Download - Lp Fraktur Vertebrae

Transcript
Page 1: Lp Fraktur Vertebrae

JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

LAPORAN PENDAHULUAN SURGICAL

KASUS : SUSPECT FRAKTUR VERTEBRAE

1. DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh ( Reeves C.J,Roux G &

Lockhart R,2001 ).

Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita

perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak

terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami

fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan

fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan

kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur,

tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin

karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.

Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki laki daripada perempuan dengan umur

dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau

kecelakaan. Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada

wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan

hormon.

2. ETILOGI

a. Trauma

b. Gerakan pintir mendadak

c. Kontraksi otot ekstrem

d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

1. Trauma direk (langsung)

Trauma langsung menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan/trauma

itu misalnya : trauma akibat kecelakaan.

2. Trauma indirek (tidak langsung)

Page 2: Lp Fraktur Vertebrae

Menyebabkan patah tulang ti tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan,

yang patah biasanya bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran

vektor kekerasan.

3. Patologis

Disebabkan oleh adanya proses patologis misalnya tumor, infeksi atau

osteoporosis tulang karena disebabkan oleh kekuatan tulang yang

berkurang dan disebut patah tulang patologis.

4. Kelelahan/stress

Misalnya pada olahragawan mereka yang baru saja meningkatkan kegiatan

fisikmisalnya pada calon tentara. Dimana ini diakibatkan oleh beban lama

atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur kelelahan.

3. KLASIFIKASI

a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya

mengalami pergeseran.

b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang

c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit

d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke

patahan tulang.

e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya

membengkak.

f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen

h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam

i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang

belakang)

j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada

daerah perlekatannnya.

1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar :

a) Patah tulang terbuka (Compound fraktur)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang

memungkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar

dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.

Derajat patah tulang terbuka :

1. Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokal fragmen minimal.

2. Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusi otot dan sekitarnya., dislokasi fragmen jelas.

Page 3: Lp Fraktur Vertebrae

3. Derajat III Lukalebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan sekitar.

Frakturkomunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang.

b) Patah tulang tertutup (Simple fraktur)

Fraktur tidak meluas melewati kulit/jaringan kulit tidak robek.

2. Menurut derajat kerusakan tulang :

1. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan lainnya, atau garis

fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang

biasanya berubah tempat.

2. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur)

Bila antara patahan tulang masih terjadi hubungan sebagian. Salah satu

sisi patah yang lainnya biasanya hanya bengkok yang sering disebut

green stick.

3. Menurut garis patah tulang (Deskriptif fraktur)

1. Fraktur transversal

Fraktur yang arahnya langsung melintas tulang (patah tulang melintang).

2. Fraktur Oblik/miring

Garis patah membentuk sudut terhadap sumsum tulang.

3. Fraktur Spiral

Garis fraktur berbentuk spiral diakibatkan karena terpilinnya ekstremitas

fraktur.

4. Fraktur Segmental

2 fraktur yang berdekatan yang mengisolasi segmen sentral dari suplai

darah.

5. Fraktur Kominutif

Garis patah saling berpotongan dan terjadi di fragmen-fragmen tulang atau tulang

dalam keadaan remuk.

6. Fraktur Kompresi

Terjadi apabila permukaan tulang terdorong ke arah permukaan lain.

7. Fraktur Patologis

Terjadi melalui daerah-daerah tulang yang telah melemah akibat infeksi, tumor,

osteoporosis, atau proses patologis lainnya.

8. Dislokasi

Adalah berpindahnya ujung tulang patah disebabkan oleh berbagai kekuatan

seperti : cedera otot, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Page 4: Lp Fraktur Vertebrae
Page 5: Lp Fraktur Vertebrae

4. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, nyeri, hilangnya

fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan local dan

perubahan warna.

a. Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Nyeri tekan saat dipalpasi akan terlihat pada daerah fraktur (tenderness). Spasme

otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan / hilangnya fungsi

anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat dan cenderung bergerak

secara tidak alamiah (Gerakan luar biasa / gerakan-gerakan yang abnormal)

bukannya tetap rigid seperti normalnya.

c. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan “Deformitas/

Perubahan bentuk” (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui

dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melengketnya otot.

d. Pada fraktur panjang, terjadi “Pemendekan tulang” yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)

e. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

“Krepitasi/krepitus” yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih

berat)

f. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah cedera.

g. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan

justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan

patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,

tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan

mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan pengamatan klinis

diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai fraktur sampai terbukti lain.

Page 6: Lp Fraktur Vertebrae

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya

b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

6. PENATALAKSANAAN

Ada 4 konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani

fraktur (4 R Fraktur) :

1. Rekognisi (Pengenalan)

Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang berperanan dan deskriptif

tentang kejadian tersebut oleh pasien itu sendiri, menentukan kemungkinan tulang

yang patah yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan spesifik untuk fraktur.

Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka

perkiraan diagnosis fraktur pada tempat kejadian dapat dilakukan sehubungan

dengan adanya rasa nyeri dan bengkak lokal, kelainan bentuk, dan ketidakstabilan.

2. Reduksi

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang

yang patah sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.

Fraktur tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup.

Sebelum dilakukan reposisi beri dahulu anestesi/narkotika intravena, sedativ atau

anastesi blok syaraf lokal. Ini seringkali dapat dilaksanakan secara efektif di dalam

ruang gawat darurat atau ruang pembalut gips.

3. Retensi reduksi (mempertahankan reduksi)

1. Pemasangan gips

Tepung gips terdiri dari garam kapur sulfat berupa bubuk halus berwarna

putih dan mempunyai sifat mudah menarik air (hygroskopis). Bila diberi air, tepung

gips akan membentuk semacam bubur yang beberapa saat kemudian akan

mengeras dengan mengeluarkan panas.

Untuk fiksasi luar patah tulang dipasang gips spalk atau gips sirkulair.

Perban gips spalk biasanya dipakai pada patah tulang tungkai bawah karena

biasanya akan terjadi oedema. Setelah edema menghilang baru diganti dengan

gips sirkulair.

Biasanya gips baru dibuka setelah terjadi kalus (bersambung), untuk lengan

memerlukan waktu 4 – 6 minggu sedangkan tungkai 6 – 10 minggu. Makin muda

umur pasien makin cepat penyembuhannya.

Page 7: Lp Fraktur Vertebrae

2. Traksi

Traksi adalah usaha untuk menarik tulang yang patah untuk mempertahankan

keadaan reposisi secara umum traksi didapatkan dengan penempatan beban

berat sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang fraktur.

Biasanya lebih disukai traksi rangka dengan dengan baja steril dimasukkan

melalui fragmen distal atau tulang yang lebih distal melalui pembedahan

dibanding dengan traksi kulit.

Keuntungan pemasangan traksi :

1. Metode nyata yang dapat mempertahankan reduksi.

2. Traksi menjamin bahwa ekstremitas dapat diangkat sehingga mengurangi

pembengkakan dan meningkatkan penyembuhan jaringan lunak.

3. Ekstremitas

Kerugian pemasangan traksi, tergantung dari jenis traksi yang dipasang misalnya

pemasangan traksi kulit dapat menyebabkan banyak komplikasi mengganggu

sirkulasi akibat pemasangan ban perban elastis, alergi kulit terhadap plester,

traksi yang berlebihan akan membuat kulit rapuh pada orang yang sudah lanjut

usia.

4. Tindakan pembedahan / Reposisi

Reposisi terbuka dilakukan melalui operasi/pembedahan. Metode perawatan ini

disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka (ORIF : Open Reduction

Internal Fixation).

Insisi dilakukan pada tempat yang terjadi cedera dan diteruskan sepanjang bidang

anatomis menuju tempat yang mengalami fraktur. Fraktur kemudian direposisi ke

kedudukan normal secara manual. Sesudah reduksi fragmen-fragmen fraktur

kemudian distabilisasi dengan menggunakan peralatan ortopedis yang sesuai

seperti pin, skrup, plat dan paku.

Keuntungan perawatan fraktur dengan operasi antara lain:

1. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur

2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.

3. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai.

4. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.

5. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta

kekuatan otot selama perawatan fraktur.

Page 8: Lp Fraktur Vertebrae

Kerugian yang potensial juga dapat terjadi antara lain :

1. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat

dari tindakan tersebut.

2. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan

gips atau traksi.

3. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalam alat itu sendiri.

4. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang

sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami

kerusakan selama tindakan operasi.

4. Rehabilitasi Rencana program rehabilitasi yang paling rasional sudah harus dimulai

sejak permulaan perawatan di rumah sakit dan oleh karena itu bila keadaan

memungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk

mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.

7. KOMPLIKASI

1) Komplikasi Awal

a) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,

cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang

disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,

tindakan reduksi, dan pembedahan.

b) Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya

otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh

oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu

karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus

fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow

kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah

yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic

infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada

kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plat.

Page 9: Lp Fraktur Vertebrae

e) Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu

yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s

Ischemia.

f) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler

yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

a) Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah

ke tulang.

b) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan

yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya

pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau

pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c) Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan

dan reimobilisasi yang baik.

Page 10: Lp Fraktur Vertebrae

Proses Penyembuhan tulang

a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur

pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam

sistem haversian mengalami robekan pada daerah luka dan akan membentuk

hematoma diantar kedua sisi fraktur.

b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi

reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena

adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus

eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus internal sebagai aktifitas

seluler dalam kanalis medularis.

c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah

pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang

berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.

Page 11: Lp Fraktur Vertebrae

d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3 minggu,

patah tulang melalui proses penulangan endokondrol, mineral terus-menerus

ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan

terjadi reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada

tulang dan kalus eksternal secara perlahan-lahan menghilang.

FRAKTUR VERTEBRA

Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis dapat menyebabkan defisit

neorologis berupa kelumpuhan

Anatomi Vertebra

Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5,

sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari:

· Corpus / body

· Pedikel

· Pro sessus artikularis superior dan inferior

· Prosessus transversus

· Prosessus spinosus

Diantara vertebra ditemui discus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang

berfungsi sebagai shock absorber. Dikus ini terdiri dan bagian:

· Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus flbrosus.

Page 12: Lp Fraktur Vertebrae

· Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus.

Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:

· Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).

· Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).

· Lig kapsulare, antara proc sup dan interior.

· Lig intertransversale.

· Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.

· Lig supra dan interspinosus.

Medula Spinalis

Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar oleh duramater, subdural

space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medula spmalis mengeluarkan cabang

n spinalis secara segmental dan dorsal (posterior root) dan ventral (anterior root).

Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula

spmalis berakhir sebagai cauda equine pada Th 12 – L1 dan kemudian berobah jadi

pilum terminate.

Pembagian Trauma Vertebra

1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:

· Grade I = Simple Compression Fraktur

· Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation

· Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation

· Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation

2. BEDBROCK membagi atas: T

· Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation injury

· Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio, stretching, gangguan

vaskuler, trombus dan hematoma

3. E. SHANNON STAUPER membagi:

· Extension injury

· simple flexion injury dan

· flexion compression fraktur dislocation.

4. HOLDS WORTH membagi alas taruma:

Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force)

5. Pembagian Umum:

a. Fraktur Stabil

· Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)

· Burst fraktur

· Extension

Page 13: Lp Fraktur Vertebrae

b. Fraktur tak stabil

· Dislokasi

· Fraktur dislokasi

· Shearing fraktur

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang

belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2

dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah

daerah yang mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.

Perawatan

Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan

sembuh.. Yang menjadi masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.

I. Fase Akut (0-6 minggu)

1. Live saving dan kontrol vital sign

2. Perawatan trauma penyerta

Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.

Perawatan trauma lainnya.

3. Fraktur/Lesi pada vertebra

a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)

Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,

terutama simple kompressi.

b. Operatif

Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif.

Kalau dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:

· laminektomi

· fiksasi interna dengan kawat atau plate

· anterior fusion atau post spinal fusion

c. Perawatan status urologi

Pada status urologis dinilai ripe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear

(reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.

Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder

training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga

buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak

terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali.

Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:

· Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)

· Manuver crede

· Ransangan sensorik dan bagian dalam paha

Page 14: Lp Fraktur Vertebrae

· Gravitasi/ mengubah posisi

d. Perawatan dekubitus

Dalam perawatan komplikasi ini sening ditemui yang terjadi karena

berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.

II. Fase Sub Akut (6-12 minggu)

Fraktur perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya

vaskularisasi didaerah tersebut.

III. Fase berdikari (3-6 bulan)

Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:

1. mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.

2. Mengadakan alat-alat pembantu

3. Mempersiapkan pekerjaan tangannya. Siapapun yang mengelola penderita ini harus

dapat:

Mengembalikan spinal augment

Stabilitas dan tulang belakang

Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal

Mencegah komplikasi.

Fisioterapi

I. Stadium Akut

1. Breathing exercise yang adequate

2. Mencegah kontraktur

3. Melatih otot yang lemah

II. Stadium Sub Akut

Penderita boleh duduk pada kursi roda

III. Berdikari

IV. Follow up

V. Occupational therapy

Diagnosis dan Management

Semua yang dicurigai fraktur vertebrate cervical harus dirawat sebagai cervical spinal

injury sampai terbukti tidak ada.

1. Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis

Penderita dengan diagnose cervical sprain derajat I dan II yang sening karena

“wishplash Injury” yang dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya dilakukan

pemasangan culiur brace untuk 6 minggu. Selanjutnya sesudah 3-6 minggu post

trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronik instability

Page 15: Lp Fraktur Vertebrae

Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:

· Dislokasi feset >50%

· Loss of paralelisine dan feset.

· Vertebral body angle > 11 derajat path fleksi.

· ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)

· Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada foto

AP

Pada dasarya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergensi closed

reduction dengan atau tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih

ada kontrol dan otot leher. Harus diingat bahwa reposisi pada cervical adalah

mengembalikan koposisi anatomis secepat mungkin untuk mencegah kerusakan

spinal cord.

2. Penanganan Ceders Servikal dengan Gangguan Neorologis

Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan

pembedahan terutama ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan

supaya dapat segera diimobilisasikan. Pembedahan dikerjakan jika keadaan umum

penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam. Tindakan pembedahan setelah 6-8

jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam pertama pengaruh

hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil. Prognosa pasca bedah

tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula spinalis.

REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG BELAKANG

Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang sangat luas mulai

dan penyakit kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan vertebra disertai dengan

adanya neorologi defisit. Deformitas tulang belakang ini bervariasi pula yang mulai dan

tanpa gejala sampai ada gejala yang sangat berat berupa kelumpuhan.

Hubungan sumsum tulang belakang dengan vertebra adalah:

1. Kelainan neorologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya: scollosis

paralitik.

2. Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis, misalnya:

spinal stenosis, diastematomella, kyphoscollosis yar berat.

3. Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang

belakang dengan kelainan syarafmisalnya: Pott paraplegia, Metastase tumor

dengan kompresi fraktur

4. Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf

misalnya instrumentalia harington.

Page 16: Lp Fraktur Vertebrae

Sifat Deformitas

· Scoliosis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.

· Kyposis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.

· Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.

· Kelainan setempat yang bervaniasi

Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:

1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasms, metabolik, dll)

2. Deformitas sediri

3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:

· Defisit neorologis : paraflegia dan tetraplegia.

· Ganguan fungsi paru-paru pada skollosis

· Gangguan tr. Urinarius.

Karena itu terapi diarahkan pada:

1. pengobatan terhadap penyabab deformitas.

2. koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)

3. rehabilitasi.

Tujuan koreksi:

Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal mungkin

dalam batas toleransi jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama medula

spinalis. Koreksi kadang-kadang tidak perlu harus sampai 100%.

Kontra indikasi Operasi

Keadaan umum penderita jelek

Diagnosis Banding

Fraktur patologis

Page 17: Lp Fraktur Vertebrae

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

2. Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC

3. Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

4. Doenges, Marylinn E. (2000). Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Klien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

5. Bruner dan Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, EGC. Jakarta.

6. Cecily L.Betz & Linda A. Sowdwn. (2001). Buku saku Keperawatan Pediatri. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

7. Elizabeth J. Corwin. (2001). Buku saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

8. Manjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media Aesculspius. Jakarta.

9. Schwartz, Seymour. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.