TUGAS KMB III
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI:
Guillain-Barre Syndrome
Disusun oleh:
KELOMPOK 5
Risky Dayamaes (108104000040)
Dewi Rahmatika (109104000044)
Desi Suci Angraeni (109104000018)
Eka Sripuspita (109104000004)
Hamidatu Ulfiah (109104000047)
Imarotul Fitriyah (109104000050)
Rusmanto (109104000034)
Sih Utami Sri Hartati (109104000027)
Ummi Zulaikhah (109104000037)
Walidatul Laili Mardliyah (109104000051)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 1
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Guillain-Barre (SGB) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory
Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara
akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf
otak yang didahului oleh infeksi.
Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor
neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Penyakit ini merupakan
penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf. Kelumpuhan dimulai pada bagian
distal ekstremitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis) dengan karakteristik
adanya kelemahan arefleksia yang bersifat progresif dan perubahan sensasi sensorik. Gejala
sensorik muncul setelah adanya kelemahan motorik
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur.
Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode
42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per
100.000 orang.
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala
neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh
gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali
timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien
dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. Bila
terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic
Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai saat ini belum ada terapi
spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki
prognosisnya.
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Saraf Perifer
Otak dan sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian tubuh melalui
cranial nerves (saraf-saraf kepala) dan spinal nerves (saraf-saraf tulang belakang). Saraf-saraf
tersebut adalah bagian dari sistem saraf perifer yang membawa informasi sensoris ke sistem saraf
pusat dan membawa pesan-pesan dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar di
seluruh tubuh atau disebut juga dengan sistem saraf somatik (somatic nervous system).. Selain
dari kedua macam saraf perifer yang termasuk sistem saraf somatic di atas,PNS juga terdiri dari
sistem saraf autonomik (autonomic nervous system). Ketiganya akan kita bicarakan lebih lanjut
di bawah ini.
1. Neuron (Sel Saraf)
Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis dan fungsional system
saraf. Neuron menjalankan fungsi sel saraf seperti mengingat, berfikir, dan mengontrol semua
aktifitas tubuh. Neuron terdiri dari tiga bagian yaitu badan sel dendrit dan akson.
Gambar 1. Sel Neuron
Soma adalah inti sel (nucleus) dari sel saraf, didalamnya terdapat organel sel. Nucleus
yang mengandung informasi genetik neuron, mengarahkan produksi protein, enzim, dan
neurotransmitter yang diperlukan oleh saraf untuk fungsi tepatnya. Badan sel mengantarkan
zat tersebut ke bagian neuron lainnya sesuai kebutuhan.
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 3
Dendrit adalah bagian penerima input neuron, berukuran pendek dan bercabang-
cabang, yang merupakan perluasan dari badan sel. Dendrite adalah penerima stimulasi dari
saraf lain.
Sedangkan axon adalah bagian yang menyampaikan impuls ke neuron lain, otot dan
kelenjar. Berukuran panjang dan berbentuk silinder tipis, tempat lewatnya sinyal listrik yang
dimulai dari dendrite dan badan sel. Akson mentransmisikan sinyal awal ke neuron lain atau
ke otot atau ke kelenjar. Akson juga disebut serabut saraf, banyak serabut saraf yang melintas
bersama disebut saraf. Pada beberapa saraf, akson akan ditutup lapisan lemak yang terisolasi,
yang disebut myelin. Myelin diproduksi ketika sel lemak membungkus membrane plasmanya
di sekitar akson. Pada sistem saraf perifer, myelin dibentuk oleh sel Schwann sedangkan pada
sistem saraf pusat dibentuk oleh sel oligodenrosit. Tiap sel Schwann membentuk satu segmen
myelin. Tiap oligodenrosit membentuk segmen multipel dari myelin yang membungkus
beberapa akson. Karena itu, myelin pada saraf perifer lebih tipis dan beregenerasi lebih
efisien. Nodus Ranvier adalah daerah yang terputus antara selubung myelin. Akson yang tidak
bermielin diselubungi sitoplasma sel Schwann. Struktur myelin pada SSP dan SST umumnya
sama, yaitu terbentuk oleh 70% lemak dan 30% protein. Namun ada perbedaan pada protein
yang membentuk struktur myelin tersebut. Perbedaan ini menjelaskan mengapa reaksi alergi
pada myelin SSP tidak menyebabkan demielinasi sentral dan sebaliknya.
Selubung myelin berfungsi sebagai isolator listrik, mencegah arus pendek antara
akson, dan mempasilitasi konduksi. Nodus ranvier adalah satu-satunya titik dimana akson
tidak tertutup myelin dan ion-ion dapat berpindah diantaranya dan cairan ekstraseluler.
Depolarisasi membrane aksonal pada nodus ranvier memperkuat potensial aksi yang
dihantarkan sepanjang akson dan ini adalah dasar konduksi saltatori (meloncat).
Jenis neuron, berdasarkan struktur dibagi atas
a. Multipolar: terdiri atas beberapa dendrit dan satu akson
b. Bipolar: terdiri atas 1 dendrit dan 1 akson
c. Unipolar: dendrite dan akson menyatu
Sedangkan berdasarkan fungsi sebagai berikut
a. Sensoris neuron (aferen), membawa impuls dari reseptor misalnya di kulit, otot, dan
bagian lain ke SSP
b. Motorik neuron (eferen), membawa impuls dari SSP ke efektor seperti otot dan kelenjar
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 4
c. Interneuron, tidak termasuk sensorik atau motorik.
2. Sistem Saraf Somatik
a. Saraf-saraf Tulang Belakang (Spinal Nerves)
Saraf tulang belakang yang merupakan bagian dari sistem saraf somatic, dimulai
dari ujung saraf dorsal dan ventral dari sumsum tulang belakang (bagian di luar sumsum
tulang belakang). Saraf-saraf tersebut mengarah keluar rongga dan bercabang-cabang di
sepanjang perjalanannya menuju otot atau reseptor sensoris yang hendak dicapainya.
Cabang-cabang saraf tulang belakang ini umumnya disertai oleh pembuluh-pembuluh
darah, terutama cabang-cabang yang menuju otot-otot kepala (skeletal muscles).
Mekanisme input (masuknyainformasi-informasi sensoris ke sumsum tulang
belakang) dan output dari proses tersebut yang menghasilkan informasi-informasi
motorik. Soma sel dari axon-axon saraf tulang belakang yang membawa informasi
sensoris ke otak dan sumsum tulang belakang terletak di luar sistem saraf pusat (kecuali
untuk system visual karena retina mata adalah bagian dari otak). Axon-axon yang datang
membawa informasi sensoris ke susunan saraf pusat ini adalah saraf-saraf afferent. Soma-
soma sel dari axon yang membawa informasi sensoris tersebut berkumpul di dorsal root
ganglia.
Neuron-neuron ini merupakan neuron-neuron unipolar. Batang axon yang bercabang
di dekat soma sel, mengirim informasi ke sumsum tulang belakang dan ke organ-organ
sensoris. Semua axon di dorsal root menyampaikan informasi sensorimotorik.
b. Saraf-saraf Kepala (Cranial Nerves)
Saraf-saraf kepala terdiri dari 12 pasang saraf kepala yang meninggalkan permukaan
ventral otak. Sebagian besar saraf-saraf kepala ini mengontrol fungsi sensoris dan motorik
di bagian kepala dan leher. Salah satu dari keduabelas pasang tersebut adalah saraf vagus
(vagus nerves/saraf yang "berkelana"), yang merupakan saraf nomor sepuluh yang
mengatur fungsi-fungsi organ tubuh di bagian dada dan perut. Disebut "vagus" atau saraf
yang berkelana karena cabang-cabang sarafnya mencapai rongga dada dan perut.
Seperti yang telah dijelaskan di atas; soma sel dari axon-axon yang membawa
informasi sensoris ke otak dan sumsum tulang belakang terletak di luar sistem saraf pusat
(kecuali untuk sistem visual). Informasi somatosensoris juga dari indera perasa di lidah
diterima melalui saraf-saraf kepala oleh neuron-neuron unipolar. Informasi pendengaran,
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 5
vestibular, dan visual diterima melalui neuron-neuron bipolar. Informasi indera penghidu
(penciuman lewat hidung) diterima melalui olafctury bulbs. Olfactory bulbs adalah salah
satu bagian otak yang kompleks karena terdiri dari jaringan-jaringan saraf yang rumit.
3. Sistem Saraf Autonom (Autonomic Nervous System)
Autonomic Nervous System (sistem saraf autonom) mengatur fungsi otot-otot halus,
otot jantung, dan kelenjar-kelenjar tubuh (autonom berarti mengatur diri sendiri). Otot-
otot halus terdapat di bagian kulit (berkaitan dengan folikel-folikel rambut di tubuh, di
pembuluh pembuluh darah, di mata (mengaturukuran pupil dan akomodasi lensa mata), di
dinding serta jonjot usus, di kantung empedu dan di kandung kemih. Jadi dapat
disimpulkan bahwa organ-organ yang dikontrol oleh sistem saraf autonom memiliki
fungsi untuk melangsungkan proses vegetatif' (proses mandiri dan paling dasar) di dalam
tubuh.
Sistem saraf autonom terdiri dari dua sistem yang berbeda secara anatomis, yaitu
bagian sympatetik dan bagian parasympatetik. Organ dalam tubuh dikontrol oleh kedua
bagian tersebut meskipun tiap bagian memberikan efek yang berlawanan. Contohnya,
bagian sympatetik meningkatkan detak jantung, sedangkan bagian parasympatetik
menurunkan detak jantung.
Saraf-saraf Kepala dan Fungsinya:
1. Olfactory: Penghidu (indera penciuman) S
2. Optic: Penglihatan S
3. Occulomotor: Gerakan Mata, Mengontrol Pupil, Lensa, dan Airmata MP
4. Trochlear: Gerakan Mata M
5. Trigeminal: Sensasi di bagianmuka dan mengonyah SM
6. Abducens: Gerakan mata M
7. Facial: Otot-otot muka, kelenjar air liur, dan rasa (lidah) SMP
8. Auditory: Cabang Akustik: Untuk Pendengaran S Cabang Vestibular: Untuk
keseimbangan S
9. Glossopharyngeal: Otot-otot Tenggorokan, Kelenjar Air Liur, dan rasa (lidah) SMP
10. Vagus: Kontrol Parasimpatetik dari organ-organ internal, Sensasi dari organ-organ
Internal, dan rasa (lidah) SMP
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 6
11. Spinal Accessory: Otot-otot kepala dan leher M
12. Hypoglossal: Otot-ototLidah dan Leher
(Ket: S =sensoris, M =motoris, P =parasympathetic)
a. Saraf Sympatetik dari Sistem Saraf Autonom
Sebagian besar saraf sympatetik terIibat dalam aktivitas yang berhubungan dengan
pengeluaran energi dari tubuh. Contohnya meningkatan aliran darah ke otot-otot kepala,
sekresi epinephrine (meningkatkan detak jantung dan kadar gula dalam darah) dan
piloerection (ereksi bulu/rambut pada mamalia atau tegaknya bulu roma pada manusia)
yang terjadi karena kerja sistem saraf autonom yang sympatetik selama periode
peningkatan aktivitas. Soma sel dari neuron motorik sympatetik terIetak di substansia
grisea dari sumsum tulang belakang di bagian thorax (dada) dan lumbar (panggul).
Axonnya keluar melalui ventralroot.Setelah bertemu dengan saraf-saraf tulang
belakang, axon tersebut bercabang dan melalui sympathetic ganglia jangan tertukar
pemahaman dengan dorsal root ganglia). Sebagai catatan, perlu diingat bahwa berbagai
sympathetic ganglia berhubungan dengan ganglia didekatnya, yaitu di bagian bawah dan
atasnya sehingga membentuk ikatan sympatetik (sympathetic chain). Axon-axon yang
meninggalkan sumsum tulang belakang melalui ventral root disebut dengan neuron-
neuron preganglion (preganglionic neuron), kecuali adrenal medulla yang axon
preganglionnya masuk ke ganglia dari ikatan sympatetik, tetapi tidak semuanya
bersynapsis ditempat tersebut. Beberapa neuron preganglion meninggalkan sumsum
tulang belakang menuju ganglia sympatetik lain yang terletak di organ-organ internal.
Semua axon darineuron preganglion bersinapsiske neuron di salah satuganglia tujuannya.
Neuron-neuron tempat bersinapsis disebut neuron postganglion (postganglionic neuron).
Selanjutnya, neuron postganglion mengirim axon ke organ tujuan, seperti usus halus,
perut, ginjal, dan kelenjar keringat.
b. Saraf Parasympatetik dari Sistem Saraf Autonom
Saraf parasympatetik dari sistem saraf autonom mendukung aktivitas tubuh yang
berkaitan dengan peningkatan penyimpanan energidalam tubuh. Memberikan efek-efek
seperti salivasi, sekresi kelenjar pencernaan, dan peningkatan aliran darah ke system
gastrointestinal. Soma sel yang mengandung axon-axon preganglion di sistem saraf
sympatetik terletak di dua bagian, yaitu sel-sel saraf di saraf-saraf kepala (terutama saraf
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 7
vagus) dan substansia grisea di sumsum tulang belakang bagian sacral.
Gangliaparasimpatetik terletak didekat organ tujuan; axon postganglion cenderung lebih
pendek. Terminal button dari axon postganglion parasimpatetik mensekresikan
acetylcholine.
B. Pengertian
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia
yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karakterisasi berupa
kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang
kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.
Guillain – Barre Syndrome (GBS) adalah sindrom klinis yang ditunjukkan o l eh awi t an
aku t da r i ge j a l a -ge j a l a yang mengena i s a r a f pe r i f e r dan k r an i a l . Proses
penyakit mencakup demielinisasi dan degenerasi selaput myelin dan saraf perifer kranial
(H u d a k , 1999)
Guillain – Barre Syndrome (GBS) merupakan sindrom klinis yang ditunjukan oleh onset
akut dari gejala- gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial proses penyakit mencakup dari
demielinasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf perifer dan kranial (Sylvia A. Price dan
lorraine M. Wilson, 1995)
Guillain – Barre Syndrome (GBS) merupakan peradangan neuritis demielinasi (disebut
juga polineuropati) progresif dan akut mengenai sistem saraf perifer. Penyebabnya tidak
diketahui tetapi diyakini melibatkan reaksi autoimunterhadap reaksi viral seperti:
sitomegalovirus, virus epstein barr atau campylobacter jejuni. Gejala patologis utama adalah
berkurangnya mielin pada saraf perifer. Gejala sindrom muncul dalam 1-7 mnggu setelah infeksi
viral. Vaksin influenza bukan merupakan faktor resiko dari penyakit ini. Guillain – Barre
Syndrome (GBS) ditandai dengan adanya paralisis progresif yang terjadi pada pola asenden.
Gangguan motorik- sensorik terjadi secara simetris dimulai dari telapak kaki. Tingkat
kegawatan dan progresif bervariasi, penyakit dapat berlanjutsecara cepat dalam 24 jam terutama
pada kelumpuhan otot- otot pernapasan atau berkembang lambat sampai berminggu- minggu.
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 8
Hal itu dapat terjadi pada salah satu ekstremitas bawah saja atau keatas mengenai tubuh,
terutama mengenai wajah dan dada.
Sering dalam 2-3 minggu setelah timbulnya gejala neurologis, gangguan klinis mencapai
puncaknya, pasien secara perlahan menunjukan tanda adanya penyembuhan, fungsi sensoris dan
motoris kembali norman pada umumnya pada pola desenden. Kebanyakan pasien sembuh dalam
waktu 4-6 bulan tetapi pada beberapa membutuhkan waktu untuk penyembuhan selama satu
tahun. Prognosis penyembuhan buruk untuk individu yang:
1. Lansia
2. Mengalami progresi gejala yang cepat
3. Membutuhkan ventilasi mekanis
4. Menjalani pemeriksaan elektrofisiologis yang menunjukan kerusakan saraf berat
(Morgan, 1991)
C. Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan
secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN
dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik.
Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang lambat
dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni.
Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik
yang berat dengan sedikit demielinisasi.
5. Fisher’s syndrome
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 9
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma ini
terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada
batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena.
Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan.
6. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari
sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural,
retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis,penurunan salvias dan lakrimasi dan
abnormalitas dari pupil.
D. Epidemiologi
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling dkk
mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi
peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini
hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak
bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim
gugur.
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,6 sampai 1,9 kasus per 100.000
orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian
mendapatkan insidensi rate 1,7 per 100.000 orang.
Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang
mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling
tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan
bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada
kelompok ras yang tidak spesifik.
E. Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan
masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 10
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik:
5. Keganasan
6. systemic lupus erythematosus
7. tiroiditis
8. penyakit Addison
9. Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala
neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal
Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB
Infeksi definite probable possible
Virus CMV
EBV
HIV
Varicella- zoster
Vaccinia/ smallpox
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter
Jejeni
Mycoplasma
Pneumonia
Thypoid Borrelia B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 11
F. Patofisiologi
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 12
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 13
Faktor predisposisi: Usia Jenis kelamin
Faktor presipitasi: Infeksi virus/ bakteri Vaksinasi Penyakit sistemik Pembedahan/anestesi
Merangsang reaksi kekebalan sekunder pada saraf tepi
(aktivasi limfosit T dan makrofag)
- Infiltrasi sel limfosit dari pembuluh darah kecil pada endo & epineural
- Makrofag mensekresi protease- Penimbunan komplek antigen, antibody pada
pembuluh darah saraf tepi
Demyelinisasi akut saraf perifer
Guillain barre syndrom
transimisi impuls saraf terganggu
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 14
Rasa kebas (paresthesias) atau mati rasa di kaki /tangan
Kelemahan (paralisis)
hiporefleksi
Perubahan otonom Pengaruh terhadap saraf cranial
Gg. Saraf simpatis dan parasimpatis
Tachycardia/Bradikardi Muka kemerahan Hipertensi/Hipotensi diaphoresis
Kesulitan bicara Kesulitan mengunyah, menelan
MK: kerusakan komunikasi verbal
MK: gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kelemahan pernafasan
dispnea
Pengaruh terhadap pernafasan
MK: pola nafas tidak efektif
MK: ggn. mobilitas fisik
Kerusakan rangsang kemih
Kerusakan rangsang defekasi
MK: Ggn eliminasi fekal (konstipasi/diare)Retensi
urin
MK: resti cedera
MK: defisit perawatan diri
Perubahan sensori & motorik
nyeri tumpul di tulang belakang, punggung, dan ekstremitas bagian proksimal
MK: nyeri
MK: perubahan eliminasi urin
G. Manifestasi klinis
Gambaran klinis dari pasien dengan Guillain Barre Syndrome adalah:
a. Kelemahan
Gambaran klinis klasik kelemahan adalah asenden dan simetris. Anggota tubuh
bagian bawah biasanya terlibat sebelum anggota badan atas. Otot-otot proksimal
mungkin terlibat lebih awal dari yang lebih distal. Batang tubuh, kelenjar, dan otot
pernafasan dapat dipengaruhi juga. Kelemahan berkembang akut selama beberapa
hari sampai minggu. Keparahan bisa berkisar dari kelemahan ringan yang komplit
dengan kegagalan ventilasi. Puncak defisit dicapai oleh 4 minggu setelah
pengembangan awal gejala. Pemulihan biasanya dimulai 2-4 minggu setelah
kemajuan berhenti.
b. Perubahan Sensori
Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik
serupa.
Pada studi konduksi saraf (NCS), 58-76% pasien menunjukkan kelainan sensorik
c. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial diamati pada 45-75% pasien dengan GBS. keluhan
umum diantaranya adalah:
Kelumpuhan pada wajah
Diplopias
Dysarthria
Disfagia
Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah batang tubuh dan
anggota badan yang terpengaruh.
d. Nyeri
89% pasien melaporkan nyeri yang disebabkan GBS di beberapa waktu selama
penyakit mereka. Pada awal presentasi, hampir 50% dari pasien digambarkan
sebagai rasa sakit parah dan menyedihkan.
Mekanisme nyeri tidak pasti dan mungkin produk dari beberapa faktor. Nyeri
dapat hasil dari cedera saraf langsung atau dari kelumpuhan dan immobilisasi
berkepanjangan.
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 15
e. Perubahan Otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan GBS.
Perubahan otonom dapat mencakup hal berikut:
Tachycardia
Bradikardi
Muka kemerahan
Hipertensi paroksismal
Hipotensi ortostatik
Anhidrosis dan / atau diaforesis
Retensi urin dan ileus paralitik juga dapat diamati. Usus dan disfungsi kandung
kemih jarang menyajikan sebagai gejala awal atau berlangsung selama jangka
waktu yang signifikan.
f. Efek pada respiratori
40% pasien memiliki kelemahan pernapasan atau orofaringeal.
keluhan khas meliputi:
Dyspnea
Sesak napas
Kesulitan menelan
Cadel pidato
kegagalan ventilasi dengan dukungan pernafasan yang dibutuhkan terjadi pada
hingga sepertiga pasien dalam beberapa waktu selama perjalanan penyakit
mereka.
H. Komplikasi
Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis pada
otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan
untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang
perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa
ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima
sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan
permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami relaps.
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 16
Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering
terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:
Paralisis otot persisten
Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
Aspirasi Retensi urin
Masalah psikiatrik, seperti depresi dan
ansietas
Nefropati, pada penderita anak
Hipo ataupun hipertensi
Tromboemboli
pneumonia
ulkus
Aritmia jantung
Ileus
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Adanya “albumino- Cytologic Dissosiation” yaitu penigkatan kadar protein pada cairan
serebrospinal yang sangat tinggi lebih kurang diatas 300 mg/ul pada hari kesepuluh sampai
hari keduapuluh tanpa disertai pleositosis, akan tetapi terdapat 9% kelainan ini tidak disertai
kenaikan kadar protein. Peningkatan protein ini diduga akibat dari reaksi inflamasi yang luas.
Hal diatas tidak sesuai dengan jumlah sel yang dalam LCS tidak mengalami perubahan.
Pemeriksaan elektroneuromiografi
Menunjukkan adanya dimielinisasi pada hampir semua penderita Sindrom Guillain Barre.
Pemeriksaaan Kecepatan Hantaran Saraf yang menurun (Nerve Conductivity Test)
Pemeriksaan laboratorium
Di dapatkan nilai LED meningkat, karena adanya infeksi kronis atau keganasan. Pada
ninai hitung jenis leukosit , didapatkan peningkatan netropil segmen menandakan adanya
reaksi infeksi dalam tubuh, begitu juga dengan penurunan limposit. Limposit dapat menurun
apabila dalam keadaan terinfeksi virus atau bakteri. Limposit juga dapat menurun apabila
keadaan imun seseorang rendah. Pada sindrom guillai barre SGOT dan SGPT dapat
meningkat tapa adanya gangguan organ.
Pemeriksaan lumbal fungsi
- Cairan LCS rendah
Menunjukan hasil yang normal. Tidak ada kekeruhan pada LCS
- Nonne ( + )
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 17
Dilakukan untuk menguji kadar globulin dalam LCS. Hasi tes ini dipengaruhi oleh nilai
kadar globulin. Hasil positif menunjukan adanya kenaikan kadar globulin yang dapat
ditandai dengan adanya cincin keruh pada tabung yang di isi LCS dan reagen berupa
larupa larutan jenuh amoiu sulfat.
- Pandy( + )
Tes ini sama dengan tes nonne
- Peningkat protein
Nilai normal 15-45
- Glukosa
Nilai normal 48-86
Hasil pemeriksaan elektrimiografi sama dengan tes nonne
- Motoric conduction velocity
n.tibialis peroneus dextra dan sinistra : distal latency memanjang, conductional velocity
menurun, amplitudo rendah
- N.medianus dextra dan sinistra : distal atenci memanjang, conduction pelocity menurun,
amplitudo rendah
Dari pemeriksaan implus sensoris, gelombang tidak muncul karena sudah tidak ada konduksi
implus yang mencapai elektrode
F_Wave : N.tibialis dextra dan sinistra :prolonged
F_Wave memanjang terjadi hambatan konduksi saraf pada lengan dan tungkai
J. Penatalaksanaan
Terapi pada pasien ini meliputi perawatan umum, pengawasan keadaan umum dan tanda
vital, pencegahan komplikasi tirah baring lama, dan fisioterapi.
Terapi medikamentosa:
1. Infus asering 10 tpm
2. Kortikosteroid : inj metilprednisolon 125mg/8jam
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 18
3. Immunoglobulin Intravena (IVIG) 0,4 g/kgBB/tiap hari (selama 5hari)
4. Antihipertensi : Valsartan 1x160mg
Penatalaksanaan umum Guillain-Barre Syndrome meliputi:
1. Fisioterapi. Pada fase akut pasien mungkin belum dapat berpartisipasi penuh pada program
terapi aktif.Pada stadium ini dilakukan latihan ROM (range of motion)setiap hari dan
posisioning yang tepat untuk mencegah pemendekan dan kontraktur sendi, kemudian terapi
aktif dapat dilakukan perlahan-lahan(isometric, isotonic,isokinetik). Pasien tetap dimonitor
untuk kemungkinan tidak stabilnya hemodinamik dan aritmia jantung, intensitas latihan juga
harus dimonitor, karena otot terlalu keras berlatih malah membuat kelemahan semakin
progresif
2. Pencegahan komplikasi. Komplikasi yang berhubungan dengan kematian pada GBS
diantaranya adalah distress respirasi dan disfungsi otonom, ini memerlukan monitor secara
ketat di ICU. Selain itu perlu adanya pencegahan komplikasi akibat imobilitas seperti DVT
dan kontraktur
3. Terapi Farmakologis IVIG dengan dosis 0,4 g/kgBB/hari diberikan selam 5 hari.Plasma
exchange jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 50ml/kg dalam waktu 1- 2
minggu
Penatalaksanaan Guillain Barre Syndrom diantaranya fisioterapi, pencegahan komplikasi,
terapi farmakologis. Prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi
aksonal dan umur pasien. Pasien muda mempunyai prognosis lebih baik daripada usia
tua.kematian terjadi sekitar 2-6% dan biasanya berhubungan dengan cardiac arrest, ARDS,
emboli pulmo,bronchopneumonia , pneumonia dan sepsis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 19
Kasus 1
Tn. Kamto usia 45 thn berkerja wiraswastawan, bangun tidur dipagi hari mengeluh tidak bisa
berjalan. Sebelumnya dia mengalami diare-diare 2hari dan demam kira-kira 1 minggu
sebelumnya. Sebelum sakit Tn kamto sangat aktif baik dalam pekejaannya, olahraga lari pagi,
berkebun, mengendarai kendaraan dan merawat dirinya.dia belum pernah dirawat di RS
sebelumnya. Hasil pemeriksaan fisik tidak di temukan tanda-tanda obyektif yang menunjukan
stroke. Dua hari kemudian kondisi Tn. Kamto bertambah buruk , tidak mampu menelan air
liurnya, kelemahan pada kedua ekstermitas atasnya dan akhirnya menggunakan alat bantu
pernafasan (ventilator) dan kemungkinan dipasang tracheostomi. Hasil lumbal punctie pada
cairan cerebrospinal di temukan protein tinggi dan tekanan meningkat, leokositosis.
1. PENGKAJIAN
a. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang biasanya dimulai dari
ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan cepat kearah
atas.Hilangnya kontrol motorik halus tangan
Tanda : Klemahan otot, paralisis flaksid ( simetris)
Cara berjalan tidak mantap
b. SIRKULASI
Tanda : Perubhan tekanan darah ( hipertensi/hipotensi )
Disritmia, takikardia/bradikardia
Wajah kemerahan, diaforesis
c. INTEGRITAS/EGO
Gejala : Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi.
Tanda : Tampak takut dan binggung
d. ELIMINASI
Gejala : Adanya perubahan pola eliminasi
Tanda : Kelemahan otot-otot abomen.
Hilangnya sensasi anal ( anus ) atau berkemih dan refleks sfingter.
e. MAKANAN DAN CAIRAN
Gejala : Kesulitan dalam mengunyah dan menelan
Tanda : Gangguan pada refleks menelan
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 20
f. NEUROSENSORI
Gejala : Kebas kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan selanjutnya terus
naik
Perubhan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu.
Perubahan ketajaman penglihatan.
Tanda : Hilangnya/ menurunnya refleks tenon dalam.
Hilangnya tonus otot, adanya masalah keseimbangan.
Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata- ( keterlibatan saraf
kranial)
Kehilangan kemampuan untuk berbicara
g. NYERI/KENYAMANAN
Gejala : Nyeri tekan pada otot; seperti terbakar , sakit, nyeri ( terutama pada bahu,pelvis,
pinggang , punggung dan bokong ) Hipersensitif terhadap sentuhan.
h. PERNAPASAN
Gejala : Kesulitan dalam bernapas, napas pendek.
Tanda : Pernapasan perut, mengunakan otot bantu napas, apnea penurunan/ hilangnya
bunyi napas.
Menurunnya kapasitas vital paru
Pucat/sianosis
Gangguan refleks menelan/batuk
i. KEAMANAN
Gejala : Infeksi virus nonspesifik ( seperti; infeksi saluran pernapasan atas ) kira-kira 2
minggu sebelum munculnya tanda serangan.
Adanya riwayat terkena herper zoster, sitomegalovirus
Tanda : Suhu tubuh berfluktuasi ( sangat tergantung pada suhu lingkungan
Penurunan kekuatan/tonus otot, paralisis atau parastesia.
j. INTERAKSI SOSIAL
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara/berkomunikasi.
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 21
2. Pemeriksaan Sistem Syaraf Kranial
Syaraf kranial Fungsi Hasil
I (Olfaktorius) Sensasi bau Normal
II ( Optikus) Pengelihatan Dengan Snelen: buram
nervus III, IV, VI
(Oculomotorius, Trochlear
dan Abducens)
Gerakan mata, konstriksi
pupil, otot siliaris
Noemal
V ( Trigeminal) Sensasi Wajah, reflek Kornea,
Mengunuyah
Sensasi wajah: Nampak kaku
Kornea: Normal
Mengunyah : agak kaku
VII Vestibokokulear Keseimbangan dan
pendengaran
Pendengeran: Normal
Keseimbangan: tidak bisa
berdiri
IX Glosofaringeus Rasa kecap Kemempuan menggerakan
lidah kaku, namun masih bisa
merasakan rasa asin, manis,
pait
X( vagus) Konstraksi Faring, vita suata Klien mengatakan ada
hambatan untuk menelan.
XI (Aksesorius) Gerekan Otot Streno Merasa seperti susah
menggerakan
XII (Hipohlosus) Gerakan lidaj kaku
3. Perhitungan Pemeriksaan reflek
Reflek Nilai Normal Hasil
Bisep +2 +1
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 22
Trisep +2 +1
Brakhialis +2 +1
Patella +2 0
Angkle +2 0
Konstraksi Abdominal +2 +1
Babinski +2 0
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Normal Hasil Keterangan
Lumba Pungsi Peningkatan protein
>430 Mg/L
Terjadinya lisis
myelin di otak
EMG hilangnya H-refleks,
CMAP sensorik
dengan amplitudo
rendah atau hilang
dan F-wave yang
abnorma
Penemuan
elektrodiagnostik
yang cenderung
kearah GBS
EKG kelainan pada T-wave,
depresi ST,
melebarnya QRS dan
berbagai gangguan
pada ritme jantung
Kelainan hantaran
syaraf ke jantung,
karena hilangnya
mielin
3. Clusterring Data
DS DO
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 23
Klien mengatakan :
bangun tidur dipagi hari mengeluh
tidak bisa berjalan
sangat aktif baik dalam pekerjaaannya,
olah raga lari pagi, berkebun,
mengendarai kendaraan dan merawat
dirinya
Sebelumnya klien mengalami diare-
diare 2 hari dan demam kira-kira 1
minggu sebelumnya
sangat aktif baik dalam pekerjaaannya
Dia belum pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya
Tn Kanto usia 45 tahun
Sesak dalam bernapas
Klien terlihat :
bertambah buruk,
tidak mampu menelan air liurnya,
kelemahan pada kedua ekstremitas
atasnya dan
akhirnya menggunakan alat bantu
pernafasan (ventilator) dan
kemungkinan dipasang tracheostomi
Hasil Lumbal punctie pada cairan
serebrospinal ditemukan protein tinggi
dan tekanan meningkat,
leukositosis.
TD: 160/90 mmHg
N: 90x/mnt
RR: 40x/menit
suhu 37,8oC
Berat Badan : 48 kg
TB : 167 cm
Analisa Data
Problem Etiologi Symtomp
Pola nafas tidak efektif Berhubungan dengan paralisis
otot pernafasan
Ditandai dengan
DS :
klien mengatakn Sesak
dalam bernapas
DO :
menggunakan alat
bantu pernafasan
(ventilator)
TD: 160/90 mmHg
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 24
N: 90x/mnt
RR: 40x/menit
suhu 37,8oC
Gangguan kerusakan mobilitas
fisik
Berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler
Ditandai dengan
DS :
Klien mengatakan
bangun tidur dipagi
hari mengeluh tidak
bisa berjalan
Klien merasa baal
DO :
Klien terlihat
bertambah buruk
kelemahan pada kedua
ekstremitas atasnya
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 25
Perubahan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan
Berhubungan dengan
kerusakan otat vagus
Ds :
Klien mengatakan :
susah untuk menelan
tidak nafsu makan
krena susah untuk
menelan
Do:
Klien terlihat
tidak mampu menelan
air liurnya
tidak menghabiskan
makan krena susah
untuk menelan
BB : 48
TB : 167
Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak
efektif
Berhubungan
dengan paralisis
otot pernafasan
Ditandai dengan
DS :
klien
mengatakn
Sesak dalam
bernapas
Tujuan :
setelah 1x24
jam dilakukan
tindakan fugsi
pernafasan
adekuat sesuai
dengan
kebutuhan
individu.
KH :
Mandiri :
Pantau frekuensi,
kedalaman dan
kesimetrisan
pernafasan. Catat
peningkatan kerja
nafas dan
observasi warna
kulit dan
membran mukosa.
Peningkatan
distress
pernafasan
menandakan
adanya kelelahan
pada otot
pernafasan atau
paralisis yang
mungkin
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 26
DO :
menggunaka
n alat bantu
pernafasan
(ventilator)
TD: 160/90
mmHg
N: 90x/mnt
RR:
40x/menit
suhu 37,8oC
Tak ada tanda
distress
Pernafasan
RR : 20x/mnt
GDA dalam
batas normal. Kaji adanya
perubahan sensasi
terutama adanya
penurunan respon
pada daerah
lengan atas/ bahu.
Catat adanya
kelelahan
pernafasan selama
berbicara (kalau
pasien masih
dapat berbicara)
memerlukan
sokongan dari
ventilasi
mekanik.
Penurunan
sensasi seringkali
(walaupun tidak
selalu) mengarah
pada kelemahan
motorik yang
mempengaruhi
otot intercostal.
Oleh karena itu
tangan/ lengan
yang terkena
seringkali
mengarah pada
masalah gaagal
nafas.
Merupakan
indikator yang
baik terhadap
gangguan fungsi
pernafasan atau
menurunnya
kapasitas vital
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 27
Tinggikan kepala
tempat tidur atau
letakkan pasien
pada posisi duduk
bersandar.
Kolaborasi :
Berikan obat/
bantu dengan
tindakan
pembersihan
pernafasan,
seperti latihan
pernafasan,
perfusi dada,
vibrasi, dan
drainase postural.
Kaji susunan
ventilator secra
rutin dan
yakinkan sesuai
indikasi
Meningkatkan
ekspansi paru
dan usaha batuk,
menurunkan
kerja pernafasan
dan membatasi
terjadinya risiko
aspirasi secret
Memperbaiki
ventilasi dan
menurunksn
atelektasis
dengan
memobilisasi
sekret dan
meningkatkan
ekspansi alveoli
paru.
Mengontrol
/menyusun alat
sehubungan
dengan penyakit
utama pasien dan
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 28
observasi
persentasi
konsentrasi
oksigen ,
yakinkan
bahwa aliran
olsigen tepat ,
awasi analisa
oksigen atau
lakukan analisa
oksigen
periodic
hasil
pemeriksaan
diagnostik untuk
mempertahankan
parameter dalam
batas benar
Nilai untuk
mempertahankan
persentase
oksigen yang
dapat diterima
dan saturasi
untuk kondisi
pasien ( 21%
sampai 100% ) .
Karena mesin
tidak selalu
akurat, analiser
oksigen dapat
digunakan untuk
memastikan
apakah pasien
menerima
konsentrasi
oksigen yang
diinginkan
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 29
2.
Gangguan
kerusakan mobilitas
fisik Berhubungan
dengan kerusakan
neuromuskuler
Ditandai dengan
DS :
Klien
mengatakan
bangun tidur
dipagi hari
mengeluh
tidak bisa
berjalan
Klien
merasa baal
DO :
Klien
terlihat
bertambah
buruk
kelemahan
pada kedua
ekstremitas
atasnya
tidak
mampu
menelan air
liurnya
Tujuan :
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 3x24
jam kerusakan
mobilitas fisik
dapat
berkurang
KH :
- Klien dapat
mempertaha
nkan
kekuatan
otot sup 2/2,
inf 2/2
- Tidak ada
laporan
atrofi otot
dan atau
trombosis
vena.
- Pergerakan
miring kiri-
kanan
dengan
dibantu.
Mandiri :
Kaji kekuatan
motorik /
kemampuan
secara
fungsional
dengan
menggunakan
skala 0-5.
Berikan posisi
pasien yang
menimbulkan
rasa nyaman .
Lakukan
perubahan
posisi dengan
jadwal yang
teratur sesuai
kebutuhan
secara
individual
Sokong
ekstrimitas dan
persendian
dengan bantal
Menentukan
perkembangan/
munculnya
kembali tanda
yang
menghambat
tercapainya
tujuan / harapan
pasien
Menurunkan
kelelahan ,
meningkatkan
relaksasi .
Menurunkan
resiko terjadinya
iskemia /
kerusakan pada
kulit
Mempertahankan
ekstrimitas dalam
posisi fisiologis ,
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 30
Lakkukan
latihan rentang
gerak pasif .
Hindari latihan
aktif selama
fase akut
Koordinasikan
asuhan yang
diberikan dan
periode
istirahat tanpa
gangguan
Anjurkan
untuk
melakukan
latihan yang
terus
dikembangkan
dan bergantung
mencegah
kontraktur
Menstimulasi
sirkulasi.,
meningkatkan
tonus otot dan
meningkatkan
mobilisasi sendi
Penggunaan otot
secara berlebihan
dapat
meningkatkan
waktu yang
diperlukan untuk
remielinisasi ,
arenanya dapat
memperpanjang
waktu untuk
penyembuhan
Kegiatan latihan
pada bagian
tubuh yang
terkena yang
ditingkatkan
secara bertahap /
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 31
pada toleransi
secara
individual
Kolaborasi :
Konfirmasikan
dengan / rujuk
kebagian terapi
fisik / terapi
okupasi
terprogram ,
meningkatkan
fungsi organ
secara normal
dan memiliki
efek psikologis
yang positif
Bermanfaat
dalam
menciptakan
kekuatan otot
secara
individual
/latihan
terkondisi dan
program latihan
berjalan dan
mengidentifikasi
alat bantu untuk
mempertahankan
mobilisasi dan
kemandirian
dalam melakukan
aktivitas sehari-
hari
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 32
3 Nutrisi perubahan:
Kurang dari
kebutuhan b.d
kerusakan otat
vagus
Tujuan :
Setelah
dilakukan
intervensi
selama 3x24
jam
kekurangan
nutrisi tidak
terjadi.
KH :
Menunjukan
berat badan
stabil,
normalisasi
nilai-nilai lab,
tidak Tanda-
tanda mal
nutrisi
Kaji
kemampuan
mengunyah,
menelan, batuk
pada keadaan
teratur
Auskultasi
bising Usus
Catat masukan
kalori tiap hari
Timbang BB
tiap hari
Kolaborasi
Berikan
makanan
TKTP
Pasang
pertahankan
Kelemahan otot
yang hipotensi
menunjukan
kebutuhan akan
penggunaan
NGT
Perubahan
pungsi lambung
dapat terjadi
akibat paralisis
Mengidentifikasi
kekurangan
makanan dan
kebutuhannya
Mengkaji
keefektipan
aturan diet
Makanan
suplementasi
dapat
meningkatkan
pemasukan
nutrisi
Diaberikan jika
pasien tidak bisa
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 33
selang NG.
berikan
makanan
enteral
menelan
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin Arif. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan system Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika. 2008
Dewanto George, dkk. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC. 2007
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Carpenito- Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 6. Jakarta :
EGC.
Santosa, Budi.2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika.
Smeltzer, Suzanne C. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3. Jakarta: EGC. 2001
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 34
Gangguan Sistem Syaraf: Sindrom Guillaen Barre 35