NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DAN
INTENSI MELANGGAR PERATURAN SEKOLAH PADA SISWA SMA
CITRA KHARISMA PERMANASARI
RATNA SYIFA’A R
PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DAN
INTENSI MELANGGAR PERATURAN SEKOLAH PADA SISWA SMA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing Utama
(Ratna Syifa’a R, S.Psi.,Msi.)
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DAN
INTENSI MELANGGAR PERATURAN SEKOLAH PADA SISWA SMA
Citra Kharisma Permanasari Ratna Syifa’a R
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi melanggar perauran sekolah pada siswa SMA. Asumsi awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi melanggar peraturan sekolah pada siswa SMA. Semakin tinggi persepsi terhadap kedisiplinan guru maka semakin rendah intensi melanggar peraturan sekolah, sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap kedisiplinan guru maka semakin tinggi itensi melanggar peraturan sekolah.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA negeri 3 di kota Magelang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan metode skala yang terdiri dari dua skala yaitu (1) persepsi terhadap kedisiplinan guru yang disusun berdasarkan teori Hurlock (2003), terdiri dari 16 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,316-0,597 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0,829 dan (2) skala intensi melanggar peraturan sekolah yang disusun berdasar teori Fishben&Ajzen (Noviani, 2001), terdiri dari 16 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,313- 0,743 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0,898. Metode analisi data yang digunakan adalah uji korelasi product moment. Perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 15.00 for windows. Hasilnya menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi melanggar peraturan sekolah (r = -0,480 dengan p = 0,001 (p < 0,01)). Tingkat intensi melanggar peraturan yang rendah pada siswa SMA disumbang 23% (r² = 0,23) oleh tingkat persepsi kedisiplinan guru yang tinggi. Kata kunci: persepsi, intensi
PENGANTAR
Latar Belakang Masalah
Kehidupan dewasa ini semakin maju, sehingga penyesuaian diri terhadap
masyarakat modern menjadi semakin sulit. Hal tetrsebut khususnya dikalangan
remaja menimbulkan suatu perilaku yang dapat melanggar aturan-aturan yang
berlaku dalam lingkungannya. Kesulitan dalam beradaptasi dapat menimbulkan
kebingungan, kecemasan dan konflik, baik yang terbuka (eksternal) maupun
sifatnya yang tersembunyi (internal), sehingga banyak orang mengembangkan
pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum atau berbuat
semaunya sendiri dari kepentingan pribadi yang dapat mengganggu atau
merugikan orang lain. Misalnya saja, yang sering terjadi dikalangan remaja
sekarang ini adalah seringnya mereka mengebut di jalan raya, membolos disaat
jam pelajaran sekolah, merokok di ligkungan sekolah sehingga dapat
menimbulkan masalah-masalah sosial (Puspitasari, 2001).
Akhir-akhir ini banyak pelanggaran norma yang dilakukan oleh remaja, baik
norma hukum maupun norma agama. Hal tersebut disebabkan karena masa remaja
merupakan masa yang penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan. Informasi
global yang diterima oleh remaja sangat cepat dan tanpa ada penyaring pada
dirinya, mengakibatkan remaja berperilaku tanpa kontrol yang sering akan
menjurus pada tindak kriminal. Pada usia remaja sebaiknya penanaman nilai-nilai
moral harus dipertahankan.
Masa remaja masih merupakan masa belajar disekolah. Pelanggaran peraturan
di sekolah oleh remaja merupakan salah satu problem yang tengah dihadapi oleh
masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran peraturan di sekolah ini dipengaruhi oleh
keadaan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar remaja. Pelanggaran
ini pun menunjukkan peningkatan dan semakin menjurus pada tingkat
kriminallitas. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sedikit
sekali atau tanpa mendapatkan supervisi atau pengawasan latihan yang disiplin
dan teratur, tidak akan sanggup menginternalisasikan dalam dirinya sendiri
norma-norma hidup dan susila yang ada. Bahkan banyak diantara mereka kebal
terhadap nilai kesusilaan, sebaliknya mereka menjadi lebih peka terhadap
pengaruh-pengaruh luar.yang negatif dari luar.
Kenakalan remaja yang kini banyak terjadi pada awalnya diawali dengan
pelanggaran-pelanggaran ringan di lingkungan sekolah dalam kehidupan remaja
sehari-hari, misalnya saja disekolah sering sekali remaja usia sekolah yang
terlambat datang ke sekolah, membolos, merokok, mengebut dijalan raya dan
bahkan terjadi perkelahian antar pelajar yang kini kian sering terjadi. Hal inilah
yang akhir-akhir ini banyak terjadi dikalangan remaja, dimana mereka sering
melakukan pelanggaran-pelanggaran peraturan disekolah.
Permasalahan utama bangsa Indonesia sesungguhnya terletak pada
kebiasaan remaja yang sulit untuk diatur atau sulit untuk mengikuti aturan. Bukan
karena mereka tidak tahu (tidak berpendidikan),akan tetapi lebih karena mereka
tidak mau tahu dan menutup mata. Cerita berbeda yang dialami di Indonesia.
Kepala Sekolah SMK Nasional di Berbah Sleman Yogyakarta didemo para
siswanya karena menerapkan disiplin yang ketat. Kepala sekolah menganggap
selama ini para siswa tidak disiplin dalam masuk sekolah, sehingga ia menerapkan
aturan bahwa mereka harus datang sebelum jam tujuh pagi. Jam istirahat pasca
pelajaran olah raga pun ditiadakan karena siswa banyak yang masuk kelas molor.
Bukannya disambut dengan baik demi kepentingan bersama, akan tetapi kepala
sekolah ternyata didemo oleh siswa yang merasa bahwa aturan itu memberatkan
bagi mereka. Inilah contoh bahwa bangsa ini sudah tidak ingin diatur untuk
menuju kehidupan yang lebih baik. Masyarakat kita tampaknya ingin selalu
dimanja dengan longgarnya aturan dan kedisiplinan(Radar Jogja, 5 Februari
2008) .
Kedisiplinan guru sebagai seorang pendidik sangat diperlukan untuk mendidik
para siswa didiknya. Akan tetapi masih banyak para pendidik yang belum bisa
menerapkan kedisiplinan untuk dirinya sendiri. Masih banyak perilaku yang tidak
disiplin yang dijumpai dalam kontek pendidikan antara lain, yang pertama yaitu
kuranganya kesadaran untuk menghargai waktu dengan baik, misalnya guru
terlambat mengajar di kelas sehingga terlambat merupakan hal yang biasa, kedua
adanya kecenderungan untuk berperilaku tidak konsisten dan tidak tertib,
misalnya seorang guru semestinya mengajar dikelas akan tetapi justru asik
bgobrol diruang guru dan yang ketiga yaitu adanya kecenderungan untuk sulit
diatur, misalnya seorang guru yang diperintahkan untuk menggunakan seragam
sesuai aturan, akan tetapi tidak mematuhi peraturan yang ada dan semaunya
sendiri. Dari kejadian-kejadian diatas wajar saja jika ada kecenderungan siswa
untuk sulit diatur dan diperintah para guru untuk belajar.
Berdasarkan keterangan yang didapat oleh peneliti dapat diketahui rumusan
masalahnya yaitu, masih banyaknya perilaku melanngar norma kedisiplinan
sekolah yang dilakukan oleh para pelajar khususnya remaja. Sehingga peraturan-
peraturan sekolah tidak dapat berfungsi secara baik. Adanya perilaku untuk
melanggar peraturan sekolah diebabkan oleh beberapa faktor antara lain keadaan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkkungan sekitar remaja atau teman sebaya.
Peran orang tua, guru dan teman sebaya sangat berpengaruh dalam pembentukan
disiplin oleh remaja. Pertanyaan penelitian yang peneliti ajukan yaitu apakah ada
hubungan antara persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi melanggar
peraturan sekolah pada remaja terutama siswa SMA.
Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Intensi Melanggar Peraturan Sekolah
Kenakalan remaja sering terjadi pada masa pencarian masa identitas diri. Masa
identitas diri terjadi masa awal dimana seorang remaja masuk sekolah lanjutan
pertama (SMP) dan akan berkembang pesat pada saat memasuki lanjutan atas
(SMA). Pada saat ini remaja dihadapkan pada pilihan yang sulit. Di satu sisi ada
keinginan remaja untuk berprestasi akan tetapi disisi lain ada keinginan untuk
bergabung dengan teman sebayanya dalam suatu kelompok tertentu. Ketika
remaja memilih bergabung dengan kelompoknya, maka remaja tersebut akan
berusaha menyesuaikan segala tindakannya dengan tindakan teman-temannya
yang lain.remaja tersebut selalu berusaha agar teman-temannya bisa menerimanya
dalam kelompok tersebut, tidak jarang tekanan-tekanan dari teman-temannya
membuat remaja tersebut bisa melakukan segala tindakan apapun bentuknya,
walaupun tindakannya itu terkadang bersifat negatif dan sering melanggar aturan-
aturan sekolah, disiplin sekolah ataupun tata tertib sekolah (Sudarsono, 1990).
Gunarsa (1982), kondisi sekolah yang tidak baik juga akan mempengaruhi
tindakan remaja, misalnya saja kondisi dimana sarana sekolah yang kurang,
kuantitas dan kualitas guru yang tidak baik, juga dapat mengganggu proses belajar
mengajar. Proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi remaja tersebut
akan memberikan pengaruh terhadap kenakalan remaja sehingga suatu sekolah
seharunya tidak hanya mengajarkan materi pelajaran saja tetapi juga mengajarkan
akhlak dan budi pekerti yang baik sehingga remaja dapat mengetahui tindakan
yang baik dan tindakan yang buruk yang nantinya akan mengurangi kenakalan
remaja.
Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa intensi melanggar
norma kedisiplinan sekolah yaitu suatu niat, kemungkinan atau keinginan remaja
untuk melakukan pelanggaran peraturan di sekolah. Karena remaja sangat rentan
untuk melakukan pelanngaran norma-norma yang telah ditetapkan khususnya
norma yang ada disekolah.
2 Pengertian Persepsi Terhadap Kedisiplinan Guru
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan.
Penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui
alat penerimanya yaitu alat indera. Akan tetapi proses tersebut akan berhenti
begitu saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak
sebagai pusat susunan syaraf dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi.
Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan dan proses
penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Proses
penginderaan trejadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus
yang mengenai dirinya melalui alat indera. Alat indera merupakan penghubung
individu dengan dengan dunia luarnya (Branca dalam Walgito, 2003)
Persepsi terhadap kedisiplinan guru yaitu bagimana remaja dapat mengerti dan
dapat menyadari tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya (sekolah) dan
perilaku disiplin para guru yang ada disekolah sebagai contoh peilaku yang baik
kepada siswa didiknya agar menjadikan siswa didiknya mematuhi hukum dan
peraturan yang telah ditetapkan sebagai peraturan sekolah. Mempersepsi
seseorang, individu yang dipersepsi itu mempunyai kemampuan, perasaan,
harapan walaupun kadarnya berbeda seperti halnya individu yang mempersepsi.
Orang yang dipersepsi dapat berbuat sesuatu terhadap orang yang mempersepsi,
sehingga kadang-kadang atau justru sering hasil persepsi tidak sesuai dengan yang
sebenarnya.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah siswa sekolah manengah atas (SMA), yang
berada di Magelang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam
bentuk angket (kuisioner) dengan menggunakan metode skala, yaitu
menggunakan skala-skala psikologis untuk mengungkap atribut psikologis yang
dijadikan variabel dalam penelitian ini. Skala ini terdiri dari dua skala, yakni skala
intensi melanggar peraturan sekolah dan skala persepsi terhadap kedisiplinan guru
1. Skala Intensi Melanggar Perturan Sekolah
Skala ini dimaksudkan untuk mengungkap seberapa besar intensi siswa
untuk melanggar peraturan sekolah . Skala ini disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan aspek-aspek: (1) perilaku, (2) tujuan, (3) situasi dan (4) Waktu,
Noviani (dalam Fishben dan Ajzen, 1975). Skala ini terdiri dari 32 aitem yang
terdiri dari 16 aitem favourable dan 16 aitem unfavourable. Tanggapan subjek
terhadap aitem-aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu sangat
setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Nilai
bergerak antara 1-4, untuk aitem-aitem favourable penilaiannya adalah nilai 4
untuk sangat setuju (SS), 3 untuk setuju (S), 2 untuk tidak setuju (TS) dan 1 untuk
sangat tidak setuju (STS). Sementara untuk aitem-aitem unfavourable,
penilaiannya adalah nilai 1 untuk sangat setuju (SS), 2 untuk setuju (S), 3 untuk
tidak sesuai (TS), dan 4 untuk sangat tidak sesuai (STS).
2. Skala Persepsi Terhadap Kedisiplinan Guru
Skala ini dimaksudkan untuk mengungkap seberapa besar persepsi siswa
terhadap kedisiplinan guru. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan
aspek-aspek: (1) peraturan, (2) hukuman, (3) penghargaan dan (4) konsistensi,
(Hurlock 1978). Skala ini terdiri dari 24 aitem yang terdiri dari 12 aitem
favourable dan 12 aitem unfavourable. Tanggapan subjek terhadap aitem-aitem
dalam skala ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu sangat setuju (SS), setuju
(S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Nilai bergerak antara 1-4,
untuk aitem-aitem favourable penilaiannya adalah nilai 4 untuk sangat setuju
(SS), 3 untuk setuju (S), 2 untuk tidak setuju (TS) dan 1 untuk sangat tidak setuju
(STS). Sementara untuk aitem-aitem unfavourable, penilaiannya adalah nilai 1
untuk sangat setuju (SS), 2 untuk setuju (S), 3 untuk tidak sesuai (TS), dan 4
untuk sangat tidak sesuai (STS).
Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik
karena analisa ini dapat mewujudkan kesimpulan penelitian dalam
memperhitungkan faktor kesalahan. (Hadi dalam Abdurrahman, 2005). Untuk
melihat hubungan persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi melanggar
peraturan sekolah digunankan uji korelasi product moment dengan SPSS versi
15 for windows.
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Berdasarkan data-data yang didapat dari alat pengumpul data (angket), maka
diperoleh gambaran umum mengenai subjek seperti yang diperlihatkan pada tabel
5 berikut ini :
Tabel 1 Deskripsi Subjek Penelitian No. Deskripsi Jumlah 1. Jenis Kelamin:
Laki-laki Perempuan
15 25
Jumlah Subjek 40 2. Umur:
15 Tahun 16 Tahun 17 Tahun 18 Tahun
3 34 2 1
Jumlah Subjek 40
2. Deskripsi Data Penelitian
Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data adalah tingkat intensi melanggar
peraturan sekolah dan tingkat persepsi terhadap kedisiplinan guru pada siswa
SMA.
Untuk mendeskripsikan hasil penelitian agar lebih bermanfaat dan
memberikan gambaran mengenai subjek penelitian, peneliti menetapkan kriteria
kategorisasi skala intensi melanggar peraturan sekolah dan skala persepsi terhadap
kedisiplinan guru.
Subjek penelitian digolongkan ke dalam lima kategori diagnosis yaitu sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Kategorisasi subjek penelitian itu
adalah sebagai berikut:
a) Sangat Tinggi ( X > m + 1,8 SD )
b) Tinggi ( m + 0,6 SD < X ≤ m + 1,8 SD )
c) Sedang ( m – 0,6 SD < X ≤ m + 0,6 SD )
d) Rendah ( m – 1,8 SD < X ≤ m – 0,6 SD )
e) Sangat Rendah ( X ≤ m – 1,8 SD )
Keterangan:
X = Skor Total
M = Mean Empirik
SD = Standar Deviasi
Kriteria kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek dalam
kelompoknya merupakan estimasi terhadap skor subjek dalam populasi dan bahwa
skor subjek terdistribusi secara normal (Azwar, 2007). Lebih lanjut deskripsi data
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Deskripsi Data Penelitian Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik
Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD Intensi Persepsi
16 16
64 64
40 40
24 24
19 35
37 62
26,30 47,92
4,426 5,245
a. Skala Intensi Melanggar Peraturan Sekolah
Skala intensi melanggar peraturan sekolah memiliki skor minimum 1 dan skor
maksimum 4, sehingga secara teoritis rentangan skor minimum-maksimumnya
adalah 64. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa setiap satuan deviasi
standarnya adalah 24 dan mean hipotetiknya adalah 40.
Data intensi melanggar peraturan sekolah dari 40 subjek diperoleh nilai
maksimum 37 dan nilai minimum 19 dengan mean empirik 26,30 dan standar
deviasi 4,426. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek termasuk dalam kategori
sedang. Untuk lebih jelasnya dalam melihat kategorisasi pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Kategori Skor Variabel Intensi Melanggar Peraturan Sekolah
Skor Kategori Frekuensi Jumlah X ≤ 18,2684
18,2684 < X ≤ 23,6228
23,6228 < X ≤ 28,9772
28,9772< X ≤ 34,3316
X > 34,3316
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0
11
14
11
2
0%
27,5%
40%
27,5%
5%
Jumlah 40 100%
Dari data di atas terlihat bahwa mayoritas subjek (40%) berada pada kategori
sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat intensi melanggar peraturan
sekolah subjek tidak bertendesi ke arah tinggi maupun rendah.
b. Skala Persepsi Terhadap Kedisiplinan Guru
Skala persepsi terhadap kedisiplinan guru memiliki skor minimum 1 dan skor
maksimum 4, shingga secara teoritis rentangan skor minimum-maksimumnya
adalah 64. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa setiap satuan deviasi
standarnya adalah 24 dan mean hipotetiknya adalah40.
Data tingkat persepsi terhadap kedisiplinan guru dari 40 subjek diperoleh nilai
maksimum 62 dan nilai minimum 35 dengan mean empirik 47,92 dan standar
deviasi 5,245. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek termasuk dalam kategori
sedang. Untuk lebih jelasnya dalam melihat kategorisasi pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4 Kategori Skor Variabel Persepsi Terhadap Kedisiplinan Guru
Skor Kategori Frekuensi Jumlah X ≤ 38,479
38,479 < X ≤ 44,773
44,773< X ≤ 51,067
51,067< X ≤ 57,361
X > 57,361
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1
6
22
10
1
2,5%
20%
50%
25%
2,5%
Jumlah 40 100% Dari data di atas terlihat bahwa mayoritas subjek (50%) berada pada kategori
sedang. Ini mengindikasikan bahwa tingkat persepsi terhadap kedisiplinan guru
pada subjek tidak bertendensi ke arah tinggi maupun rendah.
3. Uji Asumsi
Sebelum melakukan uji hipotesa, ada beberapa syarat untuk memastikan
bahwa data yang digunakan layak untuk dianalisis, yaitu terpenuhinya asumsi-
asumsi parametrik. Oleh karena itu dilakukan uji normalitas dan uji linearitas
terhadap sebaran data penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang
dari kebenaran yang seharusnya.
a. Uji Normalitas
Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor
subjek terdistribusi secara normal atau tidak. Sebaran yang normal merupakan
gambaran bahwa data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data. Kaidah
yang digunakan yaitu jika p>0,05 maka sebaran data normal, sedangkan jika
p<0,05 maka sebaran data tidak normal.
Uji normalitas dengan menggunakan teknik one-sample Kolmogorof-Smirnov
Test dari program SPSS 15.00 for Window menunjukkan nilai K-SZ sebesar 0,496
dengan nilai p = 0,966 (p > 0,05) untuk tingkat intensi melanggar peraturan
sekolah. Nilai K-SZ sebesar 0,601 dengan nilai p = 0,863 (p > 0,05) untuk tingkat
persepsi terhadap kedisiplinan guru. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa
tingkat intensi melanggar peraturan sekolah dan tingkat persepsi terhadap
kedisiplinan guru memiliki sebaran yang normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel intensi melanggar
peraturan sekolah dan persepsi terhadap kedisiplinan guru memiliki hubungan
yang linear. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linier apabila p<0,05
begitu pula sebaliknya, hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linier
apabila p>0,05.
Hasil uji linearitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program
For Social Science) 15.00 for Windows dengan teknik Compare Means
menunjukkan F = 12,041; p = 0,002. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat
dikatakan bahwa hubungan antara variabel intensi melanggar peraturan sekolah
dan persepsi terhadap kedisiplinan guru linier karena p < 0,05.
4. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui adanya hubungan persepsi terhadap kedisiplinan guru dan
intensi melanggar peraturan sekolah maka digunakan uji korelasi dengan
menggunakan korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan
program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) 15.00 for
Windows.
Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel persepsi terhadap
kedisiplinan guru dan intensi melanggar peraturan sekolah nilai r = -0,480 dengan
p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan negatif
yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi
melanggar peraturan sekolah pada siswa SMA. Semakin tinggi persepsi terhadap
kedisiplinan guru, maka semakin rendah intensi melanggar peraturan sekolah,
sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap kedisiplian guru maka semakin
tinggi intensi melanggar peraturan sekolah.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan,
yaitu ada hubungan negatif antara persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi
melanggar peraturan sekolah diterima. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang sangat signifikan antara persespsi kedisiplinan guru dan intensi
melanggar peraturan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji korelasi product
moment dari Pearson dengan menggunakan fasilitas komputer SPSS 15.00 for
windows, r = -0,480, p = 0,001; p < 0,01.. Sumbangan efektif persepsi terhadap
kedisiplinan guru dengan intensi melanggar peraturan sekolah adalah 23%,
sisanya sebesar 77% disebabkan oleh faktor-faktor lainnya.
Tinggi rendahnya intensi melanggar peraturan sekolah pada siswa SMA
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya siswa dalam mempersepsi terhadap
kedisiplinan guru-gurunya yang berada di sekolah tersebut. Apabila siswa yang
memiliki persepsi terhadap kedisiplinan guru yang baik maka semakin rendah
tingkat intensi untuk melanggar peraturan sekolah yang akan mereka lakukan. Hal
ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap kedisiplinan guru merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi seorang siswa sekolah untuk melakukan
pelanggaran peraturan sekolah. Peraturan sekolah merupakan salah satu morma
yang ada di masyarakat yang di terapkan di lingkungan sekolah. Norma tersebut
berupa aturan-aturan atau tata tertib yang berlaku di lingkungan sekolah tersebut
(Puspitasari, 2001). Seperti yang diungkapkan oleh Santrock (2003), peran
penting sekolah dalam kehidupan remaja salah satunya yaitu menanamkan disiplin
pada remaja. Pada dasarnya disiplin yang terbaik yaitu bertujuan untuk mendidik
anak menjadi individu yang mematuhi hukum atau peraturan. Selain itu guru
sangat berperan dalam pembentukan disiplin disekolah. Seorang guru harus bisa
menjadi contoh atau teladan yang baik bagi murid- muridnya. Erikson (Santrock,
2003) mengatakan bahwa guru yang baik yaitu dapat menghasilkan perasaan
mampu ( sense of industry ) , dan bukan rasa rendah diri dalam diri murid-
muridnya. Guru yang baik dipercaya dan dihormati oleh lingkungannya dan tahu
bagaimana cara menggabungkan antara bekerja dan bermain, belajar dan bermain.
Basri (dalam Sochib,2004) mengatakan bahwa kedisilpinan menjadi harapan
dan timpuan keinginan dari semua pihak. Kedisiplinan merupakan salah satu
unsur dalam struktur kepribadian seseorang yang telah mengalami poses
perkembangannya yang panjang. Pengaruh pendidikan dan contoh orang tua
dalam kehidupan keluarga yang kelak sangat bermanfaat dalam kehidupan remaja
selanjutnya. kondisi sekolah yang tidak baik juga akan mempengaruhi tindakan
remaja, misalnya saja kondisi dimana sarana sekolah yang kurang, kuantitas dan
kualitas guru yang tidak baik, juga dapat mengganggu proses belajar mengajar.
Proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi remaja tersebut akan
memberikan pengaruh terhadap kenakalan remaja sehingga suatu sekolah
seharunya tidak hanya mengajarkan materi pelajaran saja tetapi juga mengajarkan
akhlak dan budi pekerti yang baik sehingga remaja dapat mengetahui tindakan
yang baik dan tindakan yang buruk yang nantinya akan mengurangi kenakalan
remaja (Gunarsa, 1982).
Wlagito, (1990), mengemukakan bahwa individu yang memiliki kepercayaan
dengan apa yang ada dalam dirinya secara baik maka akan menghargai dirinya
secara baik pula. Remaja yang memilki persepsi terhadap kedisiplinan yang
positif maka akan berpandangan positif terhadap segala sesuatu termasuk dalam
hal ini pendangan remaja terhadap peraturan di sekolah dan akan berusaha
berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku dilingkungan terutama di
lingkungna sekolah.
Namun demikian, melihat sumbangan efektif persepsi terhadap kedisiplinan
guru dengan intensi melanggar perturan sekolah berada pada kisaran 23%, maka
dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kedisiplinan guru bukanlah satu-
satunya faktor yang dapat mempengaruhi intensi melanggar peraturan sekolah.
Meskipun sumbangan efektifnya terbilang cukup, namun masih ada faktor-faktor
lain yang mungkin sangat beragam seperti kepribadian remaja itu sendiri, sekolah
yang memiliki peraturan yang renggang yang akan membuat siswa tidak takut
akan melanggar peraturan sekolah dan pengaruh terhadap teman sekelompoknya
atau teman sebayanya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa harga diri
berhubungan dengan sikap terhadap pelanggaran norma kedisiplinan. Pernyataan
ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Pupitasari (2001) dalam penelitiannya
bahwa infividu yang mempunyai harga diri yang positif atau tinggi maka akan
mempunyai pendangan yang tinggi terhadap norma terutama norma kedisiplinan
yang ada di sekolah dan bersikap sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan dan dapat mengontrol perilakunya (Walgito dalam Puspitasari, 1990).
Akhirnya, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Penelitian ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu peneliti
berharap bahwa hal ini mampu menjadi bahan evaluasi untuk penelitian-penelitian
selanjutnya. Dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan, yaitu
kurangnya referensi yang digunakan oleh peneliti baik mengenai persepsi
terhadap kedisiplinan guru maupun intensi melanggar peraturan sekolah pada
siswa SMA sehingga teori yang digunakan dalam penelitian ini menjadi kurang
beragam. Disamping itu adapun kekurangan dalam proses pelaksanaan
pengambilan data dalam penelitian ini yaitu terdapat beberapa angket atau skala
yang tidak diisi dengan benar oleh subjek pada saat proses pengambilan data.
Namun begitu, secara keseluruhan, penelitian ini telah berjalan dengan lancar.
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan
antara persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi melanggar peraturan
sekolah pada siswa SMA.. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara
persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi melanggar perturan sekolah pada
siswa SMA diterima. Dari sini dapat dibuktikan bahwa persepsi terhadap
kedisiplinan guru dapat mempengaruhi intensi melanggar peraturan sekolah pada
siswa SMA. Sumbangan efektif persepsi terhadap kedisiplinan guru dan intensi
melanggar perturan sekolah sebesar 39,1%, yang artinya dari faktor-faktor yang
mempengaruhi intensi melanggar peraturan sekolah itu persepsi seseorang
terhadap kedisiplinan guru sebesar 39,1%. Siswa yang mempunyai persepsi yang
baik terhadap kedisiplinan gurunya maka semakin berkurang untuk melakukan
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan disekolah.
B. Saran
Hasil penelitian sebagaimana telah disebutkan di atas, ada beberapa saran
yang dapat peneliti tuliskan :
1. Kepada subjek penelitian
Perlu kiranya untuk mempunyai penialaian atau persepsi yang positif
kepada setiap guru terhadap kedisipliannya karena seorang guru merupakan
panutan bagi semua siswa atau anak didiknya ketika berada di sekolah, karena
penddidikan disiplin sangat penting bagi semua siswa sekolah sehingga setiap
siswa bisa menjauhi dari pelanggaran peraturan sekolah yang telah ditetapkan.
Berawal dari menetapi peraturan sekolah individu bisa mematuhi peraturan
diluar sekolah juga sehingga seorang individu dapat diterima di masyarakt
yang ada disekelilingnya.
2. Bagi Sekolah
Perlu kiranya untuk menumbuhkan sikap disiplin kepada guru dan siswa
sehingga dapat tercipta keteraturan dan ketertiban di di lingkungan sekolah
selain itu memberikan masukan dan pengertian yang baik pada setiap siwa
agar para siswa bisa menerima dengan baik peraturan yang ada di sekolah.
Mengembalikan fungsi guru yang sebenarnya yaitu sebagai seorang pendidik
yang tidak hanya mendidik siswa-siswanya dengan cara memberikan ilmu
dengan pelajaran saja, akan tetapi dapat memberikan contoh yang baik bagi
para siswanya.
3. Bagi peneliti
Peneliti berikutnya hendaknya agar memperhatikan variabel lain, seperti
kepribadian (personality), maupun teman sekelompoknya atau teman sebaya
(konformitas) yang dapat mempengaruhi intensi melanggar peraturan sekolah
pada siswa SMA.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bernhard, K.S, 1964. Discipline and Child Guidance. New York : Mc Graw. Hill
Book Company Bachroni. M, Asnawi, S. 1999. Keterlibatan Pelaksanaan Tugas Dengan Disiplin
Terhadap Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jurnal Psikologi No 2 Tahun 1999.
Budaya dan Remaja
http://www.newmomen.net/h/0000178339.html:20-04-2008. Disiplin http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=226:04-04-
2008 Disiplin Siswa di Sekolah http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/disiplin-siswa-di-
sekolah Docking, J.W, Control and Discipline in School. London : Happer and Row LTD
Fuhrman, B.S. 1990. Adolesence Adolescents. 2nd Edition. Glenview II - Linois : Scot & Foresman Inc.
Gea , A.A. 2002. Relasi Dengan Diri Sendiri. Jakarta : Gramedia. Gunarsa, S. P. 1982. Psikologi Perkembangan. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Hurlock, E. B. 1973. Adolesence Development (4 th. Ed). Tokyo : Mc Graw - Hill
Kogakusha : LTD JC Tukiman Taruna
http://www.kompas.com/index.php?mod=berita&opwb=lihatb&idb=16: 03-04-2008.
Kartono, K. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Kiat Menangkal Pelanggaran Ketertiban Sekolah
http://re-searchenginess.com/0308/arifana.html
Makmun, S. A. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mappiere, A. 1983. Psikologi Remaja. Surabaya. : usaha Nasional. Monks, F. J, Knoers, A. M. P dan Haditono, S. R. 2004. Psikologi Perkembangan
: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Nardo, A. C. 2000. The Color of Discipline : Sources of Racial and Gender
Disproportionality in School Punishment. Policy Research Report 2000. University of Nebraska- Lincoln.
Noviani, R. S . Hubungan Identitas Diri Sebagai Muslimah Dengan Intensi
Memakai Jilbab Pada Mahasiswa UII. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UII : Yogyakarta.
Panuju, P. 1990. Psikologi Remaja. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya. Puspitasari, D. 2001. Hubungan Harga Diri Dengan Sikap Terhadap
Pelanggaran Norma Kedisiplinan Sekolah Pada Remaja . Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UII : Yogyakarta.
Peranan Guru dalam Pendidikan http://www.idp.europe.org/eenet/news letter3_Indonesia/page3.php Santrock. 2002. Life Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jilid I Edisi
Kelima. Jakarta : Erlangga Sarwono, S. W. 1991. Teori-teori Psikologi Sosial ( Saduran dari Theories of
Social Psychology ). Jakarta : Rajawali Sidoen, M. 2001. Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Konformitas Pada
Remaja. Skripsi ( tidak diterbitkan ). Fakultas Psikologi UII : Yogyakarta.
Subbotsky. E. V. 1994. The Formation Of Independent Behaviour in Prescholers :
An Experimental Analysis of Conformity and Independence. International Journal of Behavioral Development. Departement of Psychology. Lancaster University, UK
Sudarsono. 1990. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rineka Cipta. Sekolah Perketat Peraturan http://batampos.co.id/metropolis/sekolah-perketat-peraturan
Semua Sekolah Harus Meningkatkan Disiplin http://www.okzone.com/index_php/readstory/2008/01/16/1175585/semua-sekolah-harus-meningkatkan-disiplin:03-04-2008.
Setyobroto, S. 2003. Psikologi Sosial Pendidikan. Jakarta : Percetakan Solo. Shochib. Moh. 2000. Pola Asuh Orang Tua Untuk Membantu Mengembangkan
Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta Soekanto, S. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Grafindo Persada. Utomo, G. T. 2007. Hubungan Antara Konformitas Kelompok dengan
Kematangan Emosi. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UII : Yogyakarta.
Umami, I. Panuju, P. 2005. Psikologi Remaja. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
Yogya. Wahyudin. 2002. Perbedaan Intensi Produk Ramah Lingkungan Berdasarkan
Harga Dengan Mengontrol Intensitas Perhatian Terhadap Lingkungan Hidup. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UII : Yogyakarta.
Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : PT. Tiara
Wacana Yogya. Worchel & Cooper. 1983. Understanding Social Psycology. 3th edition. Home
Wood. Illnois : The Corsey Press. Wienir, P & Walizer,M. 1991. Metode dan Analisis Penelitian: Mencari
Hubungan. Jakarta: Erlangga.
Top Related