MAKALAH KEWARGANEGARAAN
MEMPERTAHANKAN DAN MEMBERDAYAAN
PULAU TERLUAR DEMI KEUTUHAN NKRI
OLEH :
NAMA :EMMA FEMI .P
NIM : H0711039
KELAS : Agroteknologi B
JURUSAN ARGOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan
dengan jumalah pulau terbesar di dunia dan memiliki kekayaan yang
berlumpah, tidak terkecualai yang terdapat di pulau-pulau terluar Indonesia.
Pulau-pulau terluar merupakan sumber kekayaan yang belum tergarap.
Meskipun demikian pemerintah Indonesia belum sepenuhnya
memberdayakan dan mengelola pulau-pulau terluar secara optimal.
Akibatnya, Indonesia harus merelakan beberapa pulau jatuh ke tangan Negara
lain (Pulai Sipadan dan Linggitan), hali ini karena Indonesia dinilai tidak
melakukan pengelolaan yang efektif. Kenyataan ini cukup membahayakan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga sangat merugikan
dari bidang ekonomi. Padahal melalui usaha-usaha pengelolaan dan
pemberdayaan pulau-pulau terluar tersebut, kesejahteraan rakyat dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dipertahankan.
Adanya pebatasan langsung antara pulau-pulau terluar Indonesia dengan
Negara-negara tetangga memiliki potensi besar timbulnya persengketaan
antara kedua belah pihak. Ketidakjelasan batas negara dan status wilayah,
situasi politik negara, regional dan internasional, serta kepentingan ekonomi
merupakan sumber sengketa potensial. Upaya mempertahankan pulau terluar
dilakukan dengan menyiapkan perangkat hukum yang jelas serta
meningkatkan kemampuan Angkatan Laut untuk menopang kemampuan
penegakkan hukum di wilayah pulau-pulau terluar khususnya dan Indonesia
pada umumnya. Upaya untuk memberdayakan pulau-pulau terluar dilakukan
melalui langkah pengembangan aspek kelembagaan, aspek yuridis dan aspek
program.
Masalah ketidakjelasan batas-batas negara dan status wilayah sering
menjadi sumber persengketaan di antara negara-negara yang berbatasan atau
berdekatan. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda
terhadap penetapan batas-batas landas kontinen di antara negara-negara
bertetangga sehingga menimbulkan wilayah “tumpang tindih” yang dapat
menimbulkan persengketaan. Oleh karena itu, batas Negara haruslah
diperjelas agar tidak ada lagi pulau-pulau terluar Indonesia yang jatuh ke
tangan Negara tetangga lagi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja permasalahan di pulau-pulau terluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia?
2. Apa contoh kerawanan di pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia?
3. Bagaimana strategi untuk mempertahankan pulau-pulau terluar tersebut?
4. Bagaimana strategi untukmemberdayakan pulau-pulau terluar tersebut?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengungkap beberapa
permasalahan di pulau-pulau terluar dan contoh kerawan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta bagaimana mempertahankan dan
memberdayakan pulau-pulau terluar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan di Pulau-Pulau Terluar
Wilayah adalah salah satu unsur utama dalam suatu negara, di samping
rakyat dan pemerintahan. Wilayah dalam suatu negara perlu ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan yang jelas. Dalam UUD 1945 yang
asli tidak tercantum pasal mengenai “Wilayah Negara Republik Indonesia”.
Meskipun demikian umumnya sepakat bahwa ketika pendiri bangsa
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, wilayah
negara Republik Indonesia punya cakupan wilayah Hindia Belanda Deklarasi
Juanda menyatakan bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara
kepulauan (Archipelagic State). Deklarasi ini diratifikasi melalui Undang-
Undang No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Batas wilayah negara
Indonesia adalah 12 mil dari garis pantai pulau-pulau terluar.
Permasalahan Pulau-Pulau Terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia antara lain:
1. Karena letaknya yang terpencil, daerah perbatasan umumnya rawan
kegiatan yang berpotensi sebagai ancaman dan gangguan baik dari aspek
darat, laut maupun udara.
2. Permasalahan perbatasan, baik permasalahan tradisional seperti:
pelanggaran wilayah, penyeludupan, migran gelap, tenaga kerja ilegal,
penyeludupan kayu, penerbangan gelap, maupun ancaman global seperti :
kejahatan lintas bangsa (transnational crime), arus imigrasi lintas bangsa
(transnational imigration flow), teroris lintas bangsa (International
terorist), penyebaran penyakit menular, pengrusakan lingkungan hidup
lintas bangsa (Transnational enviromental), perompakan di laut (Sea
robery), serta jaringan perdagangan senjata dan narkoba, sudah sangat
sangat merisaukan dan mengusik eksistensi dan kedaulatan NKRI maupun
kelangsungan hidup generasi masa depan.
3. Hingga saat ini, masih terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara
Indonesia dengan negara tetangga yang belum terselesaikan secara tuntas,
antara lain:
a. Indonesia dan Singapura masih memiliki ganjalan tentang batas laut
teritorial, walaupun sebenarnya sudah ada perjanjian perbatasan kedua
negara, namun masih berpotensi adanya perubahan batas negara sebagai
dampak dari kegiatan reklamasi yang dilakukan Singapura yang nota
bene menggunakan pasir laut dari Indonesia. Penambangan pasir laut
yang berlebihan tentu berdampak kepada tenggelamnya Pulau Nipa
yang merupakan titik dasar dalam penentuan batas wilayah Indonesia
dengan Singapura.
b. Indonesia dan Malaysia masih memiliki masalah perbedaan
pemahaman batas laut di Bagian Utara Selat Malaka, Selat Singapura
dan Laut Cina Selatan. Di sisi lain, dengan lepasnya Pulau Sipadan dan
Pulau Ligitan juga akan mempengaruhi penetapan batas wilayah
perairan Sebelah Timur Pulau Sebatik.
c. Indonesia dengan Australia, pasca kemerdekaan TimorTimur garis
batas laut perlu penataan ulang, walaupun persetujuan garis batas landas
kontinen pernah dilaksanakan pada tahun 1971 dan 1972 serta
persetujuan garis batas ZEE pada tahun 1981.
d. Indonesia dengan Filipina, masih memiliki perbedaan secara
fundamental mengenai penetapan batas wilayah lautnya, meskipun
Filipina juga menganut konsep negara kepulauan seperti Indonesia.
e. Indonesia dengan Vietnam, masih memiliki perbedaan pemahaman
tentang landas kontinen di perairan antara Pulau Sekatung di Kepulauan
Natuna dan Pulau Kondor di Vietnam.
f. Indonesia dengan RRC, terdapat perbedaan pandangan tentang batas
perairan khususnya di perairan Natuna, pada tanggal 25 Pebruari 1992,
RRC mengumumkan Hukum Laut Teritorial dan zona tambahan,
dimana kepulauan Natuna dimasukkan ke dalam wilayahnya. Walaupun
hal ini telah dikoreksi oleh RRC, namun potensi konflik masih belum
dapat dikatakan hilang sama sekali.
g. Indonesia dengan India, juga menyimpan potensi konflik perbatasan
perairan teritorial di pulau Rondo (NAD) termasuk di sekitar pulau
Andaman dan Nicobar yang secara tradisional sering didatangi oleh
para nelayan Aceh.
h. Indonesia dengan Timor Lorosae, sampai saat ini masih belum
mempunyai perjanjian batas wilayah laut. Dalam hal ini keberadaan
pulau Batek (NTT) perlu mendapat perhatian, di sisi lain pasca
kemerdekaan Timor Lorosae juga membawa dampak terhadap
perjanjian pengelolaan celah Timor.
i. Indonesia dan papua Nugini, telah memiliki kesepakatan tentang batas-
batas wilayah darat dan perairan. Walau demikian terdapat beberapa
aspek kultural yang berpotensi menjadi konflik. Kesamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antar desa yang berada di kedua sisi perbatasan
menimbulkan adanya klaim terhadap hak-hak tradisional dan dapat
berkembang menjadi lebih kompleks.
j. Indonesia dengan negara Palau, masih belum sependapat mengenai
batas ZEE kedua negara, terutama di pulau-pulau Asia dan pulau-pulau
Mapia. Pemerintah Indonesia masih tetap melihat hubungan bilateral
yang telak terjalin selama ini sebagai suatu hal yang sangat berharga
dan perlu dipertahankan. Namun bila tidak ditindaklanjuti secara tegas
dan tuntas tentu dapat menjadi bumerang dikemudian hari, karena tidak
ada persahabatan yang abadi, sebagaimana kasus pulau Sipadan dan
Ligitan.
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI
AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga,
diantaranya :
1. Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo
berbatasan dengan India.
2. Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas,
Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik,
Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan
Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia.
3. Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan
Singapura.
4. Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam.
5. Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi,
Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata,
kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina.
6. Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut
pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung,
Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira,
Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan,
Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan
dengan Australia.
7. Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor
Leste.
8. Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan
dengan Palau.
9. Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini.
10. Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau,
Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia
Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian
serius dintaranya:
1. Pulau Rondo
Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh
Darussalam (NAD). Disini terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah
pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia yang berbatasan dengan
perairan India.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan
langsung dengan Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184.
Pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di
Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur
pelayaran internasional.
3. Pulau Nipa
Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan
Singapura. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah
Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi
Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena
beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau
hilangnya titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan
bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat
penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual
untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat
Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini
sangat rawan dan memprihatinkan.
4. Pulau Sekatung
Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah
utara dan berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini
terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik Dasar dalam pengukuran
dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.
5. Pulau Marore
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan
langsung dengan Mindanau Filipina.
6. Pulau Miangas
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan
langsung dengan Pulau Mindanau Filipina.
7. Pulau Fani
Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi
Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau.
8. Pulau Fanildo
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi
Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau.
9. Pulau Bras
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi
Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau.
10. Pulau Batek
Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur
dan Oecussi Timor Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini
belum ada Titik Dasar
11. Pulau Marampit
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan
langsung dengan Pulau Mindanau Filipina.
12. Pulau Dana
Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur,
berbatasan langsung dengan Pulau Karang Ashmore Australia.
B. Illegal Fishing di Indonesia
Samudera Pasifik merupakan daerah yang tingkat pelanggarannya cukup
tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut
terutama dilakukan oleh KIA yang berasal dari berbagai negara diantaranya
Thailand, Vietnam, China, dan Filipina. Salah satu contoh dari kerawanan di
pulau-pulau terluar adalah illegal fishing. Pengertian Illegal Fishing merujuk
kepada pengertian yang dikeluarkan oleh International Plan of Action
(IPOA)-Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing yang diprakarsai
oleh FAO dalam konteks implementasi Code of Conduct for Responsible
Fisheries (CCRF). Pengertian Illegal Fishing dijelaskan sebagai berikut.
1. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau
kapal asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari
negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut
bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu.
2. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan
berbendera salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi
pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management
Organization (RFMO) tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan
dengan tindakan-tindakan konservasidan pengelolaan perikanan yang telah
diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO wajib mengikuti aturan yang
ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan dengan hukum internasional.
3. Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-
undangan suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-
aturan yang ditetapkan negara anggota RFMO. Illegal fishing dapat
diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar hukum.
Kegiatan Illegal Fishing yang paling sering terjadi di wilayah
pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan
asing (KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga. Walaupun sulit
untuk memetakan dan mengestimasi tingkat illegal fishing yang terjadi di
wilayah perairan Indonesia, namun illegal fishing oleh KIA sebagian besar
terjadi di ZEE (Exlusive Economic Zone) dan juga cukup banyak terjadi di
perairan kepulauan. Pada umumnya, Jenis alat tangkap yang digunakan oleh
KIA atau kapal eks Asing illegal di perairan Indonesia adalah alat-alat
tangkap produktif seperti purse seine dan trawl. Kegiatan illegal fishing juga
dilakukan oleh Kapal Ikan Indonesia (KII).
Beberapa modus kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain:
penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat
Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan
(SIKPI)), memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan
(pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap,
pelanggaran ketaatan berpangkalan), pemalsuan/ manipulasi dokumen
(dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal), transshipment di laut,
tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang diwajibkan
memasang transmitter), dan penangkapan ikan yang merusak dengan
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat yang
membahayakan kelestarikan sumberdaya ikan.
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan
Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi
perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem
pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor
penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 faktor, sebagaimana
diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia meningkat, disisi lain pasokan ikan
dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna.
Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan
cara legal atau illegal. Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh di
negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih
adanya surplus pendapatan. Ketiga, Fishing ground di negara-negara lain
sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal
mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan
harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap
bertahan. Keempat, Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain
kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal
pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai
daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan
kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan
laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal
ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing. Kelima, Sistem
pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka
(open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input
restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual
geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut
lepas. Keenam, Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta
SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Ketujuh, Persepsi dan
langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara
tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman
tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
Kegiatan Illegal Fishing di wilayah perairan Indonesia telah
mengakibatkan kerugian yang besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity,
ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang
tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya
nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian lain
yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan harga
diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena
dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.
C. Upaya Mempertahankan Pulau Terluar Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki garis batas yang
panjang terbuka dari mana-mana, menyimpan potensi kerawanan karena
sulitnya pengawasan terhadap wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar
terutama yang berbatasan dengan negara tetangga baik daratan, laut maupun
udara. Berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia diakui sebagai negara
kepulauan, dan konsekuensinya Indonesia harus segera menyusun peraturan
perundang-undangan. Untuk yang berkaitan dengan batas wilayah dengan
negara tetangga harus ditindaklanjuti melalui perjanjian bilateral. Indonesia
saat ini telah menjabarkan UNCLOS 1982 yang dituangkan dalam UU No. 6
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, PP No. 61 Tahun 1998 tentang
Perubahan Titik Dasar dan Garis Dasar di sekitar Kepulauan Natuna dan PP
No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis
Pangkal Kepulauan Indonesia.
Dalam UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memasukkan
pengelolaan wilayah laut dengan tujuan agar daerah mempunyai tanggung
jawab terhadap kelestarian lingkungan dan pengembangan potensi sumber
daya kelautan di wilayahnya masing-masing. Dengan kewenangan daerah
untuk mengelola wilayah laut sampai batas yang ditentukan, daerah
mempunyai peluang lebih besar meningkatkan perekonomian masyarakat
pesisir pada khususnya dan pendapatan asli daerah pada umumnya.
Batas wilayah negara memiliki aspek internasional karena memberikan
arti penting dalam kepastian hukum dan pemagaran yuridis bagi suatu negara.
Permasalahan pokok tentang perbatasan menyangkut penetapan batas dan
manajemen perbatasan. Dalam rangka menjaga integritas nasional dan
keutuhan negara Indonesia maka batas wilayah darat dan laut ditetapkan
secara bilateral dan trilateral, sedangkan untuk batas udara ditetapkan
mengikuti batas wilayah darat dan laut.
Pada tahun 2005 keluarlah Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 78
tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Adapun tujuan
dari pengelolaan pulau-pulau kecil terluar tertuang dalam pasal 2 yaitu:
1. Menjaga keutuhan Negera Kesatuan Republik Indonesia,keamanan
nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas
kawasan.
2. Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang
berkelanjutan.
3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Pelibatan TNI AD dalam mempertahankan wilayah daratan khususnya
terhadap keutuhan pulau-pulau terdepan Dengan berbagai kemampuan yang
dimiliki, seperti kemampuan intelijen, kemampuan binter, kemampuan
dukungan, kemampuan tempur, kemampuan penanggulangan terror dan
operasi mobud untuk mendukung tugas-tugas taktis, kemampuan untuk
melakukan tugas-tugas dalam rangka operasi perlawanan wilayah, maka
keterlibatan TNI Angkatan Darat dalam rangka mempertahankan keutuhan
pulau-pulau terdepan sangatlah dibutuhkan. TNI Angkatan Darat dihadapkan
pada penerapan sistem pertahanan semesta (Sishanta) dituntut harus memiliki
kemampuan menyelenggarakan dan memberdayakan wilayah pertahanan di
darat, berdasarkan konsepsi pertahanan pulau-pulau termasuk di pulau-pulau
terdepan. Dengan kekuatan militer yang tidak besar dan adanya keterbatasan
anggaran, termasuk luasnya wilayah, maka Sishanta merupakan pilihan
terbaik. Doktrin pertahanan semesta menganut faham kesemestaan,
kewilayahan dan kerakyatan, yang didasari dalam UUD 1945 yaitu bahwa
setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam bela
negara. Keberhasilan Sishanta ini sudah teruji dalam perang kemerdekaan
Indonesia, oleh karena itu perlu disinergikan dengan seluruh potensi dan
kekuatan bangsa dengan menggunakan seluruh potensi Nasional secara total,
terpadu, terarah dan berlanjut yang dipersiapkan secara dini.
Dengan demikian keberadaan Komando Kewilayahan sebagai gelar TNI
Angkatan Darat sangat relevan untuk mewujudkan Sistem Pertahanan Negara
oleh TNI Angkatan Darat, yang sesuai dengan konstelasi geografi serta
geostrategi yang dianut oleh NKRI yang diselenggarakan melalui pembinaan
teritorial, dengan menggunakan metode bhakti TNI, pembinaan ketahanan
wilayah dan komunikasi sosial serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi
lingkungan yang berlaku, diharapkan dapat diwujudkan dalam suatu format
kehidupan berbangsa dan bernegara yang kokoh dan kuat, agar memiliki
kemampuan cegah tangkal yang tangguh di seluruh wilayah daratan, terhadap
segala macam kerawanan dan ancaman apapun bentuknya termasuk
permasalahan pulau-pulau terdepan.
Implementasi dari pemberdayaan wilayah pertahanan TNI Angkatan
Darat tersebut harus dapat mendukung penyelenggaraan operasi pertahanan
pulau-pulau terdepan dalam rangka perang berlarut serta menyiapkan ruang,
alat dan kondisi juang yang tangguh sebagai kekuatan perlawanan wilayah
maupun offensif balas dalam suatu sistem bela Negara dan logistik wilayah
yang dilaksanakan secara berkesinambungan, baik dalam keadaan damai
maupun perang.
D. Upaya Memberdayakan Pulau Terluar Indonesia
Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah negara, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di wilayah perbataan, maka perlu pengelolaan
pulau-pulau kecil terluar dengan memperhatikan keterpaduan pembangunan
di bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum, sumber daya manusia, pertahanan,
dan keamanan. Pulau-pulau terluar Indonesia memiliki nilai strategis sebagai
Titik Dasar dan Garis Pangkal Kepulauan Indonesia dalam penetapan wilayah
perairan Indonesia, zone ekonomi eksklusif Indonesia dan landas kontinen
Indonesia. Berdasarkan pertimbangan di atas maka pemerintah telah
menetapkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan dengan tujuan:
1. Menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan
stabilitas kawasan.
2. Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang
berkelanjutan.
3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Adapun prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah, wawasan
nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
Dalam rangka memberdayakan pulau-pulau terluar Indonesia, pemerintah
telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga aspek yaitu aspek
kelembagaan, aspek yuridis dan aspek program. Untuk menangani masalah-
masalah perbatasan umumnya dan pulau-pulau terluar khususnya agar lebih
efektif dan optimal pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan
Pulau-pulau Kecil Terluar. Tim Koordinasi mempunyai tugas untuk
mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan
pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Tim Juga bertugas
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau
kecil terluar.
Dalam penanganan pengelolaan perbatasan negara dengan negara
tetangga, pemerintah masih memprioritaskan batas-batas darat, kerena
kejelasan batas fisik di darat sangat mempengaruhi pelaksanaan
pembangunan. Dari batas negara di darat dapat diketahui bahwa Republik
Indonesia berbatasan darat dengan Papua Nugini, Malaysia dan Republik
Demokratik Timor Leste.
Peran pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dalam
pembangunan pulau-pulau kecil terluar perlu dilakukan secara tepat dan
menekankan pada tiga hal pokok yaitu : Regulator, Eksekutor dan fasilitator.
Pemerintah sebagai regulator berkewajiban mendorong penataan aturan-
aturan yang ada di dalam pengembangan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil
oleh semua pengambil keputusan. Fungsi regulasi ini harus dilaksanakan
secara transparan, demokratis dan berkeadilan. Sebagai eksekutor, pemerintah
melaksanakan sebagai program kebijakan yang secara langsung menyentuh
semua lapisan masyarakat. Sebagai fasilitator, pemerintah mendorong
terciptanya iklim yang kondusif bagi pengembangan dan pemanfaatan
wilayah pulau-pulau kecil melalui penyediaan berbagai bentuk infrastruktur
pendukung di wilayah yang dimaksud.
Dari aspek yuridis penanganan pulau-pulau kecil terluar masih
memerlukan perangkat perundangan-undangan yang memadai dalam rangka
mempertahankan serta memberdayakannya. Peninjauan berbagai peraturan
perundang-undangan seperti UU, PP, Kepres dll yang berkaitan dengan
penanganan batas dan perbatasan negara baik di darat maupun batas laut
kiranya menjadi hal yang sangat mendesak.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah dibahas, maka dapat disimpulkan beberapa
permasalahan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
antara lain:
1. Karena letaknya yang terpencil, daerah perbatasan umumnya rawan kegiatan
yang berpotensi sebagai ancaman dan gangguan baik dari aspek darat, laut
maupun udara.
2. Permasalahan perbatasan, baik permasalahan tradisional seperti: pelanggaran
wilayah, penyeludupan, migran gelap, tenaga kerja ilegal, penyeludupan
kayu, penerbangan gelap, maupun ancaman global seperti : kejahatan lintas
bangsa (transnational crime), arus imigrasi lintas bangsa (transnational
imigration flow), teroris lintas bangsa (International terorist), penyebaran
penyakit menular, pengrusakan lingkungan hidup lintas bangsa
(Transnational enviromental), perompakan di laut (Sea robery), serta
jaringan perdagangan senjata dan narkoba, sudah sangat sangat merisaukan
dan mengusik eksistensi dan kedaulatan NKRI maupun kelangsungan hidup
generasi masa depan.
3. Hingga saat ini, masih terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara
Indonesia dengan negara tetangga yang belum terselesaikan secara tuntas.
Diantara 92 pulau terluar yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya:
Pulau Rondo, Pulau Berhala, Pulau Nipa, Pulau Sekatung, Pulau Marore, Pulau
Miangas, Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Bras, Pulau Batek, Pulau Marampit,
dan Pulau Dana. Salah satu contoh dari kerawanan di pulau-pulau terluar adalah
illegal fishing. Pengertian Illegal Fishing dijelaskan sebagai berikut.
1. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau
kapal asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari
negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut
bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu.
2. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera
salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan
perikanan regional, Regional Fisheries Management Organization (RFMO)
tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan
konservasidan pengelolaan perikanan yang telah diadopsi oleh RFMO.
Negara RFMO wajib mengikuti aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain
yang berkaitan dengan hukum internasional.
3. Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan
suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-aturan yang
ditetapkan negara anggota RFMO. Illegal fishing dapat diartikan sebagai
kegiatan perikanan yang melanggar hukum.
Adapun tujuan dari pengelolaan pulau-pulau kecil terluar tertuang dalam
pasal 2 yaitu:
1. Menjaga keutuhan Negera Kesatuan Republik Indonesia,keamanan nasional,
pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan.
2. Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang
berkelanjutan.
3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah negara, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di wilayah perbataan, maka perlu pengelolaan pulau-
pulau kecil terluar dengan memperhatikan keterpaduan pembangunan di bidang
sosial, ekonomi, budaya, hukum, sumber daya manusia, pertahanan, dan
keamanan. Dalam rangka memberdayakan pulau-pulau terluar Indonesia,
pemerintah telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga aspek yaitu
aspek kelembagaan, aspek yuridis dan aspek program.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2011. Sengketa Perbatasan Indonesia dan Malaysia.
http://hankam.kompasiana.com. Diakses pada 30 mei 2012.
b. 2011. Geografis Pulau Terluar Sering Hambat Distribusi Logistik
Pemilu. http://www.hukumonline.com/berita/baca/. Diakses pada 30 mei
2012.
c. 2011. Pelibatan TNI. www.tni.mil.id/images/gallery/pelibatan%20tni%
20-%20ad.pdf. Diakses pada 30 mei 2012.
d. 2011. Menengok Kehidupan di Pulau Terluar Indonesia.
http://www.watnyus.com/baca/264492/watnyus Diakses pada 30 mei 2012.
Hadi Soesastro dan A.R. Sutopo (ed). 1981. Strategi dan Hubungan
Internasional Idonesia dan Kawasan Asia Pasifik. CSIS. Jakarta.
Kusumo, Satriyo, AT. 2010. Optimalisasi Pengelolaan dan Pemberdayaan Pulau-
Pulau Terluar dalam Rangka Mempertahankan Keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 3: 319-329.
Tim Redaksi, 2004. Pulau-pulau terluar Indonesia. Buletin DISHIDROS TNI AL
edisi 1/ III tahun 2004.