TEKNIK RISET OPERASI
Pengembangan Teknologi Komputer & Informasi
sebagai Langkah Rehabilitasi Tuna Netra di Indonesia
Muhammad Andy Andiansyah 0608831 C2
Abstraksi
Indera penglihatan adalah salah satu sumber informasi vital bagi manusia. Tidak berlebihan apabila
dikemukakan bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh oleh manusia berasal dari indera
penglihatan, sedangkan selebihnya berasal dari panca indera yang lain. Dengan demikian, dapat
dipahami bila seseorang mengalami gangguan pada indera penglihatan, maka kemampuan aktifitasnya
akan jadi sangat terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang dibandingkan mereka
yang berpenglihatan normal. Hal ini, apabila tidak mendapat penanganan/rehabilitasi khusus, akan
mengakibatkan timbulnya berbagai kendala psikologis, seperti misalnya perasaan inferior, depresi,
atau perasaan hilangnya makna hidup. Di Indonesia alat bantuk utama untuk tuna netra yaitu tongkat
khusus. Akan tetapi alat ini memiliki berbagai macam keterbatasan, sehingga hanya sebagian kecil
saja informasi yang dapat dipahami dari lingkungan dimana dia berada. Dewasa ini, perkembangan
teknologi yang pesat membuka peluang pengembangan berbagai alat bantu yang memanfaatkan
berbagai disiplin ilmu, seperti alnya GPS, computer vision, virtual reality, SMS Speech, serta
berbagai perangkat lunak dan perangkat keras ntuk memberikan informasi yang lebih utuh bagi tuna
netra.
I. Pendahuluan
Komputer untuk tuna netra, Mungkin kita merasa aneh atau tidak yakin apakah ada.
Bukankah komputer yang kita kenal terdiri dari layar (monitor) yang menampilkan gambar, tulisan,
video, musik dan lain-lainnya; tombol huruf (keyboard) seperti pada mesin tik; dan peralatan besar
yang disebut alat cetak (printer). Apakah para tuna netra bisa menggunakannya? Bagaimana cara
melihat gambar di layar, bagaimana cara membaca tulisan di layar, bagaimana cara mengetiknya?
Kalau sedang browsing internet, bagaimana cara mengetahui kita berada di situs mana, apa isinya dan
bagaimana kalau ingin mencetaknya di kertas?
Tapi tidak ada yang mustahil dengan semakin majunya teknologi komputer. Semuanya
menjadi mungkin berkat kerja para insinyur. Mereka membuat alat penerjemah untuk mengubah
huruf-huruf tulisan (Latin) ke dalam huruf Braille. Mungkin kita masih tidak percaya ketika
mendengar bahwa tunanetra bisa mengoperasikan komputer atau bahkan berselancar di belantara
internet. Tapi pada kenyataannya, semua hal tersebut sudah terjadi. Para tunanetra dengan bantuan
teknologi maju sudah bisa mengoperasikan komputer. Baik itu operating system windows, program
microsoft office, atau hanya sekedar memutar musik berformat mp3 yang tersimpan di hardisk
komputer. Teknologi bagi tunanetra ini dengan sendirinya telah membantu proses pengwujudan
masyarakat yang inklusif. Paradigma masyarakat mulai terbuka dan sadar bahwa tunanetra bukan
hanya tukang pijit, pemain alat musik, atau peminta-minta. Tapi sekarang masyarakat tahu bahwa ada
yang bisa mengoperasikan komputer, melakukan tugas tulis menulis, membuat musik melalui
keyboard dan komputer, menjadi penerjemah bahasa, dan lain-lain.
II. Teknologi Awal untuk Tuna Netra
Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang buta. Sistem ini
diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu
kecil. Ketika berusia 15 tahun, Braille membuat suatu tulisan tentara untuk memudahkan tentara
untuk membaca ketika gelap. Tulisan ini dinamakan huruf Braille. Namun ketika itu Braille tidak
mempunyai huruf W.
Sistem tulisan Braille mencapai taraf kesempurnaan di tahun 1834. Huruf-huruf
Braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem
tulisan ini disebut sel Braille, di mana tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dengan
dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64
macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad,
tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang
umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal
antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm.
Braille terdiri dari sel yang mempunyai 6 titik timbul yang dinomorkan seperti
berikut:
dan kehadiran atau ketiadaan titik itu akan memberi kode untuk simbol tersebut. Huruf
Braille Bahasa Melayu adalah hampir sama dengan kode huruf Braille Inggeris. Perkataan,
simbol (seperti tanda seru dan tanda soal), beberapa perkataan dan suku kata bisa didapat
secjara terus. Contohnya perkataan orang disingkat menjadi org. Ini membolehkan buku
Braille yang lebih nipis dicetak.
Huruf Braille juga telah diperkaya sehingga dapat digunakan untuk membaca nota
musik dan matematik. Kini Braille telah diubahsuai dengan menambah dua lagi titik
menjadikan Braille menjadi kode 8 titik. Ini memudahkan pembaca Braille mengetahui huruf
tersebut adalah huruf besar atau kecil. Selain itu, penukaran ini membolehkan huruf huruf
ASCII dipertunjukkan dan kombinasi 8 titik ini diekodkan dalam standard Unicode.
Braille boleh dihasilkan menggunakan batuan loh ( slate) dan stilus ( stylus ) di mana
titik dihasilkan daripada belakang muka kertas, menulis dengan gambar cermin,
menggunakan tangan, atau menggunakan mesin taip Braille yang dikenali sebagai Perkins
Brailler. Braille juga dapat dihasilkan menggunakan mesin cetak Braille yang disambung
kepada komputer.
Huruf dan nomor
A, 1 B, 2 C, 3
D, 4
E, 5 F, 6 G, 7
H, 8
I, 9 J, 0 K
L
M N O
P
Q R S
T
U V W
X
Y Z
III. STUDI KASUS : REHABILITASI TUNA NETRA DI JEPANG
Dalam survey di Jepang pada th.1981, diketahui bahwa penderita tuna netra di Negara ini
berkisar pada angka 353.000 orang. Sebagai negara maju, Jepang telah melakukan langkah
rehabilitasi Pertama-tama, bagi para tuna netra, setelah melewati prosedur pemeriksaan formal mereka
akan mendapat buku/kartu pengenal penyandang cacat (termasuk di dalamnya gangguan visual
sebagai salah satu kategori). Dengan kartu/buku pengenal ini, penyandang tuna netra akan
memperoleh berbagai fasilitas kesejahteraan maupun pelayanan khusus yang disediakan oleh
pemerintah Jepang. Misalnya mendapat keringanan biaya saat membeli piranti pendukung a.l. voice
watch, tape recorder maupun fasilitas-fasilitas sosial yang lain. Adapun alat pembantu berjalan
seperti stick putih, papan Braille (点字板) dapat diperoleh langsung di loket pelayanan khusus yang
tersedia di bagian kesejahteraan kantor kelurahan atau kecamatan setempat. Selain berbagai macam
fasilitas sosial sebagaimana tersebut di atas, pemerintah Jepang juga menyelenggarakan pelatihan
rehabilitasi bagi para tuna netra. Pada situs VIRN (Vision Impairments' Resource Network),
diterangkan ada 3 jenis rehabilitasi sbb.
1. Rehabilitasi medis
Diselenggarakan oleh beberapa klinik atau rumah sakit (low vision clinic, rumah sakit mata)
2. Rehabilitasi Psikis dan Sosial
Adalah tahap pelatihan agar penyandang tuna netra dapat beradaptasi dengan lingkungan dan
masyarakat sekitarnya. Termasuk dalam kategori ini adalah training pengenalan huruf Braille,
pelatihan cara berjalan dengan memakai stick putih. Dengan pelatihan ini diharapkan para
tuna netra dapat memiliki kemampuan berdikari dalam hidup bermasyarakat, sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan rasa percaya diri dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
3. Rehabilitasi lingkungan kerja
Rehabilitasi ini bertujuan memberikan pelatihan ketrampilan kepada penyandang tunanetra,
agar dapat memiliki keahlian dan ketrampilan untuk melakukan pekerjaan dimasyarakat.
Rehabilitasi jenis ini diwujudkan dengan adanya lembaga pendidikan bagi tuna netra.
Pada awalnya alat penuntun bagi tuna netra di Jepang adalah tongkat putih atau anjing
penuntun yang telah dilatih secara khusus. Akan tetapi kedua alat ini memiliki berbagai macam
keterbatasan, sehingga hanya sebagian kecil saja porsi informasi yang dapat difahami dari lingkungan
dimana tuna netra tsb. berada. Seiring dengan semakin majunya teknologi modern, serangkaian
penelitian telah dilakukan oleh universitas maupun R & D perusahaan di
Jepang. Penelitian ini bertujuan memberikan kontribusi bagi rehabilitasi penyandang tuna
netra, agar mereka dapat memanfaatkan kemajuan teknologi modern untuk meningkatkan tingkat
adaptasi dengan lingkungannya. Kontribusi teknologi modern bagi rehabilitasi dan peningkatan taraf
hidup penyandang tuna netra Perkembangan teknologi di bidang IT, medical engineering maupun
biological engineering telah memberikan peluang pengembangan berbagai alat bantu yang ditunjang
oleh teknologi modern. Serangkaian penelitian telah dilakukan melibatkan berbagai aspek teknologi,
yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut.
1. Guide Device for the Visually Handicapped
Sistem ini merupakan hasil proyek kerja sama antara Kementrian Perdagangan & Industri
dengan Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan. Sistem ini dikembangkan dengan
memadukan teknologi photoelectric & ultrasonic, untuk mendeteksi obstacle. Data ini
kemudian ditransmisikan kepada user lewat micro-computer. Output dari transmisi berupa
suara/bunyi yang akan diteruskan ke pendengaran pemakai (user). Dengan demikian, mereka
akan dapat memahami situasi lingkungan di mana dia berada. Mereka pun dapat mengenali
jenis obyek yang menjadi penghalang di depannya, sehingga dapat berjalan dengan aman.
2. Mesin foto copy Braille
Sistem ini dilengkapi dengan OBR (Optical Braille Character Reader). Pertama-tama draft
yang tertulis dalam huruf braille akan mengalami proses "Braille Character Recognition", dan
hasil dari proses ini akan ditampilkan di CRT berupa huruf braille ataupun huruf alphabet,
katakana pada umumnya. Kemudian user akan mengoreksi sekiranya ada kesalahan pada
hasil baca OBR tsb. dan kemudian, hasil editing ini akan diteruskan ke Braille I/O
typewriter. Sebagaimana no.1 di atas, proyek ini juga merupakan hasil proyek kerja sama
antara Kementrian Perdagangan & Industri dengan Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan.
3. Book-reader for the Visually handicapped
System ini terdiri dari : alat otomatis untuk mmembalik halaman, scanner, character
recognizer, sistem untuk analisa kalimat, speech synthesizer, dan recording unit. Cara kerja
sistem ini adalah sbb. Buku ditempatkan di posisi terbaca oleh scanner, dan kemudian scanner
akan mengubah tampilan ke bentuk image. Selanjutnya character recognizer (OCR) akan
melakukan transformasi image-character, dan sehingga didapat text-based information. Hasil
proses ini akan melalui analisa gramatikal, sehingga didapat kalimat yang benar secara
grammar dan dapat difahami. Selanjutnya speech synthesizer akan mengubah kalimat ini ke
dalam media suara, sehingga dapat dipahami oleh penderita tuna netra.
4. Three-dimensional Information Display Unit
Display ini dibuat dari banyak pin 3 dimensi. Alat ini ditujukan khusus untuk para tuna netra,
sehingga informasi lingkungan yang berada di depannya akan diterjemahkan ke dalam pattern
tertentu yang ditunjukkan oleh komposisi pin pada display.
5. Sistem Navigasi menggunakan Optical Beacon (Tokai University)
Sistem ini ditujukan untuk membantu membimbing user (= tuna netra) di dalam ruangan, agar
bisa menuju lokasi yang diinginkan dalam suatu bangunan. Dibandingkan dengan sistem
navigasi yang memakai GPS, sistem yang ditunjang oleh optical beacon ini memiliki
keunggulan dalam pemakaian dalam ruangan. GPS memang memberikan informasi yang
cukup handal untuk pemakaian di outdoor environment, akan tetapi kurang tepat untuk
pemakaian indoor. Sistem yang dikembangkan oleh team Tokai University ini diuji dalam
suatu ruangan yang dilengkapi dengan optical beacon yang berfungsi sebagai transmitter sinar
infra merah. User membawa sebuah receiver yang menerima signal dan informasi yang
dipancarkan oleh optical beacon tsb. Selanjutnya dari signal ini, system akan menghitung
posisi dimana user berada. Informasi posisi ini akan dipancarkan ke user, dan receiver akan
meneruskannya ke processing unit (notebook computer) yang dibawa oleh user tsb. Informasi
posisi ini akan berfungsi sebagai input bagi processing unit, dan outputnya adalah informasi
berupa suara dari speaker, yang menuntun user ke arah tujuan yang diinginkan.
6. Pengembangan sistem transfer informasi visual 3 dimensi ke dalam informasi dimensional
virtual sound. (Tsukuba University).
Informasi visual disekeliling user diperoleh melalui stereo kamera, untuk memperoleh
gambaran 3 dimensi posisi dan situasi dimana user berada. Kemudian informasi ini
diterjemahkan dan disampaikan kepada user dengan memakai 3 dimensional virtual acoustic
display. Dengan demikian user akan memperoleh informasi benda apa saja yang disekitarnya
dan bagaimana pergerakan masing-masing object tsb.
IV. Pembahasan
Pengembangan Teknologi Komputer dan Informasi
sebagai Langkah Rehabilitasi Tuna Netra
Di Indonesia telah dilakukan berbagai penelitian dan pengembangan sistem
rehabilitasi tuna netra menggunakan teknologi komputer dan informasi :
• Software Braille
Apakah orang tuna netra memerlukan peralatan komputer sendiri yang berbeda dari
komputer biasa? Ya. Mereka memerlukan alat penerjemah berupa program (software)
dwi-bahasa, yaitu kode-kode perintah tertulis yang menyuruh komputer untuk
mengubah huruf Latin menjadi huruf Braille, dan sebaliknya mampu mengubah huruf
Braille menjadi huruf Latin.
Program itu bekerja dengan mengubah teks tertulis di layar komputer menjadi
informasi huruf-huruf Braille yang dapat dicetak. Jadi pemakai membaca teks bukan
di layar komputer, melainkan di kertas, dalam huruf-huruf Braille.
• JAWS
Program ini untuk selanjutnya disebut program pembaca layar atau Screen reader.
Sebagai contoh salah satu merek dari program ini adalah JAWS yang merupakan
singkatan dari Job Access with Speech yang bisa anda lihat info lebih lengkapnya di
homepagenya di alamat http://www.freedomscientific.com. Prinsip kerja dari program
pembaca layar adalah memperoses tulisan atau teks yang muncul di layar untuk
kemudian direproduksi dalam bentuk suara yang bisa didengar oleh seseorang melalui
headset atau loud speaker. Untuk program jaws misalnya, ia masih menggunakan
sistem speling dan pronunciation bahasa inggris, jadi sebuah teks dalam bahasa
apapun, akan dieja dalam bahasa inggris. Tapi perlu ditekankan, bukan diterjemahkan
dalam bahasa Inggris, hanya dibaca dengan dialeg Inggris. Jadi pada intinya, semua
yang muncul dan tertulis dilayar, dapat dibaca oleh tunanetra dengan mendengarkan
suara yang membacakan lafal dari teks tersebut. Hanya teks yang dapat dibaca, tidak
bisa buat gambar atau grafik. Singkat cerita, mekanisme ini seperti seorang pembaca
pribadi bagi tunanetra yang terdapat dalam sebuah komputer.
• Dislay Braille
Layar komputer untuk tuna netra diganti dengan alat sentuh/raba yang disebut dengan
Braille display. Sekilas alat ini tampak seperti sebuah notebook atau mungkin sebuah
peralatan equilizer.
• Embosser Braille
Ini adalah pengganti mesin printer. Penampilannya mirip mesin printer biasa. Hanya
saja alat ini tidak mencetak huruf melainkan titik-titik timbul (emboss) pada kertas
untuk membentuk huruf-huruf Braille. Karena harus membuat titik-titik timbul, mesin
embosser ini lumayan berisik ketika digunakan. Supaya pemakainya dapat bekerja
mandiri, mesin embosser ini dilengkapi dengan antar-muka suara untuk memandu
pemakai memasang kertas pada mesin embosser.
• Graphic printout
Mencetak gambar yang telah dibuat oleh software gambar Braille.
• Keyboard Braille
Bagaimana jika ingin mengetik, misalnya menulis cerita, diari, laporan, jadwal, dan
sebagainya?
Hal itu dilakukan seperti mengetik dengan keyboard biasa. Hanya saja, tombol-
tombol keyboardnya menggunakan selimut/penutup bercetak huruf Braille, bukan
huruf Latin. Dengan berlatih sebentar untuk mengenali letak-letak tombol,
pemakainya akan cepat mahir mengetik dan berkarya.
• Alat Bantu Suara
Selain keyboard Braille, komputer untuk tuna netra juga dilengkapi dengan program
suara, yang mengubah tulisan/teks menjadi suara.
• Kertas Braille
Kertas yang digunakan untuk mencetak huruf Braille dari komputer adalah jenis
continues paper. Kertas itu adalah kertas perforasi (berlubang-lubang) dan dilipat agar
mudah dimasukkan ke dalam printer atau embosser Braille. Kertas itu dapat dipisah-
pisahkan setelah dicetak. Sisi dari setiap halaman juga berlubang-lubang agar sisi
dengan lubang traktor mudah disobek.
• OCR : Roman Alphabets-Braille Converter System
System ini merupakan pengembangan software OCR, sehingga hasil scanning
terhadap buku, dokumen,suratkabar dsb. akan diubah format penyajiannya ke dalam
braille-based output. Selain itu terbuka juga kemungkinan untuk memadukannya
dengan text to speech synthesizer sehingga didapat output berupa suara.
• Pengembangan perpustakaan CD yang dikhususkan bagi para tuna netra, sesuai
dengan standar internasional DAISY (Digital Audio-Based Information
System).
Di Jepang, sistem ini telah berkembang dengan baik, dan dengan memanfaatkan
teknologi kompresi, sebuah CD dapat menyimpan rekaman sepanjang 50 jam.
• Pengembangan software voice recognition system khusus untuk bahasa
Indonesia, sebagai
media input bagi komputer.
Dengan demikian, pihak pemakai (dalam hal ini tuna netra) dapat menulis makalah,
mengedit dsb. tanpa (atau meminimisir) menggunakan keyboard, dan sebagai
gantinya memakai software tsb. untuk merubah suara ke dalam text.
• Metode untuk mengekstrak secara otomatis huruf dari citra berwarna, dengan
memakai metode jaringan saraf tiruan (artificial neural networks.)
Kamera berfungsi sebagai sensor yang menangkap gambar lingkungan dimana
seseorang berada. Selanjutnya sistem ini akan menganalisa ada tidaknya informasi
berupa tulisan. Seandainya ada informasi tertulis (yang berupa citra), maka tulisan
tersebut akan dipisahkan dari informasi yang lain, dan diteruskan kepada sebuah
character recognition system untuk dikonversikan ke dalam kode huruf (image to
text conversion). Di masa depan, sistem ini akan dipadukan dengan TTS (Text to
Speech) synthesizer, yang akan mentransfer output berupa teks menjadi dalam suara
yang dapat difahami oleh tuna netra.
• Text To Speech
Text to Speech (TTS) merupakan salah satu aplikasi dalam bidang teknologi
informasi sebagai salah satu cara interaksi manusia dengan komputer dengan
mengkonversi teks menjadi ucapan. Sampai saat ini, TTS Bahasa Indonesia sudah
dibuat untuk penggunaan di personal computer. Telepon seluler juga merupakan
sistem komputer yang digunakan sebagai perangkat komunikasi. Namun, belum ada
TTS Bahasa Indonesia untuk penggunaan di telepon seluler. Pada telepon seluler,
pengucapan teks bermanfaat dalam komunikasi melalui teks (Short Message Service),
terutama bagi pengguna yang memiliki keterbatasan dalam pembacaan SMS, seperti
penderita tuna netra. Dengan menggunakan indra pendengaran, pengucapan teks pada
SMS akan sangat membantu penderita tuna netra dalam berinteraksi dengan telepon
seluler khususnya pembacaan SMS. TTS terdiri dari dua bagian besar, yaitu konversi
teks menjadi fonem dan konversi fonem menjadi ucapan. Pelaksanaan tugas akhir ini
adalah pembangunan aplikasi penerima SMS yang melakukan pengucapan dengan
TTS Bahasa Indonesia pada telepon seluler, dikhususkan pada sistem operasi
Symbian. Sistem TTS memanfaatkan database difon Bahasa Indonesia (Id1) yang
sudah tersedia serta menggunakan pembangkit ucapan Mbrola. Aplikasi SMS ini
mampu menerima SMS dan mengucapkan isi SMS (nomor/nama pengirim dan isi
pesan) sesuai dengan pengucapan Bahasa Indonesia.
• Browser
bernama WebAnywhere itu memungkinkan kaum buta melakukan banyak hal di
internet, mulai dari memeriksa jadwal penerbangan pada komputer publik di bandar
udara, rute bus, sampai mengetik e-mail di kafe internet. WebAnywhere dibuat oleh
seorang alumnus jurusan ilmu komputer dari Universitas Washington. Aplikasi ini
diciptakan sebagai alternatif bagi software berbasis komputer, yang selama ini
dipakai untuk memandu orang buta berselancar di internet.
V. Kesimpulan & Saran
Semua teknologi yang sudah disebutkan di atas, sangatlah membantu sekali bagi tunanetra.
Mereka bisa mengfungsikan kembali kemampuan administrasi atau tulis menulis yang sebelumnya
sangat sulit dilakukan secara mandiri. Tapi sayangnya, hal-hal tersebut belum tersosialisasi dengan
baik dalam masyarakat. Mereka masih menganggap instalasi teknologi bagi tunanetra membutuhkan
biaya yang sangat mahal. Walaupun penulis juga akui instalasi teknologi bagi tunanetra cukup mahal,
tapi manfaat yang dihasilkan jauh lebih besar jika dibandingan dengan harganya.
Diharapkan menginginkan setiap warnet memiliki minimal dua komputer bicara yang bisa
diakses oleh tunanetra. Sehingga tunanetra yang tidak memiliki komputer di rumah, bisa mengakses
teknologi dan informasi yang serupa lewat warnet. Sebenarnya hal tersebut tidak terlalu sulit untuk
direalisasikan. Harga program pembaca layar sekitar 250USD. Tapi juga tersedia versi trial yang bisa
dipasang gratis tanpa biaya.
Perpustakaan juga akan menjadi aksesibel jika menyediakan buku-buku dalam versi tulisan
braille atau buku bicara. Sebelumnya, tunanetra menganggap perpustakaan adalah tempat yang tak
bisa diakses. Tapi jika tersedia buku braille dan buku bicara, maka mereka juga bisa membaca buku
langsung di perpustakaan atau meminjamnya untuk dibaca di luar perpustakaan. Selain itu bisa juga
perpustakaan tidak perlu menyediakan buku braille atau bicara, tetapi cukup komputer bicara yang
akses katalog atau tulisan braille yang memuat informasi buku-buku apa saja yang tersedia di
perpustakaan tersebut. Sehingga tunanetra tidak perlu meminta pertolongan orang awas untuk mencari
buku dan membacakan katalog.
Teknologi bagi tunanetra memang sangat bermanfaat. Hal ini bisa memberikan hak-hak
tunanetra yang sama dengan orang lainnya. Jangan pernah jadikan tunanetra dan penyandang cacat
yang lainnya sebagai beban, tapi izinkan pula mereka dalam peran serta menyukseskan pembangunan
bangsa. Penulis berharap teknologi ini bisa cepat tersosialisasikan dalam masyarakat. Sehingga bisa
melahirkan ahli-ahli ilmu pengetahuan berikutnya yang berasal dari kaum penyandang cacat. Karena
mereka juga warga negara yang memiliki hak dan kewajiban untuk memajukan kehidupan bangsa.
Referensi
Anto Satriyo Nugroho. ”Rehabilitasi Tuna Netra di Jepang : Survey Penelitian dan
kemungkinan Aplikasinya di Indonesia”
Edwin Rommel. “Pembangunan Aplikasi SMS To Speech Bahasa Indonesia pada Sistem
Operasi Symbian untuk Penderita Tuna Netra”
Deddy Sinaga. “Browser untuk si Buta”
Dimas Prasetyo M. “Teknologi bagi Tunanetra”
Arya Anggara. “Komputer buat Tuna Netra”
Ade Bunga Putri. “Komputer untuk Tuna Netra”
Beth E. Finn and Krista Caudill. “Development of a Computer-Based Interpretation System
for Deaf-Blind Individuals”
Tim Noonan, Adaptive Technology Services Manager. “Development Of An Accessible User
Interface For People Who Are Blind Or Vision Impaired As Part Of The Re-Computerisation
Of Royal Blind Society”
Anto Satriyo Nugroho. “Teknologi Bagi Tuna Netra”
Koswanto H., Thiang, Ricardo J. (2003) “Mesin Printer Huruf Braille Menggunakan
Mikrokontroler MCS-51.” Jurnal Teknik Elektro Vol. 3 No. 1.
Wikipedia. “Braille”
Top Related