LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN PEMURNIAN
KOFEIN DARI DAUN TEH (THEAE FOLIUM)
A. TUJUANSetelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat memahami dan melakukan :
Ekstraksi padat-cair senyawa organic dari simplisia tanaman Ekstraksi cair-cair secara bertahap Kromatografi lapis tipis dan kromatografi lapis tipis preparative dari senyawa
organic Pemurnian hasil isolasi dengan cara sublimasi
A. PRINSIPB. DASAR TEORI
Karakteristik Daun Teh
Tanaman teh berupa pohon, karena pemangkasan kerapkali seperti perdu, tinggi
5-10 meter. Daun muda berambut halus, tersebar, tunggal, helaian daun elliptis
memanjang dengan ujung runcing, tepinya bergerigi, duduk daun secara berselang-seling,
tunas tumbuh dari ketiak daun tua. Besarnya daun berkisar antara 2,5 cm – 25 cm,
tergantung pada varietasnya. Daun tua bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya
berkilap, dan berwarna hijau kelam.
Sistematika tanaman teh (Theae sinensis) :
• Divisi : Spermatophyta ( Tumbuhan biji )
• Subdivisi : Angiospermae ( Tumbuhan Biji Terbuka )
• Kelas : Dicotyledoneae ( Tumbuhan biji belah )
• Subkelas : Dialypetalae
• Ordo : Guttiferales ( Clusiales )
• Familia : Camilliaceae ( Theaceae )
• Genus : Camellia
• Spesies : Camellia sinensis ; Theae sinensis
• Varietas : Assamica
Komposisi kimia daun teh (Arifin, 1994 dan Setyamidjaja, 2000)
Komposisi senyawa kimia daun teh terdiri atas 4 kelompok besar, yaitu :
2.1. Substansi Fenol
2.1.1 Tanin Katekin
Tanin katekin adalah senyawa yang tidak berwarna, dan dapat menentukan
sifat produk teh seperti rasa, warna dan aroma. Tanin pada daun teh merupakan
turunan dari asam galat. Kebanyakan turunan galat disebut tanin karena dapat
menyamak kulit (tanin berasal dari kata tanning=menyamak). Sedangkan tanin
pada daun teh, tidak bersifat menyamak kulit. Tanin katekin pada daun teh
meruapakan senyawa yang sangat kompleks, tersusun sebagai senyawa-senyawa
katekin, epikatekin galat, epigalokatekin, epigalokatekin galat, dan galokatekin.
Menurut Bruneton (1999) tanin pada daun teh adalah tanin kondensasi atau tanin
katekin.
Kandungan katekin berkisar 20-30% dari seluruh berat kering daun. Diantara
keenam katekin tersebut epigalotekindan galatnya merupakan bahan terbanyak
(Kustamiyati, 1975; Hara, 1991).
Selama proses pelayuan kandungan katekin akan berkurang 3%. Kemudian pada
waktu penggulungan daun susut lagi, dan pada oksidasi enzimatis kadar katekin
susut sekitar 20% - 23%, dan waktu pengeringan kadarnya susut lagi sebanyak
5% (Adisewojo, 1982).
Menurut Pearson (1970) dan Bambang (1995) dalam hasil penelitiaanya tentang
analisis kandungan katekin pada produk teh yaitu : teh hitam mengandung katekin
rata-rata 7,99%. Sedangkan teh hijau mengandung katekin rata-rata 17,68% dan
teh wangi mengandung katekin rata-rata 15,13% (Gunawijaya, 1991; Bambang,
1995).
2.1.2. Flavanol
Flavanol hampir serupa dengan katekin tetapi berbeda pada tingkatan
oxidasi dari inti difenilpropan primernya. Flavanol pada teh meliputi kaemferol,
kuersetin, dan mirisetin.
2.2 Substansi bukan Fenol
2.2.1 Karbohidrat
Daun teh mengandung karbohidrat meliputi sukrosa, glukosa dan
fruktosa. Keseluruhan karbodhidrat yang terkandung dalam teh adalah 0,75% dari
berat kering daun. Peranan karbohidrat dalam pengolahan teh hitam yaitu dapat
berekasi dengan asam-aam amino dan tanin. Pada suhu tinggi akan membentuk
aldehid tak jenuh dan menimbulkan aroma semacam bunga, buah, madu, dan
sebagainya.
2.2.2 Substansi pektin
Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam pektat, besarnya
4,9% - 7,6% dari berat kering daun. Pektin akan terurai menjadi asam pektat dan
metil alkohol oleh enzim pektin metil esterase. Metil alkohol ini akan menguap ke
udara, tetapi sebagian yang kembali akn berubah menjadi ester-ester dan asam
organik. Asam pektat dalam suasana asam akan membentuk gel. Gel ini berfungsi
untuk mempertahankan bentuk gulungan daun.
2.2.3 Alkaloid
Sifat penyegar teh berasal dari bahan alkaloid yang menyusunnya.
Terdapat 3%-4% dari berat kering daun. Alkaloid utama dalam daun teh adalah
kafein, theobromin, dan theofolin. Kafein tidak mengalami peribahan selama
pengolahan teh hitam. Kafein salah satu bahan yang menentukan kualitas.
2.2.3 Protein dan asam-asam amino
Daun teh mengandung protein yang sangat besar peranannya dalam
pembentukan aroma pada teh terutama pada teh hitam. Perubahan utama selama
pelayuan adalah pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino
bersama karbohdirat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis. Asam
amino yang banyak berpengaruh adalah alanin, fenil alanin, valin, leusin, dan
isoleusin. Seluruh protein dan asam amino bebas, berkisar antara 1,4% - 5% dari
berat kering daun.
2.2.4 Klorofil dan zat warna yang lain.
Zat warna dalam daun sekitar 0,01% dari berat kering daun. Selama proses
oksidasi katekin, klorofil akan terurai menjadi feofitin yang berwarna hitam.
Karotenoid (zat warna jingga) dalam daun teh akan teroksidasi menjadi substansi
mudah menguap yang terdiri dari aldehid dan keton tak jauh.
2.2.5 Asam organik
Selama pengolahan teh, asam organik akan berekasi dengan metil alkohol
membentuk ester.
2.2.6 Substansi resin
Kandungan resin sebesar 3% dari berat kering daun.
2.2.7 Vitamin-vitamin
Daun teh mengandung beberapa vitamin antara lain : vitamin C, K, A, B1,
B2, asam nikotinat dan asam pantotenat.
2.2.8 Substansi mineral
Kandungan mineral dalam daun tgeh kira-kira 4% - 5% dari berat kering
daun. Beberapa unsur mineral yaitu fosfat (mengatur pH selama oksidasi),
magnesium (merupakan komponen dari klorofil), dan tembaga (merupakan
gugusan prostetik dari polifenol oksidase).
2.2.10 Substansi aromatis
Aroma berasal dari glikosida yang terurai menjadi gula sederhana, senywa
beraroma, protein, minyak essensial, dan adanya oksidasi karotenoid.
2.2.9 Enzim-enzim
Enzim daun teh diantaranya adalah invertase, amilase, glukosidase,
oksimetilase, protease, dan peroksidase. Selain itu terdapat enzim polifenol
oksidase yang berperan penting dalam proses pengolahan teh.
Menurut Dekker (1995) komposisi senyawa kimia yang menyusun daun teh segar
yaitu : polifenol, asam amino, kafein, nukleotida, posfat ester, karbohidrat, lipid,
asam organik, klorofil, karotenoid, saponin, dan mineral.
Pengaruh Teh Terhadap Tubuh
Daun teh dapat dimanfaatkan sebagai tonik (obat penguat), ekspektoran, penenang,
memperlancar pencernaan dan anti disentri, serta perangsang otak dan jantung (Perry & Metzger,
1980).
Teh juga memberikan efek pada tubuh manusia, diantaranya memperlancar perncernaan,
dan mengatur temperatur tubuh (Perry & Metzger, 1980). Hal ini diduga karena kandungan tanin
yang mencapai 25% (Graham, 1984).
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh,
daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat
molekul 194,19 gr/gmol dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam
air). Secara ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi
yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta
memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan
denyut jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007).
Banyak senyawa nitrogen dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen basa dan karena itu
dapat diekstrak dari dalam bahan tumbuhan itu dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid
yang artinya mirip alkali. Setelah ektraksi, alkaloid bebas dapat diperoleh dengan pengolahan
lanjutan dengan basa dalam air (Khopkar, 2010).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik.
Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid merupakan golongan senyawa
metabolit sekunder terbesar dari tanaman, Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang
alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawasenyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid
adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana seperti
coniiene sampai ke struktur pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan
beberapa adalah steroid. Lainnya adalah senyawa-senyawa aromatik, contohnya colchicine
(Utami, 2008).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari
satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan
alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis
yang telah dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat,
peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang
terlalu rendah (Suparni, 2009).
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi pada sistem
heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padat dan cairan. Cara yang
paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap
komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan
fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara :
Dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan untuk kesetimbangan
kimia yang berisi gas.
Dengan hukum distribusi Nersnt, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut.
Dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang umum.
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat
terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua
pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien
distribusi diantaranya:
Temperatur yang digunakan. Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga
volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
Jenis pelarut. Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan
sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
Jenis terlarut. Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau
higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya
mempengaruhi harga k.
Konsentrasi. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k. Harga K
berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga k tergantung jenis pelarutnya
dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut
tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk komponen
yang sama.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan
kesetimbangan. Hukum Distribusi Nernst ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri
di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi
tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan
merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa
pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut
mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk
merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam
tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D).
Teknik ekstraksi, tiga metode dasar pada ektraksi cair adalah : ekstraksi bertahap (batch),
ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paing
sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengektraksi yang tidak bercampur
dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan
konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah ini tercapai, lapisan didiamkan
dan dipisahkan. Metode ini sering digunakan untuk pemisahan analitik. Kesempurnaan ektraksi
akan tergantung pada banyaknya ektraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah
ektraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Ektraksi bertahap
baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat yang biasa digunakan pada ekstraksi
bertahap adalah corong pemisah (Day, 2002).
Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi menyangkut
distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik
ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik atau
anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia,
ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik,
biokimia, dan anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan berupa corong pisah (paling
sederhana), alat ekstraksi soxhlet, sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig.
Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air
oleh suatu pelarut lain yang tidak bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan
suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Proses ekstraksi dengan
pelarut digunakan untuk memisahkan dan isolasi bahan-bahan dari campurannya yang terjadi di
alam, untuk isolasi bahan-bahan yang tidak larut dari larutan dan menghilangkan pengotor yang
larut dari campuran. Berdasarkan hal di atas, maka prinsip dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu
zat berdasarkan perbandingan distribusi zat yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling
melarutkan. Perbandingan distribusi ini disebut koefisien distribusi (K).
Ekstraksi digolongkan menjadi dua macam ekstraksi yaitu:
Ekstraksi jangka pendek atau disebut juga proses pengocokan
Hampir dalam semua reaksi organik, dalam proses pemurniannya selalui melalui proses
ekstraksi (penarikan senyawa cair yang akan dimurnikan dari pelarut air oleh pelarut
organik dengan cara mengocoknya dalam corong pisah). Pelarut organik yang biasa
dipakai untuk melarutkan senyawa organik / ekstraksi ialah eter. Hal ini dikarenakan eter
merupakan pelarut yang memiliki sifat inert, mudah melarutkan senyawa-senyawa
organik, dan titik didihnya rendah sehingga mudah untuk dipisahkan kembali dengan cara
destilasi sederhana. Cara ekstraksi ini biasa dipergunakan dalam :
Pembuatan ester, untuk memisahkan ester dari pencampurnya.
Pembuatan anilin, nitrobenzen, kloroform, dan preparat organik cair
lainnya.Bahan yang akan dipisahkan dalam suatu campuran akan terdistribusi
diantara pencampurnya dan pelarutnya membentuk dua fasa/lapisan. Dengan
demikian ekstraksi jangka pendek merupakan proses pengocokan yang dilakukan
dengan menggunakan corong pisah, setelah dikocok dengan kuat dengan
mencampurkan pelarut yang lebih baik bila didiamkan larutan akan membentuk
dua lapisan. Cara melakukan ekstraksi jangka pendek (pengocokan)
menggunakan corong pisah:
Ekstraksi jangka panjang
Ekstraksi jangka panjang biasa dilakukan untuk memisahkan bahan alam yang terdapat
dalam tumbuh-tumbuhan atau hewan. Senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam
seperti kafein dari daun teh dapat diambil dengan cara ekstraksi jangka panjang dengan
menggunakan suatu alat ekstraksi yang disebut alat soxhlet.
Ekstraksi dapat dilakukan berbagai cara :
a. Ekstraksi padat – cair ( Leaching ) adalah :
Transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini
merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen trlarut kemudian dikembalikan
lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dilakukan jika
bahan yang dimaksud larutnya dalam solvent pengekstrak.
b. Ekstraksi cair – cair adalah :
Suatu proses transfer massa zat terlarut ( solut ) diantara 2 pelarut yang tidak saling
campur. Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran berbentuk cair. Tujuan utama
ekstraksi pelarut adalah purifikasi. Purifikasi dapat terjadi jika solut memiliki koefisien
partisi besar sedangkan pengotor memiliki koefisien partisi yang lebih rendah. Kegunaan
lainnya untuk pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan koefisien distribusinya, hal
ini terjadi jika dua senyawa memiliki sifat kimia sangat berbeda.
2. Kromatografi
Dasar pemisahan: Perbedaan kecepatan migrasi komponennya / senyawa – senyawa yang
dibawa oleh fase gerak dan ditahan secara selektif oleh fase diam, yang bertujuan untuk
memisahkan senyawa – senyawa dengan waktu yang tidak terlalu lama.
Metode kromatografi yang dipakai pada pratikum ini antara lain :
a. Kromatografi lapis tipis (KLT) :
Merupakan cara pemisahan zat yang cepat dengan menggunakan bahan berbutir – butir
(fase diam) yang ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas/ kaca, logam, atau
lapisan lain yang sesuai. Mekanisme pemisahan : adsorpsi dan partisi.
Penilaian kromatogram : angka Rf pada lempeng KLT.
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf
atau hRf atau x 100. Jika angka hRf > hRf yang dinyatakan , dapat dikatakan kepolaran
pelarut harus dikurangi, jika angka Rf < hRf yang dinyatakan, maka komponen polar
pelarut harus dinaikkan ( Egon Stahl, 1985 ).
b. Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) :
KLTP masih merupakan metode yang banyak digunakan karena merupakan metode yang
sederhana, relatif murah, cepat dan mampu memisahkan sampel antara 1mg – 1 g. KLTP
digunakan pada pemurnian tahap akhir dalam prosedur isolasi (tergantung kompleksitas
ekstrak), diutamakan untuk pemisahan campuran yang telah dipisahkan sebagian.
3. Sublimasi :
Sublimasi yaitu pemisahan komponen-komponen dalam campuran yang mudah
menyublim dengan cara penyubliman melalui pemanasan. Sublimasi dapat dilakukan
untuk memisahkan komponen campuran yang mudah menyublim. Dalam hal ini zat yang
dapat menyublim adalah kofein.
C. ALAT DAN BAHAN1. Isolasi
Alat : Beaker glass, corong pisah, corong gelas, beaker glass, pemanas, cawan
penguap, klem dan satif.
Bahan : teh kering, MgO/CaO, NaOH, aquadest, CHCL₃
2. KLT dan KLT Preparatif
Alat : Bak kromatografi, lempeng KLT Silika gel GF₂₅₄, beaker glass, pipa kapiler,
kertas saring, papan kromatografi, beaker glass.
Bahan : kofein, metanol, eter, kloroform, Silika gel GF₂₅₄,
3. Sublimasi
Alat : Cawan penguap, corong gelas, kertas saring, kapas, asbes, kaki tiga
Anonim1. 2011. Koefisien dan Angka Banding Distribusi pada Ekstraksi.
Day, R. A. Jr dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Hal. 100-101.
Hermanto. 2007. Kafein, Senyawa Bermamfaatatau Beracunkah?
Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analisis. UI Press.,Jakarta. Hal: 213.
Nurul. 2011. Ekstraksi.
Suparni. 2009. Ekstraksi.
Utami, Nurul. 2008. Identifikasi Senyawa Alkohol dan Heksana Daun. FMIPA UNILA,
Lampung. Hal: 136.
Top Related