (output) di ukur
dalam satuan Rp (rupiah).
8. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
usahatani dalam satu kali musim tanam yang meliputi upah tenaga kerja,
ongkos pemanenan, dan sarana produksi yang dibutuhkan yang di ukur dalam
satuan rupiah (Rp).
9. Modal/biaya tetap adalah biaya yang jumlah nya tidak berubah-ubah selama
beberapa kali proses produksi, atau dengan kata lain biaya yang tidak habis di
pakai dalam satu kali proses produksi, contoh nya biaya alat-alat, sewa lahan,
bunga modal, diukur dalam satuan Rp (rupiah).
10. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan jumlahnya berubah-ubah sesuai
dengan produksi (output) yang dihasilkan, atau dengan kata lain biaya yang
habis dalam satu kali proses produksi diukur dalam RP (rupiah). Contohnya,
biaya untuk pembelian pupuk, obat-obat tanaman, upah tenaga kerja, dan
bibit/benih.
11. Biaya tetap untuk biaya alat-alat di perhitungkan sebagai biaya penyusutan
yang di hitung dengan metode garis lurus (yaitu nilai beli dikurangi dengan
nilai sisa dibagi dengan usia ekonomi) di hitung dalam satuan (Rp).
12. Penerimaan adalah perkalian antara hasil produksi dengan harga jual, di ukur
dengan satuan rupiah (Rp).
13. Keuntungan adalah selisih antara pendapatan yang diperoleh dari selisih
antara penerimaan optimal dengan biaya yang dikeluarkan selama satu kali
produksi, di ukur dengan satuan rupiah (Rp).
14. Produktifitas adalah hasil produksi cabai dibagi dengan luas lahan yang di
tanami jagung dalam satuan ton perhektar (Ton/Ha).
15. Nilai produksi/penerimaan adalah jumlah uang yang diterima petani dari hasil
penjualan masing-masing produksi yang di peroleh petani selama satu tahun,
dihitung dalam satuan rupiah (Rp).
16. Pendapatan usahatani adalah besaran yang menunjukkan selisih antara nilai
produksi dengan biaya produksi dalam satu musim tanam dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp).
17. Harga jagung dan cabai adalah yang ditetapkan oleh tengkula yang diukur
dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kelompok tani Desa Buana Sakti Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur, Desa Buana Sakti dipilih karena Desa Buana Sakti
merupakan Desa yang mengusahakan tanaman jagung dan cabai secara tumpang
sari dan Desa tersebut masuk ke dalam Desa yang memiliki luas tanam terkecil
kedua di Kecamatan Batanghari. Pengambilan Desa sebagai daerah sampel
penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling atau sengaja. Waktu
penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah petani yang menanam jagung dan
cabai dengan sistem tanam tumpang sari yang berada di Desa Buana Sakti.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua gapoktan di Desa Buana Sakti
diketahui bahwa jumlah petani usahatani tumpang sari jagung dan cabai sebanyak
251 petani. Jumlah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 3. Populasi Petani Tumpang sari Jagung dan cabai di Desa Buana Sakti,
2016
Kepemilikan Lahan Jumlah Petani Tumpang sari
> 0.5 Hektar 220 Petani
< 0.5 Hektar 31 Petani
Sumber: Ketua Gapoktan Desa Buana Sakti, 2016
Kriteria petani sampel dalam penelitian ini yaitu petani yang berlahan sempit.
Petani lahan sempit adalah petani yang memiliki atau menyewa lahan pertanian
kurang dari 0,5 hektar (BPS, 2015). Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa
jumlah petani yang memiliki lahan kurang dari 0.5 hektar berjumlah 31 petani.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara
sensus. Menurut Subana dan Sudrajad (2001), sensus adalah pengambilan data
dari populasi dengan cara mengambil seluruh anggota populasi itu untuk diambil
datanya, dalam wilayah penelitian, maka penelitian merupakan populasi
(Suharsini, 1997). Dengan demikian sampel dalam penelitian ini diambil secara
keseluruhan populasi petani yang memiliki lahan kurang dari 0.5 hektar.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang diambil untuk penelitian adalah data primer dan data sekunder, baik
bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh dari pengamatan
langsung dan wawancara langsung dengan petani responden berdasarkan
kuisioner yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder
diperoleh dari literature berbagai pustaka dan instansi-instansi terkait lainnya
yang dapat melengkapi data yang diperlukan untuk penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode :
1. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti di lapangan yang meliputi pengamatan daerah
penelitian dan pencatatan informasi yang diberikan oleh para petani didaerah
penelitian.
2. Wawancara adalah tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung.
3. Pencatatan adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen dari lembaga atau instansi yang berkaitan dengan penelitian.
3.5 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Data yang di analisis dalam penelitian ini adalah data usahatani tumpangsari
antara jagung dan cabai merah. Analisis yang digunakan adalah banyak barang
yang digunakan rata-rata pertahunnya. Jangka waktu yang digunakan dalam
analisis ini yakni selama satu musim panen.
3.5.1 Analisis Optimalisasi
Metode analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui kombinasi yang optimal
dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani tumpangsari yaitu
dengan menggunakan metode tabulasi dan komputasi. Pada metode ini, data
dianalisis menggunakan model program linier. Data di tabulasi sesuai dengan
aktivitas-aktivitas, lalu di masukkan kedalam program linier berupa matriks dasar
yang terdiri dari satu persamaan sebagai fungsi tujuan dan pertidaksamaan sebagai
fungsi kendala. Kemudian diolah dengan bantuan program komputer.
Data ditabulasikan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada dan dimasukkan
kedalam bentuk linier programming . Metode penyelesaian yang digunakan
adalah metode simpleks dan diolah dengan program komputer POM-QM for
Windows3. Menurut Anwar dan Nasendi (1985) adapun fungsi tujuan dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Fungsi tujuan :
Mengoptimalkan keuntungan
Z = C1 X1 + C2 X2
Kendala untuk jagung dan cabai merah:
Lahan : a11X1 + a12X2 ≤ b1
Tenaga kerja : a21X1 + a22X2 ≤ b2
Modal : a31X1 + a32X2 ≤ b3
X1 ≥ 0,00 (syarat non negatif)
X2 ≥ 0,00 (syarat non negatif)
Di mana:
Z = Keuntungan
C1 s.d C2 = Pendapatan jagung (C1), dan pendapatan cabai merah (C2)
(Rp/musim panen/ha).
X1 s.d X2 = Tingkat produksi optimal usahatani jagung (X1) dan cabai merah
(X2).
aj = Tingkat penggunaan faktor produksi pada usahatani jagung dan
cabai merah meliputi lahan (a1.1), tenaga kerja (a2.1), modal (a3.1).
bi = Kapasitas faktor produksi lahan (b1), tenaga kerja (b2), modal (b3)
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Desa Buana Sakti Terletak di Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur
Provinsi Lampung. Jarak Desa Buana Sakti dari pusat pemerintahan kecamatan 7
km, dari pemerintah kota 12 km, dari pusat pemerintahan kabupaten 30 km, dan
dari ibu kota provinsi 45 km. Desa Buana Sakti saat ini berjumlah 2595 jiwa
terdiri dari laki-laki berjumlah 1321 jiwa, perempuan berjumlah 1274 jiwa,
dengan jumlah kepala keluarga 767 KK. Luas wilayah Desa Buana Sakti 950,18
ha, dengan batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan Way. Sekampung
- Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Purwodadi Mekar
- Sebelah barat berbatasan dengan Desa Margototo Kec. Metro Kibang
- Sebelah timur berbatasan dengan Way. Sekampung
Desa Buana Sakti terletak pada ketinggian 750 meter diatas permukaan laut,
sedangkan banyaknya curah hujan 150 mm/Tahun. Pada umumnya kondisi tanah
di Desa Buana Sakti berada di dataran rendah dengan suhu udara rata-rata 30 oC.
Lahan di Desa Buana Sakti pada umumnya digunakan untuk sektor pertanian
yaitu ladang dan perkebunan. Lahan yang digunakan untuk ladang adalah 653,15
ha dan 223,64 ha untuk perkebunan. Luas Desa Buana Sakti menurut penggunaan
lahan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Luas Desa Buana Sakti Menurut Penggunaan Lahan Tahun 2015
No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
1 Sawah 171.25 14.65
2 Ladang 653.15 55.86
3 Perkebunan 223.64 19.13
4 Pemukiman/Perumahan 116.80 9.99
5 Jalur Hijau 2.00 0.17
6 Tanah makam 2.50 0.21
Total 1169.34 100
Sumber: Data Monografi Desa Buana Sakti, 2015
4.1.2 Keadaan Demografis
Penduduk Desa Buana Sakti sebagian besar adalah pendatang yang berasal dari
Pulau Jawa yang bertransmigrasi. Jumlah penduduk Desa Buana Sakti berjumlah
2595 jiwa terdiri dari 767 kepala keluarga dengan jumlah wilayah total 950.18 ha.
Data penduduk Desa Buana Sakti menurut umur dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Buana Sakti
No Umur Jumlah Orang Persentase (%)
1 0-12 Bulan 27 1.04
2 1-5 Tahun 104 4.01
3 5-7 Tahun 217 8.36
4 7-15 Tahun 150 5.78
5 15-56 Tahun 1535 59.15
6 >56 Tahun 562 21.66
Jumlah 2595 100
Sumber: Data Monografi Desa Buana Sakti, 2015
Dari tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Buana Sakti
berada pada kelompok usia 15-56 tahun (59.15%) yang merupakan kelompok
penduduk produktif untuk berkerja. Terdapat penduduk yang usia produktif
artinya dalam usia produktif, penduduk tersebut memiliki kemampuan untuk
melakukan aktifitas yang rutin. Penduduk yang produktif akan membantu dalam
kelancaran segi perekonomian dan pembangunan suatu wilayah. Manusia
dikatakan usia produktif, ketika penduduk berusia pada rentan 15-64 tahun.
Dengan struktur dan komposisi penduduk berdasarkan umur pada tabel diatas,
secara teori demografi diprediksikan bahwa jumlah penduduk Desa Buana Sakti
dari tahun ke tahun akan bertambah lebih cepat dari angka pertumbuhan
normalnya.
4.1.3 Pembagian Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Sebagian besar penduduk di Desa Buana Sakti yang berada pada kelompok usia
sekolah telah menempuh atau sedang menempuh pendidikan sesuai jenjang
umurnya. Mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Pada tabel 6 berikut ini
disajikan data tentang pendidikan penduduk yang ditempuh menurut kelompok
umur sekolah.
Tabel 6. Kelompok Umur Sekolah
No Tingkat Pendidikan Jumlah Orang
1 Taman Kanak-kanak 27
2 Sekolah Dasar 1690
3 SMP 217
4 SMA 28
5 Akademi/D1-D3 9
6 Sarjana (S1-S3) -
7 Pondok Pesantren 15
8 Madrasah 40
Sumber: Data Monografi Desa Buana Sakti, 2015
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur penduduk
Desa Buana Sakti sebagian besar telah menganyam pendidikan berbagai tingkat
pendidikan. Dari data tabel 6 dapat dijelaskan bahwa penduduk di Desa Buana
Sakti belum menyadari arti pentingnya pendidikan, sehingga sebagian besar
penduduknya di Desa Buana Sakti belum begitu maju melihat pendidikan
masyarakatnya masih kurang. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan
kemampuan dalam menyerap informasi dan mengadopsi teknologi relatif sangat
terbatas sehingga menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Rendahnya
tingkat pengetahuan dan keterampilan berakibat pada rendahnya kemampuan
dalam mengelola usahnya sehingga pendapatan yang dihasilkan pun akan
berpengaruh.
4.2 Identitas Responden
Untuk mengetahui latar belakang dan identitas responden, maka perlu diketahui
berbagai hal yang berhubungan dengan keadaan responden, seperti umur, tingkat
pendidikan yang ditamatkan, pekerjaan, dan sebagainya. Pada uraian berikut ini
disajikan informasi yang berhubungan dengan keadaan identitas responden,
pendidikan formal, mata pencaharian, dan luas lahan usahatani.
a. Umur Responden
Umur petani responden dapat mempengaruhi pada kegiatan bertani dan
produktifitas kerja disektor pertanian. Umur produktif seseorang berkisar antara
25- 45 tahun, termasuk pada sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian di
lapangan diperoleh data petani responden yang berkaitan dengan umur. Umur
petani responden bervariasi antara 25-65 Tahun. Dalam penelitian ini umur
responden diklasifikasikan berdasarkan lima kelompok umur. Tabel 7 berikut ini
menyajikan sebaran tingkat umur responden.
Tabel 7. Sebaran Tingkat Umur Responden
No Golongan Umur (Th) Jumlah Persentase (%)
1 25-31 5 16.13
2 32-38 8 25.81
3 39-45 6 19.35
4 46-52 5 16.13
5 53-59 4 12.90
6 60-66 3 9.68
Jumlah 31 100
Sumber: Data Penelitian Desa Buana Sakti, 2016
Data Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden berada antara
25-35 tahun ada 10 orang. Berdasarkan pada tabel diatas, maka umur petani
tumpangsari di Desa Buana Sakti yang menjadi responden dalam penelitian ini
sebagian besar berada pada usia produktif yakni di atas 45 tahun, sehingga dapat
diperkirakan produktifitas responden dalam menjalankan usahatani tumpang sari
cukup baik. Umur petani dapat menentukan kekuatan fisik dan daya tahan tubuh
petani. Petani dalam umur produktif akan memiliki kekuatan dan daya tahan
tubuh yang lebih tinggi daripada petani tergolong dalam umur yang produktif.
Hal ini akan mempengaruhi kontribusi petani pada umur produktifitas lebih besar
daripada petani yang tidak produktif lagi.
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh para petani responden dapat
mempengaruhi kreatifitas mereka serta daya serap informasi dan teknologi
usahatani yang lebih maju. Rendahnya pendidikan responden akan berpengaruh
terhadap kemampuannya dalam memahami berbagai hal yang berkaitan dengan
teknologi usahatani, terutama kesadaran dan ketersediaan petani dalam menerima
inovasi baru. Berdasarkan hasil di lapangan diperoleh data tingkat pendidikan
petani responden seperti yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 8. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 SD/SR 8 25.81
2 SLTP 10 32.26
3 SLTA 13 41.94
4 Perguruan Tinggi 0 0
Jumlah 31 100
Sumber: Data Monografi Desa Buana Sakti, 2016
Dari tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan hanya
tamat sekolah dasar, yaitu sebanyak 8 orang dari petani responden. Responden
yang tamat pendidikan sampai tingkat SLTP sebanyak 10 orang, dan petani
responden yang tamat pendidikan sampai tingkat SLTA sebanyak 13 orang dan
angka ini merupakan jumlah terbesar dari petani responden. Berdasarkan data
pada tabel 8, maka dapat dijelaskan bahwa sebagian besar petani responden sudah
cukup berpendidikan.
c. Luas Lahan Usahatani Responden
Luas lahan garap yang dikelola oleh setiap petani akan berpengaruh terhadap
perolehan hasil panen. Semakin luas lahan usahatani yang dipergunakan akan
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh hasil panen yang
lebih besar, dan sebaliknya kepemilikan luas lahan yang dimiliki oleh petani tidak
dapat ditambah lagi karena ketersediaan areal lahan yang dapat digunakan untuk
memperluas lahan sangat terbatas. Sebaran luas lahan petani responden yang
digunakan untuk penanaman tumpang sari berkisar kurang dari 0.25 ha. Pada
tabel 9 berikut ini disajikan data luas lahan usahatani petani responden.
Tabel 9. Sebaran luas lahan responden
No Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 0.375 27 87.09
2 0.25 2 6.45
3 0.125 2 6.45
Jumlah 31 100
Sumber: Data Monografi Desa Buana Sakti, 2016
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa sebaran luas lahan garap petani
responden yang paling banyak pada luasan 0.25 ha dimiliki sebanyak 27 orang.
Petani responden yang memiliki luas lahan 0.375 ha dan 0.125 ha masing-masing
sebanyak 2 orang petani responden. Berdasarkan pada tabel 9 maka dapat
dijelaskan bahwa luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani responden
berkisar 0.25 ha, sehingga hasil produksi usahatani tumpangsari menjadi tumpuan
sumber mata pencharian petani responden dan menjadi sumber utama pendapatan
petani. Ketersediaan lahan yang mereka miliki ini menjadi salah satu kendala
dalam usaha meningkatkan pendapatan usahatani tumpang sari.
4.3 Pengalaman Berusahatani Tumpang sari (Jagung dan Cabai Merah)
Usahatani tumpang sari (jagung dan cabai merah) telah lama dilakukan oleh
sebagian masyarakat Desa Buana Sakti. Mereka telah memiliki pengalaman
selama delapan tahun dalam menekuni usahatani tersebut. Pengalaman
berusahatani tumpang sari petani responden diukur dari berapa lama (tahun)
petani telah menekuni usahataninya. Pengalaman menjalankan usahatani
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha
pertanian. Dengan pengalaman yang dimiliki maka petani akan memahami
berbagai hal yang berkaitan dengan cara tumpang sari, dengan pengalaman yang
dimilikinya diharapkan mereka akan mampu mengelola dan meningkatkan hasil
usahataninya dengan berbagai cara, termasuk melakukan perbaikan terhadap
kelemahan-kelemahan yang telah ditemui di masa-masa yang telah lalu. Petani
tumpang sari di Desa Buana Sakti memiliki pengalaman berusahatani bervariasi,
ada yang masih baru tetapi ada sebagian yang telah cukup lama. Pengalaman
berusahatani petani responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Sebaran Lama Usahatani Tumpang sari Petani Responden
No Lama Berusahatani (Th) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 1-4 15 48.39
2 5-8 16 51.61
Jumlah 31 100
Sumber: Data Monografi Desa Buana Sakti, 2016
Dari data pada tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden
telah memiliki pengalaman berusahatani tumpang sari lebih dari 2 tahun. Tetapi
ada sebagian kecil responden yang pengalaman usahataninya 2 tahun. Sedangkan
petani yang memiliki pengalaman lebih dari 2 tahun ada 29 orang atau sekitar
93.55 %. Berdasarkan data pada tabel 10 maka dapat dijelaskan bahwa sebagian
besar petani tumpang sari telah memiliki pengalaman yang cukup lama atau lebih
dari 2 tahun.
4.4 Pendapatan Usahatani Tumpang sari (Jagung dan Cabai Merah) di Desa
Buana Sakti
Usahatani tumpang sari (jagung dan cabai merah) di Desa Buana Sakti pada
umumnya dilakukan oleh petani tradisional dengan skala usaha yang kecil. Hal
ini dapat dilihat dari lahan yang digunakan petani relatif sempit dan teknologi
yang digunakan masih sederhana. Alasan petani memilih cara pengelolaan
usahatani tumpang sari (jagung dan cabai merah) yakni: (1) tanaman jagung dan
cabai merah dapat memberikan pendapatan yang tinggi karena harganya tinggi,
hasilnya banyak selain itu, tanaman tersebut cocok untuk ditumpangsarikan; (2)
lahan yang dimiliki oleh petani sesuai untuk ditanami jagung dan cabai merah; (3)
tradisi turun temurun dan (4) mengikuti petani lainnya.
Usahatani di Desa Buana Sakti dilakukan dengan cara tumpang sari yakni jagung
dan cabai merah. Petani memanfaatkan lahan sempit menjadi dua bagian yakni
untuk tanaman jagung dan cabai merah. Ini dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan dan memperkecil resiko saat panen gagal atau harga jagung atau cabai
merah menurun. Hal ini menunjukkan bahwa petani memiliki keinginan yang
tinggi untuk memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Usahatani tumpang sari
jagung dan cabai merah di daerah ini dilakukan dengan teknologi sederhana.
Beberapa tahap yang dilakukan dalam mengusahakan adalah pengolahan lahan,
pengadaan bibit, penanaman dan pemanenan.
a. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan beberapa hari sebelum penanaman untuk jagung.
Pengolahan lahan untuk jagung terdapat dua cara yang dilakukan petani yaitu
pengolahan dengan traktor dan tidak menggunakan traktor kemudian membuat
lubang-lubang untuk penanaman dan pupuk. Pengolahan lahan untuk cabai
dilakukan pada saat semaian cabai mau memasuki umur 20-25 hari setelah tanam.
Pada saat pengolahan lahan untuk cabai yang dilakukan hanya pembuatan lubang
tanam dan lubang untuk pupuk. Pupuk yang diberikan petani adalah pupuk
kandang, tetapi ada juga petani yang menggunakan pupuk kimia. Tenaga kerja
yang banyak digunakan pada saat pengolahan lahan adalah tenaga kerja pria.
b. Pengadaan bibit
Pengadaan bibit jagung dan cabai merah dipersiapkan sebelum dilakukannya
penanaman. Bibit yang dipakai untuk jagung yaitu bibit jagung hibrida dan bibit
cabai merah. Bibit yang digunakan petani diperoleh dengan membelinya. Bibit
yang dipilih yaitu jenis unggul. Pemilihan bibit sangatlah perlu diperhatikan
karena bibit yang baik dapat memberikan hasil yang baik.
Kebutuhan bibit jagung dan cabai per hektar tergantung dari jarak tanam yang
ditentukan petani. Untuk jagung benih yang digunakan sebanyak 2 kg/ha dan
cabai 1/4 gr/ha. Hal ini menunjukkan kerapatan tanaman jagung dan cabai pada
petani lahan luas lebih tinggi dari pada petani lahan sempit. Petani lahan luas
berorientasi dalam memproduksi tanaman jagung dan cabai dari pada lahan
sempit. Harga bibit jagung dan cabai ditentukan kualitasnya. Harga bibit rata-rata
yang digunakan petani untuk jagung Rp. 60.000/kg, dan bibit cabai Rp.
110.000/saset. Petani lahan sempit rata-rata menggunakan bibit jagung dan cabai
masing-masing sebesar 5 kg untuk jagung dan 4 saset untuk cabai. Petani lahan
sempit rata-rata mengeluarkan biaya untuk bibit jagung dan cabai sebesar Rp.
317.258 dan 514.677,4 per 2500 m2.
c. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah pengelolahan tanah dan persiapan bibit. Waktu
penanaman jagung dan cabai sangat tergantung pada ketersediaan air. Apabila
jagung dan cabai ditanam pada lahan tegal maka sebaiknya ditanam pada awal
musim hujan yaitu pada bulan September – November, demikian pula halnya
kondisi yang terjadi di daerah penelitian. Penanaman jagung dilakukan setelah
dilakukannya olah tanah sedangkan cabai ditanam pada saat umur jagung berkisar
60 hari setelah tanam. Umumnya pola penanaman yang dilakukan petani
responden pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 2. Pola penanaman jagung dan cabai
Keterangan: Jagung (x) cabai (o)
Jarak tanam ditentukan terlebih dahulu sebelum penanaman dilakukan. Petani
dalam usahatani jagung dan cabai menggunakan jarak tanam yang berbeda-beda,
hal ini dipengaruhi oleh jumlah. Petani umumnya menggunakan jarak tanam baris
50 cm - 70 cm, jarak antar kolom 80 cm dan jarak antar bedeng 100 cm.
xo ox xo ox
xo ox xo ox
xo ox xo ox
xo ox xo ox
xo ox xo ox
d. Pemupukan
Pemupukan yang dilakukan untuk jagung dan cabai dilakukan diwaktu yang
berbeda-beda. Karena jagung hanya memerlukan rata-rata 2 kali pemupukan
sampai panen pemupukan pertama dilakukan pada saat jagung ditanam kemudian
pemupukan susulan dilakukan saat umur jagung 30-35 hari setelah tanam
sedangkan cabai rata-rata 7 kali pemupukan sampai panen. Pemupukan cabai
dimulai satu bulan setelah tanam pemupukan untuk pupuk dasar dilakukan 2
minggu sekali, selain pemupukan dilakukan 2 minggu sekali ada pula pemupukan
dilakukan pada saat cabai umur 2 bulan dan 2.5 bulan setelah tanam.
Jenis pupuk yang digunakan petani terdiri dari pupuk kimia dan pupuk kandang.
Pupuk kimia yang digunakan antara lain urea, kcl, ponska, sp-36, dan mutiara.
Selain pupuk kimia petani juga menggunakan pupuk kandang. Sebagian petani
memperoleh pupuk kandang dari ternak yang dimilikinya. Namun pupuk
kandang yang dimiliki petani belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga
seluruh petani membeli pupuk kandang guna mencukupi kebutuhan mereka.
Petani yang membeli pupuk kandang pada umumnya membeli pupuk kandang
dengan menggunakan karung. Harga pupuk kandang satu karung Rp. 12.000 per
25 kilogram.
Petani di Desa Buana Sakti pada umumnya menggunakan pupuk kandang dengan
dosis yang relatif tinggi. Penggunaan pupuk kandang di Desa Buana Sakti rata-
rata 881 kg/ha pada lahan sempit sedangkan dosis pupuk kandang yang dianjurkan
berkisar 10-15 ton pupuk kandang per hektar. Petani memiliki kebiasaan
menggunakan seluruh pupuk kandang yang dimilikinya untuk usahatani tumpang
sari. pengeluaran untuk pupuk per hektar pada petani lahan sempit lebih tinggi
dari petani lahan luas. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ditanam
oleh petani. Karena lahan sempit banyak menyerap unsur hara sehingga
diperlukan jumlah pupuk yang lebih tinggi. Selain itu dapat dipengaruhi oleh cara
petani dalam memberikan pupuk. Pemberian pupuk dilakukan dengan menyebar
dan membuat alur.
e. Pemanenan
Waktu panen jagung dan cabai berbeda-beda. Waktu panen untuk jagung 4 bulan
dan cabai 90 - 100 hari setelah ditanam sudah bisa mulai dipanen untuk cabai
dilakukan 4-5 hari sekali sampai habis rata-rata sampai 15 hari. Ada petani yang
memanen jagung dan cabai pada saat umur tanaman masih muda tetapi sebagian
besar petani memanen tanaman sudah tua. Hasil produksi jagung dan cabai di
daerah penelitian dijual ke pasar lokal. Saluran pemasran jagung dan cabai di
Desa Buana Sakti dapat dilihat pada gambar 2.
Keterangan:
Jagung Cabai
Saluran I Saluran I
Saluran II Saluran II
Gambar 3. Saluran Pemasaran Jagung dan Cabai di Desa Buana Sakti
Petani
Pedagang pengumpul
Pasar
Lokal/Perusahaan
Dalam Negeri
Saluran pemasaran jagung pasar lokal yang terdapat di Desa Buana Sakti ada dua
yaitu saluran I (petani – pedagang pengumpul – pasar lokal/perusahaan dalam
negeri) dan saluran II (petani – pasar lokal/perusahaan dalam negeri). Pada
saluran pemasaran cabai yaitu saluran I (petani – pedagang pengumpul – pasar
lokal/perusahaan dalam negeri) dan saluran II (petani – pasar lokal/perusahaan
dalam negeri).
Petani di daerah ini pada umumnya menjual hasil panennya pada pedagang
pengumpul. Pedagang pengumpul biasanya datang ke petani untuk membeli hasil
panen petani, tetapi terkadang petani yang membawa hasilnya ke pedagang
pengumpul. Pedagang pengumpul akan menyortir dan membersihkan kemudian
di jual hasil panen ke eksportir atau pabrik. Harga jagung di tingkat petani
berkisar Rp. 2500/kg, dan harga cabai Rp. 12000/kg. Sedangkan harga jagung dan
cabai di tingkat pengumpul tergantung kualitasnya.
f. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam dan luar keluarga
yang terdiri dari tenaga kerja pria dan wanita. Upah tenaga kerja di Desa Buana
Sakti rata-rata Rp. 70.000/HOK. Upah yang diberikan tidak termasuk makan dan
minum untuk buruh tani yang disewa.
Usahatani jagung dan cabai dilakukan secara berkelanjutan oleh responden. Cabai
yang rentan terhadap penyakit harus mempertimbangkan musim yang tepat agar
terhindar dari hama dan penyakit. Tenaga kerja untuk usahatani tumpang sari ini
ada dua bagian yakni tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan usahatani jagung dan cabai berturut-
turut adalah 8.37 HOK/mt/ha, dan 31.8 HOK/mt/ha sedangkan untuk tenaga kerja
luar keluarga berturut-turut adalah 9.2 HOK/mt/ha, dan 39.89 HOK/mt/ha.
Frekuensi tenaga kerja luar keluarga lebih besar dibandingkan dengan tenaga
dalam keluarga.
Tenaga kerja yang digunakan dalam keluarga pada sistem tumpang sari jagung
dan cabai yakni rata-rata 40.17 HOK/mt/ha sedangkan untuk tenaga kerja luar
keluarga yakni 49.09 HOK/mt/ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa
Buana Sakti pada umumnya sudah menggunakan tenaga kerja yang tersedia
secara optimal. Usahatani tumpang sari yang dilakukan di Desa Buana Sakti
menggunakan tenaga kerja yang berbeda jumlahnya antara tenaga kerja luar
keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Perbedaan penggunaan tenaga kerja
diakibatkan minimnya pendapatan sehingga para petani mengerjakan
usahataninya sendiri agar pendapatan diperoleh sendiri atau dalam keluarga
sendiri.
g. Pendapatan
Hasil perbandingan pendapatan pada usahatani jagung dan cabai merah dengan
pola tanam tumpang sari. Analisis usahatani jagung dan cabai merah secara
tumpang sari dapat dilihat pada tabel 11 berikut.
Tabel 11. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung dan Cabai Merah Di Desa Buana
Sakti
Uraian Jagung (Rp) Cabai (Rp)
I. Penerimaan 4.264.532,26 12.774.194
Biaya Produksi
1. Bibit 317.258 514.677,4
2. Tenaga Kerja
- Dalam Keluarga 620.967,7 2.185.685
- Luar Keluarga 479.919,4 2.401.008,1
3. Pupuk 900.645,2 1.339.435
4. Pestisida 121.451,613 1.261.065
5. Penyusutan 388.536,03 648.167,74
II. Total Biaya
- Biaya Tunai 1.817.177 5.516.185,48
- Biaya Diperhitungkan 2.828.777,96 8.350.038,7
III. Pendapatan
- Atas Biaya Tunai 2.447.354 7.258.008
- Atas Biaya Diperhitungkan 1.435.754,3 4.424.154,8
IV. R/C Ratio 1,52 1,51
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa pendapatan jagung dan cabai atas biaya
tunai yakni Rp. 2.447.354,- dan Rp.7.258.008,- dengan total biaya secara berturut-
turut Rp. 1.817.177,- dan Rp. 5.516.185,48,-. Sedangkan pendapatan usahatani
jagung dan cabai atas biaya yang diperhitungkan secara berturut-turut Rp.
1.435.754,- dan Rp. 4.424.155,- dengan total biaya yaitu Rp. 2.828.777,98,- dan
Rp. 4.424.154,8,-. Pendapatan yang diperoleh petani dalam jangka waktu selama
120 hari sedangkan untuk cabai pendapatan baru diperoleh selama jangka waktu
100 hari. Untuk menganalisis efisiensi usahatani tumpang sari jagung dan cabai
maka pengujian dilakukan dengan menggunakan rumus R/C ratio.
Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa R/C Ratio usahatani untuk
jagung dan cabai secara berturut-turut 1,52 dan 1,51. R/C merupakan
perbandingan antara jumlah total penerimaan dengan jumlah total biaya yang
dikeluarkan selama satu periode. Suatu usaha dinilai menguntungkan jika R/C
rasio > 1. Dapat disimpulkan dari hasil analisis tersebut usahatani jagung dan
cabai telah menguntungkan karena jumlah R/C ratio masing-masing tanaman
lebih dari satu. Setiap modal Rp. 1,00 akan kembali sebanyak Rp. 1,52 untuk
jagung dan Rp. 1,51 untuk tanaman cabai.
4.5 Nilai Optimal Untuk Usahatani Jagung dan Cabai
Usahatani jagung dan cabai memiliki tujuan untuk memaksimisasi keuntungan
dengan kendala berdasarkan sumber daya yang dimiliki. Menurut Atkhiston dan
Robert (2004) kendala dibagi berdasarkan sumber daya yaitu berupa faktor
produksi. Faktor produksi meliputi kendala lahan, kendala tenaga kerja dan
kendala modal yang dapat dimasukkan ke dalam program linier untuk
mendapatkan luas lahan, kendala hari orang kerja, dan modal yang optimal untuk
usahatani jagung dan cabai sebagai berikut:
Maksimumkan Z = 1435754X1 + 4424155X2
Kendala:
Luas lahan (m2) : 2500X1 +2500 X2 <= 5000
Tenaga kerja (HOK) : 18.48X1 + 71.815X2 <= 90.302
Modal (Rp) : 2828778X1 + 8350039X2 <= 11178820
Nilai fungsi tujuan maksimumkan Z diperoleh dari rata-rata pendapatan bersih Rp.
1.435.754 untuk jagung (X1) dan Rp. 4.424.155 untuk cabai (X2). Sedangkan
fungsi kendala untuk luas lahan rata-rata yang digunakan untuk masing-masing
tanaman jagung dan cabai yaitu 2500 m2 dengan batasan sumber daya diperoleh
dari rata-rata luas lahan yang digunakan petani untuk penanaman jagung dan cabai
yaitu 5000 m2. Untuk kendala tenaga kerja, rata-rata tenaga kerja yang digunakan
untuk jagung (X1) sebesar 18.48 HOK/mt/ha dan 71.815 HOK/mt/ha untuk cabai
dengan batasan sumber daya rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk jagung
dan cabai yaitu 90.302 HOK/mt/ha. Sedangkan untuk kendala modal dilihat dari
rata-rata biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk jagung (X1) sebesar Rp.
2.828.778,00 untuk cabai (X2) Rp. 8.350.039,00 dengan rata-rata batasan sumber
daya modal jagung dan cabai yaitu Rp.11.178.820,00.
Tabel 12. Solusi Optimal Usahatani Jagung dan Cabai
Jagung (X1) Cabai (X2) RHS Dual
Maximize 1435754 4424155
Luas Lahan 2500 2500 <= 5000 0
Tenaga Kerja 18.48 71.815 <= 90.302 10777.01
Modal 2828778 8350039 <= 11178820 0.4371
Solution-> 0.9988 1.0004 5859985
Sumber: Data Primer (olahan)
a. Solusi optimal
Hasil pengolahan data secara linier programming diperoleh nilai koefisien untuk
fungsi tujuan 0,9988 untuk usahatani jagung dan 1,0004 untuk usahatani cabai,
sehingga pendapatan petani dengan usaha yang sama dimusim tanam mendatang
dapat ditingkatkan dari sebesar Rp. 5.859.900,00 menjadi Rp. 5.859.985,00
dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada pada petani yaitu penggunaan
lahan, modal dan tenaga kerja. Dari hasil olah data tersebut dapat dijelaskan
bahwa penanaman yang dilakukan petani di Desa Buana Sakti sudah optimal
karena pendapatan aktual dengan pendapatan optimal hanya berbeda Rp. 85,00.
Tabel 13. Rentan Koefisien Fungsi Tujuan (Renging)
Variable Value
Reduced
Cost
Original
Val
Lower
Bound
Upper
Bound
Jagung (X1) 0.9988 0 1435754 1138458 1498790
Cabai (X2) 1.0004 0 4424155 4238086 Infinity
Constraint
Dual
Value Slack/Surplus
Original
Val
Lower
Bound
Upper
Bound
Luas Lahan 0 1.9771 5000 4998.023 Infinity
Tenaga Kerja 10777.01 0 90.302 90.295 96.1441
Modal 0.4371 0 11178820 10499550 Infinity
Sumber: Data Primer (olahan)
b. Penggunaan lahan
Keadaan usahatani jagung dan cabai yang dilakukan oleh petani di Desa Buana
Sakti pada satu musim tanam tahun 2015 setelah dilakukan pengolahan data
menggunakan program linier programming POM Windows 3 ternyata
menunjukkan kondisi yang belum optimal karena terdapat nilai slack/surplus
sebesar 1,9771. Namun sumber daya lahan yang berlebihan hanya sedikit karena
sebagian besar lahan telah diusahakan oleh petani. Luas lahan memiliki dual value
sebesar 0 hal tersebut menunjukkan bahwa sumber daya ini tidak mempunyai
opportunity cost sehingga bila luas lahan ditambah tidak berpengaruh pada
keuntungan petani.
c. Penggunaan Tenaga Kerja
Hasil optimalisasi penggunaan sumber daya tenaga kerja pada menunjukkan nilai
slack/surplus sebesar 0,00 ini berarti sumberdaya tenaga kerja ditingkat petani
responden memiliki status tidak berlebihan dan telah dimanfaatkan sepenuhnya.
Sumber daya tenaga kerja memiliki nilai dual value/shadow price sebesar
10777.01 ini berarti sumber daya tenaga kerja mempunyai opportunity cost
sehingga penambahan kapasitas tenaga kerja 1 HOK akan mengakibatkan
penambahan keuntungan/pendapatan optimal sebesar Rp. 10.777,00.
d. Modal
Hasil optimalisasi penggunaan sumber daya modal menunjukkan nilai
slack/surplus sebesar 0,00 ini berarti sumber daya modal ditingkat petani
responden memiliki status tidak berlebihan dan telah dimanfaatkan sepenuhnya.
Sumber daya modal memiliki nilai dual value/shadow price sebesar 0.4371 ini
berarti sumber daya modal mempunyai opportunity cost sehingga penambahan
kapasitas modal Rp.1,00 akan mengakibatkan penambahan
keuntungan/pendapatan optimal sebesar Rp. 0,4371.
e. Produksi optimal
Pendapatan optimal usahatani jagung dan cabai pada satu musim tanam diperoleh
melalui produksi optimal yaitu usahatani jagung sebesar 1.717,09 kg dan cabai
sebesar 1.064,94 kg dengan produksi aktual sebelum dilakukan optimalisasi yaitu
1731,77 kg untuk jagung dan cabai 1064,52 kg. Produksi optimal tersebut
diperoleh dengan cara menentukan terlebih dahulu penerimaan total (Total
Revenue/TR) pada kondisi optimal dari masing-masing usahatani lalu dibagi
dengan harga masing-masing produk. Penerimaan optimal diperoleh dengan
mengalikan penerimaan aktual dengan koefisien dari masing-masing usahatani
(dalam Erli dkk, 2013).
f. Selang Kepekaan Penggunaan Sumber Daya
Semakin sempit rentang nilai terendah (lower bound) dan nilai tertinggi (upper
bound) yang ditampilkan dari hasil ranging data maka semakin tinggi tingkat
sensitivitas sumber daya yang digunakan terhadap perubahan. Usahatani jagung
memiliki selang sensitivitas antara nilai aktual dan nilai tertinggi (upper bound)
paling sempit (lihat pada tabel 13) ini menunjukkan bahwa usahatani jagung lebih
sensitive terhadap perubahan sumber daya. Tabel analisis sensitivitas nilai
koefisien fungsi kendala menunjukkan tenaga kerja merupakan sumber daya yang
peka terhadap perubahan (fungsi kendala aktif) sehingga penggunaan sumber daya
ini ditingkat petani perlu dijaga.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Buana Sakti Kecamatan
Batanghari Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2016, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis optimalisasi didapati solusi luas lahan optimal yang
menunjukkan hasil untuk jagung yaitu sebesar 2497 m2 dan 2500 m
2 untuk
cabai. Hasil tersebut menunjukkan bahwa luas lahan yang digunakan untuk
cabai sudah optimal karena luas lahan aktual dan luas lahan optimal memiliki
jumlah yang sama namun luas lahan untuk jagung belum optimal karena
terdapat kelebihan luas lahan yang belum dimanfaatkan sepenuhnya sebesar 3
m2.
2. Berdasarkan hasil analisis optimalisasi produksi, kondisi produksi pada saat
aktual tidak berbeda jauh pada saat kondisi optimal untuk produksi cabai.
Kondisi produksi kondisi optimal sebesar 1064,94 kg. Sedangkan untuk
produksi jagung saat kondisi optimal yaitu 1717,09 kg sehingga dapat
disimpulkan bahwa produksi jagung telah optimal karena produksi aktual
melebihi produksi optimal namun produksi cabai belum optimal karena
produksi aktual lebih rendah dari produksi optimal sebesar Rp. 0,42 kg.
3. Tingkat pendapatan setelah dilakukan optimalisasi adalah sebesar Rp.
5.859.985,00 lebih besar dari pendapatan aktual petani Rp. 5.859.900,00.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka saran yang dapat diberikan
adalah:
1. Peningkatan pendapatan keluarga petani dengan mengembangkan kombinasi
pola optimal usahatani jagung dan cabai merah secara lebih intensif.
2. Petani harus mengefisienkan kegiatan produksinya sehingga biaya yang
dikeluarkan petani dapat ditekan serendah mungkin. Sehingga pendapatan
maksimal akan didapatkan oleh petani.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrodjak. 1996. Evaluasi Proyek. Gramedia. Bandung.
Antara, Made. 2014. Optimalisasi Alokasi Sumberdaya Pada Sistem Usahatani
Lahan Kering Di Desa Kerta Gianyar Bali. Jurnal Ekonomi Kuantitatif
Terapan 7 (1) Halaman: 35-51.
Anwar, A. dan B. Nasendi. 1985. Program Linier dan Variasinya. Gramedia.
Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Rineka Cipta. Jakarta.
Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) Republik
Indonesia. 2003. Petunjuk Teknis Penelitian dan Pengkajian Nasional
Hortikultura dan Indikator Pembangunan Pertanian.
http://www.ina.org.id/knoma-hpsp/pa/MoA-06 juknis_hortikultura.pdf
(diakses tanggal 25 Oktober 2016)
Badan Pusat Statistik. 2012. Rata-rata Impor dan Ekspor Jagung Tahun 2004-
2011. BPS Pusat. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Lahan di Indonesia Tahun 2009-2013. BPS.
Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Definisi Lahan Sempit. BPS. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Luas Panen Jagung di Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2011-2015. BPS. Lampung Timur.
Badan Pusat Statistik. 2016. Luas Panen Jagung di Provinsi Lampung Tahun
2011-2015. BPS. Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Jagung Menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2011-2015. BPS. Jakarta.
Basri, Hasan. 2008. Dasar-dasar Agronomi Edisi Revisi Karya. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Batanghari Dalam Angka. 2014. Luas Tanam, Luas Panen, dan Produksi
Tanaman Palawija di Kecamatan Batanghari Tahun 2013. BPS. Batanghari.
Bronson. 1991. Teori dan Soal-Soal Operations Research. Erlangga. Jakarta.
Damanik, Sabarman. 2008. Optimasi Usahatani Jambu Mete Dengan Tanaman
Tumpang Sari di Lombok Barat. Nusa Tenggara Barat. Bul Litro XIX (1)
Halaman: 100-108. http://balitro.litbang.deptan.go.id
Damayanti, Widoretno. 2010. Presepsi Petani Terhadap Budidaya Wijen Di
Kabupaten Sukoharjo. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Departemen Pertanian. 2003. Tanaman Cabai. Puslitbang Hortikultura.
Departemen Pertanian. 2012. Road Map Pencapaian Sasaran Produksi Jagung
Tahun 2012. Jakarta.
Effendi, S. dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV Yasaguna. Jakarta.
Erli dkk. 2013. Optimalisasi Usahatani Padi dan Sayuran Pada Musim Gadu di
Kota Singkawang. Jurnal Social Economic of Agriculture Vol 2 (2) Halaman:
75-84.
Hadisaputra. 1973. Biaya dan Pendapatan Di Dalam Usahatani. Departamen
Ekonomi Pertanian UGM. Yogyakarta.
Harijati, Sri. 2003. Potensi Dan Pengembangan Kopetensi Agribisnis Petani
Berlahan Sempit, Kasus Petani Sayuran di Kota dan Pinggir Jakar. IPB.
Bogor.
Herlina N. 1996. Pengaruh Waktu Tanam dan Kepadatan Tanaman Selada
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah dalam Sistem
Tumpang sari. Agrivita 19 (2) Halaman: 74 - 78.
Kementrian Pertanian. 2015. Penggunaan Jagung Impor Dalam Industri Pakan
Periode Tahun 2014-2015. Jakarta.
Khalik dkk. 2013. Optimasi Pola Tanam Usahatani Sayuran Selada Dan Sawi Di
Daerah Produksi Padi. Jurnal Agrisep 1 (14) Halaman: 19 - 27.
Lampung Dalam Angka. 2015. Produksi Jagung dan Produksi Cabai Menurut
Kabupaten di Provinsi Lampung Tahun 2014. BPS. Lampung.
Lampung Timur Dalam Angka. 2016. Luas Panen Jagung dan Cabai Menurut
Kecamatan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2015. BPS. Lampung
Timur.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.
Muthiah, Ridla. 2004. Optimalisasi Usahatani Tanaman dan Ternak Kambing-
Domba di Desa Pasawahan Kecamatan Kabupaten Sukabumi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Neti, Suriana. 2012. Cabai Sehat dan Berkhasiat.Yogyakarta.
Nuraeni, Yeni. 2000. Analisis Usahatani Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah
Dengan Sistem Sewa Lahan. IPB. Bogor.
Padmowiharjo, S. 2001. Masalah Khusus. Universitas Terbuka.
Perdana, Marliana. 2011. Analisis Komparatif Usahatani Tumpangsari Jagung
dan Kacang Tanah Dengan Monokultur Jagung di Kabupaten Wonogiri.
UNS. Wonogiri.
Purnomo dan Heni, P. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rukmana, Rahmat. 2010. Jagung Budidaya, Pascapanen, dan
Penganekaragaman Pangan. Aneka Ilmu. CV Semarang.
Soeharjo, A dan D. Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Soenardi dan N. Soedibyo. 2001. Tumpangsari Tanaman Jarak dan Wijen
Sebagai Salah Satu Usaha Untuk Meningkatkan Potensi Lahan. Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 6 (2) Halaman: 3-5.
Subana, M. dan Sudrajat. 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. CV Pustaka
Pelajar. Bandung.
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam
Pemasaran. Ghalia Indonesia. Bogor.
Suprapto HS. 1991. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Taha. 1996. Riset Operasi Edisi Kelima. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Thahir. 1999. Tumpang Gilir. PCU Yasaguna. Jakarta.
Widodo, W. D. 2002. Memperpanjang Umur Produktif Cabai. Penebar. Jakarta.
Winardi. 1999. Pengantar Manajemen Penjualan. PT Citra Aditya Bakti.
Bandung.
Lampiran 1. Kuisioner Usahatani
OPTIMALISASI LAHAN SEMPIT DENGAN POLA PENGELOLAAN
USAHATANI TUMPANG SARI (JAGUNG DAN CABAI MERAH)
DI DESA BUANA SAKTI KECAMATAN BATANGHARI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
(Kuisioner)
Nama Responden : ……………………………………
No Responden : ……………………………………
Alamat : ……………………………………
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)
DHARMA WACANA METRO
TAHUN 2016
KUISIONER USAHATANI
I. Identitas Responden
1. Nama : ………………………………
2. Umur : ……………………………….tahun
3. Desa : ………………………………
4. Kecamatan : ………………………………
5. Pendidikan : ………………………………
6. Kepemilikan Lahan : Sewa/Sendiri
7. Luas Lahan Garap : ………………………………m2
- Jagung : ………m2
- Cabai : ………m2
8. Panen Dalam Satu Tahun : 1. Jagung ……………........kali
2. Cabai ………………......kali
11. Cara Pemasaran : Konsumen/Pasar/Agen
12. Sumber Modal : Sendiri/Pinjaman/Bunga Modal
13. Pekerjaan Selain Petani : PNS/Wiraswasta/Wirausaha
14. Pendapatan Dalam Satu Tahun : ……………………………..rupiah
15. Pengalaman Berusahatani : ……………………………………
16. Pola tumpang sari : ……………………………………
17. Jarak tanam : ……………………………………
18. Pengadaan bibit bagaimana : …………………………………….
19. Umur panen : - Jagung : …………………………
- Cabe : …………………………
II. Analisis Usahatani Jagung
No Jenis Kegiatan Jumlah Unit Harga Jumlah
1
2
3
PENERIMAAN
- Hasil Penjualan Jagung
BIAYA
Biaya Variabel
a. Bibit Jagung
b. Pupuk
- Urea
- Tsp
- Kcl
- Za
- Kandang Kambing
Biaya Tetap
a. Penyusutan
b. Bunga Modal Kredit
c. Saprodi
- Cangkul
- Sabit
- Tengki
- Koret
PENDAPATAN BERSIH
Nilai Tenaga Kerja
Keluarga
- Penanaman
- Pemupukan
- Perawatan
- Pasca panen
Nilai Tenaga Kerja Luar
Keluarga
- Penanaman
- Pemupukan
- Perawatan
- Pasca panen
PENDAPATAN SETELAH
DIKURANGI TK
III. Analisis Usahatani Cabai
No Jenis Kegiatan Jumlah Unit Harga Jumlah
1
2
3
PENERIMAAN
- Hasil Penjualan Cabai
BIAYA
Biaya Variabel
a. Bibit Cabai
b. Pupuk
- Urea
- Tsp
- Kcl
- Za
- Kandang Kambing
Biaya Tetap
a. Penyusutan
b. Bunga Modal Kredit
c. Saprodi
- Cangkul
- Sabit
- Tengki
- Koret
PENDAPATAN BERSIH
Nilai Tenaga Kerja
Keluarga
- Penanaman
- Pemupukan
- Perawatan
- Pasca panen
Nilai Tenaga Kerja Luar
Keluarga
- Penanaman
- Pemupukan
- Perawatan
- Pasca panen
PENDAPATAN SETELAH
DIKURANGI TK
Top Related