BAB I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Salah satu cara untuk mengatasi jerawat digunakan suspensi dengan komponen yang
sesuai sehingga dihasilkan suatu formulasi yang tepat. Suspensi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog
perlahan – lahan, endapan harus terdispersi kembali. Dapat di tambahkan zat tambahan untuk
menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah di gojog
dan di tuang .
Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor antara lain sifat partikel
terdispersi (derajat pembasahan partikel), Zat pembasah, Medium pendispersi serta komponen –
komponen formulasi seperti pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan.
Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehigga dapat dikocok dan
mudah dituang. Pada etiket harus tertera “Kocok dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup
baik dan disimpan di tempat yang sejuk “.
Sulfur dan resorsin merupakan komponen yang banyak digunakan dalam formulasi obat
jerawat. Sulfur diindikasikan untuk pengobatan topical acne vulgaris (mengatasi masalah
jerawat), ance rosarea, dermatitis seborrheic. Sulfur memiliki khasiat bakterisid dan
fungisid lemah berdasarkan dioksidasinya menjadi asam pentathionat (H2S5O6) oleh
kuman tertentu dikulit. Zat ini juga bersifat keratolitis( melarutkan kulit tanduk),
sehingga banyak digunakan bersama asam salisilat dalam salep dan lotion (2-10%) untuk
pengobatan jerawat dan kudis. Sulfur precipitatum adalah yang paling aktif, karena
serbuknya yang terhalus. Dahulu zat ini digunakan sebagai laksans lemah berkat
perombakan dalam usus menjadi sulfide (natrium/kalium) yang merangsang peristaltic
usus (Tjay dan Rahardja, 2008). Scabies merupakan infeksi parasit pada kulit yang
disebabkan oleh Sarcoptes scabiei (kompedia). Sedangkan pemeriannya menurut FI
merupakan serbuk yang sangat halus , amorf, putih, kuning tak berasa, tak berbau (FI IV
hal 77) dimana kelarutannya praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
karbon disulfida, sukar larut dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam etanol (FI III
hal 771). Praktis tidak larut dalam air dan alkohol, larut dalam karbon disulfida, larut
dalam 60 bagian klorofom, 600 bagian eter, 100 bagian minyak zaitun, larut dalam
petroleum , minyak terpentin, dan dalam alkali hidroksida (Martindale hal 504) zat aktif
ini banyak dipilih untuk pengatasan jerawat sebab bentuk sulfur yang paling halus
sebagai antiseptik lemah dapat mengadakan pengelupasan kulit (peeling) atau
mengeringkan jerawat. Bersifat komedogenik dan komedolitik serta sebagai counter
iritant yang efektif dengan efek samping minimal. Sedangkan resorsin merupakan serbuk
atau hablur bentuk jarum putih, bau khas lunak, rasa manis diikuti pahit, oleh pengaruh
cahaya atau udara, bebrwarna agak merah muda (FI IV hal 740). Dimana resorsin ini
Merupakan derivat dari senyawa fenol yang berkhasiat sebagai antiseptik, keratolitik, dan
bekerja dengan mengendapkan protein yang terdapat pada sel bakteri. Mudah larut dalam
air, atanol, gliserol, dan eter. Efek karatolitikum dari resorsinol digunakan untuk
mengelupaskan kulit setelah jerawat kering tetapi dapat menyebabkan iritasi ringan dan
hipersensitifitas yang dapat memutihkan jerawat yang menghitam.
TUJUAN PEMBUATAN FORMULASI
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca, khususnya mahasiswa
dapat membuat sediaan suspensi dan mengetahui bagaimana menjaga stabilitas sediaan suspensi
serta mengetahui cara untuk melakukan penilaian stabilitas suspensi. Selain itu makalah ini juga
dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Teknologi sediaan semi solid dan
liquid program S1 Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional.
PEMBATASAN MASALAH
Suspense obat jerawat yang digunakan merupakan suspense yang diperoleh dari
perpaduan bahan dengan kadar yang sesuai. Bahan utama yang digunakan sebagai antiskabies
adalah sulfur dan sebagai keratolikum digunakan resorsinol.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 17
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fase cair.
2. Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 18
Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan
oral.
3. Farmakope Indonesia III, Th. 1979, hal 32
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
4. USP XXVII, 2004, hal 2587
Suspensi oral: sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel padat terdispersi dalam
suatu pembawa cair dengan flavouring agent yang cocok yang dimaksudkan untuk
pemberian oral.
Suspensi topikal: sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi
dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada kulit.
Suspensi otic: sediaan cair yang mengandung partikel-partikel mikro dengan maksud
ditanamkan di luar telinga.
5. Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi,
sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih
dahulu sebelum digunakan.
B. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan (RPS ed. 18, vol 3, 1538-1539)
Keuntungan :
1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.
2. Homogenitas tinggi
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat
aktif dan saluran cerna meningkat).
4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya).
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Kekurangan
1. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)
2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya
turun.
3. Alirannya menyebabkan sukar dituang
4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.
C. Macam-macam Suspensi Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995, hal 18)
1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa
cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan
untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi
dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
Syarat suspensi optalmik:
1. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi
dan atau goresan pada kornea.
2. Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
Berdasarkan Istilah
1. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk
pemakaian oral. (contoh : Susu Magnesia)
2. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya
mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan
konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).
3. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit (contoh :
Lotio Kalamin)
Berdasarkan Sifat (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 102-104)
1. Suspensi Deflokulasi
Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi
bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.
Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel
menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.
Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi
partikel yang halus sangat lambat.
Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen
pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena
terbentuk masa yang kompak.
Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak
dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.
2. Suspensi Flokulasi
Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya
sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok
partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan
flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-
macam.
Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah
diredispersi.
Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
Flokulasi dapat dikendalikan dengan :
- Kombinasi ukuran partikel
- Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
- Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam suspensi.
D. Syarat Suspensi
1. FI IV, 1995, hal 18
a. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal
b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat
antimikroba.
c. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
d. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
2. FI III, 1979, hal 32
a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
b. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
c. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid
tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.(Ansel, 356)
3. Fornas Edisi 2, 1978, hal 333
Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad
renik lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang
akan diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda.
E. Penggunaan Suspensi dalam Farmasi
(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, Michael E. Aulton, hlm 270 :
Diktat Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolid, DR. Goeswin Agoes, hlm 89 – 90)
1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet / zat
padat. Oleh karena itu diusahakan dalam bentuk larutan. Kalau zat berkhasiat tidak larut
dalam air, maka bentuk suspensi-dimana zat aktif tidak larut-terdispersi dalam medium
cair merupakan suatu alternatif.
2. Mengurangi proses penguraian zat aktif didalam air. Untuk zat yang sangat mudah
terurai dalam air, dibuat bentuk yang tidak larut. Dengan demikian, penguraian dapat
dicegah. Contoh : untuk menstabilkan Oxytetrasiklin HCl di dalam sediaan cair,
dipakai dipakai garam Ca karena sifat Oxytetrasiklin yang mudah sekali terhidrolisis di
dalam air.
3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mengencerkan
zat padat medium dispersi pada saat akan digunakan. Contoh : Ampisilin dikemas dalam
bentuk granul, kemudian pada saat akan dipakai disuspensikan dahulu dalam medim
pendispersi. Dengan demikian maka stabilitas ampisilin untuk 7 hari pada temperatur
kamar masih dapat dipenuhi.
4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air sebagai
medium pendispersi. Contoh : Injeksi Penisilin dalam minyak dan Phenoxy penisilin
dalam minyak kelapa untuk oral.
5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan luas
permukaan di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mengabsorpsi toksin-toksin atau
menetralkan asam yang diproduksi oleh lambung. Contoh Kaolin, Mg-Karbonat, Mg-
Trisilikat. (antasida/Clays)
6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk sediaan yang
berbentuk inhalasi. Zat yang mudah menguap seperti mentol, Ol. Eucaliptus, ditahan
dengan menambah Mg-Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.
7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit dengan lebih baik
dibandingkan dalam bentuk larutan. Untuk suspensi Kloramfenikol dipakai
Kloramfenikol Palmitas yang rasanya tidak pahit.
8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.
9. Suspensi untuk sediaan bentuk aerosol.
F. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)
1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan
supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :
a. Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat
menggunakan sorbitol atau sukrosa. BJ medium meningkat.
b. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill
c. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.
2. Pembasahan serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal:
span dan tween.
3. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :
a. Perbedaan densitas
b. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan
c. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan humektan. Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat
padat. Mekanisme humektan : mengganti lapisan udara yang ada di permukaan
partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin, propilenglikol.
4. Pertumbuhan kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi
perubahan suhu dapat terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan
penambahan surfaktan. Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)
a. gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit
b. pilih bentuk kristal obat yang stabil
c. cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran
partikel
d. gunakan pembasah
e. gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan
membentuk lapisan pelindung pada partikel
f. viskositas ditingkatkan
g. cegah perubahan suhu yang ekstrim
Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal (Disperse system, Vol. I, 158)
a. keadaan super jenuh
b. pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat
c. sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk
yang bervariasi
d. keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent
e. kondisi saat proses pembuatan.
5. Pengaruh gula (sukrosa)
a. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik
b. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent. Bila batas
ini dilalui polimer akan menurun.
c. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat
d. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, perlu pengawet. (tidak lebih dari 30 %;
hati-hati cap locking)
e. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi
6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi
7. Pengaruh alat-alat pendispersi, menyebabkan :
a. Variasi pada ukuran partikel berhubungan dengan RPM Shearing Force.
b. Variasi pada sifat-sifat suspensi.
c. Variasi pada viskositas pembawa, berhubungan dengan hidratasi suspending agen.
G. Evaluasi
1. Evaluasi Fisika
a. Distribusi ukuran partikel
b. Homogenitas
c. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
d. BJ sediaan dengan piknometer
e. Sifat aliran dan viskositas dengan viskosimeter Brookfield
f. Volume terpindahkan
g. Penetapan pH
Partikel
Dispersi homogen
+wetting agent
Suspensi deflokulasi
Suspending agent (non-elektrolit)
+ zat untuk flokulasi
Suspensi terflokulasi
Suspensi terflokulasi
+ suspending agent
+ zat untuk flokulasi
h. Kadar air
i. Penetapan waktu rekonstitusi
2. Evaluasi Kimia
a. Keseragaman sediaan
b. Penetapan kadar
c. Identifikasi
d. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspense antasida
3. Evaluasi Biologi
a. Uji potensi (untuk antibiotik)
b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida)
c. Uji efektivitas pengawet
Top Related