MAKALAH
KESEHATAN LINGKUNGAN
“LITOSFER DAN KESEHATAN LINGKUNGAN”
OLEH:
KELOMPOK V
1. AUFA RAHMATIKA (1210941003)
2. MUHAMMAD ZAKI MADANI (1210942009)
3. WIDIA DETIARI RUKMANA (1210942023)
4. RAHMA DESRI YANTI (1210942027)
DOSEN:
TIVANY EDWIN, M.Eng
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Bumi ini tersusun dari beberapa lapisan yaitu lapisan
barisfer, lapisan antara,dan lapisan litosfer. Litosfer
adalahlapisan paling luar yang berada di atas lapisan
antara.
Litosfer merupakan lapisan bumi paling atas yang
merupakan tempat tinggal mahkluk hidup, baik oleh
manusia, hewan dan tanaman. Semua akifitas manusia
dilakukan di lapisan litosfer. Manusia tinggal,
berkembang biak, bekerja dan berinteraksi dengan
lingkungan sekitar di lapisan ini.
Lapisan litosfer memiliki beragam bentuk, ada yang
berupa pegunungan,dataran tinggi, dataran rendah,
maupun sungai. Perbedaan bentuk ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor alam yaitu tenaga endogen dan
eksogen bumi. Perbedaan bentuk muka bumi ini
menyebabkan pengaruh yang berbeda terhadap
kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kita perlu mengkaji
lebih dalam mengenai litosfer, bahan-bahan
penyusunnya serta pengaruhnya terhadap kehidupan
manusia.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah ada, penulis merumuskan
beberapa permasalahan diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan litosfer?
2. Bagaimana Batuan Pembentuk Kulit Bumi?
3. Apa yang dimaksud dengan tenaga geologi dan bagaimana
peristiwa terjadinya?
4. Apa pengaruh litosfer terhadap kesehatan lingkungan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas kelompok kesehatan lingkungan.
2. Untuk dijadikan bahan dalam kegiatan diskusi.
3. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai “Litosfer”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Terjadinya Batuan
Litosfer adalah kulit terluar dari planet berbatu. Litosfer
berasal dari kata Yunani, Lithos yang berarti berbatu, dan
Spere yang berarti padat. Litosfer berasal dari kata Lithos
artinya batuan, dan Spere artinya lapisan. Secara harfiah
litosfer adalah “lapisan batu” (the stone sphere). Litosfer
merupakan lapisan batuan/ kulit bumi yang bulat dengan
ketebalan kurang lebih 1200 km. Pada lapisan ini pada
umumnya terjadi dari senyawa kimia yang kaya akan Si02,
itulah sebabnya lapisan litosfer sering dinamakan lapisan
silikat dan memiliki ketebalan rata-rata 30 km yang terdiri atas
dua bagian, yaitu Litosfer atas (merupakan daratan dengan
kira-kira 35% atau 1/3 bagian) dan Litosfer bawah (merupakan
lautan dengan kira-kira 65% atau 2/3 bagian).
Terdapat dua tipe litosfer:
1. Litosfer samudra, yang berhubungan dengan kerak samudra
dan berada di dasar samdura.
2. Litosfer benua, yang berhubungan dengan kerak benua.
2.2 Batuan Pembentuk Kulit Bumi
Batuan/batu adalah sejenis bahan yang terdiri dari mineral dan
di kelaskan menurut komposisi mineral. Litosfer merupakan
lapisan kerak bumi yang paling atas yang tersusun oleh batuan
dan mineral. Induk segala batuan adalah magma. Magma
adalah batuan cair dan pijar yang bersuhu tinggi dan
mengandung berbagai unsur mineral dan gas.
Batuan diefinisikan sebagai semua bahan yang menyusun
kerak bumi dan merupakan suatu agregat (kumpulan) mineral-
mineral yang telah menghablur.
Proses pembentukan
Berdasarkan proses terjadinya, batuan dapat dibagi menjadi
tiga bagian:
(1) Batuan Beku
Ini dikarenakan magma mengalami pendinginan dan zat cair
pijar berangsur-angsur menjadi dingin dan beku :
a) Batuan beku dalam (plutonik)
Hasil pembekuan magma di dalam litosfer, sehingga proses
pendinginannya sangat lambat. Contoh batuan beku dalam
adalah granit, diotit, dan gabbro
Menghasilkan : batuan beku dengan kristal penuh yang besar-
besar (holokristalin).
b) Batuan beku korok (porfirik)
Pembekuannya berlangsung lebih cepat karena magma telah
meresap diantara lapisan-lapisan litosfer. Batuan beku korok
terjadi dari magma yang membeku di lorong antara dapur
magma dan permukaan bumi.
c) Batuan beku luar (episif)
Magma berubah menjadi larva yang meleleh, dan proses
pembekuan larva di permukaan bumi menjadi cepat.
Menghasilkan : lelehan batuan beku dengan kristal yang halus
bahkan ada yang tidak berkristal.
Untuk membedakan batuan beku dengan batuan lainnya
terdapat 3 ciri utama sebagai berikut:
Tidak mengandung fosil
Teksturnya padat, mampat, sarta strukturnya homogen
dengan bidang permukaan ke semua arah sama
Susunan sesuai dengan pembentukannya
Tekstur batuan beku dapat di kelompokan menjadi 3 jenis
sebagai berikut
Faneritik, yaitu kondisi batuan dalam bentuk kristalin.
Forfiritik, yaitukondisi tekstur batuan yang mengandung
fenikris (Kristal besar) yang terikat dalam massa dasar yang
halus.
Afanitik, yaitu meninggalkan batuan dalam susunan Kristal
butir halus atau seluruhnya berupa benda gas.
Berdasarkan teksturnya, batuan beku dibedakan menjadi 2
sebagai berikut:
1. Batuan beku pluotonik umumnya terbentuk dari pembekuan
magma yang relative lebih lambat sehingga mineral-
mineral penyusunnya relatif besar. Contohnya seperti
gabbro, diorit, dan granit
2. Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan
magma yang sangat cepat sehingga mineral penyusunnya
lebih kecil. Contihnya adalah basalt, andesit, dan dacitea
(2) Batuan Sedimen (Endapan)
Berasal dari batuan beku yang telah tersingkap oleh tenaga
dari luar akan diangkut ke tempat lain dan di tempat baru
itulah lalu diendapkan. Batuan ini merupakan batuan yang
terbetuk oleh proses geomorfologi dan dipengaruhi oleh
lamanya waktu.
Batuan sedimen memiliki 3 ciri yang mudah dikenal sebagai
berikut.
a. Batuan endapan biasanya berlapis-lapis
b. Mengandung sisa-sisa jasad atau bekasnya
c. Adanya keseragaman yang nyata dari bagian-bagian
berbentuk bulat yang menyusunnya.
(3) Batuan Metamorfosis atau batuan Metamorf
Batuan metamorphosis atau batuan metamorf merupakan
batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan
komposisi mineral pada fasa padat sebagai akibat perubahan
kondisi fisika tekanan, temperature, atau tekanan dan
temperature. Batu kuarsit merupakan perubahan dari batu
pasir. Beberapa contoh batuan metamorf adalah gneiss, batu
sabak, batu marmer, dan skist.
Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak bumi
dan digolongkan berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia,
serta mineral (fasies metamorf). Mereka berbentuk jauh di
bawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari batuan
di atasnya serta tekanan dan suhu tinggi.
2.3 Tenaga Geologi
Bentuk permukaan bumi merupakan hasil kerja tenaga geologi
yang dibedakan menjadi berikut:
a. Tenaga Endogen
Tenaga endogen, yaitu tenaga yang bertugas membentuk
bentukan baru pada permukaan bumi menjadi lpatan dan
patahan sehingga permukaan bumi tidak rata lagi. Tenaga
endogen terbagi atas berikut:
A. Tektonisme
Tektonisme adalah perubahan letak atau kedudukan lapisan
bumi secara horizontal ataupun vertical. Gerak tektonisme
dibagi menjadi 2 sebagai berikut.
1. Gerak Epirogenesa
Gerak epirogenesa disebut dengan gerakan pembentuk benua.
Gerak epirogenesa positif jika permukaan air laut mengalami
kenaikan atau garis pantai berpindah ke arah darat. Gerak
epirogenesa negative adalah jika permukaan air laut
mengalami penurunan atau garis pantai berpindah kearah laut.
B. Vulkanisme
Tenaga tektonik dapat mengakibatkan gejala vulkanisme.
Gejala vulkanisme berhubungan dengan aktifitas keluarnya
magma di gunung api. Proses keluarnya magma ke permukaan
bumi disebut erupsi gunung api. Proses vulkanisme terjadi
karena adanya magma yang keluar dari zona tumbukan antar
lempeng.
Intrusi magma dapat menghasilkan bentuk-bentuk sebagai
berikut.
1. Batholit, yaitu batuan beku yang terbentuk di dalam
dapur magma
2. Lakolit, yaitu batuan beku yang terjadi pada dua lapisan
litosfer dan bentuknya menyerupai lensa cembung
3. Keeping instrusi atau silis, yaitu sisipan magma yang
membeku pada dua lapisan litosfer yang bentuknya tipis
dan lebar.
4. Gang korok, yaitu batuan hasil intrusi magma yang
memotong lapisan litosfer (kulit bumi)
Jika dalam aktifitas vulkanisme magma dapat mencapai
permukaan bumi maka gejala ini disebut dengan ekstruksi
magma, atau dengan kata lain ekstruksi magma adalah
keluarnya magma ke permukaan bumi.
Bahan-bahan yang dikeluarkan gunung api (material vulkanis)
dapat dikelompokan menjadi 3 golongan sebagai berikut.
1. Bahan-bahan padat (efflata), yang terdiri atas bom (batu-
batu besar), lapili (ukurannya sebesar kerikil), pasir, abu,
debu.
2. Bahan-bahan cair, bahan cair ini berupa lava, lahar panas,
dan lahar dingin.
3. Bahan-bahan gas (ekshalasi), gas-gas yang dikeluarkan
gunung api dapat berupa gas belerang yang disebut sulfatar,
berupa uap air disebut fumarol, dan jika yang dikeluarkan
karbon dioksida disebut mofet.
Tanda-tanda gunung api akan meletus adalah suhu di sekitar
kawah naik, banyak sumber air menjadi kering, sering timbul
gempa gunung berapi, binatang banyak yang berpindah, dan
sering terdengar suara gemuruh.
Pengaruh vulkanisme terhadap kehidupan manusia dapat
menguntungkan dan dapat merugikan, pengaruh vulkanisme
yang menguntungkan sebagai berikut.
Abu vulkanik yang dikeluarkan bersifat menyuburkan tanah
pertanian di sekitarnya,
Gejala pasca vulkanik merupakan obyek wisata yang menarik.
Menghasilkan bahan-bahan galian dan menghasilkan bahan
bangunan
Daerah gunung api yang tinggi merupakan daerah penangkap
hujan, sehingga memungkinkan terjadinnya hujan alami yang
berpengaruh baik terhadap ekosistem daerah tersebut.
Akibat yang merugikan dari peristiwa vulkanisme sebagai
berikut.
Pada waktu terjadi letusan apalagi disertai lahar panas, awan
panas, atau bahan-bahan padat dalam jumlah besar akan
menyebabkan banyak korban.
Korban jiwa dapat terjadi akibat gas beracun yang dikeluarkan
pada saat terjadi erupsi
Bahan-bahan yang dikeluarkan gunung berapi kadang-kadang
berhenti di daerah puncak dan di lereng-lereng sebagai lahar
dingin. Hal tersebut akan merusak daerah yang dilaluinya.
b. Tenaga Eksogen
Tenaga eksogen adalah tenaga yang berasal dari luar bumi.
Berikut ini merupakan contoh tenaga eksogen:
a. Erosi
Erosi adalah proses pengikisan yang berlangsung sangat lama.
Proses erosi ini merupakan contoh tenaga eksogen.
1. Erosi oleh air
Air dapat menyebabkan terjadinya proses erosi. Air yang dapat
menyebabkan terjadinya erosi ini ialah air yang bergerak.
Contoh proses erosi yang disebabkan oleh air ialah erosi yang
terjadi di pinggir pantai atau lebih dikenal dengan abrasi.
2. Erosi oleh angin
Angin terjadi karena perbedaan suhu dan tekanan di dua
tempat, akibatnya akan terjadi hembusan udara dari daerah
yang bersuhu dan bertekanan tinggi ke daerah yang bersuhu
dan bertekanan rendah.
3. Erosi oleh gletser
Erosi oleh gletser adalah erosi yang disebabkan oleh
pergerakan salju atau es. Erosi ini terjadi di daerah yang
bersuhu dingin tempat terdapatnya salju, misalnya di daerah
kutub.
b. Pelapukan
Pelapukan adalah proses perubahan struktur suatu benda yang
tadinya padat dank eras menjadi lunak dan berongga.
Penyebab terjadinya proses pelapukan ada tiga macam, yaitu
fisika, kimia, dan biologi. Pelapukan karena factor fisika adalah
pelapukan yang terjadi karena adanya tekanan fisik suatu
benda pada benda yang mengalami pelapukan. Pelapukan
yang disebabkan oleh factor kimia, yaitu pelapukan yang
terjadi karena sifat suatu senyawa yang dapat melunakan
struktur kimia suatu benda.
c. Pengangkutan
Material yang sudah lapuk akan megalami pengangkutan oleh
air mengalir, angin, es yang bergerak, dan gravitasi bumi.
1. Pengangkutan oleh air mengalir, sangat bergantung kepada
berat jenis atau besarnya butiran benda yang diangkut.
2. Pengangkutan oleh angin. Angin memiliki daya angkut
tidak sekuat air.
3. Pengangkutan oleh gletser (es). Gletser mengangkut
batuan berbutir besar dan kecil
4. Pengangkutan karena gravitasi, misalnya terjadi pada tanah
di daerah yang terjal.
d. Pengendapan (Sedimentasi)
Material yang dibawa oleh air, angin, atau gletser pada
akhirnya akan megendap di suatu tempat. Pengendapan dapat
terjadi di muara sungai, lembah, lereng, pantai, dan lainnya.
Contoh studi kasus:
Pengelolaan Tambang Batu Bara Berkelanjutan di Kota
Samarinda
Pertambangan batubara di Indonesia telah berlangsung selama
40 tahun lebih, sejak keluarnya UU No.11 tahun 1967 tentang
pokok-pokok Pertambangan yang kemudian diganti dengan UU
Pertambangan Mineral dan Batu Bara Tahun 2009. UU ini telah
menjadi landasan eksploitasi sumberdaya mineral dan batu bara
secara besar-besaran untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.
Industri batubara Indonesia telah berkembang dengan pesat
dalam waktu singkat. Dalam hanya 10 tahun produksi telah
berkembang dari sekitar 3 juta ton menjadi lebih dari 50 juta ton,
dan diharapkan dua kali lipat lagi dalam beberapa tahun
mendatang. Sebagai akibatnya industri batubara menghasilkan
manfaat sosial dan ekonomi yang besar bagi
Indonesia seperti:lapangan kerja bagi ribuan masyarakat
Indonesia terutama di daerah yang kurang berkembang di
daerah seperti Kalimantan dan Sumatera dan juga akan
mendukung program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan
. Namun kegiatan tersebut tidak hanya menguntungkan dari segi
sosial dan ekonomi tapi juga memberikan dampak negatif,
terutama kerusakan lingkungan di daerah penghasil tambang.
Di daerah penghasil barang tambang, lingkungan yang sehat dan
bersih yang merupakan hak asasi setiap orang menjadi barang
langka. Bahkan daerah penghasil juga merasakan ketidakadilan
seperti kebutuhan energi akan listrik dari batu bara masih kurang
pasokannya. Sementara batu bara dikirim ke daerah lain untuk
memenuhi kebutuhan energi terutama untuk pembangkit listrik
tenaga uap di Jawa. Disamping itu negara Indonesia ingin
meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan mendapatkan
devisa sebesar-besarnya dari bahan tambang dan migas maka
tidak ada jalan lain, eksploitasi besar-besaran terutama barang
tambang batubara pada beberapa tahun ini semakin gencar. Hal
ini membuat kondisi lingkungan di daerah penghasil batubara
semakin menurun bahkan makin kritis.
Salah satu daerah penghasil batubara adalah kota
Samarinda. Kota Samarinda yang terletak di daerah katulistiwa.
Dengan kondisi topografi yang datar dan berbukit antara 10-200
meter diatas permukaan laut. Dengan luas wilayah 718 km².
Kota Samarinda berbatasan dengan Kabupaten Kutai
Kartanegara disebelah barat, timur, selatan dan utara yang
merupakan penghasil batubara terbesar kedua di Kalimantan
Timur. Pada dasawarsa tahun 2000-an, perkembangan
peningkatan produksi batubara di Kota Samarinda semakin
meningkat. Sehingga Samarinda juga dikenal dengan sebutan
kota tambang karena hampir 38.814 ha (54%) dari total 71.823
ha luas kota Samarinda merupakan areal tambang batubara.
Pertambangan batubara yang sudah berproduksi dengan rincian
38 KP (Kuasa Pertambangan) yang mendapat ijin dari wali kota
samarinda dan 5 (lima) PKP2B2 (Perusahaan Pemegang
Perjanjian Karya perjanjian usaha Pertambangan) dengan izin
pemerintah pusat. (kompas 30 mei 2009) yang belum
beroperasi. Belum lagi ada puluhan tambang-tambang illegal
yang banyak dikelola pengusaha dan masyarakat. Bahkan
sekarang kegiatan pertambangan ini telah merambah kawasan
lindung maupun perkotaan. Hal ini diketahui setelah adanya
bukti-bukti bahwa kawasan hutan raya bukit suharto telah
dirambah pertambangan batubara dan penambangan illegal
yang dikenal dengan batubara karungan yang banyak terdapat di
kawasan perumahan-perumahan penduduk di kota Samarinda
makin memperparah kondisi lingkungan kota Samarinda.
Izin Investasi pertambangan batubara yang dikeluarkan begitu
mudah, tentu dikawatirkan akan mengabaikan tuntutan
perlindungan lingkungan dan konflik yang disebabkan oleh
kegiatan pertambangan yang semata-mata berorintasi ekonomi,
yaitu bagaimana memperoleh keuntungan yang besar dari
ekspoitasi, semantara aspek lingkungan dan sosial dipinggirkan.
Pada hal pertimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi dalam
aktivitas pertambangan harus menjadi satu kesatuaan yang tidak
terpisahkan.
Walaupun semenjak adanya pertambangan batubara ini
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota sangat terasa
dan devisa negara semakin meningkat namun dampak
lingkungan dari kegiatan penambangan batubara yang semakin
banyak tersebut juga cukup meresahkan bagi masyarakat
Samarinda. Dampak lingkungan ini antara lain adalah erosi dan
banjir dan pencemaran udara,air dan tanah. Indikator kerusakan
lingkungan yang semakin parah tersebut bisa dilihat dari DAS
Sungai Karang Mumus yang semakin berkurang kawasan
hutannya akibat pembukaan pertambangan
yang berakibat dampak dari erosi semakin tinggi mengakibatkan
sungai karang mumus semakin dangkal sehingga daya tampung
airnya pun semakin berkurang. Hampir kerap terjadi bila hujan
dengan intensitas kecil -sedang bisa mengakibatkan beberapa
daerah tergenang oleh banjir. Bahkan data Selama tiga bulan
terakhir saja sejak November dan Desember 2008 serta Januari
2009–Samarinda lima kali didera banjir cukup besar
menyebabkan puluhan ribu warga menjadi korban akibat
rumahnya terendam air antara 30 Cm sampai satu meter.,
padahal awal tahun 90 – 2000, tiap tahun hanya 1 - 2x banjir
melanda kota Samarinda.
Dampak perubahan iklim pun juga dirasakan pada saat ini, akibat
konversi hutan menjadi pertambangan menjadikan suhu kota
Samarinda naik hampir 1,5 digit, Belum dampak turunan dari
banjir dan perubahan iklim tersebut yaitu banyak penyakit-
penyakit seperti muntahber, ISPA, Kulit dan lain-lain yang
semakin sering diderita warga Samarinda.
Dan dampak yang dirasakan langsung oleh warga Samarinda
akibat pertambangan batubara ialah dampak polusi udara dari
kegiatan konstruksi dan operasi serta banyaknya truk-truk
pengangkut batubara yang menggunakan jalan-jalan umum kota
Samarinda, selain mengakibatkan polusi juga menimbulkan
kerusakan jalan.
Menyadari bahwa permasalahan kerusakan lingkungan hidup
yang demikian kompleks, diperlukan kebijakan dan strategi
untuk meningkatkan penanganan terpadu dengan melibatkan
stakeholders dan instansi teknis terkait bersama-sama untuk
mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan
lingkungan tersebut.
Permasalahan pokoknya lainnya ialah, bagaimana mengolah dan
mengelola SDA dengan bijaksana agar sesuai dengan konsep
pembangunan berkelanjutan yang didasari oleh laporan Our
Common Future (Masa Depan Bersama) yang disiapkan oleh
World Commision on Environment and Development,1987) yaitu
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi akan
datang untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Tindakan pengelolaan pertambangan batubara berkelanjutan
yang tepat perlu dilaksanakan dengan memperhitungkan :
1. Segi keterbatasan jumlah dan kualitas sumber batubara,
2. Lokasi pertambangan batubara serta pengaruhnya terhadap
pertumbuhan masyarakat dan pembangunan daerah,
3. Daya dukung lingkungan
4. Dampak lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat akibat
usaha pertambangan batubara.
Dari skor keberlanjutannya, untuk dimensi sosial dan lingkungan
masih dibawah skor keberlanjutan, untuk dimensi ekonomi di
atas skor keberlanjutan. Dilihat di lapangan, memang dapat
dikatakan dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan
pertambangan batubara sudah sangat mengkuatirkan walaupun
PAD dan ekonomi masyarakat sekitar tambang ada peningkata.
Namun bila diukur dari analisis prospektifnya dapat disimpulkan
bahwa kegiatan pertambangan batubara lebih banyak merugikan
baik materi maupun non materi masyarakat Samarinda
umumnya dari kerusakan lingkungan seperti banjir, polusi udara,
air dan tanah.
BAB III
KESIMPULAN
1. Lapisan litosfer adalah lapisan kerak bumi yang paling luar
yang terdiri dari batuan
2. Berdasarkan proses terjadinya, batuan dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu batuan baku, batuan sedimen dan batuan
metamorf
3. Kevariasian bentuk muka bumi disebabkan oleh proses
endogen yang berasal dari dalam bumi dan bersifat
membangun, serta proses eksogen yang berasal dari luar
dan memiliki sifat merombak
4. Kandungan senyawa kimia yang paling banyak dalam
litosfer yaitu oksida silikon (SiO2)
DAFTAR PUSTAKA
Dirsdjosoemarto,Soendjojo. 2001. Ilmu Pengetahuan bumi dan
Antariksa. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sulistyanto, Iwan Gatot. 2009. Geografi. Jakarta:Balai Pustaka
Tjasyono, Bayong. 1996. Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung : Rosda Karya
Jamaludin, Rizqy. 2012. Rangkuman Litosfer. http://rangkumantentanglitosfer.blogspot.com/2012/04/litosfer.html. Diakses pada 3 November 2013