BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan leukemia yang sering terjadi pada anak-
anak. Insiden LLA berkisar 2-3/100.000 panduduk. Pada anak-anak, insidennya kira-kira 82%,
sedangkan pada dewasa 18%. Dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua kanker yg mengenai anak-anak di
bawah umur 15th. Insiden tertinggi pada anak usia antara 3-5th.(1,3,5)
merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat
pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih. Leukemia limfositik akut dapat
berakibat fatal karena sel-sel yang dalam keadaan normal akan berkembang menjadi limfosit,
pada LLA berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam
sumsum tulang. Intinya, leukemia limfositik akut merupakan proliferasi maligna/ganas
limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat
sistemik.
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Leukemia Limfositik Akut / Acut Lymphosityc Leucemia / Acute Lymphoblastic
Leukemia. Leukemia Limfositik Akut adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast
dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik.
(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).
B. Faktor Penyebab Leukemia Limfositik Akut atau LLA
1. Faktor eksogen
Sinar x, sinar radioaktif.
Hormon.
Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic
agent.
2. Faktor endogen
Ras, orang kulit hitam lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam.
Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur.
C. Patofisiologi Leukemia Limfositik Akut atau LLA
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan
unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah
eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya
perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.) Adanya sel kanker juga mempengaruhi
sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga
mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan.
D. Tanda dan Gejala Leukemia Limfositik Akut atau LLA
Gejala dan tanda atau manifestasi klinik dari leukemia limfositik akut antara lain:
1. Pilek tak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual, muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10. Nyeri kepala
E. Pemeriksaan Diagnostik Pada Leukemia Limfositik Akut
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan leukemia limfosik akut adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
o Ditemukan sel blast yang berlebihan
o Peningkatan protein
o Pemeriksaan darah tepi
Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
Peningkatan asam urat serum
Peningkatan tembaga (Cu) serum
Penurunan kadar Zink (Zn)
Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam
bentuk sel blast / sel primitif
2. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke
organ tersebut
3. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
4. Sitogenik: 50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
o Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
(2n+a)
o Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
o Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat
kecil
F. Pengobatan Pada Leukemia Limfositik Akut
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada
waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau
CPA, adriamisin dan sebagainya.
Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada
pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis,
leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumiah
leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan
yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae
bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan
tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah
diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya
pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang
lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar
pengobatan sebagai berikut:
o Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba- gai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
o Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
o Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang
lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
o Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi se- lama 10-14 hari.
o Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
o Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan
demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
G. Pathways Tidak bisa ditampilkan, silahkan membuat sendiri..
H. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Anak Dengan Leukemia Limfositik Akut
atau LLA
1. Intoleransi aktivitas
2. Resiko tinggi infeksi
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Resiko cedera (perdarahan)
5. Resiko kerusakan integritas kulit
6. Nyeri
7. Resiko kekurangan volume cairan
8. Berduka
9. Kurang pengetahuan
10. Perubahan proses keluarga
11. Gangguan citra diri / gambaran diri
I. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Leukemia Limfositik Akut
1. Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:
o Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb
rendah.
o Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
o Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
o Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
o Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
o Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
o Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
o Jika diprogramkan, berikan packed RBC
2. Mencegah terjadinya infeksi
o Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu >
38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
o Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi
meningkat, maka:
Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung,
masker dan sarung tangan
Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering
Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat
dengan minum 3 liter / hari
Berikan terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
Yakinkan pemberian makanan yang bergizi
3. Mencegah cidera (perdarahan)
o Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung,
urine, feses, muntahan, dan lokasi infus
o Pantau tanda vital dan nilai trombosit
o Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin dan tekan 5-10
menit setiap kali menyuntik
o Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
o Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
o Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat
melukai kulit
4. Memberikan nutrisi yang adekuat
o Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
o Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan
o Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan
dan bunyi
o Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam
memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
o Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat
o Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT
yang diprogramkan
5. Mencegah kekurangan cairan
o Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
o Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
o Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual /
muntah
o Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
o Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai
indikasi
6. Antisipasi berduka
o Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
o Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
o Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling
o Fasilitasi express feeling melalui permainan
o Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan
Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
Mengatasi kecemasan
Pemberian nutrisi
Pengobatan dan efek samping pengobatan
7. Meningkatkan peran keluarga
o Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
o Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
o Dorong keluarga untuk express feelings
o Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
8. Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri
o Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya
o Berikan informasi yang mendukung pasie (misal; rambut akan tumbuh kembali,
berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
o Dukung interaksi sosial / peer group
o Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala
Baru
Leukemia Limfositik Akut
Pengertian
B. Penyebab Leukemia Limfositik Akut
Penyebab Leukemia Limfositik Akut sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena
virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1. Faktor eksogen Leukemia Limfositik Akut
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2. Faktor endogen Leukemia Limfositik Akut
a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah, 1997)
C. Patofisiologi Leukemia Limfositik Akut
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan
unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati,
sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan
anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis,
perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial
yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.
(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden,
2002).
D. Tanda dan Gejala Klinis Leukemia Limfositik Akut
Manifestasi klinik Leukemia Limfositik Akut antara lain:
Pilek tak sembuh-sembuh
Pucat, lesu, mudah terstimulasi
Demam, anoreksia, mual, muntah
Berat badan menurun
Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
Nyeri tulang dan persendian
Nyeri abdomen
Hepatosplenomegali, limfadenopati
Abnormalitas WBC
Nyeri kepala
E. Pemeriksaan diagnostik Leukemia Limfositik Akut
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan Leukemia Limfositik Akut
adalah:
Pemeriksaan sumsum tulang Leukemia Limfositik Akut (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
Pemeriksaan darah tepi Leukemia Limfositik Akut
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast /
sel primitif
Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ
tersebut
Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen
kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil
F. Penatalaksanaan Leukemia Limfositik Akut (ALL)
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat
tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati
bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah
sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik
dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan
agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan
akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan Leukemia Limfositik Akut.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan
ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk
mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas,
baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya
dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal
dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia
serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik Leukemia Limfositik Akut
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian
diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)
ENDAHULUAN
Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan leukemia yang sering terjadi pada anak-
anak. Insiden LLA berkisar 2-3/100.000 panduduk. Pada anak-anak, insidennya kira-kira 82%,
sedangkan pada dewasa 18%. Dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua kanker yg mengenai anak-anak di
bawah umur 15th. Insiden tertinggi pada anak usia antara 3-5th.(1,3,5)
DEFINISI
Leukemia limfositik akut adalah suatu penyakit yang berakibat fatal. Dimana sel-sel yang
dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas, dan dengan segera
akan menggantikan sel-sel normal dalam sumsum tulang.(1,5)
ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit ini belum jelas. Diduga kemungkinan besar karena virus (virus
onkogenik).
Faktor lain yang turut berperan adalah:
1. faktor eksogen: seperti sinar x, sinar radio aktif, hormon, bahan kimia, infeksi ( virus dan
bakteri).
2. faktor endogen: seperti ras, faktor konstitusi ( kelainan kromosom, herediter).(1,2,3,4,5)
LLA di klasifikasikan menurut FAB (French-American-British)(3,4)
L1 L2 L3
Ukuran sel blas kecil besar Besar
homogen heterogon Homogen
Bentuk inti teratur Tidak teratur Teratur
bulat melekuk Bulat/lonjong
Anak inti Samar/tidak ada 1/ lebih 1/ lebih
Tidak jelas jelas Sangat jelas
sitoplasma sedikit Banyak, basofilik Banyak, bervakuol
PATOGENESIS
Bila virus dianggap sebagai penyebabnya ( virus onkogenik yang mempunyai struktur
antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk kedalam tubuh manusia
seandainya struktur antigen virus sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Begitu juga
kebalikannya. Jika antigen manusia dan virus tidak sama, maka virus akan ditolaknya. Oleh
WHO, terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HLA ( Human leucocyte Locus A).
sistem HLA individu ini diturunkan menurut hukum genetika. Sehingga peranan ras dan
keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.(1)
GEJALA KLINIS
1. pucat dan cepat merasa lelah.
2. infeksi berulang.
3. pendarahan.
4. nyeri tulang dan sendi.
5. penurunan berat badan.
6. limfadenopati, hepatosplenomegali.(1,2,3,4,5)
DIAGNOSIS
Dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh pemeriksaan
sumsum tulang atau limpa. Pada stadium dini, limpa mungkin tidak membesar, bahkan gambaran
darah tepi masih normal, dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau tanpa
trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnostik.(1,2,3,4,5)
PENGOBATAN
1. transfusi darah.
2. kortikosteroid.
3. sitostatika.
4. pasien diisolasikan.
5. imunoterapi. (1,2,3,4,5)
protokol pengobatan LLA anak dengan MTX-DR (terlampir).
PROGNOSIS
Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal. Kematian biasanya
disebabkan oleh pendarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis). (1)
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4
bulan setelah penyakitnya terdiagnosis, dan lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa
dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. 50% anak-anak tidak memprlihatkan tanda-
tanda leukemia dalam 5 tahun pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid
I.FKUI.Jakarta .1985;469-487.
2. Mansjoer A, dkk. Hematologi anak. Dalam: kapita selekta kedokteran. Edisi III jilid II.
FKUI.Jakarta.2000; 495-496.
3. Isbister James, dkk. Terjemahan Hematologi Klinik. Hipokrates.Jakarta.1999.
4. Hoffbrand .A. V. Terjemahan Haematologi (Esensial Hematology). EGC. Jakarta. 1999.
5. http//www.medicastore.com
http://pustakamedik.blogspot.com/search/label/Makalah
3. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena.
Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau
mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia terbagi menjadi
1. Leukemia limfositik kronik : terutama mengenai orang berusia >55 tahun, dan jarang
sekali mengenai anak-anak.
2. Leukemia mieloid kronik : terutama mengenai orang dewasa.
3. Leukemia limfositik akut : terutama mengenai anak-anak, namun dapat juga mengenai
dewasa. Leukemia jenis ini merupakan jenis leukemia terbanyak pada anak (sekitar 75 – 80 %
leukemia pada anak) d. Leukemia mieloid akut : Dapat mengenai anak maupun orang dewasa.
Merupakan 20 % leukemia pada anak.
C. Leukimia Kronik
Penyebab penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Sama seperti tipe leukemia yang lainnya,
leukemia berasal dari mutasi yang terjadi pada spesifik protein yang disebut juga dengan gen
yang mengkontrol perkembangan dan pertumbuhan dari sel darah. Akibatnya sel berkembang
dan bertumbuh tidak terkontrol Pada leukimia kronik awal penyakit sel-sel leukemia masih bisa
melakukan beberapa pekerjaan yang normal sebagai sel darah putih. Orang yang menderita
leukemia kronis mungkin tidak memiliki gejala apapun pada awalnya. Dokter sering menemukan
leukemia kronis selama pemeriksaan rutin sebelum ada gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik
memburuk karena jumlah sel-sel leukemia dalam darah meningkat. Gejala khas yang timbul,
seperti pembengkakan kelenjar getah bening atau infeksi.
Ketika gejala muncul, mereka biasanya ringan pada awalnya dan memburuk secara bertahap.
1. Leukemia Limfositik Kronik
Defenisi Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar
limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar
getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering
menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di
kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.
Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga
terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan
aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang
biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan
menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini bisa menyebabkan:
1. Penghancuran sel darah merah dan trombosit
2. Peradangan pembuluh darah
3. Peradangan sendi (artritis rematoid)
4. Peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).
Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit yang
terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering ditemukan,
hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih jarang ditemukan.
b. Penyebab Penyebabnya tidak diketahui. c. Gejala Pada stadium awal, sebagian besar penderita
tidak memiliki gejala selain pembesaran kelenjar getah bening. Gejala yang timbul kemudian
bisa berupa: 1) lelah 2) hilang nafsu makan 3) penurunan berat badan 4) sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas 5) perut terasa penuh karena pembesaran limpa. Pada stadium awal,
leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan ruam kulit yang tidak biasa.
Lama-lama penderita akan tampak pucat dan mudah memar. Infeksi bakteri, virus dan jamur
biasanya baru akan terjadi pada stadium lanjut. d. Diagnosa Kadang-kadang penyakit ini
diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung jenis darah untuk alasan lain. Jumlah
limfosit meningkat sampai lebih dari 5.000 sel/mikroL. Biasanya dilakukan biopsi sumsum
tulang.
Hasilnya akan menunjukkan sejumlah besar limfosit di dalam sumsum tulang. Pemeriksaan
darah juga bisa menunjukkan adanya: 1) anemia 2) berkurangnya jumlah trombosit 3)
berkurangnya kadar antibodi. e. Pemeriksaan Laboratorium 1. Jumlah leukosit 30.000 –
200.000 / mm3. 2. Jenis limposit yang ditemukan lebih 95 % terdiri dari limposit kecil dengan
morfologi normal atau agak muda sehingga terlihat gambaran Monoton. 3. Ditemukan Rider
Cell, sel limposit yang serupa dengan monosit. 4. Pada hapusan darah tepi terdapat Smudge
Cell / Smear Cell / Sel coreng yaitu sel limfosit yang rusak setelah diwarnai, hanya inti kelihatan,
bentuk irreguler. 5. Juga ditemukan trombositopenia, Anemia Hemolitik,
Hipogammaglobulinemia (terutama Ig.M) , test Coombs direk positif, juga ditemukan Gamopati
Monoklonal. f. Pengobatan Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga
banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah
limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit
atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang
merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan
transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik. Terapi penyinaran digunakan untuk
memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah
kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid
lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid
menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang
membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan
interferon alfa dan pentostatin. g. Prognosa Sebagian besar LLK berkembang secara perlahan.
Prognosisnya ditentukan oleh stadium penyakit. Penentuan stadium berdasarkan kepada
beberapa faktor, seperti: a. jumlah limfosit di dalam darah dan sumsum tulang b. ukuran hati dan
limpa c. ada atau tidak adanya anemia. d. jumlah trombosit. Penderita leukemia sel B seringkali
bertahan sampai 10-20 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan biasanya pada stadium awal
tidak memerlukan pengobatan. Penderita yang sangat anemis dan memiliki trombosit kurang dari
100.000/mikroL darah, akan meninggal dalam beberapa tahun. Biasanya kematian terjadi karena
sumsum tulang tidak bisa lagi menghasilkan sel normal dalam jumlah yang cukup untuk
mengangkut oksigen, melawan infeksi dan mencegah perdarahan. 2. Leukemia Mielositik
Kronik.
a. Definisi Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu
penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan
sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal. Penyakit ini bisa
mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi jarang ditemukan pada anak-
anak berumur kurang dari 10 tahun. Sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam
sumsum tulang, tetapi beberapa diantaranya dibuat di limpa dan hati.Pada LMK, sel-selnya
terdiri dari sel yang sangat muda sampai sel yang matang; sedangkan pada LMA hanya
ditemukan sel muda. Granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum
tulang dan seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan fibrosa yang
menggantukan sumsum tulang yang normal. Selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak
granulosit muda yang masuk ke dalam aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). Pada
fase tersebut, terjadi anemia dan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan proporsi sel
darah putih muda (sel blast) meningkat secara dramatis. Kadang granulosit leukemik mengalami
lebih banyak perubahan dan penyakit berkembang menjadi krisis blast.Pada krisis blast, sel stem
yang ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa penyakit semakin
memburuk. Pada saat ini kloroma (tumor yang berisi granulosit) bisa tumbuh di kulit, tulang,
otak dan kelenjar getah bening. b. Penyebab Penyakit ini berhubungan dengan suatu kelainan
kromosom yang disebut kromosom Filadelfia. c. Gejala Pada stadium awal, LMK bisa tidak
menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami : 1) kelelahan dan kelemahan 2)
kehilangan nafsu makan 3) penurunan berat badan 4) demam atau berkeringat di malam hari 5)
perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa). Lama-lama penderita menjadi sangat
sakit karena jumlah sel darah merah dan trombosit semakin berkurang, sehingga penderita
tampak pucat, mudah memar dan mudah mengalami perdarahan. Demam, pembesaran kelenjar
getah bening dan pembentukan benjolan kulit yang terisi dengan granulosit leukemik (kloroma)
merupakan pertanda buruk. d. Diagnosa LMK sering terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin.
Jumlah sel darah putih sangat tinggi, mencapai 50.000-1.000.000 sel/mikroliter darah (mornal
kurang dari 11.000). Pada pemeriksaan mikroskopik darah, tampak sel darah putih muda yang
dalam keadaan normal hanya ditemukan di dalam sumsum tulang. Jumlah sel darah putih lainnya
(eosinofil dan basofil) juga meningkat dan ditemukan bentuk sel darah merah yang belum
matang. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan untuk menganalisa kromosom atau
bagian dari kromosom. Analisa kromosom hampir selalu menunjukkan adanya penyusunan
ulang kromosom.Sel leukemik selalu memiliki kromosom Filadelfia dan kelainan penyusunan
kromosom lainnya. e. Pemeriksaan Laboratorium 1) Jumlah erytrosit, hematokrit dan
hemoglobin (7-9 g/dl) kurang dari normal dengan Anemia normokromik normositer 2) Jumlah
leukosit lebih dari 80.000 / mm3 dengan variasi 80.000 – 800.000/ mm3. leukositosis sangat
berat > 500.000/mm3 dijumpai pada anak-anak. 3) Jumlah thrombosit bervariasi (awalnya terjadi
thrombositosis 1.000.000/ mm3 lalu stadium lanjut menjadi thrombositopenia). Pada hapusan
darah thrombosit mengelompok. 4) Jumlah Basofil meningkat (Basophilia) dan juga Eosinifilia
secara absolut. Pada fase lanjut (fase akselerasi) terjadi basophilia > 20 %. 5) Pada
pemeriksaan darah tepi dijumpai seluruh stadium diferensiasi tetapi yang predominant adalah
sel-sel yang tua-tua seperti Mielosit, Metamielosit, N.batang dan N.segmen sedangkan
Mieloblast dan Promielosit (dibawah 15%) tetap dalam jumlah sedikit. 6) Asam urat jumlahnya
meningkat dalam plasma. 7) Yang khas dalam leukemia ini ditemukannya Kromosom
Philadelphia yaitu Kromosom nomor 22 yang telah kehilangan kedua lengan panjangnya, pindah
ke kromosom nomor 9. f. Pengobatan Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan
penyakit, tetapi hanya memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil
apabila jumlah sel darah putih dapat diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah.
Pengobatan yang terbaik sekalipun tidak bisa menghancurkan semua sel leukemik. Satu-satunya
kesempatan penyembuhan adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling
efektif jika dilakukan pada stadium awar dan kurang efektif jika dilakukan pada fase Akselerasi
atau krisis blast. Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali sumsum tulang dan
menyebabkan remisi. Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak
digunakan untuk penyakit ini. Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang
serius, maka pemakaiannya tidak boleh terlalu lama. Terapi penyinaran untuk limpa kadang
membantu mengurangi jumlah sel leukemik. Kadang limpa harus diangkat melalui pembedahan
(splenektomi) untuk: 1) mengurangi rasa tidak nyaman di perut 2) meningkatkan jumlah
trombosit 3) mengurangi kemungkinan dilakukannya transfusi. g. Prognosis Sekitar 20-30%
penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan setelah itu sekitar
25% meninggal setiap tahunnya. Banyak penderita yang betahan hidup selama 4 tahun atau lebih
setelah penyakitnya terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau krisis
blast. Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi kadang
bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan. 3. Leukemia Monositik Kronik
Leukemia ini hampir mirip dengan leukemia myelositik, tetapi disini yang predominant sel
monosit immatur dan matur juga ada disertai myeloblast dan myelosit. Pemeriksaan
Laboratorium : a. Eryhtrosit : - Hitung eritrosit rendah, hematokrit rendah dan hemoglobin
rendah dengan anemia normokromik normositik. b. Leukosit : - Pada stadium permulaan anemia
disertai leukopenia, lalu disusul oleh thrombositopenia. c. Granulosit menurun dan terjadi
peningkatan monosit. Pada stadium progressif terjadi peningkatan monosit yang tinggi. d.
Ditemukan dua tipe : Leukemia monositik tipe Schilling dengan sel monosit yang predominant
dan Leukemia monositik tipe Nageli dengan monosit immatur dan juga banyak myeloblast dan
myelosit. D. Penyebab dan Faktor Risiko Leukemia Penyebab leukemia masih belum diketahui
secara pasti hingga kini. Namun, menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu
lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah 1. Radiasi
dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di Jepang pada masa
perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yang
menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk
diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan
peningkatan kejadian leukemia. 2. Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida 3.
Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita
leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian
kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya. 4.
Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh
kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker. 5. Human T-Cell Leukemia Virus-
1(HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus
lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline. 6.
Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan sel
darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit
ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi leukemia. BAB III PENUTUP DAFTAR PUSTAKA http://khairul-
anas.blogspot.com/2012/04/leukemia.html#ixzz1tEzvtRVD
http://www.kesehatan123.com/1085/apa-itu-leukemia/ http://indonesiaindonesia.com/r/leukimia/
www.wikipedia.com/leukimia http://id.answers.yahoo.com/question/index?
qid=20120117233646AAHzIWH
http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/02/leukemia.html A. Kesimpulan Leukemia
adalah suatu jenis kanker yang dimulai dari sel darah putih. Dalam keadaan normal, sel darah
putih, berfungsi sebagai pertahanan tubuh, akan terus membelah dalam suatu kontrol yang
teratur. Penyebab penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Sama seperti tipe leukemia yang
lainnya, leukemia berasal dari mutasi yang terjadi pada spesifik protein yang disebut juga dengan
gen yang mengkontrol perkembangan dan pertumbuhan dari sel darah. Akibatnya sel
berkembang dan bertumbuh tidak terkontrol
Vitamin B12 dan Anemia Megaloblastik
Perpustakaan UGM, i-lib (1981) Vitamin B12 dan Anemia Megaloblastik. Jurnal i-lib UGM.
Full text not available from this repository.
Official URL: http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=...
Abstract
Vitamin B12 is an essential factor for DNA synthesis, and it is also needed in the reaction for the
production of lipoprotein in myelin sheaths of the nerve system. It is known that vitamin B12
deficiency causes.among others disturbances in the nucleus formation and leads to megaloblastic
anemias, with or without disturbances of the peripheral nerve system. Disturbances in the
nucleus formation affect cells of tissues which have a relatively rapid turnover such as
hemopoiedc precursors in the bone marrow and the mucosal epithelium of the gastrointestinal
tract. As the importance of the role of the vitamin in the formation and the development of cells
and as the deficiency of the vitamin may initiate a vicious circle which aggravates more and
more the deficiency and the defect of the gastrointestinal mucosa, it is very important to cut the
circle with, for example, a high dose of parentera I vitamin B12 with sufficient quantity and
quality of food. Key Words: gastric intrinsic factor - methylcobalamin - hydroxocobalamin
megaloblastic - anemia - vitamin B12
Item Type (WAJIB DIISI): Article
Subjects: UNSPECIFIED
Divisions: UNSPECIFIED
Depositing User: coba coba coba
Date Deposited: 26 Aug 2013 13:26
Last Modified: 28 Aug 2013 13:31
URI: http://repository.ugm.ac.id/id/eprint/22571