MANAJEMEN LAKTASI
Gerakan nasional peningkatan penggunaan air susu ibu (ASI)
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan anak. Upaya yang penting ini, keberhasilannya perlu
didukung dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat. Para ibu,
sebagai pelopor peningkatan kualitas sumber daya Indonesia, patut
menyadari dan meningkatkan pengetahuannya untuk menunjang gerakan
ini.
Pada dasarnya, segera setelah melahirkan, secara naluri setiap ibu
mampu menjalankan tugas untuk menyusui bayinya. Namun, untuk
mempraktekkan bagaimana menyusui yang baik dan benar, setiap ibu
perlu mempelajarinya. Bukan saja ibu-ibu yang baru pertama kali hamil
dan melahirkan, tetapi juga ibu-ibu yang baru melahirkan anak yang kedua
dan seterusnya. Mengapa ? Karena setiap bayi lahir merupakan individu
tersendiri, yang mempunyai variasi dan spesifikasi sendiri. Dengan
demikian ibu perlu belajar berinteraksi dengan bayi yang baru lahir ini,
agar dapat berhasil dalam menyusui. Untuk itu diperlukan motivasi yang
tinggi sejak dini dan dukungan serta bimbingan yang optimal dari
keluarga, lingkungan dan tenaga kesehatan yang merawat ibu selama
hamil, bersalin dan masa nifas.
Dengan mengikuti dan mempelajari segala pengetahuan mengenai
laktasi, diharapkan setiap ibu hamil, bersalin dan menyusui dapat
memberikan ASI secara optimal, sehingga bayi dapat tumbuh kembang
normal sebagai calon sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
1. Perawatan Payudara
Demi keberhasilan menyusui, payudara memerlukan perawatan
sejak dini secara teratur. Perawatan selama kehamilan bertujuan agar
selama masa menyusui kelak produksi ASI cukup, tidak terjadi
kelainan pada payudara dan agar bentuk payudara tetap baik setelah
menyusui. Pada umumnya, wanita dalam kehamilan 6 - 8 minggu akan
mengalami pembesaran payudara. Payudara akan terasa lebih padat,
kencang, sakit dan tampak jelas di permukaan kulit adanya gambaran
pembuluh darah yang bertambah serta melebar. Kelenjar Montgomery
pada daerah areola tampak lebih nyata dan menonjol.
Guna menunjang perkembangan payudara dalam kehamilan ini, sejak
usia kehamilan 2 bulan, sebaiknya wanita hamil mulai mengganti
pakaian dalam (BH / bra) nya dengan ukuran yang lebih sesuai, dan
dapat menopang perkembangan payudaranya. Biasanya diperlukan BH
ukuran 2 nomor lebih besar dari ukuran yang biasa dipakai.
Di samping pemakaian BH yang sesuai, untuk menunjang produksi
ASI dan membantu mempertahankan bentuk payudara setelah selesai
masa menyusui, perlu dilakukan latihan gerakan otot-otot badan yang
berfungsi menopang payudara. Misalnya gerakan untuk memperkuat
otot pektoralis : kedua lengan disilangkan di depan dada, saling
memegang siku lengan lainnya, kemudian lakukan tarikan sehingga
terasa tegangan otot-otot di dasar payudara (Stoppard’s).
Kebersihan / hygiene payudara juga harus diperhatikan, khususnya
daerah papila dan areola. Pada saat mandi, sebaiknya papila dan areola
tidak disabuni, untuk menghindari keadaan kering dan kaku akibat
hilangnya lendir pelumas yang dihasilkan kelenjar Montgomery.
Areola dan papila yang kering akan memudahkan terjadinya lecet dan
infeksi.
Selama kehamilan, papila harus disiapkan agar menjadi lentur,
kuat dan tidak ada sumbatan. Persiapan dilakukan setiap hari sebanyak
2 kali sehari setelah usia kehamilan 7 bulan. Caranya dengan kompres
masing-masing putting susu selama 2-3 menit dengan kapas yang
dibasahi minyak, kemudian tarik dan putar putting ke arah luar 20 kali,
ke arah dalam 20 kali. Pijat daerah areola untuk membuka saluran
susu. Bila keluar cairan, oleskan ke papila dan sekitarnya. Kemudian
payudara dibersihkan dengan handuk yang lembut.
Putting susu yang terbenam atau datar perlu dikoreksi agar dapat
menonjol keluar sehingga siap untuk disusukan kepada bayi. Masalah
ini dapat diatasi dengan bantuan pompa putting ("nipple puller") pada
minggu terakhir kehamilan.
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan menyusui
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ibu hamil sehat dan mampu
menyusui bayinya adalah :
a. Nutrisi / gizi ibu hamil.
Dari diet sehari-hari, zat gizi yang masuk ke dalam tubuh
serta cadangan yang ada pada wanita hamil dan menyusui akan
digunakan untuk aktifitas dan metabolisme ibu, untuk memproses
pembentukan ASI dan nilai kalori serta zat gizi ASI itu sendiri.
Berdasarkan angka kecukupan gizi, kebutuhan tambahan kalori
wanita hamil kurang lebih 285 kkal per hari. Penambahan tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan wanita yang tidak hamil /
menyusui, yaitu wanita dengan aktifitas ringan 1900 kkal / hari,
kerja sedang 2100 kkal / hari, dan kerja berat 2400 kkal / hari.
Adapun kecukupan yang seimbang kira-kira 40 kkal / kgBB,
dengan komposisi protein 20 -25%, lemak 10-25% dan karbohidrat
50-60%. Jumlah cairan yang perlu diminum oleh wanita hamil
tidak banyak berbeda dari wanita tidak hhamil, sekitar 2 liter per
hari.
b. Istirahat
Wanita hamil sebaiknya tidur minimal 8 jam sehari. Kegiatan
dan gerakannya sehari-hari harus memperhatikan perubahan fisik
dan mental yang terjadi pada dirinya. Di antara waktu kegiatannya
tersebut diperlukan waktu untuk istirahat (santai) guna
melemaskan otot-otot. Bagi wanita yang bekerja, hendaknya dapat
diatur agar cuti hamil dan bersalinnya diambil sebanyak mungkin
setelah ia bersalin sehingga ia dapat menyusui bayinya selama
mungkin sebelum bekerja.
c. Tidak merokok, minum alkohol, kopi, soda
Termasuk menjauhi asap rokok dari orang lain. Minuman
kopi dan minuman soda dapat mengurangi kemampuan usus untuk
menyerap kalsium dan zat besi.
d. Obat-obatan
Pemakaian obat-obatan selama hamil hanya atas petunjuk
bidan atau dokter, terutama menjelang persalinan perlu
diperhatikan, agar tidak berpengaruh terhadap laktasi.
e. Keluhan lain
Adanya keluhan lain, misalnya sakit gigi / mulut, infeksi
lainnya, perlu diperhatikan, karena dapat menjalar ke bagian tubuh
lainnya dan mengganggu kehamilan.
f. Kebersihan diri dan pakaian yang nyaman
Perlu mendapat perhatian untuk menjaga kesehatan. Pilihlah
pakaian yang longgar, ringan, mudah dipakai dan menyerap
keringat.
g. Mengenal petugas kesehatan yang menolong
Sebaiknya selama 3 bulan terakhir kehamilan, seorang ibu
telah menentukan seorang dokter yang akan mengawasi persalinan
dan pertolongan anaknya kelak. Kerjasama antara tenaga penolong
persalinan dan dokter anak juga harus dibina.
3. Praktek menyusui
Proses laktasi terdiri dari 2 tahap. Pertama adalah dimulainya
pembentukan air susu pada masa kehamilan, dan kedua adalah
periode menyusui sesudah bayi lahir, yaitu saat air susu dibentuk
dan dikeluarkan. Masa ini kita sebut sebagai masa menyusui yang
lamanya sangat tergantung pada motivasi dan "kemampuan"
seorang ibu untuk menerapkan manajemen laktasi.
Setiap bayi, sejak dilahirkan seyogyanya mendapat ASI saja
(termasuk kolostrum) dalam 4-6 bulan pertama kehidupannya.
Diawali dengan kontak dini segera setelah dilahirkan, isapan bayi
pada putting susu ibu untuk pertama kalinya ini akan merangsang
keluarnya hormon-hormon yang menunjang keberhasilannya
menyusui. Kemudian, bayi dalam kondisi baik seyogyanya dirawat
bersama dalam satu ruangan dengan bayinya (rawat gabung).
Pelaksanaan ini penting untuk menjamin terpenuhinya segala
kebutuhan bayi, baik fisik maupun psikik setiap saat dari ibunya.
Selama ASI belum keluar pada 2-3 hari setelah ibu melahirkan,
bayi yang sehat TIDAK perlu diberi makanan / cairan lain. Ia
hanya perlu mengisap kolostrum yang keluar dari putting ibunya
saja. Setelah mencapai usia 4-6 bulan, secara bertahap dapat
diberikan makanan pendamping ASI. ASI dapat terus diberikan
sampai anak berusaia 2 tahun.
Dalam masa menyusui terjadi beberapa refleks yang penting
pengaruhnya terhadap kelancaran laktasi, yaitu refleks yang terjadi
pada ibu dan pada bayi. Refleks yang terjadi pada ibu di antaranya:
a. Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf sensoris yang terdapat
pada putting susu terangsang. Rangsangan ini akan dikirim ke otak
(hipotalamus) yang akan memacu keluarnya hormon prolaktin
yang kemudian akan merangsang sel-sel kelenjar payudara untuk
memproduksi ASI. Jadi makin sering bayi mengisap, makin
banyak prolaktin yang dilepas dan makin banyak ASI yang
diproduksi. Oleh karena itu, menyusukan dengan sering adalah
cara terbaik untuk mendapatkan ASI dalam jumlah banyak.
b. Refleks aliran / refleks oksitosin ("let down reflex")
Rangsangan yang ditimbulkan oleh isapan bayi waktu
menyusu diantar pula ke bagian lain dari otak yang akan
melepaskan hormon oksitosin. Oksitosinn akan memacu sel-sel
otot yang mengelilingi jaringan kelenjar dan salurannya untuk
berkontraksi, sehingga memeras air susu keluar hingga mencapai
sinus laktiferus di balik areola, untuk kemudian menuju putting
susu. Dengan demikian terjadi "areolar engorgement"
(pembengkakan). Kadang-kadang tekanan karena kontraksi otot itu
begitu kuat sehingga air susu keluar dari putting menyembur dan
dapat membuat bayi tersedak.
Keluarnya air susu karena kontraksi otot tersebut disebut "let
down reflex". Melalui refleks inilah terjadi pula kontraksi rahim
yang membantu lepasnya plasenta (ari-ari) dan mengurangi
perdarahan. Oleh karena itu setelah bayi dilahirkan, kalau keadaan
memungkinkan sebaiknya bayi segera disusukan ibunya (kontak
dini). Terjadinya refleks aliran dipengaruhi oleh jiwa ibu. Rasa
kuatir atau kesusahan akan menghambat refleks tersebut.
Sebaliknya, tidak jarang, refleks ini terjadi pula bila sang ibu
mendengar bayinya menangis, melihat foto bayinya atau sedang
teringat pada bayinya saat berada jauh dari bayinya itu.
Refleks yang terjadi pada bayi di antaranya :
a. "Rooting reflex"
Bila bayi baru lahir disentuh pipinya, dia akan menoleh ke
arah sentuhan. Bila bibirnya dirangsang atau disentuh, dia akan
membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk menyusu.
Keadaan ini dikenal dengan sebutan "rooting reflex".
b. "Sucking reflex" (refleks menghisap)
Refleks ini terjadi bila ada sesuatu yang merangsang langit-
langit dalam mulut bayi. Jika putting susu ibu menyentuh langit-
langit belakang mulut bayi, terjadi refleks menghisap dan terjadi
tekanan terhadap daerah areola oleh gusi, lidah bayi serta langit-
langit, sehingga isi sinus laktiferus diperas keluar ke dalam rongga
mulut bayi.
c. Refleks menelan
Bila ada cairan di dalam rongga mulut, terjadi refleks
menelan. Dengan memperhatikan adanya refleks-refleks tersebut,
langkah-langkah menyusui yang baik dan benar adalah meliputi
hal-hal berikut :
- persiapan mental dan fisik ibu setiap akan
menyusui. Ibu harus dalam keadaan tenang. Bila
perlu minum segelas air sebelum menyusui. Hindari
menyusui pada keadaan lapar dan haus.
- sediakan tempat dengan peralatan yang diperlukan,
seperti kursi dengan sandaran punggung dan
sandaran tangan, bantal untuk menopang tangan
yang menggendong bayi.
- sebelum menggendong bayi untuk menyusui,
tangan harus dicuci bersih. Sebelum menyusui,
tekan daerah areola di antara telunjuk dan ibu jari
sehingga keluar 2-3 tetes ASI, kemudian oleskan ke
seluruh putting dan areola. Cara menyusui yang
terbaik adalah bila ibu melepaskan BH dari kedua
payudaranya.
- susukan bayi sesuai dengan kebutuhannya ("on
demand"), jangan dijadwalkan. Biasanya kebutuhan
terpenuhi dengan menyusui tiap 2-3 jam sekali.
Setiap kali menyusui, lakukanlah pada kedua
payudara kiri dan kanan secara bergantian, masing-
masing sekitar 10 menit. Mulailah selalu dengan
payudara sisi terakhir yang disusui sebelumnya.
Periksa ASI sampai payudara terasa kosong.
- setelah selesai menyusui, oleskan ASI lagi seperti
awal menyusui tadi. Biarkan kering oleh udara
sebelum kembali memakai BH. Langkah ini
berguna untuk mencegah lecet.
- membuat bayi bersendawa setelah menyusui harus
selalu dilakukan, untuk mengeluarkan udara dari
lambung supaya bayi tidak kembung dan muntah.
Bila terjadi keadaan lecet pada putting dan atau
sekitarnya, sebaiknya ibu tetap menyusui dengan
mendahului pada putting yang tidak lecet. Sebelum
diisap, putting yang lecet dapat diolesi es untuk
mengurangi rasa sakit. Yang lebih penting dalam
kejadian ini adalah mencari penyebab lecet tersebut
yang tentunya harus dihindari.
Keadaan engorgement (payudara bengkak) sering
terjadi pada payudara yang elastisitasnya kurang.
Untuk mengatasinya, kompres payudara dengan
handuk hangat kira-kira 4-5 menit, kemudian
dilakukan masase dari tepi ke arah putting hingga
ASI keluar. Setelah itu baru bayi disusukan. Jangan
berhenti menyusui dalam keadaan ini.
4. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan selama
menyusui :
a. Nutrisi
Meskipun umumnya keadaan gizi pada ibu hanya
akan mempengaruhi kuantitas dan bukan kualitas ASI-nya,
ibu menyusui selayaknya tidak membatasi konsumsi
makanannya. Penurunan berat badan sesudah melahirkan
sebaiknya tidak melebihi 0.5 kg/minggu. Pada 6 bulan
pertama masa menyusui, yaitu saat bayi hanya
mendapatkan ASI saja ("exclusive breastfeeding period"),
ibu membutuhkan tambahan kalori sebanyak 700 kkal/hari,
pada 6 bulan selanjutnya kira-kira 500 kkal/hari dan pada
tahun kedua 400 kkal/hari. Jumlah cairan yang dibutuhkan
ibu menyusui tentu lebih banyak dari biasanya. Oleh karena
itu ibu menyusui dianjurkan minum 8-12 gelas per hari.
b. Istirahat
Bila laktasi tidak berlangsung baik, biasanya
penyebab utamanya adalah kelelahan pada ibu. Oleh karena
itu, istirahat dan tidur yang cukup merupakan kebutuhan
yang harus dipenuhi.
c. Obat-obatan
Pemakaian obat-obatan dalam masa menyusui perlu
mendapat perhatian, apakah mempunyai efek positif atau
negatif terhadap laktasi. Sebagai contoh, beberapa obat
yang dapat mengurangi produksi ASI yaitu pil KB yang
mengandung hormon estrogen. Kebanyakan obat juga
dikeluarkan melalui ASI, tetapi yang dikonsumsi bayi
hanya 0.001 - 0.5% daripada dosis obat yang dapat
diberikan kepada bayi.
d. Posisi ibu-bayi yang benar saat menyusui
Dapat dicapai bila bayi tampak menyusui dengan
tenang, bayi menempel betul pada ibu, mulut dan dagu bayi
menempel betul pada payudara, mulut bayi membuka lebar,
sebagian besar areola tertutup mulut bayi, bayi mengisap
ASI pelan-pelan dengan kuat, putting susu ibu tidak terasa
sakit dan putting terhadap lengan bayi berada pada satu
garis lurus.
e. Penilaian kecukupan ASI pada bayi
Bayi usia 0-4 bulan atau 6 bulan dapat dinilai cukup
pemberian ASI nya bila tercapai keadaan sebagai berikut :
- berat badan lahir telah pulih kembali setelah bayi
berusia 2 minggu,
- kenaikan berat badan dan tinggi badan sesuai dengan
kurva pertumbuhan normal,
- bayi banyak ngompol, sampai 6 kali atau lebih dalam
sehari,
- tiap menyusui, bayi menyusu dengan kuat ("rakus")
tetapi kemudian melemah dan bayi tertidur,
- payudara ibu terasa lunak setelah disusukan
dibandingkan sebelum disusukan.
f. Di luar waktu menyusui
Jangan membiasakan bayi menggunakan dot atau
kempeng. Berikan ASI dengan sendok bila ibu tidak dapat
menyusui bayinya.
g. Ibu bekerja
Selama cuti hendaknya ibu menyusui bayinya terus.
Jangan juga membiasakan bayi menyusu dengan botol bila
masa cuti telah habis dan ibu harus kembali bekerja.
h. Pemberian makanan pendamping ASI
Makanan pendamping ASI hendaknya diberikan
mulai usia bayi 4-6 bulan. Bila ibu bekerja, sebaiknya
makanan pendamping ASI diberikan pada jam kerja,
sehingga ASI dapat tetap diberikan bila ibu berada di
rumah.
i. Penyapihan
Menghentikan pemberian ASI harus dilakukan secara
bertahap dengan jalan meningkatkan frekuensi pemberian
makanan anak dan menurunkan frekuensi pemberian ASI
secara bertahap dalam kurun waktu 2-3 bulan.
j. Klinik laktasi
Pusat pelayanan kesehatan ibu dan anak harus
memiliki pelayanan yang dapat meyakinkan setiap ibu
dalam masa menyusui bahwa ia selalu dapat berkonsultasi
untuk setiap masalah laktasi yang dialaminya. Untuk itu
perlu diadakan klinik laktasi atau tenaga terlatih untuk
membantunya pada sarana pelayanan kesehatan yang
terdekat.
k. Kelompok pendukung ASI
Perlu dibina adanya kelompok pendukung ASI di
lingkungan masyarakat, yang dapat merupakan sarana
untuk mendukung ibu-ibu di lingkungan tersebut agar
berhasil menyusui bayinya, dibantu oleh tenaga kesehatan
yang ada di lingkungan tersebut. Melalu kelompok ini, ibu-
ibu menyusui dapat mengadakan diskusi dan mendapat
bantuan bila mengalami masalah dalam menyusui bayinya.
5. Masalah-Masalah Dalam
Menyusui
Masalah yang timbul selama menyusui dapat dimulai
sejak sebelum persalinan (periode antenatal), masa
pascapersalinan dini (masa nifas / laktasi), dan masa
pascapersalinan lanjut. Masalah menyusui dapat timbul pula
karena keadaan-keadaan khusus. Dalam tulisan ini akan
diuraikan masalah menyusui yang dibagi menurut kelompok
tersebut.
a. Masalah menyusui pada
masa antenatal
Putting susu datar atau terbenam. Untuk mengetahui
apakah putting susu datar, cubitlah areola di sisi putting
susu dengan ibu jari dan jari telunjuk. Putting susu yang
normal akan menonjol, namun putting susu yang datar
tidak menonjol. Tidak selalu ibu dengan putting susu
datar mengalami kesulitan besar waktu menyusui.
Dengan pengalaman, banyak ibu yang tetap bisa
memberikan ASI kepada bayinya. Bila dijumpai putting
susu datar, dilakukan :
- usahakan putting menonjol keluar dengan cara
menarik dengan tangan (gerakan Hoffman), atau
dengan menggunakan pompa putting susu.
- jika tetap tidak bisa, usahakan agar tetap disusui
dengan sedikit penekanan pada bagian areola
dengan jari sehingga membentuk "dot" ketika
memasukkan putting susu ke dalam mulut bayi. Bila
terlalu penuh, ASI dapat diperas dahulu dan
diberikan dengan sendok atau cangkir. Dengan
demikian, diharapkan putting susu akan sedikit
demi sedikit keluar dan lentur. Bila terjadi putting
susu terbenam, putting akan tampak masuk ke
dalam areola sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini
dapat disebabkan karena ada sesuatu yang menarik
putting susu ke arah dalam, misalnya tumor atau
penyempitan saluran susu. Kelainan ini seharusnya
sudah diketahui sejak dini, paling tidak pada saat
kehamilan, sehingga dapat diusahakan
perbaikannya.
Bila dijumpai putting susu terbenam, diusahakan
dengan cara :
- lakukan gerakan Hoffman, yaitu dengan meletakkan
kedua jari telunjuk atau ibu jari di daerah areola,
kemudian dilakukan pengurutan menuju ke arah
yang berlawanan (walaupun hasilnya kadang-
kadang kurang memuaskan).
- dapat menggunakan pompa putting susu atau jarum
suntik 10 ml yang telah dimodifikasi, setiap hari,
untuk mencoba menghisap supaya putting susu
menonjol keluar. Namun harus dihindari rasa bosan
atau lelah sewaktu mencoba mengeluarkan putting,
karena rasa bosan dan marah justru akan
menyebabkan produksi ASI berkurang. Karena itu
harus dipertimbangkan benar, berapa lama ibu
mencoba dengan cara seperti ini.
Putting susu tidak lentur. Putting susu yang tidak
lentur akan menyulitkan bayi untuk menyusu.
Meskipun demikian, putting susu yang tidak lentur pada
awal kehamilan seringkali akan menjadi lentur (normal)
pada saat menjelang atau saat persalinan, sehingga
tidakmemerlukan tindakan khusus. Namun sebaiknya
tetap dilakukan latihan seperti cara mengatasi putting
susu yang terbenam.
b. Masalah menyusui pada masa pascapersalinan dini
Putting susu lecet. Putting susu lecet dapat disebabkan
trauma pada putting susu, selain itu dapat juga terjadi
retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada
putting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam.
Bila dijumpai lecet atau jenis trauma lain pada putting
susu, dikerjakan :
- kalau rasa nyeri dan luka lecet tidak terlalu berat,
ibu bisa terus menyusui bayi.
- putting susu diolesi ASI dan biarkan mengering
dengan sendirinya, jangan menggunakan BH yang
terlalu ketat.
- apabila terdapat rasa nyeri hebat, atau luka makin
berat, putting susu yang sakit diistirahatkan sampai
memungkinkan untuk kembali menyusui bayi pada
putting susu yang sakit tersebut. Biasanya masa
istirahat ini tidak lama, sekitar 24 jam.
- selama putting susu yang bersangkutan
diistirahatkan, ASI dikeluarkan oleh ibu dengan
tangan. Sebaiknya jangan menggunakan pompa,
karena menambah rasa nyeri dan membuat luka
bertambah parah. Untuk menghindari terjadinya
putting susu nyeri atau lecet, perhatikan beberapa
hal di bawah ini :
- setiap kali hendak menyusui dan sesudah menyusui,
putting susu diolesi dengan ASI.
- jangan membersihkan putting susu dengan sabun,
alkohol, krim, dan obat-obatan yang dapat
merangsang kulit / putting susu.
- lepaskan hisapan bayi dengan cara yang benar, yaitu
dengan menekan dagu bayi atau memasukkan jari
kelingking ibu yang bersih ke dalam mulut bayi.
Payudara bengkak
Kadang-kadang payudara terasa membengkak atau
penuh. Hal ini terjadi karena edema ringan oleh
hambatan vena atau saluran limfe akibat ASI yang
menumpuk di dalam payudara. Kejadian seperti ini
jarang terjadi kalau pemberian ASI sesuai dengan
kemauan bayi. Faktor-faktor lain yang menyebabkan
payudara bengkak adalah : bayi tidak menyusu dengan
kuat, posisi bayi pada payudara salah sehingga proses
menyusui tidak benar, serta terdapat putting susu yang
datar atau terbenam. Jika terdapat hal-hal seperti ini,
dapat dilakukan :
- bayi disusui, sehingga mengurangi rasa
membengkak.
- setiap kali menyusui payudara harus sampai
kosong.
- gunakan BH yang dapat menopang dengan nyaman.
- kompres dingin dapat mengurangi rasa tidak enak.
- rasa nyeri dapat juga dikurangi dengan obat
analgesik.
- ASI dapat diperas sedikit dengan tangan, frekuensi
pengeluaran harus lebih sering.
- beritahu ibu bahwa dalam waktu 1-2 hari keluhan
akan reda.
Saluran susu tersumbat
Saluran susu tersumbat (obstructed duct) adalah
keadaan di mana terjadi sumbatan pada satu atau lebih
saluran susu / duktus laktiferus yang dapat disebabkan
oleh beberapa hal, misalnya tekanan jari pada payudara
waktu menyusui, pemakaian BH yang terlalu ketat, dan
komplikasi payudara bengkak yang berlanjut yang
menyebabkan terjadinya sumbatan. Pada ibu yang
kurus, sumbatan ini tampak sebagai benjolan yang
teraba lunak. Sumbatan saluran susu dapat dicegah
dengan cara melakukan :
- perawatan payudara pasca persalinan secara teratur.
- memakai BH yang menopang dan tidak terlalu
ketat.
- mengeluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila
setelah menyusui payudara masih terasa penuh.
Bila ibu merasa nyeri, dapat dikompres dengan air
hangat dan dingin, yaitu kompres hangat sebelum
menyusui supaya bayi lebih mudah mengisap
putting susu, dan kompres dingin setelah menyusui
untuk mengurangi rasa nyeri dan pembengkakan.
Sumbatan saluran susu dapat berlanjut menjadi
mastitis, karena itu perlu dirawat dengan baik.
Mastitis dan abses payudara
Mastitis adalah peradangan pada payudara.
Bagian yang terkena menjadi merah, bengkak, nyeri
dan panas. Temperatur badan ibu meninggi, kadang
disertai menggigil. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3
minggu setelah melahirkan, akibat lanjutan dari
sumbatan saluran susu. Bila mastitis berlanjut, dapat
terjadi abses payudara. Ibu tampak sakit lebih parah,
payudara lebih merah dan mengkilap, benjolan tidak
lagi sekeras pada mastitis, tetapi mengandung cairan
(pus).
Cara mengatasi mastitis :
- dokter memberikan pengobatan antibiotika dan
simptomatik terhadap nyeri
- kompres hangat
- ibu cukup istirahat dan banyak minum
- sebelum terbentuk abses, menyusui harus terus
diteruskan, dimulai dari bagian yang sakit. Jika
sudah terjadi abses, payudara yang sakit tidak boleh
disusukan, mungkin perlu juga tindakan bedah. Tapi
payudara yang sehat harus tetap digunakan
menyusui, dengan perawatan dan kebersihan yang
sebaik mungkin.
Tindakan yang harus segera dilakukan pada abses
payudara adalah :
- merujuk ibu ke dokter bedah untuk dilakukan insisi
dan drainase pus
- pemberian antibiotik dosis tinggi serta simptomatik
analgesik/antipiretik
- ibu harus cukup beristirahat
- bayi dihentikan menyusu pada payudara yang sakit,
sementara pada payudara yang sehat diteruskan.
c. Masalah menyusui pada masa pascapersalinan lanjut
Sindrom ASI kurang. Sindrom ASI kurang adalah
keadaan di mana ibu merasa bahwa ASI-nya kurang,
dengan berbagai alasan yang menurut ibu merupakan
tanda tersebut, misalnya :
- payudara kecil, padahal ukuran payudara tidak
menggambarkan kemampuan ibu untuk
memproduksi ASI. Ukuran payudara berhubungan
dengan beberapa faktor, misalnya faktor hormonal
(estrogen dan progesteron), keadaan gizi, dan faktor
keturunan. Hormon estrogen akan menyebabkan
pertumbuhan saluran susu dan penimbunan lemak,
sedangkan hormon progesteron memacu
pertumbuhan kelenjar susu. Masukan makanan yang
berlebihan terutama energi akan ditimbun sebagai
lemak, sehingga payudara akan bertambah besar,
sebaliknya penurunan masukan energi, misalnya
karena penyakit, akan menyebabkan berkurangnya
timbunan lemak termasuk di payudara, sehingga
ukuran payudara berkurang. Seberapapun ukuran
payudara seorang wanita, tetap dianggap normal,
kecuali jika ada kelainan tertentu misalnya tumor.
Ukuran payudara ideal sangat dipengaruhi faktor
lingkungan atau penilaian masyarakat setempat.
- ASI yang tampak berubah kekentalannya, misalnya
lebih encer, disangka telah berkurang, padahal
kekentalan ASI bisa saja berubah-ubah.
- Payudara tampak mengecil, lembek atau tidak
penuh / merembes lagi, padahal ini suatu tanda
bahwa produksi ASI telah sesuai dengan keperluan
bayi.
- Bayi sering menangis disangka kekurangan ASI,
padahal bayi menangis bisa karena berbagai
penyebab.
- Bayi lebih sering minta diteteki, kecuali karena ASI
memang lebih mudah dicerna, juga bayi memang
memerlukan ASI yang cukup untuk tumbuh
kembang, dan yang penting : masalah menyusui
bukan hanya memberi makan bayi, tetapi karena
bayi juga memerlukan belaian, kehangatan dan kasih
sayang.
- Bayi minta disusui pada malam hari, hal ini memang
penting, karena bayi memerlukan dekapan dan ASI
pada malam hari, selain itu menyusui pada malam
hari akan memperbanyak produksi ASI dan
mengurangi kemungkinan sumbatan payudara.
- Bayi lebih cepat selesai menyusu dibanding
sebelumnya, hal ini karena bayi telah lebih terbiasa
menyusu. Jika ada keluhan-keluhan semacam ini,
cobalah mengadakan evaluasi dan pendekatan
psikologis seperti tersebut di atas, serta coba
dievaluasi juga hal-hal berikut :
1) ibu jangan merokok, karena merokok
mengurangi produksi ASI,
2) kalau ibu menggunakan pil KB, cobalah
berkonsultasi dengan dokter,
3) jangan menggunakan alat bantu putting susu,
karena akan membingungkan dan melelahkan
bayi, serta mengurangi produksi ASI,
4) teruskan menyusui dengan sabar dan sesering
mungkin, karena akan memperbanyak produksi
ASI,
5) cobalah menyusui dengan payudara pertama
selama kurang lebih 10 menit, kemudian
payudara kedua selama kurang lebih 20 menit,
karena saat awal bayi lebh kuat menyusu,
6) menyusui dimulai dari payudara yang terakhir
disusukan secara berganti-ganti,
7) jangan memberikan susu buatan, karena akan
membingungkan bayi,
8) ibu harus banyak beristirahat,
9) ibu harus lebih banyak minum,
10) perhatikan kecukupan gizi makanan,
11) ibu harus tenang, santai, jangan tegang / stress,
karena ketegangan dan kecemasan akan
mengurangi produksi ASI,
12) ibu harus menyusui dalam suasana yang
nyaman.
Bingung putting. Bingung putting
("nipple confusion") adalah suatu keadaan yang terjadi
karena bayi mendapat susu formula dalam botol
berganti-ganti dengan menyusu ibu. Peristiwa ini terjadi
karena proses menyusu pada putting ibu berbeda
dengan menyusu pada botol. Menyusu pada putting
memerlukan kerja otot-otot pipi, gusi, langit-langit dan
lidah, sebaliknya menyusu pada botol akan membuat
bayi pasif menerima susu karena dot sudah berlubang di
ujungnya.
Tanda-tanda bayi bingung putting adalah :
- bayi mengisap putting seperti mengisap dot, lemah,
terputus-putus, sebentar
- atau dapat juga bayi menolak menyusu
Karena itu, untuk menghindari bayi bingung
putting, perlu dilakukan :
- jangan menggunakan susu formula tanpa indikasi
yang sangat kuat.
- kalau terpaksa harus memberikan susu formula,
berikan dengan sendok atau pipet, jangan sekali-kali
menggunakan botol atau kempengan.
Bayi sering menangis. Menangis adalah cara bayi
berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya. Karena itu
bila bayi sering menangis, perlu dicari sebabnya, yaitu
dengan :
- perhatikan, mengapa bayi menangis, apakah karena
laktasi belum berjalan dengan baik, atau karena
sebab lain, seperti ngompol, sakit, merasa jemu,
ingin digendong atau disayang ibu
- keadaan-keadaan itu merupakan hal yang biasa, ibu
tidak perlu cemas, karena kecemasan ibu dapat
mengganggu proses laktasi karena produksi ASI
berkurang.
- cobalah mengatasi dengan memeriksa pakaian bayi,
mungkin perlu diganti karena basah, coba
mengganti posisi bayi menjadi tengkurap, atau bayi
digendong dan dibelai.
- mungkin bayi belum puas menyusu karena posisi
bayi tidak benar waktu menyusu, akibatnya ASI
tidak keluar dengan baik.
- Bayi menangis mempunyai maksud menarik orang
lain (terutama ibunya) karena sesuatu hal : lapar,
ingin digendong dan sebagainya. Oleh sebab itu
jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama.
Bayi akan menjadi lelah, menyusu tidak sempurna,
dan jika ibu cemas atau kesal, produksi ASI juga
akan terganggu. Jika bayi menangis, ibu harus
segera memeriksa keadaan bayi. Secara psikologis
ini penting, karena bayi akan mempunyai kesan
bahwa ibunya memperhatikannya.
Bayi tidak cukup kenaikan berat badannya
ASI adalah makanan pokok bayi sampai usia 4-6
bulan. Karena itu bayi usia 4-6 bulan yang hanya
mendapat ASI saja perlu dipantau berat badannya
paling tidak sebulan sekali. Bila ASI cukup, berat
badan anak akan bertambah (anak tumbuh) dengan
baik. Untuk memantau kecukupan ASI dengan
memantau berat badan, dapat digunakan Kartu
Menuju Sehat untuk anak. Untuk mencegah berat
badan yang tidak cukup naik, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
- perhatikan apakah bayi termasuk bayi yang
menyusu lama, atau cepat.
- ibu jangan segera menghentikan memberi ASI
hanya karena merasa bayi sudah cukup lama
menyusu, karena sebenarnya mungkin bayi
masih mau terus menyusu.
- setelah bayi menyusu dan kemudian berhenti
atau tidur, cobalah menyusukan kembali dengan
menidurkan bayi telentang, gosok pelan
perutnya atau gerakkan kaki atau tangannya,
seringkali bayi akan bangun kembali dan
menyusu lagi.
- perhatikan teknik menyusui ibu, apakah sudah
benar, bila masih salah harus diperbaiki.
Bila berat badan anak tidak naik, konsultasikan
ke dokter / dokter spesialis anak untuk
mendapatkan saran selanjutnya.
Ibu bekerja
Sekarang banyak ibu yang bekerja, sehingga
kemudian menghentikan menyusui dengan alasan
pekerjaan. Sebenarnya ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk ibu yang bekerja, sebagai
berikut :
- sebelum berangkat kerja, susuilah bayi.
- ASI yang berlebihan dapat diperas atau
dipompa, kemudian disimpan di lemari
pendingin untuk diberikan pada bayi saat ibu
bekerja.
- selama ibu bekerja, ASI dapat diperas atau
dipompa dan disimpan di lemari pendingin di
tempat kerja, atau diantar pulang.
- beberapa kantor atau instansi ada yang
menyediakan tempat penitipan bayi dan anak.
Ibu dapat memanfaatkannya untuk kelestarian
menyusui.
- setelah ibu di rumah, perbanyak menyusui,
termasuk pada malam hari.
- kalau anak sudah mendapatkan makanan
pendamping ASI, saat ibu tidak ada di rumah
dapat dimanfaatkan untuk memberikan makanan
pendamping, sehingga kemungkinan
menggunakan susu formula lebih kecil.
- perawat bayi dapat membawa bayi ke tempat
ibu bekerja bila memungkinkan
- hendaknya ibu banyak beristirahat, minum
cukup, makan gizi cukup, untuk menambah
produksi ASI.. Petugas rumah sakit yang
menitipkan anaknya di tempat penitipan tidak
perlu kuatir menyusui bayinya, dengan alasan
takut menularkan penyakit pada anaknya. Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
- tidak semua penyakit ditularkan melalui kontak
langsung
- ibu yang sakit pun tetap dianjurkan untuk
menyusui bayinya, apalagi ibu yang masih sehat
dan bekerja sebagai petugas kesehatan.
- seharusnya ibu yang bekerja di bidang
kesehatan mengerti tentang kebersihan diri
setelah merawat pasien, untuk pencegahan
infeksi / penularan.
d. Masalah menyusui pada keadaan khusus
Ibu melahirkan dengan sectio cesarea
Pada beberapa keadaaan persalinan diperlukan
tindakan sectio cesarea. Persalinan dengan cara ini
dapat menimbulkan masalah menyusui, baik terhadap
ibu maupun bayi. Ibu pasca sectio cesarea dengan
anestesia umum tidak mungkin segera dapat menyusui
bayinya, karena ibu belum sadar akibat pembiusan. Bila
keadaan ibu mulai membaik / sadar, penyusuan dini
dapat segera dimulai dengan bantuan tenaga perawat.
Bayi pun mengalami akibat yang serupa dengan ibu
apabilatindakan tersebut menggunakan pembiusan
umum, karena pembiusan yang diterima ibu dapat
sampai ke bayi melalui plasenta, sehingga bayi yang
masih lemah akibat pembiusan juga akan mendapat
tambahan narkose yang terkandung dalam ASI,
sementara ibu masih belum sadar. Jika ibu dan anak
sudah sadar dan keadaan umumnya baik, dapat
dilakukan perawatan gabung. Posisi menyusui yang
dianjurkan adalah sebagai berikut :
- ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan
bahu dan kepala yang ditopang bantal, sementara
bayi disusukan dengan kakinya ke arah ibu.
- apabila ibu dapat duduk, bayi dapat ditidurkan di
bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi
mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu.
- dengan posisi memegang bola ("football position")
yaitu ibu telentang, bayi berada di ketiak ibu dengan
kaki ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala
bayi.
Ibu sakit
Pada umumnya ibu sakit bukanlah alasan untuk
menghentikan menyusui, karena bayi telah dihadapkan
pada penyakit ibu sebelum gejala timbul dan dirasakan
oleh ibu. Kecuali itu ASI justru akan melindungi bayi
dari penyakit. Ibu memerlukan bantuan orang lain untuk
mengurus bayi dan keperluan rumah tangga, karena ibu
juga memerlukan istirahat yang lebih banyak.
Sebaiknya ibu mengatakan pada dokter yang mengobati
penyakitnya, bahwa ibu sedang menyusui, karena banyak
obat yang bisa terkandung dalam ASI dan dapat
mempengaruhi bayi.
Ibu menderita penyakit Hepatitis (HBsAg+) atau
AIDS (HIV+)
Ibu yang menderita hepatitis atau AIDS tidak
diperkenankan menyusui bayinya, karena dapat
menularkan virus kepada bayinya melalui ASI.
AIDS pada anak muncul bersama-sama seperti AIDS
pada orang dewasa. Pada orang dewasa, penularan HIV
umumnya melalui 3 cara, yaitu hubungan seksual dengan
penderita, penularan parenteral seperti transfusi darah,
jarum suntik yang dipakai bersama penderita, serta
perinatal dari ibu yang menderita kepada bayinya.
Pada anak, AIDS mempunyai hubungan spesifik dengan
faktor-faktor risiko tertentu misalnya ibu yang kecanduan
obat dan sering menggunakan suntikan, anak yang
mendapat transfusi dari donor penderita, dan sebagainya.
Apakah menyusui merupakan faktor risiko penularan
AIDS pada anak masih merupakan hal kontroversial.
Dugaan peranan menyusui sebagai faktor risiko
penularan AIDS pada bayi dan anak dimulai dari adanya
laporan dari berbagai negara tentang ibu yang mendapat
transfusi yang mengandung HIV pascapersalinan.
Ternyata kemudian ditemukan bayi ibu tersebut terinfeksi
juga oleh HIV. Bahkan ada laporan juga bahwa HIV
dapat diisolasi dari ASI. Meskipun demikian ada yang
tidak sependapat terhadap pandangan ASI sebagai media
penularan HIV. Masalahnya adalah pada laporan tersebut
belum dapat dibuktikan bahwa ASI adalah memang satu-
satunya kemungkinan penularan pada bayi atau anak
tersebut. Juga ada laporan yang menyebutkan bahwa
meskipun seorang ibu positif HIV, anaknya tidak.
Pendapat ini didukung data epidemiologi, yaitu bahwa
angka penularan perinatal yang dikumpulkan dari seluruh
dunia sebesar 25-50%. Masalahnya adalah apakah ibu
dengan HIV positif akan tetap diperbolehkan menyusui
bayinya. Adanya dugaan bahwa kemungkinan virus
AIDS dapat ditularkan melalui ASI menyebabkan
Centers for Disease Control (Amerika Serikat) melarang
ibu yang terinfeksi HIV untuk menyusui bayinya,
sebaliknya World Health Organization (WHO)
memperbolehkan. Pandangan berbeda kedua lembaga ini
disebabkan latar belakang yang berbeda. Di kebanyakan
bagian dunia, ASI mempunyai peranan yang sangat
penting karena mengandung zat gizi yang baik,
mengandung zat antiinfeksi / kekebalan, serta ekonomis.
Hal ini menjadi dasar kebijakan WHO. Sebaliknya di
negara maju, biaya dan keberadaan susu formula
memberikan alternatif untuk dapat lebih
mempertimbangkan masalah keselamatan dan
pencegahan penularan. Meskipun demikian, ada juga
pandangan yang memperbolehkan ibu tetap menyusui
bayinya, yaitu bila penularan sudah terjadi saat persalinan
atau bahkan in-utero, justru menyusui itu akan
melindungi bayi dari infeksi lain yang menyertai AIDS.
Pendapat lain yang meninjau dari segi praktis, bahwa jika
larangan menyusui hanya ditujukan pada ibu yang benar-
benar positif terinfeksi, maka tidak akan banyak
mempengaruhi angka menyusui, tetapi sulit dapat
dipastikan pada semua golongan ibu bahwa seorang ibu
benar-benar terinfeksi, akibatnya larangan menyusui juga
akan ditujukan kepada ibu-ibu yang termasuk kelompok
risiko padahal belum tentu terinfeksi, sehingga menjadi
berlebihan. Kontroversi ini menjadi dasar sikap untuk
sementara melarang ibu yang terinfeksi HIV menyusui
bayinya, sampai diperoleh pandangan yang sepaham
tentang hal ini. Untuk penyakit hepatitis B, dasar
pertimbangan yang dipakai serupa dengan pada penyakit
AIDS. HBsAg ditemukan juga dalam ASI, tetapi belum
pernah dilaporkan adanya penularan melalui ASI.
Kolostrum dari ibu yang terinfeksi juga tidak
mengandung virus hepatitis B. Penelitian yang dikerjakan
pada pengidap virus hepatitis B, ternyata kadar HBsAg
darah pada anak-anaknya tidak berbeda bermakna
dibandingkan pada anak-anak dari ibu yang tidak
mengandung HBsAg. Kecuali itu, dalam ASI terdapat zat
protektif terutama limfosit yang menghasilkan IgA dan
interferon yang dapat membunuh virus hepatitis B.
Bayi kembar
Ibu bayi kembar harus diyakinkan bahwa ia akan
sanggup menyusui bayi-bayinya. Mula-mula ibu dapat
menyusui seorang demi seorang, tetapi sebenarnya ibu
dapat menyusui sekaligus berdua. Salah satu posisi yang
mudah untuk menyusui ialah dengan posisi memegang
bola ("football position"). Jika ibu menyusui bersama-
sama, bayi haruslah menyusu pada payudara secara
berganti-ganti, jangan hanya menetap pada satu payudara
saja. Alasannya ialah, kecuali memberikan variasi kepada
bayi, juga kemampuan menyusu masing-masing bayi
mungkin berbeda, sehingga harus dicapai perangsangan
putting yang optimal. Meskipun football position
merupakan cara yang baik, ibu sebaiknya mencoba posisi
lain secara berganti-ganti. Susuilah bayi secara lebih
sering, selama waktu yang diinginkan masing-masing
bayi, umumnya 15-30 menit setiap kali menyusui.
Kalau salah seorang bayi harus dirawat di rumah sakit,
susukanlah bayi yang di rumah pada satu payudara,
kemudian ASI diperas dari payudara lainnya untuk bayi
yang dirawat itu. Ibu sebaiknya mempunyai pembantu,
agar tidak lelah.
Bayi prematur dan bayi berat lahir rendah
Bayi berat lahir rendah dan prematur mempunyai
masalah menyusui karena refleks mengisapnya masih
lemah, karena itu susuilah bayi lebih sering, meski waktu
menyusunya tidak lama. Mula-mula sentuhlah langit-
langit bayi dengan jari ibu yang bersih untuk merangsang
mengisap. Jika bayi dirawat di rumah sakit, seringlah ibu
mengunjungi, melihat, mengusap bayi dengan kasih
sayang, jika mungkin susukan juga secara langsung, atau
ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa kemudian
diberikan menggunakan sendok atau cangkir.
Bayi sumbing
Pendapat yang mengatakan bahwa bayi sumbing tidak
dapat menyusu tidaklah benar. Bilamana bayi mengalami
sumbing pada palatum molle, bayi dapat menyusu tanpa
kesulitan dengan posisi khusus. Demikian pula bila bayi
menderita sumbing pada bibir. Keadaan yang sulit adalah
bila sumbing terjadi pada bibir, langit-langit keras dan
lunak (palatum durum dan palatum molle) sehingga bayi
sulit menyusu dengan baik. Ibu harus tetap mencoba
menyusui bayinya, karena bayi masih mungkin bisa
menyusu dengan kelainan seperti ini. Keuntungan khusus
untuk keadaan ini ialah, bahwa menyusu melatih
kekuatan otot rahang dan lidah, sehingga membantu
perkembangan bicara. Kecuali itu menyusu mengurangi
kemungkinan terjadinya otitis media, yang umumnya
mudah terjadi pada bayi dengan palatoskisis.
Posisi menyusui yang dianjurkan pada bayi sumbing
adalah :
- posisi bayi duduk
- pegang putting susu dan areola selagi menyusui,
untuk membantu bayi mendapat ASI yang cukup.
- ibu jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah
pada bibir bayi
- bila bayi menderita sumbing pada bibir dan langit-
langit (labiopalatoskisis), ASI dikeluarkan dengan
manual / pompa, kemudian diberikan dengan sendok /
pipet, atau botol dengan dot yang panjang sehingga
ASI dapat masuk dengan sempurna.
Dengan cara ini bayi akan belajar mengisap dan
menelah ASI, menyesuaikan dengan irama
pernapasannya.
Bayi sakit
Bayi yang sakit mungkin tidak diperbolehkan
mendapatkan makanan per oral dengan indikasi khusus,
tetapi pada umumnya bayi masih diperbolehkan
mendapatkan ASI. Dengan demikian, ASI harus tetap
diberikan. Bahkan pada penyakit tertentu seperti diare,
pemberian ASI justru penting.
Bayi yang mendapat ASI jarang menderita mencret. Bayi
normal buang air besar 6 kali sehari, lembek, hal itu
bukanlah mencret. Tidak ada alasan sama sekali untuk
menghentikan ASI karena telah terbukti bahwa ASI tidak
merugikan bagi bayi yang mencret, justru memberikan
banyak keuntungan. Bayi yang mencret memerlukan
cairan rehidrasi yang cukup, dan mungkin memerlukan
tatalaksana khusus sesuai dengan keadaan anak. Telah
dibuktikan, bahwa ASI dapat diterima dengan baik oleh
anak yang muntah dan mencret. ASI mempunyai manfaat
untuk anak dengan diare, karena :
- ASI dapat digunakan untuk mengganti cairan yang
hilang.
- ASI mengandung zat-zat gizi yang berguna
memenuhi kecukupan zat gizi selama diare yang
dengan sendirinya diperlukan untuk penyembuhan
dan pertumbuhan.
- ASI mengandung zat kekebalan terhadap kuman
penyebab diare.
- ASI mengandung zat yang bermanfaat untuk
pertumbuhan sel selaput lendir usus yang biasanya
rusak akibat diare. Anak menderita diare yang
mendapat ASI, lamanya diare lebih pendek serta lebih
ringan dibanding anak yang tidak mendapat ASI.
Kecuali diare, bayi seringkali menderita muntah.
Muntah pada bayi dapat disebabkan berbagai hal.
Tatalaksana khusus tergantung pada latar belakang
penyebabnya. Menyusui bukanlah kontraindikasi
untuk anak muntah, dan anak dengan muntah dapat
menerima ASI dengan baik. Susuilah bayi dalam
posisi duduk, sedikit-sedikit tetapi lebih sering. Buat
bayi bersendawa seperti biasanya, tetapi jangan
menggoyang-goyang badan bayi, karena dapat
merangsang muntah kembali. Kalau ibu ingin
menidurkan bayi, tidurkan dalam posisi tengkurap
atau miring, karena posisi telentang memungkinkan
bayi tersedak akibat muntah yang terjadi.
Bayi kuning / ikterik
Ikterus adalah manifestasi hiperbilirubinemia yang
bisa dilihat, yaitu pada kulit dan sklera. Pada orang
dewasa ikterus terjadi bila kadar bilirubin serum
mencapai 2 mg/dl atau lebih, sementara pada bayi baru
lahir ikterus jarang timbul sebelum kadar bilirubin serum
mencapai 7 mg/dl. Bilirubin berasal dari katabolisme
protein heme, yang berasal dari hemoglobin, mioglobin,
sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Sebagian besar
berasal dari hemoglobin dalam eritrosit. Bayi baru lahir
menghasilkan bilirubin kira-kira 8.5 mg/kgBB/hari, kira-
kira 2 kali lipat produksi orang dewasa yang sekitar 3.6
mg/kgBB/hari. Perbedaan ini disebabkan jumlah eritrosit
neonatus relatif per kgBB lebih banyak, umur eritrosit
lebih pendek (2/3 umur eritrosit orang dewasa) dan
produksi dari non-eritrosit juga lebih banyak.
Untuk membedakan ikterus neonatus fisiologis atau
bukan, ada patokan dari Maisels (1981), yaitu bila ada
salah satu faktor berikut berarti bukan suatu ikterus
fisiologis :
- ikterus muncul pada 24 jam pertama.
- konsentrasi bilirubin serum total meningkat lebih dari
5 mg/dl per hari.
- konsentrasi bilirubin serum total lebih dari 12.9 mg/dl
pada bayi cukup bulan dan di atas 15 mg/dl pada bayi
prematur.
- konsentrasi bilirubin indirek serum di atas 1.5 - 2
mg/dl.
- ikterus berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi
cukup bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.
Publikasi terakhir di negara Barat menunjukkan
kecenderungan peningkatan frekuensi
hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang
mendapat ASI dibandingkan bayi yang mendapat
susu buatan. Kadar bilirubin serum apda hari 3-4 di
atas 12 mg/dl dilaporkan antara 11% sampai 26%.
Pada kelompok bayi yang mendapat ASI dengan
hiperbilirubinemia ini, kadar bilirubin direk, kadar
Hb, jumlah retikulosit, hemogram, keseluruhannya
dalam batas normal. Juga tidak ditemukan kelainan
fisik maupun aktifitas bayi ataupun inkompatibilitas
golongan darah.
Beberapa faktor penyebab dinyatakan berhubungan
dengan hiperbilirubinemia pada bayi mendapat ASI yaitu:
- aktifitas senyawa pregnane-3-a, 20-b-diol yang
ditemukan dalam ASI.
- kadar lipoprotein lipase yang tinggi pada ASI bayi
hiperbilirubinemia, diduga sebagai penghambat
aktifitas konjugasi bilirubin.
- enzim glukoronil transferase diduga menghambat
fungsi kandungan asam lemak rantai panjang non-
ester dalam ASI
- keadaan kekurangan cairan maupun kalori pada bayi
mendapat ASI pada hari-hari pertama setelah lahir
diduga sebagai faktor penyebab hiperbilirubinemia.
- kandungan enzim b-glukoronidase dalam ASI, diduga
memegang peranan dalam terjadinya
hiperbilirubinemia. Enzim ini mengubah bilirubin
indirek dalam intestinum menjadi bilirubin direk
untuk diabsorpsi kembali.
Faktor-faktor dugaan penyebab ini ternyata belum
dapat dibuktikan. Dapat disimpulkan bahwa laporan
kecenderungan kenaikan frekuensi hiperbilirubinemia
pada bayi mendapat ASI dengan frekuensi yang
bervariasi dan faktor penyebab belum dapat diketahui
dengan pasti. Dalam masalah penanganan
hiperbilirubinemia pada bayi yang cukup bulan yang
mendapat ASI dengan kadar bilirubin total tinggi
sedangkan klinis keadaan umum bayi normal, tidak
diperlukan tindakan yang dapat mengganggu kelestarian
menyusui. Protokol dapat lebih mendorong ibu untuk
menyusui lebih sering tanpa memikirkan suplementasi
atau penghentian laktasi. Penghentian pemberian ASI
karena ketakutan kern-icterus tidak beralasan, karena
akan memberi kesan bahwa ASI menyebabkan
hiperbilirubinemia dan akan mempengaruhi keyakinan
ibu dalam menyusui. Ada tiga hal yang sering
dipermasalahkan oleh petugas kesehatan atau ibu pada
pemberian ASI bayi cukup bulan, yaitu penurunan berat
badan, ikterus dan kenaikan suhu badan yang diduga
karena dehidrasi. Berdasarkan penelitian tidak terdapat
hubungan antara penurunan berat badan, ikterus dan
kenaikan suhu badan bayi. Ketiga keadaan ini bukan
merupakan suatu masalah pada bayi cukup bulan yang
mendapat ASI.
6. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap
ibu dapat mempraktekkan cara menyusui yang baik dan benar bila
dibantu mempersiapkan diri sejak dini. Selama masa menyusui,
keberhasilan menyusui sangat tergantung oleh keadaan fisik dan
mental sang ibu yang ditunjang oleh keadaan nutrisi, istirahat yang
cukup serta beberapa faktor lainnya, termasuk dukungan dari
suami, keluarga dan lingkungannya.
Top Related