RESUME EPIDEMIOLOGI KVA
A. Pengantar Epidemiologi Gizi
1. Pengertian
Menurut WHO Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan
determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan
dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan
ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut
Epidemiologi gizi Merupakan ilmu yang mempelajari sebaran, besar, dan
determinan masalah gizi serta penerapannya dalam kebijakan dan program
pangan dan gizi untuk mencaapai kesehatan penduduk yang lebih baik.
Banyak digunakan dalam menganalisis masalah gizi masyarakat, dimana
masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola
hidup masyarakat.
2. Tujuan
Menguraikan distribusi, pola, luas penyakit pada populasi manusia
Memahami mengapa penyakit lebih sering terjadi pada sebagian kelompok
(berdasarkan etiologi)
Memberi informasi untuk mengelola & merencanakan pelayanan:
(pencegaham, pengendalian, & penanganan penyakit)
Mengevaluasi kualitas ukuran pajanan (measure of exposure)
B. Insidensi dan Prevelensi Kekurangan Vitamin A
Dari hasil survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2005 ada
50,2% balita yang mempunyai kadar vitamin A dalam darah kurang dari 20 µg/dL
dan ada 66,4% ibu nifas yang mempunyai kadar vitamin A dalam darah kurang
dari 40 µg/dL.
Cakupan pemberian vitamin A meningkat dari 71,5 persen (2007) menjadi 75,5
persen (2013). Persentase tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat (89,2%)
dan yang terendah di Sumatera Utara (52,3%). Riskesdas 2013
Program penanggulangan KVA sudah dirintis sejak tahun 1960-an dan efektif
sejak tahun 1970-an, serta Indonesia pemah tercatat sebagai salah satu Negara
yang berhasil mengatasi masalah KVA karena mampu menurunkan prevalensi
xeroftalmia sampai 0,3% sehingga Indonesia mendapat penghargaan “Hellen
keller Award” pada tahun 1994, tetapi sejak krisis 1997 masalah KVA muncul
lagi.
C. Pengertian KVA
Vitamin A merupakan zat gizi mikro esensial yang diperlukan oleh tubuh,
berperan dalam berbagai aktifitas dalam tubuh. Peran vitamin A antara lain untuk
fungsi penglihatan normal dari sistem visual, meningkatkan respon imun,
membantu pertumbuhan, diferensiasi sel, stabilisasi sel membran, meningkatkan
kesuburan dan juga berperan pada proses embriogenesus (Gibson, R.S, 2005;
West et.al 2007).
Kekurangan vitamin A ialah penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh,
dan menyebabkan metaplasi keratinisasi pada epitel saluran pernapasan,
saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran ini relatif
lebih awal terjadi ketimbang kerusakanyang terdeteksi pada mata. Namun,
karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis yang
spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata (Arisman.2007)
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan
disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari
luar (esensial). Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan
meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Depkes RI, 2005)
KVA adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar Vitamin A dalam jaringan
penyimpanan (hati) & melemahnya kemampuan adaptasi terhadap gelap &
sangat rendahnya konsumsi/masukkan karotin dari Vitamin A (WHO, 1976)
Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A adalah suatu kondisi
dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang.Keadaan ini ditunjukan
dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20µg/dl.
D. Penyebab KVA
Bila ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan
oleh :
1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A
untuk jangka waktu yang lama.
2. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A
dalam tubuh.
3. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi
Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
4. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-
albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
E. Kelompok yang beresiko KVA
1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b. Pola makan dan cara makan
c. Adanya paceklik atau rawan pangan
d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang
merupakan sumber Vit A.
e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit
campak dan diare
f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
2. Faktor Keluarga
a. Pendidikan: khususnya pendidikan dan pengetahuan ibu
b. Penghasilan
c. Jumlah anak dalam keluarga
d. Pola asuh anak
3. Faktor individu
a. Usia: bayi, balita, anak usia pra-sekolah, anak-anak usia sekolah, remaja,
dewasa muda.
b. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
c. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2
tahun.
d. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun kuantitas
e. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
f. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis
(TBC),Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
g. Gender: laki-laki lebih berisiko – perbedaan budaya pemberian makanan dan
perawatan.
h. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk
mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi).
F. Dampak KVA
Kekurangan vitamin A dapat menimbulkan beberapa gangguan terhadap kesehatan
tubuh, antara lain (Depkes RI, 2005):
1. Hemeralopia atau rabun ayam, rabun senja;
2. Frinoderma, pembentukan epitel kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit
tangan dan / atau tampak bersisik;
3. Kerusakan pada kornea dengan menimbulkan bintik, seroftalmin(kornea
mengering), dan akhirnya kerotik; xerophtalmia
Klasifikasi Kekurangan Vitamin A menurut WHO
XN Night blindness
X1A Conjunctival xerosis
X1B Bitot’s spot
X2 Corneal xerosis
X3A Corneal ulceration/keratomalacia (< 1/3 corneal surface)
X3B Corneal ulceration/keratomalacia (≥ 1/3 corneal surface)
XS Corneal scar
XF Xerophthalmic fundus
4. Terganggu proses pertumbuhan;
5. Mudah sakit.
G. Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan Pemerintah
Penanggulangan dan pencegahan KVA
1. Promosi kesehatan
2. Suplementasi
3. Fortifikasi
Menurut Depkes RI (2005), pencegahan KVA dapat dilakukan dengan cara:
Memberikan ASI Eksklusif kepada bayi sampai berumur 6 bulan dan ASI
hingga berumur 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping
ASI yang cukup dan berkualitas.
Konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan kaya vitamin A dalam menu
makanan sehari-hari.
Berprilaku Hidup Bersih dan Sehat (BHBS)
Konsumsi kapsul vitamin A sesuai kebutuhan sasaran
DAFTAR PUSTAKA
Sommer,Alfred.Defisiensi Vitamin A Dan Akibatnya. Jakarta: EGC
Gibney,Michael J. dkk.2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Maryam,Siti dkk.2010. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika, Jakarta.
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.2003. Deteksi Dan
Tatalaksana Kasus Xeroftalmia: Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Departemen
Kesehatan,
Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2009. Panduan
Manajemen Suplementasi Vitamin A .Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013 Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. 2013
Herman, Susilowati. Masalah Kurang Vitamin A (Kva) Dan Prospek Penanggulangannya
http://www.depkes.go.id diakses pada 16 Desember 2014
Arali. 2008, Buku Ajar Gizi. Jakarta: EGC
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS). 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.
Top Related