Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Laporan Kasus
Universitas Mulawarman
MOLA HIDATIDOSA
oleh:
Ayu Herwan Mardatillah
0910015020
Pembimbing:
dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG
1
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh
vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai
anggur. Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per
120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan)
(Hadijanto, 2009; Syafii, Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Mansjoer, Triyanti,
Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2000). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi
di Asia, Afrika dan Amerika Latin dibandingkan dengan Negara-negara barat. Di
negara-negara barat dilaporkan 1 : 200 atau 2000 kehamilan. Di Negara-negara
berkembang: 100 atau 600 kehamilan. (Fitriani, 2009).
Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting
dengan insiden yang tinggi (data RS diIndonesia, 1 per 40 persalinan), faktor
risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto
Mangunkusomo Jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 9 kehamilan ; Luat A. Siregar
(Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya) 1:80
persalinan; Djamhoe Martaadisoebrata (Bandung); 9-12 per 1000 kehamilan.
Biasanya dijumpai lebih seringpada umur reproduktif (14-45 tahun) dan
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan
lebih besar. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun
2
dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. (Syafii,
Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Fitriani, 2009).
Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi mola hidatidosa komplet dan
parsial. Mola hidatidosa komplet tidak memungkinkan terjadinya embriogenesis
sehingga tidak pernah mengandung bagian janin.Mola hidatidosa pasrsial masih
memungkinkan pembentukan mudigah awal sehingga mengandung bagian-bagian
janin, memiliki beberapa vilus korion normal, dan hamper selelu triploid (misal
69, XXY;) (Crum, Lester, & Cotran, 2007)
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian karena mola hampir tidak
ada lagi, akan tetapi di Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah
jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma (Hadijanto, 2009).
Secara keseluruhan, 80% hingga 90 % mola tetap jinak setelah kuretase bersih;
10% mola komplet menjadi invasive, tetapi tidak lebih dari 2% hingga 3% yang
menjadi koriokarsinoma. Hampir 20% dari mola hidatidosa sempurna
berkembang menjadi tumor trofoblastik (Crum, Lester, & Cotran, 2007).
Oleh karena itu, perlu untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan
mengarahkan pemeriksaan yang diperlukan demi penegakan mola hidatidosa lebih
dini.
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Minggu, 26 Juli
2015 pukul 21.30 wita di Ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.
Anamnesis
Identitas pasien:
Nama : Ny. Y
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Swasta
Suku : Banjar
Alamat : Jl. Sambutan Sindang Sari RT.02
Masuk Rumah Sakit : 27 Juli 2015
Identitas suami:
Nama : Tn. M
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Swasta
4
Suku : Banjar
Alamat : Jl. Sambutan Sindang Sari RT.02
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 12 jam
SMRS. Darah berwarna merah segar tidak disertai gumpalan-gumpalan, dan tidak
disertai keluarnya gelembung-gelembung berwarna putih. Keluhan disertai nyeri
perut bagian bawah. Selama sekitar 12 jam pasien menggunakan 7 pembalut.
Pasien mengalami mual tetapi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Sebelumnya pasien berobat ke bidan di dekat rumahnya kemudian bidan
menyarankan agar ke Rumah Sakit. Pasien mengaku selama hamil ini telah 4 kali
kontrol kehamilan dan melakukan pemeriksaan USG. Pada 2 kali pemeriksaan
USG terakhir, yaitu 1 hari SMRS dokter Sp. OG mengatakan bahwa pasien
mengalami hamil anggur.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal riwayat penyakit asma, jantung, tekanan darah tinggi dan
tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat Haid
- Menarche usia 14 tahun
- Lama haid 3 hari
- Hari Pertama Haid Terakhir : 10-01-2015
- Taksiran Persalinan : 17-10-2015
Riwayat Perkawinan
5
Perkawinan pertama, kawin usia 23 tahun, lamanya pernikahan dengan suami
sekarang adalah 5 tahun.
Riwayat Obstetrik
No Tahun
Tahun
Tempat
Partus
Umur
Kehamilan
Jenis
Persalinan
Penolong
Persalinan
Jenis
Kelamin
Anak /
BB
Keadaan Anak
Sekarang
1 2015 Hamil ini
Kontrasepsi
Tidak menggunakan kontrasepsi
Pemeriksaan fisik
1. BB/TB : 65 kg, tinggi badan 163 cm
2. Keadaan Umum : Baik
3. Kesadaran : Komposmentis, GCS : E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 16 x/menit
Suhu : 36.3 °C
5. Status generalis:
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)
6. Ekstremitas : Atas: akral hangat
6
Bawah: edema tungkai (-/-), varices (-/-),
7. Status Obstetrik:
1. Inspeksi :Perut tampak datar, linea nigra (-),
hiperpigmentasi (-), striae (-)
2. Palpasi : Tinggi Fundus Uteri (TFU) Setinggi pusat
3. VT : tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Laboaratorium
Jenis
PemeriksaanNilai Normal
23/7/15 26/7/15 3/8/15
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb 11,0-16,00 g/dL 13,2 11,9
Ht 37-54% 35,4
BT 2-5’ 3’
CT 5-10’ 8’
Leu 4000-10.000 μL 14.200 11.400
Tr 150.000-450.000 μL 351.000 303.000
Pemeriksaan Kimia Darah
GDS 60-150 mg/dl 85 70
Ureum 10-40 21 20,8
Creatinin 0,5-1,5 0,8 0,6
HbsAg NR NR NR
112 NR NR NR
Hormon
Beta HCG
kuantitatif
(mIU/ml)
Usia kehamilan
(minggu)
1-3 : 5-50
4 : 5-425
5 : 20 – 7400
112.496 3.094
7
6 : 1.000 – 56.000
7-8 : 7.600 – 230.000
9 – 12 : 25.000 –
290.000
Pemeriksaan Urin
Bilirubin Negatif +1
Eritrosit 0-1/lpb 50-60
Hemoglobin/
Darah
Negatif +4
Plano Test +
Rontgen Torax
23 Juli 2015 (Laboratorium swasta)
Sinus, diaphragm dan cor normal
Pulmo: corakan bronchovaskuler agak ramai, terutama paracardial
Hili agak lebar
Tidak tampak cavitas, perselubungan atau pun pleural effusion.
Tidak tampak fraktur atau kelainan pada thoracis
Kesan : Bronhitis
Diagnosis kerja
G1P0A0 gravid 13-14 minggu + mola hidatidosa
Penatalaksanaan
Lapor Sp. OG, anjuran :
Rencana Kuretase
Lembar Observasi
26/7/15 27/7/15 28/7/15 29/7/15
S Keluar darah
dari jalan lahir
Perdarahan
(+), 6x ganti
Perdarahan Flek
(+) sudah
Keluhan tidak ada,
perdarahan (-)
8
pembalut,
mules (+)
berkurang
O CM, TD :
130/80 mmHg,
N : 80 x/menit,
RR : 16
x/menit, T:
36,3 C, TFU :
Sepusat
CM, TD :
130/90 mmHg,
N : 80 x/menit,
RR : 20
x/menit, T:
36,5 C, TFU :
Sepusat
CM, TD :
130/80 mmHg,
N : 80 x/menit,
RR : 20
x/menit, T: 36,7
C,
CM, TD : 100/60
mmHg, N : 69
x/menit, RR : 18
x/menit,
A G1P0A0
gravid 13-14
minggu + mola
hidatidosa
G1P0A0
gravid 13-14
minggu + mola
hidatidosa
G1P0A0 gravid
13-14 minggu +
mola hidatidosa
Mola hidatidosa
post kuret mola I
P Pro Kuretase Pro Kuretase
Ro. Thorax
Pro Kuret hari
ini
Cefadroxyl 2 x
500 mg
Asam Mefenamat
3 x 500 mg
Pulang
Laporan Operasi
28 Juli 2015
- posisi litotomi
- Sediaan : 20 cc
Kerokan : jumlah sekitar 300 ml
Jaringan sekitar 100 ml
Kuretase
Terapi Post Operasi:
- Diet Halus
- Cefadroxyl 3 x 1
- Asam Mefenamat 3 x 1
- Drip Oksitosin 2 ampul s/d 8 jam
9
- Cek Beta HCG kuantitatif post kuretase
Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi:
29 Juli 2015
Makroskopis:
Diterima jaringan cokelat kehitaman rapuh 20 cc
Mikroskopis:
Sediaan jaringan terlihat sebagian besar nekrosis dengan area-area perdarahan
dengan sel-sel trophoblast nekrotik yang tersebar diffuse
Kesimpulan:
Cavum uteri, kerokan:
Sisa trophoblast
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, &
Setiowulan, 2000; Hadijanto, 2009). Mola hidatidosa merupakan salah satu bagian
di dalam kategori tumor trofoblastik atau yang disebut dengan istilah penyakit
trofoblastik gestasional (Crum, Lester, & Cotran, 2007).
2.2 Epidemiologi
Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika
Serikat dan Eropa. Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada
awal atau akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai pada
wanita berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi lesi relative lebih dari 10 kali
lipat dibandingkan pada usia 20 sampai 40 tahun. Kekambuhan mola hidatidosa
dijumpai pada sekitar 1 sampai 2 persen kasus (Cuningham & dkk, 2005).
Insidensi mola hidatidosa komplet adalah sekitar 1-1,5 per 2000 kehamilan
di Amerika Serikat dan Negara Barat lainnya. Karena alasan yang tidak diketahui,
insidensi penyakit ini jauh lebih tinggi di Negara Asia. Mola paling sering terjadi
pada usia sebelum 20 dan setelah 45 tahun, dan adanya riwayat mola
meningkatkan risiko untuk kehamilan berikutnya. Meski pun biasanya ditemukan
pada minggu kehamilan 12 hingga 14 karena gestasi yang “terlalu besar untuk
11
usianya”, pemantauan dini kehamilan dengan ultrasonografi telah berhasil
menurunkan usia gestasi saat penyakit terdeteksi sehingga diagnosis dapat
ditegakkan lebih dini. Pada dua keadaan, penigkatan kadar hCG dalam darah ibu
bersamaan dengan tidak adanya bagian janin atau bunyi jantung janin (Crum,
Lester, & Cotran, 2007).
2.3 Etiologi
Mola terjadi akibat dari kelainan pembuahan, pada mola komplet, sebuah
telur kosong dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu sperma diploid),
menghasilkan kariotip diploid, sedangkan pada mola parsial sebuah telur normal
dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu spermatozoa diploid) sehingga terbentuk
kariotipe triploid (Crum, Lester, & Cotran, 2007). Kondisi yang menyebabkan
terjadinya mola hidatidosa ini dapat dilakukan dengan analisis DNA (Ngan &
dkk, 2012).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya mola hidatidosaantara
lain (Fitriani, 2009):
Faktor ovum: ovum sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluar-kan.
Umur di bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun.
Imunoselektif dari trofoblas.
Keadaan sosioekonomi yang rendah dan defisiensi gizi; mola hidatidosa
banyak ditemukan pada mereka dengan status ekonomi yang rendah
serta diet rendah protein.
Paritas tinggi.
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas
(Fitriani, 2009):
Teori Missed abortion
12
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena
itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan
dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuk gelembung-
gelembung.
Teori neoplasma dari Park
Dikatakan yang abnormal adalah sel- sel trofoblas, yang mempunyai
fungsi abnormal pula, dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke-
dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah
2.4 Klasifikasi
a. Mola Hidatidosa Sempurna
Mola hidatidosa komplet tidak memungkinkan terjadinya embriogenesis
sehingga tidak pernah mengandung bagian janin. Semua vilus korion abnormal
(46,XX atau, yang jarang 46, XY) (Crum, Lester, & Cotran, 2007).
Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran
vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai berdiameter beberapa sentimeter dan
sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan
histologist yang diperlihatkan ditandai oleh (Cuningham & dkk, 2005):
Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus
Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
Tidak adanya janin dan amnion.
Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola sempurna
menemukan komposisi kromosom yang umumnya (85 % atau lebih) adalah 46 xx,
dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah. Fenomena ini dsebut sebagai
androgenesis. Risiko tumor trofoblastik yang berkembang dari mola sempurna
adalah sekitar 20% (Cuningham & dkk, 2005).
b. Mola Hidatidosa Parsial
13
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion,
keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsial. Terjadi
pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang
biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi
janin-plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Hyperplasia trofoblastik lebih
bersifat fokal daripada generalisata.
Janin pada mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploidi, yang
mencakup malformasi congenital multiple dan hambatan pertumbuhan serta tidak
viable. Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik
pada 4 sampai 8 persen kasus. Risiko koriokarsinoma yang berasal dari mola
parsial sangat rendah (Cuningham & dkk, 2005).
Mola hidatidosa pasrsial masih memungkinkan pembentukan mudigah
awal sehingga mengandung bagian-bagian janin, memiliki beberapa vilus korion
normal, dan hamper selalu triploid (misal 69, XXY;) (Crum, Lester, & Cotran,
2007)
2.5 Gejala dan Tanda
Gambaran klinis sebagaian besar kehamilan mola telah banyak berubah
dalam 20 tahun terakhir karena penggunaan ultrasonografi transvagina dan hCG
serum kuantitatif menyebabkan diagnosis ditegakkan lebih dini. Tanda-tanda
klinis yang dapat terjadi antara lain (Cuningham & dkk, 2005):
a. Perdarahan
Perdarahan uterus hamper universal dan dapat bervariasi dari
bercak sampai perdarahan berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat
sebelum abortus atau, yang lebih sering, terjadi secara intermiten selama
beberapa minggu bahkan bulan. Kadang-kadang terjadi perdarahan yang
tertutup di dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan
kadang-kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat
kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai menungkatnya
kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproliferasi.
14
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat dari pada biasanya. Uterus
mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada
wanita nulipara, karena konsistensinya yang lunak di bawah dinding
abdomen yang kencang. Kadang-kadnag ovarium sangat membesar akibat
kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.
c. Aktivitas Janin
Walau pun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas
simfisis, bunyi jantung janin biasanya sulit terdeteksi. Walaupun jarang,
mungkin terdapat plasenta kembar dengan perkembangan kehamilan mola
sempurna pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinnya tampak
normal.
d. Hipertensi akibat kehamilan.
Yang dangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeclampsia
pada kehamilan dengan mola, yang menetap sampai trimester kedua.
e. Hiperemesis
Pasien dapat mengalami mual dan muntah yang cukup berat.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, tetapi jarang menyebabkan gejala klinis hipertiroidisme.
Tiroksin bebas dalam serum meningkat akibat efek gonadotropin korionik
atau varian-variannya yang mirip tirotropin.
g. Embolisasi
Saat evakuasi trofoblas dengan atau tanpa stroma vilus, lolos dari
uterus melalui aliran vena dalam jumlah bervarasi. Volumenya dapat
15
mencapai sedemikian sehingga menimbulkan gejala dan tanda embolisme
paru akut dan bahkan hasil yang fatal.
2.6 Diagnosis
Suatu keadaan yang mengarahkan kecurigaan kepada mola hidatidosa
adalah jika terdapat perempuan dengan amenore, perdarahan pervaginam, uterus
yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti
seperti balotemen dan detak jantung janin. Untuk memperkuat diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin immunoassay.
Peninggian hCG, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas
dapat dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola menunjukkan gambaran
yang khas, yaitu badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang
lebah (honey comb) (Hadijanto, 2009; Ngan & dkk, 2012).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung
mola. Umumnya jika sudah keluar gelembung mola kondisi tersebut disertai
pengeluaran darah yang banyak, sehingga lebih baik mendiagnosa mola sebelum
keluar gelembung mola (Hadijanto, 2009).
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik,
sehingga seringkali sulit dibedakan dengan kehamilan anembrioneik, missed
abortion, abortus inkompletus, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II
gambaran mola hidatidosa pada umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi
massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesicular berdiameter antara 5-
10 m. gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey
comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20 – 50 % kasus dijumpai adanya
massa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka
lutein (Hadijanto, 2009).
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi
janin yang ukurannya reltif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.
Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup
besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa vili
yang edema dengan sel trofoblas yang tidak berproliferasi, sedangkan di tempat
lain masih tampak vili yang normal. (Hadijanto, 2009).
16
Secara singkat, gambaran klinis dan diagnostic suatu mola hidatidosa
sempurna adalah sebagai berikut (Cuningham & dkk, 2005):
Pengeluaran darah yang terus menerus atau intermiten yang terjadi mulai
usia gestasi sekitar 12 minggu, biasanya tidak banyak, dan sering
cenderung cokelat dari pada merah
Pembesaran uterus melebihi durasi kehamilan pada sekitar separuh kasus
Tidak adanya bagian-bagian janin dan bunyi jantung janin walau pun
uterus telah membesar sampai setinggi pusat atau lebih.
Gambaran ultrasonografi yang khas
Kadar gonadotropin korionik serum lebih tinggi daripada yang
diperkirakan untuk tahap gestasinya
Preeclampsia-eklampsia yang timbul sebelum usia gestasi 24 minggu
Hiperemesis gravidarum
Kadar β-hCG menurut usia kehamilan (Fitriani, 2009)
Prosentase peningkatan kada β-hCG menurut diagnose (Fitriani, 2009)
17
Pada pemeriksaan patologi mola hidatidosa biasanya berupa suatu massa
besar vilus korion yang membengkak, kadang-kadang mengalamai dilatasi kistik,
dan secara makroskopis tampak seperti anggur. Vilus yang membengkak ditutupi
oleh epitel korion dari yang banl hingga yang sangat atipikal (Crum, Lester, &
Cotran, 2007).
Secara makroskopik, mola hidatidosa berupa gelembung-gelembung putih,
tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
millimeter sampai 1 sampai 2 cm. Gambaran histopatologi yang khas dari mola
hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada
vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas. (Hadijanto, 2009).
Substansi vilus adalah edematosa miksomatosa longgar. Epitel korion hamper
selalu memperlihatkan proliferasi sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.
Proliferasinya mungkin ringan, tetapi pada banyak kasus tampak hyperplasia
sirkumferensial yang mencolok. Penentuan derajat histologik untuk
memperkirakan hasil akhir klinis telah diganti oleh pemeriksaan cermat kadar
hCG. Pada mola parsial, edema vilus hanya mengenai sebagian vilus dan
proliferasi trofoblastiknya bersifat fokal dan ringan (Crum, Lester, & Cotran,
2007).
Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan mola
hidatidosa, antara lain kehamilan multiple, hidramnion, abortus, mioma uteri
(Fitriani, 2009).
2.7 Penatalaksanaan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari dua fase, yaitu evakuasi mola segera dan
tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan
keganasan. Evaluasi awal harus dilakukan sebelum evakuasi atau histerektomi
yang mencakup pemeriksaan radiografi toraks untuk mencari lesi paru. Beberapa
pilihan dalam terapi mola hidatidosa, antara lain (Cuningham & dkk, 2005):
1. Terminasi kehamilan mola
2. Kemoterapi profilaktik
3. Aspirasi vakum
4. Oksitosin, prostaglandin, dan histerotomi
18
5. Histerektomi
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri dari 4 tahap berikut ini (Hadijanto,
2009):
a. Perbaikan Keadaan Umum
Pemberian transfuse darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan
menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau
tirotoksikosis (Ngan & dkk, 2012).
b. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara yaitu (Ngana & dkk, 2012) (Hadijanto, 2009):
Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula
uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan
menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret
cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya
dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya
disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang
banyak
Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur
dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi
ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan factor
predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai
adalah umur 35 tahun dengan anak hidup 3. Tidak jarang bahwa
pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa
mola invasive / koriokarsinoma.
c. Prosedur Tindak Lanjut
19
Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan. Metode umum tindak lanjut adalah sebagai
berikut :
Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, yaitu sekurang-
kurangnya 1 tahun
Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walau pun sebagian
menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya
manfaat yang nyata
Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar
yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi
dan biasanya terapi.
Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah
pengukuran, pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan,
lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1
tahun.
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah
mola hidatidosa. Kadar gonadotropin korionik harus turun secara progresif
sampai kadar yang tidak terdeteksi, karena di luar itu berarti trofoblas
menetap. Peningkatan mengisyaratkan proliferasi yang kemungkinan besar
ganas kecuali apabila wanita yang bersangkutan kembali hamil. Tes hCG
harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama
pengawawan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan
selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan
menggunakan kondom, difragma, atau pantang berkala (Hadijanto, 2009).
Kadar β-hCG sebelum dan setelah kuret (Fitriani, 2009)
20
Terapi profilaksis dengan sitostatika.
Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien pasca evaluasi mola
hidatidosa masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang
mendapat-kan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar
47%. Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa
ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterai untuk
tujuan trapi definitive memberi-kan keberhasilan hampir 100%. Sehingga
pemberian profilaksis diberikan apabila. apabila dipandang perlu pilihan
profilaksis kemoterapi adalah: Metotreksat 20 mg/ hari IM selama 5 hari.
2.8 Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian karena mola hampir tidak
ada lagi, akan tetapi di Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah
jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase keganasan
yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%.
Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara umum khusus pada divisi
Onkologi Ginekologi (Hadijanto, 2009).
Secara keseluruhan, 80% hingga 90 % mola tetap jinak setelah kuretase
bersih; 10% mola komplet menjadi invasive, tetapi tidak lebih dari 2% hingga 3%
yang menjadi koriokarsinoma. Mola parsial jarang menjadi koriokarsinoma. Pada
mola komplet, pemantauan darah pascakuretase dan kadar hCG urin, terutama
subunit beta hormone yang lebih definitive, memungkinkan kita mendeteksi mola
yang masih tertinggal atau penyulit serius sehingga dapat diberikan terapi yang
tepat, termasuk kemoterapi, yang hamper selalu kuratif (Crum, Lester, & Cotran,
2007).
Mortalitas akibat mola telah berkurang menjadi nol oleh diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat. Pada kehamilan mola tahap lanjut biasanya pasien
akan anemic dan mengalami perdarahan akut. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus
21
ini tidak menyebabkan morbiditas serius. Sayangnya, evakuasi lebih dini tidak
menghilangkan kemungkinan terjadinya tumor persisten. Hamper 20% dari mola
hidatidosa sempurna berkembang menjadi tumor trofoblastik (Crum, Lester, &
Cotran, 2007).
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori Fakta
Epidemiologi & Faktor Risiko:
sering terjadi pada usia 20-45 tahun
sering ditemukan pada minggu
kehamilan 12 hingga 14
Paritas tinggi.
Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas.
Keadaan sosioekonomi yang
rendah dan defisiensi gizi
Riwayat kehamilan mola
sebelumnya
Gejala:
Amenore
Perdarahan dari jalan lahir
Mual muntah yang cukup berat
Epidmeiologi & Faktor Risiko:
Pasien berusia 28 tahun
Usia kehamilan 13 – 14 minggu
Primipara
Sosioekonomi cukup
Tidak ada riwayat kehamilan mola
Gejala :
Amenore
Perdarahan dari jalan lahir
Mual muntah ringan
Teori dan fakta sesuai
22
Pemeriksaan
Teori Fakta
Fisik:
Ukuran uterus lebih besar dari usia
kehamilan
Hipertensi
Tidak terdengar detak jantung
walau pun usia kehamilan besar
Tirotoksikosis
Keluarnya gelembung mola
Penunjang:
USG:
Gambaran badai salju (snow flake
pattern)
Sarang lebah (honey comb)
β-hCG :
meningkat dari usia kehamilan
Rontgen Thoraks
Evaluasi adanya metastase
Patologi:
Macros:
Gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa
Fisik:
TFU sepusat
TD : 130/80 mmHg
DJJ (-)
Tirotoksikosis (-)
Gelembung mola (-)
Penunjang :
USG :
Riwayat pemeriksaan USG di dr. Sp.
OG dan dikatakan pasien mengalami
hamil anggur.
β-hCG :
1. 112.496 mIU/ml (11/4/2015)
2. 3.094 mIU/ml (21/4/2015)\
Rontgen Thoraks
Kesan : Bronhitis
Patologi:
Makroskopis:
Diterima jaringan cokelat kehitaman
rapuh 20 cc
23
millimeter sampai 1 sampai 2 cm
Micros :
Stroma vili, tidak ada pembuluh darah
pada vili/degenerasi hidropik dan
proliferasi sel-sel trofoblas
Mikroskopis:
Sediaan jaringan terlihat sebagian besar
nekrosis dengan area-area perdarahan
dengan sel-sel trophoblast nekrotik
yang tersebar diffuse
Kesimpulan:
Cavum uteri, kerokan:
Sisa trophoblast
Teori dan fakta sesuai
Penatalaksanaan
Teori Fakta
Perbaikan kondisi umum
Kuret
Sitostatik
Histerektomi
Tindak lanjut cek kadar β-hCG
per minggu
Perbaikan kondisi umum
Kuret
Pemeriksaan kadar β-hCG post
kuretase
Teori dan fakta sesuai
24
BAB 5
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Pasien Ny. Y, perempuan, usia 28 tahun, datang dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir yang dialami 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan TFU setinggi pusat yang berbeda dengan usia kehamilan pada saat ini.
Dari riwayat pemeriksaan USG pasien ditemukan gambaran “hamil anggur”.
Ditemukan peningkatan kadar hormon β-hCG yang masih dalam batas kisaran
peningkatannya menurut usia kehamilan. Pemeriksaan patologi ditemukan adanya
sisa trofoblas. Pasien kemudian di diagnose sebagai G1P0A0 gravid 13-14
minggu dengan mola hidatidosa. Pasien di rawat di rumah sakit, dilakukan
perbaikan kondisi umum, kuret, dan pemeriksaan kadar hormon β-hCG post
kuretase. Evaluasi kadar β-hCG post kuretase ditemukan penurunan yang
progresif dibandingkan dengan kadarnya pada pemeriksaan pertama. Secara
umum, penegakan diagnosis dan alur penatalaksanaan pada pasien Ny. Y telah
sesuai dengan literature yang ada.
2.2 Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan atas penyusunan
tutorial klinik ini. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran dari
rekan-rekan sekalian demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan kita
bersama.
25
DAFTAR PUSTAKA
Crum, C. P., Lester, S. S., & Cotran, R. S. (2007). Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. In V. Kumar, R. S. Cotran, & S. L. Robbins, Robbins Buku Ajar Patologi (7th ed., Vol. 2, pp. 784-78). Jakarta: EGC.
Cuningham, F. G., & dkk. (2005). Obstetri Williams (21st ed., Vol. 2nd). Jakarta: EGC.
Fitriani, R. (2009). Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan , 2, 1-6.
Hadijanto, B. (2009). Perdarahan pada Kehamilan Muda. In A. B. Saifuddin, & T. Rachimhadhi, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (4th ed., pp. 488 - 491). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3rd ed., Vol. 1). Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
Ngana, H. Y., & dkk. (2012). Trophoblastic disease. International Journal of Gynecology and Obstetrics 119S2 , S130–S136.
Syafii, Aprianti, S., & Hardjoeno. (2006). Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory , 13, 1-3.
26