Informasi keuangan yang dilaporkan oleh pemerintah daerah menurut adanya
transparansi dan akuntabilitas. Salah satu prasyarat untuk dapat meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara (pusat dan daerah) adalah dengan melakukan
reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan
semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada public, karena kegiatan
pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan amanat rakyat (Mulyana, 2006 dalam
Bandariy Himmah).
Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas public
adalah melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif. Laporan
keuangan merupakan komponen oenting untuk menciptakan akuntabilitas sector public dan
merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial pemerintah daerah. Bagi pihak eksternal,
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang berisi informasi keuangan daerah akan
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan
politik. Sedangkan bagi pihak intern pemerintah daerah, laporan keuangan tersebut dapat
digunakan sebagai alat untuk penilaian kinerja.
Dalam penelitian yang dilakukan Himmah Bandary, ia mencantumkan hasil
pemeriksaan BPK RI tahun 2008 yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintahan
daerah (LKPD) tiga tahun terakhir (2004-2006) menunjukkan transparansi dan akuntabilitas
keuangan daerah semakin memburuk. Isu rendahnya transparansi dan akutabilitas semakin
dipertegas dengan adanya laporan audit yang disampaikan oleh BPK yang menyatakan
bahwa mayoritas laporan keuangan pemerintah daerah diseluruh Indonesia masih
mendapatkan penilaian buruk. Pernyataan tersebut didasarkan pada kembalinya BPK
memberikan opini tidak memberikan pendapat (disclaimer) atas mayoritas laporan keuangan
pemerintah daerah tahun 2007. Penilaian yang buruk ini juga diberikan kepada laporan
keuangan pemerintah pusat. Bahkan sampai empat tahun berturut-turut, sampai tahun 2007,
opini disclaimer ini diberikan untuk laopran keuangan pemerintah pusat. Alasan masih
banyaknya pemerintah daerah yang dinilai buruk dalam melaporkan keuangannya, karena
belum adanya UU yang mewajibkan pemerintahan daerah untuk menyusun laporan keuangan
secara rinci.
A. GOOD GOVERNANCE
1. Pengertian Good Governance
Good Governance, bila dianalisis: "Good" rnaknanya adalah nilai-nilai yg
menjunjung tinggi kehendak rakyat dan meningkatkan kemampuannya dalam
pencapaian tujuan serta berdayaguna & berhasil guna dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut. "Governance" maknanya pemerintahan berfungsi
secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan nasional yang telah
digariskan, dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
Terminologi Good Governance dalam bahasa dan pemahaman masyarakat
termasuk disebagian elite politik, sering rancu. Setidaknya beberapa terminologi yang
sering rancu yaitu antara Good Governance (tata pemerintahan yang baik) dan Good
Goverment (Pemerintahan yang baik). Perbedaan paling pokok antara konsep
“government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan
otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa.
Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam
penyelenggaran berbagai otoritas. Sedangkan dalam governance mengandung makna
bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya
dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep
governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatiof
dan kemitraan.
Definisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat menjelaskan makna
tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority,
and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and
social development.” Terjemahan dalam bahasa kita, adalah proses dimana berbagai
unsur dalam masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan
mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan
ekonomi dan sosial.
Good Governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah cara
kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi
untuk pengembangan masyarakat (The way state power is used in managing economic
and social resources for development of society).
Good Governance sinonim dengan penyelernggaraan manajemen
pembangunan yang memiliki 5 Prinsip, yaitu :
1. Solid & bertanggung jawab yang sejalan dg demokrasi serta pasar yang efisien;
2. Menghindari salah alokasi & investasi yang terbatas.
3. Pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif;
4. Menjalankan disiplin anggaran;
5. Penciptaan kerangka politik & hukum bagi turnbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Makna good governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan
fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia,
aturan, dan lain-lain). Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan
berwibawa. Good corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih.
Governance without goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai
dengan lembaga, tapi termasuk dalam makna proses pemerintah (Prasetijo, 2009).
Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru dan digantikan dengan
gerakan reformasi. Sejak itu pula sering diangkat menjadi wacana atau tema pokok
dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah sering terdengar ditelinga
legislatif, pengaturan mengenai good governance belum diatur secara khusus dalam
bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya terdapat sebuah regulasi yaitu UU No. 28
tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur penyelenggaraan negara dengan Asas Umum
Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB). Good governance sebagai upaya untuk
mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang
dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005):
1. Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah
karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance.
Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada
berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia
dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis.
Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai
masalah penting seperti:
a. UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok
penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus
dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good
governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung,
memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian
lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-
pasal tentang hak asasi manusia.
b. Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin
partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan.
d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.
e. Penegakan supremasi hukum.
2. Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan
bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih
terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan
ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan
berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja
pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia
masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera.
3. Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat
yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good
governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga
harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam
menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata
menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih
belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan
negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih
banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat
diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu
selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar
golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good
governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan
keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.
4. Hukum.
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai
istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam
penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan
memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan,
karena good governanance tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan
hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum
merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat
ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan
kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan
ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
2.Karakteristik Good Governance
Dalam penerapan prinsip-prinsip good governance karena pejabat publik atau
adaminsitrasi negara mempunyai kecenderungan untuk menyalahgunakan kekuasaan,
apalagi tidak dibatasi secara tegas oleh peraturan perundang-undangan atau tanpa
pengawasan yang bersifat fungsional. Oleh karena itu permasalahan dalam suatu
pemerintahan tetap menjadi suatu perdebatan, karena adanya dinamika yang menuntut
adanya perubahan-perubahan, baik pada sisi pemerintahan maupun warga masyarakat
serta kemungkinan menyalahgunakan kekuasaan.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan karakteristik pemerintahan
yang baik (good governance) yang meliputi : partisipasi/participation, penegakan
hukum/rule of law, transparansi/transparency, daya tanggap/responsivness, consensus
orientation, keadilan/equity, effectiveness and efficiency, akuntabilitas/accountability,
visi strategis/strategicvision.
3. Pembagian asas-asas Good Governance
Berkenaan tugas pemerintah dalam rangka mengeluarkan ketetapan
(beschikking), maka good governance/AAUPL dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian
diantarnya :
1. Asas yang bersifat formal atau prosedural
2. Asas yang bersifat materiil atau substansial untuk perlindungan hukum.
Menurut P. Nicolai bahwa “perbedaan antara asas-asas yang bersifat
prosedural dan material, good governance/AAUPL ini penting”. Asas yang bersifat
formal berkenaan dengan prosedural yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan
peraturan. Atau “asas-asas yang berkaitan dengan cara-cara pengambilan keputusan,
seperti asas kecermatan, yang menuntut pemerintah untuk mengambil keputusan
dengan persiapan yang cermat, dan asas permainan yang layak (fair play beginsel).
Menurut Indrohartono, bahwa asas-asas yang bersifat formal, yaitu asas-asas
yang penting dalam rangka mempersiapkan susunan dan motivasi dari suatu beschiking.
Jadi yang menyangkut segi lahirnya beschikking itu, yang meliputi asas-asas yang
berkaitan dengan proses persiapan dan proses pembentukan keputusan dengan
persiapan yang cermat, dan asas permainan yang layak. Asas-asas yang bersifat
material tampak pada isi dari keutusan pemerintah, termasuk kelompok asas material
atau substansial ini adalah “asas kepastian hukum, asas persamaan, asas larangan
sewenang-wenang, larangan penyalahgunaan kewenangan”.
B. AKSESIBILITAS
1. Aksesibilitas Laporan Keuangan
Aksesibilitas menurut perspektif tata ruang adalah keadaan atau ketersediaan
hubungan dari suatu tempat ke tempat lainnya atau kemudahan seseorang atau
kendaraan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman,
serta kecepatan yang wajar (Rohman, 2009). Aksesibilitas dalam laporan keuangan
sebagai kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi laporan keuangan
(Mulyana, 2006). Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media,
seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet); dan forum
yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas
pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004).
SKPD pada setiap pemerintah daerah harus meningkatkan aksesibilitas
laporan keuangan, tidak sekedar menyampaikannya ke pada DPRD saja, tetapi juga
memfasilitasi masyarakat luas agar dapat mengetahui atau ,e,peroleh laporan
keuangan dengan mudah. Dikeluarkannya UU No. 22 dan 25 tahun1999 telah
melahirkan paradigma baru dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.
Dalam pengelolaan keuangan daerah, paradigma baru tersebut berupa tuntutan
dilakukannya pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan
publik. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk dapat membuat laporan
keuangan dan menyampaikan informasi keuangan tersebut secara transaran kepada
publik. Selain itu laporan keuangan tersebut hendaknya mudah diperoleh masyarakat
dengan biaya murah.
Laporan keuangan harus dapat dimengerti dan tersedia bagi mereka yang
tertarik dan mau berusaha untuk memahaminya (Henly et al, 1992, dalam Rohman,
2009). Menurut Mardiasmo (2002), laporan keuangan pemerintah merupakan hak
publik yang harus diberikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Hak publik
atas informasi keuangan muncul sebagai konsekuensi konsep pertanggungjawaban
publik. Pertanggungjawaban publik mensyaratkan organisasi publik untuk
memberikan laporan keuangan sebagai bukti pertanggungjawaban dan pengelolaan
(accountability dan sstewardship). Masyarakat sebagai pihak yang memberi
kepercayaan kepada pemerintah untuk mengelola keuangan publik berhak untuk
mendapatkan informasi keuangan pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap
pemerintah (Mardiasmo, 2002). Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk
memberikan informasi keuangan yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan
ekonomi, sosial, dan politik oleh pihak-pihak yang berkepentingan Akuntabilitas yang
efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan keuangan yang dapat dibaca
dan dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti
surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet), dan forum yang
memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas
pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004, dalam Mulyana, 2006).
Menurut Yani (2009), pemerintah selaku perumus dan pelaksana kebijakan APBN
berkewajiban untuk terbuka dan bertanggungjawab terhadap seluruh hasil
pelaksanaan pembangunan. Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut diwujudkan
dengan menyediakan informasi keuangan yang komperhensif kepada masyarakat luas
termasuk informasi keuangan daerah.
Dengan kemajuan teknologi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara
luas, hal tersebut membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola
dan memberdayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong
terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan dan mampu menjawab tuntutan
perubahan secara efektif. Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan
pemerintah daerah dapat memenuhi prinsip akuntabilitas, perlu diselenggarakan
Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). SIKD adalah sistem informasi terbuka
yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat (UU No. 33 Tahun
2004). Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder
secara luas atas laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet atau cara
lainnya (Permendagri No. 13 Tahun 2006). Dengan demikian pemerintah daerah
harus memenuhi:
1. Keterbukaan yaitu laporan keuangan yang dihasilkan pemerintah daerah
dipublikasikan secara terbuak melalui media massa.
2. Kemudahan yaitu pemerintah daerah harus memberikan kemudahan kepada
stakeholder dalam memperoleh informasi tentang laporan keuangan daerah.
3. Accesible yaitu masyarakat dapat mengakses laporan keuangan pemerintah
daerah melalui internet (website).
Pemakai Laporan Keuangan Serikat dagang sektor publik GASB (1999) dalam
Mardiasmo (2002) mengidentifikasi pemakai laporan keuangan pemerintah menjadi
tiga kelompok besar, yaitu:
1. Masyarakat
2. Legislatif dan Badan Pengawasan
3. Investor dan Kreditor.
2. Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (openness) pemerintah
dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumberdaya
publik kepada pihak–pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban
memberikan informasi keuangan dan informasi lainya yang akan digunakan untuk
pengambilan keputusan oleh pihak–pihak yang berkepentingan. Transparansi,
akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua istilah
yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas memerlukan
transparansi (Shende dan Bennett, 2004). Sementara itu, Mohamad dkk. (2004)
menyatakan bahwa esensi dari demokrasi adalah akuntabilitas, sedangkan esensi dari
akuntabilitas adalah keterbukaan (transparansi).
Transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah adalah pertanggungjawaban
pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah kepada publik
secara terbuka dan jujur melalui media berupa penyajian laporan keuangan yang dapat
diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan anggapan bahwa publik
berhak mengetahui informasi tersebut. Keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk di dalamya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan keuangan daerah adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dijelaskan bahwa asas umum
pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:
1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan,efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab
dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
2) Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan
daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan
bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
3) Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
4) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program
dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan
keluaran dengan hasil.
5) Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian keluaran
yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah
untuk mencapai keluaran tertentu.
6) Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemerolehan
masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang
terendah.
7) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip
keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
8) Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
9) Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan distribusi
kewenangan dan pendanannya dan atau keseimbangan distribusi hak dan
kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif.
10) Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau suatu
sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
11) Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa
keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
3. Hubungan penyajian laporan keuangan dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah.
Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah merupakan pertanggungjawaban
mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan dan
peraturan perundangundangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan,
dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah. Penyajian laporan keuangan daerah
merupakan faktor penting untuk menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah. Pemerintah daerah harus bisa menyusun laporan keuangan sesuai standar
akuntansi yang diterima umum dan memenuhi karakteristik kualitatif laporan
keuangan. Semakin baik penyajian laporan keuangan tentu akan semakin memperjelas
pelaporan keuangan pemerintah daerah karena semua transaksi keuangan dilakukan
sesuai dengan peraturan yang ada dan akan disajikan dengan lengkap dan jujur dalam
laporan keuangan pemerintah daerah. Penyajian informasi yang utuh dalam laporan
keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya akan mewujudkan
akuntabilitas (Nordiawan, 2010). Berarti semakin baik penyajian laporan keuangan
pemerintah maka akan berimplikasi terhadap peningkatan terwujudnya akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah.
4. Hubungan aksesibilitas laporan keuangan dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah.
Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan
pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam
demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media seperti surat kabar, majalah,
radio, stasiun televisi, website (internet), dan forum yang memberikan perhatian
langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat
(Shende dan Bennet dalam Mulyana, 2006). Pemerintah daerah harus memberikan
kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan. Apalah artinya menyajikan
laporan keuangan dengan baik tapi tidak memberikan kemudahan akses bagi para
pengguna laporan keuangan, maka usaha untuk menciptakan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah tidak akan berjalan dengan baik. Pemerintah daerah
harus mampu memberikan kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan,
tidak hanya kepada lembaga legislatif dan badan pengawasan tetapi juga kepada
masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk
mengelola dana publik.
Akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah
(agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya
kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban tersebut (Mahsun, 2006). Untuk menciptakan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah pemerintah daerah harus menyampaikan
laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan kepada masyarakat secara
terbuka dengan mengembangkan sistim informasi keuangan daerah. Berarti dengan
memberikan kemudahan akses terhadap laporan keuangan bagi para pengguna akan
menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik.
5. Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan Daerah
Sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor publik
harus mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangannya.
Seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan komersial, informasi berupa
laporan keuangan seharusnya merupakan hasil dari sebuah proses akuntansi.
Penyajian informasi yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan
transparansi dan nantinya akan menciptakan akuntabilitas (Nordiawan, 2010).
Penyajian laporan keuangan yang baik adalah salah satu faktor untuk meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Oleh sebab itu pemerintah daerah harus
bisa menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang
diterima umum. Laporan keuangan yang wajib dibuat oleh pemerintah daerah adalah
laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan. Pengungkapan atas laporan keuangan merupakan elemen penting untuk
menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Berarti semakin baik
penyajian laporan keuangan pemerintah daerah maka akan berimplikasi terhadap
peningkatan terwujudnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Jadi dengan
adanya penyajian laporan keuangan yang baik, yang memenuhi karakteristik laporan
keuangan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Semakin
baik penyajian laporan keuangan tentu akan memperjelas pelaporan keuangan
pemerintah daerah karena semua transaksi keuangan dilakukan sesuai dengan
peraturan yang ada dan akan disajikan dengan lengkap dan jujur dalam laporan
keuangan pemerintah daerah. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi
kelalaian dan kecurangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Sehingga pengelolaan
keuangan daerah dapat dipertanggjawabkan dengan baik dan pada akhirnya dapat
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
6. Pengaruh Aksesibilitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan Daerah
Akuntabilitas dapat dipahami sebagai pihak pemegang amanah (agent) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut (Mahsun, 2006). Untuk menciptakan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah harus menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan kepada masyarakat dengan
mengembangkan sistem informasi keuangan daerah. Selain menyajikan laporan
keuangan, hal lain yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberikan
kemudahan akses laporan keuangan bagi para pengguna laporan keuangan. Alasannya
adalah apalah artinya menyajikan laporan keuangan tapi tidak memberikan
kemudahan akses bagi pengguna laporan keuangan, maka usaha untuk menciptakan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah tidak akan berjalan maksimal. Jadi dengan
memberikan kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan maka akan
memungkinkan berjalannya fungsi kontrol yang baik terhadap pertanggungjawaban
penggunaan aset daerah maupun kontrol terhadap kebijakan-kebijakan keuangan yang
diambil pemerintah, baik kontrol yang dilakukan oleh badan pemeriksa, masyarakat
maupun investor. Dengan adanya kontrol yang baik diharapkan dapat meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah
C. PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
1. Penyajian Laporan Keuangan Daerah
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan selama satu periode pelaporan (PP No. 24 Tahun 2005). Menurut
Governmental accounting Standard Board (GASB, 1998) tujuan penyajian laporan
keuangan sektor publik adalah:
a) Untuk membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel
secara publik;
b) Untuk membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan yang
mempunyai keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan atau sumber
daya untuk memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka menyandarkan
pada laporan sebagai sumber informasi penting. Untuk tujuan tersebut,
pelaporan keuangan harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna dan
keputusan yang mereka buat.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Terdapat beberapa
kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah, namun tidak terbatas pada :
1. Masyarakat
2. Para wakil rakyat dan lembaga pengawas dan lembaga pemeriksa
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan
pinjaman; dan pemerintah
Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya UU No. 17 tahun 2003,
pada Pasal 31 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang harus disajikan oleh kepala
daerah setidak-tidaknya meliputi:
1. Laporan Realisasi APBD;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan daerah.
2. Tujuan Penyajian Laporan Keuangan
Tujuan mengatur penyajian laporan keuangan adalah untuk tujuan umum
(general purpose financial statement) dalam rangka meningkatkan keterbandingan
laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas.
Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan
informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya,
dengan:
a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban,
dan ekuitas pemerintah
b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas pemerintah
c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
daya ekonomi
d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya
e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya
f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas
pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan
prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besar daya yang
dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari
operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan
keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai :
a. Indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan
anggaran
b. Indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
3. Identifikasi Laporan Keuangan
Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas dari informasi
lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan hanya berlaku untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain
yang disajikan dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu,
penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan menurut
Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan merupakan subyek
yang diatur dalam Pernyataan Standar ini.
Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di
samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan diulang pada
setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh pemahaman yang memadai
atas informasi yang disajikan:
a. Nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya
b. Cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian dari
beberapa entitas pelaporan
c. Tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang sesuai
dengan komponen-komponen laporan keuangan;
d. Mata uang pelaporan
e. Tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan
keuangan.
4. Komponen Laporan Keuangan
Komponen laporan keuangan pokok setidak-tidaknya meliputi:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah
pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/ APBD dengan
menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang
dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan.
2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan pemerintah mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
3. Laporan Arus Kas
a. LAK menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas
dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas
pada tanggal pelaporan.
b. Diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, non keuangan, pembiayaan,
dan non anggaran.
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah bagian yang tak
terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan
pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. CaLK
ditujukan agar laporan keuangan dapat dipahami dan dibandingkan dengan
laporan keuangan entitas lainnya. CaLK sekurang-kurangnya disajikan dengan
susunan sebagai berikut:
a) informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian
target Undang-Undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan
hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
b) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
c) informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi
dan kejadian-kejadian penting lainnya;
d) pengungkapan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum
disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
e) pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul
sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja
dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
f) informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu
pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan LAK. Termasuk pula dalam CaLK
adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh SAP serta
pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang
wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-
komitmen lainnya.
Bagian kebijakan akuntansi pada CaLK setidak-tidaknya menjelaskan hal-
hal sebagai berikut:
a) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
b) Sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan
ketentuan-ketentuan masa transisi SAP diterapkan oleh suatu entitas
pelaporan
c) Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
laporan keuangan.
Untuk menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu diungkapkan,
manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan tersebut dapat
membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang tercermin dalam
laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan
untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:
a) Pengakuan pendapatan
b) Pengakuan belanja
c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian
d) Investasi
e) Pengakuan dan penghentian/pengahapusan aset berwujud dan tidak
berwujud
f) Kontrak-kontrak konstruksi
g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran
h) Kemitraan dengan pihak ketiga
i) Biaya penelitian dan pengembangan
j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri
k) Dana cadangan
l) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
Suatu entitas pelaporan juga dapat mengungkapkan hal-hal berikut ini
apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan,
yaitu:
a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas
tersebut beroperasi;
b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
operasionalnya.
Catatan atas Laporan Keuangan diatur secara detail dalam PSAP
Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan.
5. Periode Pelaporan
Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan
keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih
pendek dari satu tahun, entitas pelaporan mengungkapkan informasi berikut:
a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun,
b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus
kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah tanggal
pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran.
Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting agar pengguna
menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode sekarang dan
jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh selanjutnya
adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas
pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada
dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan
konsolidasian.
6. Standar Penyajian Laporan Keuangan
Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan tertentu pada
lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan pengungkapan pos-
pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau dalam Catatan atas
Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi standar ini yang dapat
diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi masing-masing.
Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam arti yang
seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar muka laporan
keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Pengungkapan yang
disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya disajikan
sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. Kecuali ada standar yang
mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian dibuat pada lembar muka
laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi
keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Laporan keuangan sektor publik merupakan representasi terstruktur posisi
keuangan akibat transaksi yang dilakukan. Laporan keuangan organisasi sektor
publik merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor
publik. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas
publik menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan
informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi berupa laporan
keuangan (Mardiasmo, 2002). Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah unit
pemerintahan pengguna anggaran yang diwajibkan menyelenggarakan akuntansi
dan menyusun laporan keuangan untuk menyelenggarakan akuntansi dan
menyusun laporan keuangan untuk digabung pada entitas pelaporan. SKPD selaku
pengguna anggaran harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan,
asset, utang dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang
berada dalam tanggung jawabnya. Hal ini berarti bahwa setiap SKPD harus
membuat laporan keuangan unit kerja. Laporan keuangan tersebut disampaikan
kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan
laporan keuangan pemerintah daerah.
7. Penyajian Laporan Keuangan Daerah dengan Penggunaan Informasi
Keuangan Daerah
Tujuan penyajian laporan keuangan daerah adalah memberi informasi
keuangan yang berguna untuk pembuatan keputusan ekonomi, sosial politik dan
juga laporan akuntabilitas itu sendiri (Sujana, 2002 dalam Rohman, 2009).
Sedangkan para pengguna laporan keuangan mempunyai bermacam-macam
kebutuhan dalam laporan keuangan itu sendiri. Oleh karena itu laporan keuangan
yang disusun pemerintah harus menyajikan secara wajar dan mengungkapkan
secara lengkap sesuai dengan peraturan yang ada dan syarat-syarat agar laporan
keuangan yang disajikan dapat memenuhi harapan pengguna (Wilson dan Kattelus
2002 dalam Rohman 2009).
Faktor utama untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas adalah
dengan penyajian laporan keuangan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik. Bagaimana penilaian tanggung jawab itu
selanjutnya kita kembalikan lagi kepada pihak-pihak pengguna laporan keuangan.
Fungsi laporan keuangan daerah yaitu untuk menyajikan informasi posisi
keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan informasi-informasi terkait lainnya
sebagai alat ukur kinerja manajemen di pemerintah daerah yang kemudian dinilai
oleh pengguna informasi laporan keuangan. Pertanggungjawaban perlu dilakukan
melalui media yang selanjutnya dapat dikomunikasikan kepada pihak internal
maupun eksternal (publik) sebagai suatu kewajiban hukum dan bukan secara
sukarela. Hasil feedback dari pengguna informasi atas penyajian laporan keuangan
inilah yang kemudian menjadi bahan koreksi bagi pemerintah daerah atas kinerja
mereka selama tahun anggaran berlangsung.
8. Aksesibiltas Laporan Keuangan dengan Penggunaan Informasi
Keuangan Daerah Aksesibilitas menurut perspektif tata ruang adalah
keadaan atau ketersediaan hubungan dari suatu tempat ke tempat lainnya atau
kemudahan seseorang atau kendaraan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat
lain dengan aman, nyaman, serta kecepatan yang wajar (Koestoer, 2002 dalam
Rohman, 2009). Aksesibilitas dalam laporan keuangan sebagai kemudahan
seseorang untuk memperoleh informasi laporan keuangan (Mulyana, 2006).
Penyajian adalah aspek yang penting dari aksesibilitas. Dengan kata lain laporan
keuangan minimalnya harus dapat dimengerti dan tersedia bagi mereka yang
tertarik dan mau berusaha untuk memahaminya (Henley et al, 1990, dalam
Rohman, 2009). Ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan
akuntabilitas, tidak hanya disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat
semua informasi yang relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena
laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibilitas pada
pengguna potensial (Jones et al., 1985 dalam Mulyana 2006). Oleh karena itu,
pemerintah daerah mendapat motivasi agar mampu menyajikan laporan keuangan
tidak hanya kepada DPRD tetapi juga harus menyajikan fasilitas kepada
masyarakat berupa kemudahan dalam mengetahui atau memperoleh informasi
laporan keuangan.
Sesuai Standar Akuntansi Pemerintah dan Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, setiap akhir tahun periode anggaran
Pemerintah Daerah diwajibkan untuk menyajikan Laporan Keuangan pokok yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
Atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Kinerja Keuangan serta
ikhtisar Laporan Keuangan BUMD. Tuntutan pemerintah pusat yang
mengharuskan setiap pelaporan keuangan pemerintah daerah harus terdapat
Penyajian Laporan Keuangan Daerah hal ini diharapkan dapat berpengaruh positif
terhadap penggunaan informasi keuangan daerah. Aksesibilitas laporan keuangan
merupakan sarana penunjang dalam rangka perwujudan lembaga pemerintah
daerah sebagai lembaga sektor publik. Aksesibilitas juga akan berpengaruh
terhadap seberapa besar penggunaan informasi keuangan daerah.
9. Penggunaan Informasi Keuangan Daerah (PIKD)
Pembuatan laporan keuangan daerah bertujuan untuk memberi informasi
keuangan yang berguna untuk pembuatan keputusan ekonomi, sosial, politik dan
juga laporan akuntabilitas itu sendiri. Selain tujuan tersebut, tujuan yang lebih
penting dalam pelaporan itu adalah kepuasan pengguna informasi (Sujana, 2002).
Berdasarkan Deniski (1973) yang dikutip dalam Sujana (2002), yang dikenal
dengan Impossibility Theory bahwa banyak jenis pengguna informasi untuk
laporan keuangan dan pengguna ini mempunyai bermacam kepentingan, oleh
karena itu sangat sulit untuk menyiapkan informasi yang dapat memuaskan semua
jenis pengguna.
Untuk memuaskan pengguna informasi, sangat perlu dilakukan upaya
untuk menggali apa saja informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
laporan keuangan daerah. Menurut Mardiasmo (2002) bagi organisasi
pemerintahan, tujuan umum akuntansi dan laporan keuangan adalah:
1. Memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi,
social, politik, serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accountability) dan
pengelolaan (stewardship).
2. Memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial
dan organisasional.
Secara rinci tujuannya yaitu:
1. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi aliran
kas, saldo neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit
pemerintah.
2. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi kondisi
ekonomi suatu unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang terjadi di
dalamnya.
3. Memberikan informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuaiannya
dengan peraturan perundang-undangan, kontrak yang disepakati, dan
ketentuan lain yang disyaratkan.
4. Memberiakan informasi untuk perencanaan dan penganggaran serta untuk
memprediksi pengaruh akuisisi dan alokasi sumber daya terhadap pencapaian
tujuan organisasional.
5. Memberikan informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan
organisasional.
Laporan keuangan pemerintah merupakan bentuk pertanggungjawaban
pemerintah terhadap publik. Publik mempunyai hak untuk mengetahui laporan
keuangan pemerintah. Adanya tingkat kepuasan yang berbeda-beda untuk tiap
pengguna informasi keuangan, menyebabkan kebutuhan informasi yang berbeda
pula yang dapat menyebabkan timbulnya konflik kepentingan. Namun kebutuhan
informasi pengguna laporan keuangan pemerintah daerah dapat diringkas sebagai
berikut (Mardiasmo, 2002):
1. Masyarakat pengguna pelayanan publik membutuhkan informasi atas
biaya, harga, dan kualitas pelayanan publik yang diberikan.
2. Masyarakat pembayar pajak dan pemberi bantuan ingin mengetahui
keberadaan penggunaan yang diberikan.
3. Kreditor dan investor membutuhkan informasi untuk menghitung tingkat
resiko, likuiditas, dan solvabilitas.
4. Parlemen dan kelompok politik memerlukan informasi keuangan untuk
melakukan fungsi pengawasan, dan mencegah terjadinya laporan yang bias
atas kondisi keuangan pemerintah, dan penyelewengan keuangan Negara.
5. Manajer publik membutuhkan informasi akuntansi sebagai komponen
sistem informasi manajemen untuk membantuperencanaan dan
pengendalian organisasi, pengukuran kinerja, dan membandingkan kinerja
organisasi antar kurun waktu dan dengan organisasi lain yang sejenis.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran Teoritis
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis
H1
H2
H3
Perumusan Hipotesis
Berdasar pada uraian di bagian Tinjauan Pustaka, berikut adalah perumusan hipotesis.
H1: Penyajian laporan keuangan daerah ber- pengaruh positif terhadap transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
H2: Aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
H3: Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah secara
simultan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Uji hipotesis 1 menyatakan bahwa variabel penyajian laporan keuangan daerah
memiliki t-hitung sebesar 2,206 dengan tingkat signifikansi 0,031 yang lebih kecil dari 0,05,
artinya signifikan, di mana nilai t-hitung (2,206) lebih besar dari nilai t-tabelnya; adapun nilai
t-tabel (pengujian 2 sisi, signifikansi 2,5% dengan (df)= 76-2-1= 73) adalah sebesar 1,993.
Signifikan di sini berarti hipotesis diterima. Dengan demikian, hipotesis pertama yang
menyatakan penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dengan meningkatnya penyajian laporan keuangan daerah akan berimplikasi terhadap
peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan ke- uangan daerah.
Penyajian Laporan Keuangan Daerah (X1)
Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah (X2)
Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Darah
Dilihat hasil uji hipotesis 2 bahwa variabel aksesibilitas laporan keuangan daerah
memiliki t-hitung sebesar 4,558 dengan tingkat signifikan 0,000 yang lebih kecil dari 0,05,
artinya signifikan, di mana nilai t-hitung (4,558) lebih besar dari nilai t-tabelnya; adapun nilai
t-tabel (pengujian 2 sisi, signifikansi 2,5% dengan (df)= 76-2-1= 73) adalah sebesar 1,993.
Signifikan disini berarti hipotesis diterima. Hal ini berarti aksesibilitas laporan keuangan
daerah berpengaruh signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan aksesibilitas laporan keuangan
daerah berpengaruh signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah terbukti dan diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan memberikan
kemudahan akses terhadap laporan keuangan daerah bagi para pengguna ternyata akan
mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan ke- uangan daerah.
Dalam pengujian menunjukkan hasil F- hitung sebesar 41,317 dengan tingkat
signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05, di mana nilai F- hitung (41,317) lebih besar dari
nilai F-tabelnya; adapun nilai F-tabel (signifikansi 5% dengan df 1 = 3-1 = 2, dan df 2 = 76-2-
1= 73) adalah sebesar 3,122, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti penyajian laporan
keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama atau simultan
berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Dengan demikian, hipotesis ketiga yang menyatakan Penyajian laporan keuangan daerah dan
aksesibilitas laporan keuangan daerah secara simultan berpengaruh positif terhadap
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. terbukti dan diterima. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menyajikan laporan keuangan daerah dan
memberikan kemudahan akses terhadap laporan keuangan daerah bagi para pengguna
ternyata akan mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah.