BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan ditegaskan bahwa “Kredit yang diberikan oleh bank mengandung
risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas
perkreditan yang sehat.” Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara
konsisten dan berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank
diwajibkan membuat suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat
dipergunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Dalam SK
Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan
bahwa dalam pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan
mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. penyelesaian kredit bermasalah
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya bank
wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara
1
konsekuen dan konsisten. Kebijaksanaan perkreditan harus sudah diterapkan dan
dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 1 januari 1996. Bagi Bank yang
telah mempunyai pedoman tersebut dengan memperhatikan semua aspek-aspek
tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru memperoleh izin usaha wajib
memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan perkreditan sejak
memulai melakukan kegiatan usahanya.
Apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak
sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank
Indonesia akan memberikan sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank
dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai dengan pengertian
kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan mengandung
risiko yang bervariasi, baik langsung maupun tidak langsung.
B. Pembatasan Masalah
Dari banyaknya permasalahan pada sebuah bank, maka makalah ini akan
dibatasi pada permasalahan pengelolaan risiko kredit yang terdapat pada sebuah
bank.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Risiko Kredit
A.1 Risiko
Secara umum risiko didefenisikan sebagai sebagai bentuk-bentuk peristiwa
yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi
untuk mencapai tujuannya.
Dengan defenisi yang bersifat umum ini, manajemen bank biasanya tidak
akan merasakan perlunya kebutuhan atau urgensi untuk menerapkan sebuah sistem
Manajemen Risiko secara efektif.
Untuk menekankan pentingnya Manajemen Risiko, ada yang
menggabungkan semua hal negatif yang ditemukan dalam kamus Bahasa Inggris
mengenai risiko. Defenisi risiko yang dimaksud adalah “The possibility of loss,
harm, injuiry, disadvantage or destruction (Kemungkinan kerugian, kejahatan,
luka-luka/kerugian, kerugian atau pembinasaan)”.
Defenisi diatas senada dengan defenisi risiko yang dikemukakan oleh Bank
Indonesia yaitu “Potensi terjadinya peristiwa (events) yang dapat menimbulkan
kerugian Bank.”
Berdasarkan pengertian diatas maka sesungguhnya risiko saat ini
merupakan potensi kerugian diwaktu mendatang karena itu sangat perlu
diperhatikan dan diperhitungkan.
3
Namun ahli lain berpendapat, tidak semua risiko berupa kerugian. Eddie
Cade mendefinisikan risiko sebagai “exposure to uncertainty of outcome
(pengungkapan terhadap ketidakpastian suatu hasil)”. Dengan defenisi yang
dirumuskan oleh Cade ini, menegaskan bahwa outcome/hasil tidak selalu berupa
kerugian. Dalam kondisi tertentu, outcome tersebut dapat saja berupa keuntungan.
Dari defenisi risiko yang dikemukakan diatas, maka risiko dapat
dikategorikan atas : 1
1. Risiko spekulatif, kadang-kadang dikenal pula dengan istilah risiko bisnis(business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat menimbulkan kerugian.
2. Risiko murni yaitu sesuatu yng hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan menderiat kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian. kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Risiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah
kemungkinan untung ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat
kemungkinan untung sedangkan untuk risiko murni tidak dapat kemungkinan
untung.
1 http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Manajemen_risiko&action=edit§ion=2
4
Definisi risiko lain diberikan oleh George J. Benston yang mengemukakan
bahwa risiko merupakan “The probability that any event, or set of events, might
occur. It ussualy denotes a negative or undesired event-one that will cause a
financial institution (hereafter generally called a bank) to fail rather than to be
very succesfully.”
Secara implisit, defenisi Benston mengandung kemungkinan tercapainya
suatu sukses atau keberhasilan namun peluang gagalnya jauh lebih besar.
Ringkasnya, risiko suatu bank dapat didefenisikan sebagai kombinasi dari tingkat
kemungkinan sebuah peristiwa tersebut pada bank. Setiap kegiatan mengandung
potensi sebuah peristiwa terjadi atau tidak terjadi, dengan konsekuensi/dampak
yang memberi peluang untuk untung atau mengancam sebuah kesuksesan (rugi).
Adapun jenis-jenis risiko yang biasa diterima atau terjadi pada sebuah bank
adalah: 2
1. Risiko Kredit2. Risiko Pasar3. Risiko Suku Bunga4. Risiko Nilai Tukar5. Risiko Likuiditas 6. Risiko Operasional 7. Risiko Reputasi 8. Risiko Hukum 9. Risiko Strategik10. Risiko Kepatuhan
Bank seharusnya mempertimbangkan risiko yang mampu dikelola sesuai
kemampuan sumberdaya di dalam Bank itu sendiri. Sebuah Bank sebaiknya hanya
2 Dunil, Z., 2005, Bank Auditing, Risk-Based Audit (Dalam Pemeriksaan Perkreditan Bank Umum), Penerbit Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, hal. 4
5
mengambil Risiko yang biasa dilakukan seperti Risiko kredit yang telah
diperhitungkan dengan baik yang sebagian daripadanya dapat dijual ke Bank lain
karena ingin mengurangi resiko konsentrasi.
A.2 Kredit
Pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang beraneka ragam
dimulai dari arti kata “kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang
berarti “kepercayaan” atau dalam bahasa latin “Creditum yang berarti kepercayaan
akan kebenaran”.3
Dalam praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas
lagi antara lain:
a. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan
dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. 4
b. Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan perbankan di
Indonesia, pengertian kredit ini telah dirumuskan dalam Bab I, pasal 1 ayat
11 yang menyatakan: “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
3 Dana F. Kellerman, 1971, The New Grolier Webster International Dictionary, Grolier Inc., New York
4 Eric L. Kohler, 1964, A Dictionary For Accountants, 3rd Edition, Prentice Hal-Inc., New York
6
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.”
Dari pengertian diatas ada beberapa kesimpulan yang ditarik yaitu :
- Adanya suatu penyerahan uang/tagihan atau dapat juga barang yang
menimbulkan tagihan tersebut kepada pihak lain dengan harapan memberi
pinjaman ini bank akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman
tersebut yang berupa bunga sebagai pendapatan bagi bank yang bersangkutan.
- Dari proses kredit itu telah didasarkan pada suatu perjanjian yang saling
mempercayai kedua belah pihak akan mematuhi kewajibannya masing-masing.
- Dalam pemberian kredit ini terkandung kesepakatan pelunasan utang dan
bunga akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati
bersama.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat telah dikenal
adannya prinsip 5C yaitu: 5
a. Character
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan
kredit benar-benar dapat dipercaya yang tercermin dari latar belakang nasabah
baik latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi.
b. Capacity
Kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit yang diberikan.
5 Kasmir, 2003, Bank dan Lembaga keuangan lainnya, Edisi Revisi Cetakan Ketujuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,hal. 104 -105
7
c. Capital
Yaitu jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin
besar modal yang dimiliki seseorang atau perusahaan maka akan semakin
dipercaya untuk memperoleh kredit.
d. Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan oleh calon nasabah baik yang berupa fisik
maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebih jumlah kredit yang diberikan
dan diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah maka jaminan
yang dititipkan dapat dipergunakan secepat mungkin.
e. Condition
Dalam pemberian kredit hendaknya juga dinilai kondiri ekonomi dan politik
sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta
prospek dari sektor yang dijalankan.
Selanjutnya jenis-jenis kredit yang dapat dibiayai dapat dilihat dari obyek
yang dibiaya dengan kredit tersebut antara lain:6
a. Kredit modal kerja
Yaitu kredit yang diberikan oleh Bank kepada debiturnya untuk memenuhi
kebutuhan modal kerjanya.
b. Kredit Investasi
6 Teguh Pudjo Muljono, 2001, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Edisi Keempat Cetakan Pertama, BPFE-Yogyakarta, hal. 26
8
Yaitu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian barang-barang
modal yaitu barang yang tidak habis dalam satu cycle, maksudnya proses dari
pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut memakan jangka
waktu cukup panjang setelah melalui beberapa kali perputaran.
c. Personal loan
Adalah bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan bukan dalam rangkan
mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif seperti
pemberian kredit untuk pembelian alat-alat rumah tangga.
d. Non Cash Loan
Yaitu sejenis kredit yang belum efektif dapat ditarik secara tunai ataupun
secara pemindahbukuan tetapi didalamnya telah terkandung adanya suatu
kesanggupan untuk melakukan pembayaran dikemudian hari. Pembayaran baru
akan dilakukan oleh bank apabila transaksi yang akan dilakukan direalisir atau
apa yang diperjanjikan menjadi efektif. Adapun jenis kredit non cash loan ini
antara Bank Garansi, Pembukaan L/C impor dan Letter of credit dalam negeri.
A.3 Risiko Kredit
Dalam setiap bentuk usaha selalu dihadapkan pada risiko, hal ini sudah
merupakan suatu hal yang biasa manapun selalu terdapat adanya risiko, walaupun
satu sama lainnya mempunyai bobot yang berbeda-beda. Begitu juga dalam
pemberian kredit, dimana dalam pemberian kredit oleh bank kepada nasabah juga
terdapat risiko yang disebut dengan risiko kredit.
9
Menurut Tampubolon, risiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai
akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya.7 Disatu sisi
Risiko ini dapat bersumber dari berbagai kegiatan fungsional bank seperti
penyaluran pinjaman dan kegiatan lainnya. Disisi lain risiko ini timbul kinerja satu
atau lebih debitur yang buruk. Kinerja debitur yang buruk ini dapat berupa
ketidakmampuan atau ketidakmauan debitur untuk memenuhi sebagian atau
seluruh isi perjanjian kredit yang disepakati sebelumnya.
Bank for International Settlement (BIS) memberikan definisi tentang
Credit Risk sebagai berikut:8
“Credit Risk is most simply defined as the potential that a bank borrower or
counterparty will fail to meet its obligation in accordance with agreed
terms(Risiko Kredit adalah sebagai potensi kegagalan nasabah dalam
menenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan yang disetujui).”
Kepentingan bank dalam kaitannya dengan risiko kredit sebagaimana
didefinisikan diatas adalah bank berusaha agar rate of return (tingkat
pengembalian) dari kredit yang diberikan bank adalah maksimum. Tujuan dari
manajemen resiko kredit adalah untuk memaksimalisasi tingkat pengembalian
kredit bank dengan menjaga credit risk exposure dalam batas ukuran yang
akseptabel. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan kepiawaian bank dalam
mengelola perkreditannya.
7 Robert Tampubolon, 2004, Risk Management, Cetakan Kedua, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 24
8 Basel Committee on Banking Supervision, Bank for International Settlement, Paper “Principles for Management of Credit Risk” May 2001
10
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Resiko Kredit
Faktor risiko kredit mencakup berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
kemampuan peminjam untuk membayar kembali pinjaman secara penuh serta
sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan Bank untuk menyelesaikan
kredit bermasalah (Non Performance Loan / NPL ). Dimana sebagai hasil dari
faktor-faktor ini, sebenarnya kerugian menuju akhir proses pemulihan masalah
utang dapat juga mempengaruhi kecukupan modal Bank.9
Dalam menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kredit pada suatu bank
dapat dilihat yaitu:
a. Lingkungan kredit, lingkungan kredit yang kurang memadai akan
mengakibatkan semakin tingginya risiko kredit yang ditnggung oleh bank
tersebut, misalnya semakin tinggi suku bunga yang diterapkan suatu bank
terhadap kredit yang diberikan maka akan semakin tinggi tingkat risiko yang
dihadapi dengan kata lain akan semakin tinggi tingkat counterparty dari
nasabah bank tersebut.
Dalam lingkungan kredit ini, itikad baik serta kemampuan pegawai/pejabat
bank sangat mempengaruhi risiko kredit yang dihadapi oleh suatu bank
dimana jika pegawai/pejabat suatu bank tidak memiliki itikad baik atau tidak
memiliki kemampuan dalam menanggulangi permasalah perkreditan maka
9 http://www.bangkokbank.com/download/annual2006
11
tingkat risiko kredit yang dihadapi bank tersebut akan semakin besar dan
begitu pula sebaliknya.
b. Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit
Dalam hal kebijakan dan prosedur pemberian kredit terdapat beberapa hal yang
dapat mempengaruhi risiko kredit yaitu:
1) Perencanaan Kredit, jika suatu kredit yang akan diberikan telah
direncanakan dengan baik, maka risiko kredit yang akan dihadapi bank
akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya.
2) Persetujuan kredit, jika bank dalam memberikan persetujuan kredit telah
mempertimbangkan unsur-unsur 5C seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya maka risiko kredit yang dihadapi bank tersebut akan dapat
ditekan.
3) Pengkajian ulang kredit, tujuan dari pengkajian ini adalah untuk
mengetahui kredit-kredit yang bermasalah kemudian dicari
permasalahannya untuk menemukan solusi atas kredit tersebut. Jika hal ini
dilakukan secara berkala maka bank akan dapat menguragi tingkat kredit
macet yang mungkin akan terjadi.
4) Pengadministrasian file kredit, buruknya pengadministrasian file kredit
pada suatu bank akan menyebabkan bank kesulitan untuk mengetahui
secara dini terhadap kredit-kredit yang bermasalah, sehingga tingkat risiko
kredit yang dihadapi oleh bank tersebut akan semakin tinggi dan begitu
juga sebaliknya.
12
c. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
risiko kredit yang dihadapi oleh bank, dimana dengan menurunnya
pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mengakibatkan penurunan
pendapatan perusahaan yang menjadi nasabah debitur. Dengan menurunnya
tingkat pendapatan tersebut akan menyebabkan nasabah tidak akan mampu
mengembalikan pinjaman yang diberikan bank.
C. Pengendalian Resiko Kredit
Bank perlu mengelola risiko kredit yang terkandung dalam portofolio
maupun risiko dalam kredit atau transaksi secara individual.Bank perlu
mempertimbangkan hubungan antara risiko kredit dan risiko lainnya.
Efektivtas pengendalian eksposure risiko kredit bank bergantung pada
sejumlah faktor yang ada dalam pengendalian risiko kreditnya. Faktor-faktor
tersebut harus sudah tersedia sebelum sebuah bank memberikan fasilitas kredit.
Beberapa aspek kunci dalam perspektif pengendalian risiko kredit yang standar
dan praktek yang baik untuk dimiliki Bank adalah sebagai berikut:
C.1 Menciptakan Lingkungan Resiko Kredit Yang Memadai
Prinsip pertama yang ditawarkan oleh Basel Committee berbunyi sebagai
berikut: “The board of directors should have responsibility for approving and
periodically reviewing the credit risk strategy and significant credit risk policies of
the bank. The strategy should reflect the bank tolerance for risk and the level of
13
provitability the bank excepts to achieve for incurring various credit risks (Dewan
direktur mempunyai tanggung jawab untuk menyetujui dan pada waktu tertentu
meninjau ulang strategi risiko kredit dan kebijakan risiko kredit bank. Strategi
mencerminkan toleransi bank untuk resiko dan tingkatan provitabilas bank kecuali
bagi mencapai untuk incuirring berbagai risiko kredit.”
Prinsip diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris Dan Direksi
Dewan komisaris dan direksi bertanggung jawab sebagai pemberi persetujuan
akhir dan utama atas strategi, kebijakan, prosedur dan limit yang bertalian
dengan resiko kredit. Komisaris dan direksi memastikan bahwa semuanya itu
sesuai dengan kegiatan usaha Bank, serta melakukan pengkajian berkala
(sekurangnya setahun sekali) atas hal-hal tersebut.
Selain memberikan persetujuan dan melakukan pengkajian, Dewan Komisaris
dan Direksi juga bertanggungjawab untuk mengawasi pengimplementasian
strategi, kebijakan, prosedur dan limit yang dimaksud, agar dapat:
- Diterapkan secara terkonsolidasi melalui penyebarluasan dan diseminasi
pengkomunikasian strategi dan kebijakan karena dimengerti oleh semua
pihak yang berkepentingan dengan risiko kredit.
- Mendukung diterapkannya standar pemberian kredit yang sehat secara
konsisten.
- Mengutamakan kepatuhan terhadap strategi dan kebijakan kredit dan tidak
diperlunak karena alasan adanya tekanan persaingan.
14
- Memantau dan mengendalikan risiko kredit
- Mengindentifikasikan dan menangani kredit bermasalah sedini mungkin.
Wewenang dan tanggung jawab ini dapat didelegasikan kepada Komite Kredit
atau Manajemen Senior dibawahnya. Sedangkan pengawasan aktif terhadap
pengelolaan risiko kredit tetap berada ditangan direksi.
b. Strategi Kredit
Strategi, kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan konsisten dengan
tingkat toleransi risiko, ketersediaan modal yang akan dialokasikan untuk
kegiatan perkreditan dan kecakapan pejabat kredit.
Strategi risiko kredit harus mencakup pernyataan bahwa untuk mencapai
pertumbuhan usaha yang diharapkan. Selanjutnya strategi dan kebijakan risiko
kredit ini harus dikomunikasikan keseluruh pegawai secara efektif. Pejabat
atau pegawai yang berkepentingan memahami pendekatan Bank dalam
memberi persetujuan kredit dan mentaati kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan.
c. Strategi Penetapan Suku Bunga Kredit
Bagi sebuah bank, penetapan harga produk (loan pricing) secara tepat jauh
lebih penting dibandingkan dengan peningkatan volume usaha, khususnya
ekspansi kredit.
Michael de Kare menegaskan bahwa dalam jangka panjang penetapan harga
sebuah produk yang baik haruslah dapat mendikte konsumen yang
membutuhkannya. Misalnya dengan memberikan bunga kredit yang lebih
15
rendah kepada debitur usaha yang risiko kredinya rendah, hal ini mengarahkan
pada debitur untuk memperkecil risiko kreditnya.
Dengan demikian sebuah Bank yang ingin aman terhadap Risiko Kredit harus
menerapkan strategi penetapan suku bunga kredit yang berbeda untuk risiko
kredit yang berbeda.
Untuk menerapkan bunga yang berbeda bagi kualitas aktiva produktif yang
berbeda, sebaiknya Bank menetapkan credit scoring dan credit rating. Kredit
yang dinilai kelayakan kreditnya berada dibawah score yang telah ditetapkan
akan dapat disetujui, diluar itu akan ditolak. Kredit yang telah disetujui,
selanjutnya dikaji dan diberi rating secara berkala untuk menetapkan tingkat
suku bunganya.
Otoritas Pengawasan Bank Sentral umumnya menegaskan agar penetapan suku
bunga kredit mencerminkan risiko yang terkait (underlying risk ) dan setelah
menutup cost of fund, biaya operasi dan cadangan kredit macet masih
memberikan imbal hasil yang wajar bagi modal yang dikeluarkan pemegang
saham.
C.2 Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit Yang Lengkap dan Mutakhir
Kebijakan dan prosedur pemberian kredit harus merupakan artikulasi dari
apa yang menjadi tujuan dalam strategi Bank. Kebijakan ini harus pula memberi
kontribusi bagi pengelolaan risiko kredit yang efektif dalam bentuk menyajikan
informasi yang memadai untuk membantu Bank dalam melakukan penilaian
secara komprehensif terhadap risiko kredit. Toleransi risiko kredit yaitu jumlah
16
dan jenis risiko kredit yang siap diserap, harus secara jelas ditegaskan dalam
kebijakan kredit. Toleransi ini harus searah dengan tujuan strategik Bank.
Manual perkreditan yang terdapat pada sebuah Bank harus menguraikan
kriteria dan prosedur untuk :
- Pemberian/ persetujuan kredit baru, perpanjangan kredit yang sudah ada, dan
persetujuan atas penyimpangan yang terjadi.
- Pelaksanaan review berkala secara independen terhadap kredit yang telah
disetujui.
- Kelengkapan administrasi kredit seperti catatan-catatan (records), dokumentasi
dan lain-lain dari kredit yang telah mendapat persetujuan.
Adapun penjabaran dari kriteria dan prosedur diatas adalah sebagai berikut:
a. Persetujuan Kredit
Sebelum sebuah permohonan kredit akan dinilai, pejabat kredit harus
memastikan bahwa permohonan kredit teah sesuai dengan kebijakan resiko
kredit. Penilaian kredit harus dilakukan dengan melakukan analisa yang rinci
mengenai posisi keuangan dan kemampuan untuk melunasi pinjaman debitur.
Proses penilaian yang standar tidak boleh dikurangi karena alasan kesulitan
mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya. Proses penilaian juga tidak
boleh diintervensi oleh manajemen, pemilik saham, atau pihak lain yang
memiliki sangkut paut kepentingan dengan permohonan kredit tersebut.
Keputusan persetujuan kredit harus didasarkan pada analisis yang seteliti dan
17
setepat mungkin. Untuk itu diperlukan informasi yang banyak dan sejujur
mungkin dari Debitur.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dan tercakup dalam persetujuan
kredit antara lain:
a) Prinsip mengenal nasabah yang harus dipatuhi secara ketat.
b) Tujuan kredit dan sumber pembiayaan.
c) Profil risiko terkini dari debitur dan agunan serta tingkat sensitifitasnya
terhadap perkembangan kondisi ekonomi dan pasar.
d) Analisis kemampuan untuk membayar kembali yang ditunjukkan oleh
perkembangan keuangan historis dan proyeksi arus kas dengan berbagai
skenario.
e) Posisi Debitur dalam industri tertentu, serta kemampuan bisnis debitur
maupun kondisi sektor ekonomi debitur.
f) Persyaratan kredit yang diajukan, termasuk limit dan perjanjian yang
dirancang untuk membatasi perubahan eksposur debitur diwaktu yang akan
datang.
Bank perlu menetapkan apakah memberi kewenangan untuk memutuskan
kredit kepada Kepala Cabang (paham generalis)atau menyerahkannya pada
Satuan Kerja Khusus untuk me-review kredit yang bebas dari satuan kerja
operasional yang mengembangkan usaha (paham spesialis).
Pendekatan manapun yang dipilih, sebaiknya Bank menetapkan agar krediti
diputuskan oleh sebuah komite kredit di tingkat cabang ataupun di kantor
18
pusat. Untuk menghindari pengaruh kepala cabang atau direktur, sebaiknya
persetujuan kredit ditetapkan oleh suara terbanyak.
b. Pencairan Kredit
Setelah sebuah kredit disetujui, baik sebelum atau sesudah sebuah transaksi
pencairan kredit dilakukan, pejabat yang terpisah dari satuan kerja pemutus
kredit harus melakukan pengkajian ulang. Untuk keperluan pengkajian ini,
Bank dapat menyusun dan menggunakan check-list khusus untuk keperluan
tersebut. Daftar ini tidak perlu panjang, memuat faktor kunci yang perlu
diperiksa ulang.
c. Pengkajian Ulang Kredit ( Internal Credit Review )
Tugas pengkajian ulang ini harus dilakukan secara berkala, baik per fasilitas
kredit maupun untuk keseluruhan portofolio kredit.
d. Pengadministrasian dan File Kredit
Administrsi kredit merupakan komponen kritis dalam memelihara keamanan
dan kesehatan sebuah Bank. Fungsi ini mencakup pemeliharaan file kredit agar
tetap mutakhir, mendapatkan informasi keuangan terkini, mengirimkan
pemberitahuan kepada debitur untuk memperpanjang fasilitas kreditnya dan
menyiapkan berbagai dokumen seperti perjanjian kredit dan lain-lain.
e. Faktor Pendukung Lainnya
19
Beberapa faktor pendukung kebijakan dan prosedur yang baik untuk
mengelola risiko kredit adalah:
1) Budaya kredit yang kuat, sebuah bank yang memiliki budaya kredit yang
kuat sangat kecil kemungkinan menderita kerugian karena risiko kredit.
2) Kualifikasi kredit untuk kepentingan internal
3) Bank secara berkala menyisihkan sebagian laba yang tidak digunakan
untuk membiayai penyisihan penghapusan aktiva produktif (penghapusan
kredit).
4) Diversifikasi (pembagian) kredit, bank harus dapat membedakan
pemberian kredit kepada nasabah sesuai dengan tingkat risiko yang
dimiliki nasabah tersebut.
5) Kebijakan pelunasan kredit
6) Manajemen Kredit bermasalah
7) Pemeriksaan kredityang dilakukan oleh internal auditor secara berkala
sekurangnya setahun sekali.
C.3 Proses Identifikasi, Pengkuran, Pengendalian Risiko Kredit Secara Efektif
C.3.a Indentifikasi Risiko Kredit
Ada empat hal kunci yang biasa atau perlu diperhatikan dalam proses
mengindentifikasikan dan menindaklanjuti risiko kredit, yaitu:
- Melakukan analisis lingkungan
- Menilai fasilitas kredit secara satu persatu dari berbagai sudut.
20
- Mengkaji ulang risiko konsentrasi portofolio kredit yang ada secara
seksama.
- Menilai dan membandingkan net interest margin (NIM) dengan pertumbuhan
loan to deposit.
C.3.b Mengukur Risiko Kredit
Pengukuran risiko dilakukan dengan menetapkan score yang dapat
mengacu ke internal credit risk rating yang ada, dengan mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
- Karakteristik setiap jenis kredit, kondisi keuangan debitur serta struktur kredit
yang diperjanjikan dalam kontrak.
- Potensi terjadinya kegagalan membayar
- Besarnya kerugian yang ditimbulkan apabila gagal bayar tersebut terjadi.
- Aspek jaminan dan marketability-nya
- Kesiapan dan kemampuan Bank dalam menyerap potensi kegagalan yang
diperkirakan.
C.3.c Menanggapi Risiko
Perkembangan profil risiko kredit ini harus dipantau secara berkala,
khususnya batas toleransi risiko kredit yang tidak boleh dilampaui. Perkembangan
risiko kredit ini mulai dari faktor penyebab terjadinya risiko sampai dengan upaya
yang dilakukan untuk memitigasi risiko yang dimaksud harus dilaporkan ke
21
Satuan Kerja Manajemen Risiko, untuk dikompilasi dan dibahas di Komite
Manajemen Risiko.
C.3.d Mengendalikan Resiko Kredit
Pengendalian risiko kredit dilakukan oleh petugas yang independen dari
satuan kerja operasional kredit. Hasil pengendalian disampaikan kepada dewan
direksi, komite audit dan satuan kerja manajemen risiko. Terhadap kredit yang
bermasalah ditangani secara khusus, yang prosesnya harus ditatausahakan melalui
administrasi kredit dan sistem deteksi kredit bermasalah.
22
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil-hasil yang diuraikan pada bab-bab sebelum, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Risiko kredit adalah kombinasi dari tingkat kemungkinan atau potensi
kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan
yang disetujui.
2. Faktor-faktor risiko kredit mencakup berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan peminjam dalam untuk membayar kembali
pinjaman secara penuh yiatu :
a. Lingkungan kredit
b. Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit
c. Pertumbuhan Ekonomi
3. Pengendalian risiko kredit dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat
counterparty terhadap kredit yang diberikan. Adapun beberapa hal yang
termasuk dalam pengendalian risiko kredit adalah:
a. Menciptakan lingkungan risiko kredit yang memadai.
b. Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit Yang Lengkap dan Mutakhir
4. Pengendalian risiko kredit dilakukan oleh petugas yang independen dari satuan
kerja operasional kredit dimana hasil pengendalian disampaikan kepada dewan
direksi, komite audit dan satun kerja manajemen risiko.
23
DAFTAR PUSTAKA
Basel Committee on Banking Supervision, Bank for International Settlement, Paper “Principles for Management of Credit Risk” May 2001
Dana F. Kellerman, 1971, The New Grolier Webster International Dictionary, Grolier Inc., New York
Dunil, Z., 2005, Bank Auditing, Risk-Based Audit (Dalam Pemeriksaan Perkreditan Bank Umum), Penerbit Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta
Eric L. Kohler, 1964, A Dictionary For Accountants, 3rd Edition, Prentice Hal-Inc., New York
Kasmir, 2003, Bank dan Lembaga keuangan lainnya, Edisi Revisi Cetakan Ketujuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Robert Tampubolon, 2004, Risk Management, Cetakan Kedua, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Teguh Pudjo Muljono, 2001, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Edisi Keempat Cetakan Pertama, BPFE-Yogyakarta
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Manajemen_risiko&action=edit& section=2
http://www.bangkokbank.com/download/annual2006
24