1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan
adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau organ dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan
(auskultasi) (Tim Skills Lab FK UNSWAGATI, 2012).
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menentukan informasi
sahih mengenai kesehatan pasien. Pemeriksa harus dapat mengenali,
menganalisis, dan mensintesis informasi yang dapat dikumpulkan ke
dalam suatu penilian yang komprehensif.
Sistem lokomosi adalah sistem pergerakan atau kemampuan untuk
bergerak dari satu tempat ke tempat lain (Dorland, 2012).
Tujuan pemeriksaan fisik pada sistem lokomosi adalah untuk
mengetahui adanya gangguan fungsional pada bagian-bagian tubuh sistem
lokomosi. (Swartz, 2005)
Salah satu teknik pemeriksaan fisik pada sistem lokomosi adalah
dengan melalui pemeriksaan pada range of motion (rentang gerakan) yang
umum digunakan dalam lingkungan klinis.
Kemampuan keterampilan pemeriksaan fisik pada sistem lokomosi
tubuh yang baik ditunjang dengan kemampuan prosedural dan tingkah
laku professional, merupakan salah satu bekal keterampilan klinik yang
harus dilakukan sebagai seorang dokter. Untuk mencapai hal tersebut,
disusunlah refrat dengan pembahasan “Pemeriksaan Fisik pada Sistem
Lokomosi”, sesuai dengan materi pada blok 115 sekarang ini, yaitu
“Human Body and Locomotor System”.
2
I.2 Tujuan dan Manfaat
I.2.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari, memahami dan mengetahui pemeriksaan fisik
pada sistem lokomosi dan juga mempelajari dasar klinis dari pemeriksaan
tersebut.
I.2.2 Tujuan Khusus
a. memberi wawasan tentang pemeriksaan inspeksi, palpasi, dan
perkusi pada sistem lokomosi
b. untuk menjelaskan range of motion (rentang gerakan) pada sistem
lokomosi
c. untuk mempelajari aplikasi pemeriksaan fisik pada sistem
lokomosi dengan arti klinis
I.2.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari disusunnya referat ini adalah
mampu memberikan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas mengenai
pemeriksaan fisik dan range of motion pada sistem lokomosi bagi penulis,
mahasiswa dan pembaca.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian dan Metode Pemeriksaan Fisik pada Sistem Lokomosi
Pemeriksaan fisik sistem lokomosi adalah pemeriksaan bagian
tubuh di anggota gerak untuk menentukan kelainan dan tanda klinis
penyakitnya. (Rosfond, 2009)
II.1.1 Inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu
melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode
tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-
individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun kesan pada
pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai atau
tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau
sebaliknya menjauhi mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah
melakukan inspeksi. (Rosfond, 2009)
Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan
berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa
terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara memperoleh
riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk
mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh
mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien.
Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi
yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak
disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien,
yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi.
Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli)
melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif
mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah
melihat pasien. (Rosfond, 2009)
4
II.1.2 Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah
langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah
data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur
individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada
abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk,
konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang
normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau
adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai
menganai keadaan cairan pada ruang tubuh. (Rosfond, 2009)
(Gambar II.1.1) menunjukkan area tangan yang digunakan untuk
palpasi untuk membedakan temuan-temuan klinis. Pemeriksa yang ahli
akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan
setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas
interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf
spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan
meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh.
Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian
punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat
ditentukan secara paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi
untuk meraih atau memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh,
terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetajui posisi,
ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat digunakan
untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul secara
abnormal. Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak
tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau
aspek ulnar digit kelima dari pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini
dapat mendeteksi getaran dengan baik, karena suara dapat lewat dengan
mudah melalui tangan. Untuk area mana saja yang dinilai, akan sangat
bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan.
(Rosfond, 2009)
5
Gambar II.1.1 Area tangan yang digunakan untuk palpasi (Rosfond, 2009)
Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi
dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi. Jika pada
awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan
dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan
mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan
bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada
permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum
melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan,
letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan
jari secara memutar. (Rosfond, 2009)
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan
untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada
kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan
telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan
sirkuler/memutar. (Rosfond, 2009)
Palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh,
dan dapat dilakukandengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan
dua tangan, tangan yang diatas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke
bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman
selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak
6
nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
(Rosfond, 2009)
II.1.3 Perkusi
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk
permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi,
ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk
permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang
5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda
karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu.
(Rosfond, 2009)
Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung
(diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang
menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari
sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk
mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari
gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan
metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa
repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung,
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu
tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan
yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan
sekarang (Gambar II.1.2). (Rosfond, 2009)
Gambar II.1.2 Perkusi jari tak langsung (Rosfond, 2009)
Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat
pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas
permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter,
7
mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas
interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera
diangkat, agar tidak menyerap suara. Perkusi langsung dan tak langsung
juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan (Gambar II.1.3). Perkusi
langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan
yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung
kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak
berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi
tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari
tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk
menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA). (Rosfond,
2009)
Gambar II.1.3 Perkusi kepalan tangan. (A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral
(CVA). (B) Perkusi langsung pada CVA (Rosfond, 2009)
II.2 Anatomi Sistem Lokomosi
II.2.1 Anatomi Artikulasio Temporomandibularis
Artikulasio temporomandibularis merupakan sendi yang paling
aktif dalam tubuh karena sendi ini melakukan gerakan membuka dan
menutup hinga 2000kali perhari. Artikulasio tersebut dibentuk oleh fosa
dan tuberkulum artikularis os temporalis serta kondilus os mandibula.
Sendi temporomandibularis terletak pertengahan garis yang
menghubungkan meatus akustikus eksterna dengan arkus zigomatikus.
(Bickley, 2012)
8
Gambar II.1.1 Articulatio Temporomandibularis (Sobota, 2003)
II.2.2 Anatomi Leher
Setiap sisi leher dibagi menjadi dua buah segitiga oleh muskulus
sternocleidomastoideus. Segitiga (trigonum) anterior dibatasi di sebelah
atas oleh mandibula, disebelah lateral oleh muskulus
sternocleidomastideus, dan di sebelah medial oleh garis tengah leher.
Segitiga (trigonum) posterior membentang dari muskulus
sternocleidomastoideus ke muskulus trapezius dan di sebelah bawah
dibatasi oleh os klavikula. Satu bagian dari muskulus omohioideus
melintasi bagian inferior segitiga posterior dan dapat dikelirukan oleh
pemeriksa yang belum berpengalaman sebegai kelejar limfe atau massa
tumor. (Bickley, 2012)
Gambar II.2.2 Leher (At Glance Anatomy, 2002)
II.2.3 Anatomi Bahu
Gelang bahu terdiri atas clavicula dan scapula, yang bersendi satu
sama lain pada articulatio acromioclavicularis (L, Moore, 2012).
9
1. Clavicula
Clavikula adalah tulang panjang yang terletak horizontal di daerah
pangkal leher. Tulang ini bersendi dengan sternum dan cartilago costalis I
di sebelah medial, dan dengan acromion di sebelah lateral. Clavicula
bekerja sebagai sebuah penyanggah pada waktu lengan atas bergerak
menjauhi tubuh. Clavicula juga berperan menyalurkan gaya dari lengan
atas ke skeleton axiale, dan merupakan tempat melekatnya otot.
Clavicula terletak subkutan menurut arah panjangnya; dua pertiga
medialnya cembung ke depan dan sepertiga lateralnya cekung ke depan.
(L, Moore, 2012)
Bagian-bagian
- Tuberositas Costalis
- Tuberositas Coracoideus
- Sulcus Subclavius
2. Scapula
Scapula adalah tulang pipih berbentuk segitiga yang terletak pada
dinding posterior thorax di antara iga II sampai VII. Pada permukaan
posterior, Spina scapulae menonjol ke belakang Ujung lateral spina
scapulae bebas dan membentuk acromion, yang bersendi dengan clavicula.
Anguluas superolateralis scapulae membentuk cavitas atau fossa
glenoidalis yang berbentuk seperti buah pir dan bersendi dengan caput
humeri pada articulatio humeri. (L, Moore, 2012)
Bagian-bagian :
- Angulus Medialis
- Angulus Lateralis
- Angulus Inferior
- Cavitas Glenoidalis
- Collum Scapulae
- Spina Scapulae
- Acromion
- Trigonum Spina Scapulae
- Fossa Supra Spinata
10
- Fossa Infra Spinata
- Processus Coronoideus, Incisura Scapulae, Fossa
Subscpularis
- Tuberisitas Supra Glenoidalis
- Facies Articularis Clavicularis
- Facies Articularis Acromion
Gambar II.2.3 Klavikula dan Skapula (Sobotta, 2003)
II.2.4 Anatomi Siku
Sendi siku merupakan persendian yaitu, b dengan humerus pada
articulatio cubiti dan dengan ulna pada articulatio radio ulnaris proximal.
Ujung distalnya bersendi dengan os.scaphoideum dan lunatum pada
articulatio radio carpalis dan dengan ulna pada articulatio radio ulnaris
distal. Corpus radii berlainan dengan ulna , yaitu lebih lebar di bawah di
bandingkan dengan bagian atas. (L, Moore, 2012)
Olekranon dan kondilus medial dan lateral merupakan tiga titik
rujukan anatomi. (Glynn, 2005)
Gambar II.2.4 Siku dan Artikulasinya (Sobotta, 2003)
11
II.2.5 Anatomi Tangan dan Pergelangan Tangan
1. Carpus
• Terdapat 8 tulang pergelangan tangan, tdd 2 baris
tulang.
• Proksimal (lateral – medial) : scaphoideum, lunatum,
triquetrum, pisiforme.
• Distal : (lateral-medial) : trapezium, trapezoideum,
capitatum, hamatum.
• Membentuk cekungan pd permukaan anterior, ujung
lateral – medial melekat retinaculum flexorum à
membentuk canalis osteofascialis / carpi : tendo otot
fleksor jari dan n. medianus. (L, Moore, 2012)
2. Metacarpus dan Phalanges
• Terdapat 5 os metacarpal, tdd : basis, corpus, caput.
• Metacarpal I yg terpendek, paling mobil, tidak
menempati bidang sama à posisi > anterior.
• Basis os metacarpal bersendi dgn barisan distal os
carpal, caput bersendi dgn phalanges proximal.
• Terdapat 3 phalanges: proximal, media, distal di setiap
jari kecuali ibu jari : 2 phalanx. (L, Moore, 2012)
Gambar II.2.5 Carpal, Metacarpal dan Phalanges (Sobotta, 2003)
II.2.6 Anatomi Tulang Belakang
Vertebra bagian bawah yaitu os coxae, menghubungkan os sacrum
dengan femur dan merupakan penghubung tulang antara batang tubuh dan
12
extremitas inferior. Masing-masing os coxae terdiri dari tiga tulang: os ilii,
os ischii, dan os pubis. Sampai masa akil balig tulang-tulang ini terpisah
oleh tulang rawan triradial. (Gambar II.2.6) (L, Moore, 2012)
Gambar II.2.6 Os coxae (Sobotta, 2003)
II.2.7 Anatomi Paha
Paha atau femur adalah tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh,
meneruskan berat tubuh dari os coxae kepada tibia se-waktu kita berdiri.
Caput femoris menganjur ke arah kraniomedial dan agak ke ventral
sewaktu bersendi de-ngan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari
se-buah caput femoris, collum femoris, dan dua trochanter (trochanter
major dan trochanter minor). Caput femoris dan collum femoris membentuk
sudut (115-140°) terhadap poros panjang corpus femoris; sudut ini
bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Jika sudut ini berkurang,
keadaannya dikenal sebagai coxa vara; jika sudut ber-tambah, keadaan
disebut coxa valga. Meski arsitektur demikian memungkinkan daya gerak
femur pada articu-latio coxae yang lebih besar, keadaan ini juga melim-
pahkan beban yang cukup besar pada collum femoris. Corpus femoris
berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur
berakhir menjadi dua condylus yaitu epicondylus medialis dan epicondylus
lateralis yang melengkung bagaikan ulir. (Gambar II.2.7) (L, Moore, 2012)
13
Gambar II.2.7 Femur (Sobotta, 2003)
II.2.8 Anatomi Lutut dan Tungkai Bawah
Bagian tulang tungkai bawah terdiri dari tibia dan fibula (Gambar
II.2.8). Tibia yang besar dan merupakan penyangga beban, proksimal
bersendi dengan condylus femur dan distal dengan talus. Foramen nutriens
tibia yang paling besar pada seluruh kerangka, terletak pada permukaan
posterior bagian sepertiga proksimal tulang tersebut. Canalis nutriens
melintas cukup jauh ke arah distal dalam tulang sebelum memasuki cavitas
medullaris tibia. Fibula yang ramping, terletak posterolateral dari tibia dan
terutama berguna sebagai tempat lekat untuk otot dan tidak atau hanya
sedikit berguna untuk menopang berat tubuh. Corpus tibiae dan corpus
fibulae dihubungkan oleh se-lembar membrana interossea cruris. (L,
Moore, 2012)
14
Gambar II.2.8 Tibia dan Fibula (Sobotta, 2003)
II.2.9 Anatomi Kaki
Bagian tulang kaki adalah ossa tarsi, metatarsi dan phalanges. Ossa
tarsi terdiri dari tujuh buah tulang: talus, calcaneus, os cuboideum, os
naviculare, dan tiga os cuneiforme. Ossa metatarsi terdiri dari lima ossa
metatarsi [meta-tarsalia] yang diberi angka mulai dari sisi medial kaki.
Masing-masing tulang terdiri dari sebuah basis metatar salis pada ujung
proksimal, corpus metatarsalis, dan caput metatarsalis pada ujung distal. Dan
phalanges terdapat 14 phalanx: jari kaki pertama terdiri dari dua phalanx
(yaitu, phalanx proximalis dan phalanx distalis); keempat jari kaki lainnya
masing-masing terdiri dari tiga phalanx (phalanx proximalis, phalanx
media, dan phalanx distalis). (Gambar II.2.9) (L, Moore, 2012)
Gambar II.2.9 Ossa pedis (Sobotta, 2003)
II.3 Range of Motion (Rentang Gerakan)
15
II.3.1 Fleksi
Fleksi adalah gerak menekuk atau membengkokkan. Contohnya
adalah gerakan lengan ke depan (Gambar II.3.1), ke arah atas mendekati
kepala, bergerak pada bidang sagital dan axisnya melalui pusat caput
humeri dan tegak lurus bidang sagital. Otot penggerak utamanya adalah
otot deltoid anterior dan otot supraspinatus dari 0 – 90 derajat, sedangkan
untuk 90 – 180 derajat di bantu oleh otot pectoralis mayor, otot
coracobrachialis, dan otot bicep brachii. (Glynn, 2005)
II.3.2 Ekstensi
Ekstensi adalah gerakan untuk meluruskan. Salah satu contohnya
adalah gerakan lengan ke belakang yang menjauhi dari posisi anatomis
(Gambar II.3.1), bergerak pada bidang sagital. Otot penggerak utamanya
adalah latissimus dorsi dan teras mayor. Sedankan pada gerakan hiper
ekstensi teres mayor tidak berfungsi lagi, hanya sampai 90 derajat dan
digantikan fungsinya oleh deltoid posterior. (Glynn, 2005)
Gambar II.3.1 Fleksi dan Ekstensi (Glynn, 2005)
II.3.3 Abduksi
Abduksi adalah gerakan menjauhi tubuh. Contoh: gerakan
membuka tungkai kaki pada posisi istirahat di tempat merupakan gerakan
abduksi (menjauhi tubuh) (Gambar II.3.2). (Glynn, 2005)
II.3.4 Adduksi
Adduksi adalah gerakan mendekati tubuh. Contoh: Bila kaki
digerakkan kembali ke posisi siap merupakan gerakan adduksi (mendekati
tubuh) (Gambar II.3.2). (Glynn, 2005)
16
Gambar II.3.2 Fleksi dan Ekstensi (Glynn, 2005)
II.3.5 Pronasi
Pronasi adalah gerakan menelungkupkan tangan (Gambar II.3.3).
Lingkup gerak sendi lengan bawah pada gerakan pronasi adalah 0° - 80°.
(Glynn, 2005)
II.3.6 Supinasi
Supinasi adalah gerakan menengadahkan tangan (Gambar II.3.3).
Lingkup gerak sendi lengan bawah pada gerakan supinasiadalah 0° - 90°.
(Glynn, 2005)
Gambar II.3.3 Supinasi dan Pronasisi (Glynn, 2005)
II.3.7 Inversi
Inversi adalah gerak memiringkan telapak kaki ke dalam tubuh
(Gambar II.3.4). Perlu diketahui untuk istilah inversi hanya untuk wilayah
di pergelangan kaki. (Glynn, 2005)
II.3.8 Eversi
Eversi adalah gerakan memiringkan telapak kaki ke luar (Gambar
II.3.4). Perlu diketahui untuk istilah inversi hanya untuk wilayah di
pergelangan kaki. (Glynn, 2005)
17
Gambar II.3.4 Inversi dan Eversi (Glynn, 2005)
II.3.9 Rotasi
Rotasi adalah gerakan memutar (Gambar II.3.5). Rotasi ada dua
macam yaitu endorotasi (rotasi internal) dan eksorotasi (rotasi eksternal).
Endorotasi adalah gerakan ke dalam pada sekililing sumbu panjang tulang
yang bersendi (rotasi). Eksorotasi adalah gerakan rotas ke luar. (Glynn,
2005)
Gambar II.3.5 Rotasi Internal dan Eksternal (Glynn, 2005)
II.4 Pemeriksaan Fisik pada Sistem Lokomosi
II.4.1 Artikulasio Temporomandibularis
Lakukan inspeksi sendi untuk menemukan pembengkakan atau
kemerahan1. Pembengkakan pada sendi ini dapat terlihat sebagai benjolan
bulat yang letaknya sekitar 1 inci di sebelah anterior meatus auditorius
eksterna (Bickley, 2012).
Untuk menentukan lokasi serta melakukan palpasi sendi,
tempatkan ujung jari telunjuk Anda tepat di depan tragus setiap telinga dan
minta pasien untuk membuka mulutnya (Gambar II.4.1). Ujung jari tangan
18
tersebut harus terjatuh ke dalam rongga sendi ketika mulut membuka.
Periksalah untuk menemukan gerakan yang lancar; perhatikan setiap
pembengkakan atau nyeri tekan 2. Bunyi gerakan mengatup atau klik dapat
diraba atau didengar pada orang yang normal 3 (Bickley, 2012).
Gambar II.4.1 Teknik memeriksa artikulasio Temporomandibularis (Bickley, 2012)
Pemeriksaan Gerakan Protrusio
Minta pasien memperlihatkan gerakan membuka serta menutup
mulutnya. Normalnya, ketika mulut terbuka lebar, tiga buah jari tangan
dapat dimasukkan di antar gigi seri atas dan bawah (Bickley, 2012).
Pemeriksaan Gerakan Retraksi
Minta pasien untuk memajukan rahangnya (Bickley, 2012).
Pemeriksaan Gerakan Lateral
Pasien diminta melakukan gerakan rahang dari satu sisi ke sisi lain
(Bickley, 2012).
ARTI KLINIS :
1. Pembengkakan, nyeri tekan, dan berkurangnya kisaran gerak
menunjukan inflamasi sendi.
2. Pembengkakan, nyeri tekan, dan berkurangnya kisaran gerak
menunjukan arthritis.
19
3. Kreptasi yang bias diraba atau bunyi klik dapat terjadi pada
gangguan oklusi, cedera meniscus, atau pembengkakan sinovia
karena trauma.
II.4.2 Leher
Inspeksilah leher terhadap kemungkinan asimetris. Persilakan
pasien untuk menelan, sambil mengamati gerak naik tiroid. Perhatikan
apakah ada tampak atau tidak benjolan dan luka pada leher 2,3(Swartz,
2005).
Palpasi pada leher ada 2 macam, yaitu palpasi kelenjar tiroid dan
palpasi kelenjar supraklavikularis (Swartz, 2005).
Palpasi kelenjar tiroid ada dua cara. Cara anterior, memutarkan
dagu sedikit ke kanan (fleksi leher), tangan kanan Anda menggeser laring
ke kanan dan selama menelan lobus tiroid yang tergeser dipalpasi dengan
ibu jari dan jari telunjuk kiri (Gambar II.4.2). Cara posterior, letakkan
kedua tangan Anda pada leher pasien, posisi leher sedikit ekstensi. Pakai
tangan kiri Anda untuk mendorong trakea ke kanan. Saat pasien menelan,
tangan kanan Anda meraba kelenjar tiroid berlatarbelakang muskulus
sternokleidomastoideus kanan dan pasien sekali lagi menelan, meraba
kelenjar tiroid berlatarbelakng muskulus sternokleidomastoideus kiri
(Gambar II.4.3) (Swartz, 2005).
Palpasi kelenjar supraklavikularis. Berdirilah dibelakang pasien
dan meletakkkan jari-jari ke dalam fossa supraklavikularis medialis,
dibawah klavikula dan di samping muskulus sternokleidomastoideus dan
pasien menarik napas yang dalam saat Anda menekan ke dalam dan di
belakang klavikula (Gambar II.4.4). Kelenjar supraklavikularis yang
membesar akan teraba saat pasien menarik napas (Swartz, 2005).
20
Gambar II.4.2 Palpasi kelenjar tiroid cara anterior (Swartz, 2005)
Gambar II.4.3 Palpasi kelenjar tiroid cara posterior (Swartz, 2005)
Gambar II.4.4 Palpasi kelenjar supraklavikularis (Swartz, 2005)
Pemeriksaan Fleksi Leher
21
Pasien diminta duduk, dan rentang gerak leher diperiksa. Pasien
diminta untuk menyentuhkan dagunya ke dada dengan mulut tertutup
(Gambar II.4.5). Gerakan ini menguji fleksi penuh leher 1(Swartz, 2005).
Pemeriksaan Ekstensi Leher
Untuk memeriksa ekstensi penuh leher. Mintalah pasien
mengangkat kepalanya kembali, beristirahat sejenak, kemudian gerakan
ke atas sampai mata pasien melihat langsung pada langit-langit. (Gambar
II.4.6) (Swartz, 2005).
Pemeriksaan Rotasi Leher
Rotasi leher ditentukan dengan meminta pasien memutar lehernya
ke satu sisi dan menyentuhkan dagunya ke bahu. (Gambar II.4.7).
Pemeriksaan ini kemudian diulangi pada sisi lainnya (Swartz, 2005).
Gambar II.4.5 Fleksi Leher (Swartz, 2005) Gambar II.4.6 Ekstensi Leher (Swartz, 2005)
Gambar II.4.7 Rotasi Leher (Swartz, 2005)
ARTI KLINIS :
22
1. Meningitis menyebabkan spasme leher dan nyeri yang bertambah
berat bila selaput otak teregang. Fleksi kepala dengan
menyentuhkan dagu ke dada, akan menimbulkan nyeri hebat pada
meningitis.
2. Kelenjar limfe yang teraba pada trigonum servikalis anterior dapat
disebabkan beberapa gangguan. Farinitis dan tonsillitis merupakan
penyebab tersering pembesaran kelenjar limfe tersebut.
3. Benjolan lateral bukan kelenjar limfe mencakup aneurisma arteri
karotis, higroma kistik, dan kista celah brankialis.
II.4.3 Bahu
Inspeksi bahu untuk melihat adanya deformitas, pelayuan, atau
asimetri. Bahu harus dipalpasi untuk menemukan daerah nyeri tekan
setempat. Rentang gerak untuk abduksi, aduksi, rotasi eksternal dan
internal, dan fleksi diperiksa dan dibandingkan dengan sisi lainnya 4.
Catatlah kalau ada nyeri (Swartz, 2012).
Lakukanlah palpasi anatomi bahu dari belakang pasien (Gambar
II.4.8) 1. Palpasilah klavikula, sendi sternoklavikular dan
akromioklavikular, akromion, dan ujung korakoid, muskulus deltoid,
pektoralis dan trapezius, tuberositas mayor humanus, sulkus humerus,
scapula dan aksila (Glynn, 2005).
Mintalah pasien untuk memfleksikan dan mengabduksikan
bahunya beberapa kali ketika Anda memeriksa sendi akromioklavikular
(Gambar II.4.9). Anda akan merasakan gerakan sendi ini di bawah jari-jari
tangan anda. Nyeri tekan dan krepitus pada sendi ini dapat timbul pada
osteoarthritis dan dislokasi 2,3 klavikula ke lateral (Glynn, 2005).
Tuberositas mayor humerus dapat dipalpasi dibagian lateral dan
inferior tepi akromion (Gambar II.4.10). Sulkus bisipital terletak di
anterior dan medial tuberositas mayor dan dibatasi di bagian posterior oleh
tuberositas minor. Sulkus ini dapat dipalpasi dengan mudah jika lengan
difleksikan dan dirotasikan ke medial dan lateral secara berulang-ulang
sehingga anda dapat mengenali sulkus tersebut berada dalam posisi yang
lebih mudah untuk dipalpasi palpasi yang kuat mungkin diperlukan, tetapi
23
hindarilah penekanan yang berlebihan karena akan menimbulkan nyeri dan
membuat pasien takut (Glynn, 2005).
Gambar II.4.8 Palpasi dari belakang bahu pasien (Glynn, 2005)
Gambar II.4.9 Teknik memeriksa sendi akromioklavikular (Glynn, 2005)
Gambar II.4.10 Palpasi pada Tuberositas mayor humerus (Glynn, 2005)
Pemeriksaan Ekstensi Bahu
24
Palpasilah rotator cuff yang terpapar tepat inferior dan anterior
akromion. Peganglah lengan pasien tepat di atas siku dan angkatlah siku
ke posterior. (Gambar II.4.11) (Glynn, 2005).
Pemeriksaan Abduksi Bahu
Mintalah pasien untuk menggerakkan lengannya ke luar dan ke
atas atau “seperti burung mengepak-ngepakkan sayapnya”. Skapula mulai
berotasi kira-kira pada sudut 30°. Fiksasilah skapula dengan tangan dan
ibu jari anda dan pasien harus dapat mengabduksikan bahu sampai kira-
kira 90°. (Gambar II.4.12) (Glynn, 2005).
Pemeriksaan Adduksi Bahu
Lakukanlah aduksi bahu dengan meminta pasien meletakkan
tangannya pada puncak bahu kontralateral. Siku harus terletak di atas
sternum. (Gambar II.4.12) (Glynn, 2005).
Pemeriksaan Rotasi Bahu
Rotasi internal diperiksa dengan meminta pasien menggaruk
punggungnya. Mintalah pasien untuk menggaruk di antara batas-batas
bawah bahunya dengan ibu jarinya.
Rotasi eksternal diperiksa dengan melakukan ayunan ke belakang
untuk melakukan pukulan tenis dengan lengan bawah. Dengan siku
difleksikan secara parsial, tangan didorong ke belakang sejauh mungkin.
(Gambar II.4.13) (Glynn, 2005).
Gambar II.4.11 Ekstensi bahu (Glynn, 2005)
25
Gambar II.4.12 Abduksi dan adduksi bahu (Glynn, 2005) Gambar II.4.13 Rotasi bahu (Glynn,
2005)
ARTI KLINIS :
1. Artrotofi otot menunjukkan lesi pada nervus servikalis.
2. Skoliosis dapat menyebabkan elevasi salah satu bahu. Pada
dislokasi anterior sendi bahu, permukaan lateral bahu yang bulat
akan tampak rata.
3. Pada dislokasi posterior sendi bahu (relatif jarang terjadi),
permukaan anterior bahu tampak rata sementara kaput humeri
terlihat lebih menonjol.
4. Ketidakmampuan melakukan gerakan-gerakan “range of motion”
mencerminkan kelemahan atau perubahan pada jaringan lunak
yang terjadi karena bursitis, kapsulitis, rupture otot rotator cuff
atau cedera terkilir (sprain), atau tendinitis.
II.4.4 Siku
Inspeksilah sudut angkat dan bagian-bagian tulang siku (Gambar
II.4.14). Mula-mula, ekstensikanlah lengan sepenuhnya disamping tubuh.
Sudut angkat normal membuat siku dapat dimasukkan ke dalam cekungan
pinggang di atas krista iliaka. Sudut normal pada pria adalah 5-10°, dan
pada wanita adalah 10-20° (Glynn, 2005).
26
Gambar II.4.14 Sudut angkat siku (Glynn, 2005)
Palpasi siku untuk mengetahui adanya pembengkakan, massa,
nyeri tekan,atau nodulus. Lakukan palpasi prosesus olekranon 1 dan tekan
daerah epikondilus 2 untuk menemukan adanya nyeri tekan (Gambar
II.4.15). Perhatikan setiap pergeseran olekranon 3. Lakukan palpasi pada
sulkus yang berada di antara epikondilus dan olekranon dengan
memperlihatkan setiap adanya nyeri tekan, pemebengkakan atau
penebalan. Sinovium paling dapat diakses dalam pemeriksaan pada daerah
di antara olekranon dan epikondilus. (Normalnya, sinovium ataupun bursa
tidak dapat diraba). Nervus ulnaris yang peka dapat diraba di sebelah
osterior di antara prosesus olekranon dan epikondilus medialis (Swartz,
2005).
27
Gambar II.4.15 Teknik palpasi Prosesus olekranon dan Epikondilus (Glynn, 2005)
Pemeriksaan Fleksi Siku
Dilakukan dengan cara menekukan antara lengan atas dan lengan
bawah pasien, kira-kira membentuk sudut 30° (Gambar II.4.16) (Glynn,
2005)
Pemeriksaan Ekstensi Siku
Dilakukan dengan cara membuat lengan atas dan lengan bawah
pasien membentuk satu garis lurus (Gambar II.4.16) (Glynn, 2005).
Pemeriksaan Pronasi Siku
Pasien diminta untuk memutar lengan bawah dan pergelangan
tangan ke bawah (Gambar II.4.17) (Swartz, 2005).
Pemeriksaan Supinasi Siku
Pasien diminta untuk memutar lengan bawah dan pergelangan
tangan ke atas (Gambar II.4.18) (Swartz, 2005).
28
Gambar II.4.16 Fleksi dan Ekstensi siku (Glynn, 2005)
Gambar II.4.17 Pronasi Siku (Swartz, 2005) Gambar II.4.18 Supinasi siku (Swartz, 2005)
ARTI KLINIS :
1. Pembengkakan di daerah prosesus olekranon ditemukan pada
bursitis olekranon; inflamasi atau cairan sinovia pada atritis.
2. Nyeri tekan ditemukan pada epikondilitis lateralis (tennis elbow)
dan pada epikondilitis medialis (pitcher’s or golfer’s elbow).
3. Olekranon bergeser ke posterior pada dislokasi posterior sendi siku
dan fraktur suprakondilar.
29
II.4.5 Pergelangan Tangan
Inspeksilah struktur-struktur lunak 1 dan persendian pada
pergelangan tangan yaitu articulatio radio-ulnaris inferior (Glynn, 2005).
Palpasi sendi pergelangan tangan 4 diantara ibu jari dan jari
telunjuk, dengan memperlihatkan adanya nyeri tekan, bengkak, atau
kemerahan 2,3,5 (Gambar II.4.19) (Swartz, 2005).
Rentang gerak fleksi dan ekstensi palamar dicatat. Dengan lengan
bawah difiksasikan, derajat supinasi dan pronasi diperiksa (Swartz, 2005).
Gambar II.4.19 Teknik palpasi sendi pergelangan tangan (Swartz, 2005)
Pemeriksaan Fleksi Pergelangan Tangan
Mintalah pasien untuk menekuk pada sendi pergelangan tangan ke
bawah (Gambar II.4.20) (Swartz, 2005).
Pemeriksaan Ekstensi Pergelangan Tangan
Mintalah pasien untuk menekuk pada sendi pergelangan tangan ke
atas (Gambar II.4.21) (Swartz, 2005).
Pemeriksaan Pronasi Pergelangan Tangan
Pasien diminta untuk memutar lengan bawah dan pergelangan
tangan ke bawah (Gambar II.4.22) (Glynn, 2005).
Pemeriksaan Supinasi Pergelangan Tangan
Pasien diminta untuk memutar lengan bawah dan pergelangan
tangan ke atas (Gambar II.4.22) (Swartz, 2005).
30
Gambar II.4.20 Fleksi sendi pergelangan tangan (Swartz, 2005)
Gambar II.4.21 Ekstensi sendi pergelangan tangan (Swartz, 2005)
Gambar II.4.22 Pronasi dan supinasi sendi pergelangan tangan (Glynn, 2005)
ARTI KLINIS :
1. Atrofi thenar terjadi pada kompresi nervus medianus dalam
sindrom carpal tunnel; atrofi hipothenar terjadi pada kompresi
nervus ulnaris.
2. Nyeri tekan pada ujung distal radius ditemukan pada fraktur
Colles. Setiap nyeri tekan atau perabaan garis tulang yang tidak
rata harus menimbulkan kecurigaan terhadap kemungkinan fraktur.
31
3. Pembengkakan dan/atau nyeri tekan menunjukkan arthritis
rematoid jika terjadi bilateral dan berlangsung selama beberapa
minggu.
4. Infeksi gonokokus dapat mengenai sendi pergelangan tangan
(arthritis) atau selubung tendon pada pergelangan tangan.
5. Nyeri tekan di daerah “snuffbox” menunjukkan fraktur os
skafoideus.
II.4.6 Tangan
Inspeksi tulang-tulang masing-masing sendi. Inspeksi juga otot-
otot interoseus dan kelompok otot thenar telapak tangan 1 (Bickley, 2012).
Palpasilah setiap sendi dan berusahalah meraba bagian-bagian kecil
tendo dan anatomi tulang (Gambar II.4.23). Palpasi sendi
metakarpofalangeal 4,5,6 dan perhatikan setiap pembengkakan 2, kemerahan,
atau nyeri tekan (Gambar II.4.24). Palpasi aspek medial dan lateral dari
sendi interfalangs proksimal dan distal 3,7,8 di antara ibu jari dan jari
telunjuk anda (Gambar II.4.25) (Bickley, 2012; Glynn, 2005; Swartz,
2005).
Mintalah pasien untuk mengepalkan tinjunya dengan ibu jari
melintang pada buku-buku jari, kemudian mengekstensikan dan
merentangkan jari-jari tangan. Jari tangan normal seharusnya dapat
difleksikan sampai alur palmar distal. Ibu jari harus dapat diaposisikan
sampai kaput metacarpal distal. Tiap jari tangan harus dapat diekstensikan
sampai posisi nol dalam kaitannnya dengan metakarpalnya (Glynn, 2005).
32
Gambar II.4.23 Teknik palpasi pada setiap sendi tangan (Swartz, 2005; Glynn, 2005)
Gambar II.4.24 Teknik palpasi sendi Metakapofalangeal (Swartz, 2005)
Gambar II.4.25 Teknik palpasi sendi interfalangs (Swartz, 2005)
Pemeriksaan Fleksi dan Ekstensi Jari-jari Tangan
Pemeriksaan fleksi dengan cara menekuk jari-jari tangan 3 (Gambar
II.4.26a) dan ekstensi dengan cara meluruskan jari-jari tangan (Gambar
II.4.26b) (Glynn, 2005).
Pemeriksaan Abduksi dan Adduksi Jari-jari Tangan
33
Pemeriksaan abduksi dengan cara merenggangkan terpisah jari-jari
tangan (Gambar II.4.27a) dan adduksi dengan cara menyatukan atau
merapatkan jari-jari tangan (Gambar II.4.27b) (Glynn, 2005).
Gambar II.4.26a Fleksi jari-jari tangan Gambar II.4.26b Ekstensi jari-jari tangan
(Glynn, 2005)
Gambar II.4.27a Abduksi jari-jari tangan Gambar II.4.27b Adduksi jari-jari tangan
(Glynn, 2005)
ARTI KLINIS :
1. Gerakan defens (guarded movement) menunjukkan adanya cedera.
Kesegarisan (alignment) jari tangan yang buruk terlihat pada
kerusakan tendon otot fleksor.
34
2. Pembengkakan difus ditemukan pada stritris atau infeksi;
pembengkakan lokal atau ganglion terjadi karena pembesaran
kistik.
3. Pada osteoarthritis, nodus Heberden ditemukan pada artikulasio
interfalangeal distal, nodus Bouchard pada artikulasio
interfalangela proksimal. Pada artitris rematoid, deformitas yang
simetris terlihat pada artikulasio interfalangeal proksimal,
artikulasio interfalangeal metakarpofalangeal dan sendi
pergelangan tangan, dengan disertai deviasi ulnar.
4. Kontraktur fleksi pada jari manis, jari kelingking, dan jari tengah,
atau kontraktur Dupuytren terjadi karena penebalan pada fasia
Palmaris.
5. Sinovitis pada artikulasio metakarpofalangeal menimbulkan rasa
nyeri jika ditekan-suatu hal yang harus diingat ketika berjabatan
tangan.
6. Artikulasio metakarpofalangeal sering terasa seperti spons atau
nyeri ketika ditekan pada arthritis rematoid (kendati sendi ini
jarang ikut terkena pada osteoarthritis).
7. Perubahan pada artikulasio interfalangeal proksimal terlihat pada
arthritis remtoid; nodus bouchard pada osteoartristis.
8. Noduli dorsolateral yang keras pada artikulasio interfalangeal
distal, atau nodus Herbeden, sering ditemukan pada osteoarthritis.
II.4.7 Tulang Belakang
Mulai pemeriksaan dengan mengamati postur tubuh pasien yang
meliputi posisi leher dan batang tubuhnya ketika pasien memasuki ruang
periksa. Lakukan pemeriksaan untuk menilai posisi kepala dalam keadaan
tegak, gerakan leher yang lancar serta terkoordinasi, dan kemudahan saat
berjalan (Bickley, 2012).
Lakukanlah inspeksi dengan pasien berdiri. Baju rumah sakit
dengan tali di punggung membantu pemeriksaan yang memadai dan
memberikan pemaparan yang maksimum dan kesopanan. Perhatikan
lengkungan keluar thoraks normal yang dimulai dari vertebra prominens.
35
Diikuti dengan lengkungan lumbal ke dalam yang halus dan kemudian
ayunan sacrum ke luar. Periksa juga gerakan Vertebra lumbalis 1 (Gambar
II.4.28) (Glynn, 2005).
Palpasilah tonjolan-tonjolan tulang vertebra bawah (Gambar
II.4.29). Palpasilah prosesus spinosus dengan menggunakan ibu jari anda.
Lakukan pula palpasi facies artikularis yang terletak diantara vertebra
servikalis sekitar 1 inci sebelah lateral prosesus spinosus C2-C7.
Persendian ini memiliki letak yang dalam pada muskulus trapezius dan
mungkin tidak dapat diraba kecuali bila otot leher dalam keadaan rileks.
Lakukan perkusi pada vertebra dengan cara mengetuknya, tapi
jangan terlalu keras. Tindakan ini dapat dilakukan dengan memakai
permukaan ulnar kepalan tangan atau ketuklah dengan palu reflex
(Bickley, 2012; Glynn, 2005; Swartz, 2005).
Lakukan juga inspeksi dan palpasi pada otot-otot paravertebralis
untuk menemukan adanya nyeri tekan 2,3,4 dan spasme 6 . Otot-otot yang
spasme akan teraba keras serta seperti menyimpul dan mungkin dapat
dilihat (Bickley, 2012).
Gambar II.4.28 Teknik memeriksa gerakan Vertebra lumbalis (Swartz, 2005)
36
Gambar II.4.29 Bagian tulang dan otot Vertebra bawah (Glynn, 2005)
Pemeriksaan Fleksi Vertebra
Minta pasien untuk membungkukkan tubuhnya ke depan hingga
jari-jari tangannya dapat menyentuh jari-jari kaki (Gambar II.4.30). Ukur
derajat fleksi vertebra saat pasien berdiri dan membungkuk. Tandai tulang
belakangnya pada titik sambungan lumbosakral, kemudian tandai 10cm di
atas dan 5cm dibawah titik ini (Gambar II.4.31). Pertambahan sejauh 4cm
di antara kedua tanda yang ada di sebelah atas akan terlihat pada keadaan
normal. Jarak di antara dua tanda yang ada di sebelah bawah harusnya
tidak berubah (Bickley, 2012; Glynn, 2005).
Pemeriksaan Ekstensi Vertebra
Tempatkan tangan Anda pada spina iliaka posterior superior
dengan jari-jari tangan menunjukkna kearah garis tengah, dan minta pasien
untuk menekukkan tubuhnya ke belakang sejauh mungkin (Gambar
II.4.32) (Glynn, 2005).
Pemeriksaan Rotasi Vertebra
Stabilkan pelvis dengan meletakkan salah satu tangan anda pada
panggul pasien dan tangan yang lain diletakkan pada bahu yang
berlawanan. Kemudian rotasikan batang tubuhnya dengan menraik bahu
tersebut dan kemudian pinggulnya ke posterior (Gambar II.4.33). Ulangi
pada sisi lain (Glynn, 2005).
37
Pemeriksaan Penekukan Lateral Vertebra
Sekali lagi, stabilkan pelvis dengan meletakkan tangan Anda pada
pinggul pasien. Minta pasien menekukan tubuhnya ke samping sejauh
mungkin (Gambar II.4.34) (Bickley, 2012).
Gambar II.4.30 Fleksi Vertebra (Glynn, 2005) Gambar II.4.31 Derajat fleksi (Bickley, 2012)
Gambar II.4.32 Ekstensi Vertebra Gambar II.4.33 Rotasi Vertebra
(Glynn, 2005)
Gambar II.4.34 Pelekukan lateral vertebra (Bickley, 2012)
38
ARTI KLINIS :
1. Kekakuan pada leher menandakan adanya astritis, otot yang
terkilir, atau kelainan patologi lainnya yang harus dicari.
2. Nyeri tekan menunjukkan fraktur atau dislokasi jika didahului oleh
trauma, atau menunjukkan adanya infeksi yang mendasari, ataupun
arthritis.
3. Nyeri tekan pada arthritis, khususnya pada facies artikularis di
antara vertebra C5 dan C6.
4. Nyeri tekan pada artikulasio sakroiliaka menunjukkan penyebab
nyeri punggung bawah yang sering ditemukan. Spondilitis
ankilosing dapat menimbulkan nyeri tekan sakroiliaka.
5. Nyeri pada perkusi dapat terjadi karena osteoporosis, infeksi, atau
malignansi.
6. Spasme terjai pada proses degeneratif dan inflamatorik otot,
kontaksi otot yang lama akibat postur tubuh yang abnormal, atau
pada kecemasan.
II.4.8 Paha
Inspeksi paha dimulai dengan observasi yang cermat terhadap cara
pasien berjalan 3 ketika memasuki ruang periksa. Amati dua fase dalam
siklus berjalan:
1. Fase berdiri : ketIka kaki mengenali tanah dan menyangga beban
tubuh (60% dari siklus berjalan) 1
2. Fase mengayun : ketika kaki bergerak ke depan dan tidak
menyangga beban tubuh (40% dari siklus berjalan) (Bickley, 2012)
Lakukan inspeksi permukaan anterior dan posterior sendi pangkal
paha untuk menemukan setiap bagian yang mengalami atrofi atau memar
(Bickley, 2012).
Saat pasien berbaring terlentang, minta pasien untuk meletakkan
bagian tumit tungkai yang akan diperiksa itu pada di lutut sisi yang
berlawanan 2 . Kemudian, lakukan palpasi di sepanjang ligamentum
39
inguinalis 5 yang membentang dari spina iliaka anterior superior hingga
tuberkulum pubika (Bickley, 2012).
Jika terasa nyeri pada sendi pangkal paha, lakukan palpasi bursa
iliopektinal (iliopsoas) yang berada di bawah ligamentum inguinalis tetapi
pada bidang yang lebih dalam (Bickley, 2012). 6,7,8
Saat pasien berbaring pada sisi tubuhnya dengan sendi pangkal
paha berada dalam posisi fleksi dan rotasi interbal, lakukan palpasi bursa
trokanterika yang terletak diatas trokanter mayor. Normalnya, bursa
iskiogluteal yang berada di atas tuber iskiadikum tidak dapat diraba
kecuali jika bursa tersebut mengalami inflamasi (Bickley, 2012).
Pemeriksaan Fleksi Paha
Dengan pasien berbaring telentang, tempatkan tangan anda di
bawah vertebra lumbalis pasien. Minta pasien untuk menekuk setiap
lututnya secara bergantian hingga menyentuh dadanya dan menariknya
dengan kuat kearah perutnya (Gambar II.4.35) (Bickley, 2012). 4,9
Pemeriksaan Ekstensi Paha
Saat pasien berbaring telungkup, ekstensikan paha pasien kearah
anda dengan arah posterior (Gambar II.4.35) (Bickley, 2012).
Pemeriksaan Abduksi Paha
Stabilkan pelvis dengan menekan sina iliaka anterior superior
berlawanan. Ke bawah dengan satu tangan. Dengan tangan anda yang lain,
pegang pergelangan tangan kaki pasien dan lakukan abduksi tungkai yang
dalam posisi kstensi itu sampai anda merasakan gerakan spina iliaka
tersebut. Gerakan ini menandai batas abduksi10 sendi pangkal paha
(Gambar II.4.36) (Bickley, 2012).
Pemeriksaan Adduksi Paha
Dengan pasien berbaring telentang, stabilkan pelvis, kemudian
pegang salah satu pergelangan kaki pasien, dan gerakkan tungkainya ke
medial hinga menyilang tubuh serta melewati ekstremitas yang
berlawanan (Gambar II.4.37) (Bickley, 2012).
40
Pemeriksaan Rotasi Paha
Fleksikan tungkai hingga sudut 90° pada sendi pangkal paha dan
lutut, stabilkan paha dengan satu tangan anda, kemudian pegang
pergelangan kaki pasien dengan tangan lain, dan ayunkan tungkai
bawahnya ke medial untuk menghasilkan rotasi eksternal pada sendi
pangkal paha dan ke lateral untuk rotasi internal (Gambar II.4.38)
(Bickley, 2012). 11
Gambar II.4.35 Fleksi dan ekstensi paha Gambar II.4.36 Abduksi paha
(Bickley, 2012)
Gambar II.4.37 Adduksi paha Gambar II.4.38 Rotasi paha
(Bickley, 2012)
ARTI KLINIS :
1. Sebagian besar permasalahan timbul dalam fase berdiri yang
menyangga beban tubuh.
2. Jarak yang lebar antara tumit yang satu dan lainnya menunjukkan
kelainan serebelum atau permasalahan pada kaki.
41
3. Dislokasi sendi pangkal paha, arthritis, atau kelemahan otot
abductor dapat menyebabkan pelvis miring ke sisi yang
berlawanan sehingga terjadi cara berjalan yang bergoyang.
4. Gangguan pada fleksi sendi lutut akan mempengaruhi pola jalan
yang lancar.
5. Benjolan di sepanjang ligamentum inguinalis dapat menunjukkan
hernia inguinalis atau kadang-kadang aneurisma.
6. Nyeri tekan dapat disebabkan oleh sinovitas, bursitis atau mungkin
pula abses psoas.
7. Pembengkakan dengan nyeri tekan menunjukkan bursitis
trokanterika. Nyeri tekan tanpa pembengkakan pada prmukaan
posterolateral trokanter mayor menunjukkan tendinitis local atau
spasme otot akibat nyeri sendi pangkal paha yang beralih (reffered
pain).
8. Nyeri tekan dan pembengkakan ditemukan pada bursistis
iskiogluteal atau “panta penenun” karena nervus iskiadika yang
berdekatan; keadaan ini dapat menyerupai iskialgia.
9. Pada deformitas fleksi sendi pangkal paha, sementara sendi
pangkal paha yang berlawanan difleksikan (dengan paha ditekan ke
arah dad), sendi pangkal paha yang sakit tidak memungkinkan
ekstensi tungkai yang penuh dan dengan demikian paha yang sakit
akan terlihat dalam keadaan fleksi.
10. Keterbatasan abduksi sering dijumpai pada penyakit sendi pangkal
paha karena osteoarthritis.
11. Keterbatasan rotasi internal merupakan indicator yang sensitive
khususnya untuk penyakit sendi pangkal paha seperti arthritis.
Rotasi eksternal juga sering ikut terbatas gerakannya.
II.4.9 Lutut dan Tungkai Bawah
Amati cara berjalan pasien ketika memasuki ruangan periksa. Lutut
harus diekstensikan ketika tumit menyentuh tanah dan difleksikan pada
seluruh fase dalam siklus mengayun dan berdiri (saving and stance)
(Bickley, 2012).
42
Lakukan pemeriksaan untuk mengecek kesejajaran (alignment) dan
kontur sendi lutut. Amati setiap atrofi pada muskulus kuadriseps 1
(Bickley, 2012).
Lakukan palpasi, minta pasien untuk duduk pada tepi meja periksa
dengan kedua sendi lutut berada dalam keadaan fleksi. Pertama-tama,
tinjau kembali patokan tulang yang pentting pada sendi lutut. Dengan
menghadap kearah sendi lutut, letakkan kedua ibu jari tangan anda pada
cekungan jaringan lunka di kedua sisi tendon patella.pada permukaan
medial, gerakkan ibu jari tangan ke atas kemudian ke bawah, dan kenali
kondilus medialis femur serta tepi atas plateu medialis tibia (Bickley,
2012).
Pasien kemudian diminta berbaring terlentang. Kontur lutut
dievaluasi. Patella dipalpasi dalam posisi ekstensi untuk melihat adanya
nyeri tekan 3. Dengan menekan patella ke kondilus femoralis, mungkin
akan timbul nyeri 2. Mulailah 10cm di atas margo superior patella (tepat
diatas kavum tersebut) dan raba jaringan lunak yang ada di antara ibu jari
dan jari-jari tangan anda (Gambar II.4.39) (Bickley, 2012).
Ketiga tes yang akan membantu untuk mendeteksi cairan dalam
sendi lutut (Bickley, 2012).
1. Tanda benjolan 6 (untuk efusi ringan). Dengan sendi lutut
dalam keadaan ekstensi, tempatkan tangan kiri anda di atas
sendi lutut dan lakukan penekanan pada kavum suprapatela
dengan menggeser atau memerah cairan kearah bawah.
Lakukan pengerutan ke bawah pada permukaan medial sendi
lutut dan kemudian lakukan penekanan untuk memaksa cairan
berpindah ke daerah lateral (Gambar II.4.40a). Perkusilah sendi
lutut tepat di belakang margo lateral patella dengan
menggunakan tangan kanan (Gambar II.4.40b).
2. Tanda balon 7 (untuk efusi banyak). Tempatkan ibu jari dan jari
telunjuk tangan kanan anada pada setiap sisi patella dengan
tangan kiri anda, lakukan kompresi kavum suprapatela pada os
femur. Rasakan gerakan cairan yang masuk ke dalam rongga di
43
sebelah patella yang berada di bawah ibu jari dan jari telunjuk
tangan kanan anda. (Gambar II.4.41)
3. Balloting patella. Untuk menilai efusi yang banyak, anda dapat
pula menekan kavum suprapatela dan melakukan “ballote” atau
gerakan mendorong patella dengan tiba-tiba kea rah os femur.
Amati aliran balik cairan efusi ke dalam kavum suprapatela.
Gambar II.4.39 Teknik palpasi Patella (Bickley, 2012)
Gambar II.4.40a Teknik palpasi Patella (Bickley, 2012)
Gambar II.4.40b Teknik palpasi Patella (Swartz, 2005)
44
Pemeriksaan Fleksi dan Ekstensi Lutut dan Tungkai Bawah
Pasien diminta untuk berjongkok dan berdiri. Berikan
batuan jika diperlukan untuk menjaga keseimbangan. (Gambar
II.4.41) (Glynn, 2005)
Pemeriksaan Rotasi Internal dan Eksternal Lutut dan Tungkai
Bawah
Minta pasien untuk memutar kakinya ke medial dan lateral.
(Gambar II.4.42) (Glynn, 2005)
Pemeriksaan Abduksi Lutut dan Tungkai Bawah
Pasien berbaring telentang dan sendi lutut sedikit
difleksikan, gerakkan paha ke lateral hingga sudut sekitar 30° pada
sisi meja periksa. Lakukan dorongan ke medial pada sendi lutut
sementara pergelangan kaki ditarik ke lateral untuk membuka sendi
lutut tersebut pada sisi medial. (Gambar II.4.43) (Glynn, 2005)
Pemeriksaan Abduksi Lutut dan Tungkai Bawah
Tempatkan tangan anda pada sisi medial sendi lutut dan
lateral pergelangan kaki. Lakukan dorongan ke medial pada sendi
lutut sementara pergelangan kaki ditarik ke lateral untuk membuka
sendi lutut tersebut pada sisi lateralnya. (Gambar II.4.43) (Glynn,
2005)
Gambar II.4.41 Fleksi-Ekstensi Gambar II.4.42 Rotasi internal eksternal
(Glynn, 2005)
45
Gambar II.4.43 Abduksi-adduksi (Glynn, 2005)
ARTI KLINIS :
1. Tersandung atau mendorong sendi lutut dengan tangan ke dalam
posisi ekstensi pada saat tumit menyentuh tanah menunjukkan
kelemahan otot kuadriseps.
2. Pembengkakan di daerah patella menunjukkan bursitis prepatelaris.
Pembengkakan pada tuberositas tibia menunjukkan bursitis
infrapatelaris, atau jika lebih medial, bursitis pes anserine.
3. Nyeri tekan pada tendon atau ketidakmampuan untuk
mengekstensikan tungkai menunjukkan rupture tendon patella
parsial atau total.
4. Tonjolan tulang di sepanjang tepi sendi dapat diraba pada
osteoarthritis.
5. Pembengkakan diatas dan didekat patella menunjukkan penebalan
sinovia atau efusi dalam sendi lutut.
6. Gelombang cairan atau benjolan pada sisi medial diantara os
patella dan os femur dianggap sebagai tanda benjolan positif yang
konsisiten dengan efusi.
7. Jika sendi berisikan efusi yang banyak, kompresi suprapatelar akan
membuat cairan efusi tersebut meneyemprot ke dalam rongga yang
berada di dekat patella.
II.4.10 Kaki dan Pergelangan Kaki
Lakukan inspeksi dengan mengamati semua permukaan
pergelangan kaki dan kaki dengan memperhatikan setiap deformitas,
46
nodule atau pembengkakan.dan setiap kalus yang ada. Kaki kavus
mempunyai arkus abnormal yang tinggi. Kaki rata mempunyai lengkung
longitudinalyang lebih datar dibandingkan normal. (Gambar II.4.44)
(Bickley, 2012; Swartz, 2005)
Dengan kedua ibu jari tangan anda, lakukan palpasi permukaan
anterior setiap sendi pergelangan kaki dengan memperhatikan adanya
perabaan seperti spons, pembengkakan atau nyeri tekan 1 (Gambar
II.4.45). Raba sepanjang tendon Achilles untuk menemukan nodule dan
nyeri tekan 2 (Bickley, 2012).
Lakukan palpasi tumit, khususnya bagian posterior serta inferior os
kalkaneus dan fasia plantaris. Lakukan palpasi artikulasio
metatarsofalangeal (Gambar II.4.46). Lakukan kompresi kaki bagian
depan di antara ibu jari dan jari-jari tangan anda. Tekan daerah yang
berada tepat di sebelah proksimal kaput metatarsal pertama dan kelima
(Bickley, 2012). 3,4
Lakukan palpasi pada setiap kaput dari kelima tulang metatarsal
dan pada sulkus yang berada diantara kapu-kaput tersebut dengan
menggunakan ibu jari. Letakkan ibu jari pada daerah dorsum pedis dan
telunjuk pada permukaan plantaris. (Gambar II.4.47) (Bickley, 2012) 5,6
Gambar II.4.44 Kaki Norma dan abnormal (Swartz, 2005)
47
Gambar II.4.45 Palpasi Tarsal Gambar II.4.46 Palpasi artikulasio Metatarsofalangeal
(Bickley, 2012)
Gambar II.4.47 Palpasi Kaput Falangeal (Bickley, 2012)
Pemeriksaan Fleksi dan Dorsifleksi Kaki
Dilakukan pada artikulatio Talotibialis (sendi pergelangan kaki)
juga pada artikulasio Metatarsofalangeal (sendi jari-jari kaki terhadap
kaki). Berjalan diatas jari kaki memeriksa fleksi, berjalan di atas tumit kaki
memeriksa dorsifleksi. (Gambar II.4.48) (Glynn, 2005)
Pemeriksaan Inversi dan Eversi Kaki
Dilakukan pada artikulasio Tarsalis Transversus dan pada
artikulasio Subtalaris. Berjalan dengan tepi lateral kaki memeriksa inversi,
berjalan dengan tepi medial kaki memeriksa eversi. (Gambar II.4.49)
(Glynn, 2005) 7
48
Gambar II.4.48 Fleksi dan dorsifleksi Kaki (Glynn, 2005)
Gambar II.4.49 Inversi dan eversi Kaki (Glynn, 2005)
ARTI KLINIS :
1. Nyeri tekan local ditemukan pada arthritis, cedera pada ligamen
atau infeksi pada pergelangan kaki.
2. Nodulli rematoid : nyeri tekan ditemukan pada tendinitis Achilles,
bursitis atau rupture parsial akibat trauma.
3. Bone spurs dapat ditemukan pada os kalkaneus; nyeri di daerah
fasia plantaris menunjukan fasiitis plantaris.
4. Nyeri tekan ketika dilakukan kompresi merupakan tanda awal
arthritis rematoid. Inflamasi akut pada artikulasio
metatarsofalangeal pertama berkaitan dengan penyakit gout.
5. Nyeri tekan yang disebut metatarsalgia terlihat pada trauma,
arthritis, dan gangguan vascular.
49
6. Nyeri saat melakukan gerakan pergelangan kaki, dan kaki
membantu kita dalam menentukan lokasi kemungkinan arthritis.
7. Sendi yang mengalami arthritis sering terasa nyeri saat digerakkan
ke arah manapun, sedangkan ligamen yang terkilir menimbulkan
nyeri yang maksimal saat ligament tersebut diregangkan.
50
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik sistem lokomosi adalah pemeriksaan bagian tubuh di
anggota gerak untuk menentukan kelainan suatu dan tanda klinis penyakitnya.
Pemeriksaan fisik tersebut akan membantu menegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien, dan pemeriksaan fisik ini harus dilaksanakan
secara sistematis. (Rospond, 2009)
Tujuan pemeriksaan fisik pada sistem lokomosi adalah untuk mengetahui
adanya gangguan fungsional pada bagian-bagian tubuh sistem lokomosi. (Swartz,
2005)
Metode pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan fisik sistem
lokomosi sama halnya dengan metode pemeriksaan fisik yang pada umumnya
dilakukan di lingkungan klinis. Metode tersebut adalah inspeksi, palpasi, dan
perkusi. Tetapi tidak pada semua bagian tubuh sistem lokomosi dilakukan perkusi,
karena pemeriksaan ini hanya terpusatkan pada mencari nyeri tekan,
pembengkakan, nyeri pada gerakan, deformitas, kelemahan dan
perubahan/keterbatasan rentang gerak. (Glynn, 2005)
Beda halnya dengan pemeriksaan fisik pada sistem lainnya dalam tubuh,
pemeriksaan fisik pada sistem lokomosi menggunakan teknik pemeriksaan range
of motion (rentang gerakan). Range of motion yang sering dilakukan adalah fleksi,
ekstensi, inverse, eversi, adduksi, abduksi, pronasi, supinasi, dan rotasi. Teknik
rentang gerakan ini dapat memperlihatkan keterbatasan pada kisaran gerak atau
peningkatan mobilitas dan instabilitas sendi. (Bickley, 2012)
III.2 Saran
Dalam penulisan refrat ini penulis mengakui masih banyak kekurangan,
baik dari segi isi materi dan pokok materi. Penulis sangat berterimakasih atas
masukkan-masukkan yang diberikan baik dari dosen, teman-teman, dan pihak-
pihak yang turut serta dalam pembuatan refrat ini.
51
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. 2012. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Edisi 8. EGC, Jakarta. 133; 477; 500-530 hal.
Dorland, W.A. N. 2012. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 28. EGC, Jakarta. 634
hal.
Faiz, Omar and Moffat, David. 2002. Anatomy At Glance. Blackwell Science,
Inggris. 140 hal.
Glynn MC, Burnside. Physical Diagnosis 17th Ed. Terjemahan oleh Dr. Henny
Lukmanto. 2005. EGC, Jakarta. 155-165; 177-182; 309-339 hal.
L, Moore, Keith. 2012. Anatomi Klinik Dasar. EGC, Jakarta.
Pabst R, Putz R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Edisi 21 Jilid 1. EGC, Jakarta. 69
hal.
Rosfond, M, Raylene. 2009. Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik. Terjemahan
oleh D. Lyrawati. 41-47 hal.
Swartz H, Mark. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Terjemahan oleh dr. Petrus
Lukmanto, dkk. 2005. EGC, Jakarta. 83-85; 309-342 hal.
Tim Skills Lab FK UNSWAGATI. 2012. Modul Skills Lab Blok 114 dan 115. FK
UNSWAGATI, Cirebon. 8; 19 hal.
Top Related