META-ANALISIS EFEKTIVITAS PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN
SAINS DAN MATEMATIKA
<
Dr. Kadir, M.Pd Burhanuddin Milama, S.Pd, M.Pd
Khairunnisa, S.Pd, M.Si
ii
META-ANALISIS EFEKTIVITAS PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Telp. 021-7401925, 7426828, Fax. 7426828 Cetakan I, Oktober 2013 ISBN: S978-602-9483-17-8 Penulis Dr. Kadir, M.Pd Burhanuddin Milama, S.Pd, M.Pd Khairunnisa, S.Pd, M.Si Setting & Layout: Heryfida All Rights Reserved Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. Tidak dibenarkan memproduksi ulang setiap bagian artikel, ilustrasi dan isi buku ini dalam bentuk apapun juga
iii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamuálaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menginspirasi kemajuan peradaban dunia, serta menjadi rahmat bagi alam dan kemuliaan manusia.
Perubahan pesat, cepat dan luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan profesi merupakan ciri dari apa yang akan berlangsung di masa depan. Pendidikan Sains dan Matematika akan memainkan peranan penting untuk mempersiapkan individu dan masyarakat dalam mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut. Kebutuhan masyarakat akan pemahaman Sains dan matematika di era penuh perubahan tersebut akan terus meningkat, sehingga menuntut penguasaan pengetahuan maupun kemampuan baru. Dengan demikian dibutuhkan adaptability yang cukup tinggi bagi individu dan masyarakat. Mengingat tuntutan penguasaan pengetahuan dan kemampuan baru ini. Pendidikan Sains dan Matematika seharusnya dapat meningkatkan kesadaran dan kontrol diri siswa untuk membangun kemampuan belajar matematika akan hal-hal yang baru.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis dan menelaah efektivitas pendekatan problem solving dalam pembelajaran Sains dan Matematika. Studi ini mengajukan permasalahan pada bagaimana besar pengaruh pendekatan problem solving ditinjau dari aspek hasil belajar sains dan matematika secara keseluruhan, jenjang pendidikan subyek, lama waktu perlakuan, bidang ilmu yang diteliti, ukuran sampel penelitian; dan variabel moderator yang dilibatkan dalam penelitian.
Terakhir kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, dan semoga apa yang telah dilaksanakan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin. Wassalam
Jakarta, 2013
Tim Peneliti
v
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Oktober, 2013
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menelaah efektivitas pendekatan problem solving dalam pembelajaran Sains dan Matematika. ditinjau dari aspek: (1) hasil belajar sains dan matematika secara keseluruhan; (2) jenjang pendidikan subyek; (3) lama waktu perlakuan; (4) bidang ilmu yang diteliti; (5) ukuran sampel penelitian; dan (6) variabel moderator yang dilibatkan dalam penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah survai dan analisis terhadap jurnal penelitian dengan mengambil 16 buah artikel hasil penelitian dalam jurnal internasional sebagai unit analisis kemudian dikelompokkan menjadi 128 subpenelitian. Pengaruh relatif dari penelitian-penelitian yang menerapkan pendekatan problem solving dalam pembelajaran Sains dan Matematika dilakukan dengan menggunakan teknik meta-analisis dari Glass. Kesimpulan hasil penelitian bahwa: (1) Secara keseluruhan pendekatan problem solving dalam pembelajaran Sains dan Matematika mampu meningkatkan hasil belajar responden pada kelompok eksperimen sebesar 1,079 kali simpangan baku kelompok kontrol. Ternyata pendekatan problem solving memberikan pengaruh yang lebih efektif daripada pendekatan lain pada kelompok kontrol, (2) Pendekatan problem solving dari segi jenjang pendidikan subyek dalam pembelajaran Sains dan Matematika mampu meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 1,130 kali simpangan baku kelompok kontrol yang bukan perlakuan pendekatan problem solving. Ternyata jenjang pendidikan Mahasiswa dan pelatihan Guru memberikan besar pengaruh pendekatan problem solving tergolong tinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA, (3) Pengaruh pendekatan problem solving ditinjau dari lama waktu perlakuan adalah tergolong tinggi yaitu 2,037 kali simpangan kelompok kontrol. Ternyata perlakuan selama 6 minggu memberikan besar pengaruh pendekatan problem solving tergolong tinggi dibanding 2 minggu, 3 minggu, 8 minggu, 4 bulan, 1 semester, dan 1 tahun, (4) Pengaruh pendekatan problem solving pada kelompok eksperimen berdasarkan jenis bidang ilmu sebesar 1,425 kali simpangan baku kelompok kontrol. Ternyata bidang ilmu Fisika memberikan besar pengaruh tertinggi dibandingkan dengan bidang Self Regulation Learning, Desain Pembelajaran, Pembelajaran Matematika Sekolah, Sains, Agricultural, Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer, dan bidang ilmu Kimia, (5) Pengaruh
vi
pendekatan problem solving ditinjau dari ukuran sampel sebesar 2,066 kali simpangan baku kelompok kontrol. Besar pengaruh pendekatan problem solving tertinggi untuk ukuran sampel penelitian sebesar 80 orang, dikuti 620, 268, 60, 32, 102, 104, 77, 240, 86, 49, 47, 92, dan terendah 122 orang, (6) Pengaruh pendekatan problem solving dengan pelibatan atribut atau variabel moderator adalah tergolong tinggi yaitu 2,026 kali simpangan kelompok kontrol. Besar pengaruh pendekatan problem solving tertinggi bila dikombinasikan (interaksi) variabel gender.
Kata Kunci: Meta-Analisis, Effect Size, Pendekatan Problem Solving, Pembelajaran, Sains dan Matematika.
vii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................ iii ABSTRAK. ........................................................................................ v DAFTAR ISI ..................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xi DAFTAR GRAFIK ............................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................... 7 D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ........................................... 7
BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL 9
A. Pengertian Masalah ................................................................ 9 B. Definisi Problem Solving ....................................................... 11 C. Pembelajaran Problem Solving ............................................... 16 D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa ....................................................................... 22 E. Pengertian Pembelajaran Sains dan Matematika ...................... 30 F. Konsep Meta-Analisis ............................................................ 37 G. Kajian Meta Analisis yang Relevan ....................................... 39
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 41
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 41 B. Metode Penelitian ................................................................... 41 C. Sumber Data .......................................................................... 41 D. Instrumen Penelitian ............................................................... 42 E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 42 F. Teknik Analisis Data .............................................................. 42
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 45
A. Deskripsi Data ....................................................................... 45 B. Temuan Penelitian ................................................................. 50
1. Rata-rata Besar Pengaruh Secara Keseluruhan ............ 50
Halaman
viii
2. Rata-rata Besar Pengaruh Berdasarkan Jenjang Pendidikan Subyek ....................................................................... 50
3. Rata-rata Besar Pengaruh Berdasarkan lama Perlakuan 52 4. Rata-rata Besar Pengaruh Berdasarkan Bidang Ilmu ... 53 5. Rata-rata Besar Pengaruh Berdasarkan Ukuran Sampel
Penelitian (Sample Size) ............................................. 55 6. Rata-rata Besar Pengaruh Pendekatan Problem Solving
Dengan Pelibatan Variabel Moderator ........................ 57 C. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................. 59 D. Keterbatasan Penelitian .......................................................... 65
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 67
A. Kesimpulan ........................................................................... 67 B. Rekomendasi .......................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Daftar Judul Artikel dan Nama Jurnal Publikasi ................... 46 Tabel 4.2 Pengaruh Jenjang Pendidikan Subyek ................................. 50 Tabel 4.3 Pengaruh Lama Waktu Perlakuan ....................................... 52 Tabel 4.4 Pengaruh Bidang Ilmu ........................................................ 54 Tabel 4.5 Pengaruh Ukuran Sampel Penelitian ................................... 56 Tabel 4.6 Pengaruh Pendekatan Problem Solving dan Variabel
Moderator ............................................................................ 57
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tingkat Kompleksitas Keterampilan Intelektual Menurut
Gagne ............................................................................. 13 Gambar 2.2 Model Problem solving menurut Gick, 1986 ................... 21 Gambar 2.3. Kemampuan Problem solving berdasarkan Gender .......... 23 Gambar 2.4 Kemampuan Problem solving setiap level gender ............ 24 Gambar 2.5 Kemampuan Problem solving Dilihat Dari Pekerjaan
Orang Tua ....................................................................... 26 Gambar 2.6 Kemampuan Problem solving Menurut Tingkat
Pendidikan Orang Tua ..................................................... 27 Gambar 2.7 Kemampuan Problem solving dilihat dari Struktur
Keluarga ......................................................................... 28 Gambar 2.8 Kemampuan Problem solving Dilihat Dari Tempat Lahir
dan Bahasa Sehari-Hari ................................................... 30
Halaman
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Pengaruh aspek Jenjang pendidikan .................................... 51 Grafik 4.2 Pengaruh aspek Lama Perlakuan ........................................ 53 Grafik 4.3 Pengaruh aspek Bidang Ilmu .............................................. 55 Grafik 4.4. Pengaruh aspek Ukuran sampel (orang) ............................. 56 Grafik 4.5. Pengaruh aspek pelibatan variabel moderator..................... 58
Halaman
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 CODING META ANALISIS (SAINS) ............................. 73 Lampiran 2 CODING META ANALISIS (MATEMATIKA) .............. 79
Halaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan pesat, cepat dan luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, budaya dan profesi merupakan ciri dari apa yang
akan berlangsung di masa depan. Pendidikan Sains dan Matematika akan
memainkan peranan penting untuk mempersiapkan individu dan masyarakat
dalam mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut. Kebutuhan masyarakat
akan pemahaman Sains dan matematika di era penuh perubahan tersebut akan
terus meningkat, sehingga menuntut penguasaan pengetahuan maupun
kemampuan baru. Dengan demikian dibutuhkan kemampuan adaptability
yang cukup tinggi bagi individu dan masyarakat. Mengingat tuntutan
penguasaan pengetahuan dan kemampuan baru ini. Pendidikan Sains dan
Matematika seharusnya dapat meningkatkan kesadaran dan kontrol diri siswa
untuk membangun kemampuan belajar matematika akan hal-hal yang baru.
Pentingnya mengembangkan pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan adaptability adalah cukup beralasan. Hal ini mengingat bahwa
proses pembelajaran Sains dan Matematika selama ini masih didominasi oleh
sistem tradisional seperti ceramah dan drill yang kurang kondusif untuk
mempersiapkan anak didik dalam menghadapi era masa depan yang serba
sulit dan tidak menentu. Proses pembelajaran saat ini kebanyakan masih
belum menunjukkan hasil yang memuaskan, upaya guru ke arah peningkatan
kualitas proses belajar mengajar belum optimal, metode, pendekatan dan
evaluasi yang dikuasai guru belum beranjak dari pola tradisional, dan hal ini
berdampak negatif terhadap daya serap siswa yang ternyata masih tetap
lemah. Disamping itu, masih ada kenyataan yang menunjukkan bahwa
pendidikan kita dewasa ini lebih memaksakan kepada peserta didik, dan
lebih melaksanakan informasi tekstual daripada mengembangkan
kemampuan membudayakan belajar dan membangun individu belajar.
2
Pembelajaran secara tradisional, mengakibatkan siswa tumbuh dan
berkembang menjadi kurang kreatif. Kegiatan Sains dan Matematika siswa
hanya berdasarkan perintah atau tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Salah
satu contoh mendukung kenyataan ini adalah siswa hanya akan
menyelesaikan soal-soal latihan yang diperintahkan oleh gurunya, ataupun
siswa akan belajar Sains dan Matematika di rumah apabila diberikan
pekerjaan rumah (PR) yang telah dilengkapi dengan rumus dan algoritma
oleh gurunya. Konsekuensinya bila siswa diberi soal yang berbeda dengan
soal latihan maka mereka akan membuat kesalahan atau error layaknya
komputer. Siswa tidak terbiasa memecahkan masalah Sains dan matematika
yang ada di sekililing mereka. Hal ini menunjukkan bahwa guru merupakan
pengendali dari aktivitas siswa dalam belajarnya.
Di sisi lain, hasil belajar Sains dan Matematika siswa umumnya
masih rendah. Hasil belajar yang dimaksud tidak hanya pada aspek
kemampuan mengerti matematika sebagai pengetahuan (cognitive) tetapi juga
aspek sikap (attitude) terhadap matematika. Salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika adalah rangking skor
Sains dan Matematika siswa sekolah lanjutan pada kompetisi berlevel
internasional dan nasional.
Secara internasional, The Third International Mathematics and
Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa, siswa Indonesia hanya
menempati rangking ke-39 dari 42 negara partisipan TIMSS dengan
perolehan skor rata-rata 397 dari skor maksimal 1000.4 Begitupula secara
nasional, rata-rata Nilai Ebtanas Murni (NEM) siswa SMU berada di bawah
5,0 dalam skala 0 sampai dengan 10, sebagai perbandingan bahwa untuk
propinsi DKI Jakarta dari 22268 siswa yang tersebar di 411 SMU Negeri dan
Swasta se-DKI Jakarta, rata-rata Nilai Ebtanas Murni pelajaran matematika
IPA adalah sebesar 3,98.
Selanjutnya untuk aspek sikap siswa terhadap mata pelajaran Sains
dan Matematika di sekolah dapat diketahui tidak hanya dari beberapa laporan
penelitian tetapi pada opini siswa di sekolah bahwa mereka tidak suka atau
3
bahkan takut pada pelajaran matematika. Beberapa argumentasi dan asumsi
dibalik rendahnya prestasi dan negatifnya sikap siswa terhadap matematika
adalah disebabkan beberapa hal: (1) kurikulum yang padat, (2) rendahnya
kualitas buku paket lantaran banyak ditulis tanpa melibatkan orang
pendidikan matematika atau guru matematika, (3) media belajar yang kurang
efektif, (4) metode pengajaran yang tradisional dan tidak interaktif, dan (5)
buruknya sistem evaluasi, yang hanya mengejar solusi tetapi mengabaikan
proses mendapatkan solusi.
Berdasarkan kondisi real di atas, untuk meningkatkan hasil belajar
Sains dan Matematika, kreativitas, sikap positif siswa dalam belajar Sains dan
matematika sesuai dengan tuntutan era penuh perubahan, maka harus
dikembangkan pembelajaran dengan pembelajaran Sains dan Matematika
yang tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi juga
membantu siswa untuk mencerna dan membentuk pengetahuan mereka
sendiri serta memberdayakan mereka untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya. Pembelajaran Sains dan Matematika yang demikian itu
tidak mungkin bisa dicapai hanya dengan hafalan, latihan pengerjaan soal
yang bersifat mekanistik, rutin, dan algoritmis, serta proses
pembelajaran dengan yang cenderung berpusat kepada guru yang akan
menimbulkan budaya konsumtif antara lain, kebiasaan menerima informasi
secara pasif, seperti mencatat, mendengarkan, dan meniru. Diperlukan sebuah
evaluasi yang dapat membelajarkan siswa, sehingga dapat mengubah dari
situasi guru mengajar kepada situasi siswa belajar, dari pengalaman ber-sains-
matematis guru kepada pengalaman ber-sains-matematis siswa, dari alam
berfikir guru ke alam berfikir siswa. Ciri-ciri pembelajaran seperti ini dapat
menumbuhkan budaya produktif, seperti menulis gagasan, merancang model,
meneliti, memecahkan masalah, menemukan pola, mengkomunikasi-kan
gagasan baru baik secara individual maupun kelompok.
Khusus untuk bidang matematika, perhatian pemerintah dan pakar
pendidikan matematika untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa
tidak hanya tertuju kepada kurikulum berbasis kompetensi seperti yang
4 digalakkan di sekolah sekarang ini, bahkan dalam rangka mengatasi
rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika, sekarang ini tengah diuji-
cobakan penggunaan pembelajaran matematika secara kontekstual dan
humanistik seperti yang telah dikembangkan di negara-negara maju.
Misalnya di Belanda sekarang telah dikembangkan pendekatan
pembelajaran dengan nama Realistic Mathematics Education (RME).
Terdapat lima karakteristik utama dari pendekatan RME, yaitu: (1)
menggunakan pengalaman siswa di dalam kehidupan sehari-hari, (2)
mengubah realita ke dalam model, kemudian mengubah model melalui
matematisasi vertikal sebelum sampai kepada bentuk formal, (3)
menggunakan keaktifan siswa, (4) dalam mewujudkan matematika pada diri
siswa diperlukan adanya diskusi, tanya-jawab, dan (5) adanya keterjalinan
konsep dengan konsep, topik dengan topik sehingga pembelajaran matematika
lebih holistik daripada parsial. Dengan pendekatan ini diduga peningkatan
hasil belajar dan aktivitas siswa dapat dilakukan dengan menyajikan materi
yang dekat dengan kehidupan sehari-hari atau yang dapat dibayangkan oleh
siswa.
Menurut Howey, di Amerika Serikat juga tengah dikembangkan suatu
pendekatan pembelajaran yang disebut contextual teaching and learning.1
Pendekatan ini dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
menyelesaikan tugas matematika melalui pembelajaran yang dimulai dengan
masalah-masalah contextual. Pendekatan seperti ini diduga mampu
mengantarkan siswa dalam merespons setiap masalah dengan baik, karena
dalam kehidupan sehari-hari, siswa telah mengenal masalah tersebut.
Menurut Becker dan Shimada, di negara Sakura Jepang saat ini
sedang dipopulerkan pendekatan yang dikenal the open-ended approach.2
Dengan pendekatan ini, diduga peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa
dapat dilakukan dengan memberi soal-soal terbuka yang memiliki banyak
1 K.R. Howey, Contextual Teaching and Learning (New York: ERIC, 2001), p. 105. 2 J.P. Becker & S Shimada, The Open- Ended Approach: A New Proposal for Teaching
Mathematics (Reston, Virginia: 1997), p.2.
5
jawab benar. Soal-soal terbuka penekanannya bukan pada perolehan jawaban
akhir tetapi lebih kepada upaya mendapatkan beragam cara memperoleh
jawaban dari soal yang diberikan.
Di negara tetangga Singapura, pendekatan pembelajaran di sekolah
dikenal dengan nama concrete-victorial-abstract approach.3 Peningkatan
aktivitas dan hasil belajar matematika siswa diduga dapat dilakukan melalui
perantaraan benda-benda konkrik dan gambar-gambar yang menarik perhatian
siswa. Leader, et al. (1995), bahwa di negara Kangguru Australia sedang
dipopulerkan pembelajaran matematika melalui pemahaman konteks yang
disebut mathematics in context.4 Sedangkan di Indonesia sendiri di tingkat
Sekolah Dasar tengah dipopulerkan Pembelajaran Matematika Reliastik
Indonesia atau disingkat PMRI.
Pendekatan yang diduga dapat meningkatkan hasil belajar
matematika adalah pendekatan berbasis masalah matematika. Pendekatan ini
dapat menjadi alternatif karena disamping dapat mewadahi karakteristik
pendekatan yang sedang digalakkan di bebarapa negara juga menjadi salah
satu tujuan pembelajaran Sains dan Matematika di sekolah.
Kemampuan pemecahan masalah Sains dan Matematika dapat dinilai
berdasarkan tahap-tahap penyelesaian masalah dan kuantitas serta kualitas
respon siswa pada situasi masalah yang diberikan. Pembelajaran dengan
pendekatan problem solving dapat membangun struktur kognitif siswa. Proses
ini dilakukan dengan cara mengaitkan skemata, yaitu suatu struktur mental
atau kognitif berupa bentukan mental, kontruksi hipotesis; seperti kreativitas,
kemampuan, dan naluri yang dimiliki seseorang untuk beradaptasi dan
mengkoordinasi secara intelektual dengan lingkungan sekitarnya dalam
rangka menyelesaikan dan mengajukan masalah atau membentuk soal sendiri.
Pembelajaran dengan pendekatan berbasis masalah, disamping dapat
meningkatkan kemampuan memecahkan atau mengajukan masalah, juga
3 K.T. Hong, Primary Mathematics, (Singapore: CDME), p. 112.
4 G. Leader, et al., Learning Mathematics in Context, (Ed) In J. Wakefield & L. Velardi (Melbourne: The Mathematical Association of Victoria, 1995), p. 78.
6 dapat meningkatkan metakognisi, yaitu pengetahuan tentang kognisi dan
mekanisme pengendalian diri serta monitoring kognitif siswa terhadap tugas-
tugas matematika. Sedangkan kemampuan matematika, dan metakognisi
siswa dapat dicapai secara memadai bila ditunjang oleh berbagai strategi
pemecahan masalah yang memadai pula. Secara teoritis penciptaan model
belajar dengan kelompok kecil diduga dapat meningkatkan kemampuan
sains-matematika siswa. Oleh karena pembelajaran sains-matematika yang
efektif memerlukan model pembelajaran yang tepat, sehingga dapat
mengembangkan kesadaran dan pola pikir sains-matematika siswa.
Bertitik tolak dari pemetaan sejumlah pendekatan, permasalahan,
keuntungan dan dugaan, seperti telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi telaah utama dalam penelitian ini adalah menganalisis pendekatan
pemecahan masalah dan mempelajari pengaruhnya teradap hasil belajar Sains
dan Matematika.
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini merupakan suatu meta-analisis atau analisis dari
analisis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana besar pengaruh pendekatan problem solving terhadap
hasil belajar sains dan matematika secara keseluruhan?
2. Bagaimana besar pengaruh pendekatan problem solving ditinjau dari
aspek jenjang pendidikan subyek penelitian?
3. Bagaimana pengaruh pendekatan problem solving ditinjau dari aspek
lama waktu perlakuan?
4. Bagaimana pengaruh pendekatan problem solving ditinjau dari aspek
bidang ilmu yang diteliti?
5. Bagaimana pengaruh pendekatan problem solving ditinjau dari aspek
ukuran sampel penelitian?
6. Bagaimana pengaruh pendekatan problem solving ditinjau dari aspek
variabel moderator yang dilibatkan penelitian?
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian meta-analisis ini adalah
sebagai berikut:
1. Menemukan besar pengaruh pendekatan problem solving terhadap
hasil belajar secara keseluruhan.
2. Menganalisis besar pengaruh pendekatan problem solving ditinjau
dari aspek jenjang pendidikan subyek atau sampel yang dilibatkan
dalam penelitian.
3. Menganalisis besar pengaruh pendekatan problem solving ditinjau
dari aspek lama atau interval waktu perlakuan yang digunakan dalam
penelitian.
4. Menganalisis besar pengaruh pendekatan problem solving ditinjau
dari aspek cabang atau jenis bidang ilmu dalam area Sains dan
Matematika.
5. Menganalisis besar pengaruh pendekatan problem solving ditinjau
dari aspek ukuran sampel (sample size) yang digunakan dalam
penelitian Sains dan Matematika.
6. Menganalisis besar pengaruh pendekatan problem solving apabila
berinteraksi (kombinasi) dengan variabel moderator dalam
pembelajaran Sain dan Matematika.
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Manfaat penelitian meta-analisis adalah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran tentang rata-rata pengaruh pendekatan
problem solving dalam pembelajaran sains dan matematika terhadap
hasil belajar dipandang dari beberapa aspek pembelajaran.
2. Keunggulan dari pendekatan problem solving dapat menginspirasi
guru/dosen untuk memperkaya KBM pembelajaran sains dan
matematika di kelas, yang pada akhirnya dapat memotivasi siswa
untuk meningkatkan hasil belajarnya.
8
3. Pendekatan problem solving dapat dijadikan siswa sebagai model
belajar mandiri di rumah untuk memperdalam pemahamannya tentang
konsep-konsep sains dan matematika serta bidang studi lain yang
memungkinkan penggunaan strategi problem solving.
4. Hasil peneitian meta-analisis ini dapat memberikan masukan atau
informasi bagi peneliti lanjut untuk melakukan kajian efektivitas
pendekatan problem solving dari berbagai sudut pandang dalam
rentang waktu yang sifatnya longitudional tentang kekuatan dan
kelemahan pendekatan problem solving dalam pembelajaran sains
atau matematika.
9
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Pengertian Masalah Problem solving merupakan inti dari pembelajaran Sains dan
Matematika. Orang yang pertama kali memperkenalkan pendekatan problem solvingdi sekolah adalah serorang pengarang terkenal John Dewey, yang banyak menerbitkan karangan pada tahun 1884 – 1948.
Menurut John Dewey, masalah adalah sesuatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti. Teori ini timbul karena kurikulum pembelajaran dibuat sedemikian yang tujuannya sebenarnya adalah untuk memecahkan masalah yang ada dan berkaitan dengan “keperluan serta interest” yang berkembang pada suatu waktu tertentu. Menurut pendapatnya masalah yang perlu dikemukakan memiliki 2 kriteria:1
a) masalah yang dipelajari harus sesuatu yang penting untuk masyarakat dan perkembangan kebudayaan;
b) masalah yang dipelajari adalah sesuatu yang penting dan relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa Bell, mengemukakan bahwa suatu situasi dikatakan masalah bagi
seseorang bila ia sadar akan keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan, bahwa ia mau dan perlu melakukan tindakan, dimana situasi itu tidak segera dapat ditemukan pemecahannya.2 Serupa dengan pendapat tersebut Hayes seperti dikutip Helgenson, mengatakan bahwa suatu masalah adalah merupakan kesenjangan antara keadaan sekarang dengan tujuan yang ingin dicapai, sedangkan belum diketahui cara tertentu untuk mencapai tujuan tersebut.3 Dengan demikian masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan belum ada rencana solusi yang jelas.4
1 Arifin, M, dkk. Strategi Belajar Mengajar Kimia (Bandung:Jurusan Pendidikan Kimia UPI,
2003) p. 95-96 2 F. H. Bell, Teaching and Learning Mathematics in Secondary School (New York: Brown
Company Publisher, 1978), p. 48. 3 S.L. Helgenson, Problem Solving Research in Middle Junior High School Science Education
(Columbus: The Ohio State University, 1992), p.122. 4 J. Hawton, Problem Solving – Its Place in The Math Program (Melbourne: The Mathematical
Association of Victoria, 1992), pp. 119-123.
10
Masalah dapat juga berarti suatu tugas yang apabila kita membaca, melihat atau mendengarnya pada waktu tertentu, tetapi kita tidak mampu untuk segera menyelesaikannya pada saat itu juga.5 Hudoyo melihat masalah dalam kaitannya dengan prosedur yang digunakan seseorang untuk menyelesaikannya berdasarkan kapasitas kemampuan yang dimilikinya. Bahwa seseorang mungkin dapat menyelesaikan suatu masalah dengan prosedur rutin, tetapi orang lain dengan cara tidak rutin.6
Polya, mengatakan bahwa sebuah soal dikatakan masalah jika soal tersebut merupakan soal yang sulit dan penuh tantangan.7 Sedangkan menurut Ruseffendi, bahwa suatu soal merupakan masalah bila memenuhi tiga ciri, yaitu, pertama bila soal itu tidak dikenalnya. Maksudnya ialah siswa belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya. Kedua ialah siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya; terlepas dari apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga sesuatu soal merupakan masalah bila ada niat untuk menyelesaikannya.8 McGivney dan DeFranco, mengemukakan bahwa setiap masalah dalam pembelajaran matematika mengandung tiga hal penting, yaitu: (1) informasi, (2) operasi, dan (3) tujuan.9
Menurut Vessen suatu masalah adalah ketidaksamaan antara dua pernyataan atau lebih yang disampaikan kepada siswa pada waktu proses belajar mengajar berlangsung10
Berdasarkan beberapa pengertian masalah (problem) yang telah
dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa suatu soal atau tugas tertentu
dapat merupakan masalah bagi orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan
masalah bagi orang lain. Dengan kata lain suatu soal mungkin merupakan
masalah bagi seseorang pada waktu tertentu, akan tetapi belum tentu
merupakan masalah pada waktu yang berbeda. Dalam matematika, soal yang
5 D. Coffey Kolsch. P & M. Mackinlay, Assessing Problem Solving and Project Work. In J.
Wakefield and L. Velardi (Eds). CML (Melbourne: The Mathematical Association of Victoria, 1992), pp. 196-201.
6 Herman Hudoyo, Strategi Mengajar Matematika (Malang: IKIP Malang, 1990), p. 36. 7G. Polya, Mathematical Discovery: On Understanding, Learning, and Teaching Problem
Solving (New York: Jhon Willey Inc, 1981), p. 117. 8E.T. Russeffendi, op. cit., p. 336. 9J.M. McGivney & T.C. DeFanco, Geometry Proof Writing: A Problem Solving Approach a’la
Polya, The Mathematics Teacher Journal : Vol. 88, 1995, pp. 552- 555. 10 Arifin, M, dkk. Strategi Belajar Mengajar Kimia (Bandung:Jurusan Pendidikan Kimia UPI,
2003) p. 97
11
merupakan masalah disebut soal non-rutin (non-rutine problem) sedangkan
soal yang tidak merupakan masalah disebut soal rutin (rutine problem).
Adapun soal yang dimaksudkan dalam penelitian ini mencakup soal yang
penyelesaiannya menuntut siswa untuk menerapkan langkah-langkah
penyelesaian secara baik dan benar untuk mencapai hasil akhir.
Dalam kaitannya dengan asesmen kinerja berbasis masalah, maka
dalam penelitian ini peneliti memilih masalah Sciense dan Matematika yang
terdapat pada pada hasil-hasil penelitian pendekatan problem solving baik
yang telah dipublikasikan melalui jurnal ilmiah maupun yang belum
dipublikasikan.
B. Definisi Problem Solving
Menurut Wena, M dalam Suharsono, kemampuan problem solving
sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran
sependapat bahwa kemampuan problem solving dalam batas-batas tertentu,
dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan11
Saat ini, problem solving banyak dijadikan sebagai komponen utama
kurikulum di berbagai negara (AAAS, 1993; NCSS, 1997; NCTE, 1996;
NCTM 1989, 1991). Misalnya, dalam Standar Kurikulum Badan Guru
Matematika Nasional (NCTM) 1989, dinyatakan bahwa: Problem solving
hendaknya menjadi perhatian utama dalam kurikulum matematika. Problem
solving senantiasa menjadi tujuan pembelajaran utama dan selalu dijadikan
bagian dalam aktivitas pembelajaran matematika. Problem solving bukanlah
topik yang terpisah, namun merupakan sebuah proses yang harus selalu ada
dalam setiap program pembelajaran dan menyediakan konteks yang
menyediakan ruang bagi pengembangan konsep dan keterampilan” (NCTM,
1989).12
11 Wena, M, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) p.53 12 Jamie Kirkley, Principles for Teaching Problem Solving (USA:Indiana University, 2003)p.1
12 Definisi kemampuan problem solving menurut PISA:
...kemampuan individu untuk menggunakan proses kognitif untuk
mengatasi dan memecahkan masalah lintas bidang ilmu dalam
kehidupan nyata, di mana cara problem solvingtidak tersurat dengan
jelas dan melibatkan lebih konten-konten dalam lebih dari satu bidang
ilmu, matematik, sains, atau bahasa.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa:13
a. Setting masalah yang disajikan haruslah nyata. Masalah harus
merepresentasikan konteks yang dekat dengan kehidupan sehari-hari
siswa.
b. Masalah yang disajikan tidak dapat dipecahkan secara langsung hanya
dengan menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang siswa
sudah peroleh sebelumnya atau pernah dipraktikkan di sekolah.
masalah yang ditampilkan harus berupa permasalahan baru yang
memungkinkan siswa berpikir mengenai hal yang harus dilakukan.
c. Masalah tidak boleh hanya dibatasi dalam satu konten bidang studi
yang pernah dipelajari siswa atau dipraktikkan di sekolah.
Polya, mengartikan problem solving sebagai suatu usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu
mudah segera dapat dicapai.14 Sedangkan problem solving menurut
McGivney dan DeFranco, meliputi dua aspek, yaitu masalah untuk
menemukan (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to
prove).15 Pendapat lain dari Dess yang melihat problem solving sebagai suatu
kegiatan, yaitu merupakan kegiatan manusia dalam menerapkan konsep-
konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya.16
13 Programme for International Student Assessment, Problem Solving for Tomorrow’s World (OECD, 2003) p. 26-28 14G. Polya, op. cit., pp. 23-25. 15J.M. McGivney & T.C. DeFanco, op. cit., 552- 555. 16R. L Dess, The Role of Cooperative Learning In Increasing Problem-Solving Ability In A
College Remedial Course. Journal for Research in Mahematics Education. Vol. 5, 1996, pp.407-421.
13
Berdasarkan teori belajar kognitif, problem solving lalu dipandang
sebagai aktivitas mental kompleks yang mengandung berbagai kegiatan dan
keterampilan kognitif. Problem solving menuntut keterampilan berpikir
tingkat tinggi seperti “visualisasi, asosiasi, abstraksi, pemahaman, manipulasi,
penjelasan, analisis, sintesis, generalisasi-yang harus diorganisasikan dan
dikoordinasikan satu sama lain”.17
Menurut Dahar, problem solving adalah merupakan kegiatan yang
melibatkan pembentukan aturan-aturan tingkat tinggi. Untuk keperluan
tersebut diperlukan seseorang untuk memiliki dahulu sebagai prasyarat-
prasyarat adalah:
a. aturan-aturan b. konsep-konsep terdefinisi c. konsep-konsep konkrit d. diskriminasi-diskriminasi Tingkat kompleksitas keterampilan intelektual prasyarat untuk
problem solving oleh Gagne digambarkan sebagai berikut:18
ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI
ATURAN-ATURAN
KONSEP-KONSEP TERDEFINISI
KONSEP-KONSEP KONKRIT
DISKRIMINASI-DISKRIMINASI
Gambar 2.1
Tingkat Kompleksitas Keterampilan Intelektual Menurut Gagne
17 Jamie Kirkley, Principles for Teaching Problem Solving (Indiana: Indiana University,
2003)p.3 18 Dahar, R. W.,Teori-Teori Belajar (Jakarta:Dikti, 1988)
Prasyarat
Prasyarat
Prasyarat
Prasyarat
14
Baroody dan Niskayuna, mengelompokan pendekatan problem
solving matematika menjadi tiga pengertian yang berbeda. Pertama, teaching
via problem solving. Problem solving matematika dalam hal ini difokuskan
pada bagaimana mengajarkan isi atau materi matematika. Kedua, teaching
about problem solving. Hal ini melibatkan strategi pembelajaran dengan
pendekatan problem solving matematika secara umum. Ketiga, teaching for
problem solving. Pendekatan ini dimaksudkan sebagai suatu cara tentang
bagaimana memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk
memecahkan masalah matematika yang dihadapi.19 Anderson mendukung
pengertian yang ketiga di atas dengan memberi penekanan pada aspek strategi
yang dipilih oleh siswa dalam memecahkan masalah.20
Utari, menegaskan bahwa problem solving dapat berupa menciptakan
ide baru, menemukan tehnik atau produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran
matematika, selain problem solving mempunyai arti khusus, istilah tersebut
juga mempunyai interpretasi yang berbeda. Misalnya menyelesaikan soal
cerita atau soal yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Dari sejumlah pengertian tersebut, dapat dikatakan
bahwa problem solving merupakan usaha nyata dalam rangka mencari jalan
keluar atau ide yang berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai.21
Pentingnya kegiatan problem solving dalam pembelajaran matematika
terlihat dari rekomendasi yang dikeluarkan oleh NCTM untuk pembelajaran
matematika. Problem solving merupakan rekomendasi pada urutan pertama.
Untuk lebih jelasnya isi rekomendasi tentang problem solvingtersebut: (1) the
mathematics curriculum should be organized around problem solving, (2) the
definition and language of problem
19 A. J. Baroody & R.T.C. Niskayuna, Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8.
Helping Children Think Mathematically (New York: Merill, 1993), pp. 45-47. 20 J. Anderson, Some Teachers’ Beliefs And Perseptions Of Problem Solving In P.C Clarkson
(Ed). Technology ini Mathematics Education (Melbourne: Mathematics Education Research Group of Australia, 1996), pp. 30-37.
21Utari Sumarmo, Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Matematika pada Guru dan Siswa SMP (Bandung: IKIP Bandung, 1994), pp.8-11.
15
solving in mathematics should be developed, (3) mathematics teachers should
create classroom environment in which problem solving can flourish, (4)
appropriate curricular materials to teach problem solving should be
developed.22
Inti dari rekomendasi NCTM tentang problem solving di atas, yaitu
problem solvingsebagai tujuan, proses dan keterampilan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Branca bahwa terdapat tiga interpretasi umum mengenai
pemecahan masalah, yaitu (1) problem solving sebagai tujuan (goal) yang
menekankan pada aspek mengapa matematika diajarkan di sekolah. Hal ini
berarti bahwa problem solving bebas dari materi khusus dan sasaran yang
ingin dicapai adalah bagaimana cara memecahkan masalah matematika. (2)
problem solving sebagai proses (process) diartikan sebagai kegiatan yang
aktif. Dalam hal ini penekanan utamanya terletak pada metode, strategi atau
prosedur yang digunakan oleh siswa dalam meyelesaikan masalah hingga
mereka menemukan jawaban, dan (3) problem solving sebagai keterampilan
(basic skill) menyangkut dua hal, yaitu: (a) keterampilan umum yang harus
dimiliki oleh siswa untuk keperluan evaluasi, dan (b) keterampilan minimum
yang diperlukan siswa agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.23 Menurut Lovitt dan Lowe, bahwa baik rekomendasi dari NCTM
dan pendapat Branca tentang problem solving matematika, maka dapat
dikatakan bahwa problem solving tidak hanya berfungsi sebagai pendekatan,
akan tetapi juga sebagai tujuan.24
Dalam interpretasi problem solving sebagai proses, untuk materi dan
siswa pada berbagai tingkat sekolah terdapat keserupaan langkah atau strategi
pemecahan masalah. Polya, mengemukakan empat langkah utama dalam
problem solving yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan solusi atau
22NTCM, An Agenda for Action: Recommendation for School Mathematics (Reston Virgnia,
1980), pp. 2-5. 23N.A. Branca, Problem Solving as A Goal, Proses, and Basic Skill. In S. Krulik and R.E. Reys
(Ed). Problem Solving in School Mathematics (Washington DC: NTCM, 1980), pp.35. 24C. Lovitt & I. Lowe, Problem Solving in Mathematics: Chance and Data. In M. Horne and M.
Suplle (Eds). Mathematics Meeting the Challenge (Melbourne: The Mathematical Assocition of Victoria, 1992), pp. 46-52.
16 penyelesaian, (3) melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kebenaran proses
dan menemukan jawaban itu sendiri.25
Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang siswa, sehingga
dikategorikan sebagai good problem solver dalam pembelajaran matematika
sebagaimana dikemukakan Suydam, yaitu siswa mampu: (1) memahami
konsep dan terminologi, (2) menelaah keterkaitan, perbedaan dan analogi, (3)
menyeleksi prosedur dan variabel yang benar, (4) memahami ketidak
konsistenan konsep, (5) membuat estimasi dan analisis, (6) menvisualisasikan
dan menginterpretasikan data, (7) membuat generalisasi, (8) menggunakan
berbagai strategi, (9) mencapai skor yang tinggi dan baik hubungannya
dengan siswa lain, dan (10) mempunyai skor yang rendah terhadap tes
kecemasan.26
Problem solving yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah
problem solving sebagai proses yang menekankan pentingnya prosedur,
langkah-langkah, strategi, dan heuristik yang ditempuh siswa dalam
menyelesaikan masalah hingga menemukan jawaban soal.
C. Pembelajaran Problem Solving
Problem solving dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Problem solving tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru.
25G. Polya, op. cit., pp. 5- 14. 26M.N. Suydam, Untangling Clues From Research on Problem Solving. In S Krulik and R. E.
Reys (Eds). Yearbook. Problem Solving in School Mathematics (Virginia: NCTM, 1980), pp. 35-50
17
Tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi
kelak di masyarakat. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi
yang andal dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian strategi
pembelajaran pemecahan masalah. Berdasarkan kajian beberapa literatur
terdapat banyak strategi problem solving yang kiranya dapat diterapkan dalam
pembelajaran.
Selama tahun 1960-1970, para peneliti mengembangkan model umum
problem solving untuk menjelaskan proses problem solving (Newell &
Simon, 1972; Polya, 1957; Bransford & Stein, 1984). Asumsi-asumsi
mengenai pengembangan kemampuan problem solving abstrak
(dekontekstualisasi), seseorang dapat menggunakan kemampuan ini dalam
berbagai situasi (konteks).27
Strategi problem solving menurut Solso, ada enam tahap pemecahan
masalah:28
a. Identifikasi permasalahan b. Representasi permasalahan c. Perencanaan pemecahan d. Menerapkan/mengimplementasikan perencanaan e. Menilai hasil pemecahan
Tahap-tahap problem solving di sekolah oleh pelajar, dalam hal ini
yang dimaksudkan adalah problem solving soal, menurut Melters adalah:29
a. Tahap analisis masalah untuk mendapatkan rumusan masalah dan menyimpulkan data yang ada
b. Tahap perencanaan pemecahan masalah memecahkan rumus standar meneliti hubungan antar konsep membuat transformasi
c. Tahap melakukan perhitungan d. Tahap pengecekan 27 Jamie Kirkley, op. cit., pp. 3 28 Wena, M, op. cit., pp. 56 29 Arifin, M, dkk. op. cit., pp. 98
18
Wankat dan Oreovocz, mengemukakan tahap-tahap strategi
operasional dalam problem solving sebagai berikut:30
a. Saya mampu/bisa (I can)
Tahap membangkitkan motivasi dan membangun/menumbuhkan
keyakinan diri siswa
b. Mendefinisikan (Define)
Membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui, menggunakan
gambar grafis untuk memperjelas permasalahan
c. Mengeksplorasi (Explore)
Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
membimbing untuk menganalisis dimensi-dimensi permasalahan yang
dihadapi
d. Merencanakan (Plan)
Mengembangkan cara berpikir logis siswa untuk menganalisis masalah
dan menggunakan flowchart untuk menggambarkan permasalahan yang
dihadapi
e. Mengerjakan (Do it)
Membimbing siswa secara sistematis untuk memperkirakan jawaban yang
mungkin untuk memecahkan masalah yang dihadapi
f. Mengoreksi kembali (Check)
Membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat,
mungkin ada beberapa kesalahan yang dilakukan
g. Generalisasi (Generalize)
Membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan: apa yang telah saya
pelajari dalam pokok bahasan ini? Bagaimanakah agar problem
solvingyang dilakukan bisa lebih efisien? Jika problem solving yang
dilakukan masih kurang benar, apa yang harus saya lakukan? Dalam hal
ini dorong siswa untuk melakukan umpan balik/ refleksi dan mengoreksi
kembali kesalahan yang ada.
30 Wena, M, op. cit., pp. 57 - 58
19
Strategi problem solving sistematis secara operasional, terdiri dari
empat tahap:31
a. Memahami masalahnya
b. Membuat rencana penyelesaian
c. Melaksanakan rencana penyelesaian
d. Memeriksa kembali, mengecek hasilnya
Salah satu contoh model problem solving ini adalah model IDEAL
dari Bransford yang terdiri atas tahapan:32
a. Mengidentifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari strategi ini. Dalam
tahap ini guru membimbing siswa untuk memahami aspek-aspek
permasalahan, seperti membantu untuk mengembangkan/menganalisis
permasalahan, mengajukan pertanyaan, mengkaji hubungan antardata,
memetakan masalah, mengembangkan hipotesis-hipotesis
b. Mendefiniskan masalah melalui pemikiran mendalam tentang masalah
tersebut dan memilih informasi yang relevan
Dalam tahap ini kegiatan guru meliputi membantuu dan membimbing
siswa, melihat hal/data/variabel yang sudah diketahui dan hal yang belum
diketahui, mencari berbagi informasi yang ada dan akhirnya merumuskan
permasalahan
c. Mengeksplorasi solusi melalui berbagai alternatif, brainstorming, dan
melihat dari berbagai sudut pandang
Dalam tahap ini kegiatan guru adalah membantu dan membimbing
siswa mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, melakukan
brainstorming, melihat alternatif problem solving dari berbagai sudut
pandang dan akhirnya memilih satu alternatif problem solvingyang
paling tepat
31 Wena, M, op. cit., pp. 60 32 Jamie Kirkley, op. cit., pp. 3
20 d. Mengaplikasikan strategi problem solving
Melakukan langkah-langkah problem solving sesuai dengan
alternatif yang telah dipilih. Dalam tahap ini siswa dibimbing secara tahap
demi tahap dalam melakukan pemecahan masalah
e. Mengevaluasi efek dari solusi yang dipilih
Dalam tahapan ini kegiatan guru adalah membimbing siswa
melihat/mengoreksi kembali cara-cara problem solving yang telah dilakukan,
apakah sudah benar, sudah sempurna, atau sudah lengkap.n Di samping itu,
siswa juga dibimbing untuk melihat pengaruh strategis yang digunakan dalam
pemecahan masalah.
Model ideal ini serupa dengan model lainnya dan masih dipergunakan
dalam berbagai seting pelatihan akademik maupun perusahaan, dan bukan
sebagai bagian dari kurikulum atau lingkungan kerja nyata.
Penelitian kognitif selama 20 tahun terakhir telah melahirtkan model
problem solving yang baru. Sekarang kita menganal bahwa problem solving
memuat komponen kognitif, perilaku, dan sikap. Pada tahun 1983, Mayer
mendefinisikan problem solving sebagai proces multi langkah di mana
seseorang harus menemukan adanya hubungan antara pengalaman lalu
(skema) dengan masalah yang sedang dihadapi lalu melakukan tindakan untuk
memecahkannya. Mayer menyebutkan tiga karakteristik problem solving:33
1. Problem solving merupakan tindakan kognitif namun dilakukan
berdasarkan perilaku
2. Problem solving menghasilkan perilaku yang dapat menjadi solusi
3. Problem solving meruapakn sebuah proses yang melibatkan
manipulasi atau operasi atas pengetahuan sebelumnya (Funkhouser
and Dennis, 1992).
Proses problem solving ditunjukkan pada gambar 2 berikut (Gick, 1986)
33 Jamie Kirkley, op. cit., pp. 4
21
Gambar 2.2
Model Problem solving menurut Gick, 1986
Model ini mengidentifikasi tahapan dasar ketiga aktivitas kognitif dalam
problem solving:
a. Menyajikan masalah, meliputi penyajian pengetahuan kontekstual
yang sesuai, dan mengidentifikasi tujuan serta kondisi masalah
b. Pencarian solusi, meliputi mendefinisikan tujuan dan
mengembangkan rencana solusi untuk mencapai tujuan
c. Mengimplementasikan solusi, meliputi eplikasi rencana dan
mengevaluasi hasil tindakan/solusi.
Pengajaran dengan model problem solving difokuskan pada dua jenis
pengetahuan, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural
(Gagne, 1985). Pengetahuan deklaratif sangat erat berhubungan dengan
pengetahuan kontekstual.
a. Pengetahuan deklaratif, meliputi pengetahuan tentang fakta-fakta, konsep,
dan prinsip. Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan akan konten
materi atau pengetahuan faktual dalam sebuah bidang ilmu atau domain
keterampilan
b. Pengetahuan prosedural, digunakan untuk menyajikan maslah yang
memiliki struktur tersusun secara kontinyu dari mulai yang terstruktur
dengan baik, sedang, dan kurang baik (Newell & Simon, 1972). Posisi
masalah akan menentukan cara pemecahannya
22 D. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemampuan problem solving
siswa
PISA telah mengientifikasi kemampuan problem solving siswa di
seluruh dunia dilihat dari perbedaan gender, pekerjaan orang tua, tingkat
pendidikan orang tua, struktur keluarga, tempat lahir dan bahasa sehari-hari34.
1. Kemampuan problem solving dilihat dari perbedaan gender
Hasil studi PISA 2003 menunjukkan adanya perbedaan kemampuan
dalam beberapa aspek yang diukur, misalnya dalam tes membaca, siswa
perempuan umumnya lebih unggul daripada laki-laki, sedangklan siswa laki-
laki lebih unggul dalam matematika.
Menurut paparan sebelumnya, menganai adanya korelasi yang kuat
antara kemampuan analitis yang diperlukan dalam bidang matematika dan
problem solving, begitu juga korelasi antara hasil penilaian terhadap kedua
bidang tersebut dalam tes PISA.
Kemampuan matematis siswa laki-laki dapat disebabkan karena
mereka menguasai matematika lebih baik daripada siswa perempuan atau
karena mereka telah memiliki keterampilan generik yang membantu mereka
memecahkan masalah matematis. Gambar di bawah menunjukkan perbedaan
gender dalam penilaian kemampuan problem solving. Diagram batang di
sebelah kanan garis menunjukkan siswa laki-laki memiliki kemampuan lebih
tinggi daripada siswa wanita.
34 PISA, Problem Solving for Tomorrow’s World, 2003. pp 104 - 118
23
Gambar 2.3
Kemampuan Problem solving berdasarkan Gender
Dengan jelas, terlihat bahwa di beberapa negara, seperti Indonesia, Tailand, Islandia, Norwegia, dan Swedia, siswa perempuan memiliki kemampuan problem solving lebih baik daripada laki-laki dengan besar perbedaan sebesar 30 poin. Kemampuan siswa perempuan ini berada pada level 3. Sebaliknya, di Macao-Cina, siswa laki-laki memiliki kemampuan lebih baik.
24
Gambar 2.4 Kemampuan Problem solving setiap level gender
Gambar 2.4 menunjukkan persentase siswa laki-laki dan perempuan
yang memiliki kemampuan rpoblem solving di bawah level 1 dan yang
menempati level 3. Perbandingan ini menunjukkan bahwa di beberapa negara
siswa laki-laki lebih banyak memiliki kemampuan pada level 3 dan di bawah
level 1. Di negara-negara OECD pada umumnya, 18% siswa laki-laki dsan
16% siswa perempuan berada di bawah level 1, dan 19% siswa laki-laki dan
18% siswa perempuan mampu mencapai level 3. Dapat dikatakan bahwa
variansi kemampuan problem solving siswa laki-laki lebih besar daripada
siswa perempuan, sedangkan siswa perempuan memiliki kemampuan problem
solving yang hampir merata. Rata-rata standar deviasi kemampuan problem
25
solving siswa laki-laki pada negara-negara OECD lebih tinggi 6 poin daripada
siswa perempuan. Hal ini terlihat di Hongkong-Cina. Sedangkan di Polandia,
Portugis, Turki dan Lichensdtein, standar deviasi untuk siswa laki-laki lebih
besar atau sama dengan 12 poin daripada siswa perempuan.
Namun, di Indonesia, hal ini tidak nampak, di mana persentase
siswa perempuan dan laki-laki yang memiliki kemampuan problem solving di
bawah level 1 hampir sama, dengan hanya sangat sedikit siswa yang memiliki
kemampuan pada level 3. Walaupun terdapat data, namun PISA tidak bisa
menjelaskan penyebab pasti dari adanya pengaruh perbedaan gender terhadap
kemampuan problem solving di beberapa negara. Walaupun mungkin salah
satu faktornya adalah perbedaan jumlah siswa perempuan dan laki-laki dalam
suatu negara, seperti yang terjadi di Islandia, di mana jumlah siswa
perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Di lain pihak, beberapa negara menunjukkan bahwa kemampuan
problem solving siswa perempuan dan laki-laki relatif sama, seperti di
Belanda, Yunani dan Itali.
2. Kemampuan Problem solving Dari segi Pekerjaan Orang Tua
Status pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan tingkat
sosioekonomi siswa, yang diyakini ada hubungannya dengan tingkat
kemampuan problem solving siswa. Terdapat perbedaan kemampuan problem
solving siswa dengan tingkat sosioekonomi tinggi (orangtua bekerja dalam
bidang kesehatan, dosen, dan hukum) dibandingkan dengan yang memiliki
tingkat sosioekonomi rendah (orangtua bekerja sebagai petani kecil,
penegamudi, dan pelayan restoran) yang mencapai 76 poin. Gambar 2.5
menunjukkan rata-rata kemampuan problem solving siswa pada setiap tingkat
sosioekonomi. Panjang garis yang berbeda menunjukkan perbedaan
kemampuan problem solving berdasarkan tingkat sosioekonomi siswa di
setiap negara.
Di negara-negara OECD, siswa yang memiliki tingkat sosioekonomi
tinggi memiliki rata-rata skor kemampuan problem solving sebesar 542 atau
26 lebih besar 42 poin di atas rata-rata negara OECD. Sedangkan rata-rata skor
kemampuan problem solving siswa dengan tingkat sosioekonomi rendah
hanya mencapai 465. Artinya, siswa yang tingkat sosioekonominya rendah
pada umumnya hanya menunjukkan kemampuan pada level 1 (basic problem
solvers), sedangkan siswa dengan tingkat sosioekonomi tinggi umumnya
menunjukkan kemampuan di level 2. Namun, perbedaan ini tidak tampak
pada beberapa negara.
Gambar 2.5
Kemampuan Problem solving Dilihat Dari Pekerjaan Orang Tua
3. Kemampuan Problem solving Dilihat Dari Tingkat Pendidikan
Orang Tua
Kemampuan problem solving siswa dapat diperkirakan berdasarkan
tingkat pendidikan orang tua (OECD 2000). ISCED (International Standard
Classification of Education) megklasifikasikan tingkat pendidikan tertinggi di
27
antara kedua orangtua. Gambar 2.6 menunjukkan pengaruh pendidikan orang
tua terhadap kemampuan problem solving. Pengaruh yang terbesar terlihat di
negara Republik Chenya, Hungaria, Polandia, dan Republik slovakia.
Sedangkan pengaruh yang terkecil nampak di Brazil, Indonesia, Hongkong-
Cina, dan Tunisia. Pengaruh ini justru tidak terlihat di negara Macao-Cina.
Walaupun menurut hasil studi PISA sebelumnya dan data pada
gambar 2.6, disinyalir ada pengaruh tingkat pendidikan orangtua terhadap
kemampuan problem solving, namun kita tidak dapat menmukan adanya
generalisasi hubungan konsisten antara keduanya untuk setiap negara.
Gambar 2.6
Kemampuan Problem solving Menurut Tingkat Pendidikan Orang Tua
.
28 4. Kemampuan Problem solving Dilihat Dari Struktur Keluarga
Struktur keluarga merupakan salah satu faktor lain yang memengaruhi kemampuan probelm solving siswa. Misalnya, siswa yang hidup dengan orang tua tunggal akan memperoleh dukungan yang lebih minim dibandingkan siswa yang hidup dengan kedua orangtua. Gambar 2. 7 menunjukkan pengaruh struktur keluarga dan pengaruhnya terhadap kemampuan problem solving.
Di negara-negara OECD, antara 11-33% siswa hidup hanya dengan orangtua tunggal, dan mereka menunjukkan kemampuan probelm solving rata-rata 23 poin lebih rendah daripada mereka yang hidup dengan orangtua lengkap atau dengan dua wali. Di 16 negara, pengaruh ini tidak terlihat signifikan (Korea, Austria dan Protugis), berbeda dengan yang ditermukan di AS dan Belgia. Adapun di Mexico dan Turki dengan angka siswa yang hidup dengan orangtua tunggal terbanyak, pengaruh ini cukup kecil, namun cukup signifikan.
Gambar 2.7
Kemampuan Problem solving dilihat dari Struktur Keluarga
29
5. Kemampuan Problem Solving Dilihat dari Tempat Lahir dan Bahasa
Sehari-Hari
Dalam studi PISA, status imigrasi diketahui melalui wawancara, lalu
hasilnya dikategorikan menjadi siswa asli (native), yaitu siswa dan
orangtuanya yang lahir di negara tempat uji PISA, atau generasi pertama
siswa dilahirkan di negara uji PISA, namun orangtuanya lahir di negara lain
dan siswa asing (nonnative), yaitu mereka yang dilahirkan di negara lain.
Pengaruh tempat kelahiran terhadap kemampuan problem solving ditunjukkan
dalam gambar 2.8.
Siswa generasi pertama dan siswa nonnative di negara-negara OECD
menunjukkan kemampuan problem solving 26 poin dan 36 poin lebih rendah
daripada siswa native. Namun negara-negara yang menjadikan bahasa Inggris
sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, walaupun tingkat imigrasinya tinggi,
pengaruh ini sangat kecil. Di beberapa negara Eropa (Belgia, Perancis,
Jerman, dan Swiss) persentase siswa nonnative dan generasi pertama antara
12-20%, perbedaan kemampuan problem solving dengan siswa native tidak
terlalu besar.
Umumnya di negara-negara OECD, siswa yang bahasa sehari-harinya
berbeda dengan bahasa nasional, memiliki skor rata-rata kemampuan problem
solving 39 poin lebih rendah daripada mereka yang berbicara dengan bahasa
yang sama dengan bahasa pada soal PISA atau bahasa nasional. Pengaruh
tidak berkaitan dengan persentase siswa yang berbicara bukan dalam bahasa
nasional di rumahnya.
30
Gambar 2.8
Kemampuan Problem solving Dilihat Dari Tempat Lahir dan Bahasa
Sehari-Hari
E. Pengertian Pembelajaran Sains Dan Matematika
Tujuan pengajaran Sains (IPA) dan Matematika, menurut
Rutherford dan Ahlgren (1990) agar siswa dapat memakai pengetahuan IPA
dan matematika dari dunia nyata dan memiliki kebiasaan berpikir IPA dan
matematika pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu perlu dijembatani
jurang antara IPA dan matematika sekolah dengan IPA dan matematika dunia
nyata.
31
1. Hakikat sains dan Pembelajaran sains
Pertanyaan klasik yang sering muncul apabila kita akan membahas
mengenai sains adalah apakah itu sains? Istilah sains secara umum mengacu
kepada masalah alam (nature) yang dalam penelitian ini, pengertian
pengajaran sains dibahas dalam konteks lima definisi sains, yaitu: sains
sebagai gejala alam, sebagai kegiatan manusia, sebagai bidang ilmu, sebagai
proses untuk mengetahui, dan sains sebagai mata pelajaran sekolah. Berikut
ini uraian dari lima definisi sains tersebut.
a. Sains sebagai Gejala Alam
Berdasarkan definisi ini, pengetahuan sains dapat dilihat disekitar
kehidupan manusia. Sains dan pengetahuan sains dirumuskan berdasarkan
pengamatan terhadap gejala alam yang ada. Pengertian yang diperoleh dengan
cara ini sangat mungkin berbeda-beda karena pengertian yang dirumuskan
bergantung pada bagaimana dan siapa yang melakukan pengamatan dan
merumuskan pengertian terhadap apa yang telah diamati.
Definisi pengetahuan sains diberikan Ziman (1980) yang menyatakan
bahwa apa yang diajarkan dalam sains hanyalah beberapa aspek dari
penampakan obyek atau gejala. Jadi pengetahuan sains terbatas pada apa yang
berhasil diamati di alam semesta. Manusia mempelajari keadaan alam semesta
dengan menggunakan inderanya, seperti mata, telinga, tangan, mulut dan
hidung. Oleh karena itu, dinyatakan bahwa mengenal alam semesta melalaui
indranya. Sebaliknya jika kita tidak melihat, mendengar dan merasakan, kita
tidak mengetahui apa yang ada disekitar kita, kita juga tidak mengetahui
sesuatu yang sedang berlangsung disekitar kita, kita juga tdak mungkin
mempunyai ide tentang keadaan alam semesta.
b. Sains Sebagai Kegiatan Manusia
Berdasarkan pandangan ini, sains didefinisikan sebagai hasil kegiatan
manusia. Sebagaian besar kegiatan yang dilakukan manusia sangat dekat
dengan sains dan pengetahuan sains. Newton (1988: 23) menyatakan bahwa
sains bertujuan untuk memenuhi keingintahuan manusia. Oleh karena itu,
32 sains dan pengetahuan sains tidak dapat dilepaskan dari aspek kejiwaan
manusia, seperti perasaan, sikap dan perilaku. Newton lebih jauh menyatakan
bahwa sains terkadang memberikan kepuasan dan kesenangan, namun juga
tidak jarang menimbulkan frustasi dan kekecewaan. Sebagai kegiatan
manusia, sains memerlukan moral dan etika perbuatan. Sains menuntut
kejujuran, integritas, keterbukaan, penghargaan terhadap fakta, teori dan
argumentasi. Karakteristik ini harus menginspirasi pengajaran sains.
,
c. Sains Sebagai Bidang Ilmu
Sebagai bidang ilmu sains dikelompokan menjadi dua, yaitu ilmu
murni, (pure science) dan ilmu terapan (applied science), walaupun pada
kenyataannya kedua bidang ilmu tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Dalam pandangan umum, bidang sains murni dikaitkan dengan bidang
ilmu murni seperti Biologi, Kimia, dan Fisika, serta cabang-cabangnya seperti
mikrobiologi, genetika, ekologi. Sedangkan sains terapan dikaitkan dengan
bidang ilmu seperti Pertanian, Kedokteran, Perikanan, dan lain-lain.
d. Sains Sebagai Proses untuk Mengetahui
Sains sebagai proses untuk mengetahui juga dikenal dengan sains
sebagai metode untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Berdasarkan
pandangan ini, sains dikaitkan dengan proses atau metode yang dikenal
dengan metode ilmiah.
Dua pandangan yang berbeda, yaitu pandangan induktif dan
deduktif, dalam mempelajari sains menentukan penggunaan metode ilmiah
dalam pembelajaran sains. Menurut pandangan induktif, perkembangan ilmu
pengetahuan dimulai dari pengamatan fakta-fakta secara terpisah yang
akhirnya digeneralisasi. Dalam hal ini indra manusia (mata, telinga, hidung,
lidah dan tangan) memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Generalisasi yang melampaui fakta yang tidak tercakup dalam
pengamatan dapat membantah pemikiran induktif. Sebaliknya, menurut
pandangan deduktif, pengetahuan terhadap suatu gejala diperoleh berdasarkan
33
teori atau hukum yang telah dirumuskan. Menurut pandangan deduktif suatu
gejala dapat dijelaskan dengan teori dan hukum yang telah dirumuskan.
e. Sains sebagai Mata Pelajaran Sekolah
Di sekolah, sains dikenal sebagai mata pelajaran, seperti Biologi,
Kimia, dan Fisika. Pembelajaran sains di sekolah umumnya dikaitkan dengan
dua aspek sains, yaitu sebagai bidang ilmu dan sebagai proses untuk
mengetahui. Alters menyatakan bahwa kebanyakan buku-buku sains yang ada
memaparkan keadaan sains secara alamiah.35 Selanjutnya DeBoer36
mengarisbawahi bahwa semua bidang pelajaran mengandung bidang ilmu
yang telah dirumuskan dan serangkaian proses yang mencakup perkembangan
ilmu tersebut. Kedua aspek ini selalu menjadi bagian dari tujuan pembelajaran
sains disamping tujuan lainnya. Sebagai contoh, Curriculum Standard
frameworks (CSF) negara bagian Victoria Australia menetapkan topik-topik
sains yang diajarkan dari tahun pertama hingga tahun ketujuh meliputi:
natural and processed material (materi alam dan buatan), physical world
(dunia fisik), earth and beyond (bumi dan alam semesta), life and living
(hidup dan kehidupan). Setiap topik terdiri atas beberapa subtopik, misalnya
topik materi alam dan buatan mencakup subtopik struktur materi, sifat-sifat,
dan pengunaannya, serta reaksi dan perubahannya.
Jika menggunakan sudut pandang yang lebih menyeluruh, sains
seharusnya dipandang sebagai cara berpikir (a way of thinking) untuk
memeroleh pemahaman tentang alam dan sifat-sifatnya, cara untuk
menyelidiki (a way of investigating) bagaimana fenomena-fenomena alam
dapat dijelaskan, sebagai batang tubuh pengetahuan (a body of knowledge)
yang dihasilkan dari keingintahuan (inquiry) orang. Menggunakan
pemahaman akan aspek-aspek yang fundamental ini, seorang guru sains (IPA)
35 Brian J Alter. Whose Nature of Science. Journal of Research in Science Teaching. (1997).
pp. 39 – 55. 36 George E De Boer. A History of Ideas In Science Education: Implication for Practice.
Teacher College Press. (New York, 1971), p. 217
34 dapat terbantu ketika mereka menyampaikan pada para siswa gambaran yang
lebih lengkap dan menyeluruh tentang semesta sains.
f. Sains sebagai cara untuk berpikir (Way of Thinking)
Sains merupakan aktivitas manusia yang dicirikan oleh adanya proses
berpikir yang terjadi di dalam pikiran siapapun yang terlibat di dalamnya.
Pekerjaan para ilmuwan yang berkaitan dengan akal, menggambarkan
keingintahuan manusia dan keinginan mereka untuk memahami gejala alam.
Masing-masing ilmuwan memiliki sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang
memotivasi mereka untuk memecahkan persoalan-persoalan yang mereka
temui di alam. Ilmuwan digerakkan oleh rasa keingintahuan yang sangat
besar, imajinasi, dan pemikiran dalam penyelidikan mereka untuk memahami
dan menjelaskan fenomena-fenomena alam. Pekerjaan mereka termanifestasi
dalam aktivitas kreatif dimana gagasan-gagasan dan penjelasan-penjelasan
tentang fenomena alam dikonstruksi di dalam pikiran.
g. Sains sebagai cara untuk menyelidiki (Way Of Investigating)
Siapa saja yang berkeinginan memahami alam dan menyelidiki
hukum-hukumnya harus mempelajari gejala alam/peristiwa alam dan segala
hal yang terlibat di dalamnya. Petunjuk-petunjuk yang ada pada gejala alam
pada kenyataannya telah tertanam di alam itu sendiri.
Sains terbentuk dari proses penyelidikan yang terus menerus. Hal
yang menentukan sesuatu dinamakan sebagai sains adalah adanya pengamatan
empiris. Jika ketajaman perhatian kita pada fenomena alam ditandai dengan
adanya penggunaan proses ilmiah seperti pengamatan, pengukuran,
eksperimen, dan prosedur-prosedur ilmiah lainnya, maka itulah pengetahuan
ilmiah.
35
h. Sains Sebagai Batang Tubuh Pengetahuan (A Body Of Knowledge)
Sains merupakan batang tubuh pengetahuan yang terbentuk dari
fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hipotesis-hipotesis, teori-teori,
dan model-model membentuk kandungan (content) sains. Pembentukan ini
merupakan proses akumulasi yang terjadi sejak zaman dahulu hingga
penemuan pengetahuan yang sangat baru.
2. Hakekat Matematika dan Pembelajaran Matematika
Matematika dikenal dengan ilmu eksak atau ilmu pasti.
Berdasarkan etimologis, kata matematika mempunyai arti “ilmu pengetahuan
yang diperoleh dari bernalar”.37 Menguasai ilmu matematika sama dengan
kemampuan menangani angka dengan baik dan berpikir logis.
Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká)
adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para
matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan konjektur
baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang
kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.38
Matematika timbul karena pikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses, dan penalaran yang terdiri dari aritmetika, aljabar,
geometri, dan analisa. Matematika juga dipandang sebagai ratunya ilmu,
maksudnya bahwa matematika itu tidak bergantung kepada bidang studi lain,
merupakan dasar ilmu pengetahuan dan untuk dapat memahaminya
membutuhkan simbol dan istilah yang telah disepakati bersama.
Simbol dan istilah yang menjadi inti dari matematika, terorganisasi
mulai dari unsur yang tidak terdefinisi dan yang didefinisikan ke aksioma atau
postulat, hingga membentuk dalil atau teorema. Aksioma merupakan hal yang
37 Erman Suherman, et al. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: UPI,
2003), h.18. 38 “Matematika”, http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika#cite_note-1 diakses 3 Oktober 2011,
pukul 06.00
36 mendasar dari matematika karena merupakan suatu pernyataan yang dianggap
benar dan hal-hal yang mudah diterima.39 Dalil atau teorema dalam
matematika bisa digunakan, jika sudah dibuktikan menggunakan aksioma atau
postulat. Berdasarkan elemen-elemenenya, matematika dinamakan juga
sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematik, memiliki sifat bahasa simbol
yang efektif, keteraturan yang indah, serta kemampuan analisis kuantitatif.40
Berbagai makna matematika dipaparkan oleh para ahli, diantaranya
sebagai berikut:
1. Kline (1973) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika bukanlah
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi matematika utamanya untuk membantu manusia dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam,
matematika dipandang sebagai suatu hal untuk menyelesaikan
persoalan.
2. James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep
yang berhubungan satu sama lain yang terbagi kedalam tiga bidang,
yaitu aljabar, analisis dan geometri.
3. Reys, dkk (1984) mengatakan bahwa matematika adalah analisis
tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni,
suatu bahasa, dan suatu alat.41
Dengan kata lain, belajar matematika sama dengan belajar logika,
kedudukan matematika dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai ilmu dasar.
Langkah awal yang harus ditempuh untuk dapat berkecimpung di dunia sains,
teknologi atau disiplin ilmu lainnya adalah menguasai alat atau ilmu dasarnya,
39 Wono Setya Budhi, “Mengajar Matematika agar Tumbuh Pengalaman Bermatematika”,
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika, (UIN Jakarta: September, 2010)
40 Utari Sumarmo, ”Berpikir Matematika Tingkat Tinggi: Eksperimen dengan Siswa dan Mahasiswa Melalui Beragam Pendekatan dan Strategi”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika, (UIN Jakarta:September, 2010), h.3
41 Erman Suherman, op.cit., h.18-19
37
karena tujuan utama dari berkembangnya matematika adalah untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Berdasarkan pengertian mengenai matematika yang telah dipaparkan
para ahli, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah dasar dari ilmu
pengetahuan yang membentuk logika, konsep-konsep, pola, dan merupakan
suatu alat yang saling berhubungan satu dengan lainnya.
F. Konsep Meta-Analisis
Meta-analisis adalah nama sehimpunan metode-metode untuk
menggabungkan hasil temuan beberapa penelitian yang berbeda, atas suatu
(atau beberapa) hipotesis atau teori yang sama.42
Metode-metode ini digunakan untuk meringkas, merangkum dan
memperoleh intisari hasil temuan dari sejumlah penelitian. Beberapa metode
atau teknik statistik yang sering digunakan dalam meta-analisis, antara lain:
himpunan metode Rosenthal, himpunan metode Cooper, dan metode Glass.
Penelitian ini akan menggunakan metode/teknik analisis menurut Glass, Mc
Graw dan Smith (1981).
Meta-analisis yaitu analisis dari analisis-analisis. Dengan lain
perkataan meta-analisis merupakan analisis statistik atau analisis integratif
tentang hasil analisis penelitian-penelitian. Meta analisis bersifat kuatitatif,
dan memakai analisis statistik untuk memperoleh sari informasi yang berasal
dari sejumlah data dari penelitian-penelitian sebelumnya. Meta-analisis juga
harus bersifat primer, karena diperlukan rata-rata tiap kelompok eksperimen,
kelompok kontrol, dan simpangan baku kelompok kontrol.
Melakukan meta-analisis dari suatu hasil-hasil penelitian pada
dasarnya untuk menarik konklusi umum dari hasil-hasil penelitian mengenai
suatu pokok permasalahan.
42 Lesile Kish. (1987). Statistical Design for Research. (New York. 1987).
38
Hasil-hasil penelitian yang diperoleh pada tiap-tiap penelitian
dikonversikan menjadi besar pengaruh atau lebih dikenal dengan effect size,
dengan rumus sebagai berikut:
K
KE
SXX
dimana, besar pengaruh (effect size),
EX rata-rata kelompok eksperimen, KX rata-rata kelompok kontrol, dan KS simpangan baku kelompok kontrol.
Harga menunjukkan perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, yang ditentukan berdasarkan satuan simpangan baku relatif terhadap simpangan baku kelompok kontrol. Besar pengaruh pada kedua kelompok perlakun bisa bersifat negatif dan positif, bergantung selisih antara rata-rata variabel dependen (kriterion) pada kedua kelompok perlakuan. Pengaruh bersifat positif artinya pengaruh variabel yang diteliti pada kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol. Sebaliknya Pengaruh bersifat negatif artinya pengaruhnya lebih besar pada kelompok kontrol daripada kelompok eksperimen. Besar-kecilnya harga simpangan baku kontrol (SK) menentukan besar-kecil pengaruh bersifat positif dan negatif. Pada pengaruh yang bersifat positif, makin kecil simpangan baku kelompok kontrol, maka pengaruh yang berbunyi bahwa “kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol” akan menjadi besar. Begitupula untuk pengaruh yang bersifat negatif.
Kelemahan meta-analisis ialah bahwa cara ini tidak dapat menilai penelitian berdasarkan kualitas. Untuk itu peneliti yang akan melakukan meta-analisis harus mampu menilai memadai tidaknya penelitian-penelitian yang dipakai subyek, terutama dipandang dari segi metodologi. (Glass dkk dalam Toeti, 1989: 6).
Selanjutnya Slavin (1984) menyatakan bahwa meta-analisis tidak bebas dari subyektivitas. Selama melakukan meta-analisis harus diambil keputusan secara hati-hati mengenai: (a) penelitian yang akan diambil untuk disintesis, (b) variable yang dipakai untuk koding (c) bentuk koding yang akan dipakai, dan (d) bagaimana meninterpretasikan informasi yang diperoleh dari penelitian-penelitian tersebut dalam hubungannya dengan kode yang
39
digunakan. Karenanya dianjurkan untuk mengadakan replikasi dan verifikasi pada meta-analisis. (Slavin dalam Toeti, 1989: 7).
G. Kajian Penelitian Meta-Analisis Yang Relevan
Beberapa hasil penelitian bersifat meta-analisis, baik yang dilakukan di luar negeri maupun di dalam negeri mencoba melihat pengaruh strategi pembelajaran terhadap hasil belajar. Penelitian (Stone, Getsi, Langer dan Glass; Schaefli, Rest,dan Thoma; Willig dalam Toeti, 1989: 7) secara umum mengungkapkan bahwa pengaruh perlakuan dalam bentuk strategi pembelajaran adalah positif atau kelompok eksperimen cenderung lebih tinggi hasilnya dibanding kelompok kontrol.
Penelitian Toeti (1989) tentang meta-analisis keefektivan strategi instruksional, yang melaporkan bahwa strategi instruksional dapat meningkatkan hasil belajar siswa dikelompok eksperimen sebanyak 1,5 kali simpangan baku kelompok kontrol. Besar pengaruh tersebut paling tinggi terdapat pada siswa SMP meskipun sifatnya tidak konsisten, dan paling rendah di TK, sedangkan ditingkat Perguruan tinggi rata-rata besar pengaruh adalah sedang namum konsisten sifatnya. Strategi instruksional selama 31 – 36 minggu memberikan pengaruh tertinggi. Hasil meta-analisis ini mengungkapkan pula bahwa ternyata pemakaian media mampu memberikan rata-rata pengaruh tertinggi, disusul oleh pengaturan bahan instruksional. Strategi bidang studi Olah Raga dan Teknik memberikan rata-rata pengaruh tertinggi, sedang Seni Rupa dan Kependidikan besar pengaruhnya adalah sedang.
Selanjutnya, penelitian Juliati (1993) tentang meta-analisis hubungan hasil belajar terhadap sikap, mengungkapkan bahwa hasil belajar matematika dan sains pada SD tidak memberikan pengaruh terhadap sikap dan strategi instruksional siswa SD tersebut. Begitupula hasil belajar matriks dan semantik pada PT juga tidak memberikan pengaruh terhadap sikap dan prestasi akademik mahasiswa. Justru pada tingkat SMA hasil belajar Botani dan Geologi memberikan pengaruh tertinggi terhadap sikap siswa SMA. Seperti halnya pada tingkat SD, pada Pegawai perubahan kerja dan jabatan juga tidak memberikan pengaruh terhadap sikap pegawai tersebut.
40
Berbeda dengan penelitian di atas, Xin Ma dan Kishor (1992) melakukan meta-analisis untuk penelitian-penelitian bersifat korelasional mengenai hubungan antara sikap terhadap matematika dengan prestasi belajar matematika. Hubungan tersebut dikaitkan dengan sejumlah Variabel dependent, yaitu tingkat, latar belakang suku, pemilihan sampel, ukuran sampel, dan tanggal publikasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa gender tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada hubungan tersebut, juga tidak ada interaksi antara gender, tingkat, dan latar belakang suku pada hubungan antara sikap terhadap matematika dengan prestasi matematika.
Penelitian meta-analisis lain, yang dilakukan Kadir (2005) melaporkan bahwa secara keseluruhan rata-rata besar pengaruh strategi peta konsep terhadap proses belajar siswa adalah tergolong tinggi, yaitu kira-kira 1.73 kali simpangan baku kelompok kontrol. Ditinjau dari segi jenjang pendidikan subyek penelitian, strategi peta konsep yang diterapkan pada jenjang Guru memberikan rata-rata besar pengaruh tertinggi, sedangkan terendah adalah pada jenjang SD. Besar pengaruh bersifat konsisten terdapat pada jenjang SD.
Dari segi lama perlakuan, rata-rata besar pengaruh strategi peta konsep adalah tertinggi bila perlakuan dilakukan selama 24 minggu, dan terendah bila dilakukan selama 6 minggu. Sedangkan jika dilihat dari jenis bidang ilmu yang dieksperimenkan, strategi peta konsep yang diterapkan pada bidang Sains untuk Guru memberikan rata-rata besar pengaruh tertinggi, disusul Ekologi dan Genetik, sedangkan terendah terdapat pada bidang Mikrobiologi. Strategi peta konsep memberikan rata-rata besar pengaruh yang bersifat konsisten pada bidang Ekologi dan Genetik. Selanjutnya dari segi penambahan variabel eksperimental dalam strategi peta konsep memberikan rata-rata besar pengaruh tertinggi apabila strategi tersebut melibatkan tiga kondisi musim (Summer, Spring, Fall), selanjutnya strategi peta konsep dengan tiga kondisi pembelajaran (IW, CP, dan CP-CM) dan gender, sedangkan yang terendah bila penerapan strategi peta konsep tidak melibatkan faktor lain. Strategi peta konsep memberikan rata-rata besar pengaruh bersifat konsisten terjadi dengan melibatkan kondisi pembelajaran dan gender.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di berbagai Perguruan Tinggi dan
Lembaga-lembaga Penelitian yang menghasilkan publikasi penelitian secara
internasional yang melibatkan pendekatan problem solving sebagai tema atau
perlakuan penelitian. Waktu efektif pelaksanaan penelitian pada bulan April
sampai dengan Nopember 2012.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kausal
komparatif yaitu survai dan analisis terhadap hasil publikasi ilmiah hasil
penelitian baik koleksi jurnal penelitian yang ada di kepustakaan maupun
elektronik jurnal. Arikel jurnal hasil penelitian yang akan dianalisis adalah
artikel yang berkaitan dengan pembelajaran Sains dan Matematika dengan
pendekatan berbasis masalah.
C. Sumber Data (Subyek Penelitian)
Data penelitian terdiri atas 16 hasil penelitian bertemakan
pendekatan problem solving yang diambil dari jurnal hasil penelitian berskala
internasional. Ke-16 jurnal/hasil penelitian tersebut selanjutnya dipakai
sebagai unit analisis untuk penelitian meta-analisis ini. Jenis penelitian yang
akan dianalisis adalah jenis penelitian eksperimen atau kuasi-eksperimen yang
dilakukan pada satuan pendidikan (Dasar, Menengah, PT) yang melibatkan
pendekatan problem solving sebagai perlakukan (treatment).
42 D. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
pemberian kode (coding data). Adapun variabel-variabel yang dipakai dalam
koding data untuk menjaring informasi mengenai besar pengaruh pendekatan
problem solving adalah:
a. Nama peneliti dan tahun penelitian
b. Jenjang pendidikan subyek penelitian
c. Lama waktu perlakuan
d. Bidang ilmu yang diteliti
e. Ukuran sampel (Sample Size)
f. Pelibatan variabel moderator
g. Variabel bebas penelitian (Pendekatan problem solving)
h. Variabel terikat penelitian
E. Teknik Pengumpulan Data
Hasil-hasil penelitian yang telah dikumpulkan selanjutnya
dikelompokkan berdasarkan kelompok eksperimen dengan pendekatan
problem solving dan kelompok kontrol dengan strategi/metode lain. Data
tentang rata-rata sub penelitian tiap-tiap kelompok ekperimen dan kelompok
kontrol serta simpangan baku kelompok kontrol diperoleh dari masing-masing
sub penelitian tersebut.
F. Analisa Data
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian digunakan
perhitungan besar pengaruh (effect Zise) dengan rumus Glass (1981) sebagai
berikut:
K
KE
SXXΔ
43
Perhitungan dengan rumus tersebut dilakukan berdasarkan pengelompokan
berdasarkan:
a) Jenjang pendidikan (grade) subyek penelitian
b) sLama waktu perlakuan
c) Jenis bidang ilmu yang digunakan
d) Ukuran sampel (sample size)
e) Jenis variabel moderator atau atribut yang berinteraksi dengan pendekatan
problem solving.
Selanjutnya untuk menentukan rata-rata besar pengaruh (interval)
pendekatan problem solving terhadap hasil belajar secara keseluruhan
digunakan rumus:
nσx1.96
Δ Δ dimana:
= Rata-rata besar pengaruh (effect size)
= Simpangan baku dari effect size
1.96 = Nilai Z pada ( = 0.05)
n = Jumlah sub-penelitian
45
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian-penelitian yang dipakai sebagai unit analisis berjumlah 16
buah yang terbagi menjadi 128 sub-penelitian. Penelitian ini telah dipublikasi
dalam jurnal internasional. Pengelompokan hasil penelitian dilakukan
berdasarkan jenjang pendidikan responden atau sampel penelitian, lama
perlakuan, bidang ilmu, jumlah sampel, dan interaksi pembelajaran dengan
pendekatan problem solving dengan moderator yang dilibatkan dalam
penelitian.
Deskripsi data berdasarkan pengelompokan hasil penelitian tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
1. menurut jenjang pendidikan subjek penelitian: sebanyak 9 sub-penelitian jenjang Sekolah Dasar (SD), 15 jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), 72 jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), 29 jenjang Mahasiswa, dan 3 sub-penelitian pada Pelatihan Guru;
2. menurut lama perlakuan: sebanyak 28 sub-penelitian dilakukan selama 2 minggu, 8 sub-penelitian dilakukan selama 3 minggu, dan 3 sub-penelitian dilakukan selama 6 minggu, 8 sub-penelitian dilakukan selama 8 minggu, 46 sub-penelitian dilakukan selama 4 bulan, 27 sub-penelitian dilakukan selama 1 semester, dan 8 sub-penelitian dilakukan selama 1 tahun;
3. menurut bidang ilmu: sebanyak 4 sub-penelitian bidang ilmu Fisika, 8 bidang ilmu Sains, 6 bidang Kimia, 3 bidang Agricultural, 40 bidang pembelajaran matematika sekolah, 51 bidang pembelajaran berbasis komputer, 6 bidang desain instruksional, 10 sub-penelitian bidang psikologi pembelajaran, yaitu self regulation learning;
4. menurut jumlah sampel: sebanyak masing-masing 8 sub-penelitian dengan sampel 32 dan 92 orang, 22 sub-penelitian dengan sampel 47 orang, 1 sub-penelitian dengan sampel 49 orang, masing-masing 6 sub-penelitian dengan sampel 60 dan 102 orang, masing-masing 2 sub-penelitian dengan sampel 77, 80, 86, dan 260 orang, 4 sub-penelitian dengan sampel 104 orang, 52 sub-penelitian dengan sampel 122 orang, 3 sub-penelitian
46
dengan sampel 240 orang, 10 sub-penelitian dengan sampel 268 orang, dan terdapat 2 sub-penelitian dengan sampel 620 orang;
5. menurut variabel (moderator) yang dilibatkan dengan pendekatan problem solving: sebanyak 116 sub-penelitian tidak melibatkan variabel moderator, 7 sub-penelitian melibatkan variabel gender, dan 5 sub-penelitian melibatkan gender dan matematika, sains dan kimia (Masaki).
Deskripsi data 16 hasil penelitian (7 penelitian Sains dan 9 penelitian bidang matematika) berikut judul penelitian, peneliti, institusi dan nama jurnal yang mempublikasi hasi penelitian disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Daftar Judul Artikel Dan Nama Jurnal Publikasi
No Judul Artikel Peneliti/Institusi Nama Jurnal SAINS
1. Effects of the problem solving strategies instruction on the students’ physics problem solving performances and strategy usage
1. Serap Çal1Şkan, 2. Gamze Sezgin Selçuk, 3. Mustafa Erol
Department of Secondary Science and Mathematics Education, Dokuz Eylül University, Buca Education Faculty, Turkey
Procedia Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 2239–2243, Received October 19, 2009; revised December 28, 2009; accepted January 11, 2010.
2. The Application of Problem Solving Method on Science Teacher Trainees on the Solution of the Environmental Problems
Mustafa Dogru, Akdeniz University, Antalya, TURKEY. E-mail: [email protected]
Journal of Environmental & Science Education, 2008, 3 (1), 9 – 18 ISSN 1306-3065 © 2008 by Gokkusagi Ltd. All Rights Reserved
3. The Influence Of Problem Solving On Studying Effectiveness In Physics
Svetlana Ganina1, Henn Voolaid
Address for correspondence: [email protected]
4. Effect of Problem Solving Method on Science Process Skills and Academic Achievement
Elvan ĠNCE AKA, Ezgi GÜVEN, Mustafa AYDOĞDU
Journal Of Turkish Science Education Volume 7, Issue 4, December 2010
47
5. The effects of students’ problem solving skills on their understanding of chemical rate and their achievement on this issue
Fulya Öner Armağan, Şafak Uluçınar Sağır, Ayşe Yalçın Çelik 2009, 1. Education
Faculty,Department of Primary Science Education, Gazi University, Ankara, 06500, Türkiye.
2. Education Faculty , Department of Primary Science Education, Amasya University, Amasya, Türkiye
3. Education Faculty, Department of Secondary Science and Mathematics Education, Gazi University, Ankara, 06500, Türkiye
Procedia Social and Behavioral Sciences 1 (2009) 2678–2684, Received October 8, 2008; revised December 16, 2008; accepted January 4, 2009
6. The effect of Problem Solving Method on Science Teacher Trainees on the Solution of the Environmental Problems a Study
Dr. Vandana Manapure Principal, S.K. Wankhede College of Education, Nagpur
Indian Streams Research Journal, Vol. 1, Issue II / March 2011, pp.17-27
7. A Comparative Analysis of the Effect of Greeno Problem Solving and Demonstration Teaching Methods on Students’ Achievement in Agricultural Science
1Daluba, Noah E. and 2Mama, Romanus O. 1Department of Agricultural Education, Kogi State College of Education, P. M. B. 1033, Ankpa, Kogi State, Nigeria. 2Department of Vocational Teacher Education, University of Nigeria. Nsukka, Enugu State
Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3 (2): 179-18 Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studie
48
MATHEMATICS 8. The effects of self-
explanation training on students’ problem solving in high-school mathematics
Regina M.F. Wong, Michael J. Lawson *, John Keeves School of Education, Flinders University, Adelaide, SA, Australia
Learning and Instruction 12 (2002) 233–262
9. The Effect of Logo and CAI Problem-Solving Environments on Problem-Solving Abilities and Mathematics Achievements
Michael T. Battista and Douglas H. Clements Kent State University
Computers tn Human Behavior, Vol. 2, pp. 183-193, 1986
10. The effects of individually personalized computer-based instructional program on solving mathematics problems
Heng-Yu Ku *, Christi A. Harter, Pei-Lin Liu, Ling Thompson, Yi-Chia Cheng Department of Educational Technology, College of Education at the University of Northern Colorado, Greeley, CO 80639, USA
Computers in Human Behavior 23 (2007) 1195–1210
11. Computer-assisted learning for mathematical problem solving
Kuo-En Chang a,*, Yao-Ting Sung b, Shiu-Feng Lin a.Department of Information and Computer Education, National Taiwan Normal University, 162, Ho Ping East Road, Sec 1, Taipei, Taiwan, ROC b.Department of Educational Psychology and Counseling, National Taiwan Normal University, Taipei, Taiwan, ROC
Computers & Education 46 (2006) 140–151
12. Effect of experience and mode of presentation on problem solving
Damien J. Williams, Jan M. Noyes *Department of Experimental Psychology, University of Bristol, 8
Computers in Human Behavior 23 (2007) 258–274
49
Woodland Road, Bristol BS8 1TN, UK
13. Embedding game-based problem-solving phase into problem-posing system for mathematics learning
Kuo-En Changa a,*, Lin-Jung Wua a, Sheng-En Wenga a, Yao-Ting Sung b a Graduate Institute of Information and Computer Education, National Taiwan Normal University, 162 Ho-Ping East Road, Sec. 1, Taipei 10610, Taiwan b.Department of Educational Psychology and Counseling, National Taiwan Normal University, 162 Ho-Ping East Road, Sec. 1, Taipei 10610, Taiwan
Computers & Education 58 (2012) 775–786
14. Visualization in Mathematics Learning: Arithmetic Problem-solving and Student Difficulties
Rhonda D.L. Booth Michael O.J. Thomas, The University of Auckland, Auckland, New Zealand
Journal Of Mathematical Behavior, 18 (2), 169±190 ISSN 0732-0213.
15. A Problem Solving Model as a Strategy for Improving Secondary School Students’ achievement and Retention in Further Mathematics
1 Adebola S. IFAMUYIWA, MStan, 2 Sakiru I. AJILOGBA Email: [email protected]
ARPN Journal of Science and Technology ©2011-2012. All rights reserved. VOL. 2, NO. 2, March 2012 ISSN 2225-721
16. Epistemic profiles and self-regulated learning: Examining relations in the context of mathematics problem solving
Krista R. Muis * Department of Educational and Counseling Psychology, McGill University,3700 McTavish St., Montreal, Que., Canada H3A 1Y2 Available online 3 January 2007
Contemporary Educational Psychology 33 (2008) 177–208
50
B. Temuan Penelitian
Berdasarkan deskripsi data yang telah dipaparkan di atas diperoleh
hasil atau temuan penelitian sebagai berikut:
1. Rata-rata Besar Pengaruh Secara Keseluruhan
Hasil analisis mengungkapkan bahwa secara keseluruhan rata-rata
besar pengaruh pendekatan problem solving atau yang dapat dikaitkan dengan
problem solving dengan penelitian-penelitian yang sifatnya eksperimental
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sebesar 1.079 dengan interval
besar pengaruh (effect size) berkisar 0.787 - 1,372 ( = 0.05) dan
simpangan baku 1,690.
2. Rata-rata Besar Pengaruh Berdasarkan Jenjang Pendidikan Subyek
Berdasarkan temuan data yang terangkum pada Tabel 4.2 diperoleh
rata-rata besar pengaruh berdasarkan jenjang pendidikan subyek
1,130Δ dan 0,939σA
Tabel 4.2 Pengaruh Jenjang Pendidikan Subyek
Statistik Jenjang Pendidikan Sampel Penelitian Mean SD SMP SMA Mahs Guru
n 9 15 72 29 3 - 0,619 1,291 0,907 1,514 1,320 1,130 0,139 0,626 1,970 1,543 0,419 0,939 Kv 0,225 0,485 2,172 1,019 0,317 0,844
Keterangan: Kv = Koefisien varians
Dari data yang terangkum pada Tabel 4.2 mengungkapkan bahwa
rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving tertinggi terdapat pada
jenjang Mahasiswa, disusul pelatihan Guru, SMP, SMA dan terendah pada
jenjang SD. Namun bila dilihat dari koefisien simpangan baku yang diperoleh
maka data besar pengaruh dari paling konsisten ke kurang konsisten berturut-
51
turut adalah jenjang SD, pelatihan Guru, SMP, Mahasiswa, dan jenjang
pendidikan SMA. Hal yang sama bila ditinjau dari koefisien variansi (/)
maka SD menempati konsistensi tertinggi sebesar 22,5% disusul pelatihan
Guru sebesar 41,9%, SMP sebesar 62,6%, Mahasiswa 154,3%, dan jenjang
pendidikan SMA sebesar 197%.
Hal ini berarti bahwa untuk SD penyebaran data pengaruh pendekatan
problem solving 22,5% lebih dekat ke rata-rata effect size, disusul pelatihan
Guru 41,9%, SMP 62,6%, Mahasiswa 154,3%, dan jenjang pendidikan SMA
197%. Dengan kata lain, data jenjang pendidikan Mahasiswa memberikan
pengaruh rata-rata pendekatan problem solving lebih baik jika dibandingkan
jenjang pendidikan lainnya walaupun penyebaran datanya kurang konsisten.
Secara visual rata-rata besar pengaruh dari aspek jenjang pendidikan
disajikan pada grafik 4.1.
Grafik 4.1 Pengaruh aspek Jenjang pendidikan
Dari grafik 4.1 terlihat bahwa jenjang pendidikan Mahasiswa
menempati posisi tertinggi dalam skor rata-rata besar pengaruh terhadap hasil
belajar dalam pembelajaran Sains dan Matematika.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
SD SMP SMA MHS GURU
rata
-rat
a pe
ngar
uh
Jenjang Pendidikan
rata-rata Simp Baku Kv
52
3. Rata-rata Besar Pengaruh Beradasarkan Lama Perlakuan
Dari temuan data yang terangkum pada Tabel 4.3 diperoleh rata-rata
besar pengaruh dan simpangan baku berdasarkan lama waktu perlakuan
adalah 2,037Δ dan 1,519σA .
Tabel 4.3 Pengaruh Lama Waktu Perlakuan
Statistik Lama Perlakuan
Mean 2 Minggu
3 Minggu
6 Minggu
8 Minggu
4 Bulan 1 SMT 1 Thn
n 28 8 3 8 46 27 8 -
1,565 1,489 7,467 1,178 0,430 0,725 1,404 2,037
1,555 0,467 4,902 0,436 0,810 0,418 2,045 1,519
Kv 0,994 0,314 0,656 0,370 1,884 0,577 1,457 0,893
Berdasarkan hasil analisis sebagaiman yang dirangkum pada Tabel
4.3 diatas menunjukkan bahwa rata-rata besar pengaruh pendekatan problem
solving dari tertinggi ke terendah berturut-turut adalah 6 minggu, 2 minggu, 3
minggu, 8 minggu, 1 tahun, 1 semester, dan 4 bulan. Bila ditinjau penyebaran
data yang diperlihatkan melalui koefisien variansi (/) maka perlakuan
yang diberikan selama 3 minggu dan 8 minggu lebih konsisten dibandingkan
dengan perlakuan selama 2 atau 6 minggu atau 4 bulan, 1 semester, dan 1
tahun. Dengan demikian lama perlakuan selama 3 dan 8 minggu lebih dekat
ke rata-rata effect size dibandingkan lama perlakuan lainnya. Artinya, dari
segi penyebaran rata-rata pengaruh, perlakuan 3 dan 8 minggu
penyebarannya lebih baik daripada 2 minggu atau 4 minggu, begitupula
selama 4 bulan, 1 semester dan 1 tahun. Dengan demikian lama perlakuan 6
minggu memberikan rata-rata pengaruh terbesar dibanding yang lainnya
namun kurang konsisten.
53
Secara visual rata-rata besar pengaruh dari aspek lama perlakuan
disajikan pada grafik 4.2.
Grafik 4.2 Pengaruh aspek Lama Perlakuan
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa perlakuan selama 6 minggu
mempunyai rata-rata pengaruh tertinggi terhadap hasil belajar dalam
pembelajaran Sains dan Matematika. Temuan ini mengungkapkan bahwa
lama perlakuan 6 minggu yang paling efektif dibandingkan lama perlakuan
yang lain, walaupun pengaruh tertinggi ini datanya sangat bervariasi sehingga
kurang konsisten.
4. Rata-rata Besar Pengaruh Berdasarkan Bidang Ilmu
Dari rincian data yang terangkum pada Tabel 4.4 diperoleh rata-rata
besar pengaruh dan simpangan baku berdasarkan lama waktu perlakuan
adalah 1,425Δ dan 1,221σA .
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2 Minggu 3 Minggu 6 Minggu 8 Minggu 4 Bulan 1 SMT 1 Tahun
rata
-rat
a pen
garu
h
Lama Perlakuan
rata-rata Simp Baku Kv
54
Tabel 4.4 Pengaruh Bidang Ilmu
Statistik Bidang Ilmu Mean Fisika Sains Kimia Agricultural PMS PMBK Desain
Instruk SRL
N 4 8 6 3 40 51 6 10
2,893 1,178 0,292 1,029 1,319 0,489 1,840 2,362 1,425
2,080 0,436 0,287 0,285 2,262 0,829 2,015 1,576 1,221
Kv 0,719 0,370 0,983 0,277 1,715 1,695 1,095 0,667 0,940
Keterangan:
PMS = Pembelajaran Matematika Sekolah
PMBK = Pembelajaran Metamatika Berbasis Komputer
SRL = Self Regulation Skill
Hasil analisis data seperti disajikan pada Tabel 4.4 memperlihatkan
bahwa rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving dari tertinggi ke
terendah berturut-turut adalah dari bidang ilmu Fisika, Self Regulation
Learning, Desain Pembelajaran, Pembelajaran Matematika Sekolah, Sains,
Agricultural, Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer, dan bidang ilmu
Kimia. Besar masing-masing koefisien varians (/) adalah Agriculutural
(27,7%), Sains (37,0%), Self Regulation Learning (66,7%), Fisika (71,90%),
Kimia (98,3%), Desain Instruksional (109,5%), Pembelajaran Matematika
Berbasis Komputer (169,5%), dan Pembelajaran Matematika Sekolah
(171,5%). Hal ini berarti bahwa sebaran data untuk bidang Agricultural dan
Sains lebih konsisten dari pada bidang lainnya. Dengan demikian besar
pengaruh tertinggi pada bidang ilmu Fisika dibanding bidang ilmu lainnya,
namun penyebaran datanya kurang konsisten.
Secara visual rata-rata besar pengaruh dari aspek bidang ilmu
disajikan pada grafik 4.3.
55
Grafik 4.3 Pengaruh aspek Bidang Ilmu
Visualisasi data besar pengaruh ditinjau dari aspek bidang ilmu
yang diteliti seperti disajikan pada grafik di atas menunjukkan bahwa bidang
ilmu Fisika memberikan pengaruh tertinggi terhadap hasil belajar sebagai efek
dari perlakuan. Data besar pengaruh pada bidang ilmu Fisika mempunyai
varians yang tergolong kecil (konsisten).
5. Rata-rata Besar Pengaruh Berdasarkan Ukuran Sampel Penelitian
Temuan besar pengaruh berdasarkan jumlah sampel penelitian
disajikan pada Tabel 4.5 diperoleh rata-rata besar pengaruh dan simpangan
baku berdasarkan lama waktu perlakuan adalah 066,2Δ dan
735,0σA .
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Rat
a-ra
ta p
enga
ruh
Bidang Ilmu
rata-rata Simp Baku Kv
56
Tabel 4.5 Pengaruh Ukuran Sampel Penelitian
Statistik Ukuran Sampel Penelitian (Orang) Mean 32 47 49 60 77 80 86 92 102 104 122 240 268 620
n 8 22 1 6 2 2 2 8 6 4 52 3 10 2 - 1,489 0,655 0,771 1,840 1,045 10,81 0,775 0,577 1,319 1,089 0,419 1,03 2,362 4,74 2,066
0,467 0,399 0,000 2,015 0,435 1,556 0,015 0,173 0,417 0,895 0,776 0,285 1,576 1,28 0,735 Kv 0,314 0,609 0,000 1,095 0,416 0,144 0,019 0,300 0,316 0,822 1,852 0,277 0,667 0,270 0,507
Berdasarkan hasil analisis seperti disajikan pada tabel 4.5
mengungkapkan bahwa rata-rata besar pengaruh terendah untuk ukuran
sampel penelitian sebesar 122 orang, dikuti 92, 47, 49, 86,240, 77, 104, 102,
32, 60,268, 620, dan tertinggi 80 orang. Sedangkan koefisien varians terkecil
untuk ukuran sampel sebesar 49 orang, diikuti 86 orang, 80, 620, 240, 92, 32,
102, 77, 47, 268, 104, 60, dan terendah 122 orang. Dengan demikian temuan
ini menunjukkan bahwa walaupun rata-rata besar pengaruh tertinggi dicapai
apabila ukuran sampel sebesar 80 orang, namun dengan ukuran sampel
sebesar justru penyebarannya yang rendah tingkat konsistensinya.
Secara visual rata-rata besar pengaruh dari aspek ukuran sampel
(orang) disajikan pada grafik 4.4.
Grafik 4.4. Pengaruh aspek Ukuran sampel (orang)
0
2
4
6
8
10
12
32 47 49 60 77 80 86 92 102 104 122 240 268 620
Rat
a-ra
ta p
enga
ruh
Ukuran Sampel (Orang)
rata-rata Simp Baku Kv
57
Grafik tersebut mengungkapkan bahwa ukuran sampel (sample
size) sebanyak 80 orang memberikan rata-rata pengaruh terbesar
dibandingkan ukuran sampel yang lain. Hal ini berarti ukuran sampel
sebanyak 80 orang yang paling efektif dibandingkan ukuran sampel yang lain.
6. Rata-rata Besar Pengaruh Pendekatan Problem Solving Dengan
Pelibatan Variabel Moderator
Berdasarkan temuan data yang terangkum pada Tabel 4.6 diperoleh
rata-rata besar pengaruh berdasarkan jenjang pendidikan subyek:
2,026Δ dan 1,860σA .
Tabel 4.6 Pengaruh Pendekatan Problem Solving dan Variabel Moderator
Statistik Interaksi dengan Variabel Moderator Mean Problem Solving
Problem Solving* Gender
Problem Solving* Gender*Masaki
N 116 7 5 - 0,880 4,886 0,312 2,026 1,072 4,197 0,311 1,860 Kv 1,218 0,859 0,997 1,025
Keterangan: Masaki = Matematika Sains Kimia
Berdasarkan hasil analisis seperti disajikan pada Tabel 4.6
memperlihatkan bahwa rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving
tertinggi bila dikombinasikan (interaksi) variabel gender, kemudian
pendekatan problem solving tanpa melibatkan variabel moderator, dan
terendah pendekatan problem solving dengan variabel gender dan kombinasi
(matematika sains kimia). Koefisien variansi dari pendekatan problem
solving dari terendah ke tertinggi adalah pendekatan problem solving dan
gender (85,9%), kemudian pendekatan problem solving, gender dan Masaki
(99,7%) dan tertinggi pendekatan problem solving tanpa melibatkan variabel
lain (121,8%). Dengan demikian penyebaran data menuju rata-rata effect size
58
dengan keterlibatan variabel lain dengan pendekatan problem solving urutan
rata-rata besar pengaruhnya adalah pendekatan problem solving dan gender,
pendekatan problem solving dengan gender dan tanpa pelibatan variabel
moderator. Temuan ini mengungkapkan bahwa rata-rata besar pengaruh
tertinggi adalah perlakuan dengan pendekatan problem solving yang
mempertimbangkan gender, namun penyebaran datanya kurang konsisten.
Secara visual rata-rata besar pengaruh dari aspek ukuran sampel
(orang) disajikan pada grafik 4.5.
Grafik 4.5. Pengaruh aspek pelibatan variabel moderator
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa rata-rata besar
pengaruh tertinggi diperoleh apabila pendekatan problem solving berinteraksi
dengan gender. Penerapan pendekatan problem solving dalam pembelajaran
Sains dan Matematika ditentukan oleh jenis kelamin (gender).
0
1
2
3
4
5
6
Problem Solving Problem Solving* Gender
Problem Solving* Gender*Masaki
Rat
a-ra
ta p
enga
ruh
Pelibatan variabel moderator
rata-rata Simp Baku Kv
59
C. Pembahasan (Diskusi)
1. Pengaruh Pendekatan Problem Solving Secara Keseluruhan
Temuan penelitian mengungkapkan bahwa secara keseluruhan rata-
rata besar pengaruh pendekatan problem solving sebesar 1.079. Angka ini
bermakna bahwa perlakuan pendekatan problem solving dalam pembelajaran
Sains dan Matematika mampu meningkatkan perolehan hasil belajar siswa
pada kelompok eksperimen sebesar 1,079 kali simpangan baku nilai rata-rata
besar pengaruh kelompok kontrol. Secara umum dapat ditafsirkan bahwa
pendekatan problem solving dapat meningkatkan nilai rata-rata hasil belajar
siswa sebesar satu tingkat lebih, misalnya dari C ke B apabila patokan yang
dipakai 1 - 1.5 SD. Temuan meta-analisis ini sedikit berbeda dengan
temuan Toeti (1989) di mana secara keseluruhan rata-rata besar pengaruh
strategi instruksional yang ditelitinya adalah 1.50.
Suatu analisis yang menarik untuk dikaji lebih dalam adalah bahwa
harga positif dari besar pengaruh (effect size) merupakan fakta yang
mengungkapkan hasil belajar pada kelompok eksperimen lebih tinggi
daripada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pada
kelompok eksperimen memberikan pengaruh yang lebih efektif atau
memberikan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Dengan menggunakan kelompok pembanding atau kelompok kontrol
pada setiap sub-penelitian untuk menguji efektivitas perlakuan pada kelompok
eksperimen maka hasil belajar yang diperoleh merupakan akibat atau efek dari
perlakuan yang diberikan yaitu pendekatan problem solving. Dengan
demikian pendekatan problem solving merupakan alternatif pendekatan yang
cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Sains dan
Matematika.
60
2. Pengaruh Jenjang Pendidikan Subyek
Perlakuan pendekatan problem solving dari segi jenjang pendidikan
subyek penelitian dalam pembelajaran Sains dan Matematika mampu
meningkatkan perolehan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen
sebesar 1,130 kali simpangan baku nilai rata-rata besar pengaruh kelompok
kontrol.
Penerapan pendekatan problem solving pada berbagai jenjang
pendidikan yang berbeda dalam meta-analisis ini ternyata memberikan rata-
rata besar pengaruh yang berbeda pula. Temuan pada jenjang SD dan SMA
menunjukkan bahwa penerapan pendekatan problem solving pada kelompok
eksperimen tidak banyak mengubah hasil belajar yang diperoleh siswa
dibandingkan dengan hasil belajar pada kelompok kontrol. Hasil ini berbeda
pula dengan temuan Toeti (1989) yang pada tingkat SD dan SMP memberikan
rata-rata besar pengaruh cukup tinggi dari penerapan strategi instruksional
yang ditelitinya. Temuan Toeti ini serupa dengan temuan Juliati (1993) yang
melaporkan bahwa pembelajaan Botani dan Geologi yang diterapkan di
jenjang SMA memberikan rata-rata besar pengaruh tertinggi.
Pada jenjang Mahasiswa dan pelatihan Guru rata-rata besar pengaruh
pendekatan problem solving tergolong tinggi sekitar (1,5 kali simpangan baku
kelompok kontrol), namum simpangan baku dan koefisien variansi dari rata-
rata effect sizenya adalah cukup besar. Hal Ini berarti bahwa rata-rata besar
pengaruh pendekatan problem solving terhadap hasil belajar berasal dari data
dengan keragaman (variansi) yang cukup besar sehingga hasil belajar dari
suatu perlakuan ke perlakuan lain pada kelompok eksperimen menjadi tidak
konsisten. Dapat dikatakan bahwa pengaruh pendekatan problem solving
terhadap hasil belajar adalah cukup tinggi namun kurang efektif untuk
beberapa perlakuan. Tingginya pengaruh pendekatan problem solving pada
jenjang Mahasiswa dan Guru ini dapat merupakan efek kematangan
psikologis yang cenderung lebih stabil jika dibandingkan dengan SD, SMP,
dan SMA. Walaupun demikian belum ada bukti teoretis dan empiris untuk
61
menarik inferensi bahwa faktor kematangan fsikologi jika dikaitkan dengan
jenjang pendidikan bisa berpengaruh terhadap hasil belajar, oleh karena itu
perlu dikajian lebih lanjut.
3. Pengaruh Lama Perlakuan
Secara keseluruhan rata-rata besar pengaruh pendekatan problem
solving pada kelompok ekperimen berdasarkan lama waktu perlakuan adalah
tergolong tinggi yaitu 2,037 kali simpangan kelompok kontrol. Hal ini berarti
secara keseluruhan lama waktu perlakuan dengan pendekatan problem solving
mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar. Dalam hal ini faktor lama
perlakuan pengaruh kelompok eksperimen lebih efektif dibanding kelompok
kontrol. Temuan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa perlakuan
selama 6 minggu memberikan rata-rata besar pengaruh pendekatan problem
solving tergolong tinggi dibanding 2 minggu, 3 minggu, 8 minggu, 4 bulan, 1
semester, dan 1 tahun. Namun, keragaman atau fluktuasi data rata-rata
pengaruh yang cukup besar pada perlakuan selama 6 minggu, memberikan
indikasi bahwa pada beberapa perlakuan terjadi perbedaan rata-rata kelompok
eksperimen dan kontrol terlalu kecil dan sebaliknya jadi kurang konsisten.
Temuan penelitian meta-analisis ini serupa dengan temuan Toeti (1989) dan
Schaefli (1989) serta Juliati (1993) di mana justru interval 4 – 10 minggu, 31
– 36 minggu dan 32 minggu cenderung memberikan rata-rata pengaruh yang
optimal. Mengenai hal ini belum cukup data yang memadai untuk
menyimpulkan berapa lama rentang waktu yang ideal untuk melakukan
penelitian yang menerapkan suatu perlakuan dalam pembelajaran Sains dan
Matematika. Informasi dari aspek validitas internal penelitian eksperiman
dapat menjadi acuan, yakni bahwa lama waktu perlakuan dapat mengancam
validitas internal kematangan.
62
4. Pengaruh Bidang Studi/Ilmu
Secara keseluruhan rata-rata besar pengaruh pendekatan problem
solving berdasarkan jenis bidang studi 1,425 kali simpangan baku kelompok
kontrol. Hal ini berarti bahwa dari segi jenis bidang ilmu, pendekatan problem
solving dapat meningkatkan nilai C menjadi B. Dari sejumlah hasil
penelitian yang dikaji ternyata bidang Fisika menempati posisi tertinggi
memberikan rata-rata besar pengaruh yaitu sebesar 2,893 kali simpangan
baku kelompok kontrol dibandingkan dengan bidang Self Regulation
Learning, Desain Pembelajaran, Pembelajaran Matematika Sekolah, Sains,
Agricultural, Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer, dan bidang ilmu
Kimia. Hal ini menujukkan bahwa penerapan pendekatan problem solving
yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar dari nilai C menjadi nilai A.
Temuan ini sedikit lebih tinggi dari temuan Toeti (1989) pada meta-analisis
strategi instruksional yang diterapkan pada bidang Teknik dan Keterampilan
di mana hasinya dapat meningkatkan nilai siswa 2.5 kali simpangan pada
kelompok kontrol.
Hal menarik yang perlu ditelaah dari temuan di atas adalah bahwa
tinggi-rendahnya rata-rata pengaruh perlakuan dapat terjadi karena kekhasan
bidang ilmu atau materi. Pada bidang ilmu tertentu cocok dengan pendekatan
problem solving tetapi bidang lain kurang cocok dengan pendekatan tersebut.
Oleh karena, itu ketepatan pemilihan strategi pemecahan masalah dalam
pendekatan problem solving akan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap hasil belajar.
5. Pengaruh Ukuran Sampel Penelitian
Secara keseluruhan rata-rata besar pengaruh pendekatan problem
solving berdasarkan ukuran sampel penelitian sebesar 2,066 kali simpangan
baku kelompok kontrol. Hal ini berarti bahwa dari segi ukuran sampel
pendekatan problem solving dapat meningkatkan hasil belajar dari nilai C
menjadi A-. Temuan ini menunjukkan bahwa ukuran sampel adalah satu
63
faktor yang menentukan efektivitas perlakuan pendekatan problem solving
dalam pembelajaran Sains dan Matematika.
Temuan meta-analisis ini mengungkapkan bahwa rata-rata besar
pengaruh pendekatan problem solving terendah untuk ukuran sampel
penelitian sebesar 122 orang, dikuti 92, 47, 49, 86, 240, 77, 104, 102, 32, 60,
268, 620, dan tertinggi 80 orang. Hal ini mengandung makna bahwa besar-
kecilnya ukuran sampel bukan penentu bagi efektivitas perlakuan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Djaali (2003), bahwa ukuran sampel ditentukan oleh
4 faktor, yaitu: (1) derajat keragaman, (2) presisi yang dikehendaki dari
penelitian, (3) rencana analisis, dan (4) tenaga, biaya dan waktu.
Dengan demikian temuan penelitian ini menunjukan bahwa
efektivitas perlakuan tidak ditentukan oleh ukuran sampel. Artinya pendapat
yang merujuk kepada penyataan bahwa makin besar ukuran sampel maka
makin tinggi besar pengaruh perlakuan tidak sepenuhnya dapat diterima.
Salah satu alasan yang mendukung temuan ini adalah pendapat yang telah
disebutkan diatas, yakni bahwa ukuran sampel atau banyaknya sampel
bukanlah faktor utama tetapi yang lebih penting untuk dipertimbangkan
adalah keragaman (homogenitas). Sehingga makin homogen populasi pada
dasarnya makin kecil yang dapat diambil.
Belum ada acuan yang cukup kuat tentang jumlah (ukuran) sampel
yang ideal, namun secara konvensional para penelitian biasanya menetapkan
jumlah sampel minimal sebesar 30 orang.
6. Pengaruh Pendekatan Problem Solving Dengan Melibatkan Variabel
Moderator
Rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving apabila
melibatkan variabel lain sebagai variabel moderator adalah tergolong tinggi
yaitu 2,026 kali simpangan kelompok kontrol. Pelibatan beberapa variabel
ternyata dapat memperkaya pengaruh pendekatan problem solving. Temuan
64
penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata besar pengaruh pendekatan
problem solving tertinggi bila dikombinasikan (interaksi) variabel gender,
yaitu sebesar 4,197 kali simpangan baku kelompok kontrol. Hal berarti bahwa
pendekatan problem solving mempunyai pengaruh yang lebih efektif terhadap
hasil belajar ditentukan oleh jenis kelamin (jender). Dengan demikian faktor
gender merupakan variabel yang perlu dipertimbangkan untuk penerapan
pendekatan problem solving dalam pembelajaran Sains dan Matematika.
Temuan meta-analisis ini mengungkapkan bahwa suatu pendekatan
atau strategi dalam pembelajaran Sains dan Matematika dapat diperkuat
pengaruhnya dengan cara melibatkan faktor-faktor lain yang mendukung
pendekatan tersebut. Karakteristik peserta didik, misalnya gender
sebagaimana halnya temuan penelitian ini ternyata dapat memperbesar rata-
rata besar pengaruh pendekatan problem solving yang diterapkan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bieahler dan Snowman dalam Toeti (1989) yang
mengatakan bahwa terdapat berbagai faktor lain yang dapat mempengaruhi
proses belajar siswa kecuali strategi instruksional yang diterapkan.
Lingkungan sekolah, rumah, guru, gaya belajar dan faktor-faktor lainnya
dapat dipertimbangkan dalam penelitian eksperimen bidang pembelajaran
Sains dan Matematika.
Informasi dari psikologi kognitif menjelaskan bahwa faktor internal
dan eksternal berpotensi mempengaruhi hasil belajar. Informasi ini cukup
mendukung rasional bahwa semakin beragam faktor yang terlibat dengan
pendekatan problem solving pembelajaran Sains dan Matematika maka
semakin baik dan beragam hasil belajar yang dapat dicapai sebagai pengaruh
dari perlakuan. Karena itu temuan ini dapat menginspirasi bagi penelitian
selanjutnya bahwa dalam penerapan suatu pendekatan atau strategi
pembelajaran Sains dan Matematika maka pelibatan variabel-variabel lain
dapat memperkaya temuan dan mendukung pengaruh pendekatan yang
diterapkan.
65
C. Keterbatasan
Meskipun penelitian meta-analisis ini pada beberapa aspek tertentu
memberikan rata-rata besar pengaruh yang tergolong tinggi, namun tidak
luput dari kelemahan dan keterbatasan. Penelitian-penelitian yang diambil
sebagai unit analisis sebagian besar bersifat kuasi eksperimental, di mana
peneliti tidak dapat mengontrol semua variabel ekstranous yang turut
mempengaruhi perlakuan. Oleh karena itu, adanya kontaminasi dari variabel
lain dapat terjadi. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian yang dilaporkan
perlu ditafsirkan secara hati-hati.
Penelitian-penelitian yang dianalisis hanya beberapa saja,
pengambilannya pun bersifat purposive sehingga tidak memungkinkan
diadakan generalisasi lebih luas. Jadi, kalaupun ada generalisasi terhadap
meta-analisis yang dilakukan perlu dilakukan secara hati-hati, terutama pada
karakteristik yang sama dengan penelitian-penelitian yang dijadikan unit
analisis. Selajutnya pengkodean (coding) terhadap penelitian-penelitian yang
dijadikan unit analisis bersifat subyektif karena tidak ada orang lain yang
melakukan koding kecuali peneliti sendiri. Dengan demikian, reliabilitas
antar-pembuat coding tidak dapat dinyatakan dalam penelitian.
Kelemahan umum yang sering terjadi pada penelitian eksperimental
adalah kekurangmampuan peneliti mendeteksi adanya penyimpangan yang
terjadi, misalnya pengaruh Hawtorne pada kelompok ekperimen sehingga
hasil belajar yang diperoleh selalu akan lebih tinggi daripada kelompok
kontrol, yang pada akhirnya akan berdampak pada rata-rata besar pengaruh
perlakuan menjadi positif. Sebaliknya, ada pengaruh Jhon Henry pada
kelompok kontrol, sehingga hasil belajar yang diperoleh akan lebih tinggi
daripada kelompok eksperimen. Fluktuasi rata-rata besar pengaruh bersifat
positif dan negatif akan sangat mempengaruhi hasil meta-analisis yang
dilakukan.
Meskipun ada kelemahan dan keterbatasan sebagaimana telah
diungkapkan tetapi hasil meta-analisis ini telah mengungkapkan apa adanya,
66
yakni bahwa pendekatan problem solving yang diterapkan ternyata dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi
daripada kelompok kontrol. Adanya kelemahan ini justru memperingatkan
kita agar hati-hati dalam menafsirkan hasil meta-analisis.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian, kesimpulan
penelitian adalah sebagai berikut.
1. Secara Keseluruhan pendekatan problem solving dalam pembelajaran Sains dan Matematika mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen sebesar 1,079 kali simpangan baku kelompok kontrol. Hal ini berarti pendekatan problem solving memberikan pengaruh yang lebih efektif atau memberikan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan lain pada kelompok kontrol. Dengan demikian pendekatan problem solving merupakan alternatif pendekatan yang cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Sains dan Matematika.
2. Perlakuan pendekatan problem solving dari segi jenjang pendidikan subyek penelitian dalam pembelajaran Sains dan Matematika mampu meningkatkan perolehan hasil belajar siswa sebesar 1,130 kali simpangan baku kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan pendekatan problem solving. Penerapan pendekatan problem solving pada berbagai jenjang pendidikan yang berbeda ternyata memberikan rata-rata besar pengaruh yang berbeda pula. Ternyata jenjang pendidikan Mahasiswa dan pelatihan Guru memberikan besar pengaruh pendekatan problem solving tergolong tinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA.
3. Besar pengaruh pendekatan problem solving pada kelompok ekperimen berdasarkan lama waktu perlakuan adalah tergolong tinggi yaitu 2,037 kali simpangan kelompok kontrol. Hal ini berarti lama waktu perlakuan dalam pembelajaran Sains dan Matematika dengan pendekatan problem solving mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar. Ternyata perlakuan selama 2 dan 6 minggu memberikan rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving tergolong tinggi dibanding 2 minggu, 3 minggu, 8 minggu, 4 bulan, 1 semester, dan 1 tahun. Namun keragaman rata-rata pengaruh yang
68
cukup besar pada perlakuan selama 2 dan 6 minggu membuat pengaruhnya menjadi kurang konsisten.
4. Besar pengaruh pendekatan problem solving pada kelompok eksperimen berdasarkan jenis bidang ilmu sebesar 1,425 kali simpangan baku kelompok kontrol. Hal ini berarti dari segi bidang ilmu pendekatan problem solving berpengaruh lebih efektif terhadap hasil belajar dibandingkan dengan pendekatan lain pada kelompok kontrol. Ternyata bidang ilmu Fisika menempati posisi tertinggi memberikan rata-rata besar pengaruh dibandingkan dengan bidang Self Regulation Learning, Desain Pembelajaran, Pembelajaran Matematika Sekolah, Sains, Agricultural, Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer, dan bidang ilmu Kimia.
5. Besar pengaruh pendekatan problem solving berdasarkan ukuran sampel penelitian sebesar 2,066 kali simpangan baku kelompok kontrol. Hal ini berarti dari segi ukuran sampel, pendekatan problem solving lebih efektif meningkatkan hasil belajar dibandingkan pendekatan lain pada kelompok kontrol. Rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving terendah untuk ukuran sampel penelitian sebesar 122 orang, dikuti 92, 47, 49, 86, 240, 77, 104, 102, 32, 60, 268, 620, dan tertinggi 80 orang. Ternyata ukuran sampel 80 orang memberikan rata-rata besar pengaruh tertinggi dibandingkan ukuran sampel lainnya.
6. Besar pengaruh pendekatan problem solving apabila melibatkan variabel lain sebagai variabel moderator adalah tergolong tinggi yaitu 2,026 kali simpangan kelompok kontrol. Pelibatan beberapa variabel ternyata dapat memperkaya pengaruh pendekatan problem solving. Rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving tertinggi bila dikombinasikan (interaksi) variabel gender, yaitu sebesar 4,197 kali simpangan baku kelompok kontrol. Hal berarti bahwa pendekatan problem solving dalam pembelajaran Sains dan Matematika mempunyai pengaruh yang lebih efektif terhadap hasil belajar bergantung pada jenis kelamin (jender) sampel penelitian.
69 B. Implikasi dan Rekomendasi
Meskipun rata-rata besar pengaruh pendekatan problem solving
dalam penelitian ini bervariasi, namun implikasi dan rekomendasi penelitian
ini mendukung rasional bahwa pendekatan problem solving merupakan
pendekatan pembelajaran alternatif yang dapat meningkatkan hasil belajar
Sains dan Matematika siswa. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan
pembelajaran yang sifatnya meningkatkan kemampuan belajar siswa dapat
digunakan pendekatan problem solving dengan penyempurnaan lebih lanjut.
Sebagai tindak lanjut dari studi ini, diberikan beberapa rekomendasi:
Hasil meta-analisis menyatakan bahwa pendekatan problem solving
merupakan variabel yang secara meyakinkan dapat meningkatkan hasil belajar
kelompok eksperimen sebesar 1.079 kali simpangan baku kelompok kontrol.
Selain itu, variabel tersebut tidak dapat diabaikan dalam meningkatkan
kemampuan siswa dalam pembelajaran Sains dan Matematika. Oleh karena
itu, calon guru, guru dan dosen dapat menggunakan pendekatan ini untuk
membantu siswa meningkatkan kemampuannya terutama kemampuan tingkat
(High Order Thinking) seperti berpikir kritis, berpikir kreatif, memecahkan
masalah dalam bidang Sains dan Matematika. Selain itu pendekatan problem
solving direkomendasikan untuk digunakan sebagai pendekatan untuk
membangun proses berpikir ilmiah, sikap ilmiah, melakukan inquiri dalam
menemukan hal-hal baru dan menantang dalam pembelajaran Sains dan
Matematika.
Pendekatan problem solving sebaiknya digunakan siswa sebagai
model belajar di rumah untuk memperdalam pemahaman konsep, keterkaitan
antara konsep, menemukan strategi pemecahan masalah, dan meningkatkan
kemampuan penalaran dalam pembelajaran Sains dan Matematika. Disamping
itu, agar pendekatan problem solving dapat digunakan pada berbagai bidang
ilmu, perlu adanya penelitian yang bersifat meta-analisis dari pendekatan
problem solving dengan unit analisis atau cakupan bidang ilmu yang lebih
luas.
71
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. 1996. Some Teachers’ Beliefs And Perseptions Of Problem
Solving In P.C Clarkson (Ed). Technology ini Mathematics Education
(Melbourne: Mathematics Education Research Group of Australia,
pp. 30-37.
Alters, Brian J. 1997. Whose Nature of Science. Journal of Research in Science
Teaching. Vol. 34 No.1, 39 – 55.
A. J. Baroody, A.J & Niskayuna, R.T.C. 1993. Problem Solving, Reasoning,
and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically.
New York: Merill, pp. 45-47.
Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics in Secondary School.
New York: Brown Company Publisher.
Branca, N.A. 1980. Problem Solving as A Goal, Proses, and Basic Skill. In S.
Krulik and R.E. Reys (Ed). Problem Solving in School Mathematics.
Washington DC: NTCM.
Coffey, D Kolsch. 1992. P & M. Mackinlay, Assessing Problem Solving and
Project Work. In J. Wakefield and L. Velardi (Eds). CML Melbourne:
The Mathematical Association of Victoria.
Dahar, R. W., 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Dirjen Tinggi.
De Boer, George E. 1991. A History of Ideas-in Science Education: Implication
for Practice. New York: Teacher College Press.
Dess, R.L. 1996. The Role of Cooperative Learning In Increasing Problem-
Solving Ability In A College Remedial Course. Journal for Research
in Mahematics Education. Vol. 5, 1996, pp. 407-421.
Djaali dan Muhammad, Farouk. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
CV. Restu Agung.
Glass, Gene V., Graw. M. & Smith, M. L. 1981. Meta- analysis in Soscial
Research. Baverly Hill, Ca. : Sage Publications.
Hawton, J. 1992. Problem Solving – Its Place in The Math Program.
Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.
Helgenson, S.L. 1992. Problem Solving Research in Middle Junior High
School Science Education. Columbus: The Ohio State University.
Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Juliati, S. 1993. Meta-Analisis Hubungan Hasil Belajar Terhadap Sikap.
Journal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Thn II No.1 September 1993. Jakarta: Universitas Darma Persada
Kadir. 2005. Efektivitas Strategi Peta Konsep Dlm Pembelajaran Sains dan
Matematika (Meta-analisis penelitian eksperimen psikologi dan
pendidikan). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol. 10, No. 051,
2004, 761-781.
Kirkley, Jamie. 2003. Principles for Teaching Problem Solving. Indiana:
Indiana University.
Kish, Lesile. 1987. Statistical Design for Research. New York: J. Willey &
Son.
72
Lovitt, C & Lowe, I. 1992. Problem Solving in Mathematics: Chance and Data.
In M. Horne and M. Suplle (Eds). Mathematics Meeting the
Challenge. Melbourne: The Mathematical Assocition of Victoria.
Ma, Xin & Kihshor, Nand. 1992. Assessing the Relationship Between Attitude
Toward Mathematics and Achievement in Mathematics. A Meta-
Analisis. NCTM: USA
McGivney, J.M & DeFanco, T.C. 1995. Geometry Proof Writing: A Problem
Solving Approach a’la Polya, The Mathematics Teacher Journal:
Vol. 88, 1995, pp. 552- 555.
M, Arifin dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan
Pendidikan Kimia.
M, Wena, 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.
NTCM, 1980. An Agenda for Action: Recommendation for School
Mathematics. Reston Virgnia.
Newton, Douglas P. 1988. Making Science Education Relevant. London:
Kogan Page.
PISA. 2003. Problem Solving for Tomorrow’s World
Polya, G. 1981. Mathematical Discovery: On Understanding, Learning, and
Teaching Problem Solving. New York: Jhon Willey Inc.
Setya Budhi, Wono. 2010. “Mengajar Matematika agar Tumbuh Pengalaman
Bermatematika”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Pendidikan Matematika. Ciputat: UIN Jakarta.
Slavin, R. E. 1984. Meta-Analysis in Educational. How has it been Used.
Educational Research. Vol. 13 (18). pp 319-352.
Suherman, Erman. et al. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: UPI.
Suydam, M.N. 1980. Untangling Clues From Research on Problem Solving. In
S Krulik and R. E. Reys (Eds). Yearbook. Problem Solving in School
Mathematics. Virginia: NCTM.
Toeti, Soekamto. 1989. Keefektifan Strategi Instruksional: Suatu Meta-
Analisis. Jakarta: LEMLIT IKIP Jakarta..
Tiro, Muhammad Arif. 1996. Pengajaran IPA dan Matematika pada Kelas-
Kelas Pemula Sekolah Dasar di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian
Pendidikan Dasar. Nomor 1. pp. 77-89.
Utari, Sumarmo. 1994. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Problem Solving Matematika pada Guru dan Siswa
SMP. Bandung: IKIP Bandung.
----------------------.2010. ”Berpikir Matematika Tingkat Tinggi: Eksperimen
dengan Siswa dan Mahasiswa Melalui Beragam Pendekatan dan
Strategi”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan
Matematika. Ciputat: UIN Jakarta.
Ziman, Jhon FRS. 1980. Teaching and Learning about Science and Society.
Cambridge: Cambridge University Press.
Lampiran 1
73
CODING META ANALISIS (SAINS)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
No Nama Peneliti & Tahun
Jenjang Pendi- dikan
Lama Waktu
Treatmen
Jumlah Subyek
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Problem Solving =
Rerata Effect Size
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
1. Serap Çal1Şkan, Gamze Sezgin
Selçuk, Mustafa Erol (2010)
Judul:
Effects of the problem solving
strategies instruction on the students’ physics problem
solving performances and
strategy usage
Mahasiswa S1
tk.2
1 semester 77 Strategi problem solving
Kemampuan Pemecahan Masalah pada mata kuliah Fisika Umum 1
Menggunakan strategi problem solving a. Written
Physics Examination (WPE)
Pre tes Posttes All experiment b. Physics
Problem Solving Strategies Scale (PPSSS)
Pre tes Posttes
Menggunakan strategi tradisional a. Written
Physics Examination (WPE)
Pre tes Posttes All control b. Physics
Problem Solving Strategies Scale (PPSSS) Pre tes Posttes
13,39− 11,846,36 = 0,24
45,10− 29,56
10,44 = 1,48
29,25− 20,704
8,4 = 1,02
179,38− 178,5018,68 = 0,05
193,59− 181,71
19,39 = 0,61
1,02
Lampiran 1
74
All experiment All control 186,49− 180,1019,04 = 0,34
0,34 2. Mustafa Dogru
Judul:
The Application of Problem Solving
Method on Science Teacher Trainees on the Solution of the Environmental
Problems
Mahasiswa calon
guru semester
7
8 minggu 102 Metode problem solving pada pelatihan guru sains
Pemecahan masalah lingkungan. Kemampuan pemecahan masalah dilihat dari aspek: a. environm
ental success test
b. problem solving attitude scales
c. scientific operation success
Menggunakan metode problem solving: a. Environment
al success test Pretes Postes
b. problem solving attitude scales pre tes posttes
c. scientific operation success test
Pre tes Posttes
Menggunakan metode tradisional
12,75− 12,542,724 = 0,08
20,18− 16,00
2,19 = 1,90
113,52− 111,96
8,46 = 0,18
123,02− 114,27
9,12 = 0,96
22,79− 21,65
4,13 = 0,28
27,23− 22,02
4,75 = 1,09
3. Svetlana Ganina, Henn Voolaid
Judul:
THE INFLUENCE
SMA 1 tahun 620 Pengaruh problem solving
Efektivitas belajar fisika
Menggunakan problem solving dalam bentuk DDP.
Menggunakan pemecahan masalah klasik
Lampiran 1
75
OF PROBLEM SOLVING ON STUDYING
EFFECTIVENESS IN PHYSICS
pretes male female All experiment Posttes Male Female All experiment
All control All control
38,4− 40,13,0
= 0,57 42,3− 38,5
3,1 = 1,22
40,4− 39,33,3
= 0,33
81,2− 60,13,5
= 6,02 71,4− 58,6
3,7 = 3,46
76,3− 59,4
3,2 = 5,28
n=3 3,35
4. Elvan INCE AKA, Ezgi GÜVEN,
Mustafa AYDOĞDU 2010
Judul:
Effect of Problem Solving Method on Science Process
Skills and Academic
Achievement
Mahasiswa calon
guru semester
3
8 minggu 86 Pengaruh metode problem solving
Keterampilan proses sains
dan hasil belajar
Menggunakan metode problem solving Keterampilan proses sains (KPS) Pre tes Posttes Hasil Belajar Pretes
Menggunakan metode mengajar tradisional Pre tes Posttes Pretes
74,20− 72,984,037
= 0,30 80,12− 75,53
6,185
= 0,74 69,00− 67,49
5,137
= 0,29
Lampiran 1
76
Posttes Posttes
78,29− 73,895,718
= 0,77 5. Fulya Öner
Armağan, Şafak Uluçınar Sağır,
Ayşe Yalçın Çelik 2009
Judul:
The effects of students’ problem
solving skills on their understanding of chemical rate and
their achievement on this issue
Mahasiswa
1 tahun 122 Pengaruh kemampuan problem
solving mahasiswa
Pemahaman laju reaksi
dan
Menggunakan problem solving Menggunakan LRT, SPST, dan achievment test Data dibandingkan dari tiga jurusan: matematika, sains, kimia dan perbedaan gender Pretes LRT SPST Posttes diantara kelompok
Menggunakan metode tradisional Pretes LRT SPST Posttes diantara kelompok
43,64− 46,5716,63
= - 0,17 7,67− 7,83
1,74
= - 0,09
26,26− 26,223,73
= 0,011
40,53− 36,8119,26 = 0,19
Lampiran 1
77
Posttes tiap jurusan Matematika Sains Kimia Posttes berdasarkan gender Female Male
Posttes tiap jurusan Matematika Sains Kimia Posttes berdasarkan gender Female Male
36,13− 28,8216,19 = 0,45
45,45− 32,4720,17 = 0,64
40,68− 36,81
19,26 = 0,20
52,27− 42,4619,30 = 0,51
23,16− 26,86
14,94 = - 0,24
6. Dr. Vandana Manapure Principal, S.K. Wankhede College of Education, Nagpur Judul: The effect of Problem Solving Method on Science Teacher Trainees on the Solution of the Environmental Problems a Study
Teacher Trainees
8 Minggu 102 Problem Solving Method
Solution of the
Environmental Problems a
Study
Experiment Group Environment Success tes (EST) Scientific Operation Skill Tes (SOST) Problem Solving Attitude Scale (PSAC)
Control Group Environment Success tes
(EST)
Scientific Operation Skill
Tes (SOST)
Problem Solving Attitude Scale
(PSAC)
20,184− 16,00
2,194 = 1,907
27,229− 22,018
4,748 = 1,098
123,02− 114,309,125
= 0,956
Lampiran 1
78
7. 1Daluba, Noah E. and 2Mama, Romanus O. 1Department of Agricultural Education, Kogi State College of Education, P. M. B. 1033, Ankpa, Kogi State, Nigeria. 2Department of Vocational Teacher Education, University of Nigeria. Nsukka, Enugu State Judul: A Comparative Analysis of the Effect of Greeno Problem Solving and Demonstration Teaching Methods on Students’ Achievement in Agricultural Science
SMP 1 Semester 240 orang Dari 195
secondary schools
for 2010/201
1 academic session
Greeno Problem Solving
and Demonstrat
ion
Achievement in agricultural
science
Greeno problem solving
method (Experimental
method) agricultural science tes
(ASAT)
Achievement scores Male
Achievement
scores Female
Demonstration method
(Control group)
agricultural science tes
(ASAT)
Achievement scores Male
Achievement
scores Female
77,27− 66,577,75
= 1,381
75,80− 70,305,36
= 1,026
67,88− 62,447,98
= 0,682
Lampiran 2
79
CODING META ANALISIS (MATHEMATICS)
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Peneliti & Tahun
Jenjang
Pendi- dikan
Lama Waktu
Jumlah Subyek
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Pend Berbasis Problem Solving
=
Rerata Effect Size
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
1. Regina M.F. Wong, Michael J. Lawson *, John Keeves (2002) Judul: The effects of self-explanation training on students’ problem solving in high-school mathematics
SMA
Kelas 9
1 semester
47 Self-explanation Problem solving
statements on verbal protocol
Menggunakan Self-explanation Problem solving a. Management
Statements
b. Access statements
c. Generation
statements
Menggunakan metode tradisional a. Management
Statements
b. Access statements
c. Generation
statements
1,66
1,37
1,07
1,37
Performance Training (2) Near transfer (17) Far transfer (25) Domain-specific knowledge Strategy self-report Total
Training (2) Near transfer (17) Far transfer (25) Domain-specific knowledge Strategy self-report Total
0,30 0,31 0,68
0,21
0,71 0,64
0,475
access of additional theorem
Training: Total Indirect path Direct path Near transfer: Total Indirect path
Training: Total Indirect path Direct path Near transfer: Total Indirect path
0,28 0,29 0,00
0,94 0,99
Lampiran 2
80
Direct path Far transfer: Total Indirect path Direct path
Direct path Far transfer: Total Indirect path Direct path
0,15
0,73 0,58 0,72
elaboration activity
Total Training Near transfer Far transfer All experiment
Total Training Near transfer Far transfer All control
0,88 0,34 0,88 0,67
0,542
2. Michael T. Battista and Douglas H. Clements Judul: The Effect of Logo and CAI Problem-Solving Environments on Problem-Solving Abilities and Mathematics Achievements
Siswa SMA
4 Bulan 122 Logo and CAI Problem-Solving Environments
Problem-Solving Abilities and Mathematics Achievements
Logo programming Problem Solving Tes 1 a. Permutation
Grade 4
b. Permutation Grade 6
c. Logic Grade 4
d. Logic Grade 6
e. Arithmetic Gra
4
f. Arithmetic Gra 6
Computer literacy Problem Solving Tes 1 a. Permutation
Grade 4
b. Permutation Grade 6
c. Logic Grade 4
d. Logic Grade 6
e. Arithmetic Gra 4
f. Arithmetic Gra 6
0,70− 0,500,84
= 0,238
1,00− 1,040,78
= -0,051
0,94− 1,100,43
= -0,372
0,92− 1,080,54
= - 0,296 0,80− 0,83
0,41 = -0,073
0,85− 1,000,74
= -0,203
Lampiran 2
81
g. Spatial Gra 4
h. Spatial Gra 6
i. Recursion Gra 4
j. Recursion Gra 6
k. Total Grade 4
l. Total Grade 6
g. Spatial Gra 4
h. Spatial Gra 6
i. Recursion Gra 4
j. Recursion Gra 6
k. Total Grade 4
l. Total Grade 6
0,40− 0,170,41
= 0,561 0,77− 0,58
0,90 = 0,211
0,70− 0,58
0,80 = 0,150
1,31− 0,96
0,66 = 0,530
3,54− 3,181,69
= 0,213 4,85− 4,67
2,33 = 0,0773
CAI programming
Problem Solving Tes 1 a. Permutation
Grade 4
b. Permutation Grade 6
c. Logic Grade 4
Computer literacy Problem Solving Tes 1 a. Permutation
Grade 4
b. Permutation Grade 6
c. Logic Grade 4
0,92− 0,500,84 = 0,50
1,07 − 1,040,78
= 0,0385 1,15− 1,10
0,43 = 0,116
Lampiran 2
82
d. Logic Grade 6
e. Arithmetic Gra 4
f. Arithmetic Gra 6
g. Spatial Gra 4
h. Spatial Gra 6
i. Recursion Gra 4
j. Recursion Gra 6
k. Total Grade 4
l. Total Grade 6
d. Logic Grade 6
e. Arithmetic Gra 4
f. Arithmetic Gra 6
g. Spatial Gra 4
h. Spatial Gra 6
i. Recursion Gra 4
j. Recursion Gra 6
k. Total Grade 4
l. Total Grade 6
1,07− 1,080,54
= - 0,019 0,83− 0,83
0,41 = 0,00
1,00− 1,000,74 = 0,00
0,33− 0,170,41
= 0,390
0,71− 0,580,90
= 0,144 1,00− 0,58
0,80 = 0,525
1,25− 0,96
0,66 = 0,439
4,23− 3,18
1,69 = 0,621
5,11− 4,672,33
= 0,189 Logo
programming Problem Solving Tes 2
Computer Literacy Problem Solving Tes 2
Lampiran 2
83
1. Needed Information G4
2. Needed Information G6
3. Problem structure G4
4. Problem structure G6
5. Performance
processor G4
6. Performance processor G6
7. Representation
G4
8. Representation G6
9. Cognitive
Monitoring G6
10. Total 4
1. Needed Information G4
2. Needed Information G6
3. Problem structure G4
4. Problem structure G6
5. Performance processor G4
6. Performance
processor G6
7. Representation G4
8. Representation
G6 9. Cognitive
Monitoring G6
10. Total 4
1,60− 1,000,63
= 0,952
1,69− 1,750,45
= -0.133
1,20− 1,000,89
= 0,225
1,08− 1,250,75
= -0,227
0,38− 0,130,22
= 1,136 0,82− 0,13
0,21 = 3,286
0,50− 0,080,20 = 2,10
0,73− 0,380,38
= 0,921 0,58− 0,58
0,79 = 0,00
4,68− 2,221,07
= 2,299
Lampiran 2
84
11. Total 6
11. Total 6 4,89− 4,091,26
= 0,635 CAI programming
Problem Solving Tes 2 1. Needed
Information G4
2. Needed Information G6
3. Problem structure G4
4. Problem structure G6
5. Performance
processor G4
6. Performance processor G6
7. Representation G4
8. Representation
G6
Computer Literacy Problem Solving Tes 2 1. Needed
Information G4
2. Needed Information G6
3. Problem structure G4
4. Problem structure G6
5. Performance
processor G4
6. Performance processor G6
7. Representation G4
8. Representation
G6
0,83− 1,000,63
= -0,270
1,71− 1,750,45
= -0.089
0,83− 1,000,89
= -0,191 1,43− 1,25
0,75 = 0,24
0,18− 0,130,22
= 0,227 0,28− 0,13
0,21 = 3,286
0,25− 0,08
0,20 = 0,85
0,61− 0,380,38
= 0,605
Lampiran 2
85
9. Cognitive Monitoring G6
10. Total 4
11. Total 6
9. Cognitive Monitoring G6
10. Total 4 11. Total 6
0,36− 0,580,79
= -0,278 2,27− 2,22
1,07 = 0,047
4,39− 4,091,26
= 0,238
Lampiran 2
86
No Nama Peneliti & Tahun Jenjang Pendi- dikan
Lama Waktu
Jumlah Subyek
Variabel Bebas
Variabel Terikat Personalized Non-
Personalized = 푿푬 푿푲
푺푲
Rerata Effect Size
3. Heng-Yu Ku *, Christi A. Harter, Pei-Lin Liu, Ling Thompson, Yi-Chia Cheng Judu: The effects of individually personalized computer-based instructional program on solving mathematics problems
SMP 2 Minggu (10 hari)
104 Individual-personal-computer-
based instructional
program
Achievemen and Attitude
computational problem
Math entering knowledge
Higher
Lower
Computational Prolem Higher
Lower
Math entering knowledge
Higher
Lower
Word Problem
Higher
Lower
23,56− 23,695,88
= -0,022 18,41− 14,19
5,12= 0,824
14,31− 9,32
4,59 = 1,087
12,34 − 3,983,39
= 2,466
N= 4 1,089
4. Kuo-En Chang a,*, Yao-Ting Sung b, Shiu-Feng Lin a a. Department of Information and Computer Education, National Taiwan Normal University, 162, Ho Ping East Road, Sec 1, Taipei, Taiwan, ROC b. Department of Educational Psychology and Counseling, National Taiwan Normal University, Taipei, Taiwan, ROC
SD 6 Minggu 49 (25 Eksp, 24 Kont)
computer-assisted problem-solving system
Mathematical problem-solving
Using MathCAL Mathematical problems on
paper
9,18− 7,022,8
= 0,771
n =1
0,771
Lampiran 2
87
5. Damien J. Williams, Jan M. Noyes * Department of Experimental Psychology, University of Bristol, 8 Woodland Road, Bristol BS8 1TN, UK Judul: Effect of experience and mode of presentation on problem solving
Mahasiswa
2 Minggu 60 org The degree of
experience, and mode of presentation
the number of moves, and
the time taken to
completion of the puzzle
Experienced Mode of
presentation
Time taken (s) Computer
Mental
Physical
Number of moves
Computer
Mental
Physical
Novice Mode of
presentation
Time taken (s) Computer
Mental
Physical
Number of moves
Computer
Mental
Physical
175,4− 44,6022,62
= 5,791 640,20− 342
236,92= 1,255
87,9− 79,464,76 = 0,131
26,20− 17,10
3,04= 2,993
21,0− 18,303,64
= 0,742 24,90− 23,10
14,41= 0,125
N= 6
1,8346
6. Kuo-En Changa a,*, Lin-Jung Wua a, Sheng-En Wenga a, Yao-Ting Sung b a Graduate Institute of Information and Computer Education, National Taiwan Normal University, 162 Ho-Ping East Road, Sec. 1, Taipei 10610, Taiwan
SD (11th)
2 Minggu 92 Org (48 laki, 44 wanita)
the problem- posing
system vs. the traditional paper-based instruction
four dimensions of
problem-posing and on overall problem-
solving ability
Experimental group
Equation-listing
Calculation
Overall problem-solving
Control group
Equation-listing
Calculation
Overall problem-solving
10,71− 9,68
2,42 = 0,426
9,24− 7,872,89
= 0,474 19,95− 17,55
5,11= 0,470
n= 8 0,5996
Lampiran 2
88
b. Department of Educational Psychology & Counseling, National Taiwan Normal University, 162 Ho-Ping East Road, Sec. 1, Taipei 10610, Taiwan Judul: Embedding game-based problem-solving phase into problem-posing system for mathematics learning
Experimental
group
Accuracy
Flexibility
Elaboration
Originality
Overall problem-posing
Control group
Accuracy
Flexibility
Elaboration
Originality
Overall problem-posing
4,47− 3,531,32
= 0,712
5,40− 3,911,75
= 0,851
6,56− 5,132,39
= 0,598 9,18− 7,15
3,54 = 0,573
25,60− 19,728,49
= 0,693
Lampiran 2
89
7. Rhonda D.L. Booth Michael O.J. Thomas The University of Auckland, Auckland, New Zealand Judul: Visualization in Mathematics Learning: Arithmetic Problem-solving and Student Difficulties
SMP (11-15th)
3 Minggu 32 orang Visualization in
Mathematics Learning: Arithmetic Problem-solving
Spatial & students'
achievement in
mathematics
Group 1 low spatial
ability
DAT Space Relations
PMA Spatial Relations
WISC-R Block Design
WASP Form Recognition
WASP SA
WASP PP
WASP RF
Progressive Achievement
Tests in (PAT) Mathematics
Group 2 average spatial
ability
DAT Space Relations
PMA Spatial Relations
WISC-R Block Design
WASP Form Recognition
WASP SA
WASP PP
WASP RF
Progressive Achievement
Tests in (PAT) Mathematics
102,5− 82,812,6
= 1,563 112,0− 91,80
9,3= 2,172
11,6− 7,0
2,6 = 1,769
114,9− 100,9
11,5= 1,217
106,1− 92,4
7,9 = 1,734
116,3− 97,7
11,5 = 1,617
112,9− 92,1
15,2 = 1,368
83,4− 79,8
7,8 = 0,474
N= 8
Lampiran 2
90
8. 1 Adebola S. IFAMUYIWA, MStan, 2 Sakiru I. AJILOGBA Email: [email protected] Judul: A Problem Solving Model as a Strategy for Improving Secondary School Students’ achievement and Retention in Further Mathematics
SMA 6 Minggu 80 orang Oyedeji Problem-Solving Strategy (OPSS)
achievement and retention
in Further Mathematicsi
n Further Mathematics
Experimental (OPSS)
Achievement
Retention
Control (conventional)
Achievement
Retention
27,85− 4,982,47
= 9,259
22,45− 2,7881,59
= 12,371
9. Krista R. Muis * Department of Educational and Counseling Psychology, McGill University Judul Epistemic profiles and self-regulated learning: Examining relations in the context of mathematics problem solving
Mahasiswa
(Undergraduate)
2 Minggu 268 orang
epistemic profiles
and learning strategies in in the context
of mathematics
problem solving
Predominantly rational
Planning 9.33 (5.24)
Both rational and empirical
Planning 8.20 (4.21)
8.21
Predominantly rational
Monitoring 25.67 (16.79)
Both rational and empirical
Monitoring 21.30 (14.33)
Predominantly empirical Planning
2.63 (2.97)
Predominantly empirical Planning
2.63 (2.97)
Predominantly empirical
Monitoring 6.38 (3.74)
Predominantly
empirical Monitoring 6.38 (3.74)
9,33− 2,63
2,97 = 2,256
8,20− 2,63
2,97 = 1,875
25,67− 6,383,74
= 5,158
21,30− 6,383,74
= 3,989
Lampiran 2
91
Predominantly rational
Control 5.00 (3.22)
Both rational and empirical
Control 3.40 (2.01)
Predominantly rational
Time 51.85 (27.09)
Both rational and empirical
Time 61.43 (24.03)
Predominantly
rational Performance
3.33 (1.75)
Both rational and empirical Performance 2.90 (1.29)
Predominantly empirical Control
1.25 (1.67)
Predominantly empirical Control
1.25 (1.67) Predominantly
empirical Time
55.43 (25.84)
Predominantly empirical
Time 55.43 (25.84)
Predominantly
empirical Performance
.63 (.74)
Predominantly empirical
Performance .63 (.74)
5,00− 1,251,67
= 2,246
3,40− 1,251,67
= 1,287
51,85− 55,4325,84
= -0,139
61,43− 55,4325,84
= 0,232
3,33− 0,630,74
= 3,649
2,90− 0,630,74
= 3,068
Sekilas Tentang Penulis
KADIR, adalah dosen tetap pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta. Lahir di Sinjai, Sulawesi Selatan 12 Agustus 1967. Sarjana pendidikan matematika diperolehnya dari Universitas Haluoleo (1992), Magister Pendidikan Matematika dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung (2000) dan Doktor dalam bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan diperolehnya dari
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tahun 2005. Pengalaman kerja dimulai sebagai guru matematika (1992-2000), Dosen Pendidikan matematika pada Universitas Haluoleo (1992-1994) dan STKIP Kolaka (1997). Konsultan pada projek: Asset Management Plan Dikdas DKI Jakarta (2005), Master Plan Pendidikan Propivinsi Lampung (2005), Decentralized Basic Education 3-USAID (2006-2009), pada Balitbang Depag RI sejak 2008 sampai sekarang. Menjadi tim ad-hoc pada Badan Standar Nasional Pendidikan (2006-2007), tim ahli kajian Standar Isi Mata Pelajaran Matematika dan pengembangan Model KTSP MTs Puskur Balitbang Depdiknas (2007-2008), tim ad-hoc Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2011) dan Standar Penilaian Oleh Pemerintah Badan Standar Nasional Pendidikan (2013). Asesor Sertifikasi Guru Rayon 37 Uhamka (2010-ss) dan Asesor Sertifikasi Guru Kelas SD/MI untuk Rayon 9 UIN Jakarta (2009-ss). Tim Penilai Buku Mata Pelajaran Matematika, Pusbuk (2008). Saat ini penulis bekerja sebagai dosen program studi matematika FITK UIN Jakarta, Program Magister dan Doktor Program Pascasarjana UNJ, UIJ, UHAMKA, dan STIA LAN. Menulis buku Pengajaran Matematika SMU/MA Berdasarkan KBK (2003), Statistika Sosial (2006-2012), dan Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (2010). Menulis pada jurnal ilmiah terakreditasi diantaranya: jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (2004-2011), jurnal Algoritma (2008-2012), jurnal Edukasi (2010) dan Sigma The Journal of Education, Mathematics, Sciense, and Technology (2011). Aktif dalam kegiatan workshop dan seminar diantaranya: Master Teacher Training Program di La Trobe University Melbourne Australia (2000), peserta pada International Statistics Conference University of Malaya, Malaysia (2005), Trainer of Core Trainer matematika DBE-3 USAID–Save The Children Federation (2007-2009), pemakalah pada international seminar on Mathematics and Sciense Education UIN Jakarta (2008), International Teacher’s Training of: The Implementatition of Collaborative Learning Based on Classroom Action Research in Upgrading Teacher’c Creativity LKSMI (2009), International Seminar dan KNPM IV UNY Yogyakarta (2011), dan Konferensi Nasional Pendidikan Matematika V UM Malang (2013). Nara sumber pada workshop evaluasi pada Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan dan Pusdiklat Umum Kemenkeu (2013) dan pada Workshop Pekerti kerja sama UNJ dengan Seskoal dan PLN (2013).
BURHANUDIN MILAMA, adalah dosen tetap pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta. Lahir di Wasuemba, Sulawesi Tenggara 1 Februari 1977. Sarjana pendidikan kimia diperolehnya dari Universitas Pendidikan Indonesia (1995), Magister Pendidikan Kimia dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung (2005). Pengalaman kerja dimulai sebagai dosen di prodi
pendidikan kimia FITK UIN Jakarta (2008-sekarang) dengan mangampu mata kuliah Kimia Fisika, Kimia Dasar, Evaluasi Pembelajaran Kimia, Perencanaan Pembelajaran kimia, dan Pengembangan Kurikulum Kimia. Pelatihan kalibrasi (2009) dan pelatihan penulisan jurnal nasional dan internasional Dosen (2010). Menjadi instruktur pada workshop Penelitian Tindakan Kelas untuk guru. Buku yang sudah ditulis Evaluasi Pembelajaran IPA, Kimia Fisika 1 dan 2, serta buku petunjuk praktikum Kimia Fisika. Beberapa buku sekolah yang dihasilkan Sains untuk SMP/MTs (2009) dan buku pengayaan kimia dalam kehidupan sehari-hari (2011).
KHAIRUNNISA, adalah dosen tetap pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta. Lahir di Jakarta, 04 April 1981. Sarjana pendidikan matematika diperolehnya dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2003) dan Magister Matematika Terapan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) (2008).
Pengalaman kerja dimulai sebagai dosen di prodi pendidikan matematika FITK UIN Jakarta (2009-sekarang) dengan mengampu mata kuliah Matematika Dasar, Kalkulus, Program Linear, Analisis Real, dan Matematika I. Mengikuti Workshop Start Up PMRI (2009), Workshop Internasional tentang “Methods of Teaching”(2011).
Top Related