7/24/2019 Makalah PSG Fix
1/28
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari
seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis
penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis
dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah
pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan
dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang
lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem
organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu,
denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
Pemeriksaan dalam keperawatan menggunakan pendekatan yang sama
dengan pengkajian fisik kedokteran, yaitu dengan pendekatan inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi . Pengkajian fisik kedokteran dilakukan untuk
menegakkan diagnosis yang berupa kepastian tentang penyakit apa yang
diderita klien . pengkajian fisik keperawatan pada prinsipnya dikembangkan
berdasarkan model keperawatan yang lebih difokuskan pada respon yangditimbulkan akibat masalah kesehatan yang dialami. Pengkajian fisik
keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik yang secara umum perawat
dapat membuat perencanaan tindakan untuk mengatasinya. Untuk
mendapatkan data yang akurat sebelum pemeriksaan fisik dilakukan
pengkajian riwayat kesehatan, riwayat psikososial, sosek, dll.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
2/28
2
1.2Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan klinis ?
1.2.2
Bagaimana prinsip dasar pemeriksaan klinis ?
1.2.3
Apa fungsi pemeriksaan klinis ?
1.2.4 Bagaimana metode yang digunakan dalam pemeriksaan klinis ?
1.2.5
Apa saja macam pemeriksaan klinis ?
1.3Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian pemeriksaan klinis.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana prinsip dasar pemeriksaan klinis.
1.3.3
Untuk mengetahui fungsi pemeriksaan klinis.
1.3.4 Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pemeriksaan klinis.
1.3.5 Untuk mengetahui macam pemeriksaan klinis.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
3/28
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pemeriksaan klinis
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut hingga ujung
kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang
klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis.
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan atau membuktikan hasil anamnesa
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat.
2.2 Prinsip dasar pemeriksaan klinis
Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi
mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah,
pertama, untuk mengidentifikasi status normal dan kemudian mengetahui
adanya variasi dari keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi
keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien, penapisan/skrining keadaan
wellbeing pasien, dan pemantauan masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini.
Informasi ini menjadi bagian dari catatan/rekam medis (medical record)
pasien, menjadi dasar data awal dari temuan temuan klinis yang kemudian
selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu.
Rekam medis terdiri dari informasi subyektif dan obyektif. Informasi
subyektif yang baru akan diperoleh dari hasil wawancara pasien dan riwayat
kesehatan. Informasi subyektif akan membuat pemeriksa waspada mengenaiarea apa yang harus menjadi perhatian selama pemeriksaan itu. Informasi
lebih lanjutan kemudian akan diperoleh melalui pemeriksaan fisik. Harus
diingat bahwa garis pemisah antara riwayat pasien dan pemeriksaan fisik
selalu abstrak. Sebagai contoh, temuan klinis obyektif akan memperkuat,
memvalidasi dan menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada
pemeriksaan awal, tetapi juga pada saat yang sama, temuan fisik akan
menstimulasi pemeriksa untuk bertanya lebih lanjut selama pemeriksaan.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
4/28
4
Penentuan pilihan dipengaruhi oleh usia pasien, gejala, data fisik dan
laboratorium lainnya, serta tujuan pemeriksaan itu sendiri (misalnya,
penapisan/screening fisik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau analisis
gejala-gejala). Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan
yang terjadwal untuk mengkaji progresi atau kesembuhan dari suatu masalah
atau abnormalitas tertentu). Pengkajian kesehatan sering dianggap sebagai
suatu insiden tersendiri.
Namun, saat ini, telah diterima bahwa penapisan atau pemantauan
kesehatan terkait-usia harus dilakukan secara teratur (jika pasien tidak
menunjukkan gejala/asimtomatik). Remaja (usia 12-19 tahun) sebaiknya
menjalami pemeriksaan fisik setiap 2 tahun. Individu dewasa (usia 20-59
tahun) sebaiknya menjalani pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 5-6 tahun.
Pemeriksaan penapisan lainnya, misalnya mammografi, tes pap, uji adanya
darah pada feses, dan sigmoidoskopi, sebaiknya dilakukan secara lebih teratur,
seperti yang disarankan pada Pedoman Deteksi Kanker Dini dari American
Cancer Society. Orang-orang dewasa yang lebih lanjut usia (>60 tahun)
sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 2 tahun, termasuk
serangkaian pemeriksaan penapisan seperti yang telah dikemukakan di atas.
Karena asuhan kefarmasian yang berorientasi pasien mencakup juga tindakan
pencegahan masalah kesehatan, farmasis sebaiknya secara rutin mengajukan
pertanyaan pada pasien kapan pasien terakhir melakukan pemeriksaan fisik.
Pertanyaan demikian harus menitikberatkan pada penapisan spesifik dan
pedoman-pedoman pemantauan (misalnya mammografi, tes pap, uji adanya
darah pada feses, kolesterol, dan lain-lain). Farmasis sebaiknya mendorong
pasien untuk menemui dokter untuk pemeriksaan fisik menyeluruh. Jika psientidak melakukan pemeriksaan selama 2 tahun terakhir (untuk pasien >60
tahun). Farmasis juga sebaiknya memberikan penyuluhan/edukasi kepada
pasien mengenai penapisan dan pemantauan kesehatan sesuai pedoman.
Pemeriksaan penapisan yang teratur sangat penting, tetapi pada kenyataannya
hanya sedikit pertemuan antara pasien dan farmasis yang dilakukan untuk
penapisan/skrining kesehatan saja. Kebanyakan pada interaksi farmasis
dengan pasien lebih membahas keluhan-keluhan pasien. Pemeriksaan yang
7/24/2019 Makalah PSG Fix
5/28
5
dilakukan sebagai respon terhadap keluhan atau gejala diarahkan untuk
mengetahui atau mencegah masalah kesehatan yang potensial dan merupakan
interaksi yang terfokus. Ketika memberikan pelayanan/asuhan kesehatan yang
berorientasi pasien, farmasis dapat berperan penting dalam menentukan fokus
interaksi tersebut untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi keluhan-keluhan
dan gejala-gejala pasien yang berkaitan dengan efek pengobatan.
2.3 Fungsi pemeriksaan klinis
Fungsi dari pemeriksaan klinis adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2.
Untuk menambah, mengkonfirmasi, tau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan staus kesehatan pasien
dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
2.4 Metode pemeriksaan klinis
Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk
digunakan selama pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada
indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan
berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk
informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan
disebutsebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai denganurutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh
sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau
tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen
yang diperiksa. Adapun metode pemeriksaan klinis, meliputi:
7/24/2019 Makalah PSG Fix
6/28
6
1. Inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu
melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode
tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-
individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun kesan pada
pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai atau
tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau
sebaliknya menjauhi mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah
melakukan inspeksi. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera
penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten
dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara
memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman
untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang
dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari
pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan
informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun
tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai
pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan
terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun
(ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif
mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah
melihat pasien. Karena inspeksi umum digunakan pada interaksi dengan
pasien sehari-hari pada berbagai situasi di apotek, maka teknik ini
merupakan metode yang paling penting yang harus dikuasai pada praktekkefarmasian. Langkah kerja inspeksi ada beberapa diantaranya sebagai
berikut.
a) Atur pencahayaan yang cukup
b)
Atur suhu dan suasana ruangan nyaman
c) Posisi pemeriksa sebelah kanan pasien
d) Buka bagian yang diperiksa
7/24/2019 Makalah PSG Fix
7/28
7
e) Perhatikan kesan pertama pasien : perilaku, ekspresi, penanmpilan
umum, pakainan, postur tubuh, dan gerakan dengan waktu cukup.
f)
Lakukan inspeksi secara sistematis, bila perlu bandingkan bagian sisi
tubuh pasien.
2. Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah
langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah
data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur
individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada
abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk,
konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang
normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ
atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai
menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.
Gambar di atas menunjukkan area tangan yang digunakan untuk
palpasi untuk membedakan temuan-temuan klinis. Pemeriksa yang ahli
akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan
setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas
interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf
spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga
akan meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang
disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan
memggunakanbagian punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan
7/24/2019 Makalah PSG Fix
8/28
8
konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan
tangan yang berfungsi untuk meraih atau memegang. Struktur individu
dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi
untuk mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas.
Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi
cairan yang terkumpul secara abnormal. Vibrasi/getaran dapat mudah
terdeteksi oleh permukaan telapak tangan, sepanjang persendian tulang
metakarpophalangeal (MCP) atau aspek ulnar digit kelima dari
pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi getaran
dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan.
Untuk area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika
menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan. Gambar diatas
menunjukkan area tangan yang digunakan untuk palpasi. Pada awal selalu
digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus
sepanjang pasien dapat menoleransi. Jika pada awal palpasi, dilakukan
terlalu dalam, maka kemungkinan akan melewatkan dan tidak mengetahui
jika terdapat lesi permukaan dan palpasi akan mengakibatkan rasa nyeri
yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut
dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga
dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan
dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan
ujung jari pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar. Palpasi
medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa,
nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm kedalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Palpasi
dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat
dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan,
tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah
dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu
dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman
atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
9/28
9
Teknik palpasi: A) Ringan, B) Dalam
Terdapat beberapa langkah kerja palpasi diantaranya yaitu :
a) Daerah yang diperiksa bebas dari gangguan yang menutupi
b) Cuci tangan
c)
Beritahu pasien tentang prosedur dan tujuannnya
d) Yakinkan tangan hangat tidak dingin
e) Lakukan perabaan secara sistematis , untuk menentukan ukuran, bentuk,
konsistensi dan permukaan :
f) Jari telunjuk dan ibu jari --> menentukan besar/ukuran
g) Jari 2,3,4 bersama --> menentukan konsistensi dan kualitas benda
h) Jari dan telapak tangan --> merasakan getaran
i) Sedikit tekanan --> menentukan rasa sakit
3. Perkusi
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan
tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas
struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan
menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di
bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung
sifat struktur yang dilewati oleh suara itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara
(misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan
panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang
7/24/2019 Makalah PSG Fix
10/28
10
menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan
atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik
menyerap suara pada ruang kedap suara. Ada dua metode perkusi, langsung
(segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung)
adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan
perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan
untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari
gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan
metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot
untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung,
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan
bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain
sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang.
Perkusi jari tak langsung
Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat
pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas
permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter,
mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas
interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera
diangkat, agar tidak menyerap suara. Perkusi langsung dan tak langsung
juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan (Gambar diatas). Perkusi
langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan
yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung
kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak
7/24/2019 Makalah PSG Fix
11/28
11
berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi
tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari
tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk
menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
Perkusi kepalan tangan. (A) Perkusi tak langsung pada daerah
costovertebral (CVA). (B) Perkusi langsung pada CVA
4. Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-
paru, jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen.
Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu
pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara
gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen,
dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi
dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas
(timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara
tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara
usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop. Stetoskop regular tidakmengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung
alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga
(earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian
memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang
mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah.
Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung
7/24/2019 Makalah PSG Fix
12/28
12
yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak
boleh lebih panjang dari 12-18 inci.
Banyak pemeriksa, baik yang masih baru maupun yang sudah ahli,
cenderung meletakkan stetoskop pada dada segera setelah pasien melepas
pakaian dan tanpa melakukan perkusi pasien dahulu. Jika praktek yang buruk
ini menjadi kebiasaan, maka pemeriksa akan melewatkan/tidak mengetahui
petunjuk penting mengenai analisis gejala. Mengikuti metode pemeriksaan
secara berurutan dan menggunakan auskultasi sebagai pemeriksaan terakhir
merupakan hal-hal yang esensial. Seperti telah dikemukakan sebelumnya,
pemeriksaan abdomen merupakan perkecualian aturan ini. Auskultasi
abdomen harus mendahului palpasi dan perkusi; jika tidak demikian, suara
mekanik yang terjadi dalam abdomen akibat menekan-nekan sekitar isi perut
akan menghasilkan suara usus palsu.
2.5 Macam-macam pemeriksaan klinis
Ada beberapa macam pemeriksaan yang terdapat dalam pemeriksaan
klinis yaitu :
1.
Pemeriksaan kepala dan leher (mata, hidung, sinus, telinga, mulut
dan tonsil, dan leher).
2. Pemeriksaan thorax dan paru
3. Pemeriksaan jantung
4. Pemeriksaan payudara dan ketiak
5. Pemeriksaan abdomen
6. Pemeriksaan muskoloskletal
7.
Pemeriksaan integument8.
Pemeriksaan persyarafan.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
13/28
13
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut hingga ujung
kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang
klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis.
2. Temuan klinis obyektif akan memperkuat, memvalidasi dan menjelaskan
data subyektif yang diperoleh pada pemeriksaan awal, tetapi juga pada saat
yang sama, temuan fisik akan menstimulasi pemeriksa untuk bertanya
lebih lanjut selama pemeriksaan.
3. Fungsi dari pemeriksaan klinis adalah untuk mengumpulkan data dasar
tentang kesehatan klien, untuk menambah, mengkonfirmasi, tau
menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan, untuk
mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan, untuk
membuat penilaian klinis tentang perubahan staus kesehatan pasien dan
penatalaksanaan, untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
4.
Ada 4 metode yang ada dalam pemeriksaan klinis yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
14/28
14
Daftar Pustaka
Jones, M Rhonda.2009.Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasa.pdf(Online)
(https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-
pemeriksaan-fisik-dasar.pdf)
Diakses pada tanggal 11 November 2015.
Kusneni, Ahmad.2011.Teknik Pemeriksaan Fisik(Online)
(https://ahmadjiwa.files.wordpress.com/2011/05/px-fisik-word.doc)
Diakses pada tanggal 11 November 2015
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-https://ahmadjiwa.files.wordpress.com/2011/05/px-fisik-word.dochttps://ahmadjiwa.files.wordpress.com/2011/05/px-fisik-word.dochttps://ahmadjiwa.files.wordpress.com/2011/05/px-fisik-word.dochttps://ahmadjiwa.files.wordpress.com/2011/05/px-fisik-word.dochttps://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-7/24/2019 Makalah PSG Fix
15/28
15
Lampiran
Metode pemeriksaan klinis
1.
Pemeriksaan kepala dan leher
a.
Kepala
Cara Kerja :
1.
Atur posisi pasien duduk, atau berdiri
2. Bila pakai kaca mata dilepas
3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan
tulang kepala
4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.
b. Mata
- Bola mata
Cara Kerja :
1.
Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan :
endo/eksoptalmus, strabismus.
2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya
kelainan nistagmus.
3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari
pada 8 arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata.
- Kelopak Mata
Cara kerja:1.
Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis,
entro/ekstropion, alismata rontok, lesi, xantelasma.
2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan
kelopak mata
- Konjungtiva, sclera dan kornea
Cara kerja:
7/24/2019 Makalah PSG Fix
16/28
16
1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan
2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan
catat adanya kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )
3.
Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus,
vaskularisasi, lesi / benjolan ( norma : putih )
4.
Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan (
normal : hitam transparan dan jernih )
- Pemeriksaan pupil
Cara kerja :
1.
Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke
medial
3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil
menurun, bandingkan kanan dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm
Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis
- Pemeriksaan tekanan bola mata
Tanpa alat :
Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola
mata, catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.
Dengan alat :
Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )
-
Pemeriksaan tajam penglihatan
Cara kerja :
1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari
pasien.
2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk
menebak hurup yang ditunjuk perawat.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
17/28
17
3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup
salah satu mata ( atau dengan alat penutup ).
4.
Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas
sampai bawah.
5. Tentukan tajam penglihatan pasien
- Pemeriksaan lapang pandang
Cara kerja:
1. Perawat berdiri di depan pasien
2. Bagian yang tidak diperiksa ditutup
3.
Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )
4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan
5. Jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari
c.
Telinga
- Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani
Cara kerja :
1.
Atur posisi pasien duduk
2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat :
bentuk, adanya lesi atau bejolan.
3. Tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat
adanya : lesi, cerumen, dan cairan yang keluar.
4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri
telinga.catat adanya nyeri telinga.
5.
Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amatilubang telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya
benjolan dan tanda radang.
6. Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan
keutuhannya. ( normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan,
datar dan utuh ).
7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
18/28
18
- Pemeriksaan fungsi pendengaran
Tujuannya yaitu menentukan adanya penurunan pendengaran dan
menentukan jenis tuli persepsi atau konduksi.
Tehnik pemeriksaan :
1. Voice Test ( tes bisik )
Cara Kerja : Dengan suara bilangan
1. Perawat di belakang pasien dengan jarak 4-6 meter
2. Bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup
3. Bisikkan suatu bilangan ( tujuh enan )
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut
5.
Bandingkan dengan telinga kiri dan kanan
Dengan suara detik arloji yaitu sebagai berikut :
1. Pegang arloji disamping telinga pasien
2. Beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau
tidak
3. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar ( normal :
masih terdengar pada jarak 30 cm )
4.
Lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan
2. Test garputala
a. Rinne test
1. Perawat duduk di sebelah sisi pasien
2. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan
dua jari tangan
3.
Letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, danjelaskan pasien agar memberitahu bila tidak merasakan
getaran.
4. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari
garputala pada lubang telinga, dan anjurkan penderita agar
memberutahu mendengar suara getaran atau tidah.
Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala
didekatkan pada lubang telinga.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
19/28
19
b. Weber test
1. Getarkan garputala
2.
Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien
3.
Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar
lebih keras ( lateralisasi kana/kiri). Normalnya getaran
didengar sama antara kanan dan kiri.
c. Scwabach Test
a. Getarkan garputala
b. Letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga pasien
c.
Kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu
bandingkan dengan pemeriksa.
3. Test Audiometri
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
1. Test Romberg
2. Test Fistula
3. Test Kalori
d. Hidung dan Sinus
- Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus
a) Pemeriksa duduk di hadapan pasien
b) Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya
benjolan, tanda radang, dan bentuk khusus hidung.
c)
Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyerid)
Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis,
maksilaris ) catat : adanya nyeri tekan
-
Inspeksi hidung bagian dalam
1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien
2. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari
7/24/2019 Makalah PSG Fix
20/28
20
3. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas
lubang hidung, keadaan septum nasi.
4.
Masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat :
benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.
-
Pemeriksaan potensi hidung
1. Duduklah dihadapan pasien
2. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk
menghembuskan napas lewat hidung.
3. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan,
dan bandingkan kanan dan kiri.
- Pemeriksaan fungsi hidung
1. Mata pasien dipejamkan
2.
Salah satu lubang hidung ditekan
3. Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan
minta pasien untuk menebaknya
4.
Lakukan pada ke dua sisi.
e. Mulut dan Tonsil
Cara kerja :
a) Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
b) Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan,
sumbing
c)
Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosad)
Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi
palsu.
e) Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.
f)
Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh
A , amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.
g) Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran
dan tanda radang tonsil.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
21/28
21
f.
Leher
-
Kelenjar Tyroid
Inspeksi : Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan
kesimetrisan
Palpasi : Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan
telunjuk ke dua tangan ditempatkan pada ke dua istmus, raba
disepanjang trachea muali dari tulang krokoid dan kesamping, catat :
adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.
Auskultasi : Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya
bising ( normal : tidak terdapat )
- Trakhea
Inspeksi : Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah
pada bagian bawah trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak
trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat denyut jantung, trachea
tertarik ke bawah ), Normalnya : simetris ditengah.
- JVP ( tekanan vena jugularis )
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut
vena jugularis, beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati
pulsasi denyut vena. Normalnya : saat duduk setinggi manubrium
sternum. Atau posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan
titik nol ( titik setinggi manubrium s. ) dan letakkan penggarisdiatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut vena
dengan penggaris. Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.
-
Bising Arteri Karotis
Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke
samping ), Letakkan sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat
adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
22/28
22
g.
Pemeriksaan Thorax dan Paru
Tujuan Pemeriksaan adalah mengidentifikasi kelaian bentuk dada dan
mengevaluasi fungsi paru
a. INSPEKSI
Cara Kerja :
Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring
Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya :
simetris,
Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.
Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak
napas. Normalnya : Gerak napas simetris 16 24 X,
abdominal / thorakoabdominal, tidak ada penggunaan otot
napas dan retraksi interkostae.
Abnormal :
gagal jantung
koma DM, stroke
apneu berulang-ulang. Misal : pada Srtoke, penyakit jantung,
ginjal.
Biot Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur,
misal : meningitis
Kusmoul Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM,
Acidosis metabolic
Hyperpneu napas dalam, dengan kecepatan normal
Apneustik ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek,
misal pada lesi pusat pernapasan.
Dangkal emfisema, tumor paru, pleura Efusi.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
23/28
23
Asimetrispne umonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor
paru.
Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada,
normalnya : tidak ada.
b. PALPASI
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring
2.
Lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri,
adanya benjolan ( tentukan konsistensi, besar,
mobilitas )
3.
Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua
tangan ke dada, sehingga ke dua ibu jara berada diatas
Procecus Xypoideus, pasien diminta napas biasa, catat
: gerak napas simetris atau tidak dan tentukan daya
kembang paru ( normalnya 3-5 cm ).
Atau Dengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua
tangan pada punggung di bawah scapula, tentukan :
kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru
4. Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan
posisi tangan agak ke atas, minta pasien untuk bersuara
( 77 ), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan
kiri.
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor
paru, ada masa paruMeningkat : Pleura efusi, emfisema, paru fibrotik,
covenrne paru.
c. PERKUSI
Cara Kerja :
1. Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk
2. Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batasbatas paru
7/24/2019 Makalah PSG Fix
24/28
24
3. Batas paru normal :
Atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri
Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis skapularis,
paru kiri lebih tinggi
Abnormal :
Meningkat : anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites
Menurun : orang tua, emfisema, pneumothorax
4. Lakukan perkusi secara merata pada daerah paru, catat
adanya perubahan suara perkusi :
5. Normalnya : sonor/resonan ( dug )
6.
Abnormal :
1. Hyperresonan menggendang ( dang ) : thorax berisi
udara, kavitas
2. Kurang resonan deg : fibrosis, infiltrate, pleura
menebal
3. Redup bleg : fibrosis berat, edema paru
4. Pekak seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosis
d. AUSKULTASI
Cara kerja :
1. Atur posisi pasien duduk / berbaring
2. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis
pada trachea, bronkus dan paru, catat : suara napas dan
adanya suara tambahan.
Suara napasNormal :
Trachea brobkhial: suara di daerah trachea,
seperti meniup besi, inpirasi lebih keras dan
pendek dari ekspirasi.
Bronkhovesikuler: suara di daerah bronchus (
coste 3-4 di atas sternum ), inpirasi spt
vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial.
7/24/2019 Makalah PSG Fix
25/28
25
inspirasi dan ekspirasi tidak terputus.
Abnormal :
Suara trac-bronkhial terdengar di daerah
bronchus dan paru ( missal ; pneumonie,
fibrosis )
Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah
paru
Suara vesikuler tidak terdengar. Missal :
fibrosis, effuse pleura, emfisema
Suara tambahan
Normal : bersih, tidak ada suara tambahan
Abnormal :
timbunan lender atau secret pada bronchus.
Krepitasi / rales: berasal daru bronchus, alveoli,
kavitas paru yang berisi cairan ( seperti gesekan
rambut / meniup dalam air )
Whezing :suara seperti bunyi peluid, karena
penyempitan bronchus dan alveoli.
3. Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu,
dua, , catat bunyi resonan Vokal :
Bronkhofoni :meningkat, suara belum jelas (
misal : pnemonie lobaris, cavitas paru )
Pectoriloguy :meningkat sekali, suara jelas
pleura + konsolidasi paru )
emfisema, pneumothorax
7/24/2019 Makalah PSG Fix
26/28
26
2. Pemeriksaan Jantung
a. INSPEKSI
Halhal yang perlu diperhatikan :
-
Bentuk perkordial
- Denyut pada apeks kordis
-
Denyut nadi pada daerah lain
- Denyut vena
Cara Kerja :
Buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala
ditinggikan 15-30
Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien
Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa
Amati dan catat bentuk precordial jantung
Normal: Datar dan simetris pada kedua sisi,
Abnormal: Cekung, Cembung ( bulging precordial )
Amati dan catat pulsasi apeks cordis
Normal: nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu
jari ).
Sulit dilihat: payudara besar, dinding toraks yang tebal,
emfisema, dan efusi perikard.
Abnormal: bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm,
nampak meningkat dan bergetar ( Thrill ).
Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis,
dan ephygastrik
Normal: Hanya pada daerah ictus
Amati dan cata pulsasi denyut vena jugularis
Normal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena
hanya dapat dilihat pada vena jugularis interna dan eksterna.
b. AUSKULTASI
Halhal yang perlu diperhatikan :
1.
Irama dan frekwensi jantung
7/24/2019 Makalah PSG Fix
27/28
27
Normal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60100 X/mnt
2. Intensitas bunyi jantung
Normal :
Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi
dari BJ 2
Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah
dari BJ 2
3. Sifat bunyi jantung
Normal :
Bersifat tunggal dan terbelah/terpisah dikondisikan (Normal
Splitting)
4. Fase Systolik dan Dyastolik
Normal : Fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik
(2:3)
Abnormal : - Fase systolic memanjang / fase dyastolik memendek
Tedengar bunyi fruction Rub: gesekan perikard dg ephicard.
5. Adanya Bising (Murmur) jantung
Bunyi jantung (bergemuruh) yang dibangkitkan oleh aliran
turbulensi (pusaran abnormal) dari aliran darah dalam jantung dan
pembuluh darah.
Normal : tidak terdapat murmur
Abnormal : terdapat murmur: kelainan katub , shunt/pirau
6. Irama Gallop (gallop ritme)
Adalah irama diamana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas
pada fase Dyastolik, yang disebabkan karena darah mengalir keventrikel yang lebih lebar dari normal, sehingga terjadi pengisian
yang cepat pada ventrikel
Normal : tidak terdapat gallop ritme
Abnormal : Gallop ventrikuler ( gallop S3 ), Gallop atrium /
gallop presystolik ( gallop S4 ), Gallop dapat terjadi S3 dan S4 (
Horse gallop )
Cara Kerja :
7/24/2019 Makalah PSG Fix
28/28
Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan.
Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal,
kemudian ke daerah aorta, simak Bunyi jantung terutama BJ2,
catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ1, splitting BJ2, dan
murmur Bj2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada
daerah Tricus, kemudian ke daerah mitral, simak Bunyi jantung
terutama BJ1, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ2, splitting
BJ1, murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop. Bila ada murmur
ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas. Geser
ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.
c. PALPASI
Cara Kerja :
Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan,
palpasi daerah aorta, pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.
Normal: tidak ada pulsasi. Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi,
tentukan letak, lebar, adanya thrill, lift/heave. Normal: terba di ICS V
MCL selebar 1-2cm ( 1 jari ). Abnormal: ictus bergeser kea rah
latero-inferior, ada thriil / lift. Geser pada daerah ephigastrik, tentukan
besar denyutan. Normal : teraba, sulit dirabA. Abnormal : mudah /
meningkat
d. PERKUSI
Cara Kerja :
Lakukan perkusi mulai intercota 2 kiri dari lateral (Ant. axial line)menuju medial, catat perubahan perkusi redup. Geser jari ke ICS 3 kiri
kemudian sampai ICS 6, lakukan perkusi dan catat perubahan suara
perkusi redup. Tentukan batas-batas jantung.