PENGERTIAN, RUANG LINGKUP & SEJARAH
EPIDEMIOLOGI
MAKALAH
Oleh:
Leni Lismawati G1B014003
Jona A. Simamora G1B014044
Ivanie Noor Malinda G1B014054
Najmi Leila S. G1B014057
Nisrina Alifah G1B014063
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
A. TUJUAN
Makalah ini disusun dengan tujuan:
1. Mengetahui pengertian, macam, ruang ligkup, jangkauan serta manfaat
Epidemiologi.
2. Mengetahui ahli Epidemiologi pertama.
3. Mengetahui Teori Jasad Renik dan Kontangion.
4. Mengetahui Kelahiran Statistik Vital.
5. Mengetahui penelitian Epidemiologi klasik dan modern.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi berasal dari kata Yunani, dan secara harfiah berarti : Epi
= di atas/ di antara/ yang ada di antara, Demos = populasi, orang, masyarakat, dan,
Logos = ilmu. Jadi epidemiologi secara bebas diartikan sebagai : Ilmu yang
mempelajari sesuatu (penyakit) yang ada diantara (yang melanda)
masyarakat/populasi, atau ilmu yang mempelajari epidemi / wabah dengan tujuan
mengendalikannya dan mencegah terulangnya kembali (Soemirat, 2002).
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal
ini berarti epidemiologi hanya mempelajari penyakit –penyakit menular saja,
tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-
penyakit non-infeksi, sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang
penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup
juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan
penyakit tersebut (Notoatmodjo, 2007)
Definisi epidemiologi menurut beberapa ahli :
a. Wade Hampton Frost (1927)
Guru besar Epidemiologi di School of Hygiene, Universitas Johns
Hopkins mendefinisikan epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang
fenomena massal penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah penyakit
menular.
b. Greenwood (1934)
Professor di School of Hygiene and Tropical Medicine, London,
mengemukakan batasan epidemiologi yang lebih luas dimana dikatakan
bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam
kejadian penyakit yang mengenai kelompok penduduk.
c. Brian MacMahon (1970)
Pakar epidemiologi di Amerika Serikat. Epidemiologi adalah studi tentang
penyebaran dan penyebab kejadian penyakit pada manusia dan mengapa
terjadi distribusi semacam itu.
d. Gary D. Friedman (1974)
Epidemiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada
populasi manusia (Bustan, 2006).
2. Macam Epidemiologi
Pada dasarnya epidemiologi dapat dibagi atas tiga jenis utama yakni
Epidemiologi Deskriptif, Epidemiologi Analitik, Epidemiologi Eksperimental.
a. Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi deskriptif berkaitan dengan frekuensi dan distribusi
suatu masalah kesehatan dalam masyarakat mengenai faktor who
(siapa), where ( di mana), dan when (kapan).
Siapa : merupakan faktor orang yang akan dijawab
dengan mengemukakan perihal mereka yang terkena
masalah, bisa mengenai variabel umur, jenis kelamin,
suku, agama, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
Di mana : merupakan faktor tempat di mana masyarakat
tinggal atau bekerja, seperti : kota dan desa, pantai dan
pegunungan, daerah pertanian, dan industri.
Kapan, faktor waktu ini dapat berupa jam, hari, minggu,
bulan, dan tahun, musim hujan dan musim kering.
Contohnya adalah mengenai vibrio papahaemolyticus, bakteri yang
dapat diisolasi dari air laut yang merupakan salah satu penyebab
utama keracunan makanan (foog poisining). Epidemiologi sosial
juga termasuk kedalam kelompok ini (Bustan, 2006). Epidemiologi
sosial merupakan cabang epidemiologi yang mendeskripsikan
distribusi kesehatan pada populasi berdasarkan faktor-faktor sosial,
dan menganalisis faktor-faktor sosial yang mempengaruhi
perbedaan distribusi kesehatan itu pada berbagai populasi (Murti,
2011). Dalam epidemiologi sosial, berbicara teori berarti berkaitan
dengan masyarakat dan biologi. 3 teori utama yang dikenalkan oleh
ahli epidemiologi sosial adalah: (1) psikososial, (2) produksi sosial
dari penyakit dan/atau politik ekonomi kesehatan, dan (3) teori
ekososial dan kerangka yang bersangkutan (Krieger, N, 2001).
b. Epidemiologi Analitik
Epidemiologi analitik berkaitan dengan upaya menganalisis faktor
penyebab (determinant) masalah kesehatan, dengan menjawab
pertanyaan why (kenapa). Misalnya, setelah ditemukan secara
deskriptif bahwa banyak perokok yang menderita kanker paru,
maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah memang rokok itu
merupakan faktor determinan / penyebab kanker paru.
Epidemiologi spasial termasuk pada golongan ini. Epidemiologi
spasial adalah ilmu untuk mendeskripsikan dan menganalisis
keragaman geografis pada penyakit dengan memperhatikan
dimensi geografis, lingkungan,prilaku, sosial ekonomi,genetika,
dan faktor risiko penularan (Arsin, A. A., Sarbaini A. Karim, 2012)
c. Epidemiologi Eksperimental
Salah satu hal yang perlu dilakukan yaitu pengujian atau
pembuktian kebenaran dengan percobaan. Misalnya, kalau rokok
dianggap sebagai penyebab kanker paru maka perlu dilakukan
eksperimen jika rokok dikurangi maka kanker paru akan menurun.
Eksperimen epidemiologi dapat juga dilakukan dilaboratorium,
tetapi disesuaikan dengan maslah komuniti yang dihadapi (Bustan,
2006)
3. Ruang Lingkup Epidemiologi
Kegiatan epidemiologi meliputi berbagai aspek kehidupan
masyarakat, baik yang berhubungan dengan bidang kesehatan maupun di luar
bidang kesehatan. Berbagai bentuk dan jenis kegiatan dalam epidemiologi saling
berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga tidak jarang dijumpai bentuk
kegiatan yang tumpang tindih. Ruang lingkup epidemiologi adalah sebagai
berikut:
1. Subjek dan objeknya adalah masalah kesehatan. Awalnya subjek
dan objek masalah kesehatan hanya penyakit infeksi dan menular.
Sesuai perkembangan zaman, penyakit degeneratif mulai marak
dipelajari dan sekarang banyak digunakan pada masalah-masalah
kesehatan yang bukan penyakit, sehingga dikenal dengan
eipdemiologi penyakit menular dan epidemiologi penyakit tidak
menular.
2. Masalah kesehatan yang dimaksud adalah masalah kesehatan yan
ditemukan pada sekelompok populasi/manusia, sehingga terbagi
menjadi epidemiologi komunitas (kependudukan, lingkungan, gizi
masyarakat, dll) dan epidemiologi klinis (pengelolaan layanan
kesehatan, kesehatan jiwa, dll).
3. Dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan
dimanfaatkan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah
tersebut (Wahyudi, 2009).
4. Jangkauan Epidemiologi
Dari pengetahuan tentang jangkauan epidemiologi, kita dapat
mengetahui apa saja yang termasuk dalam epidemiologi karena jangkauan
epidemiologi terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknilogi dan
kebutuhan masyarakat. Perkembangan jangkauan epidemiologi dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang
dapat menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang
a. Jenis penyakit wabah seperti cacar, pes, kolera, dan lain-
lain.
b. Cara penularan dan penyebab penyakit wabah.
c. Cara-cara penanggulangan dan pencegahan penyakit
wabah.
2. Tahap berikutnya, epidemiologi mempelajari penyakit infeksi
non-wabah.
3. Dalam perkembangan selanjutnya, epidemiologi mempelajari
penyakit non-infeksi, misalnya:
a. Penyakit jantung.
b. Karsinoma.
c. Hipertensi.
d. Penyakit gangguan hormon (diabetes melitus, dll).
4. Akhirnya, epidemiologi mempelajari hal-hal yang bukan
penyakit. Misalnya:
a. Fertilitas.
b. Menopause.
c. Kecelakaan.
d. Kenakalan remaja.
e. Penyalahgunaan obat.
Jangkauan epidemiologi kini telah sedemikian luasnya hingga
mempelajari semua hal yang menimpa masyarakat. Makin luasnya jangkauan
tersebut antara lain disebabkan hal-hal berikut:
1. Kemajuan teknologi yang sangat pesat pada beberapa dasawarsa terakhir.
2. Kebutuhan dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan
kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks.
3. Metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat
digunakan untuk penyakit non-infeksi dan non-penyakit.
4. Meningkatnya kebutuhan penelitian terhadap penyakit non-infeksi dan
non-penyakit.
5. Metode epidemiologi dapat digunakan untuk mempelajari asosiasi sebab-
akibat. Misalnya:
a. Asosiasi antara rokok dengan karsinoma paru-paru.
b. Asosiasi antara pelayanan kesehatan dengan status kesehatan
masyarakat.
(Budiarto, Eko, dan Dewi Anggraeni. 2003).
5. Manfaat Epidemiologi
Apabila epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik,
akan diperoleh manfaat yang jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat
macam yakni :
1. Membantu pekerjaan administrasi kesehatan
Manfaat epidemiologi dalam administrasi kesehatan, yakni membantu
perencanaan (planning), dari pelayanan kesehatan, pemantauan
(monitoring), dan penilaian (evaluation) suatu upaya kesehatan. Data
yang diperoleh dari pekerjaan epidemiologi akan dapat dimanfaatkan
untuk melihat apakah upaya yang dilakukan telah sesuai dengan rencana
atau tidak (pemantauan) dan apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai
atau tidak (penilaian).
2. Dapat menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan
Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, dapat disusun
langkah-langkah penanggulangan selanjutnya, baik yang bersifat
pencegahan ataupun yang bersifat pengobatan.
3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit
Pengetahuan tentang perkembangan alamiah suatu penyakit ini sangat
penting dalam menggambarkan perjalanan suatu penyakit. Dengan
pengetahuan tersebut dapat dilakukan berbagai upaya untuk
menghentikan perjalanan penyakit sedemikian rupa sehingga penyakit
tidak sampai berkelanjutan.
Bantuan epidemiologi dalam menerangkan perkembangan alamiah suatu
penyakit ialah melalui pemanfaatan keterangan tentang frekuensi dan
penyebaran penyakit, terutama penyebaran penyakit menurut waktu.
Dengan diketahuinya waktu muncul dan berakhirnya suatu penyakit,
dapatlah diperkirakan perkembangan penyakit tersebut.
4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan
Karena epidemiologi mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran
masalah kesehatan, maka akan diperoleh keterangan tentang keadaan
masalah kesehatan tersebut. Keadaan yang dimaksudkan di sini
merupakan perpaduan dari keterangan menurut ciri-ciri manusia, tempat
dan waktu. Perpaduan yang seperti ini menghasilkan empat masalah
kesehatan yakni :
a. Epidemi
b. Pandemi
c. Endemi
d. Sporadik
6. Ahli Epidemiologi Pertama
Epidemiologi bersumber dari suatu pemikiran, dinyatakan pertama
kali lebih dari 2000 tahun yang lalu oleh Hippocartes dan kawan kawan, bahwa
faktor lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya penyakit. Namun baru abad ke
XIX penyebaran penyakit pada kelompok penduduk manusia dilakukan
pengukuran dengan baik (Beaglehole, 1993).
Hippocrates berhasil menyimpulkam adanya hubungan antara timbul
dan tidaknya penyakit dengan lingkungan. Pendapat ini dituliskan dalam bukunya
yang terkenal yakni, Udara, air dan tempat (Azwar, 1988).
Sekalipun Hippocrates tidak berhasil membuktikan pendapatnya
tersebut, karena memang pengetahuan untuk itu belum berkembang, tetapi dari
apa yang dikemukakan oleh Bapak Ilmu Kedokteran ini merupakan landasan
perkembangan epidemiologi. Tahap ini dikenal pula dengan nama Tahap Penyakit
dan Lingkungan (Azwar, 1988).
Selanjutnya Galen melengkapi dengan faktor atmosfir, faktor internal
serta faktor predisposisi. Abad 14 dan 15 terjadi karantina berbagai penyakit yang
di pelopori oleh V. Fracastorius dan Sydenham, selanjutnya pada tahun 1662 John
Graunt memperkenalkan ilmu biostat dengan mencatata kematian PES & data
metriologi. Pada tahun 1839 William Farr mengembangkan analisis statistik,
matematik dalam epidemiologi dengan mengembangkan sistem pengumpulan data
rutin tentang jumlah dan penyebab kematian dibandingkan pola kematian antara
orang-orang yang menikah dan tidak, dan antara pekerja yang berbeda jenis
pekerjaannya di inggris. Upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan
sistem pengamatan penyakit secara terus menerus dan menggunakan informasi itu
untuk perencanaan dan evaluasi program telah mengangkat nama William Farr
sebagai the founder of modern epidemiology (Bustan, 2006).
Pada tahun 1848, John Snow berhasil membuktikan adanya hubungan
antara timbulnya penyakit kolera dengan sumber air minum penduduk. John Snow
menganalisa penggunaan air minum yang dikelola oleh dua perusahaan air minum
di kota London yakni Lambeth Company dan Southwark Company.dari hasil
penghitungan ini disimpulkan bahwa air minum yang tercemar dengan tinja
manusia adalah penyebab timbulnya penyakit kolera (Azwar, 1988).
Kemudian berkembang usaha vaksinasi, analisis wabah, terakhir
penggunaan metode epidemiologi pada penyakit keracunan dan kanker.
Perkembangan epidemiologi surveilans setelah perang dunia II disusul
perkembangan epidemiologi khusus. hal yang sama juga dilakukan Edwin
Chadwik Pada tahun 1892 yaitu melakukan riset tentang masalah sanitasi di
inggeris, serta Jacob henle, robert koch, Pasteur mengembangkan teori kontak
penularan (Bustan, 2006).
7. Teori Jasad Renik
Gagasan bahwa penyakit disebabkan oleh organisme penyebab
penyakit telah timbul paling tidak sejak zaman Romawi. Lucretius, Varro, dan
Columella adalah beberapa nama dari sejumlah besar dokter Romawi yang
berspekulasi tentng adanya makhluk kecil penyebab penyakit tersebut.
Selanjutnya Antonie Van Leewuenhoek, seorang pensiunan pegawai pabrik
pembuat tirai di Belanda mampu memodifikasi teleskop menjadi mikroskop yang
digunakan untuk melihat organ kecil dalam air mengalir yang disebutnya
“Animalculus”. Namun, selanjutnya ternyata teori ini mendapat tantangan karena
sulit diterapkan pada berbagai penyakit kronik misalnya penyakit jantung dan
kanker yang penyebabnya bukan jasad renik (Kodim dkk, 2010 ).
8. Teori Kontangion
Teori mengemukakan bahwa untuk terjadinya penyakit diperlukan
adanya kontak antara satu person dengan person lainnya. Teori ini tentu
dikembangkan berdasarkan situasi penyakit pada masa itu dimana penyakit yang
melanda kebanyakan adalah penyakit menular yang terjadi karena adanya kontak
langsung. Teori ini bermula dikembangkan berdasarkan pengmatan terhadap
epidemi dan penyakit lepra di Mesir (Bustan, 2006).
9. Teori Kelahiran Statistik Vital
Pada saat yang sama, Jhon Graunt telah mengembangkan teori
Statistik Vital yang sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi. Walaupun
Graunt bukan seorng dokter tapi hasil karyanya sangat bermanfaat dalam bidang
epidemiologi dengan menganalisis sebab kematian pada berbagai kejadian
kematian antarjenis kelamin serta antara penduduk rural dan urban, maupun
perbedaan berbagai musim tertentu (Noor, 2008).
10. Penelitian Epidemiologi Klasik dan Modern
Menurut sejarah perkembangan, epidemiologi dibedakan atas :
a. Penelitian Epidemiologi Klasik
Penelitian epidemiologi klasik adalah penelitian yang
mempelajari tentang penyakit menular wabah serta terjadinya
penyakit menurut konsep epidemiologi klasik. Epidemiologi
klasik terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah
serta terjadinya penyakit menurut konsep epidemiologi klasik.
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular
dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU No.4
tahun 1984). Wade Hampton Frost (1972), mendefinisikan
epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena.
Menurut Greenwood (1934) mengemukakan batasan
epidemiologi yang luas dimana dikatakan bahwa epidemiologi
mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang
mengenai kelompok penduduk (Noor, 2008).
b. Penelitian Epidemiologi Modern
Penelitian epidemiologi modern adalah sekumpulan konsep
yang digunakan dalam studi epidemiologi yang terutama
bersifat analitik. Penyakit menular wabah dapat diterapkan
juga untuk penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak
menular serta masalah-masalah kesehatan lainya. Menurut
bidang penerapanya, epidemiologi modern dibagi atas :
1. Epidemiologi lapangan
2. Epidemiologi komunitas
3. Epidemiologi klinik
Epidemiologi merupakan salah satu metode penelitian, yang salah satu
cirinya adalah direncanakan dan dilaksanakan oleh manusia yang mempunyai sifat
ingin tahu. Penelitian epidemiologi (epidemiologic studies) merupakan bagian
dari tugas pokok disiplin ilmu epidemiologi dalam mencari faktor penyebab
maupun hubungan sebab akibat terjadinya penyakit serta gangguan kesehatan
lainya dalam masyarakat. Pada dasarnya penelitian epidemiologi dapat dibagi
dalam dua bagian utama, yakni:
1) Penelitian berdasaran percobaan atau perlakuan khusus (experimental
studies)
2) Penelitian yang berdasarkan pengamatan langsung terhadap berbagai
kejadian dalam satu populasi tertentu ( observational studies)
Perbedaan utama dari kedua bentuk penelitian ini adalah pada bentuk
eksperimental, peneliti dapat mengatur / memanipulasi kondisi populasi yang
diteliti melalui perlakuan khusus, sedangkan pada bentuk observasi hal ini tidak
dapat dilakukan (Murti, 1998).
1. Penelitian Eksperimental
Penelitian eksperimental merupakan penelitian melakukan kegiatan
intervensi atau perlakuan khusus pada objek atau sasaran yang diteliti
yaitu peneliti dapat mengatur perlakuan sesuai dengan keinginannya dan
dapat mengamati proses kejadian secara lagsung, baik secara individu
maupun pada kelompok. Secara garis besar dikenal dua macam
penelitian eksperimental yakni:
a. Eksperimental murni
Penelitian eksperimental murni merupakan penelitian
ekspermental yang sering dilakukan di laboratorium maupun
klinik dengan menggunakan randomisasi yaitu setiap individu
dalam penelitian tersebut mempunyai kesempatan yang sama
untuk terpilih dalam kelompok kasus atau kontrol.
b. Eksperimental semu
Eksperimental semu ( quasy eksperimental ) merupakan
penelitian ekperimental tanpa menggunakan randomisasi.
c. Penelitian Observasi
d. Penelitian Deskriptif
Bentuk ini lebih sering disebut analisis deskriptif untuk
mengetahui keadaan pravalensi kejadian suatu penyakit atau
masalah kesehatan lainya dan untuk mengetahui sifat kejadian
tersebut dalam masyarakat serta kecenderungannya untuk masa
yang akan datang. Pada dasarna bentuk penelitian ini tidak
dapat memberikan jawaban pasti tentang faktor penyebab dan
hubngan sebab akibat yang jelas (Noor, 2008).
Studi epidemiologi yang mempelajari distribusi penyakit pada
populasi disebut epidemiologi deskriptif. Dengan epidemiologi deskriptif dapat
diketahui besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi tertentu, yang
berguna untuk menentukan diagnosis masalah kesehatan pada populasi yang
menetapka prioritas masalah kesehatan. Epidemiologi deskriptif memberikan dua
kegunaan. Pertama, pengetahuan tentang distribusi penyakit pada populasi
berguna untuk membuat perencanaan kesehatan dan evaluasi program kesehatan.
Kedua, hasil studi epidemiologi deskriptif berguna untuk merumuskan hipotesis
tentang hubungan paparan-penyakit, yang akan diuji lebih lanjut dengan studi
epidemiologi analitik. Riwayat alamiyah penyakit merupakan sebuah elemen
penting epidemiologi deskriptif. Pengetahuan tentang riwayat alamiyah penyakit
sama pentingnya dengan pengetahuan tentang kausa penyakit dalam upaya
pengendalian dan pencegahan penyakit (Bophal, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Arsin, A. A., Sarbaini A. Karim. 2012. Pola Spasial Kasus Malaria dengan
Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Halmahera
Tengah 2008. Jurnal Masyarakat Eepidemiologi Indonesia. Volume 1,
nomor 2, Juli-Desember 2012.
Azwar, Azrul. 1998. Pengantar Epidemiologi Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Beaglehole, R., Bonitta R. Dan Kjellstrom, T. 1993. Dasar-Dasar Epidemiologi.
Geneva: World Health Organization.
Bophal, Lapau. 2009. Prinsip dan Metode Epidemiologi.
Budiarto, Eko, dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi Edisi Revisi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Kodim, dkk. 2010. Himpunan Bahan Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: FKUI.
Krieger, N. 2001. Theories for social epidemiology in the 21st century: an
ecosocial perspective. Int J Epid, 30:668-677
Murti, Bhisma.1998. Pengantar Epidemiologi. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
Murti, Bhisma. 2011. Social Epidemiology. JURNAL KEDOKTERAN
INDONESIA, VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011
Noor, N. N. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Rajab, Wahyudi. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soemirat, Juli. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular.