MENANG ATAS PENCOBAAN
Tema April – September 2013Belajar Peduli dan Melayani
I. Tuhan Peduli
Pada yang : sakit, kekurangan, terpinggirkan, perempuan, anak-anak,
keluarga, dunia.
II. Perintah Untuk Peduli
walau sulit dan melelahkan, walau harus berkorban, walau tidak banyak
dukungan, walau kemampuan terbatas, peduli sebagai panggilan yang
terus menerus.
III. Belajar peduli dari beberapa tokoh :
Abraham, Natan, Paulus, Andreas
IV. Belajar dari Karakter Yesus :
Menyatu dengan Kehendak Bapa, Kesediaan untuk Dibentuk, Kesediaan
untuk Diperlengkapi
Matius 4 : 1-11
“Maka Yesus dibawa oleh Roh
ke padang gurun untuk dicobai iblis”.• Yun. Peirazein, arti : menguji
• Kata yang sama (LXX) dalam Kej 22:1, “Setelah
semua itu, Allah mencoba Abraham…”
• Secara harafiah kata ini menggambarkan logam yang
dicoba (berkali-kali) dengan diberi beban yang berat
sebelum logam itu bisa dipakai untuk fungsi
tertentu.
Memang ada unsur “dicoba” !
• Tapi tidak bertujuan menghancurkan, sebaliknya justru bertujuan memantapkan kualitas gunanya.
• Maka pencobaan yang diijinkan oleh Tuhan dialami manusia bukan bertujuan untuk menggoyahkan iman kita, melainkan untuk memantapkan kualitas iman kita untuk menang dari godaan dosa.
• Dengan pengertian ini, maka pencobaan adalah ujian bagi manusia untuk menyatakan kualitas imannya – siapkah ia diberi kepercayaan lebih besar oleh Allah ?
Maka Injil mencatat pencobaan itu memang dialami Yesus di awal masa pelayananNya
• Setelah dibaptis, segera Yesus dibawa oleh
Roh ke padang gurun untuk dicobai oleh iblis.
• Padang gurun : ini terletak di antara kota
Yerusalem dan Laut Mati, yang dalam PL
disebut “Yeshimmon”, yang berarti
“pembinasaan”. Ukurannya kira-kira panjang
50 km, lebar 20 km. Permukaannya terjal dan
lerengnya curam sedalam lebih dari 400 m.
Ada waktu di mana Yesus perlu menyendiri dan mempersiapkan untuk tugas berikutnya
• Waktu-waktu di mana “hanya bersama dengan Allah” ini menjadi moment-moment penting bagi Yesus untuk fokus terhadap langkahNya ke depan.
Bagaimana dengan kita? Punyakah kita moment-moment seperti itu?
“Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam,
akhirnya laparlah Yesus”• Dalam situasi Yesus yang merasakan lapar inilah iblis datang dengan, “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah batu-batu ini menjadi roti”.
• Yesus menolak “tantangan” itu. Ia tetap fokus dengan maksud Allah terhadap kuasa yang dipercayakan kepadaNya. Kuasa itu bukan untuk dibuktikan dalam “pertunjukan” sebagai kebanggaan diri, melainkan untuk melakukan kehendak Allah bagi dunia.
Iblis seringkali datang di tengah kelemahan kita, justru mengingatkan “titik kekuatan” kita untuk dimanfaatkan secara tidak benar. Tetapi seberapa peka kita akan kehendak Allah dalam setiap kekuatan kita?
Masuk melalui “celah kepuasan
diri” ?
Jawab Yesus, “Ada tertulis : manusia hidup bukan dari roti saja melainkan dari
setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (ref : Ul 8:3).• Yesus tetap menghayati bahwa firman Allah itu
menghidupkan!
• Bnd. “MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya” (Yoh 4:34).
• Firman itu juga menjadi kekuatan (senjata) untuk melawan godaan iblis (bnd. Ef 6:17, Pedang Roh yaitu Firman Allah)
Seberapa penting kita memandang firman Tuhan? Sudahkah kita merasakan firman itu menghidupkan dan menguatkan?
“Kemudian Iblis membawaNya ke kota suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepadaNya : Jika Engkau
Anak Allah, jatuhkanlah diriMu ke bawah. Sebab ada tertulis: Mengenai engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikatNya
dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya supaya kakiMu jangan terantuk pada batu” (ref : Mzm 91:11-12).
• Serangan pertama, iblis berangkat dari situasi yang terjadi (lapar), dengan dampak yang diarahkan pada kepentingan diri sendiri, dan Yesus menolaknya dengan firman.
• Sekarang serangan kedua iblis menggunakan firman!
• Ini adalah serangan dengan dampak yang diarahkan pada kebanggaan di depan umat Allah. Menjatuhkan diri dari bubungan Bait Allah adalah hal spektakuler yang akan dilihat umat sebagai pembuktian berlakunya Mzm 91:11-12 dalam diri Yesus.
Masuk melalui “celah gengsi
dan harga diri” ?
Bukankah Iblis juga sering datang menggoda kita untuk membuktikan “siapa kita” di depan banyak
orang?
• Yesus menolaknya dan berkata, “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (ref. Ul 6:16).
• Jika seseorang percaya akan kuasa Tuhan, ia tidak layak untuk mempertanyakannya dengan meminta bukti-bukti. Percaya dengan bukti, itu bukan iman!
• Allah ingin kita berani menghadapi
resiko untuk dipandang “tidak hebat”
oleh dunia, asal kita tetap setia
melakukan firmanNya. Allah justru
tidak berkenan jika seseorang berani
mengambil resiko besar hanya untuk
menambah gengsi dan harga dirinya
sendiri di depan manusia.
“Dan iblis membawaNya ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepadaNya semua kerajaan
dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepadaNya : Semua itu akan kuberikan kepadaMu jika
Engkau sujud menyembah aku”.
• Serangan ketiga tidak menggunakan firman lagi. Iblis menyodorkan godaan kuasa, pengaruh dan kepemilikan atas seisi dunia.
• Ini adalah ajakan untuk kompromi, untuk bergandengan tangan dengan dunia yang “menghalalkan” dosa, sedangkan Allah tidak kenal kompromi dengan dosa.
• Manusia mudah jatuh pada materi dan kuasa – bahkan meski harus “melawan nurani” dan melawan Firman.
Masuk melalui “celah
ketamakan” ?
Maka kata Yesus : Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis : Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya
kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (ref. Ul 6:13)
• Melalui pernyataanNya ini Yesus menegaskan
bahwa manusia tidak akan pernah dapat
mengalahkan kejahatan dengan berkompromi
terhadap kejahatan itu sendiri.
• Salah satu contoh realita kehidupan kita : cari
celah sejauh mungkin, sampai di mana masih
bisa kompromi antara iman dan dunia!
fatal !
Suatu kali, Yesus juga mengatakan “Enyahlah iblis!...” ketika Petrus berusaha mengatakan argumennya agar
Yesus tidak perlu melalui jalan penderitaan (Mat 16:23).
• Apakah harapan Petrus tidak baik terhadap Yesus?
• Petrus justru tidak ingin Yesus menderita.
• Tetapi ternyata ini bukan hanya soal “baik” menurut pandangan manusia, tetapi apakah hal itu menyimpang dari rencana Allah atau tidak.
• Yang ditegur Yesus adalah iblis yang memanfaatkan celah “kompromi” itu dengan bungkus “kasih”. Yesus tidak merasa senang memiliki “pembela-pembela” yang akan berada di pihakNya untuk menjauhkan Dia dari jalan penderitaan.
Yesus menang melalui 3 pencobaan itu,dan Ia menegaskan 3 hal :
• Ia memutuskan untuk mengutamakan kehendak Allah, tidak mengutamakan kepuasan diriNya sendiri.
• Ia memutuskan untuk menempuh jalan Mesias yang menghamba, tidak menempuh jalan yang “sensasional” untuk membuktikan jati diriNya.
• Ia memutuskan untuk setia dan fokus kepada Sang Bapa, tidak berkompromi dengan dunia yang menawarkan banyak hal dengan menduakan Allah.
Kemenangan Yesus atas 3 pencobaan ini bukanlah akhir, melainkan justru awal dari
segala tantangan yang Ia hadapi dalam pelayananNya.
Melalui pencobaan ini Yesus melewati sebuah pembentukan yang membuat Dia semakin
fokus akan tujuanNya. Bagaimana dengan kita dalam menghadapi
pencobaan?
Tuhan tidak sekedar “menuntut” agar kita bertekun dalam ketaatan dan tetap setia sampai akhir, melainkan Dia juga
mengerti beratnya perjuangan kita, sebab Ia pernah melaluinya.
• Ibrani 2:18, “Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai”.
• Ibrani 4:15, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”.
Top Related