7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 1/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 1
PENDAHULUAN
*
**
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 2/254
PENDAHULUAN
Manajemen Perburuhan
Merupakan bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia yang menjelaskan
tentang aspek-aspek utama dalam Hubungan Industrial yaitu Organisasi Pekerja,
Perjanjian Kerja Bersama, Lembaga-Lembaga Kerjasama, Penyelesaian Perselisihan
Industrial dan aspek-aspek lainnya, serta Peraturan Perundangan yang berkaitan
dengan Hubungan Industrial.
Tujuan
Untuk memberikan pemahamaan yang tepat bahwa kerjasama Buruh-
Manajemen agar dapat memberikan mamfaat baik kepada buruh, perusahaan dan
pemerintah.
Manajemen Pengupahan
Tujuan
Untuk memberikan pemahaman tentang berbagai konsep dan pendekatan untuk
merancang, menyusun dan merumuskan rencana pembayaran atau imbalan untuk
karyawan pada perusahaan
Pekerja/Buruh
Adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain
Pemberi Kerja
Adalah orang perorngan, pengusaha, badan hukum, atau badan hukum, atau badan-
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
Perusahaan adalah:a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun negara
yang mempekerjakan pekerja/ buruh dengan membayar upah atau imbaan
dalam bentuk lain.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 3/254
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lainnya.
Upah
Adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangan-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan
PerananManajemen Sumber Daya Mnusia Sesuai Dengan Tuntutan Zaman De-skilling
sebagai akibat industri missal:
Tahap 1.
Sebelum pertengahan abad ke 18 tidak terdapat organisasi perusahaan dan
manajemen secara formal. Produksi barang dan jasa dilakukan oleh perorangan atau
dalam kegiatan rumah tangga. Produksi pertaniaan, tanaman pangan dan perikanan
dilaksanakan dan dipasarkan secara bersama-sama oleh anggota keluarga di bawah
pimpinan kepala keluarga/pemilik.
Tahap 2.
Penemuan mesin-mesin yang digerakkan oleh tenaga uap untuk menggantikan
perkerjaan tangan yang lamban pada akhir abad ke 18 memungkinkan produksi barang
secara besar-besaran. Maka timbullah organisasi industri dengan cara pengelolaannya
yang sistematis dan teratur. Bahkan pendekatan manjemen secara ilmiah diusahakan
oleh Fredrick W. Taylor dalam bukunya The Principles of Scientific Management (1911).
Pendaya-gunaan teknologi baru ini berdampak sangat luas dengan timbulnya revolusi
industri yang berlangsung dari tahun 1820-1900. Para wira-usaha industri yang pertama
ini mencurahkan sepenuh tenaganya untuk untuk menciptakan teknologi yang moderen
disertai dengan teknologi organisasi yang memungkinkan berjalannya produksi barangsecara lancar dan efisien.
Produksi massal semacam ini tidak memerlukan karyawan operasional yang terampil.
Justru sebaliknya timbul dampak “deskilling” yaitu tugas dan pekerjaan yang menjadi
sederhana dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk latihan keterampilan. Karena
pasar tenaga kerja semacam ini sangat besar maka imbalannya kecil. Kebutuhan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 4/254
manajemen personalia belum begitu dirasakan sebab fungsimya terbatas pada
rekrutmen dan latihan tenaga kerja.
Imbalan kerja yang kecil dan lingkungan kerja pabrik yang buruk sering sering
menimbulkan ketidakpuasan tenaga kerja kerapkali menjurus kepada konflik dengan
manajemen.
Pada tahun 1913 dibentuk Lembaga Petugas Kesejahteraan di Inggris (The
Institute of Welfare Officers) dengan tugas untuk menjembatani keinginan manajemen
dan tenaga kerja serta menyusun rencana peningkatan kesejahteraan tenaga kerja
seperti dalam bentuk berbagai tunjangan sakit, cacat, penghunian dan kerja lembur .
Bantuan ini umumnya terbatas pada tenaga kerja pabrik (blue collar / operating
employees).
Pada tahun 1924 dipublikasikan penemuan penelitian akademis di pabrik booglamp
milik Western Electric Company, Hawthorne, Illinois . Penelitian ini menyimpulkan
bahwa produktivitas tenaga kerja berhubungan erat dengan kepuasan kerja dan harga
diri. Di pabrik produksi massal tenaga kerja hampir tidak dikenal namanya dan hanya
diberikan nomor saja. Dipandang sebagai bagian dari mesin atau hanya merupakan
suatu faktor produksi dan bukan sebagai manusia dengan kepribadiaanya yang
membutuhkan penghargaan.
Tahap 3
Mendekati tahun 1930 pasar mobil di Amerika terlihat lesu Hal ini disebabkabn
pemakai mobil sudah jenuh dengan mobil standar tertentu atau bersifat fungsional. Pada
awal tahun 1930 General Motor memprakarsai suatu strategi baru dengan mengalihkan
pengutamaan usaha produksi ke usaha pemasaran.General motor setiap tahun
memproduksi mobil dengan model baru. Peralihan strategi ini berarti juga perubahan
fokus dari masalah ekstern pemasaran dengan kegiatan baru seperti promosi,
periklanan, penjualan tatap muka, dan lain-lain. Perubahan ke arah diferensiasi produk
ini juga menimbulkan biaya intern seperti menurunnya efisiensi produk karena
mengutamakan kebutuhan konsumen dan pemasaran dalam kegiatan operasionalperusahaan dan timbulnya pergeseran serta perebutan kekuasaan serta iklim psikologis
yang mengancam kedudukkan karyawan.
Menurut Alfred D. Chadler dalam bukunya Strategi and Structure (1962) struktur suatu
organisasi harus mengikuti strateginya, system dan pendekatan pemecahan
masalahnya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 5/254
Semua ini membutuhkan fasilitas dan keahlian baru . Peranan manajemen sumber daya
manusia mereka mendapatkan kesempatan untuk membantu manajemen perusahaan
secara penuh dalam tugas operasional dan berusahan mengtasi tantangan SDM pada
waktu itu yaitu bagaimana perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja yang diperlukan
sesuai dengan jumlah dan keahliannya, terorganisasi dengan baik, dikelola secara
efektif dan sesuai dengan tuntutan pelanggan.
Tujuaan SDM ini dicapai melalui fungsinya dalam : seleksi, latihan / pendidikan /
pengembangan, penilaian prestasi karyawan dan pemberian imbalan. Disamping itu
manajemen SDM juga bersusah payah menyusun rencana jenjang jabatan (career
planning) .
Tahap 4.
Perubahan Pola Manajemen di Era Pasca Industri yang Makin Padat Teknologi
Selama perang dunia II investasi besar telah dilakukan dalam usaha penelitian dan
pengembangan teknologi industri mniliter sehingga teknologi berkembang pesat dan
terakumulasi selama peperangan. Setelah perdamaian pulih, teknologi diterapkan dalam
industri non-militer. Sejak pertengan tahun 1950-an mulai disadari bahwa pengaruh
teknologi ini menimbulkan tantangan baru yang tidak terduga dan juga berjangkauan
jauh ke depanPeter F. Drucker dalqam bukunya The Changing World the Executive
(Time Book, 1981) menamakan zaman baru ini “An Age Of Discotinuity” atau zaman
pasca industri. Kemajuan teknologi perusahaan meningkatkan penelitian dan
pengembangan yang berlangsung terus menerus, dan akhirnya akan menghasikan
banyak produk baru. Dampak perkembangan teknologi antara lain adalah makin
besarnya industri dan makin tajamnya persaingan.Untuk mengurangi ketajaman
persaingan perusahaan besar justru berusaha untuk mengambil alih perusahaan kecil.
Hal ini mengarah kepada penerapan kegiatan yang bersifat monopolistic dan
merupakan ancaman bagi efisiensi ekonomi. Peningkatan kemakmuran akibat
pertumbuhan industri dan ekonomi merangsang perusahaan menghasilkan barang
mewah dan mendorong pola hidup konsumtif.Tetapi perlaku perusahaan ini juga banyakditentang oleh masyarakat yang berubah prioritas nilainya.Sebagai anggota masyarakat
dan konsumen yang menghendaki peningkatan mutu kehidupan mereka mengarahkan
kritiknya atas dampak negatif dari perusahaan besar, seperti polusi udara air dan suara
serta terjadi gejolak dalam kehidupan ekonomi seperti inflasi dan praktek monopoli.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 6/254
Seiring dengan hal tersebut karyawan juga menuntut peningkatan mutu penghidupan
yang menghendaki disamping imbalan kerja dan lingkungan kerja yang memadai,
jaminan kerja juga kesempatan untuk maju dan aktualisasi diri. Untuk mengatasi hal
tersebut manajemen harus memiliki strategi baru agar dapat menjawab tuntutan zaman
dengan baik. Bagi manajemen SDM memaksa pelaksanaan tugas lebih erat kaitannya
dengan strategi dan tujuan perusahaan. Hal ini membutuhkan wawasan yang luas,
pendidikan teknis dan akademis yang baik bersikap professional dan mampu bekerja
dalam suatu tim dan listas sektoral.
Tantangan Ketidak Pastian Lingkungan Di Akhir Abad XX
Tahap 5.
Pada akhir abad ke 20 dinamika lingkungan memaksa perusahaan berubah lebih
cepat dan bekerja lebih bermutu untuk dapat bersaingan dengan baik. Hal ini
memerlukan komunikasi yang cepat dalam organisasi , juga dalam membuat dan
melaksanakan keputusan. Menurut Herbert Simon organisasi yang tidak dapat mengerti
lingkungannya bilamana menjadi terlalu rumit, dan dengan demikian tidak dapat
membuat dan melaksanakan strategi perusahaan dengan penuh nalar dan baik. Strategi
perusahaan yang hendak melakukan perubahan tergantung kepada SDM-nya. Karena
hanya manusialah yang memiliki kemampuan untuk melakukan pembaharuan (inovasi),
membuat keputusan , mengembangkan dan membuat produk baru, menembus pasar
dan melayani pelanggan secara memuaskan. Perubahan sifat pekerjaan membuat
peranan SDM semakin sentral dalam perusahaan macam ini. Selanjutnya manajemen
SDM seringkali dituntut/diharuskan ikut memecahkan masalah umum akibat perubahan
lingkungan perusahaan seperti; a. penggunaan teknologi baru, b. peningkatan mutu
pelayanan dan barang, sertra c. mencapai dan mempertahankan biaya rendah
Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Edwin B.Flippo (1994) fungsi operasional manajemen sumber daya manusia
adalah:0 Pengadaan (procurement)
Merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan
1 Pengembangan (Development)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 7/254
Merupakan proses peningkatan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan, yang
di tujukan untuk meningkatkan kemampuan konseptual, teoritis, teknis, dan moral
karyawan.
2 Kompensasi (Compensation)
Merupakan pemberian balas jasa yang memadai dan layak kepada tenaga kerja,
sesuai dengan sumbangan mereka kepada organisasi.
3 Integrasi (Integration)
Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan
karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.
4 Pemeliharaan (Maintenance)
Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kuantitas dan kualitas
karyawan, dalam arti kondisi fisik dan mental karyawan akan berdampak pada
produksi yang di hasilkan
5 Pemisahan (Seperation)
Adalah pemutusan hubungan kerja seorang karyawan dari satu perusahaan yang di
sebabkan oleh salah satu atau kedua belah pihak, berakhir kontrak kerja, pensiun,
dan sebagainya
Kompensasi
Menurut Gary Dessler (2000) kompensasi adalah semua bentuk upah atau imbalan
yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan mereka
Referensi
0 Budi Paramita, “Peranan Manajemen Sumeber Daya Manusia Sesuai Tuntutan
Zaman”, Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1992
1 Gary Dessler, “Human Resources Management” 8 th Ed, Prentice Hall
International, Inc, London, 2000
2 Imam Syahputra Tunggal, Amin Wijaya Tunggal, “Peraturan Perundangan-
Undangan Ketenaga Kerjaan Baru di Indonesia”, EdRevisi, Harvarindo, 2003
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 8/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 2
MENETAPKAN KEBIJAKAN UPAH
*
**
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 9/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke2 ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tahapan utama dalam penentuan upah
2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang Analisis jabatan
Menetapkan Kebijakan Upah/Gaji
Definisi Upah/Gaji: Adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundangan-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan
Tahapan Penentuan Upah:
1. Analisis Jabatan/Tugas
2. Evaluasi Jabatan/Tugas
3. Survei Upah
4. Penentuan Upah
1.Analisis Jabatan
Analisis jabatan merupakan kegiatan untuk mencari informasi tentang tugas-tugas
yang dilakukan, dan persyaratan yang diperlukan dalam melaksanakan suatu tugas,
sehingga dapat menjelaskan uraian tugas, spesifikasi tugas, dan standar kinerja.
Kegiatan ini perlu dilakukan sebagai landasan untuk mengevaluasi jabatan
a.Jenjang Jabatan
Jenjang jabatan adalah kelompok pekerjaan atau tugas-tugas dalam unit organisasi
yang dalam pelaksanaannya memerlukan syarat-syarat tertentu yang sama atau hampir
sama.
Setiap organisasi atau perusahaan terdiri dari sejumlah kelompok pekerjaan yang
mempunyai syarat jabatan yang beberbeda. Syarat jabatan tersebut mencerminkan sifat
dan kompleksitas` pekerjaan.Jenjang jabatan dapat disusun berdasarkan bobot syarat jabatan dari yang
tersederhana(terendah) hingga yang tersulit (tertinggi) dengan sifat perkerjaan sebagai
berikut:
a. Sederhana dan lebih mengutamakan kegiatan fisik
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 10/254
b. Sederhana dengan aturan yang jelas, memerlukan latihan singkat dan
bimbingan teknis
c. Jelas dan tidak kompleks, memerlukan pengetahuan khusus dan
kewaspadaan pribadi
d. Memerlukan pengaturan tersendiri, inisiatif pribadi dan pengetahuan teknis
terten tu, serta menuntut tanggung jawab pribadi
e. Mencakup beberapa pekerja yang saling terkait, kompleks, memerlukan
tanggung jawab pribadi dan pengawasan terhadap bawahan.
f. Mencakup koordinasi bebrapa fungsi dan pengawasan beberapa orang dan
beberapa unit kecil.
g. Mencakup perumusan kebijakan pelaksanaan pengawasan dan koordinasi
unit-unit.
b.Jenjang Kepangkatan
Jenjang jabatan disusun berdasarkan kompleksitas jabatan dan tanggung jawab
yang dipikul oleh seorang dalam memangku atau menjalankan jabatan-jabatan tersebut.
Kompleksitas dan tanggung jawab jabatan melahirkan syarat jabatan yaitu kualifikasi
yang harus dimiliki seseorang supaya pantas atau cocok menjalankan jabatan tersebut.
Kualifikasi atau kemampuan seseorang melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, akumulasi latihan dan pengalaman kerja
Jenjang kepangkatan menggambarkan kualifikasi yang dimiliki seseorang untuk
mengisi jabatan yang sesuai. Semakain tinggi pangkat seseorang , semakin tinggi
jabatan yang dapat dijalankannya.
Dari hasil survei gaji dan benefit 2005 oleh majalah Swa dan Hay Group (swa
no.03/XXI/9-22 Februari 2006) pada April dan Oktober 2005 dengan jumlah responden
89 perusahaan, diperoleh jenjang jabatan dan gaji seperti terlihat pada tabel berikutnya:
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 11/254
Tabel: 2.1 Gaji Beberapa Level Karyawan
Sumber: ESANDM
Ket: COP adalah Car Owner Plan yaitu kendaraan yang disediakan perusahaan setelahempat tahun menjadi milik ybs
Base Salary adalah 13 kali gaji pokok
** kenggotaan adalah tidak sebanyak keanggotaan yang diberikan kepada direktur
2. Evaluasi Jabatan/Tugas
Evaluasi jabatan adalah proses sistematis untuk menentukan nilai relatif dari suatu
pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan lain Proses ini adalah untuk mengusahakan
tercapainya internal equity dalam pekerjaan sebagai unsure dalam penetuan tingkat
upah. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian pekerjaan: tanggung jawab,keterampilan atau kemampuan, tingkat usaha yang dilakukan dalam pekerjaan dan
lingkungan kerja.
Metode dalam penilaian pekerjaan:
a. Metode Pemringkatan (Job Ranking)
b. Metode Pengelompokan (Job Grading)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
Posisi Base
Salary
(Rp.juta)
Benefit dan lainnya
Presiden Direktur 50-150 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,
dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub dll)Mnaging Direktur 50-150 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,
dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub dll)
Direktur 30-100 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,
dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub dll)General Manajer 20-50 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,
dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub
dll)**Senior Manajer 12-29 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,
dana pensiun
Manajer 5-12 COP, kesehatan, tujangan HP, dana
pensiun,
Junior Manajer 3-6 Tunjangan transportasi,kesehatan,
tujangan HP, dana pensiun,
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 12/254
c. Metode Perbandingan Faktor-Faktor
d. Metode Penentuan Point (Point System)
a. Metode Pemeringkatan Jabatan (Job Ranking)
Menilai tingkat kepentingan secara umum dari suatu pekerjaan dibandingkan
dengan yang lain dengan melakukan analisis jabatan melaluli: job description,job
specification dan job performance standard. Kemudian secara subjektif
melakukan pengurutan pekerjaan menurut tingkat kepentingan.
b. Metode Pengelompokan (Job Grading)
Metode pengelompokan adalah menetapkan suatu pekerjaan dalam suatu
kategori tertentu atau klasifikas/kelompok. Kelompok-kelompok tersebut disebut
kelas jika berisi jabatan yang sama, dan disebut tingkatan jika berisi pekerjaan
yang berbeda tetapi mempunyai kesulitan yang sama
c. Metode Perbandingan Faktor
Metode perbandingan factor adalah membandingkan beberapa faktor dalam
pekerjaan yang dapat dikompensasi. Misalnya bebrapa pekerjaan kunci
dibandingkan dengan beberapa faktor yang dapat dikompensasi seperti
tanggung jawab, skill, tingkat usaha dan kondisi kerja.
d. Metode Penentuan Point
Metode dilakukan dengan cara menentukan poin atau angka untuk faktor-faktor
yang dapat dikompensasi. Setiap faktor yang dapat dikompensasi dipecah
menjadi dalam bentuk subfaktor yang lebih rinci, misalnya tanggung jawab dibagi
dengan tanggung jawab terhadap orang, peralatan dan bahan, perbaikan,
keamanan, dan kendaraan. Skill dirinci dengan pengalaman dan pendidikkan.
Tingkat usaha dirinci dengan usaha mental dan usaha fisik. Lingkungan dirinci
dengan lingkungan yang tidak menyenangkan dan lingkungan yang berbahanya.
Kemudian ditentukan level dari point masing-masing faktor
Dari hasil survei majalah Swa dan Hay Group 2005 diperoleh metode penetuan
point pada tabel 2.2 berikut ini:
Tabel: 7 Representative Job Titles
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 13/254
Hay Job
Unit/Points
Representative Job Titles
100 Account Clereks 1 ,Production/Procces Operator 3, General Clerk 1,
File Clerk 3, data entry Operator,Technical Asisstant, Sales Asisstent 1250 Entry level College Graduete, foreman, Sales Representative.300 Accountan 2, Analyst Programmer 1, Network Administrasi (LAN),
Training, Compesation Specialist 1st Level (even), Basic Sales Rep,
Technical Service Rep 1 (even),Engineer 1, Buyer 2
400 Scientist/Research,Accountant II, Systems Analyst500 Senior Engineer, Sales Manager, Experienced Profesional Staff,
Product/Brand Manager
600 Senior Finance Analyst, Database Manager-even, Attorney 2, Brand
/Product Manager, Scientist/Researcher Level IV,Superintenden
1/Production Manager 700 District Sales Manager, financial Planning Manager, Division Human
Resources Manager, Principal Engineer
900 Plan Manager (Small), Middle/Senior Management, Functional
Directors, Executive Position
1000 Plant Manager 3, Chief Accountant/Division Finance Manager-
high,Manager-Financial Planning (high), manager Cost acconting
(high), Director of development (3), Expert Attorney, marketing
manager 2, general Sales Manager, Area R&D manager 1
1150 Plant Manager (medium), Senior Level Individual Contributor such as
Legal Expert, Heads of Function, Country Managers (small)
1400 Senior Executive Position, General Manager of a Multinational
Company, Cuontry Managers (small to medium)
1500 Business Procces Consultan-high , Systems architech-high2000 Head of function, Country Managers/Managing Dirctors (medium to
large)
3000 President/CEO (small/medium), Senior Executive in Large
multinational company
3. Survei Upah
Suvei upah merupakan kegiatan untuk mengtahui tingkat upah yang berlaku
secara umum pada perusahaan-perusahaan sejenis yang mempunyai
usaha/jabatan yang sama . Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
keadilan eksternal. Survei ini dilakukan dengan berbagai macam cara seperti:
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 14/254
mendatangi perusdahaan-perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai
tingkat upah yang berlaku, membuat kuesioner secara formal dan lian-lain
0 Langkah-langkah Survei Gaji
Adalah sebuah survei yang bertujuan menetapkan tarif upah yang berlaku survei
gaji yang baik memberikan tarif upah yang spesifik untuk jabatan spesifik seperti
survei kuesioner formal.
Seorang majikan dapat melakukan survei gaji dengan tiga cara: pertama,
penggunaan survei benchmark job yaitu menjangkari skala pembayaran majikan
dan disekeliling upah jabatan lain diatur dalam aturan nilai relatif. Kedua 20%
lebih dari perusahaan-perusahaan sebanding yang membayar pekerjaan
sebanding. Akhirnya, survei juga mengumpulkan data tentang tunjangan seperti:
asuransi, cuti sakit, dan waktu libur dengan demikian memberikan suatu dasar
untuk mengambil keputusan menyangkut tunjangan karyawan
Survei Gaji Komersial, Profesional, dan Pemerintah
Banyak majikan yang mengandalkan survei yang dipublikasikan oleh
perusahaan komersial, asosiasi profesional atau perwakilan pemerintah.
Misalnya : Bureau of Labor Statistic ( BLS ) setiap tahun melakukan tiga jenis
survei : (1) survei upah wilayah, (2) survei gaji industri, dan (3) survei profsional,
administratif, tehnik dan dan pegawai ( PATC : profesional administratif tehnical
dan clerical surveys )
Seorang majikan dapat menggunakan informasi ini sebagai satu masukan dan
menetapkan upah pekerjaan berkisar dari sekretaris, pesuruh sampai kepegawai
kantor. Survei upah wilayah juga memberikan data tentang jadwal kerja
mingguan, liburan yang dibayar dan praktik liburan, serta asuransi kesehatan ,
rencana pensiun dan juga operasi shift ( giliran kerja ) dan lain-lainnya.
Survei upah industri memberikan data yang sama denga yangalam survei upah
wilayah, namun lebih pada industri dan bukan pada wilayah produksi, dengandemikian survei ini memberikan data upah nasional untk para karyawan dalam
pekerjaan- pekerjaan terpilih untuk industri-industri seperti pembangunan
angkutan truk dan percetakan
Survei PATC mngumpulkan data upah pada 80 level pekerjaan pada bidang
akunting, jasa hukum, managemen personil, perekayasaan, kimia, pembelian
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 15/254
kepenyeliaan pegawai militer dan pegawai. Mereka memberikan informasi
tentang pendapatan langsung, juga bonus produksi, komisi dan pningkatan biaya
hidup.
1 Menetapkan Nilai dari masing-masing jabatan
Tujuan dari evaluasi jabatan yaitu menetapkan nilai reaktif suatu jabatan . evaluasi
jabatan itu merupakan perbandingan formal dan sistematis dari jabatan untuk
menetapkan nilai satu jabatan dalam hubungan dengan jabatan lain dan akhirnya
menghasilkan satu hirarki upah dan gaji. Prosedur dasar adalah mmbandingkan
muatan jabatan dalam hubungan satu dengan yang lain, misalnya dari segi usaha,
tanggung jawab serta keterampilan mereka
Faktor-faktor yang dapat dikompensasi. Ada dua pendekatan dasar yang dapat anda
gunakan untuk dapat membandingkan beberapa jabatan. Pertama anda dapat
mengambil suatu pendekatan yang lebih intuitif. Anda dapat memutuskan bahwa
suatu pekerjaan adalah lebih penting dari yang lain tanpa menggali lebih dalam
tentang alasannya dilihat dari segi-segi spesifik yang berhubungan dengan
pekerjaan.Sebagai satu alternatif, anda dapat membandingkan jabatan-jabatan
dengan berfokus pada faktor-faktor dasar ertentu yang dianut bersama. Dalam
managemen kompensasi faktor-faktr dasar inilah yang disebut faktor-faktor yang
dapat dikompensasikan.
Perencanaan dan persiapan untuk evaluasi jabatan umumnya merupakan satu
proses penilaian yang menuntut kerjasama yang erat antara penyelia, spesialis
personil dan karyawan serta perwakilan serikat buruh mereka. Langkah pertama
yang tercakup meliputi meliputi pengidentifikasian kebutuhan untuk program
mendapatkan kerjasama dan selanjutnya memilih satu komite evaluasi lalu akhirnya
melakukan evaluasi jabatan aktual. Selanjutnya membuat karyawan bekerjasama
untuk evaluasi adalah langkah kedua yang penting. Anda dapat mmberitahu
karyawan bahwa hasil dari program evaluasi jabatan yang akan datang , keputusan
tarif upah tidak lagi diambil oleh tingkah managemen sehingga evaluasi jabatan akan
memberikan suatu mekanisme yang mempertimbangkan keluhan-keluhanyangmereka ungkapkan, dan bahwa tidak ada tarif karyawan sekarang ini yang akan
dipengaruhi secara merugikan , sebagai hasil adari evaluasi jabatan.
Berikutnya pilihlah sebuah komite evaluasi jabatan, dan ada dua alasan untuk itu,
pertama, komite hendaknya membidik titik pandangan dari beberapa orang yang
akrab dengan jabatan yang dibicarakan masing-masing orang itu mungkin
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 16/254
mempunyai perspektif yang berbeda tentang sifat dari pekerjaan, kedua yaitu
dengan mengandalkan bahwa komite itu terdiri dari sekurang-kurangnya sebagian
dari karyawan , pendekatan komite dapat membantu memastikan penerimaan yang
lebih besar dari karyawan atas hasil evaluasi karyawan.
Komite evaluasi menjalankan tiga fungsi utama : pertama, komite biasanya
mngidentifikaskan 10 sampai 15 jabatan tolak ukur kunci. Ini akan merupakan
jabatan-jabatan pertama yang dievaluasidan akan berfungsi seagai jangkar tolok
ukur yang terhadapnya arti atau nilai relatif dari semua jabatan / pekerjaan lain dan
diperbandingkan.
Metode peningkatan evaluasi jabatan yang paling sederhana memeringkatkan
masing-masing jabatan dalam hubungan dengan jabatan-jabatan lain, biasanya
didasarkan pada beberapa faktor keseluruhan seperti “ kesulitan pekerjaan “ ada
beberapa langkah dalam metode pemeringkatan jabatan
1. Dapatkan informasi jabatan. Analisis jabatan adalah langkah pertama uraian
jabatan untuk masing-masing jabatan dipersiapkan dan ini biasanya merupakan
basis untuk membuat pemeringkatkan
2 Pilihlah penilai dan jabatan yang mau dinilai. Sering tidak praktis membuat satu
pemeringkatan saja atas semua jabatan dalam sebuah organisasi . prosedur yang lebih
lazim adalah memeringkatkan jabatan atau dalam kelompok ( seperti karyawan pabrik
atau pegawai )
3 Memeringkatkan jabatan. Selanjutnya pekerjaan atau jabatan diperingkatkan.
Cara yang paling sderhana adalah memberikan masing-masing penilai satu perangkat
kartu indeks, masing-masignya berisi satu dskripsi singkat tentang suatu jabatan. kartu-
kartu ini kemudian diperingkatkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
beberapa manager mengunakan pemeringkatan yang paling tinggi. Beberapa manajer
menggunakan metode pemeringkatan alternasi untuk membuat prosedur lebih cermat.
4 Mengkombinasikan penilaian. Biasanya beberapa penilai memeringkatkan
jabatan secara independen. Selanjutnya komite penilaian atau majikan dapat secara
sederhana merata-ratakan peringkat.Pro dan kontra ini merupakan metode evaluasi jabatan paling sederhana juga
paling mudah untuk dijelaskan. Dan itu biasanya menghabiskan lebih sedikit
waktu untuk penyelesaian ketimbang metode lain.
Metode evaluasi klasifikasi (atau penentuan tingkatan) jabatan klasifikasi jabatan
adalah satu metode sederhana yang luas digunakan pada metode ini jabatan-
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 17/254
jataban dikategorisasikan kedalam kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok itu
disebut kelas jika berisi jabatan-jabatan yang sama, disebut tingkatan jika berisi
jabatan-jabatan yang sama dalam kesulitan tapi sebenarnya berbeda.
Ada beberapa cara untuk mengkategorisasikan jabatan. Yang satu adalah
menyusun uraian kelas (analog dengan uraian jabatan) dan menempatkan
jabatan-jabatan kedalam kelas-kelas berdasarkan hubungan kelas-kelas tersebut
dengan uraian-uraian masing-masing kelas (misalnya, seberapa indevendennya
penilaian, keterampilan, usaha fisik, dll). Yang dituntut oleh kelas jabatan-jabatan
itu ?. selanjutnya jabatan atau pekerjaan itu dikategorisasikan menurut aturan ini.
Prosedur yang biasa adalah memilih faktor-faktor yang dapat dikonpesasikan
dan selanjutnya mengembangkan kelas atau uraian tingkatan yang
menggambarkan masing-masing kelas dari segi jumlah atau level faktor-faktor
yang dapat dikonvensasikan dalam catatan.
Tingkat Definisi
GS – 1
GS – 2
GD – 3
Termasuk kelas-kelas dari posisi / kedudukan yang tugas-tugasnya
adalah melaksanakan, dibawah supervisi dekat, dengan sedikit
atau tanpa ruang gerak untuk pelaksanaan pertimbngan
independen :kerja rutin paling sederhana di kantor, bisnis, atau
operasi fiskal ; atau kerja elementer dari sebuah karakter tehnik
bawahan dalam sebuah bidang profesional, ilmiah atau tehnik.
Meliputi kelas-kelas dari posisi yang tugas-tugasnya adalah :
menjalankan, dibawah supervisi dekat, dengan ruang gerak
terbatas untuk latihan tentang pnilaian independen, kerja rutin
dikantor, bisnis atau operasi fiskal, atau kerja tehnik bawahan
sebanding dengan dari lingkup yang terbatas dalam sebuh bidang
profesional, ilmiah, atau tehnik yang menuntut beberapa pelatihan
atau pengalaman ; atau menjalankan pekerjaan lain dengan arti
penting, kesulitan dan tanggung jawab yang sama serta menuntut
kualifikasi yang sebanding.
Mencakup kelas-kelas posisi yang tugasnya adalah :
menjalankan, dibawah supervisi umum atau dekat,pekerjaan yang
agak sulit dan menuntut pekerjaan di kantor, operasi bisnis atau
fiskal , atau kerja tehnik yang sebanding dari lingkup terbatas
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 18/254
GS – 4
dalam bidang profesional, ilmiah atau tehnik yang menuntut dalam
hal apa saja suatu pelatihan atau pengalaman pengetahuan aktif
tetang pokok persoalan khusus; atau latihan yang sedemikian luas
atas pertimbangan independen sesuai dengan kebijakan ,
prosedur, dan tehnik yang dibangun dengan baik; atau
menjalankan pekerjaan lain yang arti pentingnya , kesulitan ,dan
tanggung jawabnya sama serta mnuntuit kualifikasi yang
sebanding.
Mencakup kelas-kelas dari posisi yang tugas-tugasnya adalah :
menjalankan, dibawah supervisi dekat atau umum, pekerjaan yang
tidak terlalu sulit dan tidak banyak menuntut tanggung jawab di
kantor bisnis an operasi fisik atau kerja tehnik bawahan yang
sebanding dalam satu bidang profesional, ilmiah atau tehnik yang
menuntut dalam hal apa saja.
(i) tidak terlalu banyak pelatihan dan penyeliaan kecil atau
pengalaman lainnya ;Metode point dari evaluasi jabatan adalah satu teknik evaluasi jabatan yang lebih
kuantitatif metode itu mencakup pengidentifikasian (1) beberapa faktor yang
dapat dikompensasikan, masing-masing memiliki berapa tingkat juga. (2)
sampai tingkat mana faktor-faktor ini ada dalam jabatan. Dengan demikian
andaikan bahwa ada lima tingkatan yang dapat terkadung dalam jabatan atau
pekerjaan seorang majikan.
Metode evaluasi jabatan perbandingan faktor metode perbandingan faktor
adalah juga satu tehnik kuantitatif dan menuntut adanya keputusan mengenai
jabatan mana yang memiliki faktor yang dapat dikonpensasi terpilih.
Langkah 3
Pengelompokkan jabatan serupa kedalam tingkatan upah.
Begitu satu metode evaluasi jabatan digunakan menetapkan nilai relatif dari
masing-masing jabatan, komite dapat beralih ketugas untuk menetapkan tarif
upah untuk masing-masing jabatan namun komite biasanya pertama-tama ingin
mengelompokkan jabatan-jabatan kedalam tingkatan upah.
Suatu tarif upah terdiri dari jabatan-jabatan dengan kesulitan atau arti penting
yang hampir sama sebagaimana ditetapkan oleh evaluasi jabatan, jika metode
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 19/254
point yang digunakan maka tingkat pembayaran terdiri dari jabatan-jabatan yang
termasuk kedalam satu kisaran point jika rencana pemeringkatan digunakan,
tingkatan terdiri dari semua jabatan yang masuk kedalam dua atau tiga
peringkat. Jika sistem klasifikasi yang digunakan, maka jabatan-jabatan sudah
klasifikasikan kedalam kelas atau tingkatan. Jika metode perbandingan faktor
yang digunakan, maka tingkatan akan terdiri dari kisaran khusus tarif
pembayaran.
Langkah 4
Penetapan upah untuk masing-masing tingkatan kurva upah
Kurva upah melukiskan secara grafis tarif upah yang dewasa ini dibayar untuk
jabatan-jabatan dalam masing-masing tingkatan upah, berhubungan dengan titik
atau peringkat yang ditetapkan pada setiap jabatan atau tingkat oleh evaluasi
jabatan.
Langkah 5
Cocokkanlah dengan baik tarif upah anda. Mencocokkan yang baik mencakup
memperbaiki tarif diluar garis dan biasanya mengembangkan kisaran tarif .
Mengembangkan kisaran tarif kebanyakan majikan tidak harus membayar harga
tarif untuk semua jabatan dalam satu tingkatan upah tertentu. Sebaliknya mereka
mengembangkan kisaran tarif untuk masing-masing tingkatan sehingga bisa saja
misalnya ada sepuluh tingkatan atau langkah dan tarif biaya yang berhubungan
dalam masing-masing tingkatan pembayaran.
Ada beberapa manfaat dalam menggunakan kisaran tarif untuk masing-masing
tingkatan upah. Pertama, majikan dapat mengambil satu pendirian yang lebih
fleksibel dengan pasar tenaga kerja.
Tarif upah juga memungkinkan anda mengurus perbedaan kinerja antara
karyawan dalam tingkatan yang sama atau antara karyawan dengan senioritas
yang berbeda. Memperbaiki tarif luar garis, tarif rata-rata untuk sebuah jabatan
bisa jatuh jauh diluar garis kurva atau jauh diluar kisaran tarif untuk tingkatannya.
Karyawan yang diupah terlalu rendah hendaknya ditingkatkan upahnya sampaiminimum dari kisara tarif untuk tingkatan upah mereka.
Kecenderungan terhadap konpensasi dewasa ini.
Upah berdasarkan keterampilan. Menurut seorang ahli ada beberapa perbedaan
kunci antara upah berdasarkan keterampilan (SBP : Skill based pay) dan upah
bedasarkan jabatan (JBP : Job based pay) yang didorong oleh evaluasi jabatan :
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 20/254
0 Testing kompetensi dengan JBP anda menerima upah yang dikaitkan pada
jabatan anda lepas dari apakah anda mengembangkan atau tidak kompetensi yang
dikukuhkan untuk melakukan jabatan secara efektif. Dengan SBP , upah dasar anda
tidak dikaitkn pada jabatan, melainkan pada keterampilan anda. anda harus diberi
sertifikat sebagai berkopenten dalam ketrampilan yang dituntut oleh jabatan untuk
mendapatkan peningkatan upah efek dari perubahan jabatan. Denagn JBP upah anda
biasanya berubah secara otomatis bila anda beralih jabatan, dengan SPB tidak bisa
demikian.
1 Senioritas dan faktor-faktor lain. Upah dalam sistem JBP sering terikat pada
masa dalam tingkatan atau senioritas. Dengan kata lain semakin lama anda bertugas
semakin banyak anda mendapatkan upah lepas dari seberapa baiknya kinerja anda,
sistem SBP didasarkan pada keterampilan bukan senioritas.
2 Peluang kemajuan. Khususnya ( tetapi tidak slalu ) ada kecenderungan untuk
menjadi lebih berpeluang untuk menjadi menjadi lebih bepeluang untuk kemajuan
dengan rencana-rencana SPB ketimbang dengan rencana JBP karena fokus
keseluruhan perusahaan membangun ketrampilan. Akibat wajar dari ini adalah bahwa
SBP meningkatkan kelenuran organisasi dengan mempermudah karyawan untuk
bergerak dari jabatan ke jabatan dari ketrampilan mereka ( dan dengan demikian upah
mereka ) bisa diterapkan pada lebih banyak jabatan dan dengan demikian lebih bisa
berpindah-pindah.
SDM dan Organisasi yang Tanggap
Broadbanding
Broadbanding berarti menghancurkan tingkatan dan kisaran upah mejadi hanya
beberapa level yang luas atau “band”, masing-masingnya selanjutnya memuat
kisaran jabatan dan level gaji yang lebih luas
Kuntungan dasarnya adalah bahwa ”broad” banding itu menyuntikkan lebih
besar kelenturan ke dalam kompensasi karyawan. Broadbanding itu pantas bagi
perusahan yang merampingkan hirarki dan organisasi merekadi sekeliling yang
mengelola diri sendiri. Kelompok gaji luas yang baru dpat meliputi baik penyeliamaupun bawahan dan dapat juga mempermudah pmindahan karyawan kecil
keatas dan kebawah skala upah tanpa disertai peningkatan promosi atau
pemotongan upah karena demosi.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 21/254
Broadbanding juga mduh karena jenis-jenis jabatan yang kurang terspesialisasi,
tidak ada batasnya danorganisasi yang dirangkul oleh banyak perusahaan
seperti general electric.
Mengapa rencana evaluasi jabatan masih digunakan secara luas.
Ada beberapa alasan untuk ini. Para penganjur berpendapat bahwa perbedaan
individual dalam perolehan ketrampilan dapat dipertimbangkan bahkan bila
rencana jenis point digunakan, karena kebanyakan perusahaan menggunakan
kisaran gaji untuk membuat kelmpok-kelompok jabatan yang serupa. Kisaran gaji
ini sering mencerminkan perbedaan dalam ketrampilan yang didapat oleh orang
yang berlainan yang mungkin bekerja pada jabatan yang sangat serupa.
Pembela evaluasi jabatan juga berargumentsi bahwa uraian jabatan bukanlah
suatu pebatasan jabatan, karena sebenarnya naif untk percaya bahwa karyawan
secara otomatis membatasi perilakumereka pada apa yang tertulis diatas
sepotong kertas
Selanjutnya tidak ada upah yang didasarkan ketrampilan dan juga tidak ada
upah yang berdasarkan pasaran yang secara keseluruhan meniadakan perlunya
mengevaluasi nilai suatu jabatan berhubungan dengan jabatan lain.
5.Penentuan Tingkat Upah
Penentuan tingkat upah adalah dilakukan setelah evaluasi jabatan dan survei
maka ditentukanlah tingkat upah yang menciptakan keadilan internal dan
eksternal.
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 3
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 22/254
AZAS MENETAPKAN UPAHFAKTOR PENENTUAN UPAH
*
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 3 ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti azas dalam penentuan upah
2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti faktor penentuan upah minimum
Tujuan Pemberian Gaji dan Upah
a. Ikatan Kerjasama
Dengan pemberian gaji/upah terjadilah ikatan kerjasama formal antara
pemilik/pengusaha dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 23/254
tugasnya dengan baik, sebaliknya pemilik/pengusaha wajib membayar gaji/upah
sesuai dengan perjanjian yang disepakati
b. Kepuasan Kerja
Dengan gaji./upah karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik,
status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja
c. Pengadaan Efektif
Jika gaji/upah ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang berkualitas
untuk perusahaan akan lebih mudah
d. Motivasi
Jika gaji/upah yang diberikan cukup besar, manajer mudah memotivasi
bawahannya.
e. Stabilitas Karyawan
Dengan gaji/upah atas pripsip adil dan layak secara internal dan eksternal
gejolak karyawan akan lebil kecil serta turn over rendah
f. Disiplin
Dengan pemberian gaji/upah yang cukup besar maka disiplin karyawan akan
lebih baik
g. Pengaruh Serikat Kerja
Dengan program gaji/upah yang baik pengaruh serikat kerja dapat dihindarkan
dan karyawan akan berkonsentrasi dalam bekerja.
h. Pengaruh Asosiasi Sejenis/Kadin
Dengan program gaji./upah atas prinsip adil dan layak secara eksternal
kompettitf maka turn over karyawan dapat ditekan.
i Pengaruh Pemerintah
Jika program upah dan gaji sesuai dengan undang-undang perbandingan yang
berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat
dihindarkan.
Azas-Azas Dalam Penentuan Gaji dan Upah
a. Azas KeadilanBesarnya gaji dan upah yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan
dengan hal-ahal sebagai berikut: prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko
pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan
internal konsistensi. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja sama yang
baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 24/254
b. Azas Layak dan Wajar
Upah yang diterima setiap karyawan harus memenuhi eksternal konsistensi yang
berlaku. Manajer HRD harus selalu memantau dan menyesuaikan gaji dan upah
agar sesuai dengan eksternal konsistensi yang berlaku
Faktor-Faktor yang Menentukan dalam Perencanaan dan Penentuan
a. Tingkat yang lazim, Tingkat upah dan gaji biasanya sangat tergantung pada
ketersediaan (supply) tenaga kerja di pasar tenaga kerja dan permintaan tenaga
kerja
b. Serikat Pekerja
Faktor yang cukup menentukan dalam menetapkan gaji dan upah dapat melebihi
nilai gaji berdasarkan dari segi analisis jabatan
c. Pemerintah
Pemerintah mempunyai kekuasan yang besar dalam mengatur perusahaan-
perusahaan seperti: menentukan tingkat upah minimum, jam kerja standar, dan
tunjangan yang harus dipatuhi oleh pengusaha.
d. Kebijakkan dan Strategi Penggajian
Kebijakan penggajian yang dipakai perusahaan seperti menetapi gaji diatas
harga pasar untuk menghadapi persaingan, memperhatikan tuntutan serikat
kerja untuk mencegah terjadinya kerusuhan
e. Faktor Internasional
Untuk perusahaan multinasional menetapkan gaji yang berbeda pada negara
yang berbeda yang disesuaikan dengan situasi di negara yang bersangkutan
f. Biaya dan Produktivitas
Tenaga kerja merupakan salah satu komponen yang sangat berpengaruh
terhadap harga pokok barang. Tinggi rendah harga pokok akan mempengaruhi
penjualan dan keuntungan.
Upah Minimum Provinsi/Kabupaten
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentangKETENAGAKERJAAN pasal 88
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 25/254
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan
kebijakan penmgupahan yang melindungi pekerja/buruh
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi:
0 upah minimum
1 upah kerja lembur
2 upah tidak masuk kerja karena berhalangan
3 upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
4 upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
5 bentuk dan cara pembayaran upah
6 denda dan potongan upah
7 hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
8 Struktur dan skala pengupahan yang yang proporsional
9 Upah untuk pembayaran pesangon dan
10 Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
Sejumlah undang-undang menetapkan apa yang harus dibayar oleh pengusaha
yang terdiri dari upah minimum, tarif lembur dan tunjangan hal ini terlihat pada:
Kebijakan upah minimum mulai ditetapkan di Indonesia pada awal tahaun 1970-an
(Awal Pemerintahan Orde Baru) sampai tahun 1980-an kebijakkan ini tidak efektif
karena upah minimum pada saat itu rendah sekali dan pekerja di lapangan kerja
formal yang memperoleh upah di bawah upah minimum sangat sedikit. Selain itu
serikat buruh sangat dikendalikan oleh pemerintah dalam menyuarakan aspirasinya.
Pada tahun 1980-an pemerintah mengeluarkan kebijakkan agar penentuan upah
minimum di seluruh wilayah Indonesia menggunakan ukuran Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM) yaitu kalori yang dibutuhkan seorang buruh dalam satu hari sebesar
2600 kalori per hari. Guna meningkatkan kesejahteraan pekerja KFM diganti oleh
ukuran Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang memuat ukuran kebutuhan pangan,
pakaian, perumahan, kesehatan dan rekreasi (Bambang, 2004)Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: KEP-
81/M/BW/1995 tentang Penetapan Komponen Biaya Hidup Minimum bahwa
kebijaksanaan pengupahan dan penggajian didasarkan pada kebutuhan hidup,
pengembangan diri dan keluarga tenaga kerja dalam system upah yang tidak
menimbulkan kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 26/254
nilai kemanusiaan yang menumbuhkan harga diri. Bahwa komponen Kebutuhan
Fisik Minimum (KFM) sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hidup pekerja oleh
karena itu perlu dikaji dan disempurnakan menjadi Komponen Kebutuhan Hidup
Minimum Pekerja KHMP atau disebut juga Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi
Idem pasal 89 ayat (1) upah mnimum dimaksud dapat terdiri atas:
0 upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota
1 upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota
Idem ayat (3) upah minimum sebagai dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi
dan/atau Bupati/Walikota
Seperti terlihat pada table berikut ini:
Tabel:
DAFTAR ISI KEBUTUHAN HIDUP MINIMUM UNTUK PEKERJA LAJANG
DALAM SEBULAN DENGAN 3000 KALORI PERHARI
NO Keperluan Mutu
Jenis
Konsumsi
Perbulan
Harga
Satuan (Rp)
Nilai
perbulan
I Makanan&minuman
1.Beras
2.Sumber protein
0 Daging
1 Ikan segar
2 Telorayam
3.Kacang-kacangan
4.Gula
5.Minyak Goreng
6.Sayuran
7.Buah-buahan
8.Sumber karbohidrat
9.Teh
10. Kopi
11.Bumbu-bumbuan
Kw
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 27/254
Perumahan&Fasilitas
12.Sewa rumah
13.Dipan/tempat tidur
14.Kasur & bantal
15.Seprei&srg bantal
16.Meja dan kursi
17.Piring makan
18.Gelas minum
19.Sendok dan garpu
20.Ceret Alumunium
21.Wajan Alumunium
22.Panci Email
23.Kompor minyak
tanah
24.Minyak tanah
25.Ember plastik
26.Tikar plastik
27.Listrik
28.Bohlam 3 a 25 watt
Adanya perbedaan harga barang dan jasa pada setiap daerah atau provinsi yangmenyebabkan terjadi perbedaan biaya hidup maka besarnya upah minimum
ditetapkan berbeda antar daerah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.Per.01/MEN/1999 yang
dimaksud dengan upah minimum adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan
tetap dengan kebutuhan upah pokok serendah-rendahnya 75% dari upah minimum.
Pengertian upah pokok sebagaimana diatur dalam SE-07/MEN/1990 adalah imbalan
dasar yang dibayar kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang
besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.Pengertian tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang diatur berkaitan dengan
pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta
dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok,
misalnya mingguan atau bulanan, tanpa dikaitkan dengan kehadiran atau
prestasi/produktivitas tertentu. Dengan demikian tujangan tetap bukan insentif. Jenis
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 28/254
tunjangan tetap ini dapat dengan berbagai macam sebutan, seperti: tunjangan
makan, tunjangan keluarga, tunjangan sakit dan lain-lain sepanjang memenuhi
pengertian trersebut diatas.
Contoh: DKI Jakarta, besarnya UMP adalah Rp.38.904,102,- per hari maka
besarnya upah pokok, minimal Rp.29.178.144,- ditambah tunjangan tetap, maksimall
sebesar Rp9.725,958.,- apabila tunjangan tetap lebih besar dari Rp.9.725,958,-maka
upah pokok tidak boleh kurang dari Rp. 29.178.144 -,-sehingga upah pekerja lebih
besar dari UMP
Namun demikian perlu diperhatikan bahwa:
0 Dengan adanya kenaikan UMP, maka tidak boleh dilakukan pergeseran
tunjangan tidak tetap (yang sebelumnya telah diberikan) menjadi tunjangan tetap
dengan tujuan memenuhi UMP.
1 Tunjangan yang selama ini telah diberikan, tetap menjadi hak pekerja dan
harus diberikan.
2 Khusus mengenai tunjangan transport, walaupun diberikan sebaiknya
tidak dimasukan ke dalam komponen upah.
Perkembangan Kebijakan Upah Minimum
Upah minimum riil, yaitu upah minimal yang disesuaikan dengan inflasi, dari tahun
1991 sampai dengan terjadinya krisis tahun 1997 meningkat secara rata-rata lebih
dari 10 % per tahun. Pada saat perekonomian tumbuh dengan tinggi, peningkatan
upah minimum yang relatif cepat memang diinginkan untuk meningkatkan kesejah
teraan pekerja. Dengan kenaikan tersebut tingkat upah minimum di berbagai
propinsi telah mendekati kebutuhan hidup minimum yaitu sekitar 95 % dari KHM,
namun menurun lagi setelah terjadi krisis ekonomi. Selanjutnya dalam upaya
mempertahankan pendapatan pekerja, upah minimum ditingkatkan lagi. Pada tahun
2000 upah minimum nominalsecara nasional rata-rata meningkat sekitar 30 %,
sedangkan secara riil meningkat dengan 16 % ,bahkan beberapa daerah meningkat
dengan tajam. Dengan kenaikan tersebut, upah minimum yang diperkirakanmencapai 70 % dari KHM pada tahun 1999, meningkat menjadi sekitar 85 % pada
ahun 2000. dengan adanya peningkatan upah minimum rata-rata 20 % pada tahun
2001, dierkirakan upah minimum akan mendekati 90 % dari KHM. Bahkan ada
beberapa daerah, seperti DKI Jaya, upah minimumnya dapat melampaui KHM. Upah
minimum di DKI Jaya secara riil meningkat lebih besar dibandingkan rata-rata
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 29/254
nasional pada 2001. peningkatan upah minimum yang terlalu cepat tanpa dibarengi
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpotensi mengurangi kesempatan kerja.
Distribusi upah pekerja selama tahun 1988 – 2000 mnunjukkan bahwa pada awal
1990an upah minimum belum meningkat. Upah pekerja “kerah biru” dilapangan
formal hampir semuanya berada diatas upah minimum. Kesimpulan ini didukung
oleh analisa kualitatif hasil survei yang menyimpulkan kurang dari 30 % pekerja
memperoleh upah dibawah upah minimum. Peningkatan ketentuan upah minimum
secara teratur sepanjang dasawarsa 1990an membuat upah minimum menjadi
meningkat. Sejak masa krisis, upah minimum menjadi meningkat untuk hampir
semua pekerja “ kerah biru” formal perkotaan. Karena,upah minimum sudah setara
dengan upah rata-rata di pasar kerja. Sehingga,kenaikan lebih lanjut upah minimum
akan membuat upah meningkat lebih cepat dari produktivitas pekerja formal di
perkotaan. Peningkatan upah minimum yang terus mnerus mengakibatkan upah
meningkat lebih cepat daripada peningkatan produktifitas pekerjanya. Dengan kata
lain, tingkat upah minimum berada di atas keseimbangan tingkat upah yang terjadi di
pasar tenaga kerja. Pekerja yang diberhentikan dapat menjadi penganggur atau
mencari pekerjaan di lapangan kerja informal dengan upah yang lebih
rendah.pekerja yang kehilangan pekerjaan formal ini kehilangan akses terhadap
berbagai macam jaminan, seperti jaminan kesehatan, jaminan tenaga kerja dan
jaminan lainnya. Selain itu, peningkatan upah minimum mempunyai dampak yang
besar pada kesempatan kerja kelompok-kelompok pekerja tertentu, seperti pekerja
wanita, pekerja usia muda, dan pekerja kurang terdidik dari penelitian tersebut
secara umum diperkirakan, peningkatan upah minimum riil sebesar 30 % ( ceteris
paribus ) akan mengurangi kesempatan kerja formal sebesar 3,3 %. sedangkan bila
dilihat dampaknya untuk kelompok pekerja tertentu, dengan kenaikan upah minimum
riil sebesar 30 % akan mengurangi kesempatan kerja sebesar 6 %. Analisa kualitatif
juga mendukung kesimpulan ini. Meningkatnya upah minimum memaksa banyak
perusahaan memberhentikan pekerjanya. Pekerja tersebut kebanyakan pindah
menjadi pekerja informal. Dengan demikian peningkatan upah minimum tidak sajamengurangi kesempatan kerja di lapangan kerja formal, tetapi juga berakibat buruk
bagi pendapatan kerja informal sebagai akibat meningkatnya kompetisi paar tenaga
kerja di lapangan kerja informal tersebut. Diperkirakan peningkatan10 % upah
minimum riil menurunkan pendapatan pekerja informal sekitar 1-4 %.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 30/254
Peningkatan upah minimum memberatkan perusahaan kecil. Akibat kenaikan upah
minimum secara terus menerus, pada tahun 2000 upah minimum mencapai dua kali
tingkat rata-rataupah pekerja di perusahaan-perusahaan kecil. Dari hasil
pemeriksaan analisa kualitatif terlihat pula bahwa lebih dari 60 % pekerja di
perusahaan kecil memperoleh upah dibawah upah minimum. Dengan demikian, jika
perusahaan-perusahaan kecil tersebut dipaksa untuk mengikuti ketentuan upah
minimum, banyak perusahaan kecil mendapatkan kesulitan untuk bisa “bertahan
hidup”. Sebaiknya, jika perusahaan kecil diberikan kelonggaran untuk tidak
mengikuti ketentuan upah minimum, hal ini dapat berakibat adanya struktur upah
yang dualistik antara perusahaan kecil dan besar. Selanjutnya , struktur upah
dualistik seperti ini dapat menimbulkan masalah baruseperti meningkatnya migrasi
dari desa kekota yang pada gilirannya mengakibatkan pekerja membanjiri lapangan
kerja informal di perkotaan. Hal ini disebabkan karena lapangan kerja formal di
perkotaan yang memberikan upah relatif tinggi juga terbatas kemampuannya dalam
menyerap tenaga kerja.
Penetapan Upah Melalui Perundingan Langsung Bipatrit
Seperti yang kita ketahui, setiap tahun pemerintah menaikkan upah minimum.
Untuk tahun 2004, misalnya pemerintah DKI Jakarta mengumumkan kenaikan upah
minimum sebesar 6,3 % berdasarkan perkiraan laju inflasi rata-rata tahun 2004
sebesar 6,5 %. Secara nominal hal ini berarti bahwa upah minimum DKI Jakarta
untuk tahun2004 lbih tingi Rp. 40.000 ( empat puluh ribu rupiah ) daripada upah
minimum tahun sebelumnya. Kelihatannya hal ini memang merupakan suatu
kenaikan. Tetapi secara riil, sesungguhnya tidak ada kenaikan. Yang sebenarnya
terjadi hanyalah penyesuaian, yaitu penyesuaian tingkat upah tahun berjalan
sebagai kompensasi perkiraan meningkatnya biaya hidup.
Sensus penduduk menunjukkan bahwa buruh yang sudah berkeluarga rata-rata
mempunyai tiga orang anak.eorang buruh di Jakarta mempunyai seorang istridan
tiga orang anak tentu saja tidak dapat hidup secara layak denan upah minimum DKI
sebesar Rp. 6.71.00 perbulan. Dengan kata lain, penghasilannya pas-pasan ajaatau sekedar cukupuntuk bertahan hidup.mungkin ia dapat menghidupi luarganya ,
tetapi tidak akan mamu menyekolahkan anak-anaknya, apalagi membiayai pedidikan
mereka sampai tamat SLTA. Ia juga tidak akan mempunyai cukup uang untuk
membeli barang-barang diluar kebutuhan pokok dan mengajak keluarganya
berekreasi, apalagi menabung. Jadi, tuntutan buruh untuk dapat mendapatkan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 31/254
kenaikan upah yang lebih tinggi dari pada upah minimum sebenarnya merupakan
hal yang wajar.
Penetapan upah minimum saat ini sangat tidak adil.
Mengapa tidak adil ? karena penetapan upah minimum cenderung hanya
menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dan kuat tetapi merugikan
perusahaan –perusahaan kecil dan sektor informal.
Mengapa menguntungkan perusahaan-perusahaan besar ? karena sekaligus tingkat
keuntungan yang mereka peroleh membuat mereka mampu membayar diatas upah
minimum yang ditetapkan pemerintah, perusahaan-perusahaan besar tetap saja
membiarkan upah buruh mereka selalu dengan tingkat minimum dengan dalih
bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan pemerintah
sendiri. Dengan kata lain, sekalipun perusahaan besar memperoleh kenaikan harga
sebesar 25 % misalnya, perusahaan tersebut tidak akan menaikkan upah buruhnya
sesuai dengan kenaikan upah yang ditetapkan pemerintah.
Upah minimum saat ini bukan lah upah yang layak.
Mengingat penetapan upah selalu didasarkan pada prinsip ‘minimum’ untuk
memenuhi kebutuhan pokok minimum pula, maka upah buruh dan hidup buruh akan
selalu berada dalam tingkat minimum, atau sekedar cukup untuk hidup. Hal ini tidak
sesuai dengan prinsip penetapan upah secara internasional sebagaimana yang
digariskan dalam rekomendasi ILO nomor 85 mengenai upah yang layak untuk
hidup. Upah harus dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh dan keluarganya.
Tidak ada kaitan / hubungan yang kuat antara penetapan upah minimum,
produktifitas dan rasa kepemilikan terhadap tempat kerja.
Penetapan upah minimum membuat buruh tidak terdorong untuk meningkatkan
produktivitas dan disiplin kerja karena prestasi apapun yang mereka berikan tidak
akan secara langsung dan nyata menaikkan jumlah upah yang mereka terima
dikaitkan dengan naik turunnya produktivitas atau prestasi kerja mereka, karena hal
ini akan mendorong mereka untuk bekerja lebih giat dan produktif, selain membuat
mereka merasa menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.Penetapan upah minimum cenderung mendorong terjadinya korupsi.
Data pengupahan wilayah DKI Jakarta tahun 2001 meunjukkan bahwa hanya 51 %
perusahaan di Jakarta mampu membayar upah minimum sesuai ketentuan
pemerintah dan sisanya mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran
upah minimum. Sementara itu, mayoritas perusahaan cenderung membuat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 32/254
kompromi upah sendiri dengan serikat buruh . sebagian besar perusahaanternyata
masih membayar upah dibawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah karena
mereka tidak dapat membayar sesuai dengan ketentuan .
Serikat buruh merasa kebijakan upah minimum dewasa ini kerap kali menjadi
pemicu timbulnya industrial. Penetapan upah minimum yang dilakukan secara
terpusat oleh pemerintah justru menghalangi tercapainya penetapan upah
berdasarkan kesepakatan bersama melalui perundingan bipatrit ditingkat
perusahaan, yang sebenarnya merupakan salah satu perwujudan hubungan
industrial yang sehat. Tingkat upah yang yang disepakati melalui perundingan
bipatrit adalah tingkat upah yang adil dan layak karena sama-sama diyterima oleh
kedua belah pihak dengan meggunakan produktivitas sebagai tolok ukur Artinya
buruh tidak dibayar terlalu rendah dan pengusaha tidak membayar terlalu tinggi
untuk tingkat produktivitas yang telah dicapai (Rekson Silaban 2004)
Mekanisme ini disusun berdasarkan dua prinsip utama. Prinsip pertama: penetapan
upah dilakukan melalui perundingan bersama di tingkat perusahaan. Prinsip kedua:
penetapan upah minimum berfungsi sebagai jaringan pangaman sosial untuk
melindungi buruh yang upahnya paling rendah, bukan untuk menggantikan
negosiasi upah antara serikat pekerja dan pengusaha.
Lima Faktor Untuk Dipertimbangkan Dalam Penetapan Upah
Dalam penetapan upah, Indonesia sebaiknya mengikuti rekomendasi konvensi ILO
nomor 85, dengan bertumpu pada lima faktor berikut :
0 Tingkat upah yang memungkinkan buruh memenuhi kebutuhan hidup minimum.
1 Indeks harga konsumen
2 Tingkat upah yang secara umum berlaku didaerah tertentu dan antar daerah.
3 Kondisi pasar kerja, dan tingkat perkembangan ekonomi dan pendapatan
4 perkapita .
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 33/254
MODUL 4
STRUKTUR UPAH
*
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 4 ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang struktur upah
2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti komponen dari struktur upah
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 34/254
Struktur Upah
1. Upah Satuan Waktu dan Upah Satuan Produk
Upah dapat ditentukan menurut satuan waktu (time rate) atau menurut satuan
produk yang dihasilkan (piece-rates). Upah menurut satuan waktu dapat
ditentukan dalam bentuk upah perjam, upah per hari, upah per minggu, upah
perbulan, atau upah pertahun.
Upah per jam, biasanya dipergunakan untuk pelaksanaan kegiatan yang sifatnya
tidak lama atau bersifat temporer seperti; konsultan, penceramah, tenaga bebas,
dan lain-lain. Upah per jam sering diberlakukan bagi pekerja paruh-waktu (part
timer).
Upah per hari, biasanya diberlakukan untuk pekerjaan yang sifatnya temporer
atau yang dapat dilakukan oleh perkerjaan tidak tetap. Misalnya pekerjaan
bangunan, pekerjaan panen pertaniaan dan perkebunan.
Upah per minggu biasanya diberlakukan untuk pekerjaan temporer, akan tetapi
perlu dilakukan juga untuk pekerja yang sama secara menerus dalam beberapa
minggu. Misalnya membuka tanah perkebunan.
Upah per bulan, biasanya diberlakukan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.
Pekerja mempunyai ikatan kerja dalam waktu yang relatif lama atau tetap
sehiingga disebut juga pekerja atau pegawai tetap. Disamping upah biasanya
diberikan juga beberpa jenis tunjangan seperti; tunjangan istri, tunjangan anak,
tunjangan keahlian dan lain-lain. Seluruh penerimaan dalam satu bulan tersebut
dinamakan gaji.
Upah menurut satuan produk adalah imbalan yang diberikan kepada pekerja
untuk setiap jumlah tertentu produk yang dihasilkan. Imbalan itu dapat dalam
yang dihasilkan dan dalam bentuk jumlah uang. Yang pertama disebut dengan
upah bagi hasil. Misalnya dari setiap 100 kg padi yang dipanen, pekerja yang
bersangkutan memperoleh 10 kg. Upah satuan produk dalam bentuk uang
misalnya ditentukan:
- Rp 20.000 untuk setiap pemasangan tembok bata seluas 10 M2
- Rp 10.000 untuk setiap menjahit dan memasang 10 kantong baju
- Rp 15.000 untuk setiap terjemahan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris
2. Gaji pokok dan tunjangan
Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan suatu jabatan
atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu. Gaji pokok di
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 35/254
suatu perusahaan disusun menurut jenjang jabatan dan jenjang kepangkatan.
Jenjang jabatan mencerminkan intensitas syarat yang harus dipenuhi untuk
menjalankan jabatan tersebut. Jabatan yang menuntut persyaratan lebih berat,
disusun dalam jenjang jabatan lebih tinggi dengan gaji pokok yang lebih besar.
Jenjang kepangkatan mencerminkan pemenuhan kualifikasi seseorang. Orang
yang memiliki kualifikasi lebih tinggi diberikan golongan pangkat lebih tinggi serta
dianggap mampu menjalankan jabatan atau melaksanakan pekerjaan dengan
persyratan lebih berat dan sebab itu patut menerima imbalan yang lebih besar.
Sesuai dengan kondisi perusahaan masing-masing dan hubungan antara
pengusaha dan pekerja, pengusaha memberikan tunjangan dan fasilitas`antara lain:
a. Tunjangan kemahalan diberikan atas kompensasi laju inflasi dan atau angka
biaya hidup yang relatif tinggi di beberapa wilayn ah tertentu.
b. Tunjangan jabatan baik tunjangan jabatan struktural maupun tunjangan jabatan
fungsional
c. Tunjangan transpor
d. Tunjangan perumahan
e. Tunjangan istri atau tunjangan suami
f. Tunjangan anak
g. Tunjangan pemeliharaan atau asuransi kesehatan
h. Tunjangan hari tua atau dana pensiun
i. Tunjang cuti
j. Tunjangan hari keagamaan dan lain-lain
Beberapa tunjangan tersebut mempunyai kaitan langsung dengan pekerjaan
atau produk seperti tunjangan pemiliharaan kesehatan, tunjangan hari tua dan
tunjangan kemahalan.Bebrapa tunjangan mempunyai sifat penunujang seperti
transpor, tunjangan perumahan dan tunjangan cuti. Beberapa tunjangan hanya
mempunyai fungsi sosial seperti tunjangan istri atau suami, tunjangan anak dan
tunjangan hati keagamaan.
Bebrapa perusahaan memberikan tujangan tersebut secara tetap tanpamempertimbangkan kehadiran kerja bukan seperti tunjangan jabatan, tunjangan
pemeliharaan kesehatan, dan tujangan hari keagamaan. Terdapat juga beberapa
perusahaan memberikan tujangan secarta tidak tetap atau tergantung kepada
kehadiran bekerja seperti tunjangan transpor.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 36/254
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa upah bukan saja mempunyai
fungsi ekonomis yaitu sebagai imbalan atas jasa berkerja yang diberikan, akan
tetapi juga mempunyai fungsi sosial dan fungsi insentif atau pendorong bagi
pekerja untuk bekerja produktif.
Seluruh komponen upah atau gaji yang din yatakan dalam bentuk uang
dinamakan uapah atau gaji bruto. Dari upah atau gaji tersebut mungkin masih
dipotong pajak penghasilan dan iuran dana pensiun atau kewajiban lain. Setelah
pengurangan tersebut, pekerja akan menerima upah net atau upah yang dibawa
pulang kerumah dan dinamakan take-home pay.
Dari hasil laporan penelitian SMERU (SMERU research report) pada Juni
2001tentang kebijakan upahminimum di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang,
Bekasi) dan Bandung diperoleh struktur upah sebagai berikut :
Tabel : 4.1 Komponen Upah Pekerja Pada Perusahaan Besar
White-collar Workers Blue-collar Worker Basic Wages -Basic Wages Basic Wages
Fixed Allowoances -Family Allowoances
- Transport Allowoances
- Extra Work Allowoances
Variable Allowoances -Work Premium
- Transport Allowance
- Meal Allowance
- Occupational Allowance
- Health Fund Allowance
-Social Security Allowance
-Weekday Overtime
-Sunday Overtime
-Holiday Overtime
-Meal Allowance
-Health Allowance
-Work-level Allowance
-Performance Bonus
-Special Task Allowance
-Extra-Work Allowance
-Coffee Allowance
-Shift Meal Allowance
-Transport Allowance
-Piece-Work Premium
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 37/254
Deductions -Transport eduction
-Work Premium Deduction
-Loan Deduction
- Health Fund Deduction
- Social Security Deduction
-Worker Union Fee
-Income Tax
-Social Security Deduction
-Income Tax
- Worker Union Fee
-Workers Welfare fund
3.Jenjang Jabatan
Jenjang jabatan adalah kelompok pekerjaan atau tugas-tugas dalam unit
organisasi yang dalam pelaksanaannya memerlukan syarat-syarat tertentu yang
sama atau hampir sama.Setiap organisasi atau perusahaan terdiri dari sejumlah kelompok pekerjaan
yang mempunyai syarat jabatan yang beberbeda. Syarat jabatan tersebut
mencerminkan sifat dan kompleksitas` pekerjaan.
Jenjang jabatan dapat disusun berdasarkan bobot syarat jabatan dari yang
tersederhana(terendah) hingga yang tersulit (tertinggi) dengan sifat perkerjaan
sebagai bderikut:
h. Sederhana dan lebih mengutamakan kegiatan fisik
i. Sederhana dengan aturan yang jelas, memerlukan latihan singkat dan
bimbingan teknis
j. Jelas dan tidak kompleks, memerlukan pengetahuan khusus dan
kewaspadaan pribadi
k. Memerlukan pengaturan tersendiri, inisiatif pribadi dan pengetahuan teknis
terten tu, serta menuntut tanggung jawab pribadi
l. Mencakup beberapa pekerja yang saling terkait, kompleks, memerlukan
tanggung jawab pribadi dan pengawasan terhadap bawahan.
m. Mencakup koordinasi bebrapa fungsi dan pengawasan beberapa orang dan
beberapa unit kecil.
n. Mencakup perumusan kebijakan pelaksanaan pengawasan dan koordinasi
unit-unit.
4.Jenjang Kepangkatan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 38/254
Jenjang jabatan disusun berdasarkan kompleksitas jabatan dan tanggung jawab
yang dipikul oleh seorang dalam memangku atau menjalankan jabatan-jabatan tersebut.
Kompleksitas dan tanggung jawab jabatan melahirkan syarat jabatan yaitu kualifikasi
yang harus dimiliki seseorang supaya pantas atau cocok menjalankan jabatan tersebut.
Kualifikasi atau kemampuan seseorang melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, akumulasi latihan dan pengalaman kerja
Jenjang kepangkatan menggambarkan kualifikasi yang dimiliki seseorang untuk
mengisi jabatan yang sesuai. Semakain tinggi pangkat seseorang , semakin tinggi
jabatan yang dapat dijalankannya.
5. Penyusunan Skala Upah
Jenjang jabatan juga mencerminkan upaya yang perlu diberikan untuk menjalankan
jabatan tersebut. Semakin tinggi jabatan, semakin besar upaya yang perlu dilakukan
dan sebab itu semakin besar imbalan atau upah yang harus diberikan
Dalam menyusun strutur dan skala upah, disamping jenjang jabatan dan kepangkatan,
perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:
Pertama, upah sebagai imbalan atas jasa kerja harus mencerminkan keadilan, yaitu
bahwa upah tersebut harus sesuai atau sebanding dengan jasa kerja yang diberikan
oleh masing-masing pekerja dalam proses produksi. Mereka yang memberikan upaya
atau kontribusi lebih besar patut menerima upah yang lebih tinggi
Kedua, upah harus berimbang. Mereka yang menduduki jabatan yang serupa harus
menerima upah yang kira-kira sama.
Ketiga, upah harus dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan kreluarganya
secara wajar
Keempat, Sistem pengupahan harus memuat sistem insentif untuk mampu menarik
tenaga-tenaga berkualitas, mendorong peningkatan produktivitas kerja, menumbuhkan
motivasi dan kreativitas serta menurunkan tingkat pergantian atau perpindahan pekerja
(labor turn-over)
Kelima, sistem pengupahan harus mampu menjamin kelangsungan perusahaan.
Pengusaha tidak boleh membayar upah terus menerus lebih tinggi dari kemampuannyasehingga mengakibatkan pengusaha terus merugi.
Keenam, skala upah atau gaji pokok disusun konkordan dengan struktur jabatan dan
struktur kepangkatan.
Ketujuh, perlu dijaga keseimbangan antara gaji pokok, tunjungan-tunjangan dan
jaminan lainnya
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 39/254
6. Tunjangan dan Jaminan Sosial
Tunjangan adalah suplemen terhadap upah atau gaji pokok dalam tiga fungsi, yaitu
berkaitan dengan pelaksanaan tugas, dalam rangka fungsi sosial dan sebagaik insentif.
Tunjangan yang berkaitan dengan dengan pelaksaan tugas adalah tunjangan jabatan,
baik struktural maupun fungsional. Misalnya lingkungan pegawai negeri tunjangan
strutural diberikan dalam jumlah tertentu seperti Kepala Bagian, Kepala sub Bagian.
Tungjangan fungsional diberikan karena sesuai dengan keahlian khusus yang dituntut
dalam pelaksanaan tugas jabatan tertentu, misalnya pengawas mutu produk (quality
control), guru, dosen, dokter dan lain-lain
Pejabat strutural dan pejabat pejabat fungsional biasanya tidak diberi upah lembur
walaupun mereka bekerja melebihi jam yang ditentukan. Oleh karena itu tunjangan
jabatan dapat pula dianggap sebagai kompensasi atas kelebihan waktu yang melebihi
jam yang ditentukan.
Jaminan Sosial
Untuk menjalankan fungsi sosisal upah, dapat diberikan beberapa macam tunjangan
seperti tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan, tunjangan perumahan dan asuransi.
Tunjangan keluaraga mencerminkan fungsi sosial upah karena setiap keluarga
karena setiap pekerja adalah anggota keluarga dan mempunyai tanggung jawab
keluarga. Disamping itu, situasi dan kondisi ekonomi keluarga akan mempengaruhi
konsentrasi pekerja dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Tunjangan kemahalan diberikan dalam rangka menyesuaikan upah atau gaji dengan
perubahan harga dan perbedaan biaya hidup didaerah-daerah tertentu. Skala dan gaji
pokok biasanya disempurnakan dalam priode tertentu biasanya 5-10 tahun. Sebelum
menyusun skala gaji baru setiap tahun perlu diberikan tunjangan kemahalan yang
disesuaikan dengan perkembangan harga-harga, indeks harga konsumen atau inflasi.
Tunjangan kemahalan jaga bisa diberikan pada pekerja didaerah dengan biaya hidup
yang relatif tinggi.
Tunjangan Perumahan
Beberapa perusahaan memberikan tunjangan perumahan menurut kelompok jabatan seperti Rp 100.000,- per bulan bagi pegawai rendah sampai Rp 1,5 juta per
bulan bagi Direktur Utama. Beberapa perusahaan lain memberikan tunjangan
perumahan sebagai prosentase gaji pokok dengan batas`maksimum misalnya 20
persen Gaji Pokok dengan maksimum Rp.1000.000 per bulan.
Jaminan Sosial
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 40/254
Sesuai dengan Undangn-undang No.3 tanggal 17 Pebruari 1992, program jaminan
sosial tenagakerja perusahaan diwajibkan mempunyai program jaminan sossial yang
mencakup:
a. Jaminan kecelakaan kerja
b. Jaminan kematian
c. Jaminan hari tua
d. Jaminan pemeliharaan kesehatan
Premi iuran jaminan kecelakaan kerja, iuaran jaminan kematian dan iuran jamiana
pemeliharaan kesehatan ditanggung oleh pengusaha dngusaha, sedangkan iuran
jaminan hari tua ditanggung oleh pengusahaan dan pekerja.
Program pensiun sesuai dengan Undang-undang No. 11 tahun 1992, setiap
perusahaan diwajibkan memasukkan pekerjanya dalam program pensiun. Program
ini dapat dikelola oleh badan tersendiri yang didirikan oleh perusahaan atau lembaga
keuangan yang sudah ada
Dari hasil survei majalah Swa dan Hay Group 2005 diperoleh metode penetuan
elemen kompensasi pada tabel 4.2 berikut ini:
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 41/254
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
COMPENSATION ELEMENTS
Hay PointsUkuran atau nilai suatu pekerjaan secara spesifik ditentukan oleh Hay Annual Base SalaryGaji Bulanan sebanyak 12
kali ditambah bonus tetap, seperti THR, bonus akhir tahun, bonus
liburan, dan sebagainya Annual Total CashAnnual Base Salary
ditambah berbagai bonus variabel seperti komisi, bonus performa, bagi hasil, insentif jangka pendek dllGuaranteed Cash Annual Base
Salary ditambah Fixed Cash Allowances atau berbagai tunjanganseperti uang transportasi, makan, perumahan, biaya hidup dllAnnual Total EarningsAnnual Total Cash ditambah Fixed Cash
Allowances atau berbagai tunjangan seperti uang transportasi,
makan, perumahan, biaya hidup dllAnnual TotalRemunerationsGabungan Annual Total Earning dan biaya-biaya
yang dikeluarkan perusahaan untuk benefit karyawan seperti mobil
kantor, keanggotaan klub,kesehatan dan dana pensiun Annual Total
Employment Cost Annual Total Remunerations Cost ditambahdengan jaminan Sosial Tenaga Kerja(Jamsosotek)
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 42/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 5
INSENTIFMETODE PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
*
**
*
*
*
Disusun oleh:Yanuar,SE.MM
PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 43/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke lima ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti jenis-jenis insentif
2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti penentuan metode pembagian hasil
Insentif dan Pembagian Keuntungan
Difinisi: Insentif adalah bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan
gainsharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan
produktivitas atau penghematan biaya
Program Insentif
Insentif yang diterima setiap karyawan dalam bekerja terdiri dari:
a. Piecework
Insentif yang diberikan berdasarkan jumlah output atau barang yang dihasilkan
pekerja
b. Production Bonus
Tambahan gaji yang diterima berdasarkan hasil kerja yang melebihi standar
yang ditentukan yang dihitung berdasarkan tingkat tariff tertentu untuk masing-
masing uit produksi
c. Comission
d. Insentif yang diberikan berdasarkan jumlah barang yang terjual berdasarkan
standar atau targret penjualan
e. Maturity Curve
Kurva yang menunujukkan jumlah tambahan gaji yang dapat dicapai sesuai
dengan prestasi kerja dan masa kerja untuk karyawan yang sudah mencapai
tingkat gaji maksimal sehingga mereka diharapkan terus berprestasi
f. Merit Pay
Penerimaan kenaikkan gaji setelah dilakukan penilaian prestasi yang dilakukan
oleh penyelia
g. Pay-for-Knowledge/Pay-for-Skill Compensation
Pemberian insentif didasarkan kepada apa yang dapat dilakukan untuk
organisasi melaljui pengetahuan yang diperoleh yang diassumsi mempunyaipengaruh besar terhadap organisasi
h. Non Monetary Incentive
Insentif yang diberikan dalam bentuk rotasi kerja, perluasan jabatan dan
pengubahan gaya
i. Insentif Eksekutif
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 44/254
Bonus yang diberikan kepada para manajer atau eksekutif atas peran mera
dalam menetapkan dan mencapai tingkat keuntungan tertewntu bagi organisasi.
Insentif ini dapat dalam bentuk: bonus tahunan atau kesempatan mendapatkan
saham perusahaan dengan harga tertentu
Penggolomgan Insentif
a. Insentif Individu
Penghasilan tambahan selain gaji pokok yang diberikan kepada individu yang
dapat mencapai standar prestasi tertentu. Contoh: upah per-out (menggunkan
satuan potong) dan upah per waktu (menggunakn jam)
b. Insentif Kelompok
Insentif yang diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka melebihi
standar yang telah ditetapkan. Para anggota kelompok dibayarkan dengan tiga
cara, yaitu: (1) seluruh anggota menerima pembayaran sama dengan
pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya, (2)
semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan anggota
yang paling rendah prestasi kerjanya. Dan (3) seluruh anggota menerima
pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima oleh
kelompok
Sistem Pemberian Insentif
Program insentif adalah salah satu cara untuk memungkinkan seluruh pekerja
merasakan bersama kemakmuran perusahaan. Jika organisasi mau mencapaii
inisiatif startegis mereka, maka pembayaran perlu dihubungkan dengan kinerja
sedemikian rupa sehingga pembayaran itu mengikuti tujuan karyawan dan tujuan
organisasi. Sistem pemberian insentif tersebut terdiri dari:
a. Bonus Tahunan
Bonus tahunan diberikan kepada karyawan berdasarkan prosentase laba yang
diperoleh oleh perusahaan setiap tahunnya yang disebut juga dengan jasa
produksi
b. Insentif LangsungDirancang untuk mengakui kontribusi luar biasa dari karyawan, seperti lama
kerja, prestasi istimewa, dan gagasan inovatif . Insentif ini biasanya diberikan
dalam bentuk: plakat, uang tunai, sertifikat dan karangan bunga
c. Insentif Individu
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 45/254
Insentif individu diberikan kepada karyawan karena apabila kinerja mereka
melebihi standar kinerja individu yang ditetapkan dan dikomunikasikan
sebelumnya.
d. Insentif Tim
Insentif tim diberikan kepada tim atau kelompok kerja apaibila kinerja mereka
melebihi dari standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Secara strategis insentif
tim menghubungkan tujuan individu dengan tujuan kelompok kerja yang pada
akhirnya dihubungkan dengan tujuan organisasi
e. Pembagian Keuntungan
Program pembagian keuntungan terbagi dalam tiga kategori. Pertama, program
distribusi sekarang menyediakan persentase untuk dibagikan tiap triulan atau
tiap tahun kepada karyawan. Kedua, program distribusi yang ditangguhkan
menemptkan penghasilan dalam satu dana titipan untuk pensiun,
pemberhentian, kematian dan cacat. Ketiga, program gabungan, program ini
membegikan sebagian keuntungan langsung kepada karyawan, dan
menyisihkan sisanya dalam rekening yang ditentukan.
f. Bagi Hasil
Program bagi hasil (gain sharing) dilandasi oleh asumsi adanya kemungkinan
terjadinya pemborosan pemakaian bahan jam kerja buruh yang mubazir.
Biasanya program bagi hasil melibatkan melibatkan karyawan dalam satu unit
kerja atau perusahaan
METODE PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
Gains-Sharing menyeimbangkan kemajuan kinerja perusahaan dengan
mendistribusikan keuntungan kepada karyawan. Gainsharing dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok besar, (!) kepemilikan karyawan, (2)
bagi hasil, (3) pembagian keuntungan, dan (4) rencana pengurangan biaya
a. Kepemilikan Karyawan
Adalah program untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
memiliki saham perusahan, sehingga mereka merasa memiliki perusahaan danmempunyai andil dalam kesuksesan perusahaan tersebut. Saham tersebut
dijual kepada karyawan dimana karyawan membayarnya dan saham diterima
sebagai ganti kenaikan gaji atau kenaikan upah.Pendekatan ini biasa disebut
rencana kepemilikan saham perusahaan ( Employee Stock Ownership Program
= ESOP)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 46/254
b. Rencana Production Sharing
Rencana ini memungkinan kelompok-kelompok kerja untuk menerima bonus
atas suatu hasil yang melebihi target yang ditentukan. Rencana tersaebut lebih
bertujuan jangka pendek dan berkaitan dengan sasaran produksi yang sangat
spesifik.
c. Rencana Profit Sharing
Rencana profit-sharing adalah rencana pembagian dengan karyawan. Dengan
mencadangkan suartu prosentase tertentu dari laba dari laba perusahaan
keseluruhan atau suatu persentase di atas suatu ambang dan mendistribusikan
keuntungan tersebut kepada karyawan. Apabila rencana ini berjalan baik akan
menciptakan rasa kepercayaan dan rasa senasib seperuntungan antara para
pekerja dan manajemen.
d. Perencanaan Pengurangan Biaya
Pendekatan ini adalah dengan memberikan penghargaan kepada pekerja atau
tim yang dapat menekan biaya, seperti: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dll
dibandingkan dengan biaya histories perusahaan. Penghargaan yang diberikan
bias berupa bunus kepada karyawan atau tim yang bias menekan biaya
tersebut.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 47/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 6
PROFIT SHARING
*
*
*
*
*
*
*
Disusun oleh:Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 48/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke enam ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui mengerti, dan memahami konsep dari profit sharing
2.Agar mahasiswa mengetahui hubungan profit sharing dengan kinerja/produktivitas,
komitmen dan kesempatan kerja
Profitsharing (pembagian keuntungan): karyawan memperoleh bagian tertentu dari
penghasilan mereka dikaitkan dengan keuntungan.
a. Jika dalam bentuk uang tunai disebut pembayaran terkait dengan keuntungan
(profit related pay)
b. Pembagian keuntungan berbasis saham: mengalokasikan saham kepada
karyawan berdasarkan keuntungan.
Penggunaan istilah profit sharing terutama jika semua atau paling tidak mayoritas
karyawan terlibat dalam skema ini.
Isu penting adalah: apakah komponen variable dari penghasilan merepresentasikan
penghasilan (1) tambahan atau (2) substitusi bagi upah dasar.
Teori “ekonomi saham” dari profit sharing dibangun atas ide bahwa komponen profit
adalah substitusi bagi upah dasar. Akan tetapi banyak penulis memandang profit
sharing sebagai sebuah pembayaran tambahan.
1. PROFIT SHARING DAN STABILISASI KARYAWAN
Teori Stabilisasi dari Profit Sharing
Martin Weitzman: profit sharing menciptakan insentif yang menggerakan ekonomi ke
“full employment”:
• Dibawah profit sharing, sebuah perusahaan membagi pembayaran upahnya ke
dalam upah dasar ditambah sebuah persentase dari keuntungan.
• Menurut Weitzman, ini menurunkan biaya marginal jangka pendek dari buruh
(tenaga kerja).
• Jika profit sharing berfungsi seperti yang dikemukakan Weitzman, maka profit
sharing tidak harus semata-mata menjadi sebuah penambah terhadap biaya
upah.
• Jika profit sharing dikaitkan dengan produktivitas yang lebih tinggi, maka profit
sharing akan menambah penghasilan total karyawan tanpa meningkatkan biaya
buruh.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 49/254
Salah satu kritik adalah bahwa profit sharing akan mengurangi insentif bagi investasi.
Akan tetapi jika profit sharing dapat menstabilisasi level permintaan, ini akan memiliki
efek positif terhadap investasi.
Krtik lain lagi mengatakan bahwa dengan membuat penghasilan karyawan lebih
variabel, maka akan terjadi transfer risiko dari pemegang saham ke karyawan. Akan
tetapi manfaat potensialnya adalah bahwa karena stabilisasi pekerjaan meningkat maka
risiko menurunnnya pekerjaan berkurang juga.
Bukti Empiris mengenai Efek Stabilisasi dari Profit Sharing
Sudah banyak penelitian yang dilakukan menyangkut topik ini. Penelitian-penelitian ini
fokusnya hanya dua:
a. apakah profit sharing berkontribusi ke stabilitas pekerjaan yang lebih tinggi pada
perusahaan-perusahaan yang menerapkannya; dan
b. apakah bonus-bonus profit sharing dimasukan sebagai bagian dari biaya
marginal buruh jangka pendek ketika pengambilan keputusan pekerjaan dibuat.
Bukti menunjukan bahwa profit sharing berkaitan dengan stabilitas pekerjaan yang tinggi
(oleh 11 penelitian), sedangkan sisanya ada yang mendukung secara parsial dan ada
yang tidak mendukung sama sekali. Studi oleh:
• OECD di US, kebanyakan studi menunjukan dukungan terhadap proposisi
bahwa profit sharing membantu menurunkan variabilitas pekerjaan
• Bradley dan Estrin di UK, jika hal lain tidak berubah, profit sharing selalu dicirikan
oleh kecilnya variabilitas pekerjaan.
Menyangkut proposisi kedua di atas, menyangkut bonus sebagai bagian dari biaya
buruh marginal, hasilnya beragam. Dari sepuluh studi yang di-review oleh Kruse (1998),
enam studi menunjukan hasil positif dalam arti mendukung teori profit sharing
sementara lainnya tidak mendukung atau hasilnya tidak jelas. Sedangkan dari empat
studi oleh OECD (1995), tiga mendukung proposisi ini. Kesimpulannya, profit sharing
membantu menstabilisasi pekerjaan.
2. EFEK INSENTIF DARI PROFIT SHARING
Pendahuluan
Profit sharing membuat karyawan mampu memperoleh manfaat dari keberhasilan
perusahaan di mana mereka dipekerjakan. Ini diharapkan meningkatkan insentif
(dorongan/rangsangan) di dalam karyawan dan karenanya berkontribusi kepada
produktivitas yang lebih tinggi.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 50/254
Ada beberapa manfaat potensial (Uvalic, 1991:12):
• Motivasi dan komitmen yang lebih tinggi
• Kemangkiran dan keluarnya karyawan yang lebih rendah
• Pekerja lebih mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan
perusahaan mereka
• Lebih besar investasi perusahaan di dalam human capital
• Mengurangi konflik di dalam perusahaan dan ketegangan antar manajemen
dengan karyawan
• Peningkatan organisasi kerja
Kritik dalam hal ini adalah menyangkut 1/N atau masalah “free rider”. N = jumlah
karyawan dalam sebuah perusahaan. Artinya setiap upaya ekstra karyawan di dalam
perusahaan yang menyebabkan tambahan profit, karyawan hanya memperoleh 1/Nbagian dari profit. Jika jumlah karyawan bertambah banyak, hasil bagi setiap karyawan
dapat diabaikan. Dalam keadaan ini karyawan mungkin tidak termotivasi untuk
memberikan upaya ekstra tetapi mungkin hanya menunggu hasil (free ride) dari
kontribusi karyawan lain. Tetapi ini hanya terjadi jika interaksi dalam kelompok diabaikan
(Fitzroy and Kraft, 1986:115).
Profit Sharing dan Kinerja
Kruse mengungkapkan bahwa dari studi-studi mengenai hubungan antara profit sharing
dan produktivitas (atau provitabilitas) memperlihatkan hubungan yang positif antara
keduanya dan hubungan mereka secara statistik signifikan. Hubungan positif bukan
selamanya kasual. Ada empat jenis bias yang perlu diperhatikan:
(1) perusahaan dengan produktivitas tinggi mungkin lebih bersedia menerapkan
profit sharing
(2) sebuah peningkatan dalam produktivitas karena diperkenalkannya profit sharing
mungkin semata-mata mencerminkan sebuah trend awal
(3) perlu diperhatikan juga barangkali ada perubahan lain yang kebetulan
bersamaan terjadinya dengan pengenalan profit sharing
(4) bahwa ada perusahaan mungkin sesuai dengan pengenalan profit sharing untuk
meningkatkan produktivitas, tetapi mungkin saja ada perusahaan lain tidak
sesuai.
Studi lain di Perancis, Jerman, Italia, UK dan USA menyimpulkan bahwa: profit sharing
terkait dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi (OECD, 1995:160).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 51/254
Peranan Partisipasi
Beberapa analis memberi tekanan mengenai pentingnya factor-faktor organisasi lain
bagi keberhasilan profit sharing. Misalnya tingkat profitabilitas dari perusahaan yang
menerapkan profit sharing lebih tingi ketimbang perusahaan lain.
Akan tetapi para peneliti (Bell dan Hanson: 1987) tidak bermaksud mengatakan bahwa
profit sharing yang mengarah ke profitabiitas yang tinggi tetapi mereka percaya bahwa
profit sharing adalah konsekuensi dari gaya partisipatif yang ditetapkan oleh manajemen
puncak, dan adalah gaya manajemen inilah—di mana profit sharing adalah salah satu
kunci untuk memperoleh komitmen—yang menghasilkan keuntungan bagi para
pemegang saham, manejer dan karyawan (p. 68).
Peneliti Amerika Serikat, Levine and Tyson (1990) menemukan saling-melengkapi
antara profit sharing dan partisipasi yakni sebagaimana partisipasi dapat menimbulkan
tuntutan akan profit sharing, profit sharing juga menimbulkan tuntutan untuk partisipasi.
Ketika ada profit sharing, penghasilan karyawan tergantung pada keputusan
perusahaan, dan karyawan ingin memiliki pendapat di dalam keputusan ini.
PSRF mencoba menggambarkan bagaimana kombinasi antara profit sharing dengan
pemberdayaan karyawan. Keduanya secara sendiri-sendiri telah memperlihatkan
kemampuannya kemampuannya meningkatkan kepuasan karyawan, produktivitas dan
profitabilitas. Tetapi profit sharing sendirian tidak mesti mendorong keterlibatan pribadi
karyawan, dan pemberdayaan saja tidak cukup menawarkan insentif keuangan atau
pertumbuhan jangka panjang. Tetapi secara bersama-sama yakni profit sharing dan
pemberdayaan telah membuat bisnis Amerika Serikat menjadi lebih kompetitif di
perekonomian global sekarang ini (1993:5)
Banyak riset lain seperti Kruse (1993), Kim (1998) juga menemukan interaksi antara
keterlibatan karyawan dengan profit sharing. Di samping itu mereka juga menemukan
bukti akan hubungan yang signifikan antara profit sharing bersama dengan keterlibatan
karyawan dan profitabilitas. Dan hubungan mereka adalah kasualitas.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 52/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 7
EMPLOYEE SHARE OWNERSHIP AND GAINSHARING
**
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 53/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke tujuh ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui mengerti, dan memahami konsep dari employee
ownwership and gainsharing
2.Agar mahasiswa mengetahui hubungan employee ownwership and gainsharing
dengan kinerja/produktivitas, komitmen dan kesempatan kerja
3. PENDAHULUAN
Employee share ownership (kepemilikan saham karyawan): sebuah pengaturan yang
menyediakan kepemilikan saham oleh karyawan di perusahaan mereka sendiri:
a. Bisa dengan mencadangkan proporsi tertentu dari saham perusahaan untuk
semua atau sekelompok karyawan, yang ditawarkan dengan “privileged terms”
dan dibatasi selama karyawan masih bekerja di perusahaan tersebut, atau
b. Karyawan ditawarkan pilihan untuk membeli saham perusahaan mereka setelah
jangka waktu tertentu dengan “ preferential terms”.
Jika pemberian saham didasarkan pada keuntungan makanya sebaiknya disebut bagian
dari pembagian keuntungan. Akan tetapi tidak didasarkan pada keuntungan maka
sebaiknya disebut kepemilikan saham karyawan saja.
Gainsharing (pembagian hasil): sekelompok skema insentif di mana karyawan
menerima bonus yang dikaitkan dengan kinerja kelompok. Ini bias didasarkan pada (1)
penghematan biaya atau (2) peningkatan produktivitas atau ukuran lain.
4. PROFIT SHARING, EMPLOYEE SHARE OWNERSHIP AND GAINSHARING DI
IRLANDIA
• Sebelas persen dunia kerja menerapkan profit sharing dan 11 persen
menerapkan kepemilikan saham karyawan = total 22% (UCD 1996-97)
• Yang terbaru mengenai partisipasi keuangan, dari 400 perusahaan yang
disurvey, 58% memiliki bentuk partisipasi keuangan dengan total karyawan
150.000 orang dan 80% darinya menerapkan partisipasi kauangan terbuka untuk
semua karya-wan. Dalam kasus ini partisipasi keuangan dikaitkan dengan
keuntungan, berba-gai jenis kepemilikan saham karyawan dan berbagai kategori
lainnya. (IBEC, 1999).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 54/254
• Ada juga dikenal dengan kesepakatan partisipasi keuangan di bawahn
Kemitraan 2000. Diperkirakan ada 80 kesepakatan telah tercapai antara 3000
perusahaan swasta yang tercakup dalam SIPTU.
• Data mengenai profit sharing dan kepemilikan saham karyawan di Negara-
negara Uni Eropa memperlihatkan bahwa (1996) partisipasi keuangan cukup
rendah (table 2) di hamper semua Negara Uni Eropa. Profit sharing hanya 8%
dan kepemilikan saham karyawan hanya 4%. Partisipasi keuangan tertinggi
terdapat di Inggris dan Perancis. (EPOC, 1996).
• Di Perancis, 57% dunia kerja menerapkan profit sharing, karena di sana wajib
diterapkan oleh perusahaan yang karyawannya paling sedikit 50 0rang. Di
Inggris 40% dunia kerja menerapkan profit sharing dan 23% menerapkan
kepemilikan saham karyawan. Berikutnya Swedia dengan 21% perusahaan
menerapkan profit sharing maupun kepemilikan saham karyawan dan Belanda
17% diterapkan paling sedikit salah satu dari bentuk partisipasi keuangan ini.
• Di Irlandia terdapat perbedaan data dari sumber nasional yang dikutip dalam
table 2 jika dibandingkan dengan sumber dari UCD. Akan tetapi ada perbedaan
antara ekdua sumber (EPOC dan UCD) yakni:
o EPOC mensurvey tempat kerja, sedangkan survey di Irlandia didasarkan
pada perusahaan yang bisa jadi meliputi beberapa tempat kerja.
o Survey UCD menyangkut karyawan pada umumnya, sedangkan EPOC
focus pada kelompok dengan karyawan yang jumlahnya terbesar
o UCD tidak memasukan karyawan dari bidang konstruksi sedangkan
EPOC mengikutkan mereka dalam survey-nya.
• Tingkat partisipasi keuangan di Irlandia belakangan ini lebih tinggi daripada yang
dikemukakan oleh EPOC. Dari data Kantor Revenue Commissioners, tingkat
partisipasi keuangan di Irlandia semakin meningkat.
5. KEPEMILIKAN SAHAM KARYAWAN
Pendahuluan
Sebagaimana dengan profit sharing, kepemilikan karyawan atas saham juga
berkontribusi kepada sikap yang lebih baik dan produjktivitas yang lebih tinggi. Dalam
praktek, skema insentif menggabungkan profit sharing dan kepemilihan saham.
Kepemilikan saham oleh karyawan adalah bentuk lain dari insentif kelompok sehingga
argument-argumen yang dibawah sebelumnya mengenai efek insentif dari profit sharing
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 55/254
juga berlaku bagi kepe-milikan saham. Akan tetapi teori formal dari stabilitas pekerjaan
dan profit sharing yang dikembangkan oleh Weitzman tidak berlaku bagi kepemilikan
saham oleh karyawan.
Kepemilikan Saham dan Sikap dan Perilaku Karyawan
Studi menunjukan bahwa karyawan yang memiliki saham akan mengalami kepuasan
lebih tinggi dan juga kemauan yang lebih tinggi untuk menjabat jabatan atau pekerjaan
yang sama kembali. Yang menarik adalah bahwa tingkat kepuasan yang lebih tinggi itu
hanya pada karyawan yang memiliki persepsi akan pengaruh dan keterlibatan yang
lebih besar. (Kruse and Blasi, 1997).
Dalam kaitan dengan perilaku (turnover, kemangkiran, dan kecelakaan/injuries), tidak
ditemukan adanya hubungan langsung dengan kepemilikan saham, tetapi ada situasii
menunjukan bahwa kombinasi antara kepemilikan saham dan partisipasi memiliki efek
yang positif dengan perilaku.
Kepemilikan Saham Karyawan dan Kinerja
Bukti USA
Di USA ada 6,5 juta karyawan yang berpartisipasi dalam skema kepemilikan saham
perushaan (ESOPs). Studi pada umumnya menemukan hubungan positif antara ESOPS
dan kinerja yang diukur dengan produktivitas atau profitabilitas. Meta-analisis oleh Kruse
dan Blasi juga mendukung hubungan yang positif ini (Kruse dan Blasi, 1997).
Studi lain mencoba menghubungkan ESOPs dengan tingkat penjualan dan
pertumbuhan employment dan hasil studi menunjukan bahwa ESOPs selalu dikaitkan
dengan peningkatan penjualan dan pekerjaan. Perusahaan yang menerapkan ESOPs
rata-rata memperoleh tingkat penjualan dan pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan persuhaan sejenis dalam hal usaha dan ukuran yang tidak menerapkan ESOPs
(Quarrey and Rosen, 1997). Mereka kemudian menggunakan analisis regresi untuk
mencoba mengidentifikasi karakteristisk perusahaan apa yang dikaitkan dengan kinerja
yang tinggi dari perusahaan yang menerapkan ESOPs. Variabel yang paling konsistendan memiliki efek yang signifikan secara statistic adalah partisipasi karyawan. Dua
ukuran yang digunakan untuk mengjuantifikasi partisipasi karyawan:
(1) persepsi manejer mengenai pengaruh karyawan; dan
(2) jumlah kelompok yang berpartisipasi (gugus mutu, dll.)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 56/254
Sampel yang terdiri dari perusahaan ESOPs dibagi ke dalam perusahaan dengan
tingkat partisipasi karyawan rendah, sedang, dan tinggi. Ditemukan bahwa sebagian
besar peningkatan kinerja setelah mengikuti ESOPs adalah karena perusahaan
menerapkan keterlibatan karyawan sedang atau tinggi. Studi ini menunjukan bahwa
sebuah kombinasi kepemilikan karyawan dan partisipasi akan mengarah ke
pertumbuhan korporasi yang lebih cepat.
Studi lain seperti oleh Winther dan Marens (1997) juga memperlihatkan hasil yang sama
yakni perusahaan dengan keterlibatan tinggi memperlihatkan kinerja karyawan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan keterlibatan karyawan rendah.
Hubungan yang kuat antara kinerja dengan keterlibatan karyawan memperlihatkan
adanya kemungkinan bahwa adalah keterlibatan dan bukan kepemilikan yang
merupakan variable kunci di dalam meningkatkan kinerja. Studi Washington
menemukan keterlibatan karyawan yang memiliki saham memperlihatkan kinerja yang
lebih tinggi dibandingkan dengan keetrlibatan karyawan yang tidak memiliki saham.
Studi lain oleh GAO juga memperlihatkan hasil yang sama.
Bukti Eropa
Mygind (1987) meneliti perusahaan-perusahaan yang dimiliki juga oleh karyawan di
Scandinavia menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh karyawan
memiliki produktivitas buruh dan modal yang lebih tinggi dari rata-rata industri. Di
Sewdia (Lee, 1988) memperlihatkan tidak ada hubungan antara produktifitas factor
produksi keseluruhan dengan kepemilikan karyawan. Di Jerman (Fitzroy and Kraft)
menemukan rasio antara kepemilikan modal saham karyawan terhadap total modal
sangat signifikan. Di UK (Richardson and Nejad, 1986) ada hubungan yang jelas dan
signifikan secara statistic antara pergerakan harga saham dan skema kepemilikan
termasuk skema profit sharing berbasis saham. Hasilnya sesuai dengan psoposisi
bahwa partisipasi keuangan mengarah ke peningkatan kinerja keuangan yang
signifikan. Studi di tempat lain baik di Negara tertentu (Brown, Fakhfakh and Sessions,
19990 di prancis maupun di gabungan beberapa Negara (Festing et al, 1999) di Jerman,
p\Perancis, Swedia dan Inggris memperlihatkan hubungan yang kuat antara kepemilikansaham dan peningkatan produktivias serta menurunnya kemangkiran/absenteeism.
Bukti Jepang
Di Jepang karyawan membeli saham dengan disubsidi oleh perusahaan. Saham
diopegang oleh saham bank penjamin dengan hak menarik saham yang terbatas;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 57/254
biasanya 20 tahun bagi seorang karyawan sebelum diperbolehkan menarik sebagian
saham. Keadaan ini telah menurunkan hasrat karyawan untuk keluar dari perusahaan
dan semakin mendorong investasi dalam human-capital yang spesifik perusahaan. Paar
eksekutif tidak diperkenankan dalam berpartisipasi dalam ESOPs. Jones and Kato
(1995) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistic antara ESOPs
dan produktivitas, meskipiun tidak dengan serta merta tetapi dalam 4 sampai 5 tahun
produktivitas akan meningkat sekitar 4-5 persen poin.
Kesimpulan
• Hubungan antara kepemilikan saham karyawan dan kinerja adalah lebih lemah
ketimbang dalam kasus profit sharing.
• Hubungan antara kepemilikan saham karyawan dan kinerja korporasi diteliti
secara lebih m,enyeluruh di Amerika Serikat dan menemukan hubungan yang
positif antara kepemilikan saham karyawan dengan produktivitas/profitabilitas.
• Banyak studi menemukan bahwa kepemilikan saham karyawan meningkatkan
sikap dan perilaku karyawan.
• Kepemilikan saham akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan bentuk-bentuk
lain dari keterlibatan karyawan.
6. GAINSHARING
Meskipun gainsharing kadang digunakan untuk insentif kelompok, gainsharing juga
digunakan dalam pengertian yang lebih spesifik di mana gain (hasil) diperoleh dari
penghematan biaya atau peningkatan produktivitas yang dibagi dengan karyawan.
Ada tiga komponen gainsharing:
a. sebuah filosofi manajemen yang mengutamakan partisipasi, potensi dan
kreativitas karyawan
b. sebuah system keterlibatan terstruktur untuk memperoleh dan mengimple-
mentasikan saran-saran karyawan kea rah peningkatan produktivitas; dan
c. sebuah formula untuk membagi manfaat dari penghematan yang diperoleh dari
produktivitas antara karyawan dan perusahaan mereka (European Industrial
Relations Review , Issue 269, June, 1996).
Ada tiga standar rencana gainsharing:
a. Scanlon Plan: memberikan bonus berdasarkan rasio biaya gaji dengan nilai
output bruto.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 58/254
b. Rucker Plan: berfokus pada nilai tambah ketimbang output bruto insentif
diberikan karena penggunaan semua input secara efisien (penghematan).
c. Improshare Plan: didasarkan pada jumlah jam tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk memproduksi tingkat output tertentu bonus diberikan jika jumlah jam
tenaga kerja yang digunakan berada dibawa jam tenaga kerja yang dibutuhkan
dalam “kondisi normal”. (strauss, 1990: 23-24).
Jika ada bentuk baru biasanya didasarkan pada salah satu dari tiga bentuk di atas. Dari
ketiga bentuk di atas Improshare yang terbaru dan penelitian menunjukan bahwa
setelah diperkenalkan Improshare, produktivitas buruh meningkat 21% (Fein, 1983),
dan 17,5 % (Kaufman, 1992).
Bullock and Tubbs (1990) menemukan adanya peningkatan hasil bagi karyawan dan
perusahaan. Meskipun tidak semuanya sukses, Collins (1998) menemukan bahwa
penggunaan Scanlon Plan di beberapa perusahaan menunjukan hasil yang baik.
Kruse dan Blasi (1998: 44-45) menemukan beberapa kondisi di mana gainsharing dapat
berhasil, yakni:
• keterlibatan kartyawan tinggi dalam hal disain dan operasi
• periode pembayaran yang lebih pendek
• pemberian berdasarkan produktivitas
• target yang dapat dikendalikan
•
penggunaan konsultan dari luar • pandangan karyawan yang mendukung dan komitmen manajerial ketika program
diterapkan, dan
• persepsi atas keadilan prosedur dan pembagian
Hasil lain yang dieproleh adalah misalnya penurunan tingkat kegelisahan dan
kemangkiran (Arthur and Jelf (1999), jadi tidak hanya pada keuntungan financial.
7. PARTISIPASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Pendekana Uni Eropa terhadap Partisipasi Keuangan
Semua Negara UE kecuali Spanyol dan Italia memiliki bentuk tertentu dari insentif untuk
mendorong skema partisipasi keuangan. Yang paling lengkap di Perancis dan UK.
Perancis menjadikannya wajib dalam hal profit sharing bagi perusahaan dengan
karyawan >= 50 orang. Di samping memperoleh profit sharing juga memperoleh
keringanan pajak penghasilan. UK (Inggris) menerapkan skema profit sharing berbasis
saham sama dengan di Irlandia di samping ada tax incentives. Rata-rata peemrintah
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 59/254
mendorong diterapkannya partisipasi keuangan dengan undang-undang dan peraturan
pemerintah.
Tax Incentives untuk Mendorng Partsipasi Keuangan di Irlandia.
Pada tahun 1982 diterbitkan Financial Act menyangkut insentif pajak untuk mendukung
Skema Profit Sharing (APSS). Berdasarkan ini, seorang karyawan dapat diberikan
saham di perusahaan dia bekerja sampai senilai 10,000 poundsterling per tahun tanpa
terkena pajak penghasilan. Bahkan pada tahu 1999 batasnya dinaikan sampai 30.000
poundsterling. Dan banyak skema insentif yang lain
Peranan Kebijakan
Salah satu dari manfaat profit sharing adalah kemampuannya berkontribusi dalam
menstabilisasi perekonomian pada level kesempatan kerja yang tinggi. Teori ekonomi
saham dari profit sharing yang dikemukakan oleh Weitzman (1984) menjadi sebuah
dasar ekonomis luar biasa untuk ide bahwa profit sharing dapat memberikan kontribusi
terhadap pencapaian dan pemeliharaan kesempatan kerja penuh (full employment). Jika
profit sharing dapat memberikan kontribusi secara signifikan dalam menstabilisasi
perekonomian, maka ini akan menjadi dasar untuk membebaskan pajak dari profit
sharing. Hal ini karena lebih banyak lagi manfaat yang bias diperoleh dari perekonomian
yang stabil. Peekrjaan yang stabil dan produtivitas yang tinggi adalah beberapa contoh
lainnya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 60/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 8
PERHITUNGAN UPAH LEMBUR
*
*
*
**
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 61/254
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke delapan ini adalah:1.Agar mahasiswa mengetahui mengerti, dan memahami konsep dari lembur 2.Agar mahasiswa bisa menghitung besarnya upah upah lembur
Kep Men No 102/ MEN/VI/2004 Tentang Perhitungan Lembur
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004
TENTANG
WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang : a.
bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 78 ayat (4) Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diatur mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja
lembur;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan
Menteri;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 62/254
Mengingat : 1.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Pengawasan PerburuhanTahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk
seluruh Indonesia (Lembaran Negara Repupblik Indonesia
Tahun 1951 Nomor 4);
2.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3839);
3.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentangKewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
5.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M
Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong
Royong;
Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga KerjasamaTripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004.
2.Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit
Nasional tanggal 23 Maret 2004;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH
KERJA LEMBUR.
Pasal 1.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 63/254
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam
sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1(satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja
pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan
Pemerintah.
2. Pengusaha adalah :
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankansuatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan byang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
3. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swastamaupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus danmempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
4. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan gunamenghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
5. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
6. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,
atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruhdan keluarganya atas suatu pekerja dan/ atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.
7. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pasal 2
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 64/254
(1) Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali
bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu.(2) Perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri.
Pasal 3
(1) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.(2) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari
libur resmi.
Pasal 4
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib
membayar upah lembur.(2) Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu, tidak
berhak atas upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), denganketentuan mendapat upah yang lebih tinggi.
(3) Yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) adalah mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya
tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai
denga peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Perhitungan upah kerja lembur berlaku bagi semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaaan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 6
(1) Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha
dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan.(2) Perintah tertulis dan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja
lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan
pengusaha.(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus membuat daftar
pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja
lembur dan lamanya waktu kerja lembur.
Pasal 7
(1) Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 65/254
berkewajiban :
1. membayar upah kerja lembur;2. memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya;
3. memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori
apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih.
(2) Pemberian makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c tidak boleh diganti dengan uang.
Pasal 8
(1) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.
(2) Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.
Pasal 9
(1) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan
besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau
dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu.
(2) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upahsebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
(3)Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka upah sebulan dihitung
berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebihrendah dari upah dari upah minimum setempat.
Pasal 10
(1) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar
perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah.(2) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak
tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh
puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.
Pasal 11
Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut :
1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja :
a.1. untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5
(satu setengah) kali upah sejam;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 66/254
a.2. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah
sebesar 2(dua) kali upah sejam.2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau
hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh)
jam seminggu maka :
b.1. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah
sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali
upah sejam. b.2. apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan
upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam
keenam 3(tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan4 (empat) kali upah sejam.
3. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau
hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat
puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8
(delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilandibayar 3(tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4
(empat) kali upah sejam.
Pasal 12
Bagi perusahaan yang telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang
nilainya lebih baik dari Keputusan Menteri ini, maka perhitungan upah lembur tersebut tetap berlaku.
Pasal 13
(1) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur,
maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawasketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
(2) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka dapat meminta
penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi.(3) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur
pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam
1(satu) Provinsi yang sama, maka yang berwenang menetapkan besarnya upahlembur adalah pengawas ketenagakerjaan Provinsi.
(4) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapatmeminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pasal 14
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 67/254
Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada
perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Provinsi, maka yang berwenangmenetapkan besarnya upah lembur adalah Pengawas Ketenagakerjaan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pasal 15
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor:KEP-72/MEN/1984 tentang Dasar Perhitungan Upah Lembur,Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-608/MEN/1989 tentang
Pemberian Izin Penyimpangan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Bagi
Perusahaan-perusahaan Yang Mempekerjakan Pekerja 9 (sembilan) Jam Seharidan 54 (lima puluh empat) Jam Seminggu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia Nomor: PER-06/MEN/1993 tentang waktu kerja 5 (lima)
Hari Seminggu dan 8 (delapan) Jam Sehari, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 16
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2004
MENTERI
TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
JACOB NUWA WEA
Contoh perhitungan upah lembur:Ahmad karyawan PT. Semoga Sukses mempunyai satu istri dan dua orang
anak, dengan komponen upah tetap sebagai berikut:
- Gaji pokok …………………………. Rp.1.500.000,-
- Tunjangan fungsional ………………. Rp.1.000.000,-
- Tunjangan kesehatan ………………. Rp. 300.000,-
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 68/254
Hitunglah upah lembur si Ahmad jika:
a. lembur pada hari kerja selama 3 jam
b. lembur 8 jam pada hari istirahat mingguan dan atau hari libur resmi untuk
waktu kerja 6 hari kerja dan 40 seminggu
c. lembur 8 jam pada hari istirahat mingguan dan atau hari libur resmi untuk
waktu kerja 6 hari kerja dan 40 seminggu dan hari libur resmi jatuh pada hari
kerja terpendek
d. lembur 8 jam pada hari istirahat mingguan dan atau hari libur resmi untuk
waktu kerja 5 hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu
Jawab:
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 69/254
PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 9
HUBUNGAN INDUSTRIAL
*
*
*
*
**
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 70/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 9 ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti ruang lingkup hubungan
industrial
2.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang lembaga bipartit dan
lembaga tripartit
Hubungan Industrial
Adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan/jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kelembagaan Hubungan Industrial
Adalah lembaga ketenagakerjaan yang terbentuk dari unsur serikat pekerja/serikat
buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan,
organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan yang telah
terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan instansi pemerintah.
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Fungsi Pemerintah, Pekerja dan Pengusahan adalah sbb:
(1) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi
menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan,
dan melakukan
penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan.
(2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikatpekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai
dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi,
menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan
perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 71/254
(3) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi
pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembang-kan
usaha, memperluas lapangan
kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara
terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana :
a. serikat pekerja/serikat buruh;
b. organisasi pengusaha;
c. lembaga kerja sama bipartit;
d. embaga kerja sama tripartit;
e. peraturan perusahaan;
f. perjanjian kerja bersama;
g. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan
h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat
pekerja/serikat buruh ber-hak menghimpun dan mengelola keuangan serta
mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
(3) Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dalam ang-garan dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Organisasi Pengusaha
(1) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.(2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang ber-laku.
Lembaga Kerja Sama Bipartit
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 72/254
(1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau
lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
(2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi
sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di
perusahaan.
(3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh
pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di
perusahaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga
kerjasama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Lembaga Kerja Sama Tripartit
(1) Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat
kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan
pemecahan masalah ketenagakerjaan.
(2) Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari :
a. Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota; dan
b. Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
(3) Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
pengusaha, dan seri-kat pekerja/serikat buruh.
(4) Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Perusahaan
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlakusetelah disahkan oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak berlaku bagi peru-sahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 73/254
Pasal 109
Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang
bersangkutan.
Pasal 110
(1) Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari
wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat
buruh maka wakil pe-kerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
pengurus
serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat
buruh, wakil pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan para
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 111
(1) Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
c. syarat kerja;
d. tata tertib perusahaan; dan
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
(2) Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang undangan yang berlaku.
(3) Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib
diperbaharui setelah habis masa berlakunya.
(4) Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/ serikat
buruh di perusahaan meng hendaki perundingan pembuatan perjanjian kerjabersama, maka pengusaha wajib melayani.
(5) Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap
berlaku
sampai habis jangka waktu berlakunya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 74/254
Pasal 112
(1) Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) harus sudah diberikan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan
diterima.
(2) Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 111
ayat (1) dan ayat (2), maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum
disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan
dianggap telah mendapatkan pengesahan.
(3) Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) Menteri atau pejabat yang
ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai
perbaikan peraturan perusahaan.
(4) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal
pemberitahuanditerima oleh pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah
diperbaiki kepada Menteri ataupejabat yang ditunjuk.
Pasal 113
(1) Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya
dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil
pekerja/buruh.
(2) Peraturan perusahaan hasil perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
mendapat pengesa-han dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 114
Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah
peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
Pasal 115
Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaandiaturdengan Keputusan Menteri.
Bagian Ketujuh
Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 116
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 75/254
(1) Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa
serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
(2) Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan secara musya-warah.
(3) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuat secara
tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
(4) Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa
Indonesia, maka per-janjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap
sudah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 117
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak
mencapai kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
Pasal 118
Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang
berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan.
Pasal 119
(1) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat
buruh, maka serikat pekerja/seri-kat buruh tersebut berhak mewakili
pekerja/buruh dalam perundingan
pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki
jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki jumlah anggota
lebih dari 50%(lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh diperusahaan maka serikatpekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh
dalam perundingan denganpengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh
yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui
pemungutan suara.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 76/254
(3) Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai
maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan
kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan
pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak
dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 120
(1) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat
pekerja/serikat buruhmaka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan
perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan
tersebut.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi,
makaserikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai
jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah
pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan
dengan pengusaha.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak
terpenuhi,maka para seri-kat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding
yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah
anggota masing-masing serikatpekerja/serikat buruh.
Pasal 121
Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
dan Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota.
Pasal 122
Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) diselenggarakan
oleh panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerja/buruh dan pengurus serikat
pekerja/serikat buruh yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dan pengusaha.Pasal 123
(1) Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang
masa berlakunya pa-ling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis
antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 77/254
(3) Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling
cepat 3 (tiga) bulan se-belum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang
berlaku.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak mencapai
kesepakatan maka perjan-jian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku
untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 124
(1) Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat :
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan
perundangundanganyang berlaku sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka
ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 125
Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja
bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
Pasal 126
(1) Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan
ketentuan yang ada da-lam perjanjian kerja bersama.
(2) Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian
kerja bersama atau peru-bahannya kepada seluruh pekerja/ buruh.
(3) Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersamakepada setiap pekerja/ buruh atas biaya perusahaan.
Pasal 127
(1) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh
bertentangan dengan perjanjian kerja bersama.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 78/254
(2) Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam
perjanjian kerjatersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan
dalam perjanjian kerja bersama.
Pasal 128
Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian
kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.
Pasal 129
(1) Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan
perusahaan,selama di perusa-haan yang bersangkutan masih ada serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan
perjanjiankerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan
yang ada dalamperaturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan
yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
Pasal 130
(1) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan
diperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1
(satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan
pembaharuan perjanjian kerja bersama tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasal
119.
(2) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya
akandiperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih
dari 1 (satu)serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang
dulu berunding tidaklagi memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka
perpanjangan atau pembuatanpembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan
oleh serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya lebih 50% (lima puluhperseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan bersama-sama
dengan serikat pekerja/serikat buruh yang membuat perjanjian kerja bersama
terdahulu dengan membentuk tim perunding secara proporsional.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 79/254
(3) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya
akandiperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih
dari 1 (satu)
serikat pekerja/ serikat buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang
ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan
pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan menurut ketentuan Pasal 120
ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 131
(1) Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan
kepemilikan perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing
perusahaan mempunyai perjan-jian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama
yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan
pekerja/buruh.
(3) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan
yangmempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum
mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama tersebut
berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya
jangka waktu perjanjian kerja bersama.
Pasal 132
(1) Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali
ditentukan lain dalam perjanjian kerja bersama tersebut.
(2) Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian
kerja bersama selan-jutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 133Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan,
dan pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menteri.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 80/254
Pasal 134
Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha,
pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan
perundangundangan
ketenagakerjaan.
Pasal 135
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan
hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan
pemerintah.
Bagian Kedelapan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan Hubungan Industrial
Pasal 136
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha
dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui
prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan
undang-undang.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 81/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 10
HUBUNGAN INDUSTRIAL
*
*
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 82/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 10 ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti ruang lingkup serikat kerja
2.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang syarat pembentukan berdasarkan
undang-undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2000 tentang tentang serikat
pekerja/serikar buruh
Latar belakang Pemikiran
a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan
maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak
setiap warga negara; b. bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat
pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh
yang bebas,terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab; c. bahwa serikat
pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan,melindungi, dan
membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta
mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c perlu
ditetapkan undang-undang tetang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), pasal 27, dan pasal 28 Undang-undang Dasar
1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999;
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripadanya
Hak Untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (LembaranNegara Tahun 1956
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050) ;3. Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (LembaranNegara Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat
bebas,terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab gunamemperjuangkan,membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh
sertameningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruhyang
didirikan oleh para pekerja/buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh disatu
perusahaan atau di beberapa perusahaan.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 83/254
3. Serikat pekerja/serikat buruh diluar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh
yang didirikan oleh pekerja/buruh yang bekerja diluar perusahaan.
4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat
buruh.
5. Konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat
pekerja/serikat buruh.
6. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk yang lain.
7. Pengusaha adalah:
a. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
perusahaan milik sendiri;
b. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara,
yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk
yang lain.
9. Perselisihan antar serikat pekerja/antar serikat buruh, federasi dan konferensi
serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh lain, karena tidak adanya
persesuaian paham mengenai keanggotaan serta pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikat pekerja.
10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruhmenerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasarf 1945 sebagai
Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 84/254
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
(1) Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta
meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai fungsi :
a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian
perselisihan industrial;
b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaha kerja sama dibidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis,
dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku;
d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham
dalam perusahaan.
PEMBENTUKAN
Jumlah minimum keanggotaan
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh.
Jumlah minimum anggota federasi
(1) Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota
federasiserikat pekerja/serikat buruh.(2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima)
serikat pekerja/serikat buruh.
Jumlah minimum anggota konfederasi
(1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi
anggotakonfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 85/254
(2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
federasi serikat pekerja/serikat buruh.
Penjangan organisasi
Penjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan /atau anggaran rumah
tangganya.
Azas pembentukan
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan
pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun.
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai
dengan kehendak pekerja/buruh.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus
memuat:
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f.sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
KEANGGOTAAN
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku
bangsa, dan jenis kelamin.Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.
Keanggotaan lebih dari satu serikat kerja
(1) Seorang pekerja /buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat
pekerja/serikat buruh disatu perusahaan.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 86/254
(2) Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada
lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan
secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.
Jabatan
Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan
itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh,
tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh diperusahaan yang
bersangkutan.
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi
serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
(1) Pekerja/buruh dapat berhenti menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan
pernyataan tertulis.
(2) Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat
buruh yang bersangkutan.
(3) Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat
pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum
dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.
PEMBERITAHUAN DAN PENCATATAN
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri :
a. daftar nama anggota pembentuk; b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; c.
susunan dan nama pengurus.
Nama dan LambangNama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan
lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah tercatat terlebih dahulu.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 87/254
Pencatatan
(1) Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), wajib
mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat
(2),Pasal 7, ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, selambat-lambatnya 21 (dua
puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.(2) Instansi
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menangguhkan
pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2),
Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19.(3) Penangguhan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasan-alasannya diberitahukan secara
tertulis kepada serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.
Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran
dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut.
(1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), harus
mencatat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18
ayat (2), dan Pasal 19 dalam buku pencatatan dan memeliharanya dengan baik. (2)
Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dapat dilihat setiap saat
dan terbuka untuk umum.
Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikatburuh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara
tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.
Ketentuan mengenai tata cara pencatatan diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 88/254
HAK DAN KEWAJIBAN
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha
peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Afiliasi
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh
internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban:
a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan
memperjuangkankepentingannya;
b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk
atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota
atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatanserikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan
jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 89/254
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
(1) Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota
serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh
dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam
perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama dalam
ayat (1) harus diatur mengenai:
a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. tata cara pemberian kesempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.
KEUANGAN DAN HARTA KEKAYAAN
Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh bersumber dari: a. iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran
dasar atau anggaran rumah tangga;b. hasil usaha yang sah; dan c. bantuan anggota
atau pihak lain yang tidak mengikat.
Bantuan Pihak Luar
(1) Dalam hal bantuan pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf
c,berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan anggota.
Keuangan dan Harta
Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi
pengurus dan anggotanya. Permintaan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan
kepada pihak lain serta investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan
menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh,federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Pertanggung jawaban Keuangan
(1) Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan
harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 90/254
(2) Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta
melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Setiap perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diselesaikan secara musyawarah oleh serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai
kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
PEMBUBARAN
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruhbubar dalam hal:
a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang
mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan
setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.
Pembubaran Oleh Pengadilan
(1) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dalam hal:
a. serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;
b. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh terbukti
melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjarasekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.(2)
Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumnya tidak sama, maka sebagai dasar
gugatan pembubaran serikat pekerja/sserikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 91/254
(3) Gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh
instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat buruh,federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan berkedudukan.
Tanggung Jawab Pengurus
(1) Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan
kewajibannya, baik terhadap anggota maupun pihak lain.
(2) Pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan yang
menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh membentuk dan menjadi pengurus serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh lain selama
3 (tiga) tahun sejak putusan pengadilan mengenai pembubaran serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN
Untuk menjamin hak pekerja/buruh berorganisasi dan hak serikat pekerja/serikat buruh
melaksanakan kegiatannnya, pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan
pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagekerjaan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan penyidikan
tindak pidana
SANKSI
1) Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21
atau Pasal 31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti
pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikatpekerja/serikat buruh.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang dicabut nomor bukti pencatatan kehilangan haknya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 92/254
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan telah memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat
(2), Pasal 21 atau Pasal 31.
Sanksi Pidana dan Denda
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
KETENTUAN LAIN-LAIN
(1) Pegawai negeri sipil mempunyai hak dan kebebasan untuk berserikat.
(2) Hak dan kebebasan berserikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pelaksanaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.
KETENTUAN PERALIHAN
(1) Pada saat diundangkannya undang-undang ini serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor
bukti pencatatan yang baru sesuai dengan ketentuan undang-undang ini
selambatlambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak mulai berlakunya undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai
berlaku,serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang tidak menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dianggap
tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.
Pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang telah diajukan, tetapi pemberitahuan tersebut belum
selesai diproses saat undang-undang ini mulai berlaku, harus diproses menurut
ketentuan undang-undang ini.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 93/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 11
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
**
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 94/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 11 ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang perjanjian kerja bersama
2.Agar mahasiswa mengetahui dan trampil dalam berunding
PERJANJIAN KERJA BERSAMA(PKB) DAN KETRAMPILAN BERUNDING
DR. H. Hasanuddin Rachman
Ketua DPN APINDO
Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi Perundingan Bersama & Kesepakatan
Bersama
“PERUNDINGAN BERSAMA PADA HAKEKATNYA MERUPAKAN UPAYA
MUSYAWARAH ANTARA PIHAK PEKERJA ATAU SP / SB DI SATU SISI
DAN PIHAK PENGUSAHA /MANAJEMEN DISISI LAIN. UNTUK
MAKSUD TERSEBUT DIPERLUKAN KETERAMPILAN MELAKUKAN
NEGOSIASI DAN SIKAP YANG TEPAT”.
ALAS HUKUM PKB
_ Pasal 116 - 133 UU No. 13 / 2003
Tentang Ketenagakerjaan.
_ Kepmenakertrans Nomor :
Kep.48/MEN/IV/2004 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan Serta Pembuatan danPendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
PENGERTIAN PKB
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan
antara SP /SB atau beberapa SP / SB yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak.(Pasal 1, point 2, Kepmenakertrans No.48/2004)
PEMBUATAN PKB
_ PKB dibuat oleh SP / SB yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
_ Perundingan PKB dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
_ Tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
_ Jika bahasa asing harus diterjemahkan kebahasa Indonesia.
Jika Perundingan PKB Mengalami Deadlock Penyelesaiannya melalui prosedur
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.(Pasal 117 UU No.13/2003)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 95/254
Jumlah PKB dan Yang Berhak Mewakili P/B_ Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat
dibuat 1(satu) PKB yang berlaku bagi seluruh P / B di perusahaan;
_ Bila di satu perusahaan hanya terdapat satu SP/SB, maka ia berhak mewakili P / B
dalam perundingan PKB apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah
seluruh P / B di perusahaan ybs, bila kurang harus telah mendapat dukungan lebih dari
50% dari jumlah seluruh P / B di perusahaan melalui pemungutan suara.
Bila Jumlah Dukungan Kurang & SP/SB Lebih Dari Satu SP/SB yang bersangkutan
dapat mengajukankembali permintaan untuk berunding denganPengusaha setelah
melampaui 6 bulan;
_ Bila terdapat SP / SB lebih dari satu, yang berhak berunding adalah SP / SB yang
memiliki anggota lebih dari 50%, bila dua2nya kurang – dapat berkoalisi sehingga
mencapai lebih dari 50%;
_ Keanggotaan SP / SB harus dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA).
Pemungutan Suaradan Masa Berlaku
_ Diselenggarakan oleh panitia wakil-wakil P / B dan SP / SB disaksikan oleh pejabat;
_ Masa berlaku PKB paling lama 2 tahun, dapat diperpanjang satu tahun atas dasar
kesepakatan tertulis Pengusaha dan SP / SB;_ Perundingan pembaharuan dapat
dimulai paling cepat 3 bulan sebelum berakhir PKB yang sedangberlaku;
_ Bila belum tercapai kesepakatan, PKB lama tetap berlaku paling lama satu tahun.
ISI PKB
1. PKB paling sedikit memuat :
a) Hak dan kewajiban Pengusaha;
b) Hak dan kewajiban SP / SB serta P / B;
c) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan
d) Tanda tangan para pihak.
2. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Jika bertentangan maka batal demi hukum dan yangberlaku adalah peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Hubungan Perjanjian Kerja Dengan PKB _ Perjanjian Kerja tidak boleh bertentangan dengan PKB.
_ Jika bertentangan batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam PKB.
_ Dalam hal Perjanjian Kerja tidak memuat aturanaturan yang diatur dalam PKB maka
yang berlaku adalah aturan-aturan dalam PKB.
Larangan Penggantian PKB Dengan PP
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 96/254
_ Pengusaha dilarang mengganti PKB dengan PP selama di perusahaan ybs masih ada
SP /SB;
_ Bila tidak ada lagi SP / SB dan PKB diganti PP, maka ketentuan PP tidak boleh lebih
rendahdari PKB;
_ Bila SP / SB bubar atau pengalihan kepemilikan, PKB tetap berlaku hingga masa
berakhirnya.
PKB Perusahaan Merger
_ Bila terjadi merger dan masing-masing perusahaan memiliki PKB, yang berlaku
adalah PKB yang isinya lebih menguntungkan P / B;
_ Bila terjadi merger hanya ada satu PKB, maka PKB yang berlaku berasal dari
perusahaan yang telah memiliki PKB.
Berlakunya PKB Mulai berlaku pada hari penanda-tanganan kecuali ditentukan lain.
PENDAFTARAN PKB
_ Pengusaha mendaftarkan PKB kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
_ Pendaftaran PKB dimaksudkan untuk :
a. sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang
dilaksanakan di perusahaan.
b. Sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan PKB.
PENDAFTARAN PKB
_ Pengajuan PKB harus melampirkan naskah PKB yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga)
bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan SP/SB.
PENDAFTARAN PKB
_ Pengusaha, SP / SB dan P / B wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.
_ Pengusaha dan SP / SB wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada
seluruh P / B.
Perundingan PKB Belum Selesai
_ Para pihak dapat menjadwal kembali paling lama 30 (tigapuluh) hari setelah
perundingan gagal; _ Masih gagal juga, para pihak harus membuat pernyataan tertulis memuat:
a.Materi yang belum dicapai kesepakatan,
b.Pendirian para pihak,
c.Risalah perundingan,
d.Tempat, tanggal dan tanda tangan para pihak,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 97/254
e.Salah satu pihak atau para pihak melaporkan ke
Depnakertrans sesuai tingkatan,
f. Terdapat pilihan penyelesaian: Mediasi, Konsiliasi atau
Arbitrasi.
Pilihan Penyelesaian
_ Para pihak tidak memilih Konsiliasi dan Arbitrasi, maka Mediator HI Disnaker yang
menangani,
_ Mediator HI membuat anjuran tertulis, apabila para pihak tidak menerimanya, maka
atas kesepakatan para pihak, Mediator HI melaporkan kepada Menteri untuk
menetapkan langkah-langkah penyelesaian,
_ Laporan Mediator HI memuat: materi yang belum disepakati, pendirian para pihak,
kesimpulanperundingan, dan pertimbangan & saran penyelesaian,
Pilihan Penyelesaian
_ Menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan PKB,
_ Apabila tidak tercapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum tempat P/B bekerja atau domisili
Perusahaan yang wilayah hukumnya melebihi satu wilayah hukum.
Ketentuan Peralihan, Sanksi dan Penutup
_ PKB yang ada berdasarkan PMTK No. Per-01/Men/1985 masih berlaku sampai
berakhirnyaPKB tersebut;
_ Barang siapa melanggar dikenakan sanksi sesuai dengan UU 13/2003;
_ Dengan ditetapkannya Kepmen 48/2004 ini, maka Permenakertranskop No. Per-
/Men/1978, PMTK No. Per-01/Men/1985, dan Kepmenaker No. Kep-97/Men/1993
dinyatakan tidak berlaku lagi.
PERUNDINGAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA(PKB)
Yang Dilakukan Sebelum Perundingan Bersama
_ Keinginan untuk memasuki tahap negosiasi;
_ Ada wilayah-wilayah potensial yang dapat dijadikan konsesi;
_ Kedua belah pihak mempunyai wewenang untuk menyesuaikan posisi mereka; _ Masing-masing pihak telah mempersiapkan secara cermat posisi negosiasinya.
Empat Tahap Perundingan Bersama
1. Persiapan, mencakup penentuan sasaran dan prioritas, mengumpulkan informasi,
dan menentukan strategi yang akan digunakan.
2. Diskusi, menandakan dimulainya proses perundingan bersama.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 98/254
Empat Tahap Perundingan Bersama
3.Perundingan (Tawar-Menawar),mencakup ajuan proposal atau usulan,
penawaran konsesi dan mengarah pada suatu kesepakatan.
4. Penutup dan Kesepakatan, kedua belahpihak secara aktif mencari posisi menang
menang dan mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima bersama.
Kondisi dan Suasana Perundingan
_ Kondisi dan suasana sebelum memulai perundingan.
_ Kesiapan bahan awal.
_ Suasana dan kenyamanan tempat.
_ Dukungan sekretariat.
Persiapan Perundingan Yang Baik
1. Penentuan tim perunding;
2. Tata tertib perundingan;
3. Strategi perundingan bersama;
4. Kiat-kiat untuk melancarkan perundingan;
5. Teknik komunikasi dalam perundingan bersama;
6. Pengaturan tempat duduk dan ruangan;
7. Masalah-masalah yang dihadapi dalam perundingan bersama;
8. Win-win solution.
Penentuan Tim Perunding
_ Pengusaha dan SP/SB menunjuk Tim Perunding sesuai kebutuhan masing masing
paling banyak 9 (sembilan) orang dengankuasa penuh;
_ SP/SB yang tidak terwakili dapat menyampaikan aspirasinya secara tertulis
kepada Tim Perunding sebelum dimulai perundingan.
Tata Tertib Perundingan
_ Tujuan pembuatan Tatib;
_ Susunan Tim Perunding;
_ Ketua tim perunding dan juru bicara;
_ Lamanya masa perundingan; _ Materi perundingan;
_ Tempat perundingan;
_ Tata-cara perundingan;
_ Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
_ Sahnya perundingan;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 99/254
_ Biaya perundingan.
Strategi
Perundingan Bersama
1. Bicara fakta;
2. Melakukan kontrol diri;
3. Katakan kebenaran;
4. Meminta lebih dari yang diharapkan;
5. Usahakan penawaran akhir berhasil;
6. Bersikap tegas untuk persoalan khusus;
7. Tanyakan bukti;
8. Waktu bertindak secara hati-hati;
9. Mengambil keuntungan dari waktu istirahat.
Teknik Komunikasi Dalam Perundingan Bersama
1. Mengefektifkan komunikasi;
2. Memahami prinsip negosiasi;
3. Menarik perhatian mitra berunding;
4. Mengatasi perbedaan pendapat;
5. Mencari win-win solution.
Prinsip Negosiasi Dalam Perundingan Bersama
1. Memisahkan masalah bisnis dari soal pribadi;
2. Negosiasi kepentingan, bukan posisi;
3. Kesepakatan untuk keuntungan bersama;
4. Menggunakan standar;
5. Menghitung untung rugi.
Pengaturan tempat duduk dan ruangan
_ Para pihak berhadapan;
_ Posisi duduk Ketua Tim Perunding / Juru Bicara ditengah diapit oleh Anggota Tim;
_ Ruangan diupayakan terisolir dari berbagai macam gangguan dan bersuasana
nyaman; _ Dilengkapi dengan flipchart / whiteboard .
Kiat-Kiat Untuk Melancarkan Perundingan
Delapan strategi menarik perhatian komunikan :
1. Merumuskan sasaran komunikasi dan antisipasi prospek.
2. Mengenali komunikan.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 100/254
3. Mengenali diri sebagai komunikator.
4. Menempatkan komunikasi dalam konteks pembicaraan.
5. Menumbuhkan keyakinan komunikan.
6. Menyenangkan komunikan.
7. Memilih tempat dan waktu yang tepat.
8. Mengantisipasi komunikan.
Kiat-Kiat Untuk Melancarkan Perundingan
Delapan Strategi Mengatasi Perbedaan Pendapat :
1. Menahan diri dan menahan emosi.
2. Mendengarkan orang lain bicara.
3. Memberi rasa empati.
4. Berbicara secara lembut.
5. Membahas masalah yang bukan bersifat pribadi.
6. Membahas masa depan bukan mempermasalahkan masa lalu.
7. Memilah bagian yang disepakati.
8. Selalu membuka pintu untuk berdialog.
Jangan mengadakan perundingan
bersama jika …
_ Anda tidak memiliki kekuatan berunding;
_ Anda tidak memiliki sesuatu untuk dirundingkan;
_ Sasaran yang lebih luas dapat menjadi praduga yang salah;
_ Anda tidak mempersiapkan dengan baik;
_ Anda tidak mengetahui secara tepat apa yang anda inginkan.
Masalah-Masalah Dalam Proses Perundingan Bersama
_ Kondisi dan sikap Pengusaha.
_ Kondisi dan sikap SP/SB.
_ Fasilitasi Pemerintah.
_ Pengaruh lingkungan.
_ Kondisi dan suasana perundingan.
Sikap Pengusaha
_ Masih terdapat Pengusaha / Manajemen yang apriori atau mencurigai SP/SB.
_ Ada Pengusaha / Manajemen kurang memberi perhatian pada masalah
ketenagakerjaan dan menyerahkan bulat-bulat kepada manajemen HRD.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 101/254
_ Manajemen yang juga pemilik modal (bukan manajemen profesional), cenderung
untuk konsentrasi kepada produksi, sehingga selalu kurang perhatian kepada
perbaikan kesejahteraan pekerja.
Kecenderungan Perunding Pengusaha
_ Kurang memahami persepsi pekerja.
_ Kurang memperhatikan kondisi pekerja.
_ Tidak sabar mendengar.
_ Tertutup/tidak transparan.
_ Sikap defensif/membela diri.
_ Cepat tersinggung.
_ Sukar mengendalikan emosi.
_ Arogansi kekuasaan.
Kondisi SP/SB
_ Tenaga tingkat atas dan atau yang gajinya besar pada umumnya enggan masuk
SP/SB.
_ Banyak pekerja yang merasa tidak cukup waktu masuk SP/SB.
_ Banyak pekerja yang enggan masuk SP karena :
_ takut dimusuhi manajemen.
_ dibayangi pengalaman masa lampau.
Ciri Perunding SP/SB
_ Pendidikan pada umumnya rendah.
_ Persepsi dan wawasan sempit.
_ Kemampuan dan diplomasi berunding terbatas.
_ Pemimpin populer dan pemimpin berkualitas.
_ Tuntutan jangka pendek.
_ Sikap curiga atau apriori terhadap pengusaha.
_ Perasaan inferior dan over kompensasi.
Fasilitasi Pemerintah _ Keterbatasan tenaga dan kemampuan memberi penjelasan.
_ Keterbatasan buku-buku pedoman dan petunjuk.
_ Kecenderungan menjadi beban pengusaha.
Pengaruh Lingkungan
_ Intervensi aparat keamanan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 102/254
_ Intervensi LSM berbajukan membela buruh.
_ Intervensi SP/SB luar negeri.
_ Intervensi politik.
WIN-WIN SOLUTION
1. Memperluas alternatif pilihan.
2. Menguraikan manfaat untuk kedua belah pihak.
3. Memilah bagian yang disepakati.
4. Tetap membuka pintu dialog : Tidak ada perundingan yang gagal, akan
tetapi keputusan yang tertunda.
Best Practices
Contoh-contoh redaksional dalam PKB dari masa ke masa yang dimuat dalam
PKB
Perusahaan-Perusahaan:
_ Luasnya / Jangkauan / Batas-batas / RuangLingkup / Perjanjian;
_ Status / Jenis Hubungan Kerja Pekerja/Buruh.
“Luasnya / Jangkauan / Batasbatas/ Ruang Lingkup / Perjanjian”
_ Pengusaha dan Serikat Buruh menyetujui bahwa Perjanjian Perburuhan ini terbatas
mengenai hal hal yang umum saja seperti tertera dalam Perjanjian ini; Perusahaan dan
SB tetap mempunyai hak-hak lain yang diatur oleh Peraturan Perundangan yang
berlaku. (GOODYEAR INDONESIA)
_ Telah dimengerti dan disetujui oleh Perusahaan dan Serikat
Pekerja bahwa Kesepakatan Kerja ini terbatas mengenai hal-hal yang umum saja
seperti tertera dalam kesepakatan ini dan bahwa, Perusahaan dan Serikat Pekerja tetap
mempunyai hak-hak lainnya sesuai dengan atau dilindungi oleh Undang Undang
Republik Indonesia. (BANK TOKYO) “Luasnya / Jangkauan / Batasbatas / Ruang
Lingkup / Perjanjian”
_ Pengusaha dan Serikat Pekerja menyetujui bahwa Kesepakatan Kerja ini hanya
terbatas pada hal yang umum.Pengusaha dan Serikat Pekerja mempunyai hak-hak lain yang diatur atau dilindungi
oleh Peraturan Perundangan yang berlaku. (BRIDGESTONE TIRE INDONESIA);
_ Disetujui dan disepakati bersama bahwa kesepakatan ini terbatas dan hanya berlaku
unuk hal-hal yang secara jelas dimuat didalam KKB ini dan bahw Pengusaha, SP dan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 103/254
Pekerja masih tetap memiliki hak-hak dan kewajiban lainnya yang diatur dan dilindungi
oleh undang-undang serta peraturan pemerintah yang ada hubungannya dengan
ketenagakerjaan. (SONY)
“Luasnya / Jangkauan / Batasbatas/ Ruang Lingkup / Perjanjian”
_ Kedua belah pihak menyetujui dan memahami, bahwa dalam Perjanjian diatur hal-hal
yang umum secara jelas sebagaimana diuraikan dalam Pejanjian. Pengusaha dan
SB tetap mempunyai hak-hak lainnya sebagaimana diatur ataupun dilindungi oleh
Undang-undang dan Peraturanperauran Pemerintah lainnya. (FRIESCHE VLAG
INDONESIA)
_ Telah disetujui dan dimengerti bersama, baik oleh Perusahaan maupun Serikat Buruh,
bahwa perjanjian ini secara umum mengatur hal-hal yang tercantum didalamnya,
disamping hak-hak Perusahaan dan SB lainnya, tunduk pada Perundang-undangan,
Hukum serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (FREEPORT INDONESIA)
Status / Jenis Hubungan Kerja Pekerja / Buruh Pekerja Tetap: Adalah Pekerja yang
telah menerima surat pengangkatan sebagai pekerja tetap dari Perusahaan;
_ Pekerja Dalam Waktu Tertentu: Adalah Pekerja yang dipekerjakanuntuk waktu tertentu
sesuai UU 13/2003 dan Kepmen 100/2004;
_ Kesepakatan Kerja Bersama ini tidak berlaku terhadap Pekerja yang syarat-syarat
kerjanya diatur tersendiri di dalam suatu perjanjian kerja perseorangan.
Jenis Hubungan Kerja Pekerja /Buruh
_ Berdasarkan azas pengertian per Undang-Undangan di suatu Perusahaan hanya
terdapat dua pihak saja, yaitu:
1. Pihak Pengusaha, menurut istilah Undang-Undang disebut “Majikan” (Pengusaha).
Dalam arti kata Pengusaha ini, termasuk juga: Kepala, Pemimpin, atau Pengurus
Perusahaan atau Bagian Perusahaan. Mereka tidak tergolong dalam peristilahan
“Buruh”.
2. Pihak Buruh, adalah seluruh Karyawan tetap dari Perusahaan yang bersangkutan,
kecuali mereka yang tersebut dalam butir (1);3. Yang tergolong dalam butir (1) di Perusahaan adalah:_ Para Pejabat Assisten Section
Manager dan para Pejabat yang lebih tinggi;
_ Sekretaris Presiden Direktur, anggauta Staf Khusus, Seksi Accounting, Seksi
Personalia termasuk Bagian Keamanan.Jenis Hubungan Kerja Pekerja /Buruh
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2):
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 104/254
_ Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu;
_ Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud di atas di dasarkan atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Literatur :
1. Buku Pegangan untuk Pengusaha, Elise
Callander (BPP);
2. Perundingan Bersama, Standar ILO dan Prinsip
Badan Penasehat, Bernard Gernigon;
3. Pedoman Pelatihan Serikat Pekerja, Manuel Dia
(PSP);
4. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan;
5. Kepmenakertrans No. 48/2004
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 105/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 12
TEKNIK NEGOSIASI
*
*
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGUFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 106/254
Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 12 ini adalah:
1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang teknik negosiasi
2.Agar mahasiswa mengetahui dan trampil dalam berunding
Alih Bahasa: Rulita Wijayaningdyah
Penerbit edisi bahasa Indonesia:
Friedrich-Ebert-Stiftung (FES)
Perwakilan di Indonesia
Pada tahun-tahun belakangan ini telah membawa perubahan penting bagi kondisi
hubungan industrial di Indonesia. Ratifikasi konvensi ILO nomor 87 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi oleh Pemerintah Indonesia telah
mendorong pertumbuhan sejumlah organisasi serikat pekerja baru. Serikat pekerja pada
saat ini telah memainkan peran yang lebih aktif dalam hubungan industrial di tempat
kerja bila dibandingkan kondisi sebelumnya pada beberapa tahun yang lalu dan pihak
pengusaha juga telah memberikan perhatian pada perkembangan tersebut.
Bagaimanapun telah menjadi suatu kondisi bahwa seringkali muncul permasalahan
dalam hubungan industrial pada saat terjadi perselisihan antara pihak manajemen dan
pihak pekerja, yang dapat diselesaikan dengan baik bila prosedur bernegosiasi secara
efektif diterapkan dan bila pihak pekerja dan pihak manajemen dapat bernegosiasi
secara efektif. Panduan praktis yang terangkum dalam buku “Negosiasi Efektif” telah
dipergunakan secara teratur dalam aktivitas pendidikan untuk serikat pekerja di
Indonesia saat ini dan partisipan pada umumnya telah merasakan manfaat dari buku
panduan tersebut. Materi mengenai “Negosiasi Efektif” ditulis oleh kolega dari kantor
ILO di Bangkok beberapa tahun yang lalu dan pertama kali diterbitkan dalam bahasa
Indonesia pada tahun 1998 dengan kerjasama Friedrich-Ebert-Stiftung. Edisi ini
kemudian diterbitkan oleh Proyek ILO Pendidikan untuk Pekerja di Indonesia yang
merupakan proyek dari Biro ILO untuk aktivitas pekerja yang didukung oleh Departemen
Perkembangan Internasional (DFID) dari Pemerintah Inggris. Biro ILO untuk Aktivitas
pengusaha juga telah memberikan dukungan kepada publikasi panduan praktis ini.
Materi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak serikat pekerja dan organisasi
pengusaha dan membantu untuk meningkatkan kegiatan bernegosiasi secara efektif
dalam hubungan industrial.
Patrick Quinn,Chief Technical Adviser Proyek ILO Pendidikan untuk Pekerja di
Indonesia
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 107/254
1. Definisi Negosiasi
2. Gambaran Umum Proses Negosiasi
3. Hasil-hasil Negosiasi
4. Kapan Harus Bernegosiasi ?
5. Struktur Negosiasi
A. Persiapan
1. Mengumpulkan Informasi
2. Menetapkan Sasaran
3. Menentukan Prioritas
4. Menginvestigasi tentang Pihak Lawan
5. Mengembangkan Strategi Negosiasi
6. Mengetahui Keterikatan atau Batasan Mandat yang Diberikan pada Anda
7. Mempertimbangkan Konsekuensi Kegagalan
B. Diskusi
1. Komunikasi
2. Pertanyaan
3. Memberi Signal
4. Penyajian Argumentasi
C. Perundingan (Tawar-Menawar)
D. Penutup dan Kesepakatan
6. Deadlock (Negosiasi yang Menemui Jalan Buntu)
7. Gaya-gaya dalam Negosiasi
A. Negosiasi Kooperatif
B. Negosiasi Kompetitif
8. Membuat Catatan dan Dokumentasi
9. Pernyataan Pers
1. Definisi Negosiasi
Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai
kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksuduntuk mencapai suatu kesepakatan.
Pertentangan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu negosiasi.
Persamaan kepentingan juga memberikan alasan terjadinya negosiasi atas dasar
motivasi untuk mencapai kesepakatan.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 108/254
Dalam hubungan industrial, kepentingan yang sama antara pekerja dan pengusaha
adalah dalam hal produksi. Kedua belah pihak menginginkan agar produksi berlanjut
dan meningkat karena merupakan sumber penghasilan dan keuntungan mereka.
Kepentingan yang bertentangan dalam hubungan industrial adalah pembagian porsi
produksi untuk kedua belah pihak. Para pekerja memperoleh porsi bagian mereka
melalui kondisi kepegawaian dan kondisi kerja yang baik, termasuk upah yang lebih
tinggi, keselamatan, kesehatan dan jaminan kerja yang lebih baik, serta pekerjaan yang
bebas stress. Pihak pengusaha memperoleh bagian mereka dalam bentuk profit / laba
yang lebih tinggi dan dana yang lebih banyak untuk investasi.
Negosiator yang sukses bekerja untuk mencapai
kesepakatan dengan menyoroti kepentingankepentingan
yang sama dan menghindari
pertentangan-pertentangan
Hubungan industrial melibatkan negosiasi dalam banyak bentuk:
Antara seorang pekerja secara individual dengan majikannya
Antara suatu serikat pekerja atau sekelompok pekerja dengan seorang pengusaha
Antara satu kelompok serikat pekerja dengan satu kelompok pengusaha
Negosiasi dapat berlangsung secara kolektif
atau individual: hal tersebut adalah hakikat
sistem hubungan industrial manapun yang
berdasarkan negosiasi kolektif
Negosiasi dapat terjadi pada beberapa tingkatan:
Pada tingkat unit kerja
Pada tingkat perusahaan
Pada tingkat sektor industri
Pada tingkat nasional
2. Gambaran Umum Proses Negosiasi
Gambaran umum proses negosiasi adalah sebagai berikut:
Relatif tidak berstruktur dan tidak ada ketua sidang Tidak ada aturan prosedur yang baku
Tidak ada agenda yang baku atau sama; tiap-tiap pihak memperjuangkan
kepentingannya masing-masing.
Melibatkan proses pembicaran, mendengarkan dan pengamatan
Tujuannya adalah untuk mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 109/254
kedua belah pihak
Proses negosiasi adalah milik pihak-pihak yang terkait: tidak dihadiri oelh pihak
ketiga yang independen, kecuali jika negosiasi macet atau mencapai deadlock dan
kemudian ditunjuk seorang konsiliator atau penengah untuk membantu dalam
proses perundingan
Negosiasi tidak selalu berakhir dengan kesepakatan; kedua belah pihak mungkin saja
dapat menyetujui ketidaksepakatan yang terjadi.
Negosiasi melibatkan:
Persuasi / bujukan untuk mencapai suatu maksud
Kompromi yang konstruktif / membangun
Melalui persuasi / bujukan, Anda mendorong dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain
untuk menerima hal-hal yang Anda ingin mereka terima.
Kompromi yang konstruktif artinya menyesuaikan posisi Anda sebagai tanggapan atas
kurangnya keinginan pihak lain untuk menerima proposal atau usulan Anda. Kompromi
ini adalah kebalikan dari perundingan posisional, dimana salah satu pihak dengan
kerasnya mempertahankan suatu rangkaian posisi dan menolak untuk berkompromi
atau menyesuaikan diri sebagai tanggapan atas suatu argumentasi atau ajakan yang
persuasif.
3. Hasil-hasil Negosiasi
Ada empat hasil-hasil negosiasi yang mungkin terjadi:
MENANG – KALAH
Salah satu pihak mencapai seluruh atau sebagian besar hasil dari rencana yang
diharapkan, sementara pihak lainnya tidak mendapatkan hasil apa-apa, atau mencapai
hasil yang sangat kecil.
Contoh:
Suatu serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15 persen. Pihak
pengusaha tidak menawarkan apa-apa. Jika hasil akhirnya adalah serikat pekerja
memperoleh kenaikan 15 persen, maka serikat tersebut telah menang dan pihak
pengusaha telah kalah.KALAH – MENANG
Salah satu pihak tidak mendapatkan hasil apa-apa atau sangat kecil dari rencana yang
diharapkan, sementara pihak lain mencapai seluruh atau sebagian besar.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 110/254
Contoh:
Suatu serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15 persen. Pihak pengusaha
tidak menawarkan apa-apa, Jika hasil akhirnya adalah tidak ada kenaikan, maka pihak
pengusaha telah menang dan serikat pekerja tersebut telah kalah.
KALAH – KALAH
Pihak-pihak yang berunding gagal mencapai kesepakatan. Pertentangan kepentingan
lebih dominan dari persamaan kepentingan, tidak ada atau sangat sedikit kompromi dan
muncul kemungkinan bahwa konflik atau pertentangan dapat berkembang mencapai
tahap mogok atau macet (lockout )
Contoh:
Pihak serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15%. Pihak pengusaha
menawarkan 2%. Masing-masing pihak mempertahankan posisi awalnya
sehingga negosiasi macet dan berakhir dengan mogok kerja. Baik pihak pekerja
dan pengusaha kehilangan penghasilan mereka karena produksi terhenti.
MENANG – MENANG
Kedua belah pihak mencapai hasil sebagian dari posisi tuntutan dan penawaran
pertama mereka.
Contoh:
Serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15%. Pihak pengusaha
menawarkan 2%. Melalui persuasi dan kompromi, maka akhirnya disepakati
kenaikan sebesar 8%. Target kedua kedua belah pihak telah bergeser dari posisi
awal, namun tidak harus sampai pada hasil dimana kedua-duanya kalah.
Yang diupayakan dalam negosiasi adalah situasi menang – menang. Tujuannya
bukanlah untuk mengalahkan pihak yang lain atau untuk menciptakan
pertentangan. Tujuan negosiasi bagi kedua belah pihak adalah untuk mencapai
sasaran mereka pada tingkat yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
4. Kapan Harus Bernegosiasi ?
Jangan pernah bernegosiasi karena takut, Tetapi jangan pernah takut untuk
bernegosiasi. John F. Kennedy Apa yang harus ada sebelum bernegosiasi ?
Keinginan untuk memasuki tahap negosiasi. Hal ini mengindikasikan kesamaan
persepsi kepentingan.
Ada wilayah-wilayah potensial yang dapat dijadikan konsesi.
Kedua belah pihak mempunyai wewenang untuk menyesuaikan posisi mereka.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 111/254
Masing-masing pihak telah mempersiapkan secara cermat posisi negosiasinya.
Jangan bernegosiasi jika:
Anda tidak memiliki kekuatan berunding
Anda tidak memiliki sesuatu untuk dirundingkan
Sasaran yang lebih luas dapat menjadi praduga yang salah
Anda tidak mempersiapkan dengan baik
Anda tidak mengetahui secara tepat apa yang Anda inginkan
5. Struktur Negosiasi
Ada empat tahap yang biasanya terjadi dalam negosiasi:
A. Persiapan
Persiapan mencakup penentuan sasaran dan prioritas, mengumpulkan informasi, dan
menentukan strategi yang akan digunakan.
B. Diskusi
Diskusi menandakan dimulainya proses negosiasi.
C. Perundingan (Tawar – Menawar)
Perundingan mencakup ajuan proposal atau usulan penawaran konsesi dan mengarah
kepada suatu kesepakatan.
D. Penutup dan Kesepakatan
Di sini kedua belah pihak secara aktif mencari posisi Menang – Menang dan mencapai
suatu ke sepakatan yang dapat diterima bersama.
A. Persiapan
Gagal membuat suatu perencanaan adalah suatu perencanaan untuk gagal.
Tujuan dari persiapan adalah untuk mengembangkan suatu kasus yang telah
diselidiki dengan baik, mengikuti suatu perencanaan dan mengidentifikasikan
konsekuensi-konsekuensi kegagalan jika membuat kesepakatan
Persiapan mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Mengumpulkan informasi
2. Menetapkan sasaran
3. Menentukan prioritas4. Menelusuri tentang pihak lawan dan kasusnya
5. Mengembangkan suatu strategi negosiasi
6. Mengetahui keterikatan atau batasan mandat yang diberikan kepada Anda
7. Mempertimbangkan konsekuensi kagagalan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 112/254
1. Mengumpulkan Informasi
Pengumpulan informasi ini mencakup:
prosedur yang disetujui untuk menyelesaikan perselisihan
keabsahan suatu tuntutan berdasarkan hukum
implikasi biaya dari konsesi-konsesi yang dibuat
dampak sosial dari konsesi-konsesi yang dibuat
hasil-hasil yang pernah dicapai sebelumnya berdasarkan tuntutan yang sama
situasi kompetitif eksternal
pengupahan dan kondisi di tempat kerja atau perusahaan serta lokasi lainnya
indikator seperti inflasi, produktivitas, pertumbuhan industri dan profitabilitas
Perusahaan Dalam mengumpulkan informasi-informasi tersebut, pastikan bahwa Anda
memiliki cukup bukti untuk mendukung fakta-fakta yang ingin Anda ajukan selama
negosiasi.
Negosiasi yang sukses tidak dapat disulap dalam sekejap saja, tetapi
membutuhkan suatu persiapan yang teliti !
2. Menetapkan Sasaran
Hal ini meliputi:
Mengetahui mengapa Anda ingin bernegosiasi dan apa yang dibahas dalam
negosiasi tersebut
membedakan antara sasaran yang dapat diterapkan pada semua situasi dan sasaran
yang dapat diterapkan pada negosiasi individual
masing-masing pihak mempertimbangkan tiga posisi untuk setiap negosiasi,
yaitu:
- posisi ideal
- posisi target
- posisi resistan / lawan
Posisi ideal adalah hasil terbaik yang dapat dicapai oleh suatu pihak yang bernegosiasi.
Bagi sebuah serikat pekerja hal ini merepresentasikan tuntutan pembukanya. Bagi
seorang pengusaha hal ini merepresentasikan penawaran pembukanya.Posisi target merepresentasikan hasil apa yang diharapkan oleh suatu pihak yang
bernegosiasi. Hal ini adalah posisi cadangan jika posisi ideal tidak dapat tercapai.
Posisi resistan / lawan merepresentasikan garis bawah atau titilk bawah yang sama
sekali diharapkan oleh suatu pihak yang bernegosiasi.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 113/254
Para negosiator berusaha untuk mendorong pihak lainnya sedekat mungkin
dengan titik resistan pihak tersebut
3. Menentukan Prioritas
Menentukan prioritas berarti memutuskan:
sasaran apa saja yang paling penting dan harus dicapai
masalah-masalah / issue yang kurang begitu penting yang mungkin dapat diangkat
dan menjadi konsesi.
Urutan konsesi yang mungkin dapat dibuat dalam negosiasi
Menentukan prioritas juga berarti harus dapat membedakan antara apa yang
HARUS dan apa yang MUNGKIN DAPAT dicapai
4. Menginvestigasi tentang Pihak Lawan dan Kasusnya
Investigasi atau penelusuran tentang pihak lawan ini meliputi:
mempertimbangkan sasaran dan prioritas yang mungkin diambil oleh pihak lawan
mempersiapkan tanggapan atas pertanyaan yang mungkin diajukan oleh pihak lawan
memperkirakan kemungkinan komposisi tim negosiasi pihak lawan
mengidentifikasi siapa pembuat keputusan utama di dalam tim pihak lawan
memperkirakan gaya atau cara negosiasi yang mungkin digunakan oleh pihak lawan
mengidentifikasikan asumsi Anda mengenai kasus pihak lawan dan mencari tahu
tentang keabsahannya
5. Mengembangkan Suatu Strategi Negosiasi
Pengembangan strategi negosiasi mencakup:
persuasi sebelum negosiasi jika perlu (misalnya dengan menyebarkan beberapa
informasi terpilih sebelum negosiasi berlangsung)
menentukan taktik dan gaya yang akan digunakan selama negosiasi
menentukan kapan harus bersikap persuasif dan kapan harus bersikap kompromis
menentukan kapan harus bersikap kompetitif dan kapan harus bersikap kooperatif
/ bekerja sama
menentukan siapa yang harus terlibat dan pembagian tugas dalam kelompok / tim
negosiasi memilih tim negosiasi Anda berdasarkan:
- kualitas pribadi dan kemampuan negosiasi
- wawasan dan pengetahuan
- kemampuan bekerja dalam kelompok
- peran dalam negosiasi, seperti ketua tim, pencatat atau pendengar
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 114/254
mengidentifikasi elemen-elemen dalam posisi pihak lawan yang mungkin dapat
dijadikan konsesi
menetukan tempat negosiasi; di wilayah Anda, wilayah pihak lawan atau suatu
wilayah netral.
mengalokasikan waktu yang cukup untuk negosiasi
Suatu strategi harus dapat bersifat fleksibel dan dapat selalu disesuaikan dengan
keadaan dan masalah yang muncul selama negosiasi
6. Mengetahui Keterikatan atau Batasan Mandat yang Diberikan kepada Anda
Hal ini mencakup:
memastikan bahwa Anda benar-benar memahami kebijakan mengenai mandat
kepada Anda yang berlaku pada saat itu
mengetahui kapan negosiasi harus ditangguhkan sehingga ada kesempatan untuk
berkonsultasi dengan para anggota
Memahami bahwa beberapa negosiator memiliki otoritas yang tidak terbatas
7. Mempertimbangkan Konsekuensi Kegagalan
Hal ini mencakup:
memikirkan pilihan-pilihan yang ada jika negosiasi gagal
mempertimbangkan apakah lebih baik membuat konsesi lebih banyak lagi atau
membiarkan konflik yang terjadi diselesaikan oleh pihak ketiga.
Mempertimbangkan konsekuensi kegagalan dapat membangun komitmen
terhadap proses Negosiasi
B. Diskusi
Dalam negosiasi-negosiasi yang lebih formal, ada tahap pendahuluan dimana kedua
belah pihak saling diperkenalkan terlebih dahulu, saling mengklarifikasi masalah,
menyepakati urutan-urutan masalah yang akan dinegosiasikan, dan menentukan
bagaimana dan kapan terjadi jeda waktu dalam proses negosiasi. Diskusi tentang
negosiasi biasanya dimulai dengan pernyataan pembukaan oleh kedua belah pihak.
Pihak yang mengajukan tuntutan – biasanya pihak serikat pekerja – adalah yang
mendapatkan kesempatan pertama terlebih dahulu. Tahap ini adalah tahap dimanamasing-msing pihak menyajikan kasusnya secara umum, mengklarifikasi posisi masing-
masing dan menegaskan pandangan mereka terhadap tiap masalah.
Selama tahap diskusi tidak dibuat penawaran dan perundingan
Tahap diskusi mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Komunikasi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 115/254
2. Pertanyaan
3. Analisis Signal
4. Penyajian Argumentasi
1. Komunikasi
Yang terjadi dalam proses komunikasi adalah alih gagasan dan penyatuan persepsi
serta pemahaman. Proses komunikasi melibatkan proses berbicara dan proses
mendengarkan.
Apabila Anda berbicara, Anda:
tidak boleh berbicara terlalu cepat
perhatikan bahasa tubuh Anda, misalnya lakukan kontak mata, hindari postur /
gerakan yang negatif
sebaiknya menghindari istilah-istilah teknis
berkonsentrasi pada pemahaman dalam komunikasi, bukan hanya pada kosa kata
yang Anda gunakan
berkomunikasi secara terbuka dan jelas; jangan tinggalkan ruangan untuk
menghindari interpretasi ganda
berhati-hati dengan aspek-aspek non verbal dari apa yang Anda katakan, seperti
nada bicara, tinggi-rendah suara dsb. (misalnya pengulangan / stuttering dapat
menandakan bahwa Anda sedang gugup)
Apabila Anda mendengarkan, Anda:
harus berkonsentrasi pada apa yang dikatakan
dengarkan baik-baik dan secara aktif
senantiasa mendengarkan, walaupun yang dibicarakan tidak relevan, berputar-putar
atau berulang-ulang
buat kesimpulan dari apa yang dibicarakan
telusuri apa yang Anda dengar
ulang pokok-pokok bahasan yang Anda dengarkan untuk diri Anda sendiri
harus peka terhadap bahasa tubuh non verbal si pembicara dan bahasa tubuh Anda
sendiri (60 – 80 persen komunikasi langsung tergantung dari aspek non verbal) buat catatan jika perlu (apa yang dibicarakan dan oleh siapa)
tidak menunjukkan ketidaksukaan, ketidaksabaran atau rasa bosan Anda
tidak menyela pembicaraan atau membiarkan yang lain menginterupsi jalannya
pembicaraan
perhatikan arti-arti terselubung dari apa yang disampaikan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 116/254
2. Pertanyaan
Pertanyaan memiliki beberapa fungsi:
Untuk mendapatkan informasi
Untuk mengajukan pernyataan dan konsistensinya
Untuk memeriksa apakah Anda memahami keseluruhan pembicaraan secara benar
Untuk menunjukkan minat terhadap apa yang dikatakan seseorang
Pertanyaan Tertutup
Adalah jenis pertanyaan yang spesifik dan langsung, biasanya mengundang jawaban
yang singkat.
Contoh:
“Berapa banyak pekerja yang terkena dampaknya ?”
“Bagaimana tingkat jumnlah upah saat ini ?”
Pertanyaan Terbuka
Adalah jenis pertanyaan yang mengundang penjelasan lebih lanjut dan memberi
kesempatan untuk menerangkan dan meyakinkan lawan bicara.
Contoh:
“Mengapa kenaikan upah sebesar 10% mengurangi tingkat kompetisi Anda ?”
“Mengapa Anda ingin kenaikan upah sebesar 10% sementara biaya hidup hanya
meningkat 5% ?”
3. Memberi Signal
Signal dapat diberikan melalui pernyataan verbal dan bahasa tubuh. Signal dapat
menunjukkan gaya negosiasi (kompetitif atau kooperatif), apa saja yang dibutuhkan,
tingkat komitmen terhadap kasus yang dibicarakan dan juga apa saja yang dapat
dibahas lebih mendalam lagi.
Pertanyaan-pertanyaan seperti:
“Sebagaimana keadannya ………..”
“Jika ada yang dapat dilalukan terhadap ……….”
“Pada pokoknya saat ini ………..”
menunjukkan keinginan pembicara untuk melanjutkan pokok bahasan dengan suatudiskusi. Jika pihak manajemen berkata: “Saat ini kami tidak dapat memenuhi tuntutan
Anda secara keseluruhan", hal ini dapat menyiratkan:
Pihak manajemen mungkin mempersiapkan tuntutan Anda secara keseluruhan di
masa mendatang, atau Pihak manajemen mungkin mempersiapkan sebagian dari
tuntutan Anda saat ini.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 117/254
Komunikasi yang jelas dan tidak bermakna ganda adalah bagian yang penting
untuk memberi signal jika Anda ingin dipahami
Bahasa Tubuh
Contoh:
Seorang lawan bicara yang menyorongkan diri ke arah Anda seringkali
menunjukkan bahwa ia setuju dengan Anda atau paling tidak bahwa ia tertarik
dengan apa yang Anda katakan.
Seseorang yang melipat tangan di depan dada bersikap defensif dan mungkin
tidak percaya bahwa Anda mengatakan yang sebenarnya.
Mengambil sikap yang sama dengan lawan bicara Anda biasanya
menunjukkan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan menciptakan
suasana yang lebih santai.
4. Penyajian Argumentasi
Dalam menyajikan argumentasi, Anda harus ingat:
Jangan menyajikan banyak argumentasi dalam satu waktu
Mulai dengan argumentasi Anda yang paling kuat dan paling didukung dengan fakta;
poin-poin yang lemah di saat permulaan hanya memperlemah kasus Anda.
Bangun argumentasi Anda secara logis dan hati-hati
Jelaskan bagaimana pendangan Anda, buat kesimpulan dari pandangan tersebut dan
baru kemudian Anda dapat mengatakan apabila Anda tidak setuju dengan pihak
lawan. Jangan mulai argumentasi dengan pernyataan tidak setuju.
Jabarkan kembali pokok bahasan pihak la wan untuk menunjukkan bahwa Anda telah
mengerti
Minta alasan dari pihak lawan (mengapa /mengapa tidak)
Jangan menyela argumentasi dari pihak lawan
C. Perundingan (Tawar-Menawar)
Diskusi atas permasalahan tidak dapat berlangsung secara terus-menerus. Anda akan
sampai ke suatu tahap dimana diskusi membuka jalan untuk mengajukan tuntutan dan
penawaran. Selama tahap ini Anda: siap untuk membuat konsesi-konsesi sebagai balasan atas tuntutan Anda
siap untuk bergerak dari posisi yang Anda tentukan sebelumnya
siap untuk memilah-milah paket proposal tuntutan Anda dan menyusunnya
berdasarkan konsesi yang Anda berikan dan yang Anda terima
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 118/254
siap untuk mengaitkan konsesi-konsesi tersebut dengan kerangka waktu yang
berbeda (misalnya “Kami akan membayar jumlah yang diminta secara penuh karena
telah terlambat selama 6 bulan”)
Membuat kompromi bukanlah tanda dari kelemahan Anda: kompromi adalah
suatu komitmen terhadap proses negosiasi
MENGAJUKAN PROPOSAL
Buat proposal secara spesifik; jangan hanya mengeluh atau mengatakan Anda tidak
dapat menyetujui
Pengajuan proposal memaksa pihak lawan untuk berkonsentrasi pada kasus Anda
Buat target yang tinggi pada proposal Anda; namun ingat bahwa target yang tidak
realistis dapat membuat negosiasi menjadi gagal
Menyatakan kondisi-kondisi secara spesifik dimana Anda dapat menerima suatu
proposal atau membuat suatu konsesi
Coba untuk lebih kreatif dalam pengajuan proposal tuntutan atau penawaran
(misalnya dalam negosiasi mengenai upah, daripada tetap bertahan pada kenaikan
upah sebesar X persen, Anda dapat mempertimbangkan bonus dari perusahaan,
jangka waktu untuk melihat kembali tingkatan gaji, cara pembayaran upah,
tunjangan-tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan dan asuransi, makan siang
gratis di tempat kerja, harga yang rendah dalam membeli produk perusahaan,
kemungkinan untuk memperoleh bagian saham perusahaan, dsb.)
MEMBUAT KONSESI
Konsesi selalu harus diperjual-belikan; jarang sekali konsesi diberikan tanpa
memperoleh sesuatu sebagai gantinya
Coba untuk menukar konsesi Anda sesuatu yang nilainya sama atau lebih tinggi
Jika Anda menawarkan konsesi pertama, konsesi tersebut harus kecil dan bersifat
sementara. Hal ini mencegah:
menimbulkan kesan bahwa Anda memberikan lebih banyak dari yang Anda miliki
habisnya ruang konsesi yang Anda miliki
Membuat konsesi pertama tidak boleh dilihat sebagai tanda kelemahan Tentukan tanggat waktu untuk menanggapi tawaran konsesi
Perjelas bahwa konsesi yang Anda buat adalah penawaran saat itu dan tidak dapat
menjadi standar untuk negosiasi di masa mendatang
Jangan terlalu cepat menerima konsesi dari pihak lawan, untuk menghindari kesan
bahwa mereka telah menawarkan terlalu banyak
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 119/254
Jika membuat konsesi, jangan menyimpang dari bahasan pokok dalam negosiasi
D. Penutup dan Kesepakatan
Dalam tahap ini, kedua belah pihak mencari kesepakatan yang dapat mereka terima dan
hasil MENANG – MENANG.
Anda harus:
sangat jelas apa yang sebenarnya telah disepakati
mengajukan pertanyaan untuk memastikan bahwa Anda berbicara tentang hal yang
sama
mendefinisikan lingkup kesepakatan (mis. Berlaku untuk siapa)
menulis apa saja yang telah disepakati, kondisi-kondisi yang harus dipenuhi sebelum
kesepakatan tersebut berlaku
mulai dengan kesepakatan setelah Anda puas dan pasti bahwa kesepakatan itu jelas
dan tidak bermakna ganda
memastikan bahwa apa yang disepakati berhubungan dengan kerangka waktu
tertentu (tanggal berlaku dan jangka waktu kesepakatan)
menyetujui konsekuensi jika ada salah satu pihak yang melanggar kesepakatan
tersebut
mempersiapkan prosedur penyelesaian perselisihan
memastikan bahwa sebuah kesepakatan untuk periode yang tidak ditentukan dapat
menyebabkan beragamnya pelaksanaan kesepakatan tersebut di masa mendatang
tindak-lanjuti kesepakatan negosiasi setelah ditandatangani untuk memastikan
palaksanaannya
Dalam fase penutup negosiasi, situasi berubah Dari ‘kami’ dan ‘mereka’ menjadi
‘kita’
6. Deadlock (Negosiasi yang Menemui Jalan Buntu)
Suatu deadlock bukanlah suatu situasi KALAH-KALAH. Deadlock terjadi jika kedua
belah pihak memaksakan diri untuk bergerak di luar batas posisi tertentu yang telah
ditentukan. Dalam situasi deadlock , hasil akhir dari negosiasi biasanya ditentukan dalam
ketegangan. Sebelum meminta bantuan dari pihak ketiga yang independen (seorangkonsiliator atau arbitrator), Anda pertimbangkan hal-hal berikut untuk mengakhiri
deadlock yang terjadi:
Coba untuk mengerti mengapa pihak lawan berkata TIDAK
Cari masalah-masalah baru yang dapat dijadikan konsesi (dari Anda sendiri dari
pihak lawan)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 120/254
Coba untuk menyetujui untuk menepikan pokok-pokok bahasan yang spesifik untuk
sementara waktu untuk melanjutkan negosiasi tentang pokok bahasan yang lain
Jika memungkinkan, konsesi yang telah disepakati dapat ditawarkan untuk ditukar
Pertimbangkan kemungkinan untuk menukar sekelompok konsesi-konsesi kecil untuk
sebuah konsesi yang lebih besar dan lebih penting
Dimana masih memungkinkan untuk negosiasi lebih lanjut:
jangan memperluas lingkup bahasan yang mungkin tengah diperselisihkan
jangan ungkit kembali perselisihan lama
jangan mempublikasikan posisi Anda ke pihak ketiga untuk mengamankan
dukungan
7. Gaya-gaya dalam Negosiasi
Sebelum menentukan gaya negosiasi yang Anda gunakan, pertimbangkan lebih dahulu
hal-hal sebagai berikut:
Hubungan dengan pihak lawan untuk jangka panjang atau saat itu saja
Kekuatan dan kelebihan pihak lawan
Kekuatan dan kelebihan posisi tim Anda
Penting atau tidaknya mencapai suatu kesepakatan
A. Negosiasi Kooperatif
Menciptakan suasana saling menghargai dan percaya
Memperjelas dari awal bahwa Anda menginginkan hasil MENANG-MENANG
Mulai dengan mengidentifikasi masalah sebelum mengidentifikasikan pemecahan
Mulai dengan masalah-masalah yang mudah untuk dicapai kesepakatannya
Bila mungkin, buat beberapa konsesi kecil yang dibagi pembahasannya dalam
negosiasi dibandingkan dengan sebuah konsesi besar
Hindari bahasa dan postur tubuh yang difensif
Bersikap fleksibel
B. Negosiasi Kompetitif
Negosiasi kompetitif jarang sekali dapat diterima dan hanya mungkin terjadi jika Anda
memiliki posisi yang sangat kuat. Anda harus sadar akan konsekuensi jangka panjangdari negosiasi seperti ini, misalnya saja dalam negosiasi berikutnya pemegang
kekuasaannya akan beralih tangan.Namun demikian, Anda mungkin harus
menggunakan gaya ini jika pihak lawan jelasjelas tidak menginginkan negosiasi
kooperatif:
Dari awal tegaskan komitmen Anda terhadap posisi yang telah Anda tentukan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 121/254
Indikasikan konsekuensinya jika Anda tidak memperoleh apa yang Anda inginkan
Siapkan konsesi-konsesi yang tidak penting untuk Anda, tetapi yang menghindari
pihak lawan dari kehilangan muka
Bagaimana reaksi Anda terhadap taktik MENANG-KALAH ?
Jangan terpancing emosi
Tanya pihak lawan alasan mereka untuk menentukan posisi tertentu
Tekankan konsekuensi jika kesepakatan gagal kepada pihak lawan
Coba untuk meningkatkan rasa saling menghargai dan gunakan pendekatan
penyelesaian masalah bersama
Ambil posisi yang sama kuatnya jika tidak mungkin dicapai rasa saling menghargai
dan pendekatan penyelesaian masalah bersama. Menghadapi seorang negosiator yang
kompetitif, tidak ada gunanya menggunakan pendekatan kooperatif
Perundingan posisional akan menjurus ke arah hubungan yang negatif antara
pihak-pihak yang bernegosiasi dan menghasilkan perundingan buntu, bukan
kesepakatan
8 . Membuat Catatan & Dokumentasi
Dalam proses negosiasi, catatan dan dokumentasi mempunyai arti yang penting sekali:
Buat catatan dari tiap-tiap tahap proses negosiasi (termasuk pembicaraan telepon dan
pertemuan-pertemuan informal)
Catat pokok-pokoknya saja, tidak usah merekam tiap kata kecuali jika perlu
Gunakan warna pena yang berbeda untuk masing-masing pihak
Catat dengan cermat siapa mengatakan apa
Catat jika diperlukan aksi lebih lanjut (mis. pembuatan saldo perusahaan) dan siapa
yang akan mengerjakannya
Susun catatan dengan rapi (mis. garisbawahi judul) agar Anda dapat dengan mudah
membaca dan mencari informasi
Beri uang yang cukup untuk menambahkan hal-hal rinci
Dalam melaporkan proses negosiasi ada tiga bagian yang harus Anda susun:
pendahuluan, inti laporan dan kesimpulan Catat kesepakatan-kesepakatan sementara dan dorong masing-masing pihak untuk
memulainya
Buat catatan yang tepat tentang siapa mengatakan apa dalam tiap tahap proses
negosiasi.
9. Pernyataan Pers
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 122/254
Dalam membuat pernyataan pers, ingat hal-hal berikut:
Anda harus ingat bahwa tugas seorang wartawan adalah mengumpulkan informasi,
entah dari Anda maupun dari orang lain. Karena itu, lebih baik jika Anda sendiri
yang memberikan informasi dan menghindari spekulasi.
Anda harus ingat bahwa pernyataan pers yang diberikan terlalu cepat dapat merusak
negosiasi, khususnya dalam situasi dimana tercapai kesepakatan sementara antara
kedua belah pihak; namun, misalnya, pihak serikat pekerja perlu atau ingin
memperoleh persetujuan dari anggotanya
Coba untuk membuat pernyataan bersama dengan pihak lawan
Selama negosiasi berlangsung, buat pernyataan yang tidak mengikat, seperti:
- “Ya, memang telah ada pertemuan”
- “Telah terjadi tukar pandangan dan pendapat”
- “Kami telah melakukan diskusi”
- “Kami telah menjadwalkan pertemuan lanjutan”
Setelah negosiasi, Anda dapat memberikan beberapa informasi yang
melatarbelakangi proses negosiasi Dalam memberikan reaksi kepada pers, penting
sekali untuk berpikir sebelum Anda berbicara dan mempertimbangkan kemungkinan-
kemungkinan konsekuensi pembicaraan Anda:
Jika Anda didekati melalui telepon, katakan bahwa Anda akan menelepon kembali
(dan lakukanlah !)
Beri jawaban atas pertanyaan yang diajukan saja, kecuali jika Anda ingin
memberikan informasi tambahan
Jangan berbohong
Hindari penggunaan ekspresi “no comment”, karena ini mengesankan ada hal yang
Anda tutupi
Pastikan bahwa wartawan tersebut mengerti apa yang Anda katakan, karena mungkin
ada yang kurang memahami tentang hubungan industrial dan mennyalahartikan
informasi
Jangan gugup jika semua terdiam, karena ini seringkali digunakan sebagai taktik agar Anda mengatakan lebih banyak dari yang Anda rencanakan
Dalam menyusun siaran pers, konsentrasikan pada:
- Apa yang terjadi ?
- Oleh siapa ?
- Di mana ?
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 123/254
- Kapan ?
- Mengapa ?
Gunakan kalimat-kalimat pendek yang mengandung satu gagasan pokok
Hindari penggunaan jargon dan singkatan-singkatan
Beri tanggal pada siaran pers
Pemilihan waktu yang buruk dalam mengeluarkan pernyataan pers dapat
memperburuk hubungan dengan pendukung anda di tingkat dasar dan membuat
semua negosiasi lanjutan menjadi lebih sulit
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 124/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 13
HUBUNGAN
INDUSTRIAL DI JABOTABEK, BANDUNG DAN
SURABAYA: HASIL PENELITIAN SEMERU
*
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 125/254
Hubungan Industrial di Jabotabek, Bandung dan Surabaya pada Era Kebebasan
Berserikat
Lembaga Penelitian ii SMERU, Mei 2002
PRAKATA
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Bambang Widianto, Direktur
Ketenagakerjaan di Bappenas yang telah mendukung proyek penelitian ini; Chris
Manning,ahli kebijakan perburuhan di USAID/PEG, dan Kelly Bird, penasehat sektor riil
dari USAID/PEG di Bappenas, atas petunjuk teknis, komentar dan saran berharga yang
telah diberikan selama studi ini berlangsung. Kami berterimakasih kepada semua
responden dan informan yang telah ikut ambil bagian dalam studi ini dan memberikan
informasi sehingga studi ini dapat terlaksana. Kami menghargai bantuan yang telah
diberikan oleh serikat pekerja/serikat buruh, asosiasi pengusaha, aparat pemerintah di
Dinas Tenaga Kerja di tingkat propinsi dan kabupaten di wilayah studi yang telah
menyisihkan waktu mereka yang berharga. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada staf Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasii yang telah melengkapi studi
ini dengan berbagai peraturan perundangan dan data. Kami berterimakasih kepada staf
dari berbagai Ornop yang sudah bersedia berbagi pengalaman mereka bersama
SMERU mengenai hubungan industrial. Akhirnya, kami juga mengucapkan
penghargaan kami kepada Bapak Suwarto, Ketua Asosiasi Hubungan IndustrialIndonesia, dan Asep Suryahadi, Koordinator Analisis Kuantitatif terhadap Kemiskinan
dan Kondisi Sosial SMERU atas kontribusinya yang sangat berharga, juga kepada
semua peserta seminar teknis yang diselenggarakan oleh PEG - Bappenas - USAID
mengenai “Employment Friendly Labor Policies for Economic Recovery”, pada tanggal
27 – 28 Maret 2002, di Hotel Borobudur, Jakarta, atas komentar-komentar kontruktifnya.
Lembaga Penelitian iii SMERU, Mei 2002
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Penelitian kualitatif ini dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU untuk Bappenasdengan dukungan dari PEG-USAID. Tujuan utama adalah untuk mengetahui pandangan
pengusaha dan pekerja/buruh terhadap RUU yang sedang dibahas dan praktek
hubungan industrial di Indonesia selama masa transisi. Penelitian lapangan dilakukan
selama kurun waktu Oktober - Nopember 2001 di wilayah Jakarta, Bogor,Tangerang,
Bekasi (Jabotabek), Bandung, dan Surabaya. Informasi diperoleh dari para manager
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 126/254
HRD dan pemilik 47 perusahaan (umumnya perusahaan besar), pengurus dari42
Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SP-TP), pekerja/buruh, pengurus dari
SerikatPekerja/Serikat Buruh (SP/SB) di tingkat kabupaten/kota, kepala atau staf kantor
tenaga kerja di tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota, dan asosiasi pengusaha.
Informasi juga digali dari data sekunder, termasuk UU dan peraturan, dan sumber lain
seperti media massa. Studi menekankan pada keberadaan dan lingkup kerja SP/SB dan
SP-TP, adanya perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja/buruh, dan
proses penyelesaian perselisihan yang digunakan oleh perusahaan ini, terutama
penyelesaian di tingkat perusahaan.
2. Saat ini sistem hubungan industrial di Indonesia sedang dalam proses transisi, yaitu
dari sistem yang sangat terpusat dan dikendalikan penuh oleh pemerintah pusat ke
sistem yang lebih terdesentralisasi dimana perusahaan dan pekerja/buruh berunding
bersama mengenai persyaratan dan kondisi pekerjaan di tingkat perusahaan.Meskipun
demikian, banyak komponen dalam sistem hubungan industrial yang masih dipengaruhi
oleh praktek pemerintah pusat di masa lalu yang paternalistik.Transisi ini sejalan dengan
perubahan dalam konteks sosial dan politik yang lebih luas dimana rakyat Indonesia
sedang mengubah dirinya dari masyarakat yang dikawal ketat oleh regim yang otoriter
menjadi masyarakat yang lebih demokratis.
3. Di satu pihak, tuntutan pekerja/buruh untuk memperjuangkan perbaikan
kesejahteraan, seperti kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik, dapat
dipandang sebagai tuntutan yang dapat difahami. Namun, dalam hal ini, kebijakan dan
peraturan perundangan pemerintah yang mempengaruhi kehidupan ekonomi
pekerja/buruh juga ikut memberikan kontribusi terhadap timbulnya sejumlah aksi-aksi
pemogokan dan demonstrasi pekerja/buruh. Pemogokan dan demonstrasi pekerja/buruh
cenderung meningkat sejak pertengahan tahun 2001. Di lain pihak, pemulihan ekonomi
akibat krisis ekonomi yang berjalan lambat, ditambah dengan adanya gejala resesi
global yang cenderung menurunkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan
tenaga kerja yang terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan suatu dilema
tersendiri bagi pengusaha dalam menghadapi tuntutan para pekerja/buruhnya. Banyakpengusaha melaporkan bahwa kebijakan pemerintah menaikkan upah minimum nominal
sebesar 30-40% pada tahun 2001 telah memberatkan pengusaha.
4. Di luar isu-isu yang berkaitan dengan upah, temuan penelitian SMERU menunjukkan
bahwa aspek-aspek hubungan industrial telah berfungsi lebih mulus ketimbang yang
mungkin diharapkan di tingkat perusahaan. Kebanyakan pihak pengusaha, terlepas dari
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 127/254
beban "terlalu diatur", telah mentaati peraturan dan kesepakatan yang baru. Hal ini
sebagian disebabkan karena mereka mengikuti proses negosiasi tripartit. Kesepakatan
bersama di tingkat perusahaan telah mulai memainkan peranan yang lebih penting
dalam menentukan kondisi pekerja di banyak perusahaan di mana serikat pekerja baru
didirikan dari tahun 1997 sebagai bagian dari proses reformasi.
Lembaga Penelitian iv SMERU, Mei 2002
Kebanyakan perselisihan dapat diselesaikan melalui dialog bipartit. Hanya beberapa
kasus yang diselesaikan melalui dialog tripartit, termasuk diteruskan ke Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Pusat (P4D dan P4P). Baik
pekerja/buruh (atau SP/SB) dan pihak pengusaha mengakui ada sedikit indikasi
ketegangan dalam hubungan pengusaha-pekerja/buruh. Akan tetapi, kedua belah pihak
mengakui bahwa mereka masih dalam proses belajar: pekerja/buruh belajar untuk
menggunakan kebebasan untuk mengatur, menyatakan kebutuhan-kebutuhan mereka,
dan menemukan metode negosiasi yang lebih baik, sementara pengusaha sedang
belajar untuk menghargai pekerja/buruh sebagai mitra kerja. Baik federasi SP/SB dan
asosiasi pengusaha menyarankan anggotanya agar menyelesaikan perselisihan
industrial melalui dialog bipartit. Negosiasi tripartit dan pilihan lainnya yang mengangkat
masalah ke tingkat yang lebih tinggi dianggap membutuhkan biaya lebih besar dan
memakan waktu lebih lama, dan hasilnya belum tentu memuaskan kedua belah pihak.
5. Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa semua peraturan di waktu yang akan
datang yang disusun oleh pemerintah mempertimbangkan dengan hati-hati dalam
menciptakan keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha agar
protes-protes dan unjuk rasa pekerja dapat dihindari. Lebih lanjut, melihat adanya
berbagai opini dan pemahaman mengenai peraturan yang saat ini berlaku dan yang
sedang diajukan, maka pemerintah perlu memberikan pengarahan, pelatihan dan
sosialisasi mengenai peraturan atau undang-undang yang baru. Gerakan serikat
pekerja/serikat buruh yang lebih kuat berarti pemerintah tidak perlu lagi memainkan
peran utama dalam perselisihan hubungan industri, tetapi lebih berperan sebagai
fasilitator dan regulator yang adil.6. Efektivitas dan profesionalisme suatu SP/SB tergantung pada tingkat kemampuan
mereka dalam mengorganisasikan dan merekrut anggotanya, tingkat pemahaman
mereka atas peran mereka, fungsi dan peraturan yang ada, maupun seberapa baik
mereka dapat mengkomunikasikan kebutuhan para pekerja, kemampuan bernegosiasi
dan menyelesaikan perselisihan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 128/254
tingkat kabupaten dan kota memiliki peran mempengaruhi efektivitas dari SP/SB. SP/SB
di tingkat kabupaten dan kota umumnya siap membela dan mendukung SP-TP dan para
pekerja/buruh dalam berbagai situasi yang membutuhkan penyelesaian perselisihan.
SP/SB juga merupakan sarana yang efektif untuk meminimalkan gejolak dalam skala
yang lebih besar, karena mereka cenderung memprioritaskan negosiasi di tingkat
perusahaan dan hanya menggunakan pemogokan sebagai pilihan terakhir. Akan tetapi,
umumnya peran serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan dianggap lebih
penting ketimbang SP/SB di tingkat kabupaten/kota karena mereka memiliki hubungan
langsung, baik dengan pekerja/buruh maupun pengusaha, serta memiliki pemahaman
yang jauh lebih baik atas tantangan-tantangan yang dihadapi keduanya.
7. Beberapa instansi pemerintah sedang melakukan upaya serius agar sistem berjalan
dengan baik dimana situasi yang terjadi saat ini sangat berbeda, baik dalam lingkungan
kelembagaan, politik, dan ekonomi, dari pemerintahan Soeharto. Meskipun demikian
peraturan yang ada atau yang sedang dirancang dan diusulkan seringkali mengecilkan
kreativitas yang sistem hubungan industrial yang lebih produktif. Di Indonesia, gerakan
serikat pekerja/serikat buruh yang lebih kuat berarti pemerintah tidak perlu lagi
memainkan peran utama dalam perselisihan hubungan industri, akan tetapi pemerintah
akan lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator yang adil. Namun hal ini akan
berakibat pada berkurangnya pengaruh dan insentif bagi pejabat pemerintah. Dalam
sistem hubungan industrial yang lebih terbuka dan terdesentralisasi yang menekankan
pada dialog di tingkat perusahaan, dibutuhkan mekanisme penyelesaian perselisihan
industrial yang jelas, setara dan fungsional agar sistem tersebut dapat diandalkan oleh
semua pihak yang terlibat. Sekali lagi, ditekankan perlunya agar pemerintah menyusun
Lembaga Penelitian v SMERU, Mei 2002 peraturan perundangan yang tidak saja
memberikan kesetaraan dalam hak dan kewajiban bagi semua pihak, tetapi juga agar
pemerintah menyusun peraturan perundangan yang memberikan kepastian bagi
hubungan industrial. Lebih lanjut, untuk menghindari kesalahpahaman dan informasi
yang salah mengenai peraturan perundangan tersebut, dimasa yang akan datang
sangatlah penting bahwa pemerintah memberikan pedoman dalam memahami danmelaksanakan peraturan dan perundangan tersebut.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL
8. Pada tahun 1974 pemerintah Orde Baru melahirkan gagasan mengenai Konsep
Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang disusun berdasarkan pertimbangan sosial
budaya dan nilai-nilai tradisional Indonesia. HIP memberi tekanan pada kemitraan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 129/254
antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah yang bertujuan mewujudkan
masyarakat industrial yang ideal. Cara negosiasi tripartit mengenai kebijakan dan
penyelesaian perselisihan industri masih tetap menjadi petunjuk dasar dalam masalah
hubungan industri pada periode pasca era Soeharto.
9. Meskipun ada sedikit perubahan, perundang-undangan yang mengatur hubungan
industrial di Indonesia hampir tidak mengalami perubahan berarti sejak adanya UU
No.22 Tahun 1957 mengenai Penyelesaian Perselisihan Buruh dan UU No. 12 Tahun
1964 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. Pada
pemerintahan singkat di bawah Presiden Habibie tahun 1998 dan 1999 dilakukan
langkah penting dalam hubungan industrial, terutama dalam meratifikasi Konvensi ILO
No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak-hak Untuk
Berorganisasi. Hal Ini merupakan langkah positif menuju platform hubungan industrial
yang adil,khususnya dalam memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh yang akan
membentuk atau menjadi anggota organisasi pekerja/buruh.Di bawah pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid perundang-undangan baru tentang Serikat Kerja/Serikat
Buruh (SP/SB) disahkan melalui UU No. 21 Tahun 2000.Menurut UU ini, SP/SB atau
SP-TP dapat dibentuk oleh minimum 10 anggota. UU ini juga menekankan bahwa
siapapun dilarang menghalangi atau memaksa pembentukan atau tidak membentuk
SP/SB atau SP-TP. Sama halnya, tidak ada pihak manapun yang dapat menghalangi
pekerja/buruh untuk menjadi pengurus atau anggota SP/SB atau SP-TP, atau melarang
SP/SB atau SP-TP melakukan atau tidak menjalankan kegiatannya.
10. Saat ini, dua RUU baru sedang dibahas di DPR. Kedua RUU tersebut adalah RUU
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (RUU PPHI) dan RUU
Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK). Berbeda dengan UU tahun 1957
dan 1964, penyelesaian perselisihan pada RUU PPHI diatur melalui Pengadilan
Perselisihan Hubungan Industrial, dan melalui mediasi, konsiliasi, serta arbitrase.
Berdasarkan temuan lapangan SMERU, sebagian besar pekerja/buruh, SP/SB, SP-TP,
dan perusahaan tidak menyetujui RUU PPHI. Hanya sedikit dari mereka yang
berpendapat bahwa PPHI akan memperbaiki keadaan saat ini. Selain terlalu tehnis,keberatan mereka termasuk: kemungkinan besar akan mahal dan memerlukan waktu
yang lama apabila perselisihan diselesaikan melalui pengadilan; menempatkan
pengusaha pada posisi yang kuat karena mereka mempunyai cukup dana; dan
memperlemah hak pekerja/buruh untuk melibatkan SP/SB atau SP-TP sebagai
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 130/254
wakilnya.Meskipun demikian, hanya sedikit pengusaha dan SP/SB atau SP-TP yang
mengerti secara rinci makna dari setiap pasal dalam RUU tersebut.
Lembaga Penelitian vi SMERU, Mei 2002
11. Studi ini juga mempelajari pandangan pengusaha dan pekerja/buruh berkaitan
dengan peraturan kontroversial tentang uang pesangon. Peraturan baru tentang biaya
pesangon untuk pekerja/buruh diberlakukan pemerintah pada Juni 2000 (Kepmenaker
No. Kep-150/Men/2000). Peraturan ini telah mengundang reaksi negatif yang kuat dari
para pengusaha. Menanggapi hal tersebut, pemerintah memodifikasi beberapa pasal
dalam peraturan tersebut. Perubahan ini telah memicu terjadinya konflik dan gejolak
para pekerja/buruh secara massal. Karena adanya reaksi tersebut, pemerintah
memberlakukan kembali Kepmenaker No.150. Pertanyaan tentang perubahan ini
memperoleh tanggapan serupa dari pengusaha di satu pihak, dan pekerja/buruh di
pihak lain.Pengusaha menilai pesangon tidak semestinya diberikan pada kasus
mengundurkan diri dan kasus kriminal, sementara SP/SB atau SP-TP berpendapat
bahwa upaya apapun untuk mengambil keuntungan dari pekerja/buruh merupakan
langkah mundur.
12. Meskipun perusahaan sadar bahwa kondisi ekonomi nasional belum sepenuhnya
pulih,kebanyakan perusahaan tetap berupaya memenuhi hak-hak normatif
pekerja/buruh.Mereka memenuhi upah minimum yang diwajibkan (sekitar 94%
perusahaan). Selain upah dalam bentuk tunai, beberapa perusahaan juga menyediakan
balas jasa dalam bentuk lain yang disesuaikan dengan besarnya perusahaan.
13. Sebagai akibat pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 dan
nengundangkan SP/SB dalam UU No. 21 Tahun 2000, jumlah organisasi pekerja/buruh
di Indonesia tumbuh menjamur. Pada akhir 2001 Federasi SP/SB tingkat nasional
tumbuh menjadi 61, satu konfederasi, dan sekitar 144 SP/SB tingkat nasional dengan
11.000 SP-TP yang telah mendaftar beranggotakan sekitar 11 juta pekerja/buruh.
Meskipun demikian dengan memperhatikan jumlah pekerja/buruh di wilayah urban
sebanyak 18 juta, kelihatannya jumlah keanggotaan pekerja/buruh dalam SP/SB yang
dilaporkan terlalu berlebihan.14. Terdapat dua macam SP/SB yang dapat dibedakan berdasarkan cara
pembentukannya.Pertama, SP/SB yang dibentuk sebagai basis bagi para anggotanya
untuk menyampaikan keluhan-keluhan mereka kepada perusahaan. SP/SB jenis ini
mempunyai misi yang jelas, keanggotaan yang jelas, dan pengelolaan organisasinya
baik. Kedua, SP/SB yang dibentuk sebagai basis politik, anggotanya termasuk non-
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 131/254
pekerja/buruh yang mengklaim bahwa mereka bertindak demi kepentingan
pekerja/buruh. Dari Federasi SP/SB yang diwawancarai hanya Sarbumusi yang
mengakui dengan jelas bahwa mereka terkait dengan organisasi Muslim Nahdratul
Ulama setelah mendapat mandat untuk merekrut tenaga kerja di bawah organisasi
tersebut. Secara umum, pembentukan SP/SB tingkat nasional dimulai dari tingkat
nasional tanpa ada proses seleksi dan tidak dibentuk dari bawah pada tingkat
pekerja/buruh di perusahaan.
15. SP-TP diyakini memiliki peran yang lebih menonjol dalam rangka standart kerja
berkaitan dengan perbaikan produktivitas dibandingkan dengan SP/SB yang menjadi
afiliasi karena SP-TP lebih dekat dengan tempat kerja. Meskipun demikian, masih ada
perusahaan yang tidak mendukung pembentukan SP-TP, sebaliknya pekerja/buruh-pun
juga tidak selalu mengetahui manfaat adanya pembentukan SP-TP.
16. Pada umumnya, pekerja/buruh menunjukkan minatnya membentuk SP-TP setelah
mereka mengalami keresahan perselisihan yang tajam dengan pihak perusahaan. Di
wilayah penelitian, hanya sekitar 10%-20% yang dilaporkan memiliki, hal ini karena SP-
TP jarang ditemui pada perusahaan kecil. Meskipun demikian, dari 47 perusahaan yang
diteliti, 39 perusahaan diantaranya telah membentuk SP-TP, setengahnya dibentuk
setelah tahun 1997. SP-TP yang dibentuk sebelum 1997, (umumnya SPSI) seringkali
tidak memperoleh dukungan dari pihak perusahaan, dan sebagai konsekuensinya
acapkali pekerja/buruh atau pemimpinnya mendapat intimidasi dari Lembaga Penelitian
vii SMERU, Mei 2002 pihak perusahaan. Saat ini, masih ada perusahaan yang tidak
mendukung pembentukan SP-TP.
17. Adanya unjuk rasa dan pemogokan yang banyak terjadi akhir-akhir ini telah
membuat perusahaan trauma dan was-was, terutama yang memiliki SP-SP. Pada saat
yang sama, beberapa perusahaan yang khawatir terkena sanksi apabila mereka
melanggar peraturan, maka pihak perusahaan tidak menghalangi secara terbuka
pembentukan SP-TP.Pembentukan SP-TP cenderung dipicu oleh adanya perselisihan
hubungan industrial yang menonjol dan sulit diselesaikan. Tim SMERU menemukan
bahwa SP-TP jarang dibentuk di perusahaan yang hanya sedikit mengalami perselisihanatau dapat menyelesaikan perselisihannya secara bipartit. Delapan perusahaan
responden memilih untuk tidak memiliki SP-TP dengan alasan antara lain:
hingga saat ini perusahaan telah memenuhi semua hak-hak normatif dan hak-hak
non-normatif pekerja;
hubungan antara perusahaan dan pekerja sangat baik, terbukti dari pekerja dapat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 132/254
menyampaikan keluh-kesah mereka secara langsung dan ditanggapi dengan baik
oleh perusahaan;
ada wadah untuk berkomunikasi antara pengusaha dan pekerja melalui pertemuan
rutin atau koperasi; dan
perusahaan menganggap pekerja sebagai keluarga atau mitra.
18. Pada umumnya, banyak perusahaan mengakui manfaat SP-TP setelah terbentuk,
terutama ketika akan melakukan perundingan dengan pekerja. Sebelum SP-TP
terbentuk, biasanya pihak perusahaan yang menyusun peraturan perusahaan mengenai
kondisi kerja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Pekerja/buruh
yang ingin menyusun perjanjian bersama akan bernegosiasi dengan perwakilan dari
divisi kerjanya masing-masing. Meskipun perusahaan sadar bahwa adanya SP-TP telah
menimbulkan tuntutan-tuntutan baru, namun manfaat positif SP-TP semakin terasa bagi
perusahaan karena SP-TP dapat mempermudah penyelesaian perselisihan di tingkat
perusahaan. Disamping itu SP-TP juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan
pengawasan terhadap kedisiplinan pekerja.
19. Ratifikasi Konvensi ILO No. 87 dan pelaksanaan UU No. 21, 2000 juga
memungkinkan untuk mendirikan banyak SP-TP di dalam sebuah perusahaan.
Keberadaan SP-TP lebih dari satu di dalam sebuah perusahaan ditemukan di beberapa
perusahaan. Sejauh ini, kondisi ini tidak mengakibatkan konflik atau masalah diantara
SP-TP tersebut. Meskipun demikian, pihak perusahaan, SP-TP, dan pekerja/buruh
percaya bahwa proses pembentukan SP/SB atau SP-TP seperti dalam UU No. 21
Tahun 2000 sangat mudah, hanya 10 anggota diperlukan untuk membentuk SP-TP.
Banyak dari mereka cenderung memilih tidak lebih dari satu SP-TP dalam sebuah
perusahaan. Mereka mengusulkan agar serikat pekerja dibentuk berdasarkan
prosentase jumlah total pekerja/buruh di masing-masing perusahaan. Lainnya
mengusulkan bahwa persyaratan jumlah pekerja/buruh untuk mendirikan serikat
pekerja/serikat buruh ditambah, dari 10 anggota menjadi 100 anggota. Tim SMERU
mencatat persamaan dalam alasan yang dikemukakan perusahaan, SP/SB, dan
pekerja/buruh mengenai alasan penolakan keberadaan lebih dari satu SP-TP dalamsatu perusahaan. Apabila di satu perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB, maka akan
sulit menentukan SP/SB yang harus mewakili pekerja/buruh dalam perundingan atau
penyelesaian perselisihan walaupun menurut Kepmenaker Tahun 1985, SP/SB yang
memiliki anggota paling tidak 50% dari seluruh pekerja/buruh akan mewakili
pekerja/buruh. Secara umum, banyaknya serikat pekerja seperti ini membuat lebih
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 133/254
sulitnya penentuan wakil pekerja/buruh dalam negosiasi Lembaga Penelitian viii
SMERU, Mei 2002 tripartit nasional yang diwakili 10 SP/SB, bersama-sama dengan 10
wakil dari unsur organisasi pengusaha, dan unsur pemerintah.
20. Meskipun SP/SB dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 orang pekerja/buruh,
pada umumnya perusahaan berskala kecil dan sedang (sekitar 50 pekerja/buruh atau
kurang) berpendapat bahwa pekerjanya belum memerlukan SP-TP. Pengusaha dan
pekerja/buruh percaya bahwa mereka tidak memerlukan SP-TP karena selama ini
mereka telah dapat menyelesaikan perselisihan antar mereka dengan baik. Pekerja
setiap saat dapat menyampaikan masalahnya langsung kepada pengawas atau
pimpinan.
21. Menurut data Depnaker 1997, 6,6% perusahaan memiliki KKB. Pada tahun yang
sama, sekitar 78% SP-TP mendaftarkan diri ke Depnaker telah memiliki KKB. Peraturan
Perusahaan (PP) adalah alternatif yang sah dari KKB/PKB bagi perusahaan yang tidak
memiliki SP-TP. Sekitar 30% dari perusahaan sampel mempunyai PP, 58% PKB/KKB,
dan 12% mempunyai PP atau PKB/KKB (terdiri dari 3 perusahaan besar dan 3
perusahaan sedang).
22. Pasal-pasal yang diatur dalam PKB pada umumnya seragam di semua wilayah
penelitian. Pasal-pasal tersebut termasuk ketentuan umum, pengakuan dan fasilitas
bagi SP, hubungan kerja, waktu kerja, pengupahan, keselamatan dan kesejahteraan
kerja, cuti-ijin tidak bekerja dan hari libur, peraturan tata-tertib, sanksi-sanksi terhadap
pelanggaran, PHK, dan penyelesaian keluh-kesah.
23. Informasi lapangan menunjukkan bahwa secara umum proses pembuatan KKB/PKB
melibatkan pekerja/buruh yang diwakili oleh SP-TP dan perusahaan. Namun demikian
dalam jumlah kecil ada kasus dimana PKB dibuat oleh perusahaan dan SPTP hanya
membaca dan harus menyetujuinya. Beberapa perusahaan juga menggunakan kuasa
hukum yang bukan pegawai perusahaan. Sementara itu, pihak pekerja/buruh diwakili
oleh pengurus SP-TP, dan kadang-kadang koordinator diikutsertakan dalam proses
perundingan.
24. Walaupun kesepakatan kerja bersama disusun berdasarkan kesepakatan keduabelah pihak, pengusaha dan pekerja/buruh, perselisihan tetap dapat terjadi. Seringkali
kasus perselisihan terjadi justru mengenai masalah-masalah di luar hal-hal yang telah
menjadi kesepakatan bersama. Misalnya, seperti yang baru-baru ini terjadi pada
pelaksanaan kenaikan upah minimum dan tuntutan kenaikan upah, uang transpor, uang
makan, uang susu, sebagai akibat kenaikan BBM. Oleh karena itu, diperlukan petunjuk
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 134/254
untuk menampung negosiasi hal-hal yang tidak tercantum dalam kesepakatan kerjs
bersama, atau klausul khusus dimasukkan dalam kesepakatan tersebut, untuk
mencegah perselisihan industrial.
25. Dari kasus-kasus perselisihan industrial dan pemogokan kerja di tingkat perusahaan,
penyebab utama yang sering ditemui di banyak perusahaan dapat dikelompokkan dalam
empat kategori: (i) tuntutan non-normatif, yaitu yang berhubungan dengan hal-hal yang
tidak diatur dalam peraturan perundangan dan PKB/KKB; (ii) tuntutan normatif, yaitu
tuntutan terhadap hak-hak yang telah diatur dalam peraturan perundangan dan hak-hak
yang telah telah disepakati dalam PKB/KKB atau PP; (iii) keterlibatan pihak ketiga,
seperti pekerja/buruh dari perusahaan lain atau SP/SB Afiliasi lain) yang memprovokasi
pekerja/buruh sehingga terjadi perselisihan; dan (iv) tekanan dari beberapa pekerja di
dalam perusahaan yang memaksa pekerja lain agar ikut berunjuk rasa.
Lembaga Penelitian ix SMERU, Mei 2002
Faktor penyebab perselisihan industrial lainnya, antara lain:
solidaritas terhadap sesama pekerja yang dinilai telah diperlakukan secara kurang
adil oleh perusahaan;
perbedaan persepsi tentang perundangan dan peraturan pemerintah;
menuntut kepala personalia yang dinilai bersikap keras terhadap pekerja/buruh dan
berpihak pada perusahaan agar mundur;
perubahan manajemen perusahaan yang dinilai tidak memperhatikan kepentingan
dan kesejahteraan pekerja;
menuntut adanya transparansi perusahaan (terutama berkaitan dengan keuntungan
perusahaan yang mungkin dapat menjadi bagian pekerja/buruh dalam bentuk upah
yang lebih tinggi atau peningkatan kesejahteraan);
pelaksanaan peraturan uang pesangon; perusahaan dianggap tidak terbuka tentang
keuntungan perusahaan;
kecurigaan mengenai adanya penyalahgunaan dana Jamsostek;
ketidaksabaran pekerja dalam menunggu hasil perundingan; atau
tuntutan-tuntutan baru lainnya yang muncul seiring dengan meningkatnyapengetahuan pekerja tentang hak-hak mereka setelah SP-TP terbentuk di tempat
kerja mereka.
26. Meskipun demikian, penelitian ini memunjukkan bahwa sistem hubungan industrial
di tingkat perusahaan berfungsi luar biasa mulus. Berdasarkan empat kategori
perselisihan1, Tim SMERU mencatat bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 135/254
hanya 3 (6%) perusahaan dari 47 perusahaan yang mengalami perselisihan sangat
berat, 21% perusahaan mengalami perselisihan berat, 30% perusahaan mengalami
perselisihan sedang, sebanyak 26% perusahaan mengalami perselisihan ringan.
Delapan dari perusahaan sampel, menurut pengusaha maupun pekerja/buruhnya atau
SP-TP, tidak pernah mengalami perselisihan kecuali menerima keluh-kesah dan
menghadapi kasus perselisihan perseorangan.
1 Empat kategori perselisihan hubungan industrial adalah: (a) perselisihan ringan:
perselisihan tanpa mogok kerja dan dapat diselesaikan secara bipartit; (b) perselisihan
sedang: perselisihan yang disertai mogok kerja dan dapat diselesaikan secara bipartit;
(c) perselisihan berat: perselisihan industrial tanpa mogok kerja dan diselesaikan di
tingkat tripartit; dan (d) perselisihan sangat berat, yaitu perselisihan industrial disertai
mogok kerja dan belum atau dapat diselesaikan di tingkat tripartit.
Lembaga Penelitian x SMERU, Mei 2002
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Studi 3
Metodologi 3
Struktur Laporan 4
II. GAMBARAN PERUSAHAAN SAMPEL 5
Sampel 5
Kondisi Kerja 5
III. KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL 8
IV. KEBIJAKAN PEMERINTAH BERKAITAN DENGAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Perundangan dan Peraturan berkaitan dengan Hubungan
Industrial 12
Sejarah, Perundangan serta Peraturan tentang SerikatPekerja/Serikat Buruh 23
V. PERUBAHAN KONDISI HUBUNGAN INDUSTRIAL 27
Hubungan Industrial di masa Orde Baru 27
Kondisi Umum Hubungan Industrial di masa transisi 30
VI. PRAKTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LAPANGAN 35
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 136/254
A. SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH 35
Serikat Pekerja /Serikat Buruh (SP/SB) Afiliasi 35
Serikat Pekerja/Serikat Buruh Tingkat Perusahaan (SP-TP) 38
B. PERATURAN PERUSAHAAN (PP) DAN PERJANJIAN/
KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (PKB/KKB) 48
C. PERSELISIHAN DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN 54
Perselisihan Hubungan Industria, Mogok Kerja dan Penyebabnya 54
Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial 65
VII. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN 70
DAFTAR PUSTAKA 75
LAMPIRAN 76
Lembaga Penelitian xi SMERU, Mei 2002
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini hubungan industrial di Indonesia sedang memasuki babak baru, suatu era
transisi.Proses demokratisasi yang sebagian turut dipicu oleh kejatuhan rejim Soeharto
dan disusul dengan pelaksanaan otonomi daerah, sangat mempengaruhi arah
hubungan industrial dimasa transisi ini. Sebelumnya, hubungan industrial di Indonesia
sangat dikontrol ketat oleh pemerintah pusat. Pemerintah Orde Baru mengatur
keberadaan serikat buruh/pekerja (pada waktu itu hanya ada satu serikat buruh/serikat
pekerja yang diakui pemerintah), ketentuan ketentuan mengenai upah minimum, dan
mempengaruhi kondisi umum ketenagakerjaan, maupun mengenai cara penyelesaian
hubungan industrial. Kini sistem hubungan industrial sudah lebih terdesentralisasi
walaupun dalam banyak hal masih diwarnai oleh unsur paternalistik pemerintah pusat.
Pergantian pemerintahan dan perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralistik ke
desentralistik ini telah merubah pula mekanisme pengambilan keputusan mengenai
sistem hubungan industrial. Pada saat ini mekanismenya mulai bersifat desentralistik
dan dialogis.
Selain itu, selama dua tahun terakhir ini sudah ada beberapa perubahan terhadapperaturan dan perundangan mengenai ketenagakerjaan. Misalnya, sekarang pemerintah
daerah mempunyai kewenangan untuk menentukan upah minimum. Salah satu
perubahan penting akibat kebijakan desentralisasi ini adalah munculnya sistem
hubungan industrial yang memungkinkan pekerja/buruh bebas mendirikan serikat
buruh/serikat pekerja pada tingkat perusahaan sesuai dengan UU No. 21, 2000.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 137/254
Disamping itu, pemerintah juga telah meratifikasi beberapa konvensi ILO (International
Labor Organization-PBB), termasuk Konvensi No.87, 1948 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Saat ini pemerintah sedang
mengevaluasi dengan berbagai cara untuk memastikan bahwa undang-undang
ketenagakerjaan di Indonesia sejalan dengan konvensi dan perundangan ILO lainnya.
Proses demokratisasi dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan yang
menyertai perubahan-perubahan tersebut ternyata telah mengubah sikap dan perilaku
pekerja/buruh dalam menyampaikan aspirasinya. Setelah sekian lama suaranya
disumbat dan hak-haknya dirampas, pekerja/buruh semakin kuat menyuarakan
tuntutannya secara bebas, baik melalui serikat pekerja/serikat buruh, gerakan dan
advokasi pekerja/buruh, antara lain dengan melakukan pemogokan dan unjuk rasa.
Di satu pihak, tuntutan pekerja/buruh untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan,
seperti kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik, dapat dipandang sebagai
tuntutan yang dapat difahami mengingat tingkat daya beli pekerja/buruh tidak banyak
beranjak dari kondisi sebelum krisis. Juga, kebijakan dan peraturan perundangan
pemerintah yang mempengaruhi kehidupan ekonomi pekerja/buruh juga ikut
memberikan kontribusi terhadap timbulnya sejumlah aksi-aksi pemogokan dan
demonstrasi pekerja/buruh yang cenderung meningkat dan disertai kekerasan sejak
pertengahan tahun 2001. Namun perlu diperhatikan bahwa penyelesaian perselisihan
hubungan industri di Indonesia sejak lama telah menjadi masalah yang pelik dan
berkepanjangan yang turut menyumbang terhadap timbulnya keresahan industri akhir-
akhir ini.2 Penyelesaian kasus-kasus tersebut sering dilakukan di luar upaya hukum,
misalnya dengan melibatkan aparat kepolisian, militer, atau bahkan “preman” dengan
cara represif. 2 James Gallagher, Indonesia’s Industrial Dispute Resolution Process,
USAID-AFL-CIO, 2000. Lembaga Penelitian 2 SMERU, Mei 2002
Di lain pihak, pemulihan ekonomi akibat krisis ekonomi yang berjalan lambat, ditambah
dengan adanya gejala resesi global yang cenderung berdampak negatif terhadap
pangsa pasar, merupakan suatu dilema tersendiri bagi pengusaha dalam menghadapi
tuntutan para pekerja/buruhnya.3 Pengusaha berpendapat bahwa kebijakan pemerintahmenaikkan upah minimum nominal sebesar 30-40% pada bulan Januari 2002
memberatkan pengusaha. Di Jakarta misalnya, kebijakan tersebut ditolak oleh Apindo
(Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang kemudian membawa masalah ini ke Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN). Secara makro ekonomi, kebijakan untuk terus menaikkan
upah minimum juga cenderung merusak fleksibilitas pasar tenaga kerja yang selama ini
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 138/254
menandai dinamika pasar tenaga kerja.4 Tampaknya hubungan industrial dalam masa
transisi ini cenderung akan diwarnai oleh konflik kepentingan antara pekerja dengan
pengusaha. Perbedaan tujuan kedua pihak ini telah menyebabkan timbulnya
perselisihan hubungan industri. Jika hal ini terus berlangsung, maka ke dua belah pihak,
pekerja/buruh dan pengusaha, akan sama-sama menghadapi resiko kerugian. Oleh
karena itu upaya meminimalkan konflik merupakan jalan keluar terbaik. Salah satu cara
yang dapat ditempuh untuk ini adalah dengan cara melakukan dialog secara intensif,
dimana masing-masing pihak secara terbuka menempatkan dirinya dalam posisi yang
seimbang. Menurut temuan Tim SMERU, upaya “jalan tengah” menuju hubungan
industrial yang lebih baik ini sesungguhnya sangat didukung baik oleh pihak pengusaha
maupun pekerja/buruh melalui wakil-wakilnya. Kedua belah pihak telah berupaya keras
untuk menuju ke arah itu, dan proses ini dianggap sebagai “proses pembelajaran” yang
bermanfaat. Namun proses penting ini seringkali lepas dari perhatian media dan
masyarakat luas. Menyadari hal tersebut, pemerintah telah mengajukan dua rancangan
undang-undang (RUU) mengenai aspek-aspek hubungan industrial yang satu sama lain
saling berkaitan. Kedua RUU tersebut telah diserahkan ke DPR pada tahun 2000. RUU
yang pertama mengatur tentang hubungan industrial antara pekerja/buruh dengan
pengusaha, termasuk mengenai perjanjian kontrak kerja, jaminan perlindungan dan
keselamatan kerja. RUU yang ke dua untuk menetapkan kerangka kerja prosedur
penyelesaian perselisihan industrial.5 Sebelum kedua RUU ini disahkan menjadi UU,
masukan secara seimbang – misalnya melalui debat publik – dari berbagai pihak yang
berkompeten dan didukung oleh hasil kajian yang mendalam sangat penting dan
diperlukan. Hal ini tidak saja akan menjadikan seluruh proses perubahan dan
pengesahan RUU ini transparan, tetapi juga agar pola hubungan industrial dan
mekanisme penyelesaian konflik yang tercipta akan mampu mengakomodasi semua
pihak yang berkepentingan. Untuk menciptakan konsep hubungan industrial yang dapat
memuaskan segenap pihak,sebenarnya Pemerintah Indonesia tidak harus memulai
semuanya dari awal. Dengan melakukan penyesuaian terhadap kondisi lokal,
pengalaman negara-negara lain dapat dijadikan sebagai 3 Pemerintah MegawatiSoekarnoputri tampaknya belum banyak mengalami kemajuan dalam melakukan
reformasi struktur dan pemerintahanannya, dengan demikian membangkitkan kembali
kegelisahan terhadap pangsa pasar. Kejadian pemboman September 11 dan
perekonomian global yang sedang lesu semakin memperburuk iklim investasi di
Indonesia (Indonesia: The Imperative for Reform, The World Bank, November 2001).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 139/254
3 Lihat Laporan SMERU (2001) mengenai dampak upah minimum terhadap sektor
formal di perkotaan yang menunjukkan dampak negatif signifikan upah minimum
terhadap penyerapan tenaga kerja (dari panel data propinsi 1988-1999. Manning (1996)
dan Rama (1996) menunjukkan bahwa upah minimum mulai berdampak pada beberapa
jenis pekerja/buruh, terutama pada pekerja/buruh usia muda dan pekerja/buruh
perempuan tidak terampil di beberapa wilayah. Pendapat yang bertentangan
dikemukakan oleh Islam dan Nazara (2000). 5 Draft RUU yang dijadikan rujukan pada
studi ini adalah draft RUU ketiga yang diperoleh dari FSPSI pada bulan Oktober 2001.
Draft RUU edisi selanjutnya kemungkinan sudah mengalami berbagai perubahan
mengingat RUU tersebut sedang dibahas DPR. Lembaga Penelitian 3 SMERU, Mei
2002 pelajaran dan bahan rujukan. Di Jepang misalnya, hubungan industrialnya
cenderung bersifat desentralistik dan paternalistik dimana semua kewajiban untuk
memberikan kesejahteraan buruh menjadi tanggungjawab perusahaan. Sementara itu di
Korea, karena gerakan dan federasi buruhnya kuat, maka sistem hubungan
industrialnya lebih didominasi oleh unsur sentralistik. Sebaliknya, Taiwan mempunyai
sistem hubungan industrial yang sangat terdesentralisasi, berorientasi pasar, semua
syarat kerja tidak disusun secara rinci, dan pemerintah lebih berperan sebagai wasit.
Banyak yang berpendapat bahwa hubungan industrial di Indonesia masih dalam masa
transisi karena hingga saat ini arahnya masih belum jelas: apakah akan menuju
hubungan industrial yang sepenuhnya terdesentralisasi, atau setengah terdesentralisasi
dengan dominasi pemerintah pusat yang semakin berkurang, atau ternyata masih belum
mampu melepaskan diri dari sistem hubungan industrial yang sentralistik warisan era
Orde Baru.
B. TUJUAN STUDI
Studi yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU dengan dukungan PEG-USAID
dan Bappenas ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hubungan industrial di masa
transisi, keberadaan serikat pekerja/serikat buruh, perselisihan antara pengusaha dan
pekerja/buruh serta penyelesaiannya di beberapa perusahaan sampel, baik industr
manufaktur, perhotelan, dan pertambangan. Studi ini diharapkan dapat membantupemerintah dalam memahami secara utuh kondisi hubungan industrial dan
ketenagakerjaan di lapangan pada tingkat perusahaan. Selanjutnya, pemahaman ini
diharapkan dapat digunakan untuk memformulasikan kebijakan ketenagakerjaan yang
mampu menunjang suatu sistem hubungan industrial yang memenuhi kepentingan
pekerja/buruh, pengusaha dan masyarakat umum.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 140/254
C. METODOLOGI
Studi ini dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2001 di wilayah Jakarta,
Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), Bandung, dan Surabaya. Metoda yang
digunakan adalah metoda penelitian kualitatif melalui wawancara mendalam dengan
menggunakan pedoman pertanyaan. Informasi diperoleh dari pihak perusahaan, serikat
pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh, instansi pemerintah terkait (misalnya Dinas
Tenaga Kerja), dan asosiasi pengusaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).
Responden serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) adalah pengurus SP/SB di tingkat
perusahaan (SP-TP) dan SP/SB Afiliasi di tingkat kabupaten/kota dan propinsi. Empat
responden dari serikat pekerja/serikat buruh yang dipilih adalah SPSI (status quo),
Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), Sarekat Buruh Muslim Seluruh Indonesia (Sarbumusi),
dan Federasi Serikat Pekerja –Tekstil, Sandang dan Kulit (FSP-TSK). Sedangkan
responden dari perusahaan adalah kepala personalia, pimpinan perusahaan dan pemilik
perusahaan. Responden perusahaan dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh di
lapangan dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Apindo, API, Dinas Tenaga Kerja,
Departemen Tenaga Kerja, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen
Pariwisata, Departemen Pertambangan, dan informan lainnya. Di setiap perusahaan
Tim SMERU menemui beberapa responden kunci yang memahami isu hubungan
industrial dan perselisihan kerja di perusahaan tersebut.
Lembaga Penelitian 4 SMERU, Mei 2002
Karakteristik perusahaan yang dipilih sebagai responden antara lain:
(i) termasuk dalam kategori perusahaan skala besar (>100 pekerja/buruh), dan sedang
(20-100 pekerja/buruh) berdasarkan kriteria BPS;
(ii) memiliki serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan (83% dari responden
perusahaan);
(iii) perusahaan sudah mengalami kasus perselisihan dengan pekerja/buruh6 (83% dari
responden perusahaan); dan
(iv) perusahaan modal asing atau perusahaan modal dalam negeri.D. STRUKTUR LAPORAN
Sistematika penyajian laporan ini disusun dengan urutan sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan,
berikutnya Bab II menyajikan secara ringkas Gambaran Perusahaan Sampel,
diantaranya meliputi pembahasan tentang keberadaan serikat pekerja/buruh dan kondisi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 141/254
kerja. Selanjutnya, konsep hubungan industrial akan dibahas dalam Bab III. Kemudian
aspek “perubahan atau evolusi” regulasi mengenai hubungan industrial, serikat
pekerja/buruh, dan tanggapan pengusaha, pekerja, dan buruh terhadap regulasi
tersebut akan disajikan pada Bab IV Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan Hubungan
Industrial. Pada Bab V akan disajikan pembahasan mengenai Perubahan Kondisi
Hubungan Industrial, dimana pembahasan ditekankan pada perbedaan umum antara
beberapa aspek hubungan industrial yang terjadi di masa Orde Baru dengan hubungan
industrial yang terjadi pada masa transisi saat ini. Sedangkan praktek hubungan
industrial di lapangan akan disajikan pada BabVI yang akan dibagi menjadi tiga bagian
yaitu keberadaan serikat pekerja/serikat buruh, meliputi serikat pekerja/buruh tingkat
perusahaan (SP-TP) dan gabungan (federasi) serikat pekerja/serikat buruh yang
menjadi afiliasi SPTP disajikan pada Bagian A Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Rincian
pembahasan diantaranya mencakup pembentukan, peran,fungsi maupun masalah yang
dihadapi oleh serikat pekerja/serikat buruh. Pembahasan mengenai mengapa suatu
perusahaan menerapkan PP (Peraturan Perusahaan) sementara yang lain
menerapkan Perjanjian/Kesepakatan Kerja Bersama (PKB/KKB), disajikan pada Bagian
B.Selanjutnya isu penting yang akan disajikan pada Bagian C adalah mengenai
Perselisihan Hubungan Industrial dan Penyelesaiannya, antara lain mencakup isu
mengapa perselisihan dapat terjadi dalam hubungan industrial, mekanisme
penyelesaiannya, serta upaya untuk mencegah timbulnya perselisihan. Akhirnya,
laporan ini ditutup dengan Kesimpulan pada Bab VII. 6 Batasan perselisihan industrial
dalam studi ini adalah: perselisihan antara perusahaan dengan pekerja/buruh yang
melibatkan lebih dari satu orang; tidak bereaksi secara individu; tidak selalu harus
mengganggu proses produksi; dan ada proses perundingan.
Lembaga Penelitian 5 SMERU, Mei 2002
II. GAMBARAN PERUSAHAAN SAMPEL
A. SAMPEL
Responden penelitian adalah 47 perusahaan di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi (Jabotabek), Bandung, dan Surabaya, terdiri dari 42 perusahaan manufaktur,empat perusahaan perhotelan, dan satu perusahaan pertambangan (Tabel 1). Tim
meneliti 6 hingga 12 perusahaan di masing-masing wilayah. Produk yang dihasilkan
responden antara lain tekstil, garmen, sepatu, suku cadang kendaraan bermotor, alat
rumah tangga dari plastik dan metal, makanan dan minuman, ubin keramik, kayu
molding, kawat besi, bahan kimia, kertas pengepak, pipa PVC, dan batu bara. Sampel
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 142/254
perusahaan terdiri dari kategori perusahaan skala besar dengan tenaga kerja 100-8.000
orang sebanyak 42 perusahaan (89%), dan lima perusahaan berskala sedang. Dari
perusahaan besar tersebut 14 diantaranya adalah perusahaan dengan modal asing
(PMA) dari Jepang, Korea, Taiwan, AS, UK, dan joint venture antara Swiss dan Jerman
Tabel 1. Karakteristik Sampel (n=47 perusahaan)
PMA/ Skala Jumlah Jabotabek Bandung Surabaya Berau Total % PMDN pekerja Kal-
Tim
PMA Besar 101-1000 5 0 2 0 7 15
> 1000 4 1 1 0 6 13
Medium 20 - 100 1 0 0 0 1 2
10 1 3 0 14 30
PMDN Besar 101-1000 10 3 5 1 19 40
> 1000 6 1 3 0 10 21
Medium 20 - 100 2 1 1 0 4 9
18 5 9 1 33 70
Total 28 6 12 1 47 100
Persentase (%) 60 13 25 2 100
Catatan * PMA = Penanaman Modal Asing; PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri
Serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan (SP-TP) telah dibentuk di 39
perusahaan sampel. Kecuali dua SP-TP di dua perusahaan di Bekasi yang memilih tidak
berafiliasi kepada federasi SP/SB manapun, SP-TP lainnya berafiliasi pada serikat
pekerja/serikat buruh di luar perusahaan, baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi,
ataupun di tingkat pusat. Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menjadi afiliasi SP-TP dari
perusahaan sampel antara lain SPSI (SP KEP, SP Farkes, SP TSK, SP PHRI, SP PAR),
SPMI, Sarbumusi, FSP-TSK, FSBDSI, FPI, dan SBJ. Satu perusahaan sampel di
Surabaya memiliki dua SP-TP yang berafiliasi pada
dua SP yang berbeda, yaitu pada SPSI dan Sarbumusi. Satu perusahaan sampel di
Bekasi juga memiliki dua SP-TP yang berafiliasi pada dua SP yang berbeda, yaitu pada
FSP-TSK dan FSBDSI. Satu perusahaan di Tangerang memiliki dua SP-TP yangberafiliasi pada FSP-TSK dan Perbupas (Persatuan Buruh Sepatu).
B. KONDISI KERJA
Kondisi kerja sangat mempengaruhi tingkat perselisihan hubungan industrial. Peluang
terjadinya perselisihan sangat kecil pada perusahaan yang sudah mempunyai kondisi
kerja yang baik, dan memenuhi harapan pekerja/buruh dalam pemberian upah,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 143/254
tunjangan, dan fasilitas lainnya. Secara umum kondisi kerja di perusahaan mengacu
pada tiga peraturan Lembaga Penelitian 6 SMERU, Mei 2002 internal perusahaan, yaitu
Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), dan Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB) yang kemudian diubah menjadi Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Perjanjian kerja
biasanya diberlakukan kepada pekerja/buruh yang baru masuk, atau pada perusahaan-
perusahaan yang belum memiliki PP atau KKB/PKB (beberapa perusahaan masih
menggunakan istilah lama). Perjanjian Kerja memuat hak dan kewajiban pekerja/buruh
maupun pengusaha, serta syarat-syarat kerja lainnya. Dibandingkan dengan PK,
umumnya PP, KKB/PKB memuat ketentuan yang lebih rinci, diantaranya mencakup
berbagai kesepakatan, kondisi kerja dan syarat-syarat kerja sesuai dengan peraturan
pemerintah yang berlaku, antara lain tentang jam kerja, sistem pengupahan, jaminan
pengobatan dan perawatan, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja
(Jamsostek), izin tidak bekerja, PHK, uang pesangon dan uang jasa. Perbedaan antara
PP dan KKB/PKB adalah PP dibuat oleh perusahaan yang belum memiliki serikat
pekerja/serikat buruh, sedangkan PKB/KKB dirumuskan bersama oleh pengusaha dan
serikat pekerja/serikat buruh, dengan memperhatikan aspirasi dari para pekerja/buruh.
KKB atau PKB biasanya ditinjau setiap dua tahun sekali. Perusahaan modal asing,
terutama yang memproduksi barang ekspor dengan merk dagang dari pihak pemesan
luar negeri, biasanya mempunyai “code of conduct ” atau peraturan kerja yang
ditetapkan oleh perusahaan pemesan.7 Peraturan kerja tersebut memuat hal-hal umum
yang mengacu pada isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan isu lingkungan. Contoh
peraturan kerja salah satu perusahaan kategori ini adalah:
Kerja lembur tidak lebih dari 60 jam per bulan;
Pekerja/buruh tidak boleh di bawah umur;
Upah pokok harus memenuhi standar;
Upah lembur sesuai dengan daftar hadir dan produktivitas kerja;
Perusahaan menyediakan fasilitas istirahat, ruang makan, ruang penyimpanan barang
milik pekerja/buruh;
Perusahaan harus menyediakan fasilitas keselamatan kerja, misalnya: masker,sarung
tangan, dan baju khusus;
Penyediaan fasilitas kamar kecil sesuai standar (30 orang per kamar kecil);
Penyediaan kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) sesuai standar; dan
Penyediaan fasilitas pemadam kebakaran.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 144/254
Perusahaan pemesan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan kerja
secara rutin setiap tiga bulan sekali. Pelaksanaan peraturan tersebut dicocokkan
dengan dokumen administrasi perusahaan. Pengawasan termasuk melihat secara
langsung kondisi kerja dan melakukan wawancara dengan pekerja/buruh. Dalam
memahami dan menilai kondisi kerja di suatu perusahaan, selain skala perusahaan,
studi ini juga memasukkan faktor status pekerja/buruh sebagai fokus perhatian karena
kedua hal tersebut mempengaruhi tingkat upah, fasilitas, atau tunjangan yang diterima
pekerja/buruh. Beberapa perusahaan membagi status pekerja/buruh ke dalam tiga
kategori, yaitu pekerja/buruh kontrak harian, pekerja/buruh harian tetap, dan
pekerja/buruh bulanan tetap. 7 Perusahaan pemesan adalah perusahaan di luar negeri
yang memproduksi barang (misalnya, sepatu atau kemeja) dengan merk dagang
terkenal di pasar dunia, tetapi memesan produk dengan merk dagangnya kepada mitra
perusahaan di Indonesia. Mitra perusahaan harus mematuhi persyaratan produksi dan
kondisi kerja perusahaan pemesan. Lembaga Penelitian 7 SMERU, Mei 2002
Pekerja/buruh harian lepas dan pekerja/buruh harian tetap dibayar berdasarkan jumlah
hari kerja. Mereka tidak menerima upah apabila tidak masuk kerja, dan hal ini berbeda
dengan pekerja/buruh bulanan tetap yang menerima upah tidak berdasarkan kehadiran.
Komponen upah yang juga membedakan antara pekerja/buruh harian dan pekerja/buruh
bulanan adalah komponen di luar gaji pokok seperti berbagai tunjangan (kesehatan,
kepangkatan, kinerja, transportasi), upah lembur, uang makan, dana sehat, dan premi
target atau bonus. Pada umumnya pekerja/buruh harian tidak menerima komponen
upah tersebut. Selain komponen upah tersebut, perusahaan juga memberikan
Tunjangan Hari Raya (THR) setiap tahun kepada pekerja/buruh harian tetap dan
pekerja/buruh bulanan tetap. Pada sistem kerja yang menggunakan shift, pekerja/buruh
shift malam biasanya memperoleh tambahan insentif tertentu, seperti tunjangan kerja
shift, tunjangan transportasi, atau tunjangan makan. Selain itu kadang-kadang
pekerja/buruh menerima tunjangan lainnya dalam bentuk bahan makanan seperti gula,
kopi, susu, dan mie kering. Selain upah dalam bentuk tunai, sebagian perusahaan juga
menyediakan fasilitas lain dalam bentuk pemberian in natura atau fasilitas lainnya.Misalnya, menyediakan poliklinik, dokter dan paramedis di perusahaan, makan siang
dengan kupon, antar jemput kendaraan, pakaian seragam dan sepatu, kantin murah,
perumahan pegawai, koperasi, sarana ibadah, atau sarana olah raga dan kesenian,
asuransi kesehatan, juga Jamsostek. Jenis fasilitas yang disediakan untuk pekerja/
buruh biasanya tergantung pada besarnya perusahaan. Selain fasilitas diatas, sebagian
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 145/254
besar pekerja/buruh tetap bulanan memperoleh fasilitas asuransi kesehatan. Besarnya
klaim asuransi pekerja/buruh bervariasi, tergantung pada tingkat upah dan premi yang
dibayarkan. Beberapa perusahaan lain tidak memberikan fasilitas asuransi kesehatan,
tetapi menerapkan sistem penggantian biaya berobat, sementara perusahaan lain
mengganti biaya untuk ke dokter atau ke Puskesmas yang sudah dikeluarkan oleh
pekerja/buruh hingga jumlah tertentu. Hanya sedikit perusahaan yang memberikan
tunjangan pensiun atau tabungan masa depan kepada pekerja/buruhnya. Meskipun
perusahaan mengakui bahwa saat ini kondisi perekonomian di Indonesia masih sulit,
secara umum perusahaan telah memenuhi hak-hak normatif 8 (lihat Lampiran 1)
pekerja/buruh, misalnya mengenai pengupahan, pemberian tunjangan dan fasilitas, cuti,
dan jam kerja. Sebagian besar (94%) responden perusahaan telah menerapkan
kebijakan upah minimum regional (UMR). Namun karena pemerintah semakin sering
melakukan perubahan UMR, sebagian perusahaan terpaksa melakukan penyesuaian.
Beberapa perusahaan kini memasukkan kriteria pendidikan dalam menetapkan skala
upah pekerja/buruh. 8 Hak-hak normatif adalah hak yang diatur dalam peraturan
perundangan, peraturan pemerintah,PKB/KKB. Hak-hak yang diatur dalam peraturan
perundangan dan peraturan pemerintah. 8 Lembaga Penelitian SMERU, Mei 2002
III. KONSEP DAN PRINSIP-PRINSIP DASAR
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Hubungan industrial lebih dari sekedar mengenai pengelolaan organisasi.
Perkembangan hubungan industri mencerminkan perubahan-perubahan dalam sifat
dasar kerja di dalam suatu masyarakat (baik dalam arti ekonomi maupun sosial) dan
perbedaan pandangan mengenai peraturan perundangan mengenai ketenagakerjaan.
Hubungan industrial “meliputi sekumpulan fenomena, baik di luar maupun di dalam
tempat kerja yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan
ketenagakerjaan”. Namun, sulit untuk mendefinisikan istilah “hubungan industrial”
secara tepat yang dapat diterima secara universil. “Hubungan industrial” dikaitkan
dengan laki-laki, bekerja penuh waktu, mempunyai serikat buruh, pekerja kasar di unit
pabrik besar yang menetapkan tindakan-tindakan pengendalian, pemogokan, danperundingan bersama.8 Namun, di Indonesia hubungan industrial ternyata berkaitan
dengan hubungan diantara semua pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di suatu
perusahaan tanpa mempertimbangkan gender, keanggotaan dalam serikat
pekerja/serikat buruh, dan jenis pekerjaan. Hubungan industri seharusnya tidak dilihat
hanya dari persyaratan peraturan kerja organisasi yang sederhana, tetapi juga harus
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 146/254
ditinjau dari hubungan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas. Dengan kata lain
hubungan industrial harus dipadukan dengan bidang politik dan ekonomi, tidak dapat
dipisahkan.9 Secara sederhana, Suwarto (2000) menyimpulkan bahwa hubungan
industrial dapat diartikan sebagai sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku
proses produksi barang dan/atau jasa.10 Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan ini
terutama adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Dalam proses produksi pihak-
pihak yang secara fisik sehari-hari terlibat langsung adalah pekerja/buruh dan
pengusaha, sedang pemerintah terlibat di dalam hal-hal tertentu. Hubungan industria1
berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan
pengusaha. Pengaturan hak dan kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang
bersifat perorangan. Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara
lain memuat ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa percobaaan,
jabatan yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia, tanggungjawab, uraian
tugas, dan\penempatan kerja.\Di tingkat perusahaan pekerja dan pengusaha adalah dua
pelaku utama hubungan industrial.\Dalam hubungan industrial baik pihak perusahaan
maupun pekerja/buruh mempunyai hak yang\sama dan sah untuk melindungi hal-hal
yang dianggap sebagai kepentingannya masing-masing, juga untuk mengamankan
tujuan-tujuan mereka, termasuk hak untuk melakukan tekanan melalui kekuatan
bersama bila dipandang perlu.11 Di satu sisi, pekerja dan pengusaha mempunyai
kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahan, tetapi di
sisi lain hubungan antar keduanya juga mempunyai potensi konf1ik, terutama apabila
berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan
masing-masing pihak. Hubungan industri melibatkan sejumlah konsep, misalnya konsep
keadilan dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak
dan kewajiban, serta integritas dan kepercayaan.12 Sementara itu, fungsi utama
pemerintah dalam hubungan industrial adalah mengadakan atau menyusun peraturan
dan perundangan ketenagakerjaan agar hubungan antara 8 Michael Salamon, Industrial
Relations: Theory and Practice, edisi 4, Prentice Hall, 2000: hal. 4-5. 9 idem., hal. 10.
10 Suwarto, “Prinsip-prinsip Dasar Hubungan Industrial”, 2000.11 op.cit., hal.35.
12 op.cit., hal. 74-89.
9 Lembaga Penelitian SMERU, Mei 2002
pekerja dan pengusaha berja1an serasi dan seimbang, dilandasi oleh pengaturan hak
dan kewajiban yang adil. Di samping itu pemerintah juga berkewajiban untuk
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 147/254
menyelesaikan secara adil perselisihan atau konflik yang terjadi. Pada dasarnya,
kepentingan pemerintah juga untuk menjagakelangsungan proses produksi demi
kepentingan yang lebih luas.Tujuan akhir pengaturan hubungan industrial ada1ah untuk
meningkatkan produktivitas dankesejahteraan pekerja maupun pengusaha. Kedua
tujuan ini saling berkaitan, tidak terpisah,bahkan saling mempengaruhi. Produktivitas
perusahaan yang diawali dengan produktivitas kerjapekerjanya hanya mungkin terjadi
jika perusahaan didukung oleh pekerja yang sejahtera ataumempunyai harapan bahwa
di waktu yang akan datang kesejahteraan mereka akan lebih membaik.Sementara itu
kesejahteraan semua pihak, khususnya para pekerja, hanya mungkin dapat dipenuhi
apabila didukung oleh produktivitas perusahaan pada tingkat tertentu, atau jika
adapeningkatan produktivitas yang memadai, yang mengarah ke tingkat produktivitas
sesuai dengan harapan pengusaha.Sebelum mampu mencapai tingkat produktivitas
yang diharapkan, semua pihak yang terkait dalam proses produksi, khususnya pimpinan
perusahaan, perlu secara sungguh-sungguh menciptakan kondisi kerja yang
mendukung. Kunci utama keberhasilan menciptakan hubungan industrial yang aman
dan dinamis adalah komunikasi. Untuk memelihara komunikasi yang baik memang tidak
mudah, dan diperlukan perhatian secara khusus. Dengan terpeliharanya komunikasi
yang teratur sebenarnya kedua belah pihak, pekerja dan pengusaha, akan dapat
menarik manfaat besar. Faktor penunjang utama dalam komunikasi ini adalah adanya
interaksi positif antara pekerja dan pengusaha. Interaksi semacam ini apabila dipelihara
secara teratur dan berkesinambungan akan menciptakan sa1ing pengertian dan
kepercayaan. Kedua hal tersebut pada gilirannya akan merupakan faktor dominan
dalam menciptakan ketenangan kerja dan berusaha atau industrial peace.
Bagi pekerja, komunikasi dapat dimanfaatkan untuk mengetahui secara dini dan
mendalam tentang kondisi perusahaan serta prospek perusahaan di masa yang akan
datang. Disamping itu, pekerja juga dapat menyampaikan berbagai pandangan mereka
untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan. Hal semacam ini perlu ditanggapi
secara positif oleh manajemen, agar sekaligus merupakan pengakuan dan penghargaan
bagi para pekerja yang peduli terhadap nasib perusahaan. Sementara itu bagimanajemen atau pengusaha komunikasi pasti memiliki nilai positif. Disamping adanya
keterlibatan atau partisipasi dari pekerja terhadap nasib perusahaan, manajemen juga
dapat mengetahui sejak dini "denyut nadi" para pekerjanya, hingga pekerja di tingkat
paling bawah. Dengan demikian manajemen dapat mengambil langkah penyelesaian
masalah secara dini dan dapat mencegah agar masalahnya tidak menjadi lebih besar.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 148/254
Prasyarat untuk dapat membina komunikasi adalah bahwa pimpinan unit kerja atau
satuan kerja, apapun fungsinya, pada dasarnya juga adalah pimpinan sumber daya
manusia di unit atau satuan kerja yang bersangkutan. Komunikasi tidak mungkin hanya
dilakukan oleh satuan kerja/pimpinan SDM (direktur eksekutf, para manajer, atau
manajer divisi, dsb) tanpa adanya kepedulian dari semua lini yang ada di perusahaan.
Oleh karena itu pembinaan SDM pada umumnya, dan khususnya hubungan industrial,
harus menjadi kepedulian semua pimpinan di setiap tingkat. Untuk itu, hubungan
industrial perlu dipahami oleh semua tingkat pimpinan, bukan hanya pimpinan SDM atau
personalia semata-mata agar ketenangan kerja dan ketenangan berusaha yang menjadi
tujuan antara dalam menciptakan hubungan industrial yang aman dan dinamis dapat
terwujud. Ketenangan kerja dan berusaha dapat dilihat dari adanya indikator bahwa
terjadi hubungan kerja yang dinamis antara manajemen dan pekerja atau serikat
pekerja.10 Lembaga Penelitian SMERU, Mei 2002
Hubungan industrial selalu bersifat kolektif dan meliputi kepentingan luas. Oleh karena
itu, untuk mencapai tujuannya sarana hubungan industrial juga bersifat kolektif. Sarana
utama hubungan industrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, pada
tingkat perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh, Kesepakatan Kerja
Bersama/Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan, lembaga kerjasama bipartit,
pendidikan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan industrial. Kedua, sarana yang
bersifat makro, yaitu serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha, lembaga
kerjasama tripartit, peraturan perundang-undangan, penyelesaian perselisihan industrial,
dan pengenalan hubungan industrial bagi masyarakat luas.
Lembaga Penelitian 11 SMERU, Mei 2002
IV. KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG BERKAITAN
DENGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Hingga tahun 1998 perundang-undangan yang mengatur hubungan industrial di
Indonesia hampir tidak mengalami perubahan berarti selama lebih dari empat
dasawarsa terakhir (lihat Lampiran 2a dan 2b). Saat ini, peraturan perundangan yang
berlaku yang menonjol adalah UU No.22 Tahun 1957 mengenai PenyelesaianPerselisihan Buruh dan UU No. 12 Tahun 1964 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja
di Perusahaan Swasta. Pada tahun 1997 pemerintah berusaha untuk melakukan
pembaharuan perundang-undangan ketenagakerjaan secara menyeluruh dengan
menerbitkan UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Tujuan pengesahan
undang-undang ini adalah untuk merubah seluruh undang-undang yang berkaitan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 149/254
dengan ketenagakerjaan agar sesuai dengan perkembangan politik, sosial dan ekonomi
terakhir. Namun pelaksanaan undang-undang ini ditunda karena ditolak oleh serikat
pekerja/serikat buruh, dan LSM. Akhirnya undang-undang ini akan dibatalkan dan
pemerintah akan menerbitkan undang-undang baru yang saat ini sedang dipersiapkan
RUU-nya. Baru pada pemerintahan singkat di bawah Presiden Habibie (Mei 1998 -
Oktober 1999) pemerintah melakukan langkah penting mengenai hubungan industrial.13
Misalnya, pada tanggal 5 Juni 1998 pemerintah meratifikasi delapan konvensi ILO
tentang hak-hak dasar pekerja/buruh. Salah satu diantaranya adalah Konvensi ILO No.
87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak-hak Untuk
Berorganisasi. Ini adalah langkah positif menuju platform hubungan industrial yang adil,
khususnya perlindungan bagi pekerja/buruh yang akan membentuk atau menjadi
anggota organisasi pekerja/buruh untuk membela dan melindungi kepentingan
pekerja/buruh yang dapat lebih diterima oleh masyarakat internasional. Di bawah
Presiden Abdurrahman Wahid perundang-undangan baru tentang Serikat Kerja/Serikat
Buruh (SP/SB) disahkan melalui UU No. 21 Tahun 2000. Disamping itu kebijakan hanya
ada satu SP/SB juga dihapus, baik di tingkat nasional, tingkat daerah, maupun tingkat
perusahaan. Dengan demikian pemerintahan baru ini memberikan peluang lebih besar
bagi pekerja/buruh untuk mendirikan organisasi pekerja/buruh yang bebas tidak terikat,
meskipun ratifikasi dan pelaksanaan Konvensi No 87 Tahun 1948 ini menyebabkan
kegiatan serikat pekerja/serikat buruh meningkat secara signifikan. Perundangan dan
peraturan pemerintah lain yang tidak berkaitan langsung dengan hubungan industrial
tetapi turut mempengaruhi pelaksanaan hubungan industrial adalah UU Otonomi Daerah
No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom yang memberikan
kewenangan lebih besar kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah-tangganya sendir Sekalipun demikian, disadari bahwa hampir semua aspek
hubungan industrial tidak lepas dari kebijakan dan praktek yang berlingkup nasional
dengan lingkup lintas wilayah, seperti keserikatpekerjaan, peraturan perundang-
undangan, konvensi internasional, mekanisme tripartit, organisasi pengusaha, sertaperaturan perusahaan (PP) dan perjanjian kerja bersama (PKB).Pemberian otonomi
daerah juga menyangkut kewenangan pengaturan tentang ketenagakerjaan, termasuk
mengenai hubungan industrial, di mana salah satunya adalah pengaturan mengenai
penetapan upah minimum propinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Akhirakhir ini pekerja/buruh dari satu wilayah yang upah minimumnya lebih rendah
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 150/254
menuntut upah 13 Suwarno, S., and J.Elliot,” Changing Approaches to Employment
Relations in Indonesia,” in Employment Relations in the Asia Pacific: Changing
Approaches, ed. Bamber, Greg J, 2000, p.130.
Lembaga Penelitian 12 SMERU, Mei 2002
minimum yang sama besarnya dengan upah yang diterima oleh pekerja/buruh dari
wilayah tetangganya. Misalnya, pekerja/buruh di Kabupaten Tangerang dan Bekasi
menuntut upah minimum sama dengan pekerja/buruh dari DKI Jakarta yang upah
minimumnya lebih tinggi tanpa mempertimbangkan tingkat Kebutuhan Hidup Minimum
(KHM) di masing-masing wilayah yang berbeda. Demikian pula yang terjadi di
Kabupaten Sidoarjo, pekerja/buruh di kabupaten ini menuntut upah yang sama dengan
pekerja/buruh di Kota Surabaya walaupun tingkat kebutuhan hidup di Sidoarjo berbeda
dengan di Surabaya. Perubahan yang sangat cepat dalam kebijakan di bidang
ketenagakerjaan dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya yang menyangkut
masalah hubungan industrial (dan lebih khusus lagi mengenai kebebasan berserikat
yang membawa pengaruh terhadap perundingan serta penetapan upah minimum),
ternyata telah menimbulkan perdebatan, bahkan perbedaan pandangan yang tajam
antara pekerja/buruh (atau SP/SB) dengan pengusaha (atau organisasi pengusaha).
Bagian pertama Bab IV ini akan menguraikan secara rinci inti Undang-Undang (UU),
peraturan pemerintah, dan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sedang dibahas
yang berkaitan dengan hubungan industrial. Pada setiap akhir pembahasan mengenai
perundangan, peraturan, atau RUU akan disajikan tanggapan atau perdebatan dari
pihak pengusaha, pekerja/buruh (atau SP/SB), dan para akademisi atau pakar. Bagian
kedua akan menyoroti secara khusus mengenai sejarah dan perundangan serta
peraturan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dan keberadaan SP/SB.
A. PERUNDANGAN DAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Sejarah perundangan dan peraturan yang berkaitan dengan hubungan industrial di
Indonesia dapat diperhatikan pada Lampiran 2a dan 2b. Dari lampiran tersebut tampak
bahwa perundangundangan yang menonjol dan banyak dibahas akhir-akhir ini adalahUU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan UU No. 12
Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Perusahaan Swasta. Pada
tahun 1997 pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
Namun pelaksanaannya kemudian ditunda karena beberapa serikat pekerja/serikat
buruh dan LSM berpendapat bahwa UU tersebut lebih buruk dibanding dengan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 151/254
perundangan yang sudah ada, terutama yang berkaitan dengan perlindungan terhadap
hak pekerja/buruh (UU No. 22 Tahun 1957 dan UU No. 12 Tahun 1964). Selain itu
mereka juga menganggap bahwa proses pembuatan UU No. 25 Tahun 1997 tersebut
mengandung cacat moral karena menggunakan dana Jamsostek yang merupakan uang
pekerja/buruh. Akhirnya pelaksanaan UU tersebut ditunda hingga 1 Oktober 2002, dan
kemungkinan akan dicabut setelah dua UU baru dikeluarkan, yaitu: UU tentang
Penyelesesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan UU tentang Pembinaan
dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK). Kedua UU tersebut sampai saat ini sedang
dibahas di DPR. Sementara itu, Kepmenaker No. 150/Men/2000 tentang Penyelesaian
Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa
Kerja (PHK) dan Ganti Kerugian di Perusahaan ditetapkan pemerintah pada Juni 2000.
Peraturan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk menjamin ketertiban, keadilan, dan
kepastian hukum dalam penyelesaian PHK sebagaimana dimaksud dalam aturan
pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1957 dan UU No. 12 Tahun 1964. Dua topik bahasan
yang sedang diperdebatkan mengenai peraturan baru tersebut di atas adalah mengenai
pengaturan pembayaran pesangon dan pembayaran pesangon-pesangon Lembaga
Penelitian 13 SMERU, Mei 2002 lainnya yang diterima oleh pekerja/buruh yang
dihentikan dari pekerjaannya karena telah melakukan kesalahan berat, atau oleh
pekerja/buruh yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri secara suka-rela.
Sebelum adanya Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000, peraturan yang dipergunakan
dalam penyelesaian PHK adalah Permenaker No. 03/Men/1996 tentang Penyelesaian
PHK, dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Kerugian di Perusahaan
Swasta yang mulai berlaku pada tanggal 14 Pebruari 1996. Pertimbangan yang tidak
dicantumkan dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 sebagai dasar pertimbangan
perlunya mengganti Permenaker 03/Men/1996 adalah bahwa pekerja/buruh yang di
PHK karena alasan kesalahan ringan menurut Permenaker No. 03/Men/1996 mendapat
pesangon dan hak-hak lainnya maka seharusnya pekerja/buruh yang mengundurkan diri
secara baik-baik juga memperoleh pesangon dan hak-hak lainnya. Pada Permenaker
03/Men1996 tersebut, hak-hak pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik-baik(sukarela) tidak diatur, sehingga perlu dilakukan pengaturan. Berbeda dengan
Permenaker No. 03/Men/1996 yang tidak banyak menimbulkan reaksi penolakan
Kepmenker No Kep-150/Men/2000 mendapat reaksi keras dari pihak pengusaha yang
menilai bahwa penerapan Kepmenker tersebut akan mempersulit atau membebani
pengusaha. Karena adanya reaksi tersebut, pemerintah kemudian mengubah beberapa
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 152/254
pasal melalui Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 yang dikeluarkan pada 4 Mei
2001 dan Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001 yang dikeluarkan pada 31 Mei
2001. Perubahan tersebut belakangan menjadipemicu konflik dan unjuk rasa massal
pekerja/buruh karena Kepmenakertrans No. 78 dan111/Men/2001 dianggap memihak
kepada pengusaha. Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dinilai SP/SB dan pekerja
lebih memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh.Berdasarkan pertimbangan
bahwa UU Nomor 22 Tahun 1957 dan UU Nomor 12 Tahun 1964 sudah tidak sesuai
lagi karena dalam era industrialisasi jumlah masalah perselisihan hubungan industrial
menjadi semakin meningkat dan kompleks sehingga diperlukan institusi dan mekanisme
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah, maka
pemerintah mengusulkan dua RUU baru tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (RUU PPHI) dan RUU Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK)
yang hingga kini masih dibahas di DPR. RUU PPHI yang semula akan disahkan pada
tanggal 8 Oktober 2001 hingga saat ini belum disahkan karena RUU ini mendapat
penolakan dari kedua belah pihak, baik pengusaha maupun pekerja/buruh. Kedua RUU
tersebut juga dirancang untuk mengganti UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaan yang ditunda pelaksanaannya.14 Berikut ini akan diuraikan secara
rinci UU Nomor 22 Tahun 1957, UU No. 12 Tahun 1964, RUU PPHI, Kepmenaker No.
Kep-150/Men/2000, Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001.UU No. 22 Tahun
1957 UU No. 22 Tahun 1957 yang terdiri dari 9 bagian (secara rinci dapat dilihat pada
Lampiran 3) antara lain menjelaskan jenis-jenis dan tahapan dalam penyelesaian
perselisihan. Upaya pertama adalah dengan jalan damai melalui perundingan yang
diwujudkan dalam perjanjian perburuhan. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka ada
dua alternatif penyelesaian, yaitu dilakukan melalui arbitrase atau perantaraan. Dalam
hal penyelesaian melalui arbitrase, juru pemisah atau 14 Penjelasan tentang alasan
penundaan pelaksanaan UU ini dapat dilihat pada paragraph sebelumnya dalam Bab IV
ini. Lembaga Penelitian 14 SMERU, Mei 2002 dewan pemisah (arbiter) dapat
menetapkan keputusan final dan mengikat setelah disahkan oleh Panitia Pusat (P-
4P).15 Dalam membantu proses penyelesaian perselisihan melalui perantaraan,pegawai perantara16 tidak mempunyai wewenang mengambil keputusan mengikat,
kecuali hanya sekedar memberi anjuran. Jika upaya perantaraan dan arbitrase gagal,
maka upaya tersebut dapat diteruskan ke Panitia Daerah (P-4D)17 yang akan
memberikan anjuran yang mengikat. Selanjutnya salah satu pihak yang berselisih dapat
meminta pemeriksaan P-4P untuk putusan soal-soal khusus. Keputusan yang bersifat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 153/254
mengikat, baik yang diputuskan oleh P-4D, P-4P dan arbitrase dapat dilaksanakan
eksekusinya ke pengadilan negeri di tempat keputusan tersebut dibuat. Dengan
berlakunya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka
keputusan P-4P dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh pihak
yang tidak puas atas keputusan P-4P tersebut.Pasal 11 UU tersebut juga mengatur
bahwa Panitia Pusat dapat mengambil alih proses penyelesaian suatu perselisihan
perburuhan dari tangan aparat pemerintah daerah atau Panitia Daerah apabila
perselisihan perburuhan itu menurut pendapat Panitia Pusat dapat membahayakan
kepentingan umum dan kepentingan negara. UU No. 12 Tahun 1964 UU No. 12 Tahun
1964 tentang PHK di perusahaan Swasta (lihat Lampiran 3) memberikan dasar aturan
apabila di suatu perusahaan terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 1 ayat 1)
meskipun menurut undang-undang pengusaha berkewajiban agar mencegah terjadinya
PHK pada keadaan tertentu. Pengaturan selanjutnya tentang penyelesaian hubungan
kerja akibat PHK diatur dalam Permenaker atau Kepmenaker. Misalnya, tentang
pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti rugi, aturan
tentang PHK massal, dan PHK pada perusahaan yang belum memiliki serikat
pekerja/buruh. Berbeda dengan UU No. 22 Tahun 1957, undangundang ini tidak
menyatakan bahwa pihak buruh yang terlibat adalah serikat buruh. Perselisihan
mengenai PHK terhadap buruh perorangan juga dapat diselesaikan dengan mengacu
pada undang-undang ini dan tidak harus menyerahkan persoalannya kepada serikat
buruh. Pada prinsipnya UU ini mengatur PHK masing-masing buruh tanpa harus
melibatkan serikat buruh . Untuk melakukan tindakan PHK kurang dari 10 orang
perusahaan harus mendapatkan ijin dari P-4D, sementara untuk PHK 10 orang atau
lebih harus mendapat ijin dari P-4P. 15 Menurut Pasal 1.d.2.g: Panitia Pusat, ialah
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat. Menurut Pasal 12 ayat (1) Panitia
Pusat berkedudukan di Jakarta dan terdiri dari seorang wakil Kementerian Perburuhan,
seorang wakil Kementerian Perindustrian, seorang wakil Kementerian Keuangan,
seorang wakil Kementerian Pertanian, seorang wakil Kementerian Perhubungan atau
Kementerian Pelayanan, 5 orang dari kalangan buruh, dan 5 orang dari kalanganmajikan. 16 Yaitu pegawai Kementrian Perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri
Perburuhan. 17 Menurut Pasal 1.d.2.f: Panitia Daerah ialah Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerah. Menurut Pasal 5 ayat (2) panitia tersebut terdiri dari
seorang wakil Kementerian Perburuhan, seorang wakil Kementerian Perindustrian,
seorang wakil Kementerian Keuangan, seorang wakil Kementerian Pertanian, seorang
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 154/254
wakil Kementerian Perhubungan atau Kementerian Pelayanan, lima orang drai kalangan
buruh, dan 5 orang dari kalangan majikan. Lembaga Penelitian 15 SMERU, Mei 2002
RUU PPHI Judul dan isi RUU PPHI telah mengalami perubahan draft beberapa kali.
Judul pertama draft RUU ini adalah RUU tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial
(PPI), pada draft kedua diubah menjadi RUU tentang Pengadilan Perselisihan
Hubungan Industrial. Pada draft terakhir judul yang ditetapkan adalah RUU tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Hingga kini isi draft RUU ini
masih terus mengalami perubahan dan masih dibahas di DPR. Draft terakhir yang
diperoleh SMERU adalah draft ke-3.18 Pemaparan Tim SMERU tentang RUU PPHI ini
didasarkan pada draft terakhir tersebut. RUU PPHI terdiri dari 9 bab (lihat Lampiran 3),
yaitu: (i) ketentuan umum; (ii) tata cara penyelesaian HI (bipartit, mediasi, konsiliasi,
arbitrase); (iii) pengadilan perselisihan HI; (iv) penyelesaian perselisihan melalui
pengadilan perselisihan hubungan industrial; (v) penghentian
mogok kerja dan penghentian penutupan perusahaan; (vi) sanksi administrasi dan
ketentuan
pidana; (vii) ketentuan lain-lain; (viii) ketentuan peralihan; dan (ix) ketentuan penutup.
Dasar pertimbangan RUU PPHI adalah:
_L_ bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan belum
terwujud secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;
_LL_ bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi
semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah;
_LLL_ bahwa UU Nomor 22/1957 dan UU Nomor 121964 sudah tidak sesuai.
Perubahan mendasar RUU PPHI dibandingkan dengan kedua UU sebelumnya adalah
mengenai penyelesaian perselisihan yang diatur melalui Pengadilan Perselisihan
Hubungan Industrial selain melalui mediasi, konsialisasi, dan arbitrase. Selain itu,
perselisihan perorangan yang tidak melibatkan serikat pekerja/serikat buruh juga dapat
diselesaikan melalui undang-undang ini. Pada RUU ini juga diusulkan penyelesaian
perselisihan melalui konsiliasi. Mediasi dan konsiliasi pada prinsipnya sama, yaituperantaraan melalui pegawai perantaraan. Kedua hal tersebut menurut RUU adalah
sebagai berikut: pada mediasi perantaranya atau mediator adalah pegawai negeri dari
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat,
sedangkan pada konsiliasi yang menjadi konsiliator adalah pihak swasta yang ditunjuk
oleh Menteri. Mediator atau konsiliator ditunjuk atas kesepakatan kedua belah pihak,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 155/254
sedangkan arbiter (atau majelis arbiter) dalam proses arbitrase ditunjuk dari daftar
arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri.
Dalam RUU ini, definisi perselisihan hubungan industrial adalah: perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh 18 Lihat catatan kaki No. 4. Lembaga Penelitian 16 SMERU, Mei
2002 atau SP/SB, atau pertentangan antar SP/SB19 karena adanya perselisihan
mengenai hak, kepentingan, dan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar
serikat pekerja/buruh/serikat buruh dalam suatu perusahaan.
Apabila perselisihan hak tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit maka
dapat diselesaikan melalui Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) di
Pengadilan Negeri. Keputusan pengadilan ini adalah final. Sedangkan perselisihan
kepentingan dan PHK yang tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit dapat
memilih penyelesaiannya melalui mediasi, konsialisi, atau arbitrase. Apabila melalui
mediasi atau konsiliasi tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakan kedua belah
pihak penyelesaiannya dilakukan melalui PPHI. Apabila salah satu pihak tidak
bermaksud menyelesaikan melalui PPHI, maka pihak yang lain harus mengajukan
gugatan kepada PPHI agar masalah ini dapat diselesaikan atau diputuskan oleh
PPHI20. Hal ini merupakan perbedaan prinsip dengan UU No.22/1957 dimana apabila
proses perantaraan tidak berhasil, maka pegawai perantara menyerahkan masalahnya
kepada P-4D untuk disidangkan. Sedangkan proses arbitrasi sudah pasti harus
menghasilkan keputusan yang mengikat kedua belah pihak, karena pada saat terjadi
kesepakan tentang penunjukan arbiter kedua belah pihak juga menyatakan akan tunduk
dan melaksanakan keputusan arbiter. Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial
adalah pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum
yang berwenang memeriksa dan memutus perselisihan hubungan industrial. Dalam
RUU PPHI juga diatur secara rinci tentang Hakim, Hakim Ad-hoc, Hakim Kasasi, dan
Hakim Agung Ad-hoc. Hakim PPHI adalah Hakim Karir Pengadilan yang ditugasi pada
Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial. Hakim Kasasi adalah Hakim Agung Karier
dan Hakim Agung Ad-Hoc pada Mahkamah Agung yang ditugasi memeriksa perkaraperselisihan hubungan industrial. Sedangkan Hakim Ad-Hoc adalah Hakim Pengadilan
Perselisihan Hubungan Industrial yang pengangkatannya atas usulan organisasi
pekerja/buruh dan organisasi pengusaha. Berdasarkan RUU, hakim ad hoc harus
memegang ijazah Sarjana Hukum, dan hal ini ditentang oleh SP/SB yang beranggapan
bahwa yang penting yang bersangkutan harus menguasai masalah ketenagakerjaan.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 156/254
Berdasarkan temuan lapangan SMERU, sebagian besar pekerja/buruh, SP/SB, SP-TP,
dan perusahaan tidak menyetujui RUU PPHI dimaksud. Hanya sedikit dari mereka yang
berpendapat bahwa PPHI akan memperbaiki keadaan saat ini. Misalnya, SBSI dan
SPSI percaya bahwa penyelesaian perselisihan industrial melalui sistem P4-D dan P4-P
telah menciptakan korupsi dan kolusi sehingga perlu diubah.
19 Kalimat “…atau pertentangan antar serikat pekerja/serikat buruh” tidak disetujui F-
SPSI dan diusulkan dibuang dengan pertimbangan (1) bahwa pelaku hubungan
industrial adalah pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah; (2) hakekat pengertian
hubungan industrial dalam hukum ketenagakerjaan adalah hubungan industrial yang
dibentuk oleh pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah; (3) pihak yang berperkara
adalah pekerja/buruh secara perorangan maupun organisasi pekerja/buruh dalam satu
perusahaan dengan pengusaha/organisasi pengusaha; (4) perselisihan antar SP/SB
sesuai dengan kata norma hukum penyelesaiannya masuk dalam lingkup peradilan
Umum. Menurut Suwarto, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh sebenarnya
tidak terkait dengan perselisihan hak, kepentingan, dan PHK. Ketiga jenis perselisihan
tersebut hanya terkait hubungan antara pekerja/buruh atau organisasinya dengan
perusahaan.
20 Namun, keputusan ini dapat diserahkan kepada Mahkamah Agung untuk ditinjau
kembali apabila salah satu pihak menganggap hal tersebut diperlukan.
Lembaga Penelitian 17 SMERU, Mei 2002
Tidak banyak pengusaha dan SB/SP yang memahami secara rinci dasar pertimbangan
dan pasal pasal RUU PPHI. Pendapat yang dikemukakan merupakan pendapat umum
dan sifatnya seragam, bahkan pendapat tersebut mungkin salah. Apindo, misalnya,
berpendapat bahwa selain terlalu teknis, penyelesaian perselisihan di pengadilan
dengan menggunakan jasa pengacara membutuhkan biaya mahal dan menyita waktu
lama. Meskipun dalam RUU ini tidak diatur penggunaan jasa pengacara, dalam
prakteknya akan digunakan jasa pengacara karena harus ada pembuktian secara
hukum yang hanya dapat dilakukan secara profesional oleh pengacara.
Pendapat lainnya, kasus hubungan industrial memerlukan keputusan cepat karenamenyangkut kelangsungan hidup banyak pekerja/buruh. Lagipula kapasitas pengadilan
untuk menyelesaikan perkara perselisihan industrial masih diragukan, walaupun di masa
yang akan datang akan dibentuk pengadilan khusus perselisihan hubungan industrial.
Meskipun menurut Suwarto, Ketua Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia, kecurigaan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 157/254
ini mungkin berlebihan, hal ini tidak berbeda dengan kecurigaan yang muncul ketika
sistem tripartisme, P-4D dan P-4P diajukan.
Tidak banyak yang menyadari bahwa PPHI ini dimaksudkan untuk memperbaiki
kelemahan sistem yang selama ini dipakai. Temuan SMERU lainnya adalah baik
pengusaha dan pekerja/buruh menyadari bahwa jika mencari penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui pengadilan, maka pihak
perusahaan akan berada pada posisi yang lebih kuat karena mempunyai cukup dana.
Kedua pihak juga berpendapat bahwa RUU PPHI akan menghilangkan hak asasi
pekerja/buruh untuk mendapat pembelaan hukum dari SP/SB serta mengarahkan
proses penyelesaian perselisihan kepada pengadilan perselisihan industrial. Tentang
pendapat ini, sebenarnya tidak ada pasal dalam RUU PPHI yang melarang
pekerja/buruh untuk meminta bantuan SP/SB.
Dibandingkan dengan RUU PPHI, pada umumnya SP/SB yang ditemui dilapangan
menilai UU No.22 Tahun 1957 dan UU No. 12 Tahun 1964 lebih baik, walaupun tidak
secara rinci diungkapkan pasal-pasal mana yang lebih baik tersebut. Cara pandang
beberapa pihak terhadap RUU PPHI berbeda. Sebagai contoh, pada Lampiran 4 berikut
ini disajikan pandangan Komite Anti Penindasan Buruh (KAPB) tahun 2000 terhadap
RUU PPHI. Komite ini memperbandingkan RUU PPHI dengan UU No.22 Tahun 1957
dan UU No.12 Tahun 64. Meskipun mungkin pandangan KAPB tersebut menurut
beberapa ahli tidak sepenuhnya benar.
Pada bulan Oktober 20012, empat federasi serikat pekerja/serikat buruh yaitu: F-SPSI-
Reformasi, PPMI, Gaskindo, dan FSBDSI menyampaikan secara bersama tentang
keberatannya tentang RUU PPHI kepada DPR. Mereka sangat pesimis dengan RUU
PPHI dan memperkirakan dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk memberlakukan
RUU ini. Keberatan federasi SP/SB tersebut dituangkan pada Lampiran 5. Pendapat
dari beberapa pihak, termasuk pihak pengusaha (Apindo) dan para ahli juga disajikan
pada Lampiran yang sama. Hingga saat pelaksanaan penelitian SMERU di lapangan,
diskusi tentang RUU PPHI masih terus berlangsung, dilakukan baik oleh beberapa
SP/SB maupun oleh Apindo. Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 Dasar pertimbanganKepmenaker No. Kep-150/Men/2000 adalah Peraturan Menaker Per.03/Men/1996
tentang uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan. Sebagaimana disebutkan pada awal bab ini, pertimbangan yang tidak
dicantumkan mengenai diterbitkannya Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 tersebut
adalah bahwa pekerja/buruh yang di PHK karena alasan kesalahan ringan mendapat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 158/254
pesangon dan hak- hak lainnya 21 Harian Republika, “Empat Organisasi Serikat Pekerja
Tolak RUU-PPHI”, 5 Oktober 2001, hal.15.
Lembaga Penelitian 18 SMERU, Mei 2002
. Seharusnya pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik-baik juga memperoleh
pesangon dan hak-hak lainnya. Kepmenaker ini terdiri dari 6 bagian (lihat Lampiran 6),
yaitu (i) ketentuan umum; (ii) penyelesaian PHK di tingkat perusahaan dan tingkat
perantaraan; (iii) penyelesaian PHK di tingkat Panitia Daerah dan Panitia Pusat; (iv)
penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian; (v)
ketentuan peralihan; dan (vi) ketentuan penutup.
Beberapa pasal dalam Kepmenaker ini kemudian mendapat penolakan dari pihak
pengusaha. Pasal-pasal tersebut, antara lain: Pasal 15 (ayat 1), Pasal 16 (ayat 1 dan 4),
Pasal 18 (ayat 3 dan 4), Pasal 19 (ayat 3), Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 26. Isi dari
pasal-pasal tersebut secara rinci dapat diperhatikan pada Lampiran 6. Pengusaha dan
pekerja/buruh memiliki pandangan yang berbeda terhadap Kepmenaker No. Kep-
150/Men/2000. Hampir semua pekerja/buruh menginginkan penerapan Kepmenaker ini
secara penuh, tetapi sebaliknya sebagian besar perusahaan menilai bahwa keputusan
ini akan merugikan perusahaan karena perusahaan termasuk wajib memberi pesangon
kepada pekerja/buruh yang melakukan tindak pidana atau mengundurkan diri secara
sukarela (lihat simulasi pada Lampiran7). Perusahaan padat karya, misalnya
perusahaan tekstil atau alas kaki, sangat keberatan dengan peraturan ini karena tingkat
turn over perusahaan mereka cukup tinggi. Pengusaha khawatir mereka harus
membayar pesangon dalam jumlah besar bila banyak pekerja/buruh mengundurkan diri
secara bersamaan kemudian pindah ke pabrik lain, padahal perusahaan telah
meningkatkan ketrampilan pekerja/buruhnya. Bila hal ini terjadi tentu akan
mempengaruhi proses produksi. Walaupun untuk menghindari hal ini, menurut Suwarto,
sebenarnya pengusaha sektor sejenis dapat membuat kode etik sehingga tidak mudah
menerima perpindahan pekerja/buruh yang keluar dari perusahaan lain yang sejenis.
Dengan demikian pengusaha tidak perlu khawatir akan adanya perpindahan
pekerja/buruh secara besar-besaran yang dapat merugikan perusahaan.Diantara pengusaha juga berkeberatan tentang jangka waktu kelipatan pemberian uang
penghargaan bagi pekerja/buruh, dari setiap 5 tahun menjadi setiap 3 tahun yang akan
memberatkan perusahaan (lihat Pasal 22 dan 23 dalam Lampiran 6). Selain itu
perusahaan tidak memiliki hak untuk menahan pekerja/buruh yang mengundurkan diri
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 159/254
secara mendadak, padahal peraturan sebelumnya menetapkan bahwa pekerja/buruh
yang akan mengundurkan diri harus memberikan tenggat waktu satu bulan.
Pengusaha menilai tidak ada sanksi hukum bagi yang mereka yang melanggar,
misalnya apabila tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kontrak kerja.
Alasan penolakan pengusaha terhadap Kepmenaker No. Kep/150/2000 disampaikan
melalui Surat Edaran Bersama API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia), Aprisindo
(Asosiasi Persepatuan Indonesia), AMI (Asosiasi Apparel Manufaktur Indonesia), APMI
(Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia) tertanggal 15 Desember 200022, sebagai
berikut:
Akan menambah kewajiban perusahaan atas biaya personel yang mungkin akan
melebihi kemampuan perusahaan, hingga dapat mengganggu kelangsungan hidup
perusahaan. Kewajiban ini akan lebih berat dirasakan oleh perusahaan-perusahaan
padat karya karena aliran keluar-masuknya tenaga kerja (turn over ) dalam satuan waktu
yang relatif besar;
Ketentuan yang mewajibkan perusahaan untuk membayar uang penghargaan masa
kerja dan ganti kerugian lebih besar bagi personel yang berhenti dibandingkan dengan
peraturan sebelumnya baik secara relatif maupun nominalnya dinilai akan mendesak
komponen kewajiban non-personel lainnya, termasuk biaya pengadaan bahan baku 22
Kompas, “ Nasib Buruh Memperpanjang Daftar Keluhan Sektor Usaha”, 24 Juni 2001.
Lembaga Penelitian 19 SMERU, Mei 2002
. Akibatnya, akan terjadi kontraksi volume produksi yang potensial merugikan
perusahaan dan pada gilirannya akan mengurangi lapangan kerja di perusahaan itu
sendiri;
Komponen cadangan dana perusahaan (termasuk cadangan dana untuk memberikan
insentif semangat produksi dan produktivitas) akan terdesak oleh biaya penghargaan
masa kerja dan ganti rugi, sehingga tidak memacu pekerja untuk meningkatkan
keterampilannya;
Perhitungan renumerasi yang terlepas dari faktor produktivitas karyawan pada
waktunya akan menyebabkan para karyawan, pekerja/buruh Indonesia tidak kompetitif dan akhirnya akan terdesak oleh tenaga profesional, termasuk tenaga kerja asing yang
terbiasa mengkaitkan pendapatan dengan produktivitas; dan
Liberalisasi ekonomi dalam kerangka ASEAN Free Trade Area, APEC dan WTO di
masa yang akan datang akan menciptakan free movements of labor, atau keluar-
masuknya pekerja secara bebas, dalam wilayah ASEAN. Hal ini harus diantisipasi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 160/254
dengan memperhitungkan secara adil antara renumerasi dengan produktivitas, bukan
dengan menetapkan ketentuan yang bersifat over-protective atau melindungi secara
berlebihan.Sementara itu SP/SB berpendapat bahwa keberatan pengusaha terhadap
Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 disebabkan oleh karena pengusaha salah faham
dalam menafsirkan keputusan tersebut, terutama tentang pemberian uang pesangon
untuk pekerja/buruh yang melakukan tindak kriminal atau yang mengundurkan diri.
Menurut SP/SB, kasus kriminal tetap harus diselesaikan melalui proses hukum dan
pekerja/buruh tidak secara otomatis menerima pesangon.
Pengurus SP/SB di tingkat perusahaan (SP-TP) rata-rata memiliki tanggapan yang
sama ketika menjawab pertanyaan mengenai beberapa peraturan ketenagakerjaan,
termasuk mengenai Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000. Keseragaman cara pandang
pengurus SP-TP tersebut diduga berasal dari sosialisasi SP Afiliasi atau dari hasil
seminar yang dihadiri pengurus SP-TP.
Di beberapa SP-TP terlihat brosur dari SP Afiliasi di tingkat pusat yang memuat
pendapat SP tentang beberapa peraturan. Sekjen Aprisindo menyatakan bahwa
pengusaha melihat adanya peluang besar terjadinya rekayasa pemanfaatan
Kepmenaker No. Kep-150/Men/200023. Misalnya, karyawan kunci di bagian proses
produksi pada Perusahaan A dan Perusahaan B mungkin merencanakan akan sama-
sama mengundurkan diri. Masing-masing akan memperoleh pesangon, penghargaan
masa kerja, dan ganti rugi, tetapi kemudian mereka akan melamar kerja untuk posisi
yang sama tetapi bertukar perusahaan. Karena posisi mereka penting dan dibutuhkan
perusahaan, maka lamaran mereka pasti akan diterima.
Agar dapat memperoleh masukan objektif dalam rangka menyelesaikan polemik
Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
implikasi adanya Kepmenaker tersebut. Dengan demikian dapat diketahui kebenaran
pendapat berbagai pihak. Secara rasional tidak mudah bagi pekerja/buruh tingkat
rendah untuk mengajukan pengunduran diri hanya demi uang pesangon dan ganti rugi,
pada saat sangat sulit mencari pekerjaan baru.
Perpindahan pekerja mungkin terjadi bagi tenaga profesional yang keahliannya sangatdibutuhkan atau benar-benar langka. Dengan demikian, sebetulnya SP/SB yang
anggotanya kebanyakan tergolong kelompok pekerja/buruh tingkat bawah tidak selalu
diuntungkan oleh Kepmenaker ini.
23 Bernard Hutagalung, “Pemberlakukan Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000,
Kemenangan Para Buruh”,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 161/254
Business News, 20 Juni 2001.
Lembaga Penelitian 20 SMERU, Mei 2002
Kepmenakertrans No. Kep-78 dan Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001
Setelah melihat reaksi dari pihak pengusaha atas Kepmenaker No. Kep-150/men/2001,
pemerintah mengeluarkan Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 (lihat
Lampiran 6). Dasar pertimbangan perubahan tersebut24, antara lain:
__ Guna mengakomodir dan menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja/buruh
maupun pengusaha, serta keinginan masyarakat luas, dengan didasarkan pada prinsip-
prinsip keadilan;
__ Sampai saat ini belum diketahui adanya negara yang memberikan kompensasi bagi
pekerja/buruh yang mengundurkan diri atau pekerja/buruh yang hubungan kerjanya
diputuskan karena melakukan kesalahan berat;
__ Selama periode Juli 2000 s/d Pebruari 2001, kasus PHK karena kesalahan berat
hanya 2.014 orang atau 2,54%. Sedangkan PHK karena mengundurkan diri hanya 249
orang atau 0,31%;
__ Pemerintah berketetapan untuk menjaga iklim investasi yang kondusif untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan menciptakan
pertumbuhan kesempatan kerja;
__ Hak-hak atau kompensasi bagi pekerja/buruh yang di PHK yang bukan karena
pekerja/buruh mengundurkan diri atau melakukan kesalahan berat sama sekali tidak
dikurangi. Ada dua perubahan mendasar dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000,
yaitu:
1. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik hanya berhak mendapatkan uang
ganti kerugian, tidak berhak atas uang penghargaan masa kerja.
Dasar pemikiran keputusan ini adalah suatu hubungan kerja dapat terjadi karena
adanya keinginan 2 (dua) pihak, yaitu pengusaha dan pekerja/buruh. Ketika
pekerja/buruh ingin mengundurkan diri, sebenarnya pengusaha masih menghendaki
pekerja/buruh yang bersangkutan tetap bekerja di perusahaannya, karena itu adalah
wajar bila pekerja/buruh yang mengundurkan diri tersebut harus menanggung resikodari keputusannya sendiri, tidak perlu mendapat uang penghargaan masa kerja.
2. Pekerja/buruh yang di PHK karena melakukan kesalahan berat hanya berhak
mendapat uang ganti kerugian, namun tidak berhak mendapat uang penghargaan masa
kerja.Hal yang menjadi dasar pemikiran keputusan ini adalah sebagian besar kesalahan
berat dapat dimasukkan dalam kategori tindak pidana, sehingga tidak mendidik apabila
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 162/254
pekerja/buruh yang di PHK karena alasan tersebut masih berhak mendapat uang
penghargaan masa kerja.
Selain itu agar uang penghargaan masa kerja tidak diselewengkan maknanya menjadi
bonus, hadiah atau insentif untuk melakukan kesalahan berat yang disengaja atau
melakukan tindakan sabotase lainnya yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan
seluruh pekerja/buruh. Pertanyaannya adalah apakah klausul dalam Kepmenaker
150/2000 yang dapat menghambat peluang kesempatan kerja bagi mereka yang masih
menganggur masih akan
dipertahankan.
24 Berdasarkan Siaran Pers Biro Humas dan KLN Depnakertrans tanggal 31 Mei 2001.
Lembaga Penelitian 21 SMERU, Mei 2002
Perubahan klausul ini hanya akan berdampak pada sebagian kecil pekerja/buruh yang
sedang bekerja, tetapi justru akan memberikan manfaat bagi jutaan pekerja/buruh yang
saat ini belum mendapat peluang kerja.
Secara rinci perubahan mendasar tersebut dapat diperhatikan pada Tabel 5 yang
berkaitan dengan Pasal 15 (ayat 1), Pasal 16 (ayat 1,2, dan 4), Pasal 17A, 18, Pasal 26,
dan Pasal 35A. Penjelasan dasar pemikiran perubahan atas beberapa pasal adalah
sebagai berikut:
Pasal 15:
Untuk menghindari pemanfaatan ayat 1 oleh pekerja/buruh secara berulang, yaitu
mangkir lima hari kemudian masuk, dan kemudian mangkir kembali untuk lima hari dan
seterusnya, atau jam kerja digunakan untuk mogok kerja diluar peraturan perundangan
yang berlaku, maka dalam peraturan yang baru ditambahkan ayat 3.
Pasal 17A:
Ada kekhawatiran bahwa selama menunggu proses dan keputusan PHK dari Panitia
Daerah atau Panitia Pusat, kedua belah pihak yang berselisih tidak menjalankan
kewajibannya. Artinya, pekerja/buruh tidak bekerja, dan pengusaha tidak memberikan
upah kepada pekerja/buruh.
Karena itu antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan pasal baru, yaitu Pasal 17A. Pasal17A ini memperjelas bahwa selama menunggu proses dan keputusan PHK,
pekerja/buruh harus tetap melakukan pekerjaannya, demikian pula pengusaha harus
membayar sepenuhnya upah pekerja/buruh hingga penyelesaian masalah tuntas.
Pasal 18:
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 163/254
Pasal ini mengalami perubahan mendasar, yaitu: pada ayat 3 ditekankan bahwa
tindakan skorsing diambil berdasarkan ketentuan skorsing yang telah diatur dalam
perjanjian kerja atau PP atau PKB. Pada ayat 4 dinyatakan bahwa pekerja/buruh yang di
PHK karena kesalahan berat hanya berhak atas ganti kerugian sebagaimana diatur
pada Pasal 26B. Semula dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 ditetapkan bahwa
pekerja/buruh yang di PHK karena kesalahan berat juga berhak menerima uang
penghargaan masa kerja.
Pasal 26:
Senada dengan Pasal 18, Pasal 26 juga adalah revisi yang menetapkan bahwa
pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik dan atas kemauan sendiri hanya
berhak atas ganti kerugian.
Kepmenaker yang sebelumnya mengatur bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri
dengan cara ini juga berhak atas uang penghargaan masa kerja. Pasal ini disusun
karena ada kekhawatiran bahwa akan terjadi pengunduran diri pekerja/buruh secara
massal, kemudian mereka akan melamar ke perusahaan lain.
Pasal 35A:
Pasal 35A pada Kepmenakertrans No.Kep-150/Men/2000 menyebabkan
Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001 diterbitkan dengan tujuan mengubah klausul
pada Pasal 35A tersebut. Pasal 35A Kepmenakertrans No.Kep-150/Men/2000 mengatur
bahwa pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian
berlaku sejak berlakunya Kepmenakertrans tersebut.
Kepmenakertrans tersebut diubah menjadi: “apabila dalam perjanjian kerja atau PP atau
PKB memuat ketentuan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan
ganti kerugian lebih besar daripada ketentuan Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001
maka ketentuan dalam
perjanjian kerja atau PP atau PKB tersebut tetap berlaku
Lembaga Penelitian 22 SMERU, Mei 2002
Status Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans No. Kep-78 dan
111/Men/2001Keputusan pemerintah untuk mengganti Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dengan
Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 ternyata menimbulkan reaksi keras
dari pekerja/buruh yang meminta pemerintah agar mencabut kedua Kepmenakertrans
serta memberlakukan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000. Para pekerja/buruh
menilai Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 memberikan perlindungan kepada
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 164/254
pekerja/buruh, sedangkan Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 dinilai
kurang atau tidak melindungi pekerja/buruh. Reaksi keras tersebut ditunjukkan dengan
unjuk rasa dan mogok massal di beberapa wilayah. Akibatnya, misalnya Kota Bandung
rusuh dan lumpuh total akibat amukan massa yang melibatkan puluhan ribu buruh
selama tiga hari berturut-turut, sehingga memaksa Gubernur Jawa Barat
memberlakukan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/200125.
Demikian pula di Tangerang terjadi unjuk rasa besar-besaran. Menurut pekerja/buruh26,
alasan yang mendasari penolakan tersebut, antara lain:
Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 merugikan pekerja/buruh yang ter PHK
karena memperlemah posisi para pekerja/buruh, tetapi sebaliknya memperkuat posisi
pengusaha. Para pekerja/buruh berpendapat bahwa karena syarat dan proses
pengajuan ijin PHK pada P-4D/P-4P dalam penyelesaian perselisihan industrial sangat
mudah, mendorong pengusaha untuk memilih PHK sebagai jalan pintas penyelesaian
perselisihan industrial;
Menghakimi pekerja/buruh sebagai pihak yang bersalah dan pada sisi lain
pekerja/buruh dijadikan sebagai alat bagi pengusaha untuk memperkuat posisinya
dalam proses acara di pengadilan untuk pengajuan ijin PHK pada P-4D/P-4P (Pasal 15).
Mudahnya pengusaha mengambil tindakan PHK akan mengakibatkan tingkat
pengangguran yang sangat tinggi;
Mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya dalam program privatisasi
BUMN dengan program pensiun yang dipercepat sebagai salah satu cara untuk
melakukan PHK massal bagi pekerja/buruhnya;
Mempersulit posisi pemerintah dalam membina hubungan dengan masyarakat
internasional, terutama dalam kaitannya dengan masalah HAM dan proses
demokratisasi;
Penyusunan peraturan tersebut tidak melibatkan peran buruh yang berarti, tidak
memperhatikan prinsip-prinsip partisipasi, transparasi dan akuntabilitas, sehingga isi
peraturan kurang mewakili rasa keadilan pihak buruh; dan Sampai dengan pertengahan
Juni 2001, 65 lembaga terdiri dari serikat buruh, DPRD, Gubernur, Bupati/Walikota,yang menolak Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/200127. Sehingga setidaknya 10
propinsi termasuk Propinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung, akhirnya tetap
memberlakukan Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dengan alasan untuk meredam
ekses unjuk
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 165/254
rasa para buruh. Hanya Aprisindo yang tetap menginginkan pelaksanaan
Kepmenakertrans No.
Kep-78/Men/2001.25 Bernard Hutagalung, “Pemberlakuan Kempenaker No.150/2000,
Kemenangan Para Buruh”, Business
News, 20 Juni 2001.
26 Business News, “Pemerintah Memberlakukan Kembali Kepmenaker No. Kep-
150/Men/2000”, 18 Juni
2001.
27 op.cit.
Lembaga Penelitian 23 SMERU, Mei 2002
Dengan demikian, pemberlakuan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 adalah
sekedar untuk mencegah demonstrasi pekerja/buruh, dan tidak dilandasi oleh
pertimbangan yang lebih rasional/objektif. Oleh karena itu, sebagaimana diutarakan di
atas, perlu dilakukan studi khusus tentang Kepmenaker No. Kep-150/men/2000 ini.
Perlu diperhatikan bahwa apabila kedua peraturan tersebut masih berlaku atau salah
satunya tidak dicabut maka akan ada dualisme peraturan yang membingungkan28. Di
satu sisi PKB yang diberlakukan sebelum Kepmenakertans No. Kep-78/Men/2001 dan
merujuk Kepmenker No.Kep-150/Men/2000 masih berlaku hingga PKB berakhir, dilain
pihak PKB yang ditetapkan setelah Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 akan
merujuk Kepmenakertrans tersebut sehingga keberpihakan Kepmenakertrans No. Kep-
111/Men/2001 terhadap pekerja/buruh dinilai hanya bersifat sementara.
Adanya reaksi keras dari pekerja/buruh, meskipun pengusaha kecewa, menyebabkan
pemerintah terpaksa memberlakukan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000
mulai 15 Juni 2001 yang diumumkan langsung oleh Menakertrans saat itu, Al Hilal
Hamdi. Pemberlakukan kembali peraturan tersebut berdasarkan keputusan pertemuan
antara pengusaha, wakil pekerja/buruh, dan pemerintah. Peraturan berlaku hingga
Forum Tripartit Nasional yang baru terbentuk.
Menakertrans mengakui bahwa Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001
diputuskan tanpa melalui forum tripartit karena setiap pertemuan selalu menemui jalanbuntu29. Secara hukum, pemberlakuan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 ini
tanpa pencabutan
Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 166/254
B. SEJARAH PERUNDANGAN DAN PERATURAN TENTANG SERIKAT
PEKERJA/BURUH
Kehidupan berserikat maupun berorganisasi di Indonesia telah lama dijamin oleh
Undang-Undang. Indonesia telah menjadi anggota ILO sejak 1950. Pada tahun 1956,
melalui UU No.18 Tahun 1956 pemerintah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi ILO
No. 98 Tahun 1949 tentang Dasar-dasar Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama.
UU No. 18 Tahun 1956 mengatur dasar-dasar berorganisasi dan hak perlindungan bagi
pekerja/buruh terhadap tindakan anti serikat buruh, serta hak pengusaha dan buruh
untuk mendapat perlindungan dari campur tangan pihak-pihak lain. Lebih lanjut,
peraturan tersebut juga membahas mengenai peranan polisi dan tentara dalam masalah
ini yang harus ditetapkan dalam perundangan nasional yang lain. Kedua UU ini
menekankan pendekatan secara bipartit dan tripartit, sedang upaya melalui pengadilan
tidak menjadi prioritas. Sementara itu inti dari Konvensi ILO No. 98 adalah jaminan bagi
buruh untuk masuk atau tidak masuk dalam serikat buruh serta penghargaan terhadap
hak berorganisasi, melindungi serikat buruh dari campur tangan pengusaha, menjamin
perkembangan dan penggunaan mekanisme perundingan suka rela dalam merumuskan
PKB Pada tahun 1950-an serikat buruh tumbuh pesat karena sistem politik pada saat
itu liberalistik.
Di masa itu, serikat buruh umumnya berorientasi pada ideologi partai. Ada empat
ideologi utama yang dianut oleh partai-partai politik dan partai-partai buruh pada waktu
itu, yaitu ideologi agama, komunis, nasionalis dan sosialis
28 idem.
29 idem.
Lembaga Penelitian 24 SMERU, Mei 2002
Meskipun demikian, gerakan buruh di Indonesia saat itu tetap memperlihatkan
kerukunan dan kedamaian karena prinsip-prinsip solidaritas tetap dijunjung tinggi.
Pada tahun 1957, setidaknya telah berdiri 12 federasi buruh, kebanyakan federasi-
federasi tersebut berafiliasi dengan partai politik. Di masa itu generasi federasi buruhyang paling berpengaruh, terbesar, terkuat dan tertata dengan baik adalah SOBSI
(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Serikat buruh ini berafiliasi dengan PKI
(Partai Komunis Indonesia).
Namun SOBSI kemudian dibubarkan karena partai PKI dinyatakan sebagai partai
terlarang setelah terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 yang juga banyak
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 167/254
melibatkan ormas-ormas dibawahnya, termasuk SOBSI. Selanjutnya, sejak tahun 1966
setelah menumbangkan Pemerintahan Orde Lama di bawah Soekarno, Pemerintahan
Orde Baru lebih menitikberatkan pada pembangunan industri serta stabilitas ekonomi
dan politik. Serikat-serikat buruh yang semula pada periode Soekarno berorientasi pada
politik ideologi partai kemudian pada periode Soeharto orientasi perjuangannya
merubah ke arah kesejahteraan kaum buruh.30
Pada tahun 1973 serikat-serikat pekerja/buruh mendeklarasikan berdirinya Federasi
Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang bersifat independen. Organisasi ini mewadahi
semua serikat-serikat buruh yang telah ada dan merupakan gabungan atau federasi dari
21 serikat buruh lapangan pekerjaan (SBLP ) atau 21 Serikat Buruh berdasarkan sektor.
Pada tahun 1985, FBSI berganti nama menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia) yang merupakan serikat pekerja/serikat buruh tunggal. Adanya hanya satu
organisasi serikat buruh pada perkembangannya ternyata telah menyebabkan kondisi
perburuhan menjadi kurang kondusif untuk memperjuangan kepentingan pekerja/buruh
karena serikat buruh lebih dikuasai oleh pemerintah pada saat itu, yaitu Pemerintah
Orde Baru.
Setelah Orde Baru runtuh dan memasuki era reformasi, upaya kearah pendemokrasian
dan kebebasan berserikat mulai dilakukan. Perubahan drastis terjadi setelah Pemerintah
Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No.87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat
dan Perlidungan Hak-untuk Berorganisasi melalui Keppres No. 83/1998. Ratifikasi
terhadap Konvensi ILO No. 87 ini memungkinkan pekerja/buruh dan pengusaha secara
bebas mendirikan organisasi untuk melindungi kepentingan anggotanya masing-masing,
termasuk pendirian serikat pekerja/serikat buruh oleh pekerja/buruh. Setelah itu
pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2000 tentang “Serikat Buruh”
yang memberikan landasan lebih luas bagi pekerja/buruh untuk mendirikan serikat
pekerja/buruh. Kedua perubahan ini mempunyai dampak yang lebih besar terhadap
sistem hubungan industrial daripada Konvensi ILO yang diratifikasi pada tahun 1956. Inti
Konvensi ILO No.87 adalah para pekerja/buruh dan pengusaha berhak mendirikan dan
bergabung dalam organisasi lain atas pilihannya sendiri, dan organisasi tersebut tidakboleh dibubarkan atau dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif. Konvensi
tersebut juga mengatur bahwa organisasi dan keikutsertaan pekerja/buruh dan
pengusaha tetap tunduk kepada hukum nasional, meskipun demikian hukum nasional
tidak boleh memperlemah konvensi.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 168/254
30 Hikayat Atika Karwa, Ketua Umum DPP Federasi LEM-SPSI dan Ketua DPP
Konfederasi SPSI,
Hubungan Industrial dalam Gerakan Buruh di Indonesia, Makalah Seminar, Jakarta, 21
Nopember 2001.
Lembaga Penelitian 25 SMERU, Mei 2002
Ratifikasi terhadap Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 pada periode pemerintahan
Presiden Habibie oleh beberapa kalangan, terutama pengusaha, dinilai sangat liberal. Di
Asia hanya ada dua negara yang telah meratifikasi konvensi ini, salah satunya adalah
Indonesia. Bahkan Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara paling liberal belum
meratifikasi Konvensi ini.
Meskipun sudah cukup banyak negara yang meratifikasi konvensi ini, sekitar 58 negara,
termasuk negara ketiga seperti Nigeria dan Guatemala. Kebijakan ini menjadi lebih
“spektakuler” lagi karena berdasarkan UU No. 21 Tahun 2000 tentang ‘Serikat
Pekerja/buruh”, pendirian suatu serikat pekerja/buruh cukup dilakukan oleh 10 orang
pekerja/buruh. UU ini juga mengatur pembentukan federasi serikat pekerja/buruh
(minimal 5 SP/SB) dan konfiderasi (minimal 3 federasi). UU menekankan bahwa
siapapun dilarang menghalangi atau memaksa membentuk atau tidak membentuk,
menjadi pengurus atau anggota atau menjalankan atau tidak kegiatan SP. Bagi mereka
yang menghalangi atau memaksa dapat dikenakan sanksi pidana.
Sebagai dampak dari ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 dan UU No. 21 Tahun
2000, saat ini di Indonesia sudah tercatat 61 Federasi dan 1 Konfederasi SP/SB, lebih
dari 144 SP/SB tingkat nasional, dan sekitar 11.000 serikat pekerja/serikat buruh di
tingkat perusahaan (SP-TP), dengan jumlah anggota mencapai 11 juta pekerja/buruh31
(lihat Lampiran 8). Namun menurut Suwarto, pertumbuhan ini tidak diikuti dengan
pertumbuhan jumlah serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan. Sebagai
perbandingan data tahun 1998 yang dihimpun oleh Depnakertrans menunjukkan bahwa
pada saat itu hanya ada satu federasi (FSPSI) dengan 12 SP/SB sektoral di tingkat
nasional, namun tercatat sekitar 12.000 serikat pekerja/serikat buruh di tingkat
perusahaan. Dengan demikian tampak bahwa pada tahun 2000 tidak terjadipertumbuhan SP/SB di tingkat perusahaan. Hal ini tidak sesuai dengan makna serikat
pekerja/ serikat buruh yang seharusnya tumbuh dari bawah, yaitu di tingkat perusahaan.
Ratifikasi terhadap Konvensi ILO No. 87 dan UU No. 21 Tahun 2000 telah
memungkinkan berdirinya lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di tingkat
perusahaan dan hal ini tidak dapat dilarang atau dibatasi. Hal ini merupakan esensi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 169/254
Konvensi No.87 tersebut yang merupakan hak dasar pekerja/buruh dalam pelaksanaan
hak-hak azasinya. Sehingga negara harus menghormati dan melaksanakan konvensi
tersebut sebagaimana Deklarasi ILO tahun 1948.
Memang, disadari bahwa adanya banyak SP/SB, khususnya di tingkat perusahaan,
dapat menyebabkan kebingungan dalam menetapkan peranan suatu SP dalam proses
perundingan, dan hal ini dapat merugikan semua pihak. Namun demikian hal ini harus
diterima sebagai masalah yang harus dihadapi pada masa transisi, dimana di dalam
perjalanannya akan terjadi seleksi alamiah, terutama oleh kalangan pekerja/buruh itu
sendiri. Para pekerja/buruh akhirnya hanya akan memilih SP/SB yang dipimpin oleh
tenaga profesional yang benar-benar memahami masalah keserikatburuhan, kondisi
perusahaan, serta keadaan pekerja/buruh. Untuk mencapai tahap ini memakan waktu
dan proses yang tidak singkat.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan, keberadaan lebih dari satu serikat
pekerja/serikat buruh di perusahaan yang ditemui di beberapa perusahaan, pada
umumnya tidak menimbulkan masalah atau konflik diantara mereka. Sekalipun
demikian, pihak perusahaan (Apindo), SP-TP, dan pekerja/buruh mengakui
pembentukan SP/SB berdasarkan UU No. 21/2000 ini sangat bebas, karena setiap 10
orang pekerja/buruh dapat membentuk SP. Kebanyakan mereka tidak 31 Data Ditjen
Binawas, Depnakertrans 2001 dan Arahan Menakertrans pada Acara Dialog Tripartit
Nasional dengan Keluarga Besar SPSI Kabupaten/Kota Bekasi, 23 November 2001.
Lembaga Penelitian 26 SMERU, Mei 2002 menghendaki keberadaan lebih dari satu SP-
TP dalam satu perusahaan. Mereka menyarankan agar pembentukan SP dilakukan oleh
sejumlah pekerja/buruh berdasarkan presentase jumlah pekerja/buruh di suatu
perusahaan. Tim SMERU mencatat persamaan dalam alasan yang dikemukakan
perusahaan, SP/SB, dan pekerja/buruh mengenai keberadaan lebih dari satu SP-TP
dalam satu perusahaan, yaitu:
1. Apabila di satu perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB, maka akan sulit
menentukan SP/SB yang harus mewakili pekerja/buruh dalam perundingan atau
penyelesaian perselisihan walaupun menurut aturan SP/SB dengan anggota mayoritasyang akan mewakili pekerja/buruh;
2. Sulit menentukan SP/SB yang akan mewakili pekerja/buruh dalam tripartitnas. Dalam
tripartitnas, unsur SP/SB hanya boleh diwakili 10 SP/SB, 10 wakil dari unsur organisasi
pengusaha, dan unsur pemerintah;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 170/254
3. Adanya lebih dari satu SP/SB dalam perusahaan dinilai menyebabkan rawan konflik
karena perebutan pengaruh kepada anggota/pekerja/buruh;
4. Pendirian SP/SB secara bebas berdasarkan Konvensi ILO No.87 harus
memperhatikan Konvensi ILO No. 98 (UU No. 18 tahun 1956) yang menekankan bahwa
tujuan membentuk SP/SB adalah untuk berunding bersama. Padahal esensi dari
“berunding bersama” adalah perundingan di tingkat perusahaan (bipartit), karena pada
hakekatnya yang disebut SP/SB adalah organisasi di tingkat perusahaan.
Peraturan kebebasan berserikat menyebabkan pihak perusahaan, SP-TP, dan
pekerja/buruh, tidak dapat menolak keberadaan lebih dari satu SP-TP dalam satu
perusahaan. Bagi perusahaan, ketidaksetujuan mereka juga berkaitan dengan kendala
tehnis, antara lain karena harus menyediakan lebih dari satu ruang sekretariat dan
papan nama, dan melakukan pembinaan kepada setiap SP/SB.
Guna menghindari kemunculan SP/SB dan SP-TP yang tidak terkendali, salah satu
Disnaker di wilayah penelitian mengusulkan agar syarat pendirian SP/SB dan SP-TP
diperketat. Selain jumlah minimal pekerja/buruh dinaikkan dari 10 orang menjadi 100
orang, perlu disyaratkan agar pengurus mempunyai dan melaksanakan program
pendidikan berorganisasi.
Lembaga Penelitian 27 SMERU, Mei 2002
V. PERUBAHAN PRAKTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL
A. HUBUNGAN INDUSTRIAL DI MASA ORDE BARU
Pada tahun 1974 pemerintah Orde Baru melahirkan gagasan mengenai Konsep
Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang disusun berdasarkan pertimbangan sosial-
budaya dan nilainilai tradisional Indonesia. HIP yang kemudian diatur dalam SK
Menaker RI No.645/Men/1985 ini menata hubungan antara pelaku dalam proses
produksi barang dan jasa yang didasarkan pada jiwa lima sila dalam Pancasila.33 HIP
memberi tekanan pada kemitraan antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
Konsep Hubungan Industrial Pancasila
berdasarkan pada tiga azas kemitraan, yaitu: mitra dalam produksi, mitra dalam
tanggungjawab, dan mitra dalam keuntungan, antara pekerja/buruh, pengusaha, danpemerintah. Tujuan konsep ini adalah untuk mewujudkan masyarakat industri yang
ideal. 34 Dalam HIP pekerja/buruh dan pengusaha, mempunyai tanggungjawab dan hak
serta kewajiban terhadap satu sama lain pada posisi yang seimbang. Faktor yang
dijadikan rujukan untuk menentukan keseimbangan hak dan kewajiban tersebut adalah
rasa keadilan sosial dan batas kewajaran, bukan faktor kekuasaan. Misi yang ingin
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 171/254
dicapai HIP adalah terciptanya ketenangan dalam bekerja dan berusaha, peningkatan
produktivitas dan kesejahteraan, serta peningkatan harkat dan martabat pekerja/buruh.
Jika kondisi seperti ini dapat diwujudkan, maka diharapkan HIP dapat mendorong
terwujudnya kondisi hubungan industrial yang harmonis. Pada gilirannya, keadaan ini
diharapkan akan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi stabilitas politik dan
sosial, sesuatu yang sangat dipentingkan pemerintah pada era tersebut.
Beberapa hal yang membedakan HIP dengan hubungan industri lainnya adalah: (i)
pekerja/buruh bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai
pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, dan bangsa dan
negara; (ii)pekerja/buruh bukan hanya sebagai faktor produksi, tetapi juga sebagai
manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya; (iii) pekerja/buruh dan
pengusaha mempunyai kepentingan yang sama; (iv) setiap perbedaan pendapat antara
pekerja/buruh dan pengusaha diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat; dan (v) harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak
dalam perusahaan. Untuk mewujudkan HIP,diperlukan sarana utama, yaitu adanya:
SP/SB, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit,
perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), Kesepakatan Kerja Bersama (KKB),
peraturan penyelesaian perselisihan industrial, dan peraturan perundang-undangan.
Dalam praktek, hubungan industrial seperti yang dicita-citakan oleh HIP tidak
sepenuhnya dapat diwujudkan. Kepentingan pekerja/buruh sering dimanfaatkan oleh
pengusaha dan penguasa, sehingga proses marjinalisasi posisi pekerja/buruh terus
berlangsung. Dengan disertai banyak catatan, barangkali konsep HIP yang sudah
diterapkan dengan sangat sukses adalah sebagai alat Pemerintah Orde Baru untuk
menciptakan stabilitas ekonomi dan politik.
Melalui kerjasama antara pengusaha dan penguasa, unjuk rasa pekerja/buruh memang
dapat diredam, tetapi sebenarnya kunci persoalan dalam hubungan industrial justru
tidak terpecahkan, misalnya mengenai makna dari kemitraan yang dicantumkan dalam
HIP.
33 Hubungan Industrial Pancasila, Modul 1: Diklat Pelatih Bagi Penyuluh HIP, ProyekLembaga
Ketenagakerjaan dan Syarat-syarat Kerja T.A.2000, Depnaker, 2000.
34 Lihat catatan kaki No.13.
Lembaga Penelitian 28 SMERU, Mei 2002
Menurut konsepnya, hubungan industrial (HI) adalah memetakan bagaimana bentuk dan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 172/254
tingkat kualitas hubungan antara tiga elemen pokok (tripartit) dalam proses produksi,
yaitu: buruh (tenaga kerja), pengusaha (pemilik modal) dan negara.35 Menurut Carmelo
Noriel, Kepala Penasehat Proyek Kerjasama Tehnis Industrial ILO/USA, prinsip HI
adalah menjaga keseimbangan, bukan merupakan suatu hubungan dimana pengusaha
senang sementara buruh menderita, atau sebaliknya pengusaha memenuhi tuntutan
buruh yang tinggi tetapi akhirnya perusahaan menjadi bangkrut.36 Kesimpangsiuran
pelaksanaan HI yang selama ini terjadi sangat dipengaruhi oleh ketidakmapanan kondisi
perburuhan yang tergantung pada
beberapa faktor, antara lain37:
1. Perubahan strategi industrialisasi. Awal era 1980-an ditandai perubahan strategi
industrialisasi dari substitusi impor ke orientasi ekspor. Untuk itu dituntut adanya
angkatan kerja yang secara ekonomis murah dan secara politik mudah dikendalikan,
sehingga produk yang dihasilkan berdaya saing internasional dan dapat menarik
investor.Namun, pada gilirannya yang lebih menonjol pada era ini adalah pemihakan
dan perlindungan demi kepentingan pengusaha;
2. Tekanan demografis. Kelebihan penawaran tenaga kerja menyebabkan pengusaha
tidak perlu risau dengan kemungkinan kekurangan tenaga kerja atau tingginya angka
perputaran tenaga kerja (high labor turnover );
3. Pengetahuan dan pemahaman pekerja/buruh tentang perundangan dan peraturan
ketenagakerjaan masih memprihatinkan. Dalam rangka menciptakan HI yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan dalam era kebebasan berserikat, muncul beberapa pemikiran
dari praktisi dan para ahli. Pemikiran tersebut antara lain dari Soemantri (2001)38
bahwa hubungan yang terjalin harus didasari pada itikad baik; hakikat kemitraan yaitu
kewenangan pengusaha disatu pihak dan eksistensi pekerja/buruh di lain pihak perlu
dipahami secara utuh; pekerja/buruh dan pengusaha harus bersikap dewasa; dan,
masing-masing pihak perlu mengembangkan basis pengetahuannya agar memiliki
wacana yang luas serta mampu melakukan perundingan secara obyektif dan rasional.
Soemantri juga berpendapat bahwa pada umumnya semakin besar perusahaan makin
banyak aturan main yang perlu disepakati bersama. Pada perusahaan besar biasanyabentuk komunikasi antara pengusaha dan pekerja/buruh cenderung formal, dan
manajemen perusahaan akan semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan karena
harus selalu mempertimbangan resiko keputusan tersebut terhadap investasi
perusahaan. Disamping itu perusahaan harus mengantisipasi tingkat kerumitan masalah
yang akan dihadapi akibat adanya keputusan tersebut. Di lain pihak, pekerja/buruh
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 173/254
sering kurang sabar karena intensitas komunikasi dengan manajemen rendah.
Sebetulnya, landasan utama terjalinnya komunikasi yang harmonis adalah adanya
Kesepakatan/ Perjanjian Kerja Bersama.
Berkaitan dengan hal itu, F-SPSI mengusulkan beberapa upaya yang harus dilakukan
oleh masing-masing pihak, yaitu39:
35 Dedi Haryadi, “ Agenda Revitalisasi Hubungan Industrial”, Bisnis Indonesia, 26 Mei
1997.
36 Pikiran Rakyat, “Carmelo: Banyak Pengusaha Tidak Bersahabat terhadap Pekerja,
Hubungan Industrial Masih Sangat Lemah”, 29 Nopember 2001.
37 op.cit.,
38 Dibro Soemantri, “Sikap Ambigu dalam Membangun Hubungan Industrial”, Kompas,
20 Juni 2001.
39 Drs. Sjukur Sarto, MS., Sekjen DPP F-SPSI, pada Dialog Tripartit Nasional, Bekasi,
22 Nopember
2001.
Lembaga Penelitian 29 SMERU, Mei 2002
Upaya pengusaha, meliputi:
Memulai atau meningkatkan sikap keterbukaan pengusaha kepada serikat
pekerja/buruh tentang kondisi perusahaan;
Memberikan jaminan penuh kepada pekerja/buruh untuk menggunakan hak
berorganisasi dan berunding bersama;
Melaksanakan hak-hak normatif pekerja/buruh;
Menghindari sikap-sikap diskriminasi terhadap pekerja/buruh;
Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pekerja/buruh untuk meningkatkan
karier dan prestasi; dan
Memberikan kesempatan kepada pekerja/buruh untuk melakukan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Upaya pekerja/buruh, yaitu:
Melaksanakan dengan penuh tanggung jawab pelaksanaan HI yang harmonis dandinamis dengan mempertahankan dan menghormati asas musyawarah dan mufakat;
Mengoptimalkan kinerja, menjaga, dan selalu meningkatkan produktivitas dan
motivasi
kerja;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 174/254
Menjaga dan meningkatkan tanggung jawab, disiplin dan etos kerja, serta
menghormati hak pengusaha;
Melaksanakan kewajiban sebagai pekerja/buruh dan sebagai pemimpin ataupun
sebagai anggota SP/SB dengan penuh tanggung jawab;
Memegang prinsip bahwa mogok kerja atau unjuk rasa merupakan upaya terakhir
dalam penyelesaian perselisihan industrial; dan
Bila terpaksa mogok kerja atau unjuk rasa tidak merusak asset perusahaan dan tidak
mengganggu ketertiban umum.
Upaya pemerintah, antara lain:
Melaksanakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan dengan penuh
tanggung jawab, cepat, obyektif, adil dan tidak memihak;
Melaksanakan pembaharuan peraturan perundangan yang sudah tidak sesuai dengan
era reformasi; dan
Mencegah campur tangan pihak lain dalam masalah hubungan industrial. Menurut
Suwarto, pada dasarnya inti hubungan industrial adalah pengaturan dan pelaksanaan
hak dan kewajiban bagi pekerja/buruh dan pengusaha di tingkat perusahaan.
Hak dan kewajiban tersebut dapat ditemukan di dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur hal-hal yang bersifat umum dan minimal. Di samping itu di tingkat
perusahaan pengaturan hak dan kewajiban dapat dilihat di dalam perjanjian kerja
(perorangan), peraturan perusahaan, dan KKB yang mengatur syarat kerja untuk
perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan.
Pengaturan syarat kerja yang terbaik adalah KKB/PKB, karena rumusan KKB/PKB
disusun melalui perundingan antara SP/SB yang mewakili pekerja/buruh, dengan
pimpinan perusahaan. Proses perundingan tersebut mencerminkan adanya partisipasi
dan tanggung jawab, sehingga hasilnya merupakan kesepakatan dan merupakan
komitmen bersama untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, seharusnya selama KKB/PKB tersebut berlaku seharusnya tidak
akan timbul masalah yang berarti.
Lembaga Penelitian 30 SMERU, Mei 2002Upaya untuk mencari bentuk hubungan industrial yang secara proporsional memuaskan
semua pihak yang terkait memang tidak mudah. Meskipun demikian, proses reformasi
dan demokratisasi yang sedang berlangsung yang memungkinkan segenap pihak untuk
bersikap kritis dan saling terbuka ini telah menjanjikan peluang yang besar bagi
terciptanya konsep dan praktek hubungan industrial yang dimaksud.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 175/254
B. KONDISI UMUM HUBUNGAN INDUSTRIAL DI MASA TRANSISI
Meskipun kewenangan dalam urusan ketenagakerjaan seharusnya sudah diserahkan
kepada pemerintah daerah, dalam prakteknya hal ini belum dapat dilaksanakan
sepenuhnya.Menteri Tenaga Kerja (Menaker), misalnya, masih bertanggungjawab
mengenai perlindungan kerja, penempatan tenagakerja, serta pelatihan dan
peningkatan produktivitas.
Menurut Dedi Haryadi ketidakajegan hubungan industrial yang berlangsung bukan
disebabkan oleh sistem dan konsepnya, melainkan karena pelaksanaan atau
prakteknya.40 Pemerintah Orde Baru cukup efektif meredam unjuk rasa pekerja/buruh,
dan karena itu beberapa pihak menilai Orde Baru telah efektif melaksanakan HIP.
Sebenarnya yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru pada masa itu adalah menekan
pekerja/buruh sehingga mereka tidak dapat menyuarakan kepentingannya. Meskipun
konsep HIP tidak sepenuhnya diterapkan, tidak mengherankan jika konsep Hubungan
Industrial Pancasila (HIP) masih menjadi wacana di semua wilayah studi sekalipun
sudah melewati Pemerintahan Habibie, Abdurrachman Wahid, dan kini dalam era
Pemerintahan Megawati.
Menurut F-SPSI, hingga sekarang HIP belum sepenuhnya dilaksanakan.41 Federasi
LEMSPSI juga berpendapat bahwa HIP tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh
seluruh pihak yang terkait.42 Menurut sinyalemen Kadin, lebih dari 90% persoalan
mogok, unjuk rasa, demonstrasi dan problem pekerja/buruh lainnya yang disebabkan
oleh HIP belum terlaksana sepenuhnya pada saat kejatuhan Pemerintah Orde Baru.
Menurut Sudono, Ketua Kadin Indonesia,43 HIP masih merupakan konsensus nasional,
artinya bila tidak dilaksanakan maka tidak ada sanksi yang dikenakan. Saat ini, konsep
HI yang baru diperkenalkan belum dipahami dan diterima dengan baik, apalagi
dilaksanakan.
Selain persoalan kewenangan, hubungan industrial di masa transisi ini juga dihadapkan
pada persoalan penetapan UMR dan Upah Minimum Propinsi (UMP). Sepanjang tahun2001 UMR mengalami peningkatan antara 25-30%. Keberatan pihak pengusaha yang
mencoba menunda dan atau menolak kebijakan ini telah memicu timbulnya unjuk rasa
pekerja/buruh.
Namun, sebelum persoalan ini diselesaikan, pada Januari 2002 pemerintah sekali lagi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 176/254
menetapkan peningkatkan UMP. Misalnya, di DKI Jakarta UMP naik sekitar 38% dari
tahun sebelumnya. Seperti kasus tahun 2001 sebelumnya, banyak perusahaan
keberatan atas penetapan UMP yang terakhir ini. Pihak perusahaan, melalui Apindo
kemudian mengancam akan keluar dari Tim Penentuan UMR/UMP, dan tidak akan
melaksanakan ketentuan tersebut pada Januari 2002 sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan pemerintah.44
Menghadapi keberatan pengusaha tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan
meminta agar para pengusaha tetap berusaha agar dapat memenuhi ketentuan baru
tersebut. Sementara Menteri Tenaga Kerja memberi peringatan keras kepada pihak
pengusaha bila tidak mentaati peraturan baru tersebut.45 Akhirnya, melalui Pengadilan
Tata Usaha Negara
(PTUN), pengadilan telah memutuskan akan memberlakukan ketentuan UMP yang
baru.46
40 Dedi Haryadi, “ Agenda Revitalisasi Hubungan Industrial”, Bisnis Indonesia, 26 Mei
2001.
41 Sambutan Ketua DPC SPSI Kabupaten/Kota Bekasi pada Dialog Tripartit Nasional,
Bekasi, 22
Nopember 2001.
42 Lihat Hikayat Atika Karwa, 2001.
43 Merdeka, “Susah, Gara-gara Tak Ada Sanksi”, 21 Mei 1997.
44 Suara Karya, “Sejumlah Asosiasi Tolak Naikkan UMR di Jakarta, 23 Nopember 2001.
Lembaga Penelitian 31 SMERU, Mei 2002
Selain itu hubungan industrial diuji dengan adanya ketidaksepakatan antara pengusaha
dan pekerja/buruh tentang Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans
No. Kep 78 dan 111/Men/2001, UU No. 21 Tahun 2000, serta RUU Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Pokok-pokok ketidak-sepakatan UU dan
peraturan tersebut telah dijelaskan secara rinci pada Bab IV.
Terjadi ketidakharmonisan hubungan industrial, faktor pemicunya tidak hanya
disebabkan oleh perbedaan kepentingan mendasar antara pengusaha denganpekerja/buruh, namun dapat pula dipicu oleh masalah kecil atau kesalahpahaman,
termasuk kesalahpahaman dalam memahami peraturan pemerintah maupun peraturan
perusahaan. Isu yang paling sering muncul adalah pengusaha berusaha menekan biaya
produksi, sebaliknya pekerja/buruh menuntut kenaikan upah lebih tinggi. Pekerja/buruh
melalui serikat pekerja/buruh menilai pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 177/254
berkuasa, dan kurang memperhatikan nasib pekerja/buruh, sehingga pekerja/buruh
kehilangan kepercayaan terhadap pengusaha atau manajemen perusahaan.
Di luar masalah upah yang masih sangat mewarnai hubungan industrial hasil, penelitian
lapangan Tim SMERU menunjukkan bahwa aspek-aspek hubungan industrial lainnya di
tingkat perusahaan ternyata telah berjalan dengan baik. Tabel 2 berikut ini menyajikan
pelaksanaan beberapa aspek hubungan industrial di tingkat perusahaan, misalnya
tentang pemberlakuan UMR/UMP, keberadaan serikat pekerja/buruh, dan keberadaan
perjanjian
kerja, PP, atau KKB/PKB.
Tabel 2. Pentaatan terhadap Upah Minimum Wage, Keberadaan SP/SB, dan
Perselisihan Industrial
Pentaatan
terhadap Upah
Minimum
Keberadaan
Serikat Pekerja/
Serikat Buruh
Keberadaan
Peraturan Perusahaan dan
Kontrak/ Perjanjian Kerja
PMA/
PMDN
Skala
Perusahaan
Ya Tidak Ya > 1 Tidak PP PKB/KKB TA*
Besar 13 0 13 1 0 2 11 0
Sedang 1 0 1 0 0 0 1 0
PMA
14 0 14 1 0 2 12 0Besar 27 2 24 2 5 12 15 2
Sedang 3 1 1 0 3 0 0 4
PMDN
30 3 25 2 8 12 15 6
Total 44 3 39 3 8 14 27 6
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 178/254
Persentase 94% 6% 83% 8%** 7% 30% 57% 13%
Note: PP = Peraturan Perusahaan
PKB = Perjanjian Kerja Bersama
KKB = Kesepakatan Kerja Bersama
* = Tidak ada PP dan PKB/KKB
** = % dari 39 SP-TP
45 Suara Merdeka, “Pengusaha Tolak UMP Dihukum 3 bulan”, 9 Januari 2002 dan
Bisnis Indonesia:
“Pengusaha Diminta Penuhi UMP Buruh”, 4 Januari 2002.
46 Kompas, “PTUN Cabut Penundaan UMP, Pengusaha Terpaksa Bayar UMP 2002”,
10 Januari 2002.
Lembaga Penelitian 32 SMERU, Mei 2002
Dilihat dari aspek pemenuhan UMR/UMP, 94% responden dari perusahaan di seluruh
wilayah penelitian telah menerapkan UMP/UMR tahun 2001. Pihak perusahaan
umumnya menyatakan bahwa meskipun berat, mereka terpaksa memenuhi ketentuan
ini karena sudah diatur dalam keputusan tripartit. Disamping itu pihak perusahaan tidak
ingin berselisih dengan pekerja/buruh. Meskipun demikian, pihak pekerja/ buruh merasa
bahwa kenaikan upah yang diterimanya masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan
kenaikan harga kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Tabel 2 juga memperlihatkan
bahwa dari 47 perusahaan sampel ada 39 perusahaan yang mempunyai serikat
pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan (SP-TP), 27 diantaranya telah memiliki
KKB/PKB.
Berdasarkan kondisi pemenuhan aspek-aspek dalam hubungan industrial di atas,
pekerja/buruh/SP-TP maupun pengusaha, tidak terjadi ketegangan yang serius dalam
hubungan industrial antara perusahaan dengan pekerja/buruh. Sebagian besar
perselisihan masih dapat diselesaikan secara bipartit meskipun kedua belah pihak
masih dalam taraf belajar mengenai hubungan industrial dan kebebasan berserikat (lihat
Bab VI Bagian C). Pada masa transisi ini pekerja/buruh sedang belajar berorganisasi,
memformulasi dan mengajukan tuntutan, serta berunding, sedangkan perusahaansedang belajar menjadikan pekerja/buruh sebagai mitra kerja.
Menurut responden dari SP/SB hubungan industrial yang harmonis adalah hubungan
kerja yang didasari oleh rasa saling percaya, saling menghargai dan dihargai, dan saling
memberi.Agar dapat menciptakan hubungan industrial yang harmonis, selain memenuhi
hak-hak normatif pekerja/buruh, pengusaha juga harus menjalin komunikasi dua arah
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 179/254
dengan pekerja/buruh. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan industrial
antara lain adalah: gaya kepemimpinan pengusaha, pengetahuan pengusaha dan
pekerja/buruh mengenai hak dan kewajiban masing-masing serta penerapannya, iklim
kerja yang mendukung, serta kesediaan pengusaha dan pekerja/buruh untuk berunding.
Pengusaha dan pekerja/buruh adalah mitra kerja, bukan semata-mata buruh dan
majikan. Indikator adanya hubungan industrial yang harmonis tampak dari kepuasan
dan kesejahteraan pekerja/buruh, atau tidak adanya unjuk rasa atau mogok kerja.
Harmonisasi hubungan antara perusahaan dan pekerja/buruh dapat dicapai dengan
melaksanakan PP atau KKB/PKB yang telah disepakati. Selain disebabkan oleh faktor
internal perusahaan, beberapa kasus menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sering
menjadi pemicu terganggunya hubungan industrial. Pekerja/buruh menilai kebijakan
pemerintah tidak berpihak kepada pekerja/buruh, dan penyusunan kebijakan tersebut
sering tidak melibatkan pekerja/buruh. Menakertrans mengakui bahwa keputusan
Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 tidak melibatkan SP/SB. Sebaliknya,
pihak pengusaha menilai peraturan ketenagakerjaan sering memberatkan pengusaha,
misalnya, pasal-pasal dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000.
Oleh karena itu hubungan industrial tidak dapat diciptakan secara sepihak, baik oleh
pemerintah, penguasaha atau pekerja/buruh. Hubungan baik yang terbuka dan
transparan antara perusahaan dengan pekerja/buruh sangat membantu kelancaran
perundingan. Menurut responden SP/SB, salah satu kunci terciptanya hubungan
industrial yang harmonis terletak pada peran “middleman” atau perantara. Biasanya
perantara ini adalah kepala bagian personalia atau manajer produksi. Namun yang
bersangkutan sering tidak cukup mempunyai keberanian untuk membela pekerja/buruh
meskipun bersimpati dan memahami kepentingan dan kondisi pekerja/buruh.
Berdasarkan temuan SMERU di lapangan yang dihimpun dari responden pihak
perusahaan, untuk mempertahankan dan meningkatkan hubungan industrial yang lebih
baik dan lebih harmonis, beberapa perusahaan responden telah melakukan pendekatan,
antara lain dengan cara:
Lembaga Penelitian 33 SMERU, Mei 2002 Mengadakan tatap muka dengan pekerja/buruh dan SP/SB secara rutin, misalnya
memberikan briefing sekitar 5-10 menit setiap pagi atau seminggu sekali atau satu bulan
sekali untuk mengatur kegiatan kerja, sekaligus menginformasikan kebijakan-kebijakan
baru mengenai ketenagakerjaan dari perusahaan atau pemerintah (cara ini dilakukan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 180/254
oleh misalnya perusahaan besar PMA produsen sabuk pengaman (seat belt) di
Tangerang, perusahaan garmen dan suku cadang kendaraan di Bekasi);
Menyediakan kotak saran agar pekerja/buruh dapat memberi masukan tanpa harus
menyertakan identitas. Bila masukan tersebut disampaikan melalui forum terbuka dan
diterima oleh semua pihak, maka pengusaha akan memberikan insentif khusus bagi
pemberi saran. (misalnya, suatu perusahaan besar PDN produsen suku cadang
kendaraan di Tangerang dan Bekasi memanfaatkan cara ini);
Memilih kepala bagian personalia yang mampu meredam perselisihan dan dapat
mengatur perundingan antara pekerja/buruh, pengusaha dan SP/SB secara adil;
Membuat program pendidikan atau pelatihan bagi pekerja/buruh, termasuk untuk
meningkatkan pemahaman pekerja/buruh terhadap peraturan pemerintah;
Mengutamakan penyelesaian secara bipartit atau kesepakatan bersama melalui
musyawarah antara pekerja/buruh atau SP/SB dengan pihak manajemen;
Mengundang Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk memberikan pengarahan kepada
pekerja/buruh secara berkala atau mendatangi Disnaker untuk memperoleh informasi
mengenai perkembangan atau kebijakan baru tentang ketenagakerjaan;
Mengikuti pertemuan-pertemuan Apindo untuk memecahkan atau memberikan solusi
tentang masalah ketenagakerjaan; dan
Mengadakan kegiatan bersama, seperti rekreasi, olah raga, pemilihan karyawan
teladan.
Berkenaan dengan era otonomi dan setelah kebebasan berserikat terbuka kembali bagi
pekerja/buruh menyusul kejatuhan Pemerintah Orde Baru, F-SPSI mengusulkan supaya
HIP ditinjau kembali karena HIP dianggap tidak relevan dalam era otonomi daerah. F-
SPSI menghendaki agar hubungan industrial pada era baru ini mempunyai paradigma
baru. Sementara itu LEM-SPSImengusulkan bahwa pada era otonomi daerah ini HI
harus bersifat nasional, meninggalkan watak kedaerahan, dan perlu bertitik tolak pada
prinsip keadilan, keamanan, dan sosial. LEM-SPSI berpendapat bahwa konsep HIP
masih ideal bagi pekerja/buruh Indonesia, sehingga HIP masih dapat diterapkan. Pihak
pengusaha yang diwakili Apindo juga menilai bahwa HIP masih relevan dalam eraotonomi daerah, dan dapat menjadi penyangga tujuan nasional pemerintah Indonesia,
yaitu antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan umum. 47
Di tingkat nasional, di masa transisi ini hubungan industrial antara pengusaha dan
pekerja/buruh memang terlihat tidak terlalu harmonis karena dipicu oleh dua hal, yaitu:
pertama, perdebatan mengenai pelaksanaan Kepmenaker No. Kep. 150/Men/2000 dan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 181/254
Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001, dan kedua, penetapan UMP yang
belum bisa dilaksanakan oleh pengusaha. Apalagi akhir-akhir ini kedua hal tersebut
telah menyebabkan berkembangnya isu bahwa perusahaan atau investor asing akan
“hengkang ” atau memindahkan modalnya dari Indonesia.
47 Drs. H. Suparwanto, Ketua Umum DPP-Apindo, pada Dialog Tripartit Nasional,
Bekasi, 22
Nopember 2001.
Lembaga Penelitian 34 SMERU, Mei 2002
Saat ini pada kondisi ekstrim, pekerja/buruh merasa menjadi alat produksi perusahaan,
sementara pengusaha merasa bahwa meskipun mereka telah mengalokasikan dana
cukup besar untuk pekerja/buruh tetapi ternyata pekerja/buruh tidak meningkatkan
produktivitas mereka. Upah yang dinaikkan ternyata tidak memberikan insentif bagi
pekerja/buruh untuk bekerja lebih produktif. Menurut pengusaha dalam jangka panjang
hal ini dapat mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan menurunkan daya saing. Pada
gilirannya, bila perusahaan sudah terlalu terbebani, maka perusahaan akan terpaksa
memindahkan usahanya ke negara lain yang menjanjikan biaya produksi lebih murah
dan lebih kompetitif, misalnya ke Vietnam atau Cina. Menghadapi kemungkinan
tersebut, beberapa perusahaan dan kalangan pengusaha mengambil beberapa langkah,
antara lain:
1. Terpaksa melaksanakan ketentuan perusahaan yang sudah ada, sepanjang dapat
mengemban misi pemilik perusahaan, yaitu untuk sementara berproduksi sekedar untuk
mengamankan kelangsungan hidup perusahaan pada kondisi kinerja yang semaksimal
mungkin; dan
2. Apabila perusahaan sudah merasa tidak mampu, maka akan melakukan tindakan
penyelamatan, antara lain: melakukan rasionalisasi karyawan/buruh/pekerja, mencari
alternatif berproduksi di usaha lain yang bersifat jangka pendek (quick yielding
production); dan melakukan relokasi usaha ke negara lain yang memberikan peluang
bisnis lebih baik.
Dalam mengantisipasi prospek ini, SEB mengeluarkan pengumuman bagi pekerja danserikatnya agar:
1. Bertindak secara santun dan berpikir secara strategis demi kepentingan bersama
para pekerja/buruh untuk masa depan, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, dan yang lebih penting adalah mengambil cara pandang secara holistik dalam
menghadapi isu-isu pekerja/buruh; dan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 182/254
2. Membantu sesama anggota angkatan kerja se Indonesia yang hingga saat ini banyak
yang masih menganggur dengan cara menciptakan lingkungan yang mendukung bagi
penanaman modal dan penciptaan kesempatan kerja.
Selain perundangan-undangan dan peraturan lainnya, kondisi HI di Indonesia pada
akhirnya akan sangat ditentukan oleh pelaksanaan aturan HI itu sendiri. Hal ini sangat
bergantung pada faktor-faktor penentunya, yaitu: pengusaha, pekerja/buruh, SP/SB,
PK/PP/KKB/PKB, penyelesaian perselisihan, dan peran pemerintah. Temuan lapangan
tentang kondisi faktorfaktor penentu tersebut akan dijelaskan dalam Bab VI yang
menyajikan praktek hubungan industrial di lapangan. Bab VI ini akan dibagi menjadi tiga
bagian yaitu Bagian A tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), Bagian B tentang
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian atau Kesepakatan Kerja Bersama (PKB/KKB),
dan terakhir Bagian C akan disajikan perselisihan dan penyelesaiannya.
Lembaga Penelitian 35 SMERU, Mei 2002
VI. PRAKTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL
DI LAPANGAN
Bab VI akan membahas praktek hubungan industrial berdasarkan hasil temuan
lapangan. Bab ini dibagi dalam 3 bagian, yaitu Bagian A tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh (SP/SB), Bagian B tentang Peraturan Perusahaan dan Perjanjian/Kesepakatan
Kerja Bersama (PKB/KKB), dan Bagian C tentang Perselisihan dan Penyelesaian
Perselisihan.
A. SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH (SP/SB)
Menurut Pasal 1 UU No. 21/2000, SP/SB adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,
dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. SP/SB di perusahaan adalah serikat
pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di
beberapa perusahaan. Sedangkan serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan
adalah SP/SB yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.Federasi SP/SB adalah gabungan SP/SB.48 Sedangkan Konfederasi SP/SB adalah
gabungan federasi SP/SB. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan serikat
pekerja/serikat buruh disini adalah serikat pekerja/serikat buruh pada tingkat
perusahaan. Fungsi SP/SB adalah sebagai wakil pekerja untuk membuat perjanjian
kerjasama dan penyelesaian hubungan industrial. Selain itu SP/SB merupakan sarana
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 183/254
untuk menciptakan hubungan yang harmonis, dinamis dan adil, sarana penyaluran
aspirasi dan memperjuangkan hak, serta sebagai penanggung jawab atas pemogokan
kerja. Pengurus SP/SB di tingkat kabupaten/kota menyatakan bahwa SP/SB bertugas
dan berfungsi untuk membela, membina, mendidik, memperjuangkan, dan melindungi
pekerja pada koridor yang telah ditetapkan. Namun, inti kegiatannya adalah untuk
meluruskan pelanggaran hak-hak normatif pekerja yang dilakukan oleh perusahaan.
Bagian A Bab VI ini akan menguraikan berbagai serikat pekerja/serikat buruh di
perusahaan, yaitu Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SP-TP), dan SP/SB
Gabungan/Federasi/
Konfederasi yaitu SP/SB yang menjadi afiliasi SP-TP, baik federasi SP/SB maupun
SP/SB tingkat nasional yang ditemui di lapangan.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), Gabungan, Federasi, dan Konfederasi
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
1. Proses Pembentukan
Berdasarkan pendapat responden di lapangan, pada dasarnya ada dua jenis SP/SB
menurut pembentukannya, yaitu pertama, SP/SB yang dibentuk oleh pekerja dan
mempunyai basis pekerja di perusahaan. SP/SB ini umumnya mempunyai misi,
keanggotaan, dan pengelolaan yang jelas dalam memperjuangkan kepentingan para
anggotanya. Kedua, SP/SB yang dibentuk sebagai basis politik, para pengurusnya
sering mem-fait a’complie pekerja sebagai konstituen mereka. SP/SB yang kedua ini
biasanya tidak memiliki keanggotaan jelas, bahkan 48 Dalam UU No. 21 Tahun 2000,
Federasi SP/SB adalah gabungan SP/SB (Pasal 1) dan dibentuk oleh sekurang-
kurangnya lima SP/SB (Pasal 6). Federasi SP/SB ini biasanya memiliki cabang di tingkat
propinsi (DPD) dan tingkat kabupaten/kota (DPC). Namun tidak semuanya memiliki
cabang di propinsi maupun di kabupaten/kota. Secara rinci hal ini akan dijelaskan dalam
Bab VI A.
Lembaga Penelitian 36 SMERU, Mei 2002
tidak mempunyai anggota pekerja di tingkat perusahaan. Seringkali SP/SB ini
memanfaatkan buruh dalam unjuk rasa dengan alasan untuk memperjuangkan nasibburuh, padahal SP/SB tersebut tidak mengerti sepenuhnya isu buruh yang dipersoalkan.
Beberapa responden menduga bahwa gerakan buruh hanyalah sebagai sarana untuk
meraih keuntungan politik dan uang yang umumnya ditengarai berasal dari ornop
internasional. Beberapa serikat pekerja/buruh, misalnya, membantu pekerja dalam
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 184/254
meperjuangkan uang pesangon mereka, tetapi setelah pekerja menerima pesangon
mereka meminta sebagian dari uang pesangon itu.
Menanggapi isu tersebut, Dita Indah Sari49 dari FNPBI (Front Nasional Perjuangan
Buruh Indonesia) menolak semua cap buruk seperti itu bila dialamatkan ke organisasi
yang dipimpinnya. Tetapi ia tidak menampik jika ada organisasi yang nakal dan hanya
memanfaatkan isu buruh, meskipun jumlahnya tidak banyak, hanya ada tiga hingga lima
organisasi buruh. Muchtar Pakpahan50, Ketua SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia),
dan Eggy Sujana, Ketua PPMI51, juga menolak tudingan tersebut. Menurut mereka
masih banyak organisasi buruh yang memegang idealisme memperjuangkan buruh.
Menurut Dewan Pimpinan Pusat (DPP) salah satu federasi SP, sebenarnya
pembentukan SP/SB di tingkat nasional tidak tepat karena selama ini pembentukan
SP/SB dimulai dari tingkat pusat, bukan dari pekerja di perusahaan, dan tidak ada
seleksi. Informasi ini didukung data Depnakertrans (lihat Lampiran 8) yang menunjukkan
22 federasi/organsisasi pekerja/buruh belum mempunyai data mengenai jumlah
anggotanya di tingkat perusahaan. Dari responden sampel diperoleh informasi bahwa
diantara federasi yang belum tercatat di Depnakertrans, ada beberapa yang telah
memiliki anggota. Menurut Depnakertrans, karena otonomi daerah, maka updating data
anggota agak tersendat, sehingga data di tingkat kabupaten/kota lebih lengkap.
Data Depnakertrans menyatakan saat ini terdapat 61 Federasi SP/SB dan 1 Konfederasi
SP/SB yang berkantor pusat di Jakarta.52 Khusus SPSI,53 kini SPSI telah terpecah
menjadi empat SP, yaitu SPSI status quo atau SPSI, F-SPSI Reformasi, FSPTSK
(Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sepatu, dan Kulit), dan SPMI (Serikat Pekerja Metal
Indonesia). SPSI status quo terdiri dari 17 Serikat Pekerja Anggota (SPA).54 Diantara
organisasi pekerja/buruh tersebut, F-SPSI mempunyai jumlah anggota yang terbesar.
Menurut data Depnakertrans, jumlah unit kerja di perusahaan (yang tercatat di daerah)
anggota Konfederasi SPSI sampai dengan Januari 2002 adalah 6.241 unit, sementara
Presidium SPSI Reformasi FSPSI mempunyai 3.149 SP/SB. Organisasi pekerja/buruh
tidak hanya dimonopoli oleh pekerja/buruh pabrik, tetapi juga oleh pekerja kerah putih
dan para profesional. Misalnya Federasi Organisasi Pekerja Keuangan dan PerbankanIndonesia (Fokuba), atau Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
2. Hubungan SP/SB Gabungan, Federasi dan Konfederasi dengan Kelompok
Kepentingan Lainnya.
Menurut informasi di lapangan, terdapat indikasi adanya hubungan antara SP/SB
dengan partai politik atau kelompok tertentu. Dari federasi SP/SB yang diwawancarai,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 185/254
hanya Sarbumusi yang mengakui dengan tegas bahwa mereka berada di bawah
naungan NU dengan 49 Media Indonesia: “Organisasi Buruh Masih Dicurigai”, 4 Mei
2001.
50 idem.
51 idem.
52 Subdit Pemberdayaan Organisasi Pekerja dan Pengusaha, Januari 2002.
53 Menurut DPP sebuah Federasi SP di Bekasi.
54 Berdasarkan brosur tentang SPSI yang diperoleh dari DPC SPSI Jakarta.
Lembaga Penelitian 37 SMERU, Mei 2002
mandat di bidang ketenagakerjaan. Saat ini diperkirakan terdapat tiga macam organisasi
buruh, yaitu: organisasi buruh berpelat kuning yang cenderung berkompromi dengan
pemerintah, organisasi buruh berpelat merah yang condong pada ideologi kerakyatan
dan tampil sebagai organisasi militan, dan organisasi buruh yang dikelola (atau
bergabungan/federasi) paham keagamaan, seperti Sarbumusi dan PPMI (Persaudaraan
Pekerja Muslim Indonesia).55
Salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk melihat keterkaitan SP dengan
kelompok tertentu adalah bagaimana SP tersebut dapat bertahan, misalnya dari segi
pendanaan dan keberanian bergerak. Khusus mengenai pendanaan, Muchtar Pakpahan
menyatakan tidak ada masalah dengan pendanaan organisasi yang dipimpinnya.56
Menurutnya, bila organisasi itu jujur dan dapat dipercaya maka dana akan mengalir dari
berbagai pihak. Seperti SBSI yang didirikannya pada 1992, memperoleh dana dari
anggota dan sumbangan atau donasi dari SP/SB di beberapa negara di luar negeri
seperti Amerika Serikat, Australia, Belanda, dan Inggris. Pada tahun 1992-1993, 100%
dana SBSI berasal dari sumbangan anggota. Tahun 1995-1999, 100% dananya berasal
dari SB di luar negeri. Sedangkan pada periode 1999 hingga saat ini, 60% dana berasal
dari sumbangan anggota dan hanya 30% dari luar negeri. PPMI yang didirikan pada 3
Maret 1998, memperoleh sebagian besar dananya dari sumbangan anggota,
pengembangan bisnis organisasi, dan sumbangan dari konglomerat yang bersimpati.
Organisasi ini juga bekerjasama dengan ILO dan Kedutaan Jepang untuk pelatihan.3. Kepengurusan dan Efektivitas SP/SB Gabungan/Federasi/Konfederasi
Pengurus SP/SB Gabungan/Federasi/Konfederasi biasanya terdiri dari mantan pekerja,
pekerja yang masih aktif di suatu perusahaan, atau aktivis serikat pekerja. Bagi
organisasi buruh yang sudah mapan, urutan kepengurusan SP/SB gabungan/federasi
dari tingkat nasional ke tingkat perusahaan adalah sebagai berikut:
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 186/254
Dewan Pimpinan Pusat (DPP): di tingkat pusat
Dewan Pimpinan Wilayah/Daerah (DPW/DPD): di tingkat propinsi
Dewan Pimpinan Cabang (DPC): di tingkat kabupaten/kota
Pimpinan Unit Kerja/PUK atau Basis: di tingkat perusahaan
Informasi dari lapangan menunjukkan bahwa apakah suatu SP/SB mampu bekerja
secara efektif dan profesional dapat dilihat dari bagaimana cara SP/SB tersebut
berorganisasi, memahami peran dan fungsinya, memahami peraturan yang ada,
menyampaikan tuntutan, berunding, dan menyelesaikan perselisihan. Tingkat kepuasan
SP-TP dan pekerja/buruh yang menjadi afiliasinya juga menjadi ukuran penilaian
terhadap efektivitas kerja SP/SB Gabungan/federasi. Hal ini tidak lepas dari
kedewasaan pimpinan atau pengurus SP, baik SPTP maupun SP Gabungan/federasi, di
samping pengaruh kepentingan politik di belakangnya, apabila ada.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan beberapa federasi
SP/SB, antara lain DPC F-SPSI Bekasi dan Surabaya, DPP dan DPC F-SPTSK Bekasi
dan Bogor, DPC
55 Kompas, “Aksi Massa Buruh, Kemenangan Itu Belum Apa-apa”, 24 Juni 2001.
56 Media Indonesia: “Organisasi Buruh Masih Dicurigai”, 4 Mei 2001.
Lembaga Penelitian 38 SMERU, Mei 2002
Sarbumusi Surabaya, dan Serikat Buruh Jabotabek, di masa transisi ini efektivitas dan
profesionalisme SP/SB gabungan/federasi di tingkat kabupaten/kota cukup memadai
dalam memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh. Pada umumnya mereka selalu siap
memperjuangkan dan mendampingi SP-TP dan pekerja/buruh dalam menyelesaikan
perselisihan. Federasi SP/SB tersebut selalu mengutamakan perundingan dalam
penyelesaian perselisihan, sementara pemogokan merupakan jalan terakhir yang akan
ditempuh. Mereka juga memberikan pembinaan kepada SP-TP terutama dalam
memahami perundangan dan peraturan pemerintah, penyusunan KKB/PKB, dan
berorganisasi. SP-TP responden menilai bahwa federasi SP/SB yang sudah lama
terbentuk lebih efektif dan lebih profesional dibandingkan dengan federasi/organisasi
SP/SB yang baru terbentuk. Oleh karena itu, SP-TP lebih memilih SP/SBgabungan/federasi yang sudah lebih mapan dalam berorganisasi dan bertindak.
Meskipun demikian, penilaian terhadap federasi SP/SB yang sama dan sudah lama
terbentuk dapat berbeda. Misalnya sebuah DPC federasi SP/SB di Bekasi dianggap
efektif, sedangkan federasi SP/SB yang sama di Surabaya dianggap “vokal atau galak”
dan menggunakan kegalakannya untuk kepentingan kesejahteraan pengurusnya. Hal ini
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 187/254
menunjukkan kepengurusan di tingkat kabupaten/kota turut mempengaruhi efektivitas
SP/SB gabungan/ federasi dimaksud. Pekerja/buruh memilih untuk berafiliasi pada
SP/SB gabungan/federasi baru karena SP/SB gabungan/federasi tersebut mendatangi
pekerja/buruh tersebut. Dua perusahaan di Bekasi memilih untuk berdiri sendiri dan
tidak berafiliasi pada gabungan/federasi SP/SB manapun karena merasa tidak ada
manfaatnya berafiliasi. Mereka merasa hanya terbebani dengan iuran dan biaya-biaya
lainnya.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh – Tingkat Perusahaan (SP-TP)
Sebagaimana disampaikan pada bagian awal Bab ini, SP-TP atau Serikat Pekerja
Tingkat Perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang terdapat di perusahaan
dan dibentuk oleh pekerja/buruh. SP-TP ini dapat memilih berafiliasi pada federasi
SP/SB di tingkat kabupaten/kota atau federasi/konfederasi SP/SB yang berada di tingkat
nasional, atau memilih tidak berafiliasi pada organisasi SP/SB apapun sehingga
merupakan SP-TP independen. Berikut ini akan disajikan potret SP-TP di wilayah
penelitian, dari mulai proses pembentukan, kepengurusan, keanggotaan, iuran dan dana
operasional, pembinaan, keberadaan dan jumlah SP-TP, sampai pada tingkat efektivitas
peran SP-TP.
1. Proses Pembentukan
Separuh dari 42 SP-TP -termasuk yang tidak berafiliasi- dibentuk setelah tahun 1997.
SP-TP yang dibentuk sebelum tahun tersebut seringkali tidak disetujui oleh pihak
perusahaan, sehingga beberapa pekerja di-PHK dan pengurus SP-TP mendapat
tekanan atau intimidasi dari perusahaan. Awal pembentukan SP-TP di suatu
perusahaan ini lebih banyak dipicu oleh adanya perselisihan yang sulit diselesaikan
antara pekerja dengan perusahaan. Selama era Pemerintahan Soeharto ruang gerak
SP-TP sangat dibatasi (lihat Box 1).
Lembaga Penelitian 39 SMERU, Mei 2002
Box 1
Sulitnya mendirikan SP-TP sebelum UU No. 21/2000
1. Kasus di BekasiPada tahun 1989 pekerja di sebuah perusahaan di Bekasi mengusulkan pembentukan
SP-TP. Karena perusahaan tidak setuju, 13 orang tokoh pekerja pencetus gagasan
tersebut di-PHK. Dua tahun kemudian pekerja mengusulkan lagi gagasan mereka
dengan cara melakukan unjuk rasa. Kali ini dua pekerja di-PHK. Tapi akhirnya pada
tahun 1994 mereka berhasil membentuk SP-TP yang berafiliasi pada SPSI. Meskipun
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 188/254
demikian, selama periode 1994-1996 perusahaan membatasi gerak SP-TP dengan cara
berkali-kali menekan pengurus SPTP dengan ancaman PHK, membujuk mereka
bersedia menduduki salah satu jabatan di jajaran staf agar tidak memikirkan
kepentingan pekerja lagi, dan mencoba merusak nama baik pengurus. Perusahaan
menilai SP-TP akan lebih banyak menuntut daripada memberikan manfaat. Oleh karena
itu, pengurus SP-TP terus berusaha menunjukkan manfaat SP-TP dengan
meningkatkan disiplin kerja para pekerja melalui kegiatan penyuluhan.
Akhirnya, pada tahun 1996 perusahaan mengakui keberadaan SP-TP setelah
merasakan manfaatnya. Bahkan sejak itu perusahaan sering membicarakan berbagai
masalah dengan pengurus SP-TP. Selain memberikan pembinaan, fungsi SP-TP adalah
untuk memberikan pembelaan kepada pekerja. Bila pekerja bersalah, maka tugas SP
adalah memperjuangkan pekerja tersebut agar mendapat sanksi seadil mungkin, bukan
membebaskan pekerja dari kesalahan.
2. Kasus di Surabaya
Pekerja di sebuah perusahaan besar modal asing pengekspor sepatu merk terkenal di
Surabaya pada tahun 1992, 1995, dan terakhir tahun 1996 sering berunjuk rasa untuk
mendesak pembentukan serikat pekerja di tingkat perusahaan. Tuntutan ini tidak
dipenuhi perusahaan karena perusahaan belum paham mengenai keberadaan dan
fungsi serikat pekerja. Perusahaan beranggapan bahwa serikat pekerja hanya akan
menyebabkan timbulnya kerusuhan. Frekuensi unjuk rasa pada saat itu sekali sebulan.
Beberapa pekerja sempat diintimidasi oleh pihak perusahaan. Meskipun pada tahun
1996 mereka pernah berhasil membentuk SP, tetapi SP itu hanya berumur satu hari,
kemudian bubar. Setelah melakukan berbagai upaya lainnya, akhirnya pada tahun 1997
pekerja dapat membentuk SP-TP yang kemudian berafiliasi pada F-SPTSK.
Menurut beberapa SP/SB di wilayah penelitian, sampai saat ini masih ada perusahaan
yang menghalangi terbentuknya SP-TP. Maraknya kasus unjuk rasa atau pemogokan
yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan trauma dan ketakutan pada perusahaan
apabila di perusahaannya terbentuk SP-TP. Pihak perusahaan tidak menghalangi
secara terbuka karena khawatir terkena sanksi melanggar peraturan. Karena itu merekamenggunakan cara lain, antara lain:
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh;
memperbaiki pelaksanaan hak-hak normatif dan non-normatif pekerja/buruh;
menawarkan uang pesangon bagi mereka yang ingin membentuk SP-TP; atau
mem-PHK tokoh pekerja/buruh secara sepihak yang terlibat dalam proses.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 189/254
Untuk menghindari penolakan perusahaan terhadap rencana pekerja/buruh mendirikan
SP-TP, biasanya SP gabungan/federasi turut membantu pekerja/buruh perusahaan
tersebut (lihat Box 2). Meskipun pada awalnya perusahaan yang bersangkutan tidak
merasa nyaman
Lembaga Penelitian 40 SMERU, Mei 2002
dengan rencana pembentukan dan keberadaan SP-TP di perusahaannya, pada
akhirnya mereka mengijinkan atau terpaksa mengijinkan berdirinya SP-TP karena hal ini
telah diatur dalam UU.
Box 2
Cara sebuah SP/SB Federasi membantu pembentukan SP-TP
Sebuah SP/SB Federasi di Kota Surabaya mempunyai kiat untuk menghindari
ketidaksetujuan perusahaan ketika pekerjanya ingin membentuk SP-TP, yaitu dengan
membentuk SP-TP di perusahaan tanpa sepengetahuan perusahaan. Setelah terbentuk,
informasi keberadaan SP-TP baru tersebut disampaikan kepada pihak perusahaan.
SP/SB Gabungan/federasi tingkat kota kemudian melakukan presentasi di depan wakil
perusahaan tentang peranan SP-TP dan SP/SB Gabungan/federasi. Biasanya setelah
presentasi ini pada akhirnya perusahaan akan menyetujui. Kini perusahaan bahkan
dapat merasakan manfaat adanya SP-TP tersebut, antara lain dapat mengajak pekerja
berunding dengan damai.
Meskipun umumnya perusahaan tidak mendukung pembentukan SP-TP, namun Tim
SMERU juga menemukan pendirian SP-TP yang dimotori oleh pihak perusahaan.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan ekspor garmen besar di Bandung dengan 2.600
pekerja membentuk SP-TP dengan afiliasi SPSI pada tahun 1997. Kepengurusan SP-
TP untuk pertama kali masih difasilitasi oleh pihak perusahaan, tetapi pada tahun 2002
kepengurusan akan dipilih langsung oleh pekerja. Perusahaan juga mengundang DPC
SPSI Bandung untuk memberikan pelatihan kepemimpinan bagi semua bagian PUK
selama 3 bulan. Perusahaan yang mendukung pembentukan SP-TP sejak awal pada
umumnya telah mengetahui manfaat SP-TP.
Pilihan untuk berserikat biasanya diawali hanya oleh beberapa pekerja/buruh, baik atasinisiatif sendiri berdasarkan informasi dari berbagai media (misalnya, televisi, radio),
teman, atau melalui tawaran dari SP/SB Gabungan/federasi. Kemudian keinginan
berserikat diikuti oleh para pekerja/buruh lainnya karena mereka merasa perlu
memperjuangkan kepentingannya melalui organisasi.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 190/254
Pembentukan SP-TP cenderung dipicu oleh adanya perselisihan hubungan industrial
yang menonjol dan sulit diselesaikan. Tim SMERU menemukan bahwa SP-TP jarang
dibentuk di perusahaan yang sedikit mengalami perselisihan atau dapat menyelesaikan
perselisihannya secara bipartit. Misalnya, delapan perusahaan responden memilih untuk
tidak memiliki SPTP dengan alasan antara lain:
hingga saat ini perusahaan telah memenuhi semua hak-hak normatif dan hak-hak
nonnormatif pekerja;
hubungan antara perusahaan dan pekerja sangat baik, terbukti dari pekerja dapat
menyampaikan keluh-kesah mereka secara langsung dan ditanggapi dengan baik oleh
perusahaan;
ada wadah untuk berkomunikasi antara pengusaha dan pekerja melalui pertemuan
rutin atau koperasi; dan
perusahaan menganggap pekerja sebagai keluarga atau mitra.
Contoh kasus tersebut ditemui di perusahaan besar produsen suku cadang kendaraan
bermotor di Bekasi yang mempunyai 261 pekerja dan di perusahaan besar di Jakarta
yang memproduksi makanan dengan 200 tenaga kerja. Keduanya adalah perusahaan
dengan investasi dalam negeri.
Lembaga Penelitian 41 SMERU, Mei 2002
Walaupun pada Pasal 5 UU No.21/2000 diatur bahwa SP/SB dapat dibentuk oleh
sekurangkurangnya 10 orang pekerja/buruh, pada umumnya perusahaan berskala
sedang berpendapat bahwa pekerjanya belum memerlukan SP-TP. Misalnya,
perusahaan produsen sepatu di Tangerang dengan 60 tenaga kerja. Alasan yang
dikemukakan adalah karena selama ini dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit
tersebut semua perselisihan di antara perusahaan dan pekerja dapat diselesaikan
dengan baik. Pendapat ini disetujui oleh seorang pekerja yang ditemui secara terpisah
yang juga mengakui bahwa selama ini setiap masalah disampaikan langsung kepada
pimpinan. Pekerja di perusahaan skala sedang lainnya di Tangerang yang tidak
mempunyai SP-TP menyatakan bahwa mereka tidak memerlukan SP-TP karena jumlah
tenaga kerja hanya sedikit (45 orang), dan sebagian besar berstatus pekerja borongan.Selama ini kelompok pekerja/buruh di setiap bagian menyampaikan keluhan atau usulan
kepada manajemen secara terpisah.
Di Surabaya terdapat kasus pekerja/buruh di sebuah perusahaan keluarga di bidang
percetakan tetap membentuk SP-TP meskipun hanya mempunyai 25 pekerja.
Keberadaan SP-TP ini menimbulkan tekanan bathin bagi pemilik perusahaan yang
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 191/254
sudah tua. Ia menilai bila setiap perusahaan memiliki SP-TP yang tidak dapat diajak
berunding maka akan banyak perusahaan yang tutup karena tidak mampu membayar
pekerjanya dan akhirnya tidak dapat membantu pemerintah karena tidak dapat memberi
kesempatan kerja kepada masyarakat.
Meskipun UU No. 21/2000 memperbolehkan lebih dari satu SP-TP dibentuk di suatu
perusahaan, hampir semua perusahaan tidak menyetujui adanya lebih dari satu SP-TP
di perusahaan. Keberadaan lebih dari SP-TP akan menyulitkan pengurus, perusahaan
dan pekerja/buruh itu sendiri. Sebagai contoh adanya kasus satu hotel bintang lima di
Jakarta menghadapi kesulitan karena mempunyai 4 SP-TP dengan afiliasi yang
berbeda. Kemudian, satu hotel bintang lima lainnya belajar dari kasus perselisihan yang
berkepanjangan itu, dan akhirnya para pekerja/buruh hotel ini memutuskan tidak
mendirikan lebih dari 1 SP-TP. Saat ini mereka mempunyai 1 SP-TP yang
bergabungan/federasi pada PAR – SPSI.
Contoh lain adalah sebuah bank besar yang memiliki 5 SP-TP memerlukan waktu lebih
dari 11 minggu untuk berunding mengenai kesepakatan PKB/KKB.57
Setelah SP-TP terbentuk, banyak perusahaan mengakui manfaat keberadaan SP-TP,
terutama ketika akan melakukan perundingan dengan pekerja. Sebelum SP-TP
terbentuk, perusahaan harus berhadapan dengan semua pekerja, atau melalui
perwakilan setiap bagian. Meskipun perusahaan sadar bahwa adanya SP-TP telah
menimbulkan tuntutan-tuntutan baru, namun manfaat positif SP-TP semakin terasa bagi
perusahaan karena SP-TP dapat mempermudah penyelesaian perselisihan di tingkat
perusahaan. Disamping itu SP-TP juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan
pengawasan terhadap kedisiplinan pekerja dan bila di perusahaan ada kegiatan sosial
mereka dapat mengambil peran sebagai panitia kegiatan.
2. Kepengurusan dan Pengelolaan
Apakah suatu SP-TP mampu bekerja secara efektif dan profesional sangat tergantung
pada kemampuan dan ketersediaan waktu pengurus. Pemilihan pengurus SP-TP di
masa lalu dilakukan melalui formatur yang sering dicampuri oleh pihak perusahaan yang
turut menentukan pengurus demi kepentingan perusahaan. Pengurus yang bukanpilihan perusahaan – terutama mereka yang “vokal” atau keras dalam menyuarakan hak
pekerja – sering ditekan atau diintimidasi perusahaan. Karena adanya kasus-kasus
seperti itu dimasa lalu maka Pasal 28 UU No.21/2000 mengatur larangan menghalang-
halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk menjadi pengurus atau tidak menjadi
pengurus.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 192/254
57 Kompas: “Aksi Massa Buruh: Kemenangan Itu Belum Apa-apa”, 24 Juni 2001.
Lembaga Penelitian 42 SMERU, Mei 2002
Saat ini, hampir semua pengurus SP-TP dipilih oleh pekerja. Dalam jumlah kecil,
memang masih ditemui pengurus yang ditunjuk perusahaan. Misalnya di perusahaan
besar produsen sepatu di Tangerang, sekitar 40% dari pengurus dan komisariat ditunjuk
oleh perusahaan. Sementara itu, dalam jumlah kecil ada pengurus SP-TP yang dipilih
atau difasilitasi pihak perusahaan, tetapi pada pemilihan kepengurusan periode
berikutnya pekerja akan memilih langsung calon pengurus SP-TP. Sebagai contoh,
perusahaan besar produsen garmen untuk ekspor di Bandung yang mempunyai sekitar
2.000 pekerja, telah memfasilitasi pemilihan pengurus SP-TP periode pertama. Pada
periode tahun 2002 ini pekerja akan melakukan pemilihan pengurus langsung.
Jumlah pengurus SP-TP antara 10-12 orang, dibantu beberapa perwakilan pekerja yang
disebut komisariat atau Badan Koordinasi. Pengurus terdiri dari Ketua Umum, beberapa
Ketua Bidang, Sekretaris, dan Bendahara. Bidang-bidang yang ditangani antara lain
pendidikan, pembelaan tenaga kerja, dan kesejahteraan pekerja. Salah satu SP-TP
mempunyai bidang pemberdayaan perempuan. Komisariat berfungsi menampung
aspirasi pekerja dan menyampaikan kebijakan baru kepada pekerja, baik dari
pemerintah maupun dari perusahaan. Biasanya, satu komisariat mewakili 20-50 pekerja.
Berkaitan dengan peran perempuan, porsi perempuan dalam kepengurusan SP-TP
cukup menonjol. Meskipun demikian, posisi ketua masih didominasi pekerja laki-laki.
Contoh yang ekstrim terjadi di suatu SP-TP di perusahaan sepatu modal asing di
Surabaya yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan. Dari 11 pengurus SP-TP
sembilan posisi pengurus adalah pekerja perempuan, tetapi ketua dan wakil ketua tetap
dipegang oleh pekerja lakilaki.
Hal yang sama terjadi di perusahaan lain di Bogor yang mempunyai 90% pekerja
perempuan. Sembilan orang dari 11 orang pengurus adalah perempuan, tetapi ketua
dan wakil ketua adalah laki-laki.
Pekerja yang bersedia dipilih menjadi pengurus mempunyai berbagai motivasi, antara
lain untuk menambah pengalaman berorganisasi, menginginkan perubahan positif, ataumemperjuangkan kesejahteraan pekerja dan peningkatannya. Mereka yang bersedia
dipilih tidak selalu mempunyai pemahaman yang baik tentang perundangan dan
peraturan ketenagakerjaan.
Informasi tentang kemampuan pengurus, yang turut mempengaruhi efektivitas SP-TP,
diperoleh dari pihak perusahaan dan pekerja/buruh yang diwawancarai peneliti, juga dari
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 193/254
kesan sekilas dari para peneliti ketika melakukan wawancara dengan para pengurus.
Penilaian perusahaan tentang kemampuan pengurus terutama dikaitkan dengan
kemampuan mereka dalam memahami perundangan dan peraturan, berunding,
berorganisasi, dan kemampuan memimpin dan mengelola anggota (misalnya mengatasi
tuntutan anggota dan unjuk rasa).
Penilaian pekerja mengenai kemampuan pengurus lebih ditekankan pada kemampuan
yang bersangkutan dalam memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh. Misalnya dalam
menyelesaikan kasus PHK, pemberlakuan UMR, memperjuangkan cuti haid, dan
kenaikan uang makan serta uang transport. Beberapa responden menilai pengurus dari
kemampuan yang bersangkutan dalam meredam unjuk rasa, atau sebaliknya,
menggalang unjuk rasa. Tidak selalu seorang Ketua Pengurus SP-TP mampu
menguasai perundangan dan peraturan ketenagakerjaan. Umumnya diantara pengurus-
pengurus suatu SP-TP, ada satu atau dua pengurus yang menguasai perundangan dan
peraturan yang berlaku walaupun tidak secara rinci.
Lembaga Penelitian 43 SMERU, Mei 2002
Tingkat pemahaman mereka bervariasi, tetapi seragam pada beberapa isu yang
menonjol. Sebagai contoh, ketika ditanyakan tentang hal-hal yang tidak mereka setujui
dalam Kepmenaker, UU, atau RUU, mereka tidak dapat menunjukkan secara rinci
pasal-pasalnya.
Mereka umumnya menyoroti tentang uang pesangon pada Kepmenaker No. Kep-
150/men/2000 atau tentang sulit dan lamanya proses pengadilan pada RUU PPHI.
Kekurangan dalam pemahaman perundangan peraturan ini biasanya dapat diatasi
karena DPC SP/SB Gabungan/federasi akan membantu apabila diperlukan oleh SP-TP .
Pada umumnya para pengurus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang
perundangan dan peraturan setelah para pengurus mengikuti berbagai pembinaan yang
umumnya dilakukan oleh SP/SB Gabungan/federasi.
Pengurus kebanyakan dipilih setiap tiga tahun sekali. Namun ada satu atau dua
pengurus yang tidak menyelesaikan masa kerjanya karena diberhentikan sebagai
pekerja atau dihentikan pekerja sebagai pengurus/buruh karena tidak dapatmemperjuangkan nasib pekerja/buruh, atau karena terlalu memihak pada perusahaan.
Salah satu faktor yang juga mempengaruhi efektivitas kerja SP-TP adalah waktu yang
diberikan perusahaan kepada pengurus. Pasal 29 UU No. 21/2000 mengatur bahwa
pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota SP/SB
untuk menjalankan kegiatan SP/SB dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 194/254
pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. Hampir semua pengurus
SP-TP memperoleh dispensasi waktu dari pihak perusahaan untuk melakukan aktifitas
organisasinya, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan
mengijinkan pengurus SP-TP untuk melakukan piket secara bergilir di kantor
sekretariatnya.
Dalam jumlah kecil, terdapat perusahaan membebankan waktu yang digunakan oleh
pengurus SP-TP kepada pengurus yang bersangkutan. Hal ini antar lain terjadi di
sebuah perusahaan tekstil di Bandung yang menggunakan tenaga kerja secara
borongan, sehingga pengurus SP-TP yang tidak melakukan pekerjaan karena
mengurusi organisasinya akan kehilangan penghasilan. Hampir semua perusahaan
menyediakan kantor sekretariat SP-TP yang memadai, bahkan sebagian dilengkapi
dengan peralatan komputer. Di perusahaan yang belum/tidak menyediakan kantor
sekretariat secara khusus, SP-TP dapat menggunakan ruangan tertentu untuk
melakukan aktifitasnya, seperti ruang satpam atau ruang kerja pengurus SPTP itu
sendiri. Beberapa perusahaan juga menyediakan fasilitas tertentu seperti kendaraan
dan uang makan, ketika pengurus SP-TP dan beberapa karyawannya melakukan
demonstrasi di luar perusahaan.
Hampir semua pengurus SP-TP di semua perusahaan tidak memperoleh insentif, tetapi
mereka senang melakukan tugasnya karena mendapat kepuasan batin mampu
membantu sesama pekerja. Kasus di Surabaya, pengurus satu ST-TP yang
pembentukannya diwarnai oleh campur tangan pihak perusahaan, memperoleh insentif
antara Rp105.000 – Rp135.000 per bulan dari perusahaan. Insentif bulanan tersebut
akan hangus apabila pada bulan itu terjadi unjuk rasa.
3. Keanggotaan
Anggota SP-TP umumnya terbatas pada karyawan tingkat bawah, di bawah manager.
Di beberapa perusahaan, hal ini karena dibatasi oleh pihak SP-TP yang tidak mau
mempunyai anggota tingkat manager ke atas untuk menghindari konflik kepentingan.
Meskipun demikian, di beberapa perusahaan ada juga yang memasukkan tingkat
manager kecuali manager personalia, tetapi mereka tidak boleh menjadi pengurus SP-TP. Keanggotaan biasanya berlaku secara otomatis bagi semua karyawan pada tingkat
tertentu yang telah melalui masa percobaan. Alasan keanggotaan otomatis ini untuk
menjaga
Lembaga Penelitian 44 SMERU, Mei 2002
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 195/254
kekompakan dan karena apabila SP-TP berhasil memperjuangkan sesuatu semua
karyawan akan mendapat nilai tambah yang sama. Dalam jumlah terbatas ada juga
keanggotaan yang menggunakan sistem pendaftaran. Meskipun demikian, umumnya
hampir semua karyawan mendaftar menjadi anggota karena mengakui bahwa
keberadaan SP-TP bermanfaat sebagai wadah untuk mengadu dan mendapat
pembelaan hukum. Beberapa SP-TP meminta pekerja/buruh yang baru masuk
menandatangani surat pernyataan keanggotaan. Bila terdapat dua SP-TP di suatu
perusahaan, biasanya pekerja/buruh akan memilih SP-TP yang dikehendakinya, yang
penting satu pekerja/buruh hanya menjadi anggota dari satu SP-TP seperti yang terjadi
di perusahaan besar PMA produsen garmen di Bekasi dan perusahaan besar PDN
produsen sepatu olah raga di Tangerang. Meskipun demikian, di perusahaan besar di
Surabaya yang mempunyai dua divisi, yaitu divisi produksi plastik dan divisi produksi
metal dua SP-TP berada di dua divisi yang berbeda sehingga pekerja/buruh secara
otomatis atau sukarela akan menjadi anggota SP-TP di divisinya. Pasal 14 UU No.
21/2000 mengatur bahwa seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari
satu SP/SB di satu perusahaan. Dalam prakteknya, di perusahaan sampel tidakn
diketemukan pekerja yang menjadi anggota di lebih dari satu SP/SB.
4. Iuran dan Dana Operasional
Konsekuensi pekerja jika bergabung pada SP-TP adalah mereka harus memenuhi
kewajiban membayar iuran kepada SP-TP. Dana yang terkumpul tersebut kemudian
dimanfaatkan oleh SP-TP dan SP/SB yang menjadi gabungan/federasi SP-TP tersebut
untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Bagi SP-TP yang memiliki afiliasi, sekitar 40%-
50% dari iuran ini digunakan untuk keperluan SP-TP, sisanya disetorkan kepada SP/SB
afiliasinya di tingkat kabupaten/kota, propinsi, dan pusat dengan proporsi tertentu.58
Dana bagi SP-TP digunakan untuk kepentingan organisasi, seperti untuk biaya transpor
dan pelatihan, namun tidak ada dana yang disisihkan untuk insentif pengurus SP-TP.
Kecuali satu SP-TP di Bogor dimana Ketua memperoleh Rp100.000 per bulan dan
pengurus lainnya menerima antara Rp50.000- Rp75.000 per bulan. Pengurus SP/SB
gabungan/federasi di tingkat kabupaten/kota, propinsi, hingga pusat memperolehinsentif dari iuran anggota. Besarnya iuran ditentukan dalam ADART SP-TP, biasanya
1% dari upah pekerja/buruh, meskipun ada yang menentukan 0,5% dari upah. Dalam
prakteknya iuran hampir merata antar SP-TP di semua wilayah, yaitu Rp1.000 per bulan
per pekerja, atau lebih rendah dari 1% upah pekerja/buruh. Dalam jumlah kecil
beberapa SP-TP dan SP/SB gabungan/federasi menentukan iuran antara Rp2.000 –
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 196/254
Rp5.000 per anggota per bulan, namun juga ditemui SP-TP yang menarik iuran kurang
dari Rp1.000 per anggota per bulan. Pada umumnya iuran dipotong langsung oleh
bagian keuangan perusahaan dari upah yang menjadi hak pekerja/buruh. Kemudian
pengurus SP-TP akan mengambil iuran tersebut ke bagian keuangan. Satu perkecualian
di SP-TP FSPTSK di Surabaya yang menarik iuran langsung dari pekerja/buruh melalui
badan koordinator. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah iuran per anggota yang
ideal. Pekerja/buruh tidak berkeberatan dengan iuran yang selama ini diberlakukan
asalkan SP-TP berperan efektif.
Selain iuran bulanan, pekerja/anggota juga diwajibkan mempunyai kartu tanda anggota
(KTA) dengan biaya sekitar Rp4.000 yang ditanggung pekerja. Mengingat bahwa dana
yang dikumpulkan dari pekerja relatif sedikit, bergantung pada jumlah anggota, dan
masih harus dibagi kepada SP/SB gabungan/federasi di setiap tingkatan, sukar
dibayangkan SP/SB gabungan/federasi dapat bertahan tanpa dukungan dari sumber
lain. Salah satu indikasi kuat yang perlu penelitian lebih dalam sebagaimana disebutkan
di bagian terdahulu pada bab ini, adalah sebagian SP/SB gabungan/federasi
mempunyai dukungan politik dan pendanaan dari kelompok tertentu.
58 Biasanya sekitar 30% DPC, 10% DPD, dan 10% DPN.
Lembaga Penelitian 45 SMERU, Mei 2002
5. Pembinaan
Kondisi hubungan industrial tidak lepas dari efektifitas dan profesionalisme organisasi
dan pengurus SP/SB. Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan profesionalisme
tersebut, pembinaan menjadi faktor penting. Pembinaan terhadap SP-TP yang
bergabungan/federasi kebanyakan dilakukan oleh SP/SB di tingkat kabupaten/kota,
DPC (Dewan Pimpinan Cabang). Materi pembinaan antara lain dasar-dasar
keorganisasian, hak/kesejahteraan pekerja, pedoman dasar penyusunan KKB/PKB,
penyelesaian perselisihan, dan sistem audit internal. Kadang-kadang SP/SB di tingkat
nasional/pusat bekerjasama dengan ILO juga memberikan pembinaan.
Pembinaan yang dilakukan SP/SB gabungan/federasi terhadap SP-TP yang menjadi
gabungan/federasinya cukup memadai. Sebagai contoh, hampir semua DPC SP/SBgabungan/federasi melakukan tatap muka dengan pengurus SP-TP secara rutin setiap
bulan di Kantor DPC. DPC FSPTSK di Kota Surabaya pernah mengirim beberapa
pengurus SP-TP mengikuti pelatihan yang diselenggarakan di Bogor yang
diselenggarakan sebuah ornop internasional. Pada tahun 1994, setiap badan koordinasi
pekerja/buruh di perusahaan besar produsen sepatu di Bekasi mendapat kesempatan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 197/254
dari DPC SPSI untuk mengikuti pelatihan dari ILO. DPC SPSI Kota Surabaya dan DPD
SPSI Jawa Timur memberikan penjelasan tentang perundangan dan keorganisasian
dalam rapat pleno yang diselenggarakan 3 bulan sekali kepada perusahaan besar
pengolah kayu dengan tenaga kerja 1.750 orang dan perusahaan besar produsen
tile/ubin keramik dengan tenaga kerja 2.500 orang. Sementara itu DPC FSPSI di
Bandung mendatangi SP-TP yang berafiliasi pada SPSI-PHRI setiap bulan untuk
menanyakan jumlah anggota dan menyampaikan sejumlah peraturan. Namun demikian
ada yang melakukannya tidak secara periodik, hanya berdasarkan permintaan
Beberapa SP gabungan/federasi juga memiliki jaringan untuk melakukan pertemuan di
tingkat nasional untuk membahas peraturan/kebijakan pemerintah.
Beberapa SP-TP juga mendapat pembinaan dari perusahaan. Satu perusahaan di
Surabaya justru berpendapat bila perusahaan telah setuju SP-TP dibentuk, maka SP-
TP tersebut harus dibina agar menjadi mitra yang baik. Kekurangan perusahaan yang
banyak mengalami unjuk rasa pekerjanya adalah tidak melakukan pembinaan dan
kurang berkomunikasi dengan SPTPnya.
Selain memberikan pelatihan tentang peraturan pemerintah sehingga kedua pihak
memiliki persepsi yang sama dan memudahkan perundingan, perusahaan juga
melakukan tatap muka/pertemuan secara rutin dengan pekerja dan SP-TP,
mengundang pihak pemerintah (Disnaker) untuk melakukan pembinaan, mengirim atau
mengijinkan pekerja (SP-TP) mengikuti pertemuan SP di tingkat regional atau nasional.
Beberapa perusahaan di Surabaya mempunyai prinsip bahwa mereka juga harus
membina SP-TP, dan memberikan ijin dan bantuan biaya untuk pengurus SP-TP yang
mengikuti seminar di luar perusahaan. Perusahaan ini bahkan mengirim SP-TP untuk
melakukan studi banding ke luar negeri dalam rangka mempelajari SP-TP yang
berkembang di negara lain.
6. Keberadaan dan Jumlah SP-TP
Keberadaan/jumlah SP-TP di wilayah penelitian59 masih sedikit dibandingkan jumlah
perusahaan -besar dan sedang- di wilayah penelitian. Selain karena banyak perusahaan
masih keberatan dengan pembentukan SP-TP, kesadaran dan keinginan pekerja/buruhuntuk membentuk SP-TP masih rendah. Umumnya pekerja berminat membentuk SP-TP
setelah menghadapi perselisihan dengan perusahaan yang sulit diselesaikan. Di setiap
wilayah, ratarata jumlah SP-TP hanya sekitar 10%-20% dari jumlah perusahaan.
Sejak tahun 2001, sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2000 (Pasal 18), setiap SP-TP,
termasuk federasi dan konfederasi, harus memberitahukan secara tertulis kepada
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 198/254
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan60 setempat
untuk dicatat.61 Hal ini juga berlaku bagi SP-TP yang sebelumnya telah mendaftarkan
diri. Dalam pelaksanaannya, syarat agar tercatat, SP-TP harus menyerahkan anggaran
dasar, anggaran rumah tangga, susunan pengurus, daftar anggota beserta tanda
tangannya62, keterangan domisili, surat pendaftaran dari Depnaker bagi yang telah
mendaftar. Setelah mencatatkan diri SP-TP akan memperoleh nomor register. SP-TP
yang telah memiliki nomor register dan mempunyai hak untuk berunding atas nama
pekerja dalam membuat KKB/PKB. Beberapa SP-TP menyatakan mereka dikenakan
biaya ketika mendaftarkan diri, tetapi tidak dikenakan biaya lagi untuk mencatatkan
kembali. Namun kesempatan ini kadang-kadang dimanfaatkan oleh oknum Disnaker
untuk memperoleh “tambahan penghasilan”, misalnya dengan menjual buku tentang
peraturan ketenagakerjaan. Satu SP-TP di Bekasi menyatakan bahwa biaya
pendaftaran Rp200.000.
7. Efektivitas Peran SP-TP
Sebagaimana SP/SB gabungan/federasi, efektivitas sebuah SP-TP tidak hanya dinilai
dari efektivitasnya dalam memperjuangkan kepentingan dan hak buruh sebagaimana
tercantum dalam UU No. 21/2000, tetapi juga dari cara SP/SB tersebut berorganisasi,
memahami peran dan fungsinya, memahami peraturan yang ada, menyampaikan
tuntutan, berunding, dan menyelesaikan perselisihan. Tingkat kepuasan pekerja/buruh
juga menjadi ukuran penilaian terhadap efektivitas kerja SP-TP.
Dibandingkan dengan SP/SB gabungan/federasi, peranan SP-TP dinilai lebih penting
karena langsung berhubungan dengan pekerja dan perusahaan, sehingga dapat
menentukan harmonis tidaknya suatu hubungan industrial. Menurut pengurus SP-TP,
peran utama SP-TP adalah memperjuangkan dan melindungi pekerja/buruh, serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh. Peranan SP-TP (termasuk SP/SB
gabungan/federasi) menurut UU No. 21/2000 sebagaimana disebutkan pada Bab IV
adalah untuk memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
Disnaker atau Kandepnaker.Pasal 22 (ayat 2) UU No. 21/2000 menyatakan bahwa buku pencacatan tersebut harus
dapat dilihat setiap saat dan terbuka untuk umum.
Menurut peraturan yang berlaku, daftar anggota beserta tanda tangannya tidak
disebutkan sebagai salah satu syarat.
Lembaga Penelitian 47 SMERU, Mei 2002
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 199/254
pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam memperjuangkan kepentingan pekerja, cara
efektif yang digunakan SP-TP dan perusahaan adalah berunding dengan pihak
pengusaha hingga akhirnya dapat mencapai satu kesepakatan. Perundingan dapat
dimulai dengan pembentukan KKB/PKB. Meskipun demikian, beberapa pekerja/buruh
menganggap cara kerja yang lebih efektif adalah dengan unjuk rasa dan mogok kerja.
Secara umum, pekerja/buruh yang diwawancarai dalam penelitian ini menilai bahwa
selama ini SP-TP yang berada di perusahaannya telah bekerja efektif, terutama dalam
mendengarkan atau menjadi wadah keluhan pekerja/buruh, memperjuangkan
kepentingan dan hak pekerja/buruh, menyelesaian perselisihan termasuk dalam
mendampingi pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan, menjadi tempat
berlindung pekerja/buruh, dan menjadi jembatan atau penengah antara pekerja/buruh
dan pihak perusahaan. Pekerja di perusahaan besar, PMA, produsen garmen di Bogor
menilai SP-TPnya yang berafiliasi pada FSPTSK sangat efektif karena 75% anggotanya
pro pekerja/buruh.
Sementara itu pekerja/buruh yang diwawancarai justru berpendapat bahwa selain hanya
memperjuangkan pekerja/buruh mereka juga menilai dari sisi lain. Sebagai contoh,
pekerja/buruh di perusahaan besar, PMA, produsen barang logam di Bogor menilai SP-
TP yang berafiliasi pada SPMI sangat efektif karena sebelum bertindak SP-TP ini juga
menggunakan nara sumber dari luar dan melakukan survei pasar terlebih dahulu.
Pekerja/buruh di perusahaan besar produsen makanan di Jakarta menilai walau
perselisihan dapat diselesaikan meskipun pengurusnya kurang berpengalaman
sehingga kurang efektif. Perusahaan besar produsen garmen dengan tenaga kerja
1.200 orang di Bekasi menilai SP-TPnya efektif justru karena dapat mengendalikan
pemogokan.
Menurut pihak perusahaan, secara umum, peranan SP-TP efektif dalam menjembatani
pihak perusahaan dengan pekerja/buruh. Kekurang-efektifan SP-TP disebabkan
pengurus kurang dewasa dan kurang bermampu dalam mengelola SP-TP, termasuk
dalam berorganisasi, mengelola anggota, berunding, dan memahami perundangan dan
peraturan yang berlaku.Sebagi contoh perusahaan besar produsen garmen dengan tenaga kerja sekitar 7.800
pekerja di Bogor menilai pengurusnya kurang mampu dalam menghadapi tuntutan
pekerja/buruh dan kurang mensosialisasikan hasil perundingan bipartite kepada
anggotanya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 200/254
Efektivitas SP-SP juga dapat dilihat dalam perundingan, termasuk perundingan
KKB/PKB, dan dalam proses menyelesaikan perselisihan. Kedua hal ini baru akan
diketahui setelah pemaparan Bagian B tentang KKB/PKB dan Bagian C tentang
perselisihan dan penyelesaian perselisihan berikut ini.
Selain memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh, sebagian besar SP-TP menyadari
bahwa mereka adalah mitra kerja perusahaan, meskipun sebagian lainnya menganggap
perusahaan sebagai pihak yang tidak selalu setuju dengan peningkatan kesejahteraan
pekerja/buruh sehingga harus diingatkan. Beberapa SP-TP turut membantu perusahaan
dalam peningkatan disiplin pekerja. Sebagai contoh, satu SP-TP di satu perusahaan di
Bekasi melakukan pembinaan kepada seluruh pekerja setiap hari Senin pagi selama 1
jam. Topik pembinaan berkaitan dengan hak dan kewajiban pekerja dengan penekanan
supaya bekerja dengan baik dan disiplin. Peranan SP-TP di beberapa perusahaan
bahkan kadang-kadang di luar masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam urusan sosial,
kegiatan olahraga, musik, peringatan hari besar nasional, memberikan bantuan uang
dan tenaga apabila ada pekerja yang sakit. Namun beberapa SP-TP juga membatasi
peranannya, mereka hanya menangani permasalahan ketenagakerjaan, sementara hal-
hal yang berkaitan dengan teknis produksi ditangani oleh atasan langsung pekerja
(mandor).
Berdasarkan pengamatan lapangan pada masa transisi ini sebagian besar SP-TP justru
menunjukkan cara kerja yang efektif dan profesional dalam menjalankan peran dan
fungsinya. Beberapa SP-TP berhasil memperjuangkan kepentingan pekerja melalui
perundingan denganLembaga Penelitian 48 SMERU, Mei 2002perusahaan tanpa
kekerasan. tetapi ada pula satu atau dua kasus dimana pengurus SP-TP beradu fisik
dengan perusahaan ketika melakukan perundingan.
Pada Bagian B dan C Bab VI berikut ini akan disajikan dua isu yang dapat memberikan
gambaran efektifitas/tidaknya SP-TP, yaitu tentang Kesepakatan Kerja
Bersama/Perjanjian Kerja Bersama (KKB/PKB) dan perselisihan serta
penyelesaiaannya. Efektivitas SP-TP dapat dilihat dari proses perundingan dalam
mencapai KKB/PKB dan dalam menyelesaikan suatu perselisihan.B. PERATURAN PERUSAHAAN (PP) DAN
PERJANJIAN/KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (PKB/KKB)
Bagian B Bab VI ini secara khusus akan menyajikan dan membahas praktek PP dan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 201/254
PKB/KKB di lapangan. Pada bagian awal akan disajikan keberadaan PKB/KKB di
perusahaan sampel, dan selanjutnya akan disajikan pembahasan lebih luas tentang PP
dan PKB/KKB.
Khusus mengenai PKB/KKB, akan diulas mengenai:
(i) ringkasan dari definisi arti dan pembentukan PP dan PKB/KKB;
(ii) contoh isi PKB/KKB untuk mengetahui apakah PKB/KKB tersebut telah memuat
hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; dan
(iii) proses perundingan antara pengusaha dan pekerja dalam penyusunan PKB/KKB.
Selanjutnya akan dibahas efektifitas PP dan PKB/KKB dalam menjamin hubungan
industrial yang lebih baik antara pengusaha dan pekerja/buruh, termasuk apakah
KKB/PKB tersebut telah ditaati oleh kedua pihak dan digunakan sebagai acuan dalam
penyelesaian perselisihan.
Dalam Bab ini juga akan dibahas kaitan PKB/KKB dengan PP dan bagaimana proses
transisi PP menuju PKB/KKB. Bahasan yang dilakukan oleh Tim SMERU didasarkan
pada beberapa PP, PKB/KKB dan penjelasan yang berhasil diperoleh dari beberapa
perusahaan dan/atau SP-TP sampel dan dilengkapi informasi dari media cetak. Hal ini
karena beberapa perusahaan responden, khususnya di Surabaya, tidak bersedia
memperlihatkan PP ataupun KKB/PKB kepada para Tim SMERU. Mereka tidak
memberikan alasan yang pasti mengapa tidak bersedia memperlihatkan PP atau
KKB/PKB, kecuali bahwa PKB/KKB tersebut sedang dalam proses perundingan.
Sekalipun demikian, Tim peneliti berhasil memperoleh sekitar 5 PP, 3 PKB, 13 KKB dan
1 Rancangan PKB.
UU dan Peraturan
Peraturan Perusahaan (PP) diatur antara lain dalam Peraturan Menakertranskop No.
Per/02.Men/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan
Perjanjian Perburuhan. Peraturan tersebut menyatakan bahwa PP adalah peraturan
yang dibuat secara tertulis yang membuat ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta
tata-tertib perusahaan.
Pada Pasal 2 dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan sejumlah 25orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan.
Sementara Kesepakatan Kerja Bersama atau KKB (kini dikenal sebagai Perjanjian Kerja
Bersama atau PKB) diatur dalam Permenaker No. Per-01/Men/85 tentang Tata Cara
Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama. Pada Pasal 1 Permenaker No. Per-01/Men/85
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 202/254
tersebut KKB diartikan sebagai Perjanjian Perburuhan sebagaimana dimaksud dalam
UU
Lembaga Penelitian 49 SMERU, Mei 2002
No. 21/1954.63 Menurut S. Sianturi, Mantan Dirjen Binawas Depnaker64, PKB/KKB
diprioritaskan pemerintah bagi perusahaan yang karyawannya lebih dari 100 orang.
Perusahaan yang belum menghasilkan PKB/KKB dan memiliki lebih dari 25 pekerja
diwajibkan membuat Peraturan Perusahaan (PP). Perubahan PP menjadi KKB diatur
dalam surat Dirjen Binawas No.B.444/BW/1995 tentang Peningkatan PP menjadi KKB.
Menurut Simanjuntak, Mantan Dirjen Binawas Depnaker,65 KKB dan PP mempunyai
makna yang sama, yaitu memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, serta
bagaimana hak dan kewajiban tersebut dilindungi dan dilaksanakan. Baik isi KKB
maupun PP selalu diteliti terlebih dahulu oleh Pemerintah cq Departemen Tenaga Kerja
supaya tidak bertentangan dengan ketentuan hukum. Setelah disepakati wakil pekerja
dan pengusaha, pemerintah ikut menyaksikan penandatanganan KKB. Demikian pula
dengan PP. Setelah diteliti dengan seksama, Pemerintah akan mensahkan PP.
Masih menurut Simanjuntak, dilihat dari isi atau kepentingan pekerja, ketentuan dalam
KKB tidak selalu lebih baik daripada PP. Bila terjadi kasus perselisihan hubungan
industrial, KKB dan PP mempunyai bobot yang sama sebagai referensi utama dalam
penyelesaian perselisihan. Namun perbedaan kecil antara KKP dan PP terletak pada
proses pembentukan, yaitu isi KKB dimusyawarahkan dan disepakati wakil pengusaha
dan wakil pekerja. Sementara dalam perumusan PP, pemerintah selalu menganjurkan
agar perusahaan yang belum memiliki SP-TP berkonsultasi dengan wakil pekerja.
Setelah itu pemerintah akan meneliti rumusan PP sesuai dengan ketentuan hukum yang
ada.
PKB/KKB yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh menjadi bagian penting dalam
menciptakan hubungan industrial yang ideal antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Ketetapan PKB/KKB akan menjadi acuan dan ditaati oleh pengusaha dan pekerja/buruh
untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing. Disamping itu PKB/KKB dan PP
juga dapat menjadi acuan terbaik dalam musyawarah untuk menyelesaikan keluhan,perbedaan pendapat atau perselisihan antara pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu
yang terbaik adalah pihak perusahaan, bersama-sama wakil pekerja, dapat
membagikan dan menjelaskan isi PKB/KKB dan PP kepada seluruh pekerja, agar
masing-masing memahami secara baik dan mematuhi hak dan kewajiban yang telah
disepakati bersama.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 203/254
Perbedaan antara PP dan PKB/KKB terletak pada pasal-pasal pada PKB/KKB yang
merupakan hasil kesepakatan perusahaan dan pekerja/buruh, sedangkan PP adalah
aturan yang dibuat perusahaan, dengan atau tanpa masukan dari pekerja/buruh. PP
sering digunakan sebagai acuan dalam penyusunan KKB untuk pertama kalinya.
Biasanya sebelum memiliki KKB, perusahaan menjalankan aturan berdasarkan PP.
Keberadaan PP dan PKB/KKB
Dari 47 perusahaan responden sekitar 39 perusahaan responden telah mempunyai SP-
TP (lihat Tabel 4 berikut).
63 Dalam Pasal 1 UU No.21/1954, disebutkan bahwa Perjanjian Perburuhan adalah
perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau serikat-serikat buruh yang telah
didaftarkan pada Kementrian Perburuhan dengan majikan, majikan-majikan,
perkumpulan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum, yang pada
umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat, yang harus diperhatikan didalam
perjanjian kerja.
64 Bisnis Indonesia, “ Baru 10.962 perusahaan yang punya KKB”, 2 Oktober 1997.
65 Suara Pembaharuan, “Kesepakatan Kerja Bersama dan Peraturan Perusahaan”, 15
Maret 1993.
Lembaga Penelitian 50 SMERU, Mei 2002
Tabel 4. Perusahaan Responden yang mempunyai PP dan KKB/PKB (N= 47)
Perusahaan PP PKB/KKB Tidak ada*
> 25** < 25** > 100** < 100** > 100 ** < 100**
Dengan SPTP 9 0 26*** 1 1 0
Tanpa SPTP 5 0 0 0 0 4
Jumlah 14 0 26 1 1 4
Persentase 30% 58% 12%
Keterangan: * Tidak ada PP, KKB, atau PKB.
** Jumlah pekerja; *** Masih dalam bentuk draft
Menurut data Depnaker 1997, dari 163.846 perusahaan di Indonesia (terdiri dari 30.017
perusahaan sedang dan 13.552 perusahaan besar) hanya 10.962 perusahaan atau6,7% yang memiliki KKB. Pada tahun yang sama, jumlah SPTP sebanyak 14.023 berarti
78% diantaranya telah memiliki KKB.66 Menurut Ketua Umum SPSI67 pada tahun
1997 jumlah KKB yang tercatat 23.525, sedangkan jumlah SPTP yang terdaftar di F-
SPSI baru 12.747 unit, sehingga sedikitnya 10.776 KKB merupakan KKB ‘jadi-jadian’
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 204/254
yang diduga menjadi pemicu meningkatnya konflik dan perselisihan antara pekerja
dengan pengusaha. KKB ini diduga tidak memenuhi ketentuan pemerintah.
Di lapangan, misalnya di Propinsi Jawa Timur, sampai dengan Januari 2001 tercatat
sebanyak 2.175 SPTP dan 1.429 KKB yang telah disepakati. Sementara jumlah PP
yang telah dibentuk hingga periode yang sama adalah 4.504 PP.
Peraturan Perusahaan (PP)
Responden yang masih menggunakan PP adalah lima perusahaan yang belum
terbentuk SPTP dengan 45 – 300 pekerja/buruh, dan satu perusahaan besar dengan
SP-TP dan 3.800 pekerja/buruh yang memutuskan tetap menggunakan PP daripada
PKB/KKB. Dua perusahaan perhotelan dengan SP-TP, satu perusahaan sedang PMA
dengan 86 pekerja/ buruh dan telah membentuk SP-TP telah mempunyai PP.
Meskipun dalam Peraturan Menakertranskop No.Per/02.Men/1978 telah diatur bahwa
dalam penyusunan PP ada keharusan berkonsultasi dengan buruh, pada kenyataannya
PP lebih banyak dibuat secara sepihak oleh perusahaan.
Informasi dari lapangan menjelaskan bahwa proses pembuatan PP dimulai dari draft PP
oleh perusahaan yang kemudian diajukan kepada Disnaker/Kandepnaker untuk
diperiksa agar semua hal yang diatur pada PP tidak bertentangan dengan peraturan
pemerintah yang berlaku. Apabila telah sesuai dengan peraturan pemerintah maka akan
disahkan oleh Disnaker. Proses pengesahan PP ini biasanya hanya kurang dari satu
minggu. Biaya pemeriksaan dan pengesahan bervariasi, tergantung dari skala usaha
perusahaan, berkisar antara Rp50.000 – Rp150.000. Menurut aturan, PP harus
diperbaharui setiap 2 tahun sekali.
Nampaknya jadual ini selalu dapat dipenuhi oleh pihak perusahaan.
Berikut ini adalah contoh isi PP dari satu perusahaan besar di Surabaya, sebagai
berikut:
ketentuan umum yang menjelaskan batasan dan tujuan PP;
hubungan kerja, seperti penerimaan atau mutasi pekerja/buruh;
waktu kerja dan kerja lembur;
66 Bisnis Indonesia, “ Baru 10.962 perusahaan yang punya KKB”, 2 Oktober 1997.67 idem.
Lembaga Penelitian 51 SMERU, Mei 2002
pembebasan dan kewajiban bekerja, seperti pengaturan cuti;
pengupahan termasuk sistemnya dan upah selama sakit;
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 205/254
tata tertib kerja seperti kewajiban bekerja dan larangan bagi pekerja/buruh serta
sanksi;
pemutusan hubungan kerja (PHK);
perlindungan dan kesehatan kerja;
kesejahteraan pekerja/buruh, terdiri dari THR, tempat ibadah, koperasi pekerja/buruh,
dan Jamsostek; dan
ketentuan penutup diantaranya memuat penyelesaian keluh kesah.
Perjanjian Kerja Bersama/Kesepakatan Kerja Bersama (KKB/PKB)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1985 dan Permenaker No. 2 Tahun
1993, Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dibuat oleh
perusahaan yang telah memiliki SP-TP. Peningkatan PP menjadi KKB ditekankan
Menaker melalui surat Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan No. B.444/M/BW/95 yang ditujukan kepada seluruh KaKanwil
Depnaker di Indonesia.68 Sejak tahun 2001, nama KKB diubah menjadi PKB. 69
Namun karena di beberapa perusahaan KKB lama masih berlaku dan belum diubah,
maka pihak perusahaan dan pekerja/buruh masih menggunakan istilah KKB.
Isi PKB/KKB PKB/KKB yang diperoleh di lapangan rata-rata berupa buku saku
berukuran kecil. Butirbutir yang diatur dalam PKB pada umumnya seragam di semua
wilayah penelitian, yaitu: ketentuan umum, pengakuan dan fasilitas bagi SP, hubungan
kerja, waktu kerja, pengupahan, keselamatan dan kesejahteraan kerja, cuti-ijin tidak
bekerja dan hari libur, peraturan tata-tertib, sanksi-sanksi terhadap pelanggaran, PHK,
dan penyelesaian keluh kesah. Satu perusahaan di Bekasi juga memasukkan peraturan
tentang produktivitas, perawatan kesehatan, dan usaha peningkatan kesejahteraaan.
Demikian juga dengan KKB yang hampir seragam di seluruh wilayah.
Contoh isi KKB di tiga perusahaan besar, dua PMA dan satu PMDN dari tiga wilayah
yang berbeda disajikan pada Lampiran 9.
Proses Perundingan
Informasi lapangan menunjukkan bahwa secara umum proses pembuatan KKB/PKB
melibatkan pekerja/buruh yang diwakili oleh SP-TP dan perusahaan. Satu perusahaanbesa produsen tekstil di Bandung bahkan melibatkan 90% karyawannya dalam proses
penyusunan KKB/PKB. Namun demikian dalam jumlah kecil ada kasus dimana PKB
dibuat oleh perusahaan dan SP-TP hanya membaca dan harus menyetujuinya. Contoh
kasus tersebut
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 206/254
68 Isi surat tersebut sebagai berikut: Untuk mengatasi meningkatnya perselisihan
hubungan industrial perlu secara dini hak dan kewajiban pelaku proses produksi diatur
dalam KKB. Kenyataan menunjukkan bahwa pada perusahaan yang telah memiliki KKB
tidak terjadi masalah berarti. Sehubungan dengan hal tersebut para KaKanwil diminta
untuk mendorong perusahaan yang telah mempunyai Peraturan Perusahaan dan
diperpanjang dua kali agar meningkatkan PP nya menjadi KKB. Apabila di perusahaan
belum terbentuk serikat pekerja/buruh, maka perlu lebih dahulu didorong untuk
membentuk UK-SPSI atau SPTP. 69 Berdasarkan informasi dari responden di lapangan,
informasi tentang peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal ini tidak tersedia.
Dari PKB/KKB yang dihimpun Tim SMERU di lapangan, beberapa kesepakatan kerja
yang dikeluarkan pada tahun 2001 telah menggunakan istilah PKB.
Lembaga Penelitian 52 SMERU, Mei 2002
terjadi di sebuah perusahaan besar PMDN produsen garmen dengan 1.200 pekerja di
Bekasi. Pada umumnya pihak perusahaan diwakili oleh presiden direktur, manager
personalia, dan manager produksi. Beberapa perusahaan juga menggunakan kuasa
hukum yang bukan pegawai perusahaan. Sementara itu, pihak pekerja/buruh diwakili
oleh pengurus SP-TP, dan kadang-kadang koordinator diikutsertakan dalam proses
perundingan. Perusahaan dan SP-TP responden menyatakan bahwa ketika draft
pertama PKB/KKB dibuat ada tiga cara yang dilakukan.70 Pertama, perusahaan dan
SP-TP masing-masing membuat draft; kedua, perusahaan membuat draft dan diajukan
kepada SP-TP; atau ketiga, pihak SP-TP mengajukan draft untuk diajukan ke
perusahaan. Setelah draft dipelajari kedua belah pihak, kemudian dilakukan
perundingan, yang biasanya dilakukan beberapa kali. SP-TP umumnya mengusulkan
hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja/buruh/anggota, sedangkan
perusahaan mengusulkan tentang tata tertib. Proses ini cukup menunjukkan bahwa
PKB/KKB memang telah mengakomodasi keinginan kedua belah pihak. Di satu
perusahaan besar produsen kayu molding di Surabaya, pihak perusahaan membuat
draft kemudian didiskusikan dengan SP-TP dalam suatu forum sehingga dapat diketahui
oleh pekerja/buruh. Selanjutnya SP-TP dan forum meminta klarifikasi tentang hal yangbelum jelas dan juga mengajukan perbaikan. Perusahaan besar lain di Surabaya yang
pernah mengalami mogok kerja solidaritas secara besar-besaran, kini mendiskusikan
draft setiap minggu dengan SP-TP dan melakukan penggalian aspirasi dari
pekerja. Aspirasi tersebut disampaikan pada rapat KKB.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 207/254
Rancangan PKB yang telah disepakati oleh kedua belah pihak kemudian diserahkan
kepada Disnaker untuk diperiksa mengenai ada tidaknya pasal yang bertentangan
dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Rata-rata PKB/KKB di perusahaan
sampel berlaku dua tahun dan dapat diperpanjang satu tahun.
Setelah kesepakatan tercapai, selain ditandatangani oleh pihak perusahaan dan SP-TP,
PKB/KKB juga ditandatangani oleh saksi, yaitu Disnaker dan Tim yang berunding.
Penandatangan PKB/KKB dari pihak perusahaan adalah Presiden Direktur/Wakil
Presiden Direktur dan General Manager Personalia. Penandatangan dari pihak
pekerja/buruh adalah Ketua SP-TP dan/atau beberapa pengurusnya. Di beberapa
perusahaan wakil pekerja/buruh yang ikut berunding juga menandatangani.
Perusahaan responden yang sudah mempunyai PKB/KKB menjelaskan bahwa
penyusunan draft pertama PKB/KKB biasanya membutuhkan waktu cukup lama, sekitar
enam bulan bahkan tahunan. PKB/KKB berikutnya, yang ditinjau dua atau tiga tahun
kemudian, hanya menampung usulan baru SP-TP dan pihak perusahaan. Proses
penyusunannya untuk merundingkan perubahanperubahan lebih singkat, sekitar tiga
bulan atau kurang.
Perubahan isi PKB/KKB biasanya berkaitan dengan nilai rupiah yang akan dibayarkan,
antara lain peningkatan upah dan tunjangan. Proses perundingan yang lama sering
menyebabkan pekerja/buruh tidak sabar dan memicu perselisihan dengan pihak
pengusaha. Ketika penelitian dilakukan, SP-TP di satu perusahaan besar di Surabaya
pembuat produk plastik dan metal belum menyetujui draft KKB sehingga KKB belum
ditandatangani.
Akibatnya, perusahaan kemudian memberlakukan kesepakatan lama.
70 Draft PKB/KKB pertama mengacu pada PP, sedangkan PKB berikutnya mengacu
pada PKB/KKB sebelumnya.
Lembaga Penelitian 53 SMERU, Mei 2002
Efektivitas PP dan PKB/KKB
PKB/KKB merupakan kesepakatan bersama, tetapi penentu utamanya adalah
pelaksanaannya di lapangan, baik oleh pengusaha maupun pekerja/buruh. Kasusperselisihan biasanya terjadi justru mengenai masalah-masalah di luar hal-hal yang
telah menjadi kesepakatan bersama. Misalnya, seperti yang baru-baru ini terjadi pada
pelaksanaan kenaikan upah minimum dan tuntutan kenaikan upah, uang transpor, uang
makan, uang susu, sebagai akibat kenaikan BBM. Oleh karena itu secara umum dapat
disimpulkan PKB/KKB dinilai belum cukup efektif untuk menahan perselisihan industrial
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 208/254
karena ternyata masih ada hal-hal yang belum menjadi kesepakatan dan sering menjadi
penyebab perselisihan. Informasi lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang
belum memiliki PKB/KKB dan masih memberlakukan PP ternyata tetap mempunyai
hubungan industrial yang cukup baik antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pihak
pengusaha mengakui bahwa sebagai acuan PKB/KKB efektif dalam menyelesaikan
perselisihan, tetapi tidak untuk menahan agar tidak terjadi perselisihan dan mogok kerja.
Satu perusahaan PMA di Bogor yang memproduksi obat, merasakan pentingnya
memiliki PP dan KKB/PKB karena perusahaan ini memproduksi obat yang dikonsumsi
masyarakat umum. Perusahaan ini menilai kualitas produknya sangat bergantung pada
pelaksanaan KKB/PKB.
Contoh kasus yang menunjukkan efektif atau tidaknya PKB/KKB dapat kita lihat di
sebuah perusahaan besar produsen makanan di Jakarta yang mempunyai tenaga kerja
800 orang. Perusahaan ini telah memberlakukan KKB yang dibuat 10 tahun yang lalu
dan hingga kini belum pernah diperbaiki atau diubah. Pekerja/buruh merasa pesimis
bahwa perusahaan akan melakukan perubahan karena dalam prakteknya sebagian isi
KKB tidak dilaksanakan oleh perusahaan. Sementara itu, pekerja/buruh di perusahaan
lain di Jakarta yang memproduksi makanan dengan tenaga kerja 200 orang dan tidak
mempunyai SP-TP merasa tidak memerlukan KKB karena perusahaan telah konsisten
menjalankan hak-hak normatif pekerja/buruh. Perubahan dalam peraturan pemerintah
yang sering terjadi menyebabkan penyusunan KKB tersendat.
Contoh lainnya untuk mengevaluasi efektivitas PKB/KKB adalah kasus di satu
perusahaan dengan 2.800 pekerja/buruh di Bogor, Tangerang, dan Jakarta.
Pekerja/buruh di pabrik yang berlokasi di Jakarta dengan SP-TP yang berafiliasi dengan
SBJ (Serikat Buruh Jabotabek) tidak mengetahui isi KKB karena KKB disusun oleh
pekerja/buruh di Bogor yang SP-Tpnya berafiliasi pada SPSI. Disamping contoh di atas,
Tim SMERU juga mencatat pekerja/buruh di sebuah perusahaan besar di Bogor yang
memproduksi garmen menyatakan bahwa perusahaan menjalankan 90% pasal-pasal
dalam KKB yang menguntungkan perusahaan, tetapi kurang mematuhi pasal-pasal
yang berpihak pada pekerja/buruh. Rata-rata perusahaan dengan SP-TP memilikiPKB/KKB, meskipun penyusunannya tidak selalu segera setelah SP-TP terbentuk. Di
satu perusahaan di Surabaya yang memproduksi sepatu untuk diekspor, walaupun telah
terbentuk SP-TP sejak 1997 pihak perusahaan dan pekerja/buruh yang diwakili SP-TP
memutuskan untuk tetap menggunakan PP karena beberapa alas an. Mereka yakin
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 209/254
bahwa adanya PKB/KKB akan memberikan keleluasaan ketika mengajukan usulan,
berunding, atau bila akan mengubah kesepakatan (lihat Box 3).
Meskipun perusahaan yang tergabung dalam suatu kelompok memberlakukan
PKB/KKB yang sama pada kelompok perusahaan, kesepakatan tersebut tidak berlaku di
semua perusahaan anggota, terutama di perusahaan anggota yang kurang maju. Hal ini
sering menjadi pemicu perselisihan. Yang lebih menyulitkan adalah pelaksanaan
perundingan kesepakatan antara serikat pekerja/ buruh dan perusahaan pada
perusahaan yang mempunyai dua SP-TP dengan afiliasi berbeda. Walaupun sudah
diatur bahwa SP-TP yang mewakili pekerja/buruh adalah SP-TP yang mempunyai
mayoritas anggota, namun pada prakteknya kesepakatan ini sulit dilaksanakan. Solusi
yang diambil adalah masing-masing SP-TP mengajukan rancangan PKB/KKB kepada
perusahaan, atau perusahaan mengajukan rancangan yang sama kepada masing-
masing SP-TP di perusahaan tersebut. Rancangan tersebut dipelajari oleh semua pihak
yang akan berunding, diberi masukan, dan dirundingkan bersama. Satu perusahaan di
Surabaya yang memiliki dua SP-TP pada akhirnya menyepakati dua KKB yang isinya
sama.
Box 3
SP-TP yang sepakat tetap menggunakan PP
Pekerja/buruh pabrik sepatu untuk ekspor di Surabaya ini telah membentuk SP-TP
dengan afiliasi FSP-TSK pada tahun 1998. Daripada membuat KKB yang baru,
pengusaha dan pekerja/buruh memilih tetap menggunakan PP dengan alasan dapat
lebih leluasa mengajukan usulan, melakukan perundingan, dan mengubah kesepakatan.
Setiap kali pekerja/buruh mempunyai usulan khusus langsung diajukan secara tertulis
kepada perusahaan. Usulan tersebut kemudian dirundingkan untuk mendapatkan
kesepakatan. PP memuat hal-hal yang sifatnya umum, sedang kesepakatan khusus
diajukan untuk hal-hal
tertentu. Usulan khusus ini kemudian menjadi kesepakatan di luar PP, antara lain:
Kesepakatan premi tahunan diubah menjadi klasifikasi upah (9 Mei 2001);
Kesepakatan tentang THR dan perputaran (rolling) pekerja/buruh (11 Desember 2000);
Kesepakatan pengunduran diri pekerja/buruh status harian dan bulanan serta
pengambilan uang penghargaan masa kerja (12 Oktober 2000);
Kesepakatan merumahkan karyawan (12 Juli 2000)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 210/254
Pihak perusahaan dan pekerja/buruh sepakat dan merasa senang dengan pengaturan
melalui PP dan kesepakatan khusus ini.
Biaya yang dikeluarkan untuk pengesahan PKB/KKB ditanggung pihak perusahaan.
Satu perusahaan di Bekasi yang meminta pengesahan PKB pada tahun 2001
mengeluarkan biaya sekitar Rp800.000. Sebelumnya untuk pengesahan serupa hanya
dikenakan biaya Rp200.000. PKB/KKB yang telah disepakati dan disahkan oleh kedua
belah pihak biasanya ditempel di papan pengumuman. Beberapa perusahaan juga
membagikan salinan PKB/KKB kepada semua pekerja/buruh. Walaupun demikian
banyak pekerja/buruh tidak memahami sepenuhnya isi PKB/KKB. Guna meningkatkan
pemahaman pekerja/buruh mengenai PKB/KKB, beberapa pengurus SP-TP
menjelaskan isi PKB/KKB kepada pekerja/buruh pada pertemuan rutin karyawan.
C.PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN
PENYELESAIANNYA
Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok Kerja, dan Penyebabnya
Definisi mengenai perselisihan hubungan industrial telah mengalami beberapa
perubahan sejalan dengan perkembangan perundangan. UU No. 22 Tahun 1957 belum
mendefinisikan perselisihan industrial tetapi mencantumkan definisi mengenai
perselisihan perburuhan, yaitu pertentangan antara majikan (atau perkumpulan majikan)
dengan pekerja/buruh (atau SP/SB) yang muncul karena tidak adanya pemahaman
yang memadai mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan
perburuhan.
Lembaga Penelitian 55 SMERU, Mei 2002
Menurut definisi UU No. 25 Tahun 199771 perselisihan industrial adalah perselisihan
antara pengusaha (atau gabungan pengusaha) dengan pekerja (atau serikat pekerja
gabungan) karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan syarat-
syarat kerja, pelaksanaan norma kerja, hubungan kerja, dan/atau kondisi kerja.
Sementara itu menurut RUU PPHI perselisihan industrial adalah perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja atau serikat pekerja karena adanya perselisihan mengenai hak,kepentingan, dan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja di
satu perusahaan.
Mengenai mogok kerja, menurut UU No. 25 Tahun 1997 mogok kerja adalah tindakan
pekerja secara bersama-sama menghentikan atau memperlambat pekerjaan sebagai
akibat gagalnya perundingan perselisihan industrial yang dilakukan, agar pengusaha
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 211/254
memenuhi tuntutan pekerja. Dalam kenyataannya, mogok kerja tidak selalu harus
didahului dengan gagalnya perundingan, tetapi pemogokan kerja juga dapat terjadi pada
saat perundingan sedang berlangsung atau mendahului suatu perundingan untuk
memaksa agar perundingan segera dilakukan.
UU No. 12 Tahun 1957 dan RUU PPHI tidak mencantumkan definisi mogok kerja, tetapi
menurut ketentuan perdata72, mogok diartikan sebagai tindakan perbuatan melanggar
hukum atau cidera janji terhadap perjanjian kerja, yang menimbulkan ganti rugi bagi
pengusaha terhadap buruh yang melakukan mogok kerja. Sebaliknya, Uwiyono (2001)
mengemukakan bahwa konsep mogok adalah bukan sebagai tindakan kriminal ataupun
sebagai kebebasan, melainkan sebagai hak.73
Pada penelitian ini penggalian informasi di lapangan tentang perselisihan industrial dan
mogok kerja ditekankan pada kasus yang terjadi selama kurun waktu tiga sampai lima
tahun terakhir. Meskipun demikian, beberapa responden juga memberi informasi
tentang kasus-kasus perselisihan industri yang menonjol pada periode sebelumnya.
Berdasarkan kasus-kasus di lapangan tersebut, penyebab perselisihan industrial dan
mogok kerja antara pengusaha dan pekerja (SP-TP) bervariasi antar perusahaan.
Perselisihan industrial biasanya diawali dengan tuntutan pekerja, baik secara lisan
maupun tulisan. Perselisihan timbul ketika usulan atau tuntutan pekerja tidak segera
ditanggapi oleh pihak perusahaan, perundingan tidak segera dilakukan, atau karena
kesepakatan antara perusahaan dan pekerja tentang jenis tuntutan atau nilai tuntutan
belum dapat dicapai.
Dari kasus-kasus perselisihan industrial dan pemogokan kerja di 47 perusahaan sampel,
penyebab utama yang sering ditemui di banyak perusahaan responden dapat dibagi
atas empat kategori:
(1) Tuntutan non-normatif, yaitu yang berhubungan dengan hal-hal yang tidak diatur
dalam peraturan perundangan dan PKB/KKB. Perselisihan ini sebagai refleksi
ketidakpuasan pekerja terhadap kondisi kerja, misalnya karena belum adanya atau
relatif rendahnya uang makan, uang transport dan uang susu, pakaian seragam, uang
penyelenggaraan dan dana rekreasi, sistem pembayaran upah, cuti haid, kejelasanstatus pekerja, service charge di perhotelan, fasilitas tempat kerja kurang memadai atau
pencabutan fasilitas, dan hal-hal lain.
(2) Tuntutan normatif, yaitu tuntutan terhadap hak-hak yang telah diatur dalam peraturan
perundangan dan hak-hak yang telah disepakati dalam PKB/KKB, maupun penyesuaian
71 Meskipun UU ini kemudian tidak diberlakukan, sebagaimana dijelaskan pada Bab IV.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 212/254
72 Aloysius Uwiyono, “Hak Mogok di Indonesia”, Fakultas Hukum – Universitas
Indonesia, 2001, hal.10.
73 idem, hal.12.
Lembaga Penelitian 56 SMERU, Mei 2002
terhadap kebijakan pemerintah yang baru. Misalnya pelaksanaan UMR atau upah yang
telah menjadi kesepakatan bersama (tripartit), uang lembur, cuti melahirkan, tunjangan
perkawinan dan melahirkan, bonus, pembentukan serikat pekerja dan pemilihan
pengurus secara demokratis, Tunjangan Hari Tua (THT), Tunjangan Hari Raya (THR),
dan pemberian pesangon.
(3) Provokasi oleh pihak ketiga di luar perusahaan (misalnya oleh pekerja dari
perusahaan lain atau SP Afiliasi lain) dan aksi solidaritas untuk melakukan tuntutan
bersama secara massal, misalnya menuntut pemberlakuan upah minimum (UMR),
kenaikan uang transport dan uang makan sebagai akibat kenaikan BBM, pemberlakuan
cuti haid; dan
(4) Tekanan dari beberapa pekerja di dalam perusahaan yang memaksa pekerja lain
agar ikut berunjuk rasa.
Faktor penyebab perselisihan industrial lainnya adalah: solidaritas terhadap sesama
pekerja yang dinilai telah diperlakukan secara kurang adil oleh perusahaan; perbedaan
persepsi tentang perundangan dan peraturan pemerintah; menuntut kepala personalia
yang dinilai keras dan berpihak pada perusahaan agar mundur; perubahan manajemen
perusahaan yang dinilai tidak memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan pekerja;
menuntut adanya transparansi perusahaan; kebijakan pemerintah yang mempengaruhi
kesejahteraan pekerja (misalnya kenaikan harga BBM yang mempengaruhi biaya
transport dan harga bahan kebutuhan pokok), penggantian Kepmenaker No. Kep-
150/Men/2000 dengan Kepmenakertrans No. Kep- 78/Men/2001; perusahaan dianggap
tidak terbuka tentang keuntungan perusahaan, kecurigaan mengenai adanya
penyalahgunaan dana Jamsostek; ketidaksabaran pekerja dalam menunggu hasil
perundingan, atau disebabkan oleh tuntutan-tuntutan baru lainnya yang muncul seiring
dengan meningkatnya pengetahuan pekerja tentang hak-hak mereka setelah SP TPterbentuk di tempat kerja mereka.
Perselisihan industrial juga dapat diakibatkan karena sosialisasi peraturan pemerintah
mengenai ketenagakerjaan masih terbatas, baik mengenai isi peraturan maupun karena
waktu sosialisasinya terlalu pendek. Kedua hal tersebut mengakibatkan pemahaman
terhadap kebijakan pemerintah tidak utuh, baik oleh pengusaha maupun pekerja.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 213/254
Akibatnya, pelaksanaan peraturan di lapangan tidak sesuai dengan arah tujuan
kebijakan.
Hingga saat penelitian berlangsung penyebab perselisihan industrial dan mogok kerja
yang paling menonjol di perusahaan sampel adalah tuntutan hak-hak non-normatif
seperti kenaikan uang makan, uang transport, dan cuti haid. Berdasarkan catatan
Disnaker di beberapa wilayah penelitian, perselisihan yang disebabkan masalah hak
non-normatif sekitar 70%, sedangkan perselisihan karena tuntutan hak normatif 30%.
Apindo berpendapat bahwa peluang perselisihan lebih besar pada perusahaan padat
karya seperti perusahaan tekstil, garmen, dan sepatu. Pada umumnya intensitas
perselisihan meningkat pada bulan Februari ketika perusahaan melaksanakan
penyesuaian UMR/UMP/UMK tahunan. Bila perselisihan berkaitan dengan tuntutan
pekerja/buruh mengenai transparansi perusahaan, hal tersebut biasanya disebabkan
karena pekerja/buruh merasa pihak perusahaan selalu menuntut pekerja/buruh agar
memahami kondisi sulit yang dialami perusahaan (misalnya ketika perusahaan
mengalami kerugian akibat krismon atau krisis moneter), namun perusahaan tidak
bersedia memahami kondisi sulit pekerja yang juga menghadapi dampak krismon. Para
pekerja merasa bahwa ketika perusahaan memperoleh keuntungan mereka tidak ikut
menikmati, tetapi pada masa sulit mereka dituntut untuk memahami kondisi perusahaan.
Tentang hal ini, pihak perusahaan berpendapat bahwa karena perusahaannya adalah
perusahaan swasta, bukan perusahaan publik, maka perusahaan tidak berkewajiban
menyampaikan keuntungannya kepada pekerja atau masyarakat. Dari pihak
pekerja/buruh, sebenarnya mereka hanya menuntut agar perusahaan bertindak adil
tanpa harus menyampaikan keuntungan perusahaan secara transparan.
Lembaga Penelitian 57 SMERU, Mei 2002
Pengamatan SMERU menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak banyak menghadapi
masalah perselisihan industri adalah perusahaan yang telah melaksanakan hak-hak
normatif dan memperhatikan kesejahteraan pekerja/buruh, memperlakukan
pekerja/buruh mereka sebagai mitra, dan membina komunikasi serta membuka peluang
adanya keterbukaan dengan pekerja/buruhnya. Di perusahaan seperti ini, perselisihanhubungan industri biasanya hanya terjadi apabila perusahaan mengalami gonjangan
secara tiba-tiba, misalnya penurunan drastis produksi atau penurunan pesanan sebagai
akibat krisis ekonomi atau serangan terhadap gedung World Trade Center pada bulan
September 2001 yang lalu, sehingga perusahaan terpaksa mengurangi biaya produksi
dan mengambil tindakan PHK untuk mengurangi jumlah tenaga kerja.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 214/254
Tim Peneliti SMERU membagi perselisihan industrial dan mogok kerja menjadi empat
kategori, yaitu:
(i) Perselisihan ringan, yaitu perselisihan industrial tanpa mogok kerja dan melibatkan
lebih dari satu pekerja/buruh yang dapat diselesaikan secara bipartit (baik didampingi
atau tidak didampingi oleh SP/TP atau SP/SB Afiliasi);
(ii) Perselisihan sedang, yaitu perselisihan industrial yang disertai mogok kerja dan
didampingi atau melibatkan lebih dari satu pekerja/buruh yang dapat diselesaikan
secara bipartit (baik tidak didampingi oleh SP/TP atau SP/SB Afiliasi);
(iii) Perselisihan berat, yaitu perselisihan industrial tanpa mogok kerja yang dapat
diselesaikan di tingkat tripartit dan P-4D/P-4P;
(iv) Perselisihan sangat berat, yaitu perselisihan industrial disertai mogok kerja dan
melibatkan lebih dari satu pekerja/buruh yang belum atau dapat diselesaikan di
tingkat tripartit dan P-4D/P-4P.
Tim Peneliti SMERU menemukan kasus perselisihan di suatu perusahaan yang
sebetulnya masuk dalam kategori perselisihan sedang, namun karena unjuk rasa atas
tuntutan tersebut diulangi hampir setiap tahun, maka perselisihan di perusahaan
tersebut dapat dimasukkan dalam kategori perselisihan berat.
Berdasarkan empat kategori diatas, Tim SMERU mencatat bahwa dalam kurun waktu
lima tahun terakhir, dari 47 perusahaan hanya 3 (6%) perusahaan yang mengalami
perselisihan sangat berat, 10 (21%) perusahaan mengalami perselisihan berat, dan 14
(30%) perusahaan mengalami perselisihan sedang. Lainnya, sebanyak 12 (26%)
perusahaan mengalami perselisihan ringan, sementara 8 (17%) perusahaan menurut
pengusaha maupun pekerja/buruhnya atau SP TP tidak pernah mengalami perselisihan
kecuali menerima keluh-kesah dan menghadapi kasus perselisihan perseorangan (lihat
Tabel 5 dan Tabel 6).
Berikut ini adalah beberapa contoh perselisihan hubungan industri yang disertai atau
tanpa mogok kerja, yang disebabkan oleh berbagai isu yang berbeda, antara lain:
ketidaksepakatan mengenai nilai bonus, mogok kerja yang dimotori oleh sekelompok
kecil pekerja, tuntutan normatif, dan perselisihan yang diprovokasi dari pihak luar.Diantara kasus perselisihan tersebut ada yang disertai unsur kekerasan.
Lembaga Penelitian 58 SMERU, Mei 2002
Tabel 5. Kepatuhan terhadap Upah Minimum, Jumlah Serikat Pekerja yang Ada,
dan Perselisihan Industrial
Kepatuhan terhadap
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 215/254
Upah Minimum
FDI/ Perselisihan Industrial*
DI
Ukuran
Perusahaan
Ya Tidak
Jumlah Serikat
Pekerja yang
Ada Ringan Sedang Berat Sangat Berat Tak ada
perselisihan
Jumlah
Keseluruhan
Besar 13 0 13 2 5 3 0 3 13
Menengah 1 0 1 1 0 0 0 0 1
FDI
14 0 14 3 5 3 0 3 14
Besar 27 2 24 8 8 7 3 3 29
Menengah 3 1 1 1 1 0 0 2 4
DI
30 3 25 9 9 7 3 5 33
Keseluruhan 44 3 39 12 14 10 3 8 47
Prosentase 94 6 83 26 30 21 6 17 100
Catatan: *(a) Perselisihan ringan: perselisihan tanpa pemogokan, resolusi bipartit; (b)
perselisihan sedang: perselisihan dengan pemogokan, resolusi bipartit;
(c) perselisihan berat: perselisihan tanpa pemogokan, resolusi tripartit; dan (d)
perselisihan masif: perselisihan dengan pemogokan, resolusi tripartit.
Tabel 6. Perselisihan Menurut Lokasi
Perselisihan
Sangat Berat Berat Sedang Ringan Tidak ada JumlahKeseluruhan
Lokasi
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Surabaya 1 8 6 50 5 42 0 0 0 0 12 25
Jabotabek* 2 7 4 14 7 24 11 38 5 17 29 62
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 216/254
Bandung 0 0 0 0 2 33 1 17 3 50 6 13
Total 3 6 10 21 14 30 12 26 8 17 47 100
Prosentase 6 21 30 26 17 100
Catatan: * Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi.
Lembaga Penelitian 59 SMERU, Mei 2002
Box 4
Unjuk rasa karena tidak sepakat nilai bonus
Pada bulan Juli 2001 pekerja di satu perusahaan tekstil besar di Bandung yang
mempunyai
1.013 pekerja melakukan unjuk rasa menuntut bonus. Ketika pengurus SP-TP SPSI
sedang
mengajukan tuntutan bonus kepada perusahaan, sekitar 400 pekerja unjuk rasa disertai
pemasangan pamflet “We want bonus” di pintu gerbang. Pimpinan perusahaan
berusaha
menenangkan pekerja dan meminta pekerja agar tetap bekerja sambil menunggu hasil
perundingan. Anjuran ini tidak digubris meskipun pihak perusahaan telah menyatakan
bahwa mereka tidak bersedia berunding apabila pekerja masih berunjuk rasa.
Untuk berunding, SPSI meminta para koordinator shift dan koordinator departemen
bertindak sebagai wakil pekerja, namun mereka tidak bersedia. Masing-masing wakil
pekerja
mengusulkan besar bonus yang diinginkan, diantaranya ada yang mengusulkan bonus
10 kali
gaji. Namun hingga siang hari belum tercapai kesepakatan tentang nilai bonus. Pihak
SPSI
mengusulkan bonus 2,5 kali gaji, tetapi perusahaan menawarkan bonus Rp400.000 per
karyawan. Semula SPSI bertahan dengan tuntutannya, tetapi pengusaha dapat
menekan
tuntutan mereka, dan hanya bersedia memberikan 1 kali gaji. Pada akhirnya SPSI
menyetujui usulan itu.Menjelang sore jumlah pekerja yang unjuk rasa semakin banyak karena pekerja shift
malam
mulai berdatangan. Mereka menolak kesepakatan tersebut, dan hanya setuju bila
jumlah
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 217/254
bonus dibagi rata. Pihak perusahaan dan SPSI tidak setuju dengan tuntutan tersebut.
Karena
tidak tercapai kesepakatan, perusahaan meliburkan pekerja selama 4 hari sambil
menyusun
butir-butir kesepakatan yang dirumuskan Disnaker. Pihak SPSI kemudian diundang
untuk
menandatangani 6 butir kesepakatan di hadapan pihak manajemen dan Direksi,
kepalakepala
seksi, dan 2 orang wakil Disnaker.
Empat hari kemudian pihak perusahaan meminta agar para pekerja menandatangani
dua
pilihan perjanjian: menerima atau menolak bonus satu bulan gaji. Mereka yang menolak
tidak diperbolehkan masuk kerja kembali, sementara yang setuju akan menerima bonus
pada akhir bulan. Selain menetapkan dua pilihan perjanjian tersebut, pihak perusahaan
juga menghendaki bahwa pekerja yang memicu unjuk rasa agar dimintai keterangan.
Untuk
itu dibentuk Tim Pansus, terdiri dari pihak perusahaan, kepolisian, dan akan melibatkan
SPSI. SPSI menolak karena tidak bersedia mengadili anggotanya sendiri. Tim Pansus
memeriksa 22 karyawan. Seorang pekerja yang diperiksa mengundurkan diri dari
perusahaan tanpa alasan yang jelas. Dua hari setelah itu SPSI menerima tembusan
surat
dari pihak kepolisian mengenai hasil pemeriksaan dan meminta SPSI menandatangani 5
komitmen yang harus dipenuhi pekerja, antara lain pekerja yang sedang diperiksa agar
tidak menggunakan seragam perusahaan dan mereka berhak didampingi SPSI ketika
diperiksa polisi. Hasilnya, dua pekerja di skors, dua pekerja mendapat surat peringatan
ketiga, dan 17 pekerja mendapat surat peringatan pertama. Karena tidak dapat
menerima
keputusan perusahaan, mereka yang diskors mengajukan kasusnya ke P-4D. Kini SPSI
sedang mempersiapkan pembelaan bagi anggotanya.Keterlibatan pihak kepolisian dalam penyelesaian perselisihan hubungan industri
menunjukkan bahwa perusahaan belum memahami cara penyelesaian perselisihan
sebagaimana diatur dalam peraturan.
Lembaga Penelitian 60 SMERU, Mei 2002
Box 5
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 218/254
Unjuk rasa yang dimotori sebagian kecil pekerja/buruh atau SP-TP minoritas dan
disertai
unsur kekerasan
Contoh 1:
Unjuk rasa di perusahaan besar produsen makanan di Jakarta ini dimotori oleh hanya 2-
3
orang pekerja yang menuntut THR, cuti haid, dan uang makan. Mereka mendatangkan
“ preman” ke pabrik dan mengajak pekerja lainnya untuk ikut mogok.
Mula-mula sekelompok kecil pekerja ini mengadu kepada sebuah Lembaga Bantuan
Hukum
(LBH) setempat bahwa perusahaan itu mempunyai masalah tentang hak normatif
pekerja/buruh. Karena tidak mempunyai SP-TP yang berinisiatif mengajukan tuntutan
tersebut, kelompok ini menunjuk LBH tersebut sebagai kuasa hukum pekerja.
Perusahaan
bersedia berunding tetapi pihak pekerja dan LBH menolak berunding. Mereka memilih
melakukan unjuk rasa sekalipun tidak didukung oleh mayoritas pekerja.
Pekerja yang berunjuk rasa menggembok pintu gerbang serta memaksa pekerja lain
agar tidak
bekerja. Saat itu sempat terjadi baku hantam antara pekerja yang tidak bersedia unjuk
rasa
dengan LBH Yustek. Kejadian ini menyebabkan kegiatan produksi berhenti total selama
dua
hari dan menyita lima hari kerja sehingga produksi perusahaan turun 50%.
Akhirnya Kandepnaker memanggil pengusaha dan LBH sebagai kuasa hukum para
pekerja untuk
menyelesaikan perselisihan, namun pihak kuasa hukum tidak hadir. Pihak perusahaan
diminta
untuk menjalankan peraturan mengenai hak normatif pekerja yang belum dipenuhi
perusahaan.Tidak ada pekerja yang di PHK karena ikut dalam unjuk rasa ini.
Contoh 2:
Responden dari perusahaan pabrik sepatu di Tangerang yang mempunyai 8.000
pekerja
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 219/254
menginformasikan bahwa sebelumnya di perusahaan ini belum pernah ada unjuk rasa,
tetapi
pada tahun 2000 terjadi unjuk rasa yang diprakarsai oleh sekelompok kecil pekerja.
Pekerja
yang unjuk rasa itu tergabung dalam SP-TP Perbupas (Persatuan Buruh Pabrik Sepatu)
yang
anggotanya hanya 50 orang. SP ini adalah salah satu dari dua SP-TP di perusahaan ini.
Pekerja anggota SP-TP ini menuntut kenaikan upah walaupun tidak mendapat
dukungan
dari mayoritas pekerja/buruh yang tergabung dalam SP-TSK. Sebetulnya, pada saat itu
SPTSK
sedang mewakili mayoritas pekerja/buruh dalam perundingan tripartit untuk tujuan
yang sama, yaitu mengajukan tuntutan kenaikan upah. Perundingan tersebut berhasil
dan
telah disepakati secara bipartite.
Pihak perusahaan menilai bahwa disamping ada unsur pemaksaan, pemogokan pekerja
yang
bergabung dengan SP-TP Perbupas telah merugikan pihak perusahaan, karena itu
kelompok
ini diadukan ke pihak kepolisian. Kasusnya kemudian diproses secara hukum melalui
pengadilan. Keputusan pengadilan membebaskan pimpinan SP-TP Perbupas yang
menggerakkan unjuk rasa, sehingga pihak perusahaan harus mempekerjakan kembali
yang
bersangkutan meskipun dipindahkan ke bagian personalia. Selama proses berlangsung,
hakhak
para pekerja yang ikut unjuk rasa, misalnya hak atas upah, tetap diberikan. Kasus ini
sempat diliput oleh media massa nasional secara luas, termasuk di televisi.
Lembaga Penelitian 61 SMERU, Mei 2002
Box 6Unjuk rasa tanpa pemberitahuan dan tuntutan yang jelas
Pada suatu hari di tahun 2000 beberapa pengurus SP-TP di PMA produsen kawat besi
di
Surabaya menutup pintu gerbang perusahaan. Akibatnya, sekitar 800 pekerja terhalang
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 220/254
masuk kerja. Pengurus SP di perusahaan itu memaksa rekan-rekannya melakukan
mogok
kerja tanpa memberitahu pihak perusahaan terlebih dahulu.
Hari itu juga perusahaan melakukan pembicaraan dengan pengurus SP-TP, akan tetapi
ternyata
pengurus SP-TP belum mempunyai konsep tuntutan. Baru pada hari kedua, pengurus
menyerahkan surat tuntutan tentang kenaikan uang makan dan uang transport. Khawatir
akan
kehilangan pekerjaannya, pada hari ketiga para pekerja mendesak pengurus agar
mereka dapat
kembali bekerja. Akhirnya pada hari keempat pekerja sudah bisa kembali bekerja.
Perselisihan industrial ini dapat diselesaikan secara bipartit, hasilnya perusahaan
bersedia
memenuhi tuntutan pengurus, yaitu agar uang makan dinaikkan dari Rp36.000 menjadi
Rp66.000/ bulan dan uang transport dinaikkan dari Rp39.000 menjadi Rp69.000/bulan.
Sekalipun tuntutan mereka berhasil, akhir dari unjuk rasa ini adalah delapan pengurus
SP-TP
mengundurkan diri sementara tiga orang pengurus lainnya meminta maaf kepada
perusahaan.
Pada saat SMERU melakukan penelitian ketiga orang tersebut masih terus bekerja di
perusahaan ini.
Box 7
Perselisihan industri akibat penangguhan pelaksanaan UMR
Penyebab perselisihan industrial di PDN besar produsen garmen di Bekasi pada bulan
Mei
2001 tahun lalu adalah karena perusahaan menangguhkan pelaksanaan UMR. Para
pekerja
menuntut agar perusahaan segera melaksanakan ketentuan pemerintah mengenai
kenaikanUMR. Perselisihan industri di pabrik yang mempekerjakan 1.200 orang itu dapat
diselesaikan setelah berlangsung perdebatan sengit antara wakil karyawan (sekitar 24
orang),
SP-TP, dan pihak perusahaan.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 221/254
Hasil keputusan perundingan tripartite adalah perusahaan menyetujui kenaikan UMR
2001
sebesar Rp426.000, dan akan diberlakukan mulai bulan Juni 2001. Kenaikan upah tiga
bulan
sebelumnya (Maret – Mei 2001) akan diberikan secara sekaligus pada saat penerimaan
upah
bulan Juni. Atas desakan pihak pembeli produk perusahaan tersebut, perusahaan juga
menaikkan upah untuk pekerja yang sudah mempunyai masa kerja di atas 1 tahun, yaitu
sebesar Rp3.000 di atas UMR.
Box 8
Mogok kerja ingin mendapat uang pesangon
Pada tahun 1999 sekitar 1.200 pekerja sebuah perusahaan besar produsen kayu
molding di
Surabaya melakukan mogok kerja selama 5 hari. Mereka menuntut agar di PHK dan
diberi
pesangon. Perselisihan ini diselesaikan secara bipartit. Perusahaan setuju memberikan
pesangon antara Rp1,8 – Rp3,2 juta per orang kepada pekerjanya yang ingin di PHK.
Lembaga Penelitian 62 SMERU, Mei 2002
Box 9
Perselisihan tentang hak non-normatif
Dalam lima tahun terakhir ini penyebab utama perselisihan hubungan industri di
perusahaan
garmen besar modal dalam negeri yang mempekerjakan sekitar 7.800 pekerja di Bogor
ini
umumnya berkaitan dengan tuntutan hak non-normatif pekerja, antara lain:
Kenaikan uang transport 5% dan uang makan Rp500/pekerja/hari, sebagai akibat
kenaikan BBM;
Penyediaan mushola;
Penyediaan kantin dan kamar kecil; Rekreasi setahun sekali;
Kenaikan penggantian biaya pengobatan.
Tuntutan-tuntutan itu umumnya mendapat tanggapan positif dari perusahaan dan dapat
diselesaikan secara bipartit.
Box 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 222/254
Mogok kerja karena solidaritas
Mogok kerja di awal tahun 2000 di salah satu perusahaan sampel ini dilakukan sebagai
aksi
solidaritas bagi sesama pekerja terhadap tindakan PHK oleh perusahaan secara
sepihak dan
tanpa pesangon terhadap 16 petugas cleaning service dan Satpam perusahaan yang
telah
bekerja 7-8 tahun. Mereka akan diganti oleh jasa cleaning service dari suatu yayasan.
Kasus
ini diadukan ke DPC SPSI diikuti dengan mogok kerja selama 3 hari. Pada hari pertama
mogok kerja, pimpinan perusahaan disandera oleh pekerja dan tidak boleh
meninggalkan
perusahaan hingga pukul 24:00 malam. Pimpinan perusahaan akhirnya diperbolehkan
pulang
setelah membuat perjanjian tertulis yang disaksikan oleh Kapolsek bahwa perusahaan
bersedia akan berunding keesokan harinya.
Bersamaan dengan terjadinya aksi mogok kerja seluruh pekerja tersebut, wakil DPC-
SPSI dan
sekitar 150 wakil pekerja melakukan pembicaraan dengan pemilik perusahaan di
hadapan
Depnaker (tripartit di lokasi perusahaan), sambil mengajukan 11 tuntutan lainnya, antara
lain menuntut uang makan, perhitungan lembur yang benar, dan peningkatan gaji pokok.
Depnaker yang sudah berjanji untuk mengambil keputusan yang tidak merugikan
pekerja
ternyata memberikan anjuran yang justru merugikan pekerja. Sebagai reaksi atas hal ini
wakil pekerja meninggalkan tempat pertemuan dan pekerja mengancam akan terus
melakukan aksi mogok kerja selama tuntutan mereka belum dipenuhi. Setelah wakil
pekerja
dengan didampingi pengurus DPC-FSPSI melakukan negosiasi dengan pemilikperusahaan
selama tiga hari, akhirnya seluruh tuntutan pekerja dipenuhi oleh pemilik perusahaan
dan
ditetapkan sebagai peraturan perusahaan. Pekerja menghentikan aksi mogoknya pada
saat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 223/254
yang sama ketika semua tuntutan mereka disepakati oleh pemilik perusahaan,
Sementara itu kasus PHK pekerja cleaning service dan Satpam diselesaikan melalui
jalur
hukum yang memakan waktu 3 bulan. Mereka akhirnya menerima pesangon sesuai
dengan
peraturan ketenagakerjaan.
Data tentang perselisihan industrial yang tidak disertai aksi mogok kerja dan yang
penyelesaiannya dilakukan secara bipartit sulit diperoleh di Dinas Tenaga Kerja
setempat.
Data tersebut hanya tersedia di tingkat perusahaan, dan sering tidak terekam dengan
baik.
Lembaga Penelitian 63 SMERU, Mei 2002
Tetapi data perselisihan industrial yang penyelesaiannya melibatkan Dinas Tenaga
Kerja atau
perselisihan dengan aksi mogok kerja dapat ditemui di Dinas Tenaga Kerja setempat.
Sebagai contoh, di Propinsi Jawa Timur tercatat data bulanan perkara perselisihan yang
berkaitan dengan UU. No. 22/1957 dan UU No.12/1964, yang diselesaikan melalui P-
4D.
Contoh data dimaksud disajikan pada Lampiran 10. Lampiran ini menunjukkan bahwa
jumlah dan tingkat perselisihan di Kota Surabaya jauh lebih besar daripada di wilayah
lain.
Namun penelitian SMERU tidak mengidentifikasi penyebab jelas hal ini. Faktor-faktor
yang
sangat mungkin mempengaruhi keadaan itu antara lain pendekatan yang berbeda yang
digunakan oleh serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha di Surabaya ketika
menghadapi
perselisihan tersebut dibanding dengan daerah lainnya, atau karena Surabaya adalah
wilayah
industri yang mempunyai banyak perusahaan padat karya. Studi yang lebih rincidiperlukan
untuk mencari penyebab utama perselisihan industrial yang sangat tinggi di wilayah ini.
Selama 5 tahun terakhir, sepertiga dari 47 perusahaan sampel memiliki pengalaman
mogok
kerja, dan tiga diantaranya selalu melakukan aksi mogok kerja ketika menyampaikan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 224/254
tuntutannya. Ada satu perusahaan besar di Surabaya yang melakukan mogok kerja
pada tahun
1996, 1998, dan 2000 dengan tuntutan yang sama, yaitu mengenai kebutuhan pakaian
seragam.
Masih di Surabaya, pekerja perusahaan besar modal asing produsen plat besi tulang
telah
melakukan mogok kerja pada tahun 1996, 1997, dan 2000. Pada tahun 1996 mereka
mogok
kerja selama 3 hari untuk menuntut uang makan, uang transport, uang shift , uang hadir,
dan uang
susu. Akibatnya unjuk rasa itu 200 pekerja di PHK. Tahun berikutnya 600 pekerja
kembali mogok
kerja selama 10 hari dengan tuntutan yang sama, yang mengakibatkan 150 pekerja di
PHK. Yang
terakhir, pada tahun 2000, pekerja/buruh melakukan aksi mogok kerja di luar
perusahaan sebagai
aksi solidaritas seluruh pekerja/buruh di Surabaya untuk menuntut kenaikan upah.
Menurut UU No. 22/57 mogok kerja harus dilaksanakan secara terencana, yaitu dengan
melaporkan rencana pemogokan kepada kepolisian, Disnaker, dan perusahaan 7 hari
sebelumnya.
Tetapi menurut pihak perusahaan dan Disnaker, akhir-akhir ini pemberitahuan mengenai
pemogokan kerja dilakukan secara mendadak pada hari yang sama pada saat
melakukan unjuk rasa.
Selain memiliki catatan mengenai perselisihan industrial yang diselesaikan melalui
tripartit
atau P-4D, biasanya Disnaker juga memiliki catatan aksi mogok kerja di wilayahnya.
Sebagai
contoh, aksi mogok kerja di Kabupaten Bandung selama periode tahun 1995 – 2000
disajikanpada Tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7. Pemogokan di Kabupaten Bandung, 1995-2000
Bulan 1995 1996 1997 1998 1999 2000
Januari 2 3 1 4 7
Februari 2 -- -- 9 15
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 225/254
Maret 2 1 -- 4 4
April 10 1 6 8 15
Mei 11 2 -- 5 13
Juni 8 1 6 4 4
Juli 10 1 2 4 6
Augustus 1 3 3 2 4
September 1 2 1 2 4
October 2 1 4 7 6 9
November 2 1 -- 11 6 9
Desember 5 -- 3 14 8 2
Jumlah 9 49 21 50 62 92
Sumber: Sub Dinas Perencanaan Tenaga Kerja, Disnaker Kabupaten Bandung.
Lembaga Penelitian 64 SMERU, Mei 2002
Di tingkat pusat, Depnaker juga mencatat aksi mogok kerja di tingkat nasional. Jumlah
pemogokan di Indonesia selama periode tahun 1990 – 2001 disajikan pada Tabel 8
berikut ini.
Tabel 8. Jumlah Pemogokan di Indonesia
Tahun Jumlah Pemogokan
1990 61
1991 130
1992 251
1993 185
1994 296
1995 276
1996 350
1997 234
1998 278
1999 125
2000 273 April 2001 63
Sumber: Depnaker 1980 – April 2001 dalam Aloysius Uwiyono, “Hak
Mogok di Indonesia”, Fakultas Hukum – Universitas
Indonesia, 2001, hal. 128.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 226/254
Penyebab pemogokan dalam keputusan P-4P dikategorikan menjadi dua, yaitu:
pertama,
disebabkan oleh hal-hal normatif, dan kedua disebabkan oleh hal-hal non- normatif.
Sebabsebab
normatif terdiri dari antara lain: penyesuaian UMR yang baru, pembentukan serikat
buruh, dan pembatalan THR. Sedangkan sebab-sebab non normatif antara lain tuntutan
kenaikan upah, tuntutan agar diberi bonus, dan agar ada perbaikan mengenai syarat-
syarat
kerja/kondisi kerja. Data tahun 1995 – 1999 menunjukkan mogok kerja terutama
disebabkan
oleh tuntutan normatif mengenai penyesuaian UMR yang baru, yaitu 122 kasus dari 147
kasus mogok kerja. Sementara sebab-sebab non normatif didominasi oleh tuntutan
kenaikan
upah, tercatat 19 kasus dari 28 kasus pemogokan dalam kurun waktu yang sama.
Pengusaha mempunyai kekhawatiran bahwa pekerja/buruh akan memanfaatkan
Kepmenaker
No. Kep-150/Men/2000, khususnya mengenai Pasal 15 yang kasusnya pernah terjadi
pada
tahun 1997 di perusahaan besar PMA produsen sepatu olah raga di Bekasi. Bunyi Pasal
15
adalah sebagai berikut: “Dalam hal pekerja mangkir bekerja paling sedikit 5 (lima) hari
kerja
berturut-turut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara tertulis tetapi
pekerja
tidak dapat memberikan keterangan tertulis dengan bukti yang sah, maka pengusaha
dapat
melakukan proses pemutusan hubungan kerja”. Pada waktu itu, pekerja perusahaan
sepatu ini
melakukan mogok kerja menuntut agar kepala personalia diganti karena 11 tuntutanyang pernah
diajukan kepada bagian personalia tidak pernah disampaikan kepada pimpinan
perusahaan. Mogok
kerja dilakukan beberapa hari, tetapi untuk menghindari peraturan bahwa bila mogok
kerja lebih
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 227/254
dari 5 hari akan dikenakan PHK, maka pekerja melakukan mogok kerja secara bertahap.
Pertama
mogok kerja selama 5 hari kemudian bekerja kembali untuk satu hari. Setelah itu
kembali
melakukan mogok kerja hingga akhirnya tuntutan mereka dipenuhi.
Berdasarkan hasil temuan lapangan SMERU, tidak dapat disimpulkan dengan mudah
mengenai kaitan antara frekuensi kejadian perselisihan industrial dan mogok kerja
dengan
karakteristik perusahaan seperti PMA atau PDN. Misalnya, tidak dapat dikatakan bahwa
perselisihan banyak terjadi di perusahaan PDN dibandingkan di PMA. Namun dapat
Lembaga Penelitian 65 SMERU, Mei 2002
disimpulkan bahwa perselisihan industrial dan mogok kerja memang jarang terjadi di
perusahaan skala sedang.
Dalam penjelasan responden, baik perusahaan dan SP-TP tidak dapat menjelaskan
dengan
rinci apakah tuntutan-tuntutan pekerja dikaitkan dengan PKB/KKB. Dengan demikian
tidak
mudah menyimpulkan efektifitas PKB/KKB dalam mencegah perselisihan hubungan
industrial atau mogok kerja.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Apabila hubungan industrial dipahami secara baik oleh pengusaha, pekerja/buruh dan
serikat pekerja/serikat buruh, serta pemerintah, maka kasus perselisihan dan mogok
kerja
akan lebih mudah diselesaikan. Bahkan perselisihan atau mogok kerja itu sendiri tidak
seharusnya terjadi, tetapi pada prakteknya hal tersebut sulit dilakukan. Oleh sebab itu
pemerintah perlu mengatur proses penyelesaian perselisihan dalam peraturan
perundangan.
Misalnya, berdasarkan UU No. 12 Tahun 1957 penyelesaian perselisihan dapat
dilakukansecara bertahap melalui perundingan antara pengusaha dan pekerja/buruh (bipartit),
mediasi, P-4D (tripartit), dan P-4P. Sedang RUU PPHI mengusulkan adanya
penyelesaian
tambahan melalui konsiliasi, arbitrase, dan melalui pengadilan perselisihan hubungan
industrial atau PPHI.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 228/254
Baik SP/SB Afiliasi maupun asosiasi pengusaha biasanya menyarankan kepada
anggotanya untuk melakukan penyelesaikan perselisihan secara bipartit, karena upaya
tripartit atau penyelesaian di tingkat yang lebih tinggi akan memerlukan biaya mahal,
menyita waktu, dan hasilnya tidak selalu seperti yang diharapkan. Pada prakteknya,
sebagian besar kasus perselisihan industrial di perusahaan sampel, baik yang disertai
atau
tanpa mogok kerja, diselesaikan melalui musyawarah dan bipartit. Hanya sebagian kecil
kasus perselisihan diselesaikan melalui tripartit. Tercatat hanya ada 7 kasus
perselisihan
yang dihadapi perusahaan responden yang diteruskan ke tingkat P-4D dan P-4P.
Bagi perusahaan yang mempunyai hubungan industrial relatif baik dengan pekerjanya,
kebanyakan kasus perselisihan yang muncul cukup diselesaikan di tingkat bipartit.
Dalam hal ini
lembaga bipartit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: musyawarah informal, yaitu
perundingan
antara SP-TP dengan manager personalia, dan bipartit formal, yaitu perundingan antara
SP-TP
dengan perusahaan yang biasanya diwakili oleh presiden direktur atau pemilik,
didampingi
manager personalia yang bertindak sebagai perantara. Proses penyelesaian
perselisihan tingkat
bipartit diawali dari musyawarah informal, tetapi bila tidak ada penyelesaian maka dapat
dibawa
ke tingkat bipartit yang formal. Namun demikian, banyak SP-TP meminta langsung
penyelesaian
pada tingkat bipartit formal agar segera ada penyelesaian masalah.
Dalam rangka mengajak pihak perusahaan berunding, Tim SMERU mencatat adanya
beberapa
kasus dimana pekerja juga menggunakan ancaman dan kekerasan sebagai upayamencari
menyelesaikan perselisihan. Sebagai contoh ekstrim, SP-TP di perusahaan di Bekasi
dan pekerja
di Tangerang menyandera pimpinan/manajemen perusahaan agar perusahaan bersedia
berunding.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 229/254
Sebaliknya, pihak perusahaan juga masih sering melibatkan pihak kepolisian atau
aparat
pemerintah untuk menyelesaikan masalah mogok kerja, seperti yang biasa mereka
lakukan di
masa Orde Baru.
Berikut ini adalah contoh perselisihan hubungan industrial disertai mogok kerja yang
dapat
diselesaikan melalui bipartit, dan contoh perselisihan yang harus diselesaikan melalui
tripartit, P-4D dan P-4P, atau melalui keputusan pengadilan.
Lembaga Penelitian 66 SMERU, Mei 2002
Box 11
Mogok kerja yang diselesaikan melalui bipartit
Pekerja di perusahaan besar produsen kayu molding di Surabaya sering memilih mogok
kerja
untuk menyampaikan tuntutannya. Tercatat selama kurun waktu 7 tahun mereka telah
melakukan mogok kerja 4 kali. Pemogokan pertama pada tahun 1994 dengan tuntutan
premi
kehadiran, yang kedua di tahun 1996 dengan tuntutan penyediaan pakaian seragam.
Pada
tahun 1998 dan tahun 2000 mereka kembali mogok kerja untuk menuntut pakaian
seragam.
Pengurus SPTP SPSI menyatakan bahwa tuntutan pekerja banyak mengenai aspek
nonnormatif
karena selama ini perusahaan telah mampu memenuhi hak-hak normatif pekerja.
Meskipun sering melakukan mogok kerja, para pekerja dan SPTP SPSI memilih
menyelesaikan perselisihan dan mogok kerja melalui bipartit. Alasannya, selama ini
pernah
mencoba mencari penyelesaian melalui Kandepnaker tetapi ternyata lambat ditanggapi.
Demikian juga melalui P-4D tidak berhasil meskipun telah menunggu 4 bulan.Box 12
Penyelesaian perselisihan industrial melalui tripartit
Semula perselisihan yang berlangsung di tahun 2001 di perusahaan tekstil besar PDN di
Tangerang dimulai dengan tuntutan sekitar 4.800 pekerja pabrik ini tentang penyesuaian
gaji sebagai akibat kenaikan BBM. Ketika SP-TP sedang berunding dengan pihak
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 230/254
perusahaan, para pekerja yang digerakkan oleh beberapa orang pekerja dan beberapa
orang dari luar perusahaan melakukan unjuk rasa di perusahaan. Menurut SP-TP unjuk
rasa yang disertai mogok kerja damai selama enam hari ini di luar kontrol SP-TP.
Akibatnya, lima orang teknisi bukan warga Indonesia dan empat pekerja lainnya di PHK.
Kasus ini dibawa ke P-4D dan ke P-4P untuk diselesaikan melalui upaya tripartit, namun
hingga saat penelitian SMERU dilakukan belum ada keputusan yang diperoleh.
Box 13
Perselisihan industri diselesaikan di tingkat pusat
Pekerja PDN besar di Surabaya mogok kerja secara besar-besaran selama 3 hari pada
bulan
Juni 2001. Mereka menuntut agar Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 segera
diberlakukan
di perusahaan. Pemogokan itu diikuti oleh lebih dari 20.000 pekerja dari semua unit
group
perusahaan ini.
Informasi tentang perselisihan ini diperoleh dari pengurus SP-TP salah satu unit dari
perusahaan tersebut yang memproduksi pipa PVC dan mempekerjakan 2.000 pekerja.
Penyelesaian perselisihan tidak dilakukan secara internal di perusahaan itu sendiri,
tetapi
melalui P-4P. Karena dianggap merupakan perselisihan massal, perwakilan SP-TP di
semua
unit perusahaan memutuskan untuk bertemu dengan Menakertrans dan Presiden RI.
Namun
Presiden RI saat itu tidak memberikan keputusan, sehingga pada akhirnya pekerja
kembali
berunding dengan perusahaan. Akhirnya perusahaan sepakat memberlakukan
Kepmenaker
No. Kep-150/Men/2000.
Lembaga Penelitian 67 SMERU, Mei 2002Box 14
Penyelesaian bipartit yang diikuti oleh PHK massal
Pada tahun 1996 terjadi perselisihan karena ada kebijakan perusahaan yang melakukan
upaya
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 231/254
efisiensi perusahaan terhadap 120 orang pekerja karena ada perubahan mesin dari
mesin
manual menjadi mesin otomatis. Perselisihan yang kedua terjadi pada tahun 1997 ketika
60
orang di PHK, termasuk yang memasuki masa pensiun. Perselisahan yang kedua
tersebut
tidak hanya karena masalah penggantian mesin tetapi juga karena terpengaruh dampak
krisis.
Perusahaan mengeluarkan kebijakan bahwa pekerja yang terlibat mogok kerja tidak
dibayar sesuai lamanya pemogokan. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi penilaian
perusahaan lain bahwa pemogokan yang terjadi di perusahannya ternyata di bayar.
Dampak pemogokan tersebut tentu saja menimbulkan kerugian dikedua belah pihak:
perusahaan menanggung kerugian akibat biaya operasional, sementara tenaga kerja
tidak
mendapat bayaran selama pemogokan.
Proses penyelesaian perselisihan tersebut berjalan lancar dan tidak menemui masalah
karena
perusahaan telah melaksanakan ketentuan sesuai peraturan ketenagakerjaan yang
berlaku
saat itu, yaitu Kepmenaker No. 3 tahun 1996. Juga karena tenaga kerja yang terkena
efisiensi
perusahaan mendapat pesangon sesuai dengan peraturan, dan karena upaya efisiensi
perusahaan tersebut terutama ditujukan kepada pekerja yang telah memasuki masa
pensiun.
Box 15
Perselisihan industrial yang diselesaikan di PTUN
Pada tahun 1998 terjadi rasionalisasi tenaga kerja di salah satu perusahaan sampel
sebagai
akibat krisis ekonomi. Sekitar 30 pekerja bagian operator terpaksa di PHK. Perusahaanberusaha mencari alternatif pekerjaan bagi sebagian pekerja yang di PHK ini, tetapi
hanya 18
orang yang menerima tawaran tersebut. Sisanya mencari pekerjaan sendiri, tetapi
kemudian
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 232/254
muncul ketidakpuasan dari sebagian kecil pekerja dengan mengatas-namakan
temantemannya.
Gugatan ini baru diajukan pada tahun 2000, lebih dari satu tahun setelah
rasionalisasi pada tahun 1998 meskipun mereka sudah menerima pesangon. Mereka
menggugat karena setelah PHK pada tahun 1998 perusahaan berkembang lagi, bahkan
merekrut pekerja baru. Mereka juga mempertanyakan Legalitas Rasionalisasi yang
diberikan
kepada perusahaan yang kemudian disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten
Berau.
Karena itu para pekerja yang di PHK ini kemudian menggugat Dinas Tenaga Kerja.
Karena tidak ada kesepakatan antara penggugat dan perusahaan, kasus ini diteruskan
ke
PTUN. Perusahaan menyerahkan penanganan kasus ini kepada pengacara, sedangkan
para
pekerja yang menggugat meminta dukungan sebuah LSM perburuhan. Hingga tahun
2001
belum tercapai kesepakatan walaupun sudah melalui empat perundingan.
Sebenarnya pihak pekerja yang diwakili oleh LSM ingin mengajak damai, tetapi usul ini
tidak dilayani oleh perusahaan. Sekarang kasusnya telah naik ke tingkat kasasi.
Perusahaan
membayar pengacara baik di tingkat daerah maupun di kantor pusat, serta membiayai
saksisaksi
di pengadilan. Saat ini kasusnya telah berjalan kurang lebih 1 tahun.
Lembaga Penelitian 68 SMERU, Mei 2002
Karena tidak ada kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja/buruh
dengan
perusahaan, akibatnya penyelesaian perselisihan sering berlarut-larut, dan pada
akhirnya
merugikan kedua belah pihak. Sebagai contoh adalah perselisihan industrial yangtergolong
sangat berat yang terjadi di satu perusahaan besar di Tangerang yang dibarengi dengan
mogok kerja. Hingga saat penelitian SMERU dilakukan walaupun kasusnya telah
berlangsung dua bulan namun masalahnya belum dapat diselesaikan. Perusahaan tidak
beroperasi dan pekerja masuk hanya untuk mengisi daftar hadir. Perselisihan ini sedang
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 233/254
diproses di tingkat P-4D, tetapi tetap belum mencapai kesepakatan. Karena
perundingan
sangat sulit mencapai kesepakatan, masalah ini kemudian disampaikan ke tingkat
Menteri.
Pemicu perselisihan adalah masalah ketidaksesuaian upah dengan peraturan UMR,
status
pekerja kontrak, tuntutan Jamsostek, uang makan, uang transportasi, dan tuntutan agar
perusahaan tetap mempekerjakan pekerja yang sedang menuntut hak.
Dalam proses perselisihan di tingkat tripartit, biasanya pihak perusahaan diwakili oleh
pengacara sebagai kuasa hukum, sedangkan pekerja diwakili oleh federasi serikat
pekerja
(DPC atau DPD) sebagai kuasa hukum. Pemerintah daerah berfungsi sebagai perantara
dengan menunjuk pegawai Pemda untuk membantu menangani perselisihan. Guna
menghindari kecurigaan, masing-masing tetap mengikutsertakan pihak yang berselisih
untuk
mendampingi kuasa hukum.
Menurut satu perusahaan besar produsen alat rumah tangga di Surabaya dan
perusahaan besar
produsen sepatu olah-raga di Tangerang, perusahaan tersebut memilih menyelesaikan
perselisihan ke tingkat yang lebih tinggi, tidak hanya sampai ke tingkat perantaraan. Hal
ini
dilakukan untuk mengulur waktu agar pekerja jera dan bosan menunggu.
Ada indikasi bahwa perusahaan modal asing cenderung menyelesaikan masalah di
tingkat
tripartit karena manajemen lebih mempercayai Pemerintah Indonesia (Disnaker)
daripada
pekerja (SP-TP). Walaupun persoalannya dapat diselesaikan di tingkat bipartit dan hasil
penyelesaiannya akan sama dengan penyelesaian di tingkat tripartit, tetapi perusahaan
lebihmempercayai keputusan tripartit.
Perselisihan industrial dianggap selesai apabila keputusan yang diberikan telah
memuaskan
pihak-pihak yang berselisih. Kasus yang tidak dilaporkan kembali atau ditindaklanjuti ke
Disnaker dianggap telah selesai. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 234/254
menyelesaikan perselisihan antara pengusaha dan pekerja/SP, antara lain dengan
memberikan anjuran yang bersifat netral mengenai penyelesaian tripartit. Di Kabupaten
Bogor diusulkan agar menyusun mekanisme kelembagaan Tripartit Plus yang terdiri dari
perusahaan, pekerja (SP), pemerintah, plus lembaga independen (misalnya forum pakar
perguruan tinggi dan LSM). Belum diketahui dengan pasti apakah mengikutsertakan
LSM
dalam tripartit akan menjadi lebih efektif dalam mencapai hasil keputusan.
Dinas Tenaga Kerja mengalami kendala dalam membantu kasus perselisihan industrial
yang
disebabkan oleh antara lain: keterbatasan jumlah tenaga kerja yang memiliki kapasitas
dalam
menangani perselisihan dibandingkan dengan banyaknya kasus yang harus
diselesaikan.
Akhirnya, berdasarkan temuan lapangan, kesimpulan yang dapat diambil mengenai
praktek
penyelesaian perselisihan industrial, antara lain adalah:
1. Perselisihan industrial antara pekerja dengan atasan (perselisihan individual)
biasanya
pertama-tama diselesaikan secara musyawarah informal antara pihak yang berselisih
dengan difasilitasi oleh SP-TP. Bila tidak tercapai kesepakatan, maka kasus perselisihan
akan diajukan ke tingkat bipartit yang akan melibatkan perusahaan secara formal.
Lembaga Penelitian 69 SMERU, Mei 2002
2. Perselisihan yang bersifat tuntutan non-normatif biasanya dapat diselesaikan secara
bipartit. Keputusan yang diambil umumnya merupakan hasil kompromi antara
kepentingan pekerja dan kepentingan perusahaan, dalam batas toleransi kedua belah
pihak, misalnya mengenai tuntutan bonus. Umumnya pekerja atau SP tidak terlalu
memaksa bahwa semua tuntutan harus dipenuhi, yang penting tuntutan mereka
mendapat tanggapan dari perusahaan meskipun hanya sebagian.
3. Tuntutan yang bersifat normatif biasanya untuk pertama kali diselesaikan secarabipartit.
Namun bila tuntutan tersebut tidak ditanggapi perusahaan, maka dapat dilanjutkan ke
tingkat yang lebih tinggi sampai tingkat P-4D atau P-4P, bahkan ke tingkat Menteri.
4. Tuntutan yang disertai unjuk rasa massal dan berdampak PHK apabila tidak dapat
diselesaikan di tingkat P-4D biasanya kemudian diselesaikan sampai ke tingkat
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 235/254
pengadilan atau PTUN. Sebagian perusahaan melakukan hal ini sebagai upaya untuk
mendidik pekerja: bahwa perselisihan yang tidak mau diselesaikan di tingkat bipartit dan
disertai unjuk rasa massal akan menelan biaya tinggi dan memakan waktu lama. Bagi
perusahaan hal ini tidak menjadi masalah, namun bagi pekerja dapat berdampak besar.
5. Tuntutan yang disertai unjuk rasa dan kekerasan umumnya mengakibatkan
perusahaan
mengambil keputusan untuk melakukan PHK terhadap pekerja yang dianggap sebagai
pemimpin, penggerak atau provokator unjuk rasa. Dalam kasus semacam ini
perusahaan
kadang-kadang juga melibatkan pihak kepolisian, selanjutnya masalah akan diajukan ke
peradilan pidana. Dengan demikian penyelesaian perselisihan tidak sekedar
penyelesaian
secara hubungan industrial.
Lembaga Penelitian 70 SMERU, Mei 2002
VII. KESIMPULAN
A. HUBUNGAN INDUSTRIAL DI MASA TRANSISI
Saat ini sistim hubungan industrial di Indonesia sedang berada dalam masa transisi: dari
sistim pemerintahan yang sangat terpusat dan dikendalikan penuh oleh pusat menjadi
suatu
sistem yang lebih terdesentralisasi dimana pekerja/buruh dan pihak pengusaha dapat
bernegosiasi mengenai persyaratan dan kondisi kerja pada tingkat perusahaan. Transisi
ini
searah dengan perubahan konteks sosial dan politik yang lebih luas, yang bertujuan
memfasilitasi proses demokratisasi dan pengambilan keputusan yang transparan.
Namun,
masih banyak komponen sistem hubungan industri yang masih tetap dipengaruhi oleh
sisasisa
praktek paternalistik pemerintah pusat di masa lalu.
B. PERATURAN HUBUNGAN INDUSTRIALKedua Rencana Undang Undang tentang ketenagakerjaan, yaitu RUU Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (RUU PPHI) dan RUU Pembinaan dan Perlindungan
Ketenagakerjaan (RUU PPK) yang saat ini sedang dibahas oleh DPR, terbukti masih
menjadi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 236/254
sumber perdebatan antara serikat pekerja/serikat buruh, pekerja, pengusaha, dan
pengamatpengamat
perkembangan hubungan industrial di Indonesia. Banyak pekerja, SP/SB, SP-TP
dan perusahaan yang tidak puas mengenai proses penyelesaian masalah hubungan
industrial
yang baru seperti yang tercantum dalam kedua RUU tersebut yang dianggap telah
mengubah
prosedur-prosedur mediasi, konsiliasi dan arbitrasi, meskipun tidak jarang hal ini
disebabkan
karena pasal-pasal dalam RUU tidak dipahami dengan baik.
Lebih lanjut, pembentukan Peradilan Perselisihan Hubungan Industri masih terus
diperdebatkan. Hanya sedikit pihak yang yakin bahwa pengadilan khusus untuk
perselisihan hubungan industri ini akan memperbaiki situasi yang ada saat ini.
Sebaliknya,
mereka yakin bahwa hal ini hanya akan menambah beban finansial pihak-pihak yang
tersangkut karena harus menempuh upaya pengadilan untuk menyelesaikan kasus
perselisihan tersebut. Umumnya, serikat pekerja/serikat buruh cenderung memilih UU
No.
22, 1957 dan UU No. 12, 1964 meskipun mereka tidak menyebutkan secara spesifik
pasalpasal
dari kedua undang-undang ini yang dianggap lebih sesuai.
Peraturan baru lainnya, terutama Kepmenaker No. Kep-150-/Men/2000 yang mengganti
Permenaker No, 03/Men/1996, telah mengundang reaksi keras dari pengusaha yang
berpendapat bahwa keputusan ini akan membebani pengusaha. Perubahan beberapa
pasal
yang kemudian dilakukan melalui Kepmenakertrans No.Kep-78 and Kep-111/Men/2001
telah memicu konflik dan pemogokan buruh besar-besaran karena serikat kerja/serikat
buruh
dan pekerja/buruh berpendapat bahwa perubahan tersebut lebih menguntungkan pihakperusahaan, sementara serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja beranggapan bahwa
Kepmennaker No.150 memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja/buruh.
Keputusan pemerintah untuk mencabut Kepmenakertrans No. Kep-78 dan Kep-
111/Men/2001 tetapi menghidupkan kembali Kepmenaker No.Kep-150/Men/2000 pada
tanggal 15 Juni 2001 semakin menambah keruwetan mengenai peraturan hubungan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 237/254
industrial saat ini, dan tidak memberikan kepastian atau jalan keluar dari perdebatan
mengenai prosedur penyelesaian perselisihan industrial.
Banyak pengamat hubungan industrial menunggu ratifikasi kedua RUU ini untuk
memperjelas sejumlah isu-isu pokok sekitar hubungan industrial dan agar ada kepastian
bagi pekerja/buruh maupun pihak perusahaan. Namun, sangat penting bahwa semua
peraturan di waktu yang akan datang yang disusun oleh pemerintah mempertimbangkan
Lembaga Penelitian 71 SMERU, Mei 2002
dengan hati-hati dalam menciptakan keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban
pekerja/buruh dan pengusaha agar protes-protes dan unjuk rasa pekerja dapat dihindari.
Lebih lanjut, melihat adanya berbagai opini dan pemahaman mengenai peraturan yang
saat
ini berlaku dan yang sedang diajukan, maka pemerintah perlu memberikan pengarahan,
pelatihan dan sosialisasi mengenai peraturan atau undang-undang yang baru. Gerakan
serikat pekerja/serikat buruh yang lebih kuat berarti pemerintah tidak perlu lagi
memainkan peran utama dalam perselisihan hubungan industrial, tetapi lebih berperan
sebagai fasilitator dan regulator yang adil.
C. DINAMIKA SERIKAT PEKERJA
Sebagai akibat dari ratifikasi Konvensi ILO No. 87, 1948 dan UU No. 21, 2000, jumlah
organisasi pekerja di Indonesia telah membengkak. Akan tetapi, peningkatan ini
terutama
dalam bentuk SP/SB di tingkat nasional dan federasi. Jumlah SP-TP yang terbentuk
masih
sedikit dibandingkan dengan jumlah sesungguhnya dari perusahaan-perusahaan skala
besar
dan menengah yang ada di wilayah penelitian. Hal ini bukan hanya karena banyak
perusahaan yang masih menolak pembentukan SP/SB karena mereka tidak memahami
manfaat yang akan diperoleh, tetapi juga karena para pekerja/buruh tidak menyadari
sepenuhnya manfaat yang akan mereka peroleh dengan membentuk SP-TP. Pada
umumnya,para pekerja lebih menunjukkan minat untuk membentuk SP-TP setelah mereka
mengalami
gejolak industrial di dalam perusahaan yang sulit diselesaikan.
Serikat pekerja/serikat buruh dapat dibedakan berdasarkan proses pembentukannya.
Pertama,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 238/254
SP/SB yang dibentuk sebagai basis bagi pekerja/buruh untuk menyuarakan keluhan-
keluhan
mereka di dalam perusahaan. SP/SB semacam ini memiliki misi yang jelas,
keanggotaan yang
ditentukan dengan baik, serta manajemen yang bagus. Kedua, SP/SB yang dibentuk
sebagai
basis politik, dan melibatkan mereka yang bukan pekerja yang mengklaim bertindak atas
nama pekerja/buruh. Ada beberapa dugaan bahwa ada hubungan antara beberapa
SP/SB ini
dengan kelompok atau partai politik tertentu.
SMERU menemukan bahwa efektivitas dan profesionalisme suatu SP/SB tergantung
pada
tingkat kemampuan mereka dalam mengorganisasikan dan merekrut anggotanya,
tingkat
pemahaman mereka atas peran dan fungsi mereka, dan peraturan yang ada, maupun
seberapa
baik mereka dapat mengkomunikasikan kebutuhan para pekerja/buruh, kemampuan
bernegosiasi dan menyelesaikan perselisihan. Berdasarkan temuan penelitian di
lapangan,
efektivitas dan profesionalisme SP/SB di tingkat kabupaten dan kota cukup untuk
membela
kepentingan pekerja selama masa transisi ini. Mereka umumnya siap untuk membela
dan
mendukung SP/SB dan para pekerja/buruh dalam berbagai situasi yang membutuhkan
penyelesaian perselisihan. Serikat Pekerja juga merupakan sarana yang efektif untuk
meminimalkan gejolak dalam skala yang lebih besar, karena sesuai dengan temuan
SMERU
mereka cenderung memprioritaskan negosiasi di tingkat nasional dan hanya
menggunakanpemogokan sebagai pilihan terakhir. Akan tetapi, umumnya peran SP-TP dianggap lebih
penting ketimbang serikat pekerja/serikat buruh terkait karena mereka memiliki
hubungan
langsung dengan baik pekerja/buruh maupun pemilik perusahaan, serta memiliki
pemahaman
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 239/254
yang jauh lebih baik atas tantangan-tantangan yang dihadapi keduanya.
Perwakilan SP-TP yang diwawancarai menganggap federasi SP/SB yang lebih lama
mapan
akan lebih efektif dan profesional ketimbang yang masih baru. Untuk alasan ini, SP-TP
cenderung memilih federasi SP/SB yang lebih berpengalaman baik dalam berorganisasi
maupun melakukan aksinya. Akan tetapi, federasi SP/SB yang sama, sekalipun sudah
lama
berdiri, masih dinilai secara berbeda di wilayah yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa
kepemimpinan pada tingkat kabupaten dan kota memainkan peranan dalam
mempengaruhi
efektivitas SP/SB terkait.
Lembaga Penelitian 72 SMERU, Mei 2002
Adanya peningkatan gejolak industrial di banyak perusahaan cenderung menjadi pemicu
pembentukan SP/SB. Umumnya, hanya sedikit perusahaan yang mendukung
pembentukan
SP/SB di dalam perusahaan mereka karena menyadari keuntungan potensial adanya
SP/SB
bagi bisnis mereka. Tim peneliti SMERU menemukan bahwa SP-TP jarang dibentuk
terutama di perusahaan kecil yang telah memiliki prosedur penyelesaian perselisihan
yang
efektif. Tim juga menemukan bahwa secara umum perusahaan menyadari keuntungan
SP/SB begitu telah terbentuk, khususnya ketika harus melakukan negosiasi dengan
pekerja/buruh. Akan tetapi, masih terdapat beberapa perusahaan yang menghalangi
pembentukan SP/SB karena merasa bahwa adanya SP/SB diperusahaan akan menjadi
beban. Namun, pada saat yang sama, juga terdapat sejumlah perusahaan yang mulai
berinisiatif membentuk SP/SB sendiri.
Ratifikasi Konvensi ILO No. 87 dan implementasi UU No. 21, 2000 juga memungkinkan
untuk mendirikan banyak SP-TP di dalam sebuah perusahaan. Keberadaan SP-TP lebih
darisatu di dalam sebuah perusahaan ditemukan di beberapa perusahaan. Sejauh ini,
kondisi ini
tidak mengakibatkan konflik atau masalah diantara SP-TP tersebut. Meskipun demikian,
pihak perusahaan, SP-TP, dan pekerja/buruh cenderung memilih tidak lebih dari satu
SP-TP
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 240/254
dalam sebuah perusahaan. Mereka mengusulkan agar serikat pekerja dibentuk
berdasarkan
prosentase jumlah total pekerja/buruh di masing-masing perusahaan. Lainnya
mengusulkan
bahwa persyaratan jumlah pekerja/buruh untuk mendirikan serikat pekerja/serikat buruh
ditambah, dari 10 anggota menjadi 100 anggota.
D. KESEPAKATAN BERSAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Kebanyakan pengusaha telah memastikan bahwa mereka memenuhi upah minimum
dan
hak normatif pekerja bagi pekerja/buruhnya, terlepas dari semua beban yang dialami
dari
kondisi ekonomi di Indonesia saat ini. Di luar isu-isu yang menyangkut upah dalam
konteks kebijakan hubungan industrial, temuan tim peneliti SMERU menunjukkan bahwa
aspek-aspek hubungan industrial telah berfungsi lebih mulus ketimbang yang mungkin
diharapkan di tingkat perusahaan. Kebanyakan pihak perusahaan menyatakan bahwa
terlepas dari beban "terlalu diatur", mereka telah mentaati peraturan dan kesepakatan.
Sebagian alasannya karena mereka telah mengikuti proses negosiasi tripartit.
Kesepakatan
bersama di tingkat perusahaan telah mulai memainkan peranan yang lebih penting
dalam
menentukan kondisi kerja di banyak perusahaan di mana SP-TP baru didirikan dari 1997
sebagai bagian dari proses reformasi.
Lebih jauh, penelitian SMERU menyoroti bahwa kebanyakan perselisihan antara
pekerja/buruh, pihak pengusaha dan perwakilan mereka dapat diselesaikan melalui
dialog
bipartit. Hanya beberapa kasus yang diselesaikan melalui dialog tripartit, termasuk
diteruskan
ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Pusat (P4D dan P4P).
Baikpekerja/buruh (atau SP-TP) dan pengusaha (dan perwakilan mereka seperti Apindo,
Aprisindo) menyatakan bahwa ada sedikit indikasi ketegangan yang serius dalam
hubungan
pengusaha-pekerja/buruh. Akan tetapi, kedua belah pihak mengakui mereka masih
dalam
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 241/254
proses belajar: pekerja/buruh belajar untuk menggunakan kebebasan untuk
berorganisasi dan
mengatur diri, menyatakan kebutuhan-kebutuhan mereka, dan menemukan metode
negosiasi
yang lebih baik, sementara pemilik perusahaan sedang belajar untuk menghargai
pekrja/buruh sebagai mitra kerja.
Dalam kasus-kasus dimana perselisihan hubungan industrial terjadi, hasil penelitian
lapangan
SMERU menunjukkan bahwa penyebab utama pemogokan dan kasus-kasus
perselisihan
antara lain adalah: tuntutan-tuntutan non-normatif yang mencerminkan ketidakpuasan
pekerja/buruh terhadap kondisi kerja; perusahaan tidak memenuhi tuntutan normatif
Lembaga Penelitian 73 SMERU, Mei 2002
sebagaimana yang ditentukan dalam berbagai undang-undang dan peraturan serta
dalam
kesepakatan kerja bersama; gangguan dan campur tangan pihak ketiga; dan tekanan-
tekanan
dari sejumlah pekerja/buruh dari dalam perusahaan yang menekan pekerja/buruh lain
untuk
mendukung protes apa pun. Untuk mengatasi isu-isu ini, berbagai bentuk peraturan
kerja
(peraturan internal perusahaan, kesepakatan kerja bersama) menjadi sarana yang
efektif
untuk mempromosikan hubungan industrial yang harmonis. Perusahaan-perusahaan
yang
terus menerapkan peraturan internal perusahaan sesungguhnya memelihara hubungan
industrial yang baik antara pengusaha dan pekerja/buruh. Selain itu, pihak perusahaan
mengakui bahwa kesepakatan kerja bersama merupakan bahan referensi yang efektif
untukmenyelesaikan perselisihan. Akan tetapi, semua pihak menyadari bahwa dokumen ini
tidak
menjamin perselisihan hubungan industrial atau bahwa pemogokan tidak akan terjadi,
khususnya ketika gejolak industrial terjadi berdasarkan isu-isu dari luar lingkungan kerja,
seperti tuntutan peningkatan upah karena kenaikan harga BBM.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 242/254
Sementara itu, perumusan kesepakatan kerja bersama masih merupakan suatu topik
yang
kontroversial. Walaupun pada umumnya, baik pihak pengusaha maupun pekerja/buruh
terlibat dalam perumusan kesepakatan kerja bersama, SMERU menemukan adanya
sejumlah
kasus di mana kesepakatan kerja bersama dibuat oleh perusahaan, dan perwakilan
serikat
pekerja/serikat buruh dipaksa untuk hanya membaca dan menyetujuinya. Untuk
memperbaiki hubungan industrial di masa yang akan datang, baik pihak perusahaan
maupun
pekerja/buruh harus diberi kesempatan untuk berkontribusi dalam perumusan
kesepakatan
kerja bersama. Dalam perannya sebagai fasilitator, sangatlah penting bahwa pemerintah
menyediakan program pendidikan yang menyoroti manfaat pembuatan perjanjian secara
kolektif dan menghormati peraturan kerja yang ada, serta menyelesaikan semua
perselisihan
melalui dialog.
Dari sudut pandang sistem hubungan industrial yang lebih terbuka dan terdesentralisasi
yang
menekankan perlunya dialog di tingkatan perusahaan, dibutuhkan mekanisme
penyelesaian
perselisihan yang jelas, adil, dan fungsional yang dapat diandalkan oleh semua pihak
yang
berkepentingan. Sekali lagi, hal ini menekankan perlunya pemerintah untuk membuat
peraturan yang bukan hanya memberikan keadilan dari segi hak dan tanggungjawab
bagi
semua pihak, tetapi juga peraturan yang memberikan kepastian bagi hubungan
industrial.
Lebih jauh, untuk mengatasi kesalahpahaman dan salah informasi mengenai peraturanini,
adalah penting bahwa pemerintah menyediakan pendidikan lebih lanjut dan pedoman
pemahaman dan pelaksanaan semua peraturan di masa depan.
Lembaga Penelitian 74 SMERU, Mei 2002
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 243/254
Data
Sub-directorate for the Empowerment of Employer and Employee Organizations, Labor
Union Federation, January 2002.
The Office of Manpower in East Java, Monthly Employment, January 2000 – August
2001.
Undang-undang dan Peraturan
Law No. 21/1954 on Labor Agreements Between Labor Unions and Employers.
Law No. 22/1957 on Labor Dispute Resolution.
Law No. 21/ 1964 on Employment Termination in Private Firms.
Third Draft Bill of The Industrial Relations Dispute Resolution Bill.
Law No. 21/2000 on Labor Unions/Workers Unions.
Law No. 25/1997 on Manpower.
Permenaker No. 03/1996 on The Settlement of Employment Termination, and
Determining
the Payment of Severance Pay, Long Service Pay, and Compensation in Private
Firms.
Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 on The Settlement of Employment Termination,
and
Determining the Payment of Severance Pay, Long Service pay, and Compensation in
Private Firms.
Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 on Amendments to Several Articles in
Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000.
Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001 on Amendments on Article 35A
Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001.
ILO Convention No. 87/1948 on the Freedom of Association and Protection of the Right
to
Organize.
Laporan dan Publikasi
Gallagher, J, Industrial Dispute Resolution Processes, USAID-AFL-CIO, 1996.Department of Manpower, Module 1: Education and Training for Trainers in Pancasila
Industrial Relations Awareness Raising Workshop, 2000.
Salamon, M., Industrial Relations, Theory and Practice, 4th edition, Prentice Hall, 2000.
The SMERU, Research Institute, The Impact of Minimum Wages in The Formal Urban
Sector, 2001.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 244/254
Suwarno, S., and J. Elliot, “Changing Approaches to Employment Relations in
Indonesia”, in
Employment Relations in the Asia Pacific: Changing Approches, ed. Bamber, Greg J,
1999.
Suwarto, Prinsip-prinsip Dasar Hubungan Industrial (unpublished), 2000.
The World Bank, The Imperative for Reform, 2001.
Uwiyono, A., Hak Mogok di Indonesia, Faculty of Law, University of Indonesia, 2001.
Harian Umum
Bisnis Indonesia, 4 January 2001
Suara Merdeka, 9 January 2001
Kompas, 10 January 2001
Suara Pembaruan, 15 March, 1993
Media Indonesia, 4 May 2001
Merdeka, 21 May 2001
Lembaga Penelitian 75 SMERU, Mei 2002
Bisnis Indonesia, 26 May 1997
Business News, 18 June 2001
Business News, 20 June 2001
Kompas, 20 June 2001
Kompas, 24 June 2001
Bisnis Indonesia, 2 October 1997
Harian Republika, 5 October 2001
Suara Karya, 23 November 2001
Pikiran Rakyat, 29 November 2001
Makalah
Hikayat Atika Karwa "Hubungan Industrial dalam Gerakan Buruh di Indonesia", a paper
presented at the Tri-partite National Dialogue, Bekasi, 2001.
Ministry of Manpower and Transmigration, a paper presented at the Tri-partite National
Dialogue, Bekasi, 2001.Sarto, S., National Branch of the F-SPSI Paper presented at the Tri-partite National
Dialogue, Bekasi, 2001.
Suparwanto, Apindo Paper presented at the Tri-partite National Dialogue, Bekasi, 2001.
Lembaga Penelitian 76 SMERU, Mei 2002
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 245/254
MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN
MODUL 14
HUBUNGAN INTERNAL KARYAWAN
*
*
*
*
*
*
Disusun oleh:
Yanuar,SE.MM
PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGUFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 246/254
BUNGAN INTERNAL KARYAWAN
A. PENGERTIAN HUBUNGAN INTERNAL KARYAWAN
Hubungan internal karyawan merupakan aktivitas manajemen sumber
daya manusia yang berhubungan dengan perpindahan atau mutasi karyawan dalam
organisasi atau perusahaan. Aktivitas-aktivitas manajemen sumber daya manusia
tersebut, antara lain mutasi, promosi, demosi, pemutusan hubungan kerja dan
pemensiunan.
B. MUTASI
1. Pengertian Mutasi
Mutasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan proses pemindahan
fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan pegawai ke situasi tertentu
dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan
kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi dan kontreibusi kerja yang
maksimal pada perusahaan.
Namun tidak selamanya mutasi ditujukan hanya untuk pembinaan dan
pengembangan tenaga kerja. Mutasi mungkin juga disebabkan oleh kondisi lain,
misalnya menggantikan tugas dan pekerjaan karyawan yang meninggal dunia,
keluar dari pekerjaan, atau karena kondisi fisik dan psikisnya sudah tidak sesuai
dengan tugas dan pekerjaan tersebut. Proses pemindahan tersebut terjadi pada
hierarki tugas dan pekerjaan maupun struktural yang sama.
2. Jenis Mutasi
a. Mutasi Atas Keinginan Tenaga Kerja
Menurut sifatnya, keinginan mutasi tenaga kerja dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu mutasi jangka panjang dan mutasi jangka pendek.b. Mutasi Atas Kebijakan Manajemen
Manajemen sumber daya manusia yang bijaksana akan memprogramkan
kegiatan ini, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek
biasanya diperuntukkan karena tuntutan yang mendesak, sedangkan dalam
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 247/254
jangka panjang dalam usaha menjaga kontinuitas produksi maupun kontinuitas
perusahaan secara makro.
3. Sistem Mutasi dan Perubahan Tenaga Kerja
Perubahan yang terjadi meliputi sebagai berikut :
1. Tingkat Pendidikan yang Meningkat
2. Pengetahuan Orang Semakin Luas
3. Angkatan Kerja Menjadi Lebih Heterogen
4. Kesadaran akan Hak Bertambah
5. Struktur Keluarga Mengalami Perubahan
6. Penerimaan Orang terhadap Kekuasaan Tradisional Berkurang
7. Peran Waktu Lebih Luang
4. Faktor-Faktor Dasar Mutasi
1. Mutasi Disebabkan Kebijakan dan Peraturan Manajer
2. Mutasi Atas Dasar Prinsip The Right Man On The Right Job
3. Mutasi Sebagai Tindakan Untuk Meningkatkan Moral Kerja
4. Mutasi Sebagai Media Komunikasi yang Rasional.
5. Mutasi Sebagai Langkah Untuk Promosi
6. Mutasi untuk Mengurangi Labour Turnover
7. Mutasi Harus Terkoordinasi
C. PROMOSI
Promosi adalah kesempatan untuk maju dalam suatu organisasi. Suatu
promosi berarti pula perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain yang
mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Oleh karena itu, suatu
program promosi perlu diadakan, yang mengandung hal-hal berikut ini :
1. Ke arah mana suatu jabatan akan menuju?
2. Sampai di manakah jenjang akhir suatu jabatan yang akan dicapai?3. Kriteria apa dan/atau persyaratan yang bagaimana yang diperlukan untuk
promosi jabatan tersebut?
D. PENURUNAN (DEMOTION)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 248/254
Sebagai lawan dari promosi adalah penurunan (demotion), yaitu
pemindahan seseorang ke jabatan lain yang lebih rendah dalam suatu
organisasi. Penurunan ini mungkin terjadi bila pasar tenaga kerja menunjukkan
keadaan supply tenaga kerja lebih besar daripada demand tenaga kerja. Atau
dapat pula terjadi suatu penurunan tersebut apabila organisasi suatu perusahaan
mengalami kritis dan sebagainya.
Mengingat kemungkinan dapat timbul promosi, tetapi mungkin juga
penurunan, maka perlu menjalankan Pedoman Pelaksanaan Promosi. Untuk
itu perlu dibuat :
1. Hubungan horizontal dan vertical dari masing-masing jabatan.
2. Penilaian kecakapan karyawan/anggota organisasi.
3. Ramalan lowongan dan data-data karyawan/anggota organisasi.
E. PEMBERHENTIAN
Suatu pemberhentian personil berarti lepasnya hubungan kerja secara
resmi dari kesatuan atau organisasi tempat mereka bekerja. Lepasnya hubungan
kerja, yang saat ini dikenal dengan istilah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),
dapat mengandung pengertian positif, namun dapat pula bersifat negatif.
Menurut Drs. Manullang, persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu
pemutusan hubungan kerja, setidaknya meliputi :
1. Tenggang Waktu Pemberhentian
2. Izin dan Saat Pemberhentian
3. Alasan Pemberhentian
4. Pemberian Pesangon, Uang jasa ataupun Uang ganti Rugi
ALASAN PEMBERHENTIAN
a. Keinginan Perusahaan, antara lain :
1. Tidak cakap dalam masa percobaan
2. Alasan Mendesak3. Kemangkiran dan Ketidakcakapan
4. Penahanan Karyawan oleh Alat Negara
5. Terkena Hukuman oleh Keputusan Hakim
6. Sakit yang Berkepanjangan
7. Usia Lanjut
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 249/254
8. Penutupan Badan Usaha atau Pengurangan Tenaga Kerja.
F. PEMENSIUNAN PEGAWAI
Pemensiunan pegawai (umumnya pegawai negeri) berarti pemberhentian
pegawai dengan hak pension, tetapi tidak setiap pemberhentian pegawai berarti
pemensiunan pegawai. Ada persamaan di dalamya yakni adanya pemutusan
hubungan kerja (PHK) karena sesuatu hal tertentu.
Suatu masalah yang penting dalam program pemensiunan pegawai
adalah pembiayaan pension. Darimana diperoleh dana pension tersebut? Dalam
perusahaan yang sudah memprogramkan dana pension, biasanya digunakan
salah satu dari tiga cara pembiayaan pensiun yaitu :
1. Dibiayai oleh Pegawai
2. Dibiayai oleh Perusahaan
3. Dibiayai Bersama oleh Kedua Pihak
Sedangkan pertimbangan-pertimbangan dasar pemensiunan pegawai
sebagai berikut :
1. Memelihara Efisiensi Organisasi
2. Membuka Kesempatan Promosi Jabatan
3. Menepati Proses Alamiah
G. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Adalah pemberhentian atau dikeluarkannya seorang karyawan atau
pegawai dari lingkungan organisasi baik atas dengan inisiatif pribadi sendiri
maupun secara paksa atas prakarsa perusahaannya tempat bekerja.
KEPEMIMPINAN DALAM PERUSAHAAN
a. PENGERTIAN KEPEMIMPINANKepemimpinan adalah perilaku dimana seseorang memotivasi orang lain
untuk bekerja ke arah pencapaian tujuan tertentu. Menurut George R. Terry
menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang manajer yang menyebabkan orang-orang lain bertindak, sehingga
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 250/254
kemampuan seseorang manajer dapat diukur dari kemampuannya dalam
menggerakkan orang-orang lain dalam bekerja
b. Pola Hubungan Antartenaga Kerja Dalam Perusahaan
Dalam hal ini dapat dibedakan empat macam pola hubungan antar
tenaga kerja, yaitu pola hubungan antartenaga kerja pada tingkat :
1. Manajemen Puncak dimana manajer lebih banyak berhubungan dengan
orang-orang yang bekerja di luar organisasi perusahaannya.
2. Manajemen Madya dimana manajer mempunyai hubungan dengan
atasan, rekan setingkat dan bawahan yang semuanya menduduki jabatan
kepemimpinan.
3. Manajemen Pertama dimana manajer memiliki pola hubungan
antartenaga kerja tingkat manajemen madya.
4. Tenaga Kerja Produktif dimana pekerja, tenaga kerja produktif yang
menduduki jabatan terendah dalam organisasi perusahaan, berhubungan
dengan rekan dan atasannya saja.
b. Ciri Pribadi Pemimpin
Marat (1982) mengutip Carter, yang menemukan ciri-ciri perilaku
pemimpin yang berhasil dari penelitian yang dilakukan pada Angkatan Darat
Amerika Serikat, sebagai berikut :
1. Performing professional and technical speciality
2. Knowing subordinates and showing consideration for them
3. Keeping channels of communication open
4. Accepting personal responsibility and setting an example
5. Imitating and directing action
6. Training men as a team
7. Making decisions.
Di Indonesia kita kenal 11 ciri pribadi yang diharapkan dimiliki olehseorang pemimpin yaitu :
1. Takwa.
2. Ing Ngarso Sung Tuladha sebagai pemuka, orang yang berada di depan.
3. Ing Madya Mangun Karsa, di tengah-tengah para anak buahnya ikut
langsung bekerja bahu membahu, memberi dorongan, semangat.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 251/254
4. Tut Wuri Handayani, dari belakang selalu memberi dorongan dan arahan
kepada apa yang diinginkan anak buahnya.
5. Waspada Purwa Wisesa selalu berhati-hati dalam segala kondisi, meneliti
dan mebuat perkiraan keadaan secara terus menerus.
6. Ambeg Para Maarta, pandai menentukan mana yang menurut ruang,
waktu dan keadaan patut didahulukan.
7. Prasaja, bersifat dan bersikap sederhana serta rendah hati dan correct.
8. Satya, loyalitas timbal balik dan bersikap hemat, tidak ceroboh serta
memelihara kondisi materiil dengan kecermatan.
9. Gemi Nastiti, hemat dan cermat sadar dan mampu membatasi
penggunaan dan pengeluaran hanya untuk yang benar-benar diperlukan.
10. Belaka bersifat dan bersikap terbuka, jujur dan siap menerima segala
kritik yang membangun, selalu mawas diri dan selalu siap
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
11. Legawa, rela dan ikhlas untuk pada waktunya mengundurkan diri dari
fungsi kepemimpinannya dan diganti dengan suatu generasi baru yang
telah mewarisi kesepuluh ciri ini.
c. Perilaku Pemimpin Yang efektif
Ini terbukti bahwa tidak ada satupun gaya manajemen yang efektif
untuk setiap situasi kepemimpinan/manajemen. Setiap situasi menuntut
adanya gaya kepemimpinan tertentu. Ada pendekatan analisis
kepemimpinan yang didasarkan pada ciri sebagai berikut :
1. Kecerdasan -> seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan yang
lebih baik dibandingkan yang lain.
2. Kepribadian, kematangan, kedewasaan, dan kehati-hatian, ketulusan
hati, kepercayaan diri berhubungan erat dengan kepemimpinan yang
efektif.
3. Ciri fisik -> banyak pendapat yang mengatakan bahwa organisasimemerlukan orang yang secara fisik mempunyai badan tinggi dan besar
supaya ditaati anak buahnya.
4. Kemampuan mengendalikan -> kemampuan ini sangat perlu dimiliki
karena tanpa kemampuan mengawasi kemungkinan besar tujuan tidak
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 252/254
tercapai. Kalau setiap rencana tidak dapat dicapai berarti pemimpin
tersebut bukan pemimpin efektif.
d. Pola Interaksi Pemimpin dan Bawahannya
Hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, hubungan antara
manajer dengan bawahannya, merupakan hubungan saling ketergantungan
yang pada umumnya tidak seimbang. Corak interaksi inilah yang
menentukan derajat keberhasilan pemimpin dalam kepemimpinannya. Dalam
hal ini ada dua teori yaitu teori kepemimpinan yaitu teori kepemimpinan
transaksional dan tranformasional yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio
(1994)
KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL
Dalam bentuk kepemimpinan ini pemimpin berinteraksi dengan bawahannya
melalui proses transaksi. Bass dan Avolio membahas empat macam
transaksi yaitu :
1. Contingent Reward -> Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk
kepentingan perusahaan yang menguntungkan perusahaan, maka
kepada mereka dijanjikan imbalan yang setimpal. Transaksinya ialah :”
Jika anda bekerja baik, maka akan saya beri imbalan yang baik.
2. Management By Exception Active -> Manajer secara aktif dan ketat
memantau pelaksanaan tugas pekerjaan bawahannya agar mereka tidak
membuat kesalahan-kesalahan. Transaksinya adalah,” Silakan
melaksanakan tugas pekerjaan Anda, saya akan awasi secara ketat,
sehingga jika saya melihat akan timbul kesalahan, atau jika begitu timbul
kesalahan, akan saya Bantu Anda.
3. Management By Exception- Passive -> Manajer baru bertindak setelah
terjadi kegagalan bawahan untuk mencapai tujuan, atau setelah benar-
benar timbul masalah yang serius. Transaksinya adalah, “Silakanmelaksanakan tugas pekerjaan Anda. Jika timbul masalah, atau jika Anda
bertindak salah, usahakan mengatasi masalah atau memperbaiki
kesalahan Anda sendiri. Saya akan membantu Anda, jika saya lihat Anda
tidak mampu mengatasi masalahnya atau memperbaiki kesalahannya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 253/254
4. Laissez Faire -> Manajer membiarkan bawahannya melakukan tugas
pekerjaannya tanpa ada pengawasan dari dirinya. Transaksinya ialah, “
Silakan Anda melakukan tugas pekerjaan Anda secara mandiri, Anda
mampu melakukannya dan harus bertanggung jawab sendiri atas hasil
kerja Anda.
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Dalam hal ini ada lima aspek kepemimpinan ini sebagai berikut :
1. Attributed Charisma -> pemimpin mendahulukan kepentingan
perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan diri.
2. Inspirational Leadership/Motivation -> Pemimpin mampu menimbulkan
inspirasi pada bawahannya, antara lain dengan menentukan standar-
standar tingggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai.
3. Intellectual Stimulation -> Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong
mereka untuk memikirkan kembali cara kerja mereka, untuk mencari
cara-cara baru dalam melaksanakan tugas, merasa mendapatkan
caravbaru dalam mempersepsi tugas-tugas mereka.
4. Individualized Consideration -> Bawahan merasa diperhatikan dan
diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya.
5. Idealized Influence -> Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan,
mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan
keyakinan. Pemimpin memperlihatkan kepercayaannya pada cita-
citanya, keyakinannya dan nilai hidupnya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA
7/14/2019 Manajemen Pengupahan
http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 254/254
Top Related