Laporan Resmi Praktikum Dasgro

86
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI Disusun oleh Nama : Luluk Ainul Hikmah (11720) Nurina Kurniasari (11725) Bestina Rustami (11738) Citra Hartati (11743) Yogi Pradeksa (11744) Sandy Budi Arta (11800) Gol / Kel : A1 / 4 Asisten : Latifah Arifiyatun

Transcript of Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Page 1: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

DASAR-DASAR AGRONOMI

Disusun oleh

Nama : Luluk Ainul Hikmah (11720)

Nurina Kurniasari (11725)

Bestina Rustami (11738)

Citra Hartati (11743)

Yogi Pradeksa (11744)

Sandy Budi Arta (11800)

Gol / Kel : A1 / 4

Asisten : Latifah Arifiyatun

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2010

Page 2: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMDASAR-DASAR AGRONOMI

ACARA I

PERBANYAKAN VEGETATIF

Disusun oleh

Nama : Luluk Ainul Hikmah (11720)

Nurina Kurniasari (11725)

Bestina Rustami (11738)

Citra Hartati (11743)

Yogi Pradeksa (11744)

Sandy Budi Arta (11800)

Gol / Kel : A1 / 4

Asisten : Latifah Arifiyatun

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2010

Page 3: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

ACARA I

PERBANYAKAN VEGETATIF

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada sistem reproduksi tanaman ada dua macam cara reproduksi tanaman,

yakni reproduksi secara generatif dan secara vegetatif. Sistem reproduksi atau cara

perbanyakan tanaman secara generatif menggunakan biji sebagai alat

reproduksinya. Sedangkan untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif

menggunakan bagian-bagian tubuh tanaman untuk membentuk tanaman baru.

Perbanyakan tanaman secara vegetatif memiliki banyak keuntungan

daripada perbanyakan tanaman secara generatif. Untuk itu pada praktikum ini

dipelajari cara perbanyakan tanaman secara vegetatif agar kita menjadi tahu

bagaimana teknik memperbanyak tanaman secara vegetatif dan juga mempelajari

manfaat yang kita peroleh dari perbanyakan tanaman secara vegetatif.

B. TUJUAN

1. Mengetahui prinsip-prinsip dasar perbanyakan tanaman secara vegetatif.

2. Menguasai teknik-teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif.

Page 4: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

II. TINJAUAN PUSTAKA

Di dalam dunia pertanian dikenal dua model perbanyakan tanaman, yakni

secara generatif dan secara vegetatif. Perbanyakan generatif dilakukan dengan

penyemaian biji. Sementara itu, perbanyakan vegetatif dilakukan dengan cara

setek, cangkok, okulasi, sambung, susuan dan pemisahan anakan (Hieronymus

Budi Santoso, 2008).

Perbanyakan secara vegetatif dilakukan menggunakan bagian-bagian

tanaman seperti cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah

merangsang tunas adventif yang ada du bagian-bagian tersebut agar berkembang

menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun sekaligus.

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara mencangkok, okulasi,

setek dan kultur jaringan (Redaksi Agro Media, 2007).

Okulasi adalah memindahkan sebuah mata tunas ke pangkal bawah

tanaman lain yang sejenis (famili) untuk memperoleh tanaman yang mempunyai

sifat gabungan antara kedua tanaman tersebut. Cangkok adalah cara memperoleh

tanaman baru dengan cara cabang atau dahan tempat akar terbentuk jika dipotong

atau dipindahkan ke tanah (Jumin, 2002).

Yang dimaksud dengan setek ialah bagian dari tubuh tanaman yang

dipotong seperti akar, batang, daun dan tunas yang mampu membentuk akar

dengan cepat bila ditanam. Perbanyakan dengan cara setek ini umumnya

dilakukan untuk mempertahankan klon tanaman unggul, dan juga untuk

mempercepat perbanyakan tanaman. Setek ada bermacam-macam antara lain :

setek batang dan setek daun. Setek batang merupakan perbanyakan tanaman yang

paling mudah. Setek batang berasal dari batang tanaman yang masih muda atau

dari batang tanaman yang cukup tua umurnya (Tim Redaksi Trubus, 1990).

Sambung pucuk adalah proses pertautan sambungan sel-sel parenkim

batang atas dan bawah masing-masing mengadakan kontak langsung, saling

menyatu, dan membaur. Sel parenkim tertentu mengadakan diferensiasi

membentuk kambium sebagai kelanjutan dari kambium batang atas dan batang

bawah yang lama. Pada akhirnya terbentuk jaringan/ pembuluh dari kambium

yang baru sehingga proses translokasi hara dari batang bawah ke batang atas dan

sebaliknya dapat berlangsung kembali (Ashari , 1995).

Page 5: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Tanaman batang atas disebut entris atau batang atas (scion). Sedangkan

tanaman batang bawah disebut understrorm atau batang bawah (rootstock). Batang

atas berupa potongan pucuk tanaman yang terdiri atas beberapa tunas dorman

yang akan berkembang menjadi tajuk, sedangkan batang bawah akan berkembang

menjadi sistem perakaran (Willy Bayuardi Suwarno dkk., 2008).

Dengan menggunakan setek cabang tua yang dipacu dengan hormon IAA

dan IBA diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan setek. Hal ini disebabkan

karena IAA dapat memacu pertunasan dan IBA dapat memacu pembentukan akar

setek dan memacu pertumbuhan panjang akar ( Sumiasri et al., 2001).

Untuk mendapatkan hasil perbanyakan yang baik selain perlu

memperhatikan media tumbuh, diperlukan zat pengatur tumbuh (zpt) untuk

menunjang pertumbuhan dan perkembangannya ( Putri dan Sudianta , 2009 ).

III. METODOLOGI

Praktikum Acara I Perbanyakan Vegetatif dilaksanakan pada hari Senin ,

tanggal 01 Maret 2010 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman,

Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan

dalam praktikum ini adalah pisau okulasi, plastik pembungkus, tali rafia, label,

dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman lidah mertua

(Sansiviera sp.), dan jeruk (Citrus sp.).

Kegiatan yang dilakukan pada acara ini adalah penyambungan pucuk, stek

batang, stek daun, Cara kerja untuk penyambungan daun adalah pertama-tama

dipilih dua jenis tanaman puring (Codiaeum variegatum) yang cabangnya sama

besar, berdaun kecil untuk scion dan berdaun lebar untuk stock. Kemudian bagian

pucuk scion dipotong 10-15 cm tergantung besarnya cabang. Selanjutnya, daun

scion dikurangi dan bagian pangkal scion dipotong membentuk huruf V atau

membentuk baji. Kemudian stock dibelah ke bawah (di bagian tengah) sepanjang

1-2 cm tergantung besarnya cabang. Scion disisipkan ke dalam stock, kemudian

diikat dengan tali dan dibungkus dengan plastik untuk mengurangi transpirasi

pada scion. Cara kerja untuk stek daun adalah daun tanaman lidah mertua

(Sansiviera sp.) dan media tanah disiapkan. Kemudian daun dipotong menjadi tiga

bagian yaitu ujung, tengah dan pangkal. Selanjutnya, bagian stek daun tesebut

ditanam ke dalam media yang disiapkan dan tanah disiram untuk mempercepat

Page 6: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

pertumbuhan. Untuk stek batang, pertama-tama bagian tanaman yang akan

dijadikan bahan stek dipilih dengan panjang 10-15 cm dengan menyisakan satu

daun saja. Kemudian bagian pangkalnya dipotong dengan sudut kemiringan 45

derajat dan ukuran luas daun dikurangi dengan memotong hingga setengahnya

saja. Kemudian bahan stek dicelupkan ke dalam IBA 4000 ppm selama 5 detik.

Media tanam disiapkan dan bahan tanam berupa stek tadi dimasukkan ke dalam

lubang tanam yang dibuat. Selanjutnya, polibag yang telah ditanami dimasukkan

ke dalam sungkup. Tanaman dipelihara dengan menjaga kapasitas lapang.

Terakhir, keberhasilan penyetekan diperiksa setelah satu bulan. Stek yang hidup

ditandai dengan tunas daun dan munculnya akar.

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

PerbanyakanKelompok Jumlah

Berhasil% Berhasil

1 2 3 4 5 6

Sambung Pucuk G G G G G G 0 0%

Stek Daun Atas B G B G B G 3 50%

Stek Daun Tengah G G G G G G 0 0%

Stek Daun Pangkal G G G G G G 0 0%

Stek Batang ZPT B B G B B G 4 66,67%

Stek Batang Tanpa

ZPTB B B B B G 5 83,33%

B. PEMBAHASAN

Perbanyakan vegetatif adalah teknik perbanyakan tanaman yang dilakukan

dengan menggunakan bagian-bagian vegetatif dari tanaman seperti akar, batang

dan daun. Perbanyakan vegetatif biasanya dilakukan dengan cara stek, cangkok,

sambung pucuk dan okulasi. Dalam praktikum ini perbanyakan vegetatif yang

dilakukan adalah stek dan sambung pucuk. Stek yang dilakukan adalah stek

batang dan stek daun. Stek batang menggunakan batang dari tanaman jeruk

(Citrus sp.), stek daun menggunakan daun dari tanaman lidah mertua (Sanciviera

sp.) dan sambung pucuk menggunakan tanaman puring (Codiaeum variegatum).

Page 7: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Keuntungan dari perbanyakan vegetatif yaitu tanaman akan membawa

sifat-sifat baik dari induknya, waktu yang dibutuhkan untuk berbuah dan berbunga

lebih cepat daripada dengan perbanyakan vegetatif, tanaman dapat

dikembangbiakkan tanpa menunggu berbuah terlebih dahulu dan tanaman dapat

dikembangbiakkan dan dilestarikan meskipun tanaman tidak berbiji atau berbuah.

Namun selain menguntungkan, memperbanyak tanaman dengan perbanyakan

vegetatif juga memiliki kerugian antara lain : tanaman juga akan membawa sifat-

sifat buruk dari tanaman induk, sistem perakarannya menjadi serabut sehingga

menjadi tidak sekuat tanaman asli dan dari satu induk hanya diperoleh keturunan

baru yang jumlahnya terbatas.

Stek merupakan pemisahan atau pemotongan beberapa bagian tanaman

(akar, batang, daun, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut dapat

membentuk akar. Stek merupakan salah satu alternatif perbanyakan tanaman

secara vegetatif yang dapat dikatakan cukup ekonomis, mudah dan cepat daripada

cara perbanyakan vegetatif yang lainnya. Namun stek bisa menjadi kurang

menguntungkan apabila kondisi tanaman yang akan distek sukar berakar sehingga

akar yang terbentuk menjadi tidak tahan dengan lingkungan.Stek dikatakan

berhasil apabila muncul regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga

dapat berkembang menjadi tanaman baru. Keberhasilah tersebut dipengaruhi oleh

faktor eksternal dan internal. Faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan

stek ialah zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh yang paling berperan

dalam pengakaran stek adalah auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-

aceticacid (IAA), indolebutyric (IBA) dan nepthaleneacetic acid (NAA). IBA dan

NAA bersifat lebih efektif dubandingkan dengan IAA yang merupakan auksin

alami. Pada praktikum ini digunakan IBA sebagai zat pengatur tumbuh untuk stek

batang. Faktor internal lain yang berperan penting dalam pembentukan tunas

adalah sitokinin dan yang paling berperan penting dalam keberhasilan stek adalah

faktor genetik dari tanaman induk yang akan distek. Untuk itu untuk menunjang

keberhasilan stek tanaman induk seharusnya mempunyai sifat-sifat unggul dan

tidak terserang hama atau penyakit. Sedangkan untuk faktor eksternal yang

berpengaruh pada keberhasilan stek yaitu lingkungan tumbuh atau media

pengakaran yang cukup lembab, evapotranspirasi rendah, drainase dan aerasi baik,

suhu tidak terlalu dingin atau panas, tidak terkena cahaya penuh dan bebas hama

penyakit.

Page 8: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Pada praktikum ini dilakukan stek batang dan stek daun. Stek batang

merupakan perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman

berup batang tanaman. Stek batang dapat dikelompokkan menjadi empat macam

berdasarkan jenis batang tanaman, yakni: berkayu keras, semi berkayu, lunak dan

herbaceous. Dan stek batang yang dilakukan pada praktikum ini adalah stek

batang semi berkayu karena tanaman jeruk (Citrus sp.) yang digunakan

merupakan jenis batang tanaman yang semi berkayu. Seperti pada stek umumnya

sebelum melakukan stek batang kita harus melakukan pemilihan batang tanaman

yang akan distek agar dapat menhasilkan buah dan bunga yang baik. Batang

dipilih dari tanaman yang berumur kurang lebih satu tahun agar masih dapat

menghasilkan perakaran yang baik dan memiliki penguapan yang stabil karena

apabila dipilih batang yang tua akan sulit terjadi perakaran dan apabila dipilih

batang yang tua maka proses penguapan yang terjadi akan cepat sekali sehingga

mengganggu stek. Batang tanaman yang dipilih juga batang tanaman yang bebas

hama dan penyakit. Stek batang dilakukan dengan pemotongan batang tanaman

yang telah dipilih sebelumnya sebagai batang stek. Pemotongan dilakukan dengan

kemiringan 450 pada bagian atas maupun bagian bawah. Pemotongan batang

secara miring pada bagian atas ditujukan untuk menjaga agar air yang jatuh dari

atas tidak membuat batang busuk dan pemotongan miring bagian bawah bertujuan

untuk memperluas persinggungan antara batang dengan media tanam. Untuk

mengurangi tingginya penguapan pada tanaman dapat dilakukan mengurangi

jumlah daun yang terdapat pada batang yang akan digunakan untuk stek. Untuk

mengendalikan transpirasi daun-daun pada batang harus dibuang. Pangkal batang

yang telah dipotong dengan kemiringan 450 lalu dicelupkan ke dalam zat pengatur

tumbuh yang berupa IBA 4000 ppm untuk mempercepat perakaran pada stek.

Setelah dicelupkan batang tanaman dimasukkan ke dalam lubang tanaman pada

media tanam yang telah disiapkan. Media tanam berupa tanah yang dimasukkan

ke dalam polibag. Lalu setelah itu dilakukan penyiraman secara teratur agar stek

dapat tumbuh dan berhasil.

Persentasi keberhasilan stek batang dengan zat pengatur tumbuh pada

praktikum ini 66,67% dan untuk stek batang tanpa zat pengatur tumbuh 83,33%.

Persentase keberhasilan ini dapat dikatakan cukup tinggi walaupun belum

maksimal. Kegagalan yang terjadi dapat dikarenakan penyiraman yang kurang

teratur dan dibukanya sungkup plastik penutup yang berfungsi untuk mengurangi

Page 9: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

transpirasi sehingga dapat dimungkinkan setelah dibuka plastik sungkup tidak

ditutup lagi dengan rapat seperti sebelumnya sehingga transpirasinya menjadi

besar dan mengganggu stek.

Stek yang juga dilakukan pada praktikum ini adalah stek daun dengan

menggunakan bahan stek berupa daun dari tanaman lidah mertu (Sanciviera sp.).

Bahan awal dari perbanyakan tanaman dengan stek daun ini dapat berupa

lembaran daun atau lembaran daun beserta petiol. Bahan awal dari stek daun ini

tidak akan menjadi bagian dari tanaman baru. Pada stek daun akar dan tunas baru

berasal dari jaringan meristem primer atau jaringan meristem sekunder. Pada

Sanciviera sp. akar dan tunas baru berkembang dari meristem sekunder karena

pelukaan. Seperti pada stek batang dan stek-stek pada umumnya bahan stek daun

juga harus dipilih dari tanaman induk yang unggul dan bebas dari hama atau

penyakit. Secara teknis stek daun dilakukan dengan cara memotong daun dengan

panjang 7,5-10 cm pada bagian atas, tengah dan pangkal. Lalu daun yang telah

dipotong tadi dimasukkan ke dalam media yang telah disiapkan dan disiram

secara teratur agar stek dapat tumbuh.

Pada praktikum ini persentase keberhasilan stek daun bagian atas 50 %

dan persentase keberhasilan pada stek daun bagian tengah dan bawah 0%. Tingkat

keberhasilan pada stek daun ini sangat rendah karena hanya daun bagian atas saja

yang berhasil dan tingkat keberhasilannya pun tidak terlalu besar.

Ketidakberhasilan pada stek daun ini dapat dikarenakan penyiraman yang kurang

teratur.

Sambung pucuk atau grafting atau penyambungan adalah seni

menyambungkan dua jaringan tanaman hidup sedemikian rupa sehingga keduanya

bergabung dan tumbuh serta berkembang sebagai satu tanaman gabungan.

Perbanyakan tanaman secara sambung pucuk merupakan teknik perbanyakan

tanaman yang mahal karena memerlukan tenaga terlatih dan waktu. Teknik ini

dipilih dengan pertimbangan untuk memperbanyak tanaman yang sukar atau tidak

dapat diperbanyak dengan cara stek, perundukan, pemisahan atau dengan

cangkok. Banyak jenis tanaman buah-buahan yang sukar atau tidak dapat

diperbanyak dengan cara-cara tersebut tapi mudah diperbanyak dengan teknik

penyambungan, misalnya pada manggis, mangga, belimbing, jeruk dan durian.

Selain untuk memperbanyak tanaman yang sukar diperbanyak dengan cara yang

lain, sambung pucuk juga memiliki keuntungan yang lain, yaitu perakaran yang

Page 10: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

kuat, toleran terhadap lingkungan tertentu, mempercepat pertumbuhan tanaman

dan mengurangi waktu produksi, mempercepat kematangan reproduktif dan

produksi buah lebih awal, mendapatkan bentuk pertumbuhan tanaman khusus, dan

memperbaiki kerusakan pada tanaman. Sambung pucuk pada praktikum ini

dilakukan dengan menyambungkan antara dua tanaman puring yang berbeda.

Pertama dilakukan pelukaan dengan memotong batang tanaman lalu ditajamkan

dengan pisau hingga berbentuk seperti huruf V terbalik bagian ini merupakan

batang atas scion yang nantinya akan membentuk tajuk (batang, ranting, daun),

lalu pada tanaman yang akan disambungkan dengan batang scion tadi juga disayat

hingga berbentuk seperti huruf V yang disebut dengan batang bawah atau stock

yang nantinya akan membentuk menjadi bagian pangkal dan akar tanaman. Lalu

antara batang yang berbentuk V terbalik tadi disambungkan dengan batang

tanaman yang berbentuk V lalu diikat dengan tali rafia hingga kencang , daun

pada scion dikurangi dan ditutup dengan plastik untuk mengurangi penguapan.

Dalam melakukan penyambungan perlu diperhatikan polaritas antara batang atas

dan batang bawah. Untuk batang atas harus disambungkan dengan bagian atas

batang bawah dan agar proses pertautan tersebut dapat berlanjut, sel atau jaringan

meristem antara daerah potongan harus terjadi kontak untuk saling menjalin

secara sempurna. Hal tersebut mungkin terjadi jika kedua tanaman cocok

(kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan sambungan tidak terlalu lemah

dan tidak terlalu kuat sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan.

Persentase keberhasilan pada praktikum sambung pucuk ini adalah 0%

yang berarti tidak ada satupun yang berhasil Kegagalan ini dapat dikarenakan

teknik pelukaan tanaman yang salah sehingga tidak terjadi pertautan antara kedua

batang tanaman. Pengikatan yang tidak sempurna juga dapat menjadi salah satu

penyebab karena mungkin pada saat pengikatan ada yang terlalu kencang dan ada

yang tidak kencang sehingga merusak jaringan tanaman dan membuat batang

scion dan stock tidak dapat tumbuh menjadi tanaman baru.

Page 11: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

V. KESIMPULAN

1. Perbanyakan tanaman vegetatif bisa dilakukan dengan cara stek batang, stek daun

dan sambung pucuk.

2. Keuntungan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif yaitu bisa didapatkan hasil

yang berupa buah dan bunga dengan waktu yang relatif cepat, tanaman baru yang

dihasilkan juga bisa memiliki kesamaan sifat dengan induknya dan untuk

perbanyakan tanaman dengan sambung pucuk juga bisa didapatkan tanaman

dengan jenis yang baru.

3. Persentase keberhasilan pada praktikum ini, yaitu

Sambung Pucuk 0%

Stek Daun Atas 50%

Stek Daun Tengah 0%

Stek Daun Bawah 0%

Stek Batang dengan ZPT 66,67%

Stek Batang tanpa ZPT 83,33%

4. Dari persentase keberhasilan diatas dapat disimpulkan yang paling berhasil adalah

stek batang tanpa ZPT dan yang gagal adalah sambung pucuk, stek daun tengan

dan sambung pucuk.

Page 12: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budaya. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Bayuardi Suwarno, Willy dkk. 2008. Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Buatan.

<http://willysitushijau.co.id.>. Diakses pada tanggal 3 Maret 2010.

Budi Santoso,Hieronymus. 2008. 16 Tabulampot Populer. PT Agromedia Pustaka,

Jakarta.

Jumin, H.B. 2002. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Putri, Diyan M.S. dan I Nyoman Sudiarta. 2009. Aplikasi penggunaan ZPT pada

perbanyakan rhodendron javanicum benn. (Batukaru, Bali) secara vegetatif

(setek pucuk). Jurnal Biologi,volume XIII No.1.

Redaksi Agro Media. 2009. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. PT Agromedia

Pustaka, Jakarta.

Sumiasri, Nurul dan Ninik Setiowati-Indarto. 2001. Tanggap stek cabang Bambu

Betung (Dendrocalamus asper) pada penggunaan berbagai dosis hormon

IAA dan IBA. Jurnal Nature Indonesia III : 121-128.

Tim Redaksi Trubus. 1990. Bibit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 13: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAMPIRAN

Page 14: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMDASAR-DASAR AGRONOMI

ACARA II

KETERSEDIAAN AIR DAN EFISIENSIPENGGUNAAN AIR

Disusun oleh

Nama : Luluk Ainul Hikmah (11720)

Nurina Kurniasari (11725)

Bestina Rustami (11738)

Citra Hartati (11743)

Yogi Pradeksa (11744)

Sandy Budi Arta (11800)

Gol / Kel : A1 / 4

Asisten : Latifah Arifiyatun

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2010

Page 15: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

ACARA II

KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air merupakan kebutuhan mutlak suatu tanaman. Jumlah air yang

dibutuhkan atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor

lingkungan (iklim dan tanah) serta tanaman (jenis, pertumbuhan, dan fase

perkembangan). Kehilangan air melalui permukaan tanaman teras atau penguapan

(evaporasi) dan melalui permukaan teras (transpirasi) disebut evapotranspirasi

atau kadang-kadang disebut penggunaan air tanaman (water use).

Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen neraca air atau menjadi dua

komponen bila dipilih menjadi evaporasi dan transpirasi .

Pengetahuan tentang kebutuhan air tanaman dan efisiensi penggunaan air

sangat diperlukan dalam dunia pertanian. Hal ini disebabkan suatu tanaman akan

tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi ketersediaan air yang cukup

dan tingkat penguapan yang sesuai dengan ketersediaan airnya. Oleh karena itu,

pengetahuan mengenai kebutuhan air tanaman dan tingkat penguapan mutlak

diperlukan sebelum berbudidaya tanaman.

B. TUJUAN

1. Mengetahui jumlah air yang hilang karena evaporasi

dan transpirasi.

2. Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan tanaman

selama periode waktu tertentu.

3. Mengetahui efisiensi penggunaan air.

Page 16: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

II. TINJAUAN PUSTAKA

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi

sistem produksi pertanian. Air bagi pertanian tidak hanya berkaitan dengan aspek

produksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan areal tanam

(ekstensifikasi), luas area tanam, intensitas pertanaman (IP), serta kualitas

(Kurnia, 2004).

Air dapat diklasifikasikan berdasarkan fisik dan biologisnya. Berdasarkan

klasifikasi fisik air dibedakan menjadi air bebas, air kapiler dan air higroskopik.

Berdasarkan klasifikasi biologisnya air dibedakan menjadi air tak berguna, air

tersediakan dan air tak tersediakan (Notohadiprawiro, 1998).

Fungsi air bagi tanaman antara lain : penyusun tubuh tanaman (70%-90%),

pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transpor senyawa, memberikan

turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pembesaran sel), bahan baku

fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan (Anonim,2009).

Dalam budidaya tanaman di lapangan, kehilangan air dari tanah disamping

terjadi lewat proses transpirasi, juga lewat permukaan tanah yang disebut sebagai

evaporasi. Dalam banyak kasus biasanya evaporasi diartikan sebagai kehilangan

air dalam bentuk uap dari permukaan air. Hubungannya dengan kegiatan pertanian

yang dimaksud dengan evaporasi adalah kehilangan air dari permukaan tanah.

Evaporasi dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama temperatur, kelembaban,

radiasi dan kecepatan angin, serta kandungan air tanah. Dengan terjadinya

evaporasi, maka kandungan air tanah turun dengan demikian kecepatan evaporasi

juga akan turun (Islami dan Utomo, 1995).

Kegiatan transpirasi dipengaruhi oleh faktor, baik faktor dalam maupun

luar. Faktor dalam antara lain besar kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapis

lilin atau tidaknya permukaan daun, banyak sedikitnya bulu pada permukaan

daun, banyak sedikitnya stomata, bentuk dan letak stomata, dan faktor luar antara

lain kelembaban, suhu, cahaya, angin dan kandungan air tanah (Salisbury dan

Ross, 1992).

Analisis kebutuhan air untuk tanaman di lahan dipengaruhi oleh beberapa

faktor berikut, (1) pengolahan lahan, (2) penggunaan konsumptif, (3) perkolasi,

(4) penggantian lapis air , dan (5) sumbangan hujan efektif (Suroso, Nugroho dan

Pamuji, 2007).

Page 17: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Di lapangan, proses transpirasi dan evaporasi terjadi secara bersamaan dan

sulit untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu kehilangan air lewar

kedua proses ini pada umumnya dijadikan satu dan disebut ”Evapotranspirasi

(ET)”. Dengan demikian, evaporasi merupakan jumlah air yang dibutuhkan oleh

tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

III. METODOLOGI

Praktikum Acara II dengan judul Kebutuhan Air Tanaman dan Efisiensi

Penggunaan Air dilaksanakan pada hari Senin, 8 Maret 2010 di Laboratorium

Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang dibutuhkan

pada praktikum ini adalah benih/bibit tomat, polibag, media tanam tanah (kering-

angin), air keran, kantong kertas dan kertas bekas. Alat-alat yang diperlukan pada

praktikum ini yaitu cetok, timbangan, ember, termohigrometer, neraca dan oven.

Pada praktikum ini ada dua perlakuan yang berbeda terhadap polibag yang

berisi tanah. Perlakuan pertama yaitu polibag berisi tanah pada kondisi kapasitas

lapangan tanpa tanaman sebagai kontrol untuk mengetahui air yang hilang karena

proses evaporasi. Perlakuan yang kedua yaitu polibag yang berisi tanah pada

kondisi kapasitas lapangan yang ditanami dengan tanaman tomat untuk

mengetahui air yang hilang karena proses evapotranspirasi. Cara kerja pada

praktikum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu persiapan media tanam dan

pengamatan. Pada tahap persiapan media tanam, polibag ukuran 15x20 cm diisi

dengan 1000 gram tanah kering udara (polibag tidak dilubangi). Ditambahkan air

sebanyak 10 ml untuk dijadikan 1000 gram tanah kering udara tersebut menjadi

berada pada kondisi kapasitas lapangan, sehingga total beratnya 1100 gram.

Kemudian disiapkan masing-masing satu buah polibag tiap perlakuan untuk tiap

kelompok. Bibit tomat yang sudah disediakan segera ditanam. Contoh tanaman

tomat diambil untuk ditentukan luas daun dan bobot keringnya. Tanaman

dipelihara selama 21 hari setelah pindah tanam. Pada tahap pengamatan, air yang

hilang karena evaporasi dan evapotranspirasi mulai ditentukan 4 hari setelah

penanaman dengan frekuensi pengamatan 2 kali tiap minggu. Dengan demikian

total pengamatan 6 kali dengan rincian 3 kali saat pertemuan rutin dan 3 kali di

tengah-tengahnya. Polibag ditimbang pada saat pengamatan harus dilakukan.

Suhu udara saat pengamatan juga dicatat. Selisih bobot awal dengan akhir pada

Page 18: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

polibag tanpa tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena evaporasi.

Sedangkan selisih bobot awal dengan akhir pada polibag dengan tanaman

merupakan jumlah air yang hilang karena evapotranspirasi. Selisih antara

keduanya (evaporasi dan evapotranspirasi) merupakan kebutuhan air untuk

transpirasi. Setelah penimbangan pada waktu yang telah ditentukan, air

ditambahkan ke dalam polibag hingga beratnya kembali menjadi 1100 gram.

Kebutuhan air tanaman untuk proses evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi

dinyatakan dalam satuan gram air per satuan luas per hari. Setelah pengamatan ke-

empat selesai, hasil pengukuran evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi selama

16 hari tersebut ditotalkan, sebagai air yang dibutuhkan. Tanaman pada hari ke-21

dipanen kemudian ditentukan bobot kering tanaman. Selisih antara bobot kering

tanaman pada hari ke-21 dengan bobot keringnya saat tanam merupakan biomassa

tanaman yang dihasilkan selama periode tersebut. Dan terakhir ditentukan

efisiensi penggunaan air (water use efficiency-WUE).

WUE = biomassa yang dihasilkan x 100%

air yang dibutuhkan

Page 19: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

PerlakuanHari ke-

4 8 12 16 20 24Evaporasi (a) , gram 61,67 79,67 46,67 70,5 66,67 69Evapotranspirasi , gram 76 91,16 67,33 96,3 81,67 85,16Transpirasi (b) , gram 14,33 11,5 29,67 25,83 16,67 16,16

Air yang dibutuhkan76 91,16 67,33 96,3 81,67 85,16

a+b , gram

BB , gram BK , gram Luas Daun , cm2

1,625 0,145 20,12

B. PEMBAHASAN

Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya,

tidak terkecuali dengan tanaman. Hal ini disebabkan beragamnya fungsi air, yaitu

sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium

transpor senyawa, memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan

pembesaran sel), bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman agar konstan.

Tanaman membutuhkan air sesuai dengan kebutuhannya, tidak kurang tetapi juga

tidak berlebihan.

Kebutuhan air tanaman adalah pemakaian air konsumtif ditambah jumlah air

yang diperlukan untuk mencapai kapasitas lapang dan perkolasi. Pemakaian air

konsumtif adalah jumlah air pada suatu areal pertanaman yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan transpirasi, pembentukan jaringan tanaman dan diuapkan

dari permukaan tanah (evaporasi) serta diserap oleh tanaman. Perkolasi adalah

bergeraknya air di dalam penampang tanah setelah tanah mencapai kapasitas

lapang atau jenuh. Selain itu, kebutuhan air tanaman dapat diartikan sebagai

jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui

evapotranspirasi tanaman yang sehat, yang tumbuh pada sebidang lahan yang luas

dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan

kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan

tumbuh tertentu. Kehilangan air melalui proses evapotranspirasi disebabkan

adanya penguapan dari tanah (media tanam) dan penguapan dari tanaman itu

sendiri. Penguapan dari tanah berlangsung karena setiap tanah memiliki pori-pori

Page 20: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

yang digunakan untuk keluar masuknya nutrisi maupun udara, demikian halnya

dengan tanaman yang juga memiliki pori-pori di setiap tubuhnya.

Untuk mengetahui kebutuhan air yang dapat dipenuhi oleh ketersediaan air

yang ada, maka perlu adanya pengetahuan apakah suatu tanaman/lahan kelebihan

air (surplus) atau kekurangan air (defisit). Langkah ini ditempuh agar efisiensi

penggunaan air bagi tanaman dapat tepat dilakukan. Dengan demikian, efisiensi

penggunaan air adalah adanya penggunaan air yang sesuai dengan kebutuhan

tanaman. Di samping itu, kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi berbagai faktor

yang mendukung efisiensi penggunaan air yaitu jenis dan umur tanaman, waktu

atau periode pertanaman, sifat-sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak sumber

air dan luas area pertanaman.

Efisiensi penggunaan air (water use efficiency) merupakan perbandingan

jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan berat bahan kering.

Untuk mengetahui tingkat efisiensi tumbuhan dalam memanfaatkan air, sering

dilakukan pengukuran terhadap laju transpirasi. Tumbuhan yang efisien akan

menguapkan air dalam jumlah yang lebih sedikit untuk membentuk struktur

tubuhnya (bahan keringnya) dibandingkan dengan tumbuhan yang kurang efisien

dalam memanfaatkan air. Dalam praktikum ini diketahui tingkat efisiensi

penggunaan air sebesar 1,78 %. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi

penggunaan air oleh tanaman masih rendah. Hal ini dapat disebabkan lebih

tingginya jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman bila dibandingkan dengan

biomassa yang dihasilkan oleh tanaman itu sendiri. Biomassa diperoleh dari

selisih berat basah tanaman pascapanen dengan berat kering tanaman setelah

dioven.

Secara alami tanaman kehilangan air melalui permukaan tubuhnya, yang

disebut dengan transpirasi. Di samping itu, media tanam juga secara alami

mengalami proses penguapan yang disebut dengan evaporasi. Berdasarkan hasil

praktikum diketahui bahwa proses kehilangan air lebih tinggi pada proses

evaporasi daripada proses kehilangan air pada transpirasi. Hal ini dapat

disebabkan karena, pada lahan tanpa tanaman akan menerima panas yang lebih

intensif dibandingkan dengan ditambah tanaman. Apabila lahan ditanami suatu

tumbuhan maka supply cahaya matahari yang dapat menguapkan air dalam tanah

tidak langsung diterima oleh media tanam/lahan melainkan juga diterima oleh

Page 21: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

tumbuhan. Sedangkan cahaya tersebut juga digunakan oleh tumbuhan untuk

proses fotosintesis.

Untuk meyakinkan pernyataan di atas, maka dilakukan pengamatan tentang

proses yang mendominasi kehilangan air pada tanaman. Pada kegiatan praktikum

dibandingkan antara suatu cup yang hanya diisi tanah dengan cup yang diisi tanah

dan tanaman. Dari kegiatan ini diketahui bahwa pada cup yang tidak diisi tanaman

mengalami kehilangan air yang lebih besar daripada kehilangan air pada cup yang

diisi tanah dan tanaman. Dengan demikian, proses kehilangan air pada tanaman

lebih besar melalui proses evaporasi daripada transpirasi. Hal ini juga nampak

pada grafik perbandingan evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi.

Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman adalah jumlah kehilangan air dari

proses evaporasi dan transpirasi. Atau dapat juga, jumlah air yang dibutuhkan

tanaman sama dengan jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi.

Page 22: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

V. KESIMPULAN

Tumbuhan mengalami proses kehilangan air melalui evaporasi dan transpirasi

sebesar 65,69 gram dan 17,52 gram

Jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk kelangsungan hidupnya sama dengan

jumlah air yang hilang melalui proses evapotranspirasi yaitu sebesar 82,93 gram

Efisiensi penggunaan air diketahui melalui ketersediaan air pada tanaman dan

kebutuhan air tanaman

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Hubungan Air dan Tanaman. <b-pertanian.usu.ac.id>. Diakses pada

tanggal 9 Maret 2010.

Islami, Titiek dan Wani Hadi Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP

Semarang Press, Semarang.

Kurnia, Undang. 2004. Prospek pengairan pertanian tanaman semusim lahan kering.

Jurnal Litbang Pertanian 23(4):130-138.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Salisbury, Frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Plant Phisiology (Fisiologi Tumbuhan,

alih bahasa oleh Diah R Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi

Bandung, Bandung.

Suroso, PS.Nugroho dan Pasrah Pamuji. 2007. Evaluasi kinerja jaringan irigasi

banjaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan air irigasi.

Dinamika Teknik Sipil, Volume 7, Nomor 1:55-56.

Page 23: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAMPIRAN

Page 24: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMDASAR-DASAR AGRONOMI

ACARA III

PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI METODE KONVENSIONAL DAN THE SYSTEM OF RICE

INTENSIFICATION (SRI)

Disusun oleh

Nama : Luluk Ainul Hikmah (11720)

Nurina Kurniasari (11725)

Bestina Rustami (11738)

Citra Hartati (11743)

Yogi Pradeksa (11744)

Sandy Budi Arta (11800)

Gol / Kel : A1 / 4

Asisten : Latifah Arifiyatun

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2010

Page 25: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

ACARA III

PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI METODE KONVENSIONAL DAN THE SYSTEM OF RICE

INTENSIFICATION (SRI)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Selama ini yang kita kenal adalah teknik pembudidayaan padi dengan

metode sawah yang tergenang banyak air walaupun sebenarnya dikenal pula

metode budidaya padi dengan metode lahan kering. Namun pada budidaya lahan

kering produksi padi yang dihasilkan kurang memuaskan sehingga sebagian besar

petani lebih memilih menggunakan metode lahan basah atau sawah tergenang.

Metode ini membutuhkan air dalam jumlah banyak agar padi dapat tumbuh.

Metode ini sangatlah tidak efisien dalam penggunaan air. Untuk itu dewasa ini

telah dikembangkan metode pembudidayaan padi dengan penggunaan air yang

lebih efisien yang dikenal dengan metode The System of Rice Intensification. Dan

praktikum ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana metode ini bekerja dan

bagaimana hasil produksi yang dihasilkan dari metode ini.

B. TUJUAN

1. Mengetahui pengaruh metode persemaian dan waktu

pindah tanam terhadap pertumbuhan bibit padi.

2. Mengetahui hubungan antara kualitas bibit dengan berat

keringnya.

Page 26: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

II. TINJAUAN PUSTAKA

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan

makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai

tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah

digantikan oleh bahan makanan yang lain (Dinas Pertanian dan Kehutanan, t.th.).

Padi umumnya diusahakan secara terus-menerus pada lahan yang sama

denga varietas yang berbeda-beda antar musimnya. Hal ini menjadi salah satu

faktor sulitnya membebaskan lahan padi dari tanaman voluntir serta serangan

hama dan penyakit, kecuali jika lahan ini diberakan selama beberapa kali musim

tanam (Wirawan dan Wahyuni, 2002).

Membuat persemaian merupakan langkah awal bertanam padi. Pembuatan

persemaian memerlukan suatu persiapan yang sebaik-baiknya, sebab benih di

persemaian ini akan menentukan pertumbuhan padi di sawah, oleh karena itu

persemaian harus benar-benar mendapat perhatian, agar harapan untuk

mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai (Dinas Pertanian dan

Kehutanan, t.th.).

Pelaksanaan persemaian ini banyak caranya. Secara garis besar dapat

dibagi menjadi dua yaitu persemaian secara generatif dan persemaian vegetatif.

Persemaian generatif adalah persemaian yang menggunakan biji atau hasil

perkembangbiakan seksual oleh tanaman. Adapun persemaian vegetatif ialah

persemaian dengan bahan semai yang bukan merupakan hasil perkembangbiakkan

seksual (Widarto, 1997).

Padi termasuk tanaman yang dapat tumbuh dalam genangan. Namun padi

juga dapat ditanam di lahan kering asalkan air cukup tersedia (Wirawan dan

Wahyuni, 2002).

Petani lahan sawah selalu berusaha agar sawahnya tergenangi air. Caranya

dengan membuat penahan air yang disebut pematang atau galengan. Pematang

dibuat mengelilingi petakan sehingga air yang masuk ke dalam petakan akan

tertahan dan terjadilah genangan (Suparyono dan Setyono, 1993).

Page 27: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Metode lahan sawah kurang efisien dalam penggunaan air, sedangkan

metode lahan kering (gogo) produksi padinya biasanya lebih rendah dibandingkan

padi lahan sawah. Untuk itu sekarang telah dikembangkan metode budidaya padi

yang hemat air yaitu metode System of Rice Intensification.

System of Rice Intensification (SRI) merupakan salah satu pendekatan

dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan

tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang

berbasis kegiatan ramah lingkungan. Penerapan gagasan SRI berdasarkan pada

enam komponen penting : (1) transplantasi bibit muda, (2) bibit tanaman ditanam

satu batang, (3) jarak tanam lebar, (4) kondisi tanah lembab (irigasi berselang), (5)

melakukan pendangiran (penyiangan), (6) hanya menggunakan bahan organik

(kompos) (Anugrah et al., 2008).

Di Sumatera Barat yang mempunyai curah hujan relatif tinggi, penelitian

mengenai sistem intensifikasi padi (SRI) belum banyak dilakukan. Unsur iklim

tersebut kelihatannya kurang optimal untuk SRI, karena SRI secara umum

menganut konsep hemat air, hemat pupuk, hemat benih dan faktor produksi

lainnya pada akhirnya bertujuan meningkatkan produksi tanaman padi (Masdar,

2007).

III. METODOLOGI

Percobaan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 01 Maret 2010 di

Laboratorium Manajemen Produksi Tanaman dan rumah kaca, Jurusan Budidaya

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang

digunakan adalah biji padi (Oryza sativa) dan tanah. Alat-alat yang diperlukan

adalah polybag, oven, penggaris, cangkul/cetok, timbangan, dan kertas label.

Cara kerja pada praktikum ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu

menyiapkan persemaian, menyiapkan media tanam untuk pindah tanam,

melakukan pindah tanam, dan melakukan pengamatan. Pada menyiapkan

persemaian, pertama-tama tiga buah polybag yang diameternya sama disiapkan

dan diisi dengan tanah yang sama beratnya (± 2 cm dari permukaan atas polybag).

Air ditambahkan hingga kapasitas lapang. Benih padi pada tiap-tiap polybag

disemai dengan kerapatan sebar 75 gram.m-2. Bibit padi polybag pertama akan

dipindah tanamkan pada umur 7 hari setelah sebar (hss), kedua pada umur 14 hss,

Page 28: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

dan ketiga pada umur 21 hss. Kemudian bibit dipelihara agar pertumbuhannya

tidak mengalami gangguan. Dalam menyiapkan media tanam untuk pindah tanam,

polibag diisi dengan tanah dan disiram dengan air hingga kondisi macak-macak

(perlakuan 7 dan 14 hss), dan tergenang (perlakuan pindah tanam 21 hari). Untuk

melakukan pindah tanam, 1 bibit per lubang ditanam untuk perlakuan pindah

tanam 7 dan 14 hss pada polibag yang telah disediakan. Kemudian menanam 2

bibit per lubang tanam untuk perlakuan pindah tanam 21 hss. Dalam melakukan

pengamatan, diukur tinggi tanaman dan jumlah daun mulai umur 7 hss hingga 28

hss, setiap seminggu sekali. Tanaman di panen pada umur 28 hss. Kemudian

tanaman dioven pada suhu 65-70oC selama 48 jam, setelah beratnya konstan

ditimbang berat keringnya dan dihitung SGR. Selanjutnya, dibuat grafik tinggi

tanaman dan jumlah daun pada berbagai hari pengamatan serta histogram berat

segar dan berat kering. Terakhir, dibandingkan dengan kualitas bibit umur 28 hss

akibat perlakuan pindah tanam.

Kemudian SGR (Summed Growth Ratio) dihitung dengan rumus:

SGR = (L’ + T’ + H’)

3

Dengan rasio jumlah daun (L’), rasio berat kering (T’), dan rasio tinggi tanaman

(H’). Dari hasil perhitungan apabila SGR suatu bibit lebih tinggi maka bibit

tersebut mempunyai kualitas yang lebih baik dari pada lainnya.

Page 29: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

Tabel Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, BB, BK, dan SGR

Pindah Tanam

TT JD BB BK SGR

7 hss 7,76 4,04 0,79 0,18 0,35

14 hss 7,9 4,3 0,88 0,16 0,11

21 hss 7,97 4,2 0,47 0,12 0,31

Tabel Nilai SGR (Summed Growth Ratio)

Pindah tanam

H H’ L L’ T T’ SGR

7 hss 7.76 0.33 4.04 0.32 0.18 0.39 0.3514 hss 7.9 0.33 4.3 0.34 0.16 0.35 0.1121 hss 7.97 0.34 4.2 0.33 0.12 0.26 0.31

B. PEMBAHASAN

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau

Glumiflorae). Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan

banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau

lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun

sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C.

Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl. Tanah

yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan

fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air

dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan

lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7.

SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas

padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti

Page 30: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa

tempat mencapai lebih dari 100%.

Perbedaan sistem budidaya padi antara metode SRI dengan metode

konvensional di antaranya adalah pada sistem konvensional rata-rata kebutuhan benih

adalah 30-40 kg tiap hektarnya, umur di persemaiannya 20-30 hss, tanah diolah 2-3

kali pada struktur lumpur dan rata-rata 5 pohon perlubang, lahannya harus terus

digenangi air, menggunakan pupuk kimia, dan pemberantasan gulma sebesar 50-60%.

Sedangkan pada sistem organik SRI, kebutuhan benihnya sekitar 5-7 kg tiap hektar,

umur di persemaiannya 7-10 hss, tanah diolah 3 kali pada sruktur lumpur dan rata seta

ditanam satu pohon tiap lubangnya, pengairan yang dilakukan disesuaikan dengan

kebutuhan, pemupukan hanya mnggunakan pupuk organik, selain itu diarahkan pada

pengelolaan perakaran sebesar 60-70%. Untuk mencegah hama dan penyakit pada

SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencengahan dan apabila terjadi

gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian

secara fisik dan mekanik.

Ciri-ciri padi yang dibudidayakan menggunakan metode SRI adalah tanaman

bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun

2 helai, bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih

jarang, pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-

hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal, pemberian air maksimal 2 cm (macak-

macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus),

penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari,

sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau).

Summed Growth Ratio atau SGR merupakan ukuran relatif dalam penilaian

kualitas bibit. SGR dapat diketahui dengan cara menjumlahkan antara rasio jumlah

daun dengan rasio bobot kering dan rasio tinggi tanaman, kemudian dibagi tiga. SGR

suatu bibit yang lebih tinggi menunjukkan bahwa bibit tersebut lebih berkualitas

daripada yang lainnya. Melalui SGR dapat diketahui seberapa baik kualitas benih

yang ditumbuhkan , selain itu waktu pindah tanam juga memberikan pengaruh

terhadap pertumbuhan bibit.

Bibit yang dipindahtanamkan lebih dini menunjukkan hasil pertumbuhan dan

perkembangan yang lebih baik karena perakarannya berkembang dengan baik. Pada

saat bibit masih muda akan lebih mudah dicabut sampai ujung akarnya sehingga

Page 31: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

kemungkinannya akarnya tertinggal kecil. Sedangkan bibit yang dipindahtanamkan

pada usia yang tua kemungkinan akarnya tertinggal dalam tanah cukup besar.

GRAFIK TINGGI TANAMAN DAN JUMLAH DAUN

0

2

4

6

8

10

7 hss 14 hss 21 hss

Pindah Tanam

Ting

gi-ju

mla

h

TT

JD

Dari grafik tinggi tanaman dan jumlah daun di atas tampak bahwa tinggi

tanaman semakin bertambah seiring bertambahnya waktu pindah tanam. Hal ini

disebabkan tanaman semakin mendapatkan banyak nutrisi untuk tumbuh dan

berkembang. Hal ini juga berlaku pada jumlah daun yang juga semakin bertambah

sering bertambahnya waktu pindah tanam.

0

0,20,4

0,60,8

1

Gra

m

7 hss 14 hss 21 hss

Pindah Tanam

HISTOGRAM BERAT BASAH DAN BERAT KERING TANAMAN

BB

BK

Page 32: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Dari grafik histogram di atas tampak bahwa berat kering tanaman semakin

berkurang seiring bertambahnya waktu pindah tanam. Bibit kering tanaman adalah

indikator pertumbuhan tanaman karena berat kering tanaman merupakan hasil

akumulasi asimilat tanaman yang diperoleh dari total pertumbuhan dan perkembangan

tanaman selama hidupnya. Semakin besar berat kering semakin baik pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Berat kering tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman

yang diikuti oleh peningkatan berat kering.

Sedangkan berat basah tanaman didapat dari berat segar tanaman pasca panen.

Sehingga tanaman masih mengandung banyak air. Dari grafik di atas tampak bahwa

berat segar mengalami peningkatan pada saat 14 hss tetapi mengalami penurunan

pada saat 21 hss. Dengan pengurangan berat basah dan berat kering dapat diketahui

tingkat penyerapan air pada tanaman sehingga diketahui efisiensi penggunaan air oleh

tanaman.

V. KESIMPULAN

1. Kualitas bibit dipengaruhi oleh kerapatan sebar benih.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bibit

antara lain air, cahaya, suhu, dan kelembaban.

3. Nilai SGR diperoleh dari pengukuran berat kering

tanaman, tinggi tanaman dan jumlah daun.

4. Semakin besar SGR suatu tanaman, semakin baik

kualitas bibit yang digunakan tersebut.

5. Bibit yang memiliki kualitas terbaik berdasarkan nilai

SGR adalah bibit yang ditanam pada pindah tanam 21 hss.

Page 33: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, Iwan Setiajie,dkk. 2008. Gagasan dan implementasi system of rice

intensification (SRI) dalam kegiatan budidaya padi ekologis (BPE).

Analisis Kebijakan Pertanian (6):75-99.

Departemen Pertanian dan Kehutanan. t.th. Budidaya Padi.

<http://www.warintekjogja.com.> Diakses pada tanggal 4 Maret 2010.

Masdar. 2007. Interaksi jarak tanam dan jumlah bibit per titik tanam pada sistem

intensifikasi padi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Jurnal Akta

Agrosia Edisi Khusus No.1:92-98.

Suparyono dan Agus Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widarto, L. 1997. Vertikultur Bercocok Tanam secara Bertingkat. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Wirawan, Baran dan Sri Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Page 34: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAMPIRAN

Page 35: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMDASAR-DASAR AGRONOMI

ACARA IV

PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAPPERKECAMBAHAN BIJI

Disusun oleh

Nama : Luluk Ainul Hikmah (11720)

Nurina Kurniasari (11725)

Bestina Rustami (11738)

Citra Hartati (11743)

Yogi Pradeksa (11744)

Sandy Budi Arta (11800)

Gol / Kel : A1 / 4

Asisten : Latifah Arifiyatun

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN

Page 36: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2010

ACARA IV

PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan

tanaman termasuk perkecambahan biji. Biji dapat berkecambah dalam keadaan

air yang cukup tersedia. Namun kadang air tersedia dalam jumlah yang terlalu

banyak dan kadangkala air tersedia dalam jumlah yang terlalu sedikit. Hal inilah

yang disebut dengan cekaman. Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk

mengetahui pengaruh cekaman air tersebut pada perkecambahan biji.

B. TUJUAN

1. Mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah

suatu biji.

2. Mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi

perkecambahan biji.

3. Mengetahui pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan

biji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi bagi istilah perkecambahan, tergantung pada sudut pandang.

Seorang analis biji mungkin menyetujui sebagai suatu perubahan morfologis,

seperti penonjolan akar lembaga (radikula), tetapi bagi seorang petani

perkecambahan berarti munculnya semai. Secara teknis, perkecambahan adalah

permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahnya kulit biji

dan munculnya semai (Susilo, 1991).

Page 37: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan dikenal

perkecambahan hipogeal dan epigeal. Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang

dari epikotil yang menyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul

di atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Contoh tipe ini terjadi pada kacang

kapri dan jagung. Pada epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya

kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Perkecambahan ini

misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak. Pengetahuan tentang hal ini dipakai

oleh para ahli agronomi untuk memperkirakan kedalaman tanam (Anonim, 2010).

Air dalam jaringan tanaman selain berfungsi sebagai penyusun jaringan

utama jaringan yang aktif mengadakan kegiatan fisiologis, juga berperan penting

dalam memelihara turgiditas yang diperlukan untuk pembesaran dan petumbuhan

sel. Peranan yang penting ini menimbulkan konsekuensi bahwa secara langsung

atau tidak langsung defisit air tanaman akan mempengaruhi semua proses

metabolisme dalam tanaman yang mengakibatkan terganggunya proses

pertumbuhan. Kekurangan air dalam jaringan tanaman dapat disebabkan oleh

kehilangan air yang berlebihan pada saat transpirasi melalui stomata dan sel lain

seperti kutikula atau oleh keduanya. Pada kondisi cekaman kekeringan maka

stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Senyawa

yang banyak berperan dalam membuka dan menutupnya stomata adalah asam

absisat (ABA). ABA merupakan senyawa yang berperan sebagai sinyal adanya

cekaman kekeringan sehingga stomata segera menutup (Lestari, 2006).

Cekaman air dipengaruhi oleh aspek yang berbeda dari pertumbuhan

tanaman (morfologi, fisiologi dan anatomi) dan menyebabkan banyak perubahan

seperti menurunkan atau menunda dalam perkecambahan, pengurangan

pertumbuhan organ udara, penurunan biomassa kering dan laju pertumbuhan.

Tingkat kerusakan tanaman air tergantung pada periode stress, sifat-sifat tanah,

karakteristrik lingkungan serta spesies tanaman. Ada banyak faktor negatif

lingkungan yang mempengaruhi mekanisme perkecambahan. Faktor-faktor ini

mengganggu reaksi metabolik dan akibatnya berdampak negatif pada pembenihan

tanaman (Azarnivand, H et al., 2007).

Segala perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tanggapan

tumbuhan menjadi lebih rendah daripada tanggapan optimum dapat dikatakan

sebagai cekaman. Cekaman fisika ialah semua gaya yang mengenai suatu benda

(misalnya, sebatang baja); regangan ialah perubahan yang terjadi pada dimensi

Page 38: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

benda (misalnya, membenbgkok) yang disebabkan oleh cekaman. Cekaman

biologis ialah segala perubahan kondisi lingkungan yang mungkin akan menurun

atau merugikan pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan (fungsi normalnya);

regangan biologis alah fungsi yang menurun atau berubah (Salisbury dan Ross,

1995).

Cekaman air pada tanaman terjadi karena (1) ketersediaan air dalam media

tidak cukup, (2) transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.

Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat

mengalami cekaman air. Hal ini terjadi jika kecepatan absorbsi tidak dapat

mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Islami dan Utomo, 1995).

III. METODOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara IV berjudul Pengaruh Cekaman

Air terhadap Perkecambahan Biji tersebut dilaksanakan di Laboratorium

Manajemen dan Produksi Tanaman Jurusn Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada hari Senin tanggal 15 Maret 2010.

Metode pendekatan yang digunakan adalah menggunakan persamaan Van`t Hoff.

Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah benih padi (Oriza sativa), kertas filter, dan

larutan polyethylene glycol (PEG) setara dengan potensial air 0; -0,6; -1,2 dan -1,8

MPa. Alat-alat yang dipakai antara lain: bak perkecambahan, petridish,, kaca-kaca

pengaduk, penggaris, sendok, pinset, beaker glass, kaca penutup, dan gelas ukur.

Kegiatan yang dilakukan dalam praktikum tersebut partama-tama benih

padi direndam dalam air selama semalam (12 jam). Petridish disiapkan dan

dilapisi kertas saring. Benih padi direndam ke dalam larutan PEG sesuai dengan

perlakuan. Kemudian kertas saring dibasahi dengan larutan PEG sesuai dengan

perlakuan. Selanjutnya, 25 biji diletakkan ke dalam tiap-tiap petridish. Setelah

selesai, petridish ditutup dengan penutupnya. Jumlah biji yang berkecambah

(plumula dan radicula sudah mencapai panjang ± 2 mm untuk padi) diamati dan

dihitung setiap hari selama 1 minggu dimulai sehari setelah percobaan. Biji yang

telah berkecambah dan berjamur dibuang untuk mempermudah pengamatan. Gaya

berkecambah dan indeks vigor dari masing-masing perlakuan PEG dihitung

nilainya. Kemudian dibuat grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada

Page 39: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

berbagai hari pengamatan untuk semua konsentrasi dalam masing-masing alokasi

waktu perendaman.

Rumus Gaya Berkecambah dan Indeks Vigor :

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

Tabel Hasil Pengamatan :

PEGJumlah biji yang berkecambah hari ke-

1 2 3 4 5 6 7

0 2.1 4.1 7.5 11.167 13 14.33 15.33

-0.6 1 3.5 6.83 9.33 11.5 14.167 15

-1.2 0.5 3.67 6.67 11 12.5 13.83 14.83

-1.8 0 1.67 2.5 5.5 6.67 8.167 10.167

Tabel Gaya Berkecambah (%) :

PEGHari Pengamatan ke-

1 2 3 4 5 6 7

0 8.4 16.4 30 44.668 52 57.32 61.32

-0.6 4 14 27.32 37.32 46 56.668 60

-1.2 2 14.68 26.68 44 50 55.32 59.32

-1.8 0 6.68 10 22 26.68 32.668 40.668

Tabel Indeks Vigor

PEGHari Pengamatan

1 2 3 4 5 6 7

0 2.1 1 1.13 0.91 0.36 0.22 0.14

-0.6 1 1.25 1.11 0.63 0.434 0.45 0.12

-1.2 0.5 1.58 1 1.08 0.3 0.22 0.14

Page 40: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

-1.8 0 0.835 0.27 0.75 0.234 0.24 0.28

B. PEMBAHASAN

Praktikum Pengaruh Cekaman Air terhadap Perkecambahan Biji ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan

berkecambah suatu biji, serta mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi

perkecambahan biji dan pengaruh cekaman terhadap perkecambahan.

Pada perkecambahan terjadi proses-proses sebagai berikut : infiltrasi air

adalah peristiwa masuknya air menembus kulit biji hingga masuk ke dalam biji

kemudian imbibisi melalui sel-sel aleuron yaitu air yang masuk ke dalam biji

diserap oleh zarah-zarah koloid sehingga terjadi pembengkakan. Kulit gabah yang

tidak dapat menahan desakan dari dalam akan pecah sehingga calon akar dan

calon batang yang terdapat pada ujung benih akan keluar. Akar yang tumbuh

memanjang akan diikuti oleh pertumbuhan batang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah air, udara,

temperatur atau suhu sinar matahari dan peranan lingkungan. Air digunakan untuk

perkecambahan biji, pengisapan air merupakan kebutuhan biji untuk

berlangsungnya kegiatan-kegiatan dalam biji. Pada peristiwa ini pati, protein dan

lemak dalam biji diubah menjadi makanan sederhana yang digunakan untuk

kepentingan embrio. Agar peristiwa tersebut dapat berlangsung maka air yang

masuk dalam biji harus merata. Udara yang di dalamnya terkandung oksigen

digunakan untuk pernapasan embrio. Temperatur pada proses perkecambahan biji

berkaitan dengan kegiatan di dalam biji. Semakin tinggi temperatur, kegiatan di

dalam biji akan meningkat pula. Pada temperatur yamg rendah perkecambahan

berlangsung lambat. Pada perkecambahan diperlukan pula sinar matahari yang

Page 41: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

berhubungan erat dengan temperatur udara, yaitu berperan dalam pertumbuhan

kecambah supaya tidak tampak pucat. Keadaan pertumbuhan kecambah yang

memanjang dan bibit yang tampak pucat ini disebut etiolasi.

Menurut teori biji akan berkecambah setelah hari kedua. Itu berarti biji

telah mengalami perlakuan yang mendorong perkecambahan (karena biji

diletakkan pada tempat yang lembab dan terkena atau mengandung air). Hal ini

juga menunjukkan bahwa kelembaban dan ketersediaan air akan mendorong

perkecambahan biji.

Gaya berkecambah perlu diketahui agar dapat diketahui benih yang

ditanam tersebut berkualitas atau tidak.

Page 42: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Dari grafik gaya berkecambah di atas, menunjukan gaya berkecambah paling

tinggi yaitu pada 0 MPa dan -0,6 MPa kemudian di bawahnya terdapat -1,2 MPa dan

yang terendah pada -1,8 MPa. Hal ini menunjukan biji mampu berkecambah dengan

baik pada perlakuan dengan larutan 0 dan -0,6 MPa. Gaya berkecambah paling

rendah yaitu pada perlakuan -1,8 Mpa. Pada lingkungan dengan potensial air 0 dan –

0,6 benih dapat berkecambah 61,32 % dan 60 %, meskipun tidak semua benih

tumbuh dalam waktu 7 hari pengamatan, gaya berkecambah benih pada lingkungan

dengan potensial air 0 dan -0,6 lebih baik dari benih yang berada dalam lingkungan

dengan potensial air -1,2 dan -1,8 . Benih tidak berkecambah sempurna dikarenakan

adanya faktor-faktor luar yang menyebabkan gagalnya benih berkecambah, seperti

pencahayaan yang kurang, benih yang kurang berkualitas, dan kesalahan perlakuan

manusia pada benih. Benih padi pada lingkungan dengan potensial air -1,2 dan – 1,8

dapat berkecambah 59,32 % dan 40,668 %. Benih padi pada potensial air 0 mencapai

daya berkecambah 61,32 % pada hari ke-7. Pada potensial air -0,6 benih padi dapat

berkecambah sebesar 60 di hari ke-7. Nilai yang dicapai benih pada keempat kondisi

lingkungan yang berbeda dalam potensial airnya menunjukkan daya berkecambah

yang kurang baik karena besarnya kurang dari 80 %. Sehingga benih dapat dikatakan

berkualitas kurang baik. Pencapaian tersebut menunjukkan cekaman air yang dialami

Page 43: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

kecambah sudah terjadi atau potensial air lingkungan di luar kisaran toleransi.

Grafik indeks vigor di atas memperlihatkan indeks vigor pada -0,6 MPa, -1,2 MPa,

dan -1,8 MPa pada hari ke 2 mengalami peningkatan. Hal ini berarti biji padi pada -0,6 MPa,

-1,2 MPa, dan -1,8 MPa berkecambah serentak pada hari ke 2. Sedangkan pada 0 MPa

mengalami penurunan pada hari ke 2 dan meningkat pada hari ke 3. Hal itu berarti biji padi

pada 0 MPa mencapai perkecambahan maksimal pada hari pertama dan mengalami

penurunan berkecambah pada hari ke 2. Setelah hari kedua, grafik indeks vigor keempat

benih pada kondisi potensial air yang berbeda tersebut mengalami penaikan dan

penurunan, tetapi semakin lama grafik indeks vigor tersebut cenderung menurun dari hari

ke hari. Hal tersebut karena perkecambahan biji juga ditentukan oleh larutan, kondisi biji

dan kondisi lingkungan. Indeks vigor tertinggi tercapai pada kisaran hari ke-2 dan 3. Benih

padi di potensial air 0 dicapai pada hari ke-1 dengan nilai rata-rata 2,1. Potensial air -0,6

pada hari ke-2 dengan nilai rata-rata 1,25. Potensial air -1,2 pada hari ke-2 dengan nilai rata-

rata 1,58. Potensial air -1,8 pada hari ke-2 dengan nilai rata-rata 0,853. Dari grafik

memperlihatkan biji padi optimal berkecambah atau banyak berkecambah pada hari ke-2.

Ketersediaan air mempengaruhi waktu untuk berkecambah, misalnya waktu untuk

mengelupaskan kulit biji. Tiap tanaman memiliki ketebalan kulit biji yang berbeda – beda

sehingga membutuhkan waktu yang berbeda juga dalam pengekupasan.

Page 44: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

V. KESIMPULAN

1. Perkecambahan biji yang baik dapat diamati dengan gaya berkecambah dan indeks

vigor. Semakin tinggi GB dan IV maka kualitas biji semakin baik yaitu lebih dari 80

%.

2. Faktor – faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan antara lain air, oksigen,

suhu, cahaya, dan kelembapan.

3. Pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji adalah dapat mempengarui

kemampuan berkecambah dan kecepatan berkecambah biji

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Perkecambahan. <http://id.wikipedia.org/wiki/perkecambahan.>. Diakses

pada tanggal 18 Maret 2010.

Azarnivand, H. et al. 2007. Effect of water stress on seed germination of Artemisia

spicigera & Artemisia fragans. Biaban(12):17-21.

Islami, Titiek dan Wani Hadi Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP

Semarang Press, Semarang.

Lestari, Endang Gati. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan

kekeringan pada somaklon padi gadjah mungkur, towuti dan IR64. Biodiversitas 7

(1):44-48.

Salisbury, Frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Plant Phisiology (Fisiologi Tumbuhan,

alih bahasa oleh Diah R Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

Susilo, Herawati. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta.

LAMPIRAN

Page 45: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMDASAR-DASAR AGRONOMI

Page 46: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

ACARA V

PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI

Disusun oleh

Nama : Luluk Ainul Hikmah (11720)

Nurina Kurniasari (11725)

Bestina Rustami (11738)

Citra Hartati (11743)

Yogi Pradeksa (11744)

Sandy Budi Arta (11800)

Gol / Kel : A1 / 4

Asisten : Latifah Arifiyatun

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2010

ACARA V

Page 47: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam dunia perbanyakan tanaman secara generatif atau menggunakan biji,

sering dialami adanya berbagai kesulitan yang menyebabkan biji tidak dapat

berkecambah dengan segera. Hal ini disebabkan biji dalam masa istirahat. Biji suatu

tanaman dapat dikatakan dalam keadaan dorman apabila biji tersebut tidak mampu

berkecambah meskipun keadaan dalam dan luar biji menguntungkan untuk

perkecambahan.

Praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan

yang dilakukan untuk memecah dormansi suatu biji.

B. TUJUAN

1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.

2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan

biji berkulit keras.

3. Mengetahui pengaruh cairan buah terhadap perkecambahan biji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Page 48: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Perkecambahan meliputi peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis berikut:

(1) imbibisi dan absorbsi air, (2) hidrasi jaringan, (3) absorbsi O2, (4) pengaktifan

enzim dan pencernaan, (5) transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio, (6)

peningkatan respirasi dan asimilasi, (7) inisiasi pembelahan dan pembesaran sel, dan

(8) munculnya embrio. Lapisan yang membungkus embrio, yaitu endosperma, kulit

biji, dan kulit buah, dapat mengganggu masuknya air dan / atau oksigen. Lapisan

itupun bertindak sebagai penghalang mekanis agar radikula tidak muncul (Susilo,

1991).

Perkecambahan merupakan transformasi dari bentuk embrio menjadi tanaman

anakan yang sempurna. Perkecambahan biji yang dipermudah dengan keadaan

tertentu seperti pencucian, dengan keberadaan zat penghambat tumbuh larut air pada

kulit biji, suhu rendah, perpecahan kulit biji dan hal lain membuat potensi bahan

tanam sebagai sumber keseragaman tanaman menjadi cukup rumit. Ini ditambah lagi

dengan kenyataan bahwa lingkungan relung tanah tidak akan dibuat sama pada

kondisi lapangan seperti dalam hal kandungan air dan karenanya temperatur dan

organisme (Sitompul dan Guritno, 1995).

Untuk mendukung pengembangan dan budidayanya maka dibutuhkan bibit

yang bermutu dalam jumlah yang banyak dan dapat disediakan dalam waktu singkat.

Sumber pertanaman yang dapat tersedia dalam jumlah besar dan murah dengan

menggunakan benih sebagai bibit. Namun benih memiliki sifat dormansi, walaupun

dormansi benih merupakan sifat alami untuk dapat bertahan hidup agar spesiesnya

tetap lestari, tetapi sifat dormansi benih tersebut dapat mengganggu pelaksanaan

kegiatan pembibitan (Saleh, 2004).

Di alam, dormansi karena kulit biji yang keras dapat dipatahkan melalui

perusakan kulit biji oleh mikroorganisme yang terdapat di tanah. Pada perlakuan

perendaman biji dalam lumpur, diduga mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur

turut berperan dalam pematahan dormansi biji palem. Pada tanah tergenang (termasuk

lumpur), ruang antar partikel tanah jenuh dengan air, konsentrasi oksigen dalam tanah

berkurang, sehingga hanya mikroorganisme anaerob yang dapat tumbuh. Semakin

dalam biji direndam, kondisi di sekitar biji akan semakin anaerob (Sujarwati dan

Santosa, 2004).

Page 49: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-

proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap

subtansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya

seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang

telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi

penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat

dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm,

kulit biji maupun daging buah (Anonim, 2007).

ABA merupakan zat pengatur tumbuh yang tersebar luas dan sering berlaku

sebagai penghambat, tapi telah ditemukan pula banyak senyawa lain yang biasanya

menghambat pertumbuhan. Batasin adalah senyawa yang ditemukan pada tumbuhan

gadung (Dioscorea batatus) yang diduga menyebabkan dormansi pada siungan

(struktur reproduksi vegetatif) yang muncul dari pembengkakan kuncup samping

yang terletak di udara (Salisbury dan Ross, 1995).

III. METODOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara V yang berjudul Pemecahan

Dormansi dan Zat Penghambat Perkecambahan Biji dilaksanakan pada hari Senin

tanggal 15 Maret 2010 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan

Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-

alat yang diperlukan antara lain beaker glass, pengaduk kaca, kertas filter, petridish,

amplas, dan pinset. Sedangkan bahan yang digunakan adalah biji saga (Abrus

precatorius), biji padi (Oryza sativa), H2SO4 pekat, aquadest, coumarin 0%, 25%,

50%, dan 100%.

Pada praktikum ini dilakukan tiga kegiatan. Kegiatan pertama adalah

perlakuan khemis pada biji berkulit keras. Perlakuan khemis pada biji berkulit keras

dilakukan dengan cara 100 biji saga diambil dan direndam dalam H2SO4 50% v/v

selama 1 menit, 3 menit, 6 menit dan dalam air sebagai control masing-masing. Biji

yang telah diperlakukan tersebut dicuci dengan air sampai bersih lalu biji tersebut

diletakkan ke dalam larutan NaHCO3 selama beberapa menit untuk menetralisir asam

Page 50: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

sulfat. Biji yang telah diperlakukan tersebut dicuci dengan air sampai bersih

dikecambahkan pada petridish yang telah diberi alas kertas filter basah.

Lalu, kegiatan kedua adalah perlakuan mekanis pada biji berkulit keras.

Perlakuan mekanis pada biji berkulit keras dilakukan dengan cara bagian tepi dari 10

biji saga diamplas, lalu dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi sehelai

kertas filter basah. Biji-biji yang tidak diperlakukan dikecambahkan pula dalam

jumlah yang sama sebagai kontrol.

Terakhir, kegiatan ketiga ialah pengaruh cairan daging buah. Pengaruh cairan

daging buah dilakukan dengan disiapkannya 100 biji padi dan dikecambahkan pada 4

petridish dengan masing-masing petridish diisi 25 biji dengan alas kertas saring yang

sudah sudah dibasahi dengan coumarin 0%, 25%, 50% dan 100%.

Dari ketiga kegiatan diatas kemudian biji berkecambah diamati dan dihitung

setiap hari selama 10 hari, biji yang sudah dihitung dan yang berjamur dapat dibuang

untuk memudahkan pengamatan, jika perlu media berjamur diganti sesuai perlakuan.

Lalu dihitung gaya berkecambah dan indeks vigor kemudian dibuat grafik gaya

berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan.

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Page 51: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

A. HASIL PENGAMATAN

Tabel Perkecambahan Biji Saga

perlakuanhari pengamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

kontrol 0 0 0 0 0 0 0.167 0.167 0.167 0.167

Mekanis

amplas 0.33 0.33 0.5 0.67 0.83 1 1.167 1.167 1.3 1.3

Chemis

H2SO4 (1 menit)

0 0 0 0 0 0 0 0.167 0.167 0.167

H2SO4 (3 menit)

0 0 0 0 0 0 0.167 0.167 0.33 0.33

H2SO4(6 menit)

0 0 0 0 0 0.167 0.33 0.33 0.33 0.33

Gaya Berkecambah Biji Saga

perlakuanhari pengamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

kontrol 0% 0% 0% 0% 0% 0% 1.67% 1.67% 1.67% 1.67%

Mekanis

amplas 3.3% 3.3% 5% 6.7% 8.3% 10% 11.67% 11.67% 13% 13%

Chemis

H₂SO₄ (1 menit)

0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 1.67% 3.3% 3.3%

H₂SO₄ (3 menit)

0% 0% 0% 0% 0% 0% 1.67% 1.67% 3.3% 3.3%

H₂SO₄ (6 menit)

0% 0% 0% 0% 0% 1.67% 3.3% 3.3% 3.3% 3.3%

Indeks Vigor Biji Saga

Page 52: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

perlakuanhari pengamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

kontrol 0 0 0 0 0 0 0.024 0.021 0.018 0.016

Mekanis

amplas 0.33 0.165 0.167 0.1675 0.166 0.167 0.166 0.145 0.144 0.13

Chemis

H₂SO₄ (1 menit)

0 0 0 0 0 0 0 0.021 0.0367 0.033

H₂SO₄ (3 menit)

0 0 0 0 0 0 0.024 0.021 0.0367 0.033

H₂SO₄ (6 menit)

0 0 0 0 0 0.027 0.047 0.041 0.0367 0.033

Perkecambahan Biji Padi

perlakuanhari pengamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

coumarin 0%

0.33 4.33 9.167 15.83 17.83 19.167 20.67 20.8 20.8 21

coumarin 25%

0.33 4.33 9 15.83 16.67 18.67 20.67 20.8 20.8 20.8

coumarin 50%

0.33 3.67 7.5 13.67 16.67 18.67 20.67 20.3 20.8 20.8

coumarin 100%

0.167 2.67 9.33 11.83 15.83 17 19.83 20.7 20.8 20.8

Gaya Berkecambah Biji Padi

Page 53: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

perlakuanhari pengamatan (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10coumarin 0%

1.32 17.32 36,67 63.32 71.32 76.67 82.67 83.2 83.2 84

coumarin 25%

1.32 17.32 36 63.32 66.68 74.67 82.67 83.2 83.2 83.2

coumarin 50%

1.32 14.67 30 54.68 66.68 74.67 82.67 81.2 83.2 83.2

coumarin 100%

0.668 10.67 37.32 47.32 63.32 68 79.33 82.8 83.2 83.2

Indeks Vigor Padi

perlakuanhari pengamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10coumarin 0%

0.33 2 1.61 1,66 0.4 0.22 0.214 0.0125 0 0.02

coumarin 25%

0.33 2 1.557 1.208 0.57 0.33 0.286 0.0125 0 0

coumarin 50%

0.33 1.67 1.28 1.54 0.6 0.33 0.286 0.0125 0 0

coumarin 100%

0.167 1.25 2.22 0.625 0.8 0.194 0.405 0.125 0 0

B. PEMBAHASAN

Dormansi benih atau dormansi biji adalah kondisi biji atau benih yang gagal atau

tidak mau berkecambah meskipun keadaan dalam atau luar biji menguntungkan untuk

berkecambah. Penyebab dormansi biji antara lain kurang tersedianya air, komposisi gas

atau udara dan suhu yang kurang sesuai atau memadai. Biji yang mengalami dormansi

ditandai oleh rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air, proses respirasi tertekan

atau terlambat, dan rendahnya proses metabolism cadangan makanan. Kondisi dormansi

mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologi ketika masih berada pada tanaman

induknya.

Pada praktikum pecahan dormansi dan zat penghambat perkecambahan biji

dilakukan tiga macam perlakuan, yaitu perlakuan mekanis pada biji berkulit keras

( dengan cara diamplas ), perlakuan khemis pada biji berkulit keras ( dengan H2SO4 ),

dan pengaruh cairan daging buah (coumarin) dengan penggunaan biji berkulit keras

adalah biji saga (Abrus precatorius). Biji saga merupakan salah satu biji yang

Page 54: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

mempunyai kulit berbiji keras. Perlakuan mekanis diantaranya dengan mengamplas

bagian tepi biji sebelum dikecambahkan. Kulit biji yang terlalu keras menyebabkan biji

bersifat impermeable pada air dan gas-gas yang sangat diperlukan untuk perkecambahan.

Selain itu, kulit biji yang keras menyebabkan embrio yang memiliki daya berkecambah

rendah sehingga tidak dapat menyobek kulit dan berarti embrio tidak dapat keluar untuk

tumbuh sebagaimana mestinya. Fungsi pengamplasan pada kulit biji yang keras agar

terjadi celah atau lubang untuk memudahkan air dan udara melakukan aliran yang

mendorong perkecambahan dan sebagai tempat keluar embrio untuk melakukan

pertumbuhan. Apabila perlakuan mekanis tidak berhasil atau gagal disebabkan oleh

pengamplasan yang salah karena tepi biji tidak terkelupas dan kurangnya air yang

dibutuhkan oleh biji untuk berkecambah.

Penggunaan bahan kimia seharusnya mempunyai keuntungan yang lebih bila

dibandingkan dengan perlakuakn mekanis, dengan perlakuan mekanis kurang efisien dan

efektif baik dalam waktu dan tenaga terutama bila diterapkan dalam proses

perkecambahan dalam jumlah besar. Disamping memberikan keuntungan, perlakukan

khemis juga memberikan kerugian yaitu apabila dosisnya berlebihan dan metode

pelaksaannya tidak cermat akan menghambat proses perkecambahan. Ini terjadi karena

sifat bahan kimia yang keras dan juga karena kulit biji sangat peka terhadap pengaruh

dari luar. Selain itu juga disebabkan kekurangan air untuk melakukan proses imbibisi air.

Page 55: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Berdasarkan pada grafik diatas terdapat perbedaan yang cukup tajam antara

control dan perlakuan mekanik. Pada perlakuan mekanis (pengamplasan biji) biji

berkecambah dengan baik, sedangkan pada kontrol perkecambahan mulai terjadi saat

hari pengamatan ke-7. Hal ini dikarenakan bagian biji yang diamplas menjadi jalan

masuk untuk air dan udara yang berguna bagi perkecambahan. Fungsi masuknya air

dan udara adalah untuk proses imbibisi air yang masuk ke dalam tanaman agar

mempercepat proses perkecambahan. Sehingga perkecambahan biji akan semakin

baik. Jadi, dalam menghadapi masalah biji berkulit keras, dapat diatasi dengan

perlakuan mekanis.

Indeks vigor (kecepatan berkecambah) suatu biji ialah banyaknya biji yang

berkecambah dari jumlah biji murni yang dikecambahkan dan dinyatakan dalam

persen dalam waktu yang lebih pendek daripada waktu untuk penentuan gaya

berkecambah. Waktu yang dipergunakan untuk menentukan kecepatan berkecambah

ini adalah waktu yang dimana jumlah biji yang berkecambah paling banyak

Pada grafik diatas terlihat perbandingan indeks vigor antara kontrol dan

perlakuan mekanis terlihat perbedaan yang sangat tajam. Pada perlakuan mekanis

(pengamplasan) perkecambahan sudah dimulai pada hari ke–1 dan mengalami indeks

vigor yang sangat tinggi, pada hari ke–2 sampai hari ke-7 mengalami kestabilan

perkecambahan, kemudian dari hari ke-8 sampai hari ke-10 mengalami penurunan

Page 56: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

perkecambahan. Sedangkan pada kontrol perkecambahan baru dimulai pada hari ke–7

dan pada perlakuan mekanis hari ke–10 mencapai klimaks. Hal ini menunjukkan

bahwa indeks vigor dengan perlakuan mekanis lebih tinggi daripada kontrol. Jadi,

dengan perlakuan mekanis (pengamplasan) menyebabkan kecepatan berkecambah

biji menjadi tinggi.

Perlakuan khemis adalah perkecambahan biji dengan menggunakan bahan-

bahan kimia untuk membantu melunakkan kulit berbiji keras. Perlakuan ini

menggunakan larutan khemikalia yaitu asam sulfat. Biji saga direndam dalam larutan

khemikalia asam sulfat dengan lama perendaman 1 menit, 3 menit dan 6 menit. Dari

gambar grafik perbandingan gaya berkecambah perendaman dengan asam sulfat dapat

mempercepat perkecambahan dibandingkan dengan perlakuan control. Perendaman

dengan asam sulfat selama 1 menit. 3 menit dan 6 menit memberikan efek yang positif

namun kurang maksimal dari yang diinginkan, hal ini mungkin disebabkan proses

inbibisi air yang diperlukan saat proses perkecambahan tidak maksimal. Dalam

pemecahan dormansi pada biji berkulit keras dapat dilakukan dengan larutan asam sulfat

dan diperhatikan kebutuhan air pada tanaman yang dikecambahkan.

Page 57: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Perendaman dengan H2SO4 menyebabkan perkecambahan terjadi pada hari

ke –6, sedangkan pada kontrol mulai terjadi perkecambahan pada hari ke–7. H2SO4

termasuk larutan kimia yang memiliki sifat asam yang sangat pekat. Untuk

meneteralkan pH asam perkecambahan setelah perendaman H2SO4 dilakukan

pencucian dengan air yang mengalir agar larutan H2SO4 benar-benar bersih dari biji.

Setelah pencucian dengan air kemudian biji direndam dengan larutan N2HCO3 yang

memiliki sifat basa agar pH biji yang ingin dikecambahkan menjadi netral.

Perendaman pada H2SO4 dengan waktu tertentu ( 1 menit, 3 menit dan 6 menit) dapat

menyebabkan perkecambahan lebih cepat. Ini dikarenakan asam sulfat yang mengikis

kulit biji saga lebih banyak, sehingga lebih cepat berkecambah. Namun indeks vigor

dengan menggunakan asam sulfat pada hari ke-6 sampai ke-10 mengalami penurunun

sedangkan kontrol tidak, ini dikarenakan biji yang berkecambah hanya berjumlah

sedikit. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan membuktikan bahwa

perendaman pada larutan kimia dapat menyebabkan perkecambahan terjadi lebih

cepat daripada tidak dilakukan perendaman.

Untuk mengetahui pengaruh cairan daging buah terhadap perkecambahan

biji digunakan biji padi (Oryza sativa) yang dikecambahkan pada kertas filter yang

telah dibasahi cairan coumarine. Coumarine merupakan cairan daging buah tomat

yang dapat tahan sampai suhu 70oC. Untuk mengetahui pengaruh dari coumarine

Page 58: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

tersebut maka dibuat coumarine dalam konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 0%,

25%, 50%, dan 100%. Coumarine 0% digunakan sebagai kontrol.

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pemberian cairan daging buah

pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat perkecambahan. Pada perendaman

dengan coumarin 0 %, gaya berkecambahnya paling tinggi. Sedangkan pada coumarin 25

%, 50 % dan 100 % tidak terlalu berbeda. Hal itu sudah sesuai dengan teori yaitu semakin

tinggi konsentrasinya maka akan semakin menghambat perkecambahan. Hal itu

ditunjukkan pada perendaman dengan coumarin 0 % terlihat memperpercepat

perkecambahan dari hari pertama sampai hari terakhir mengalami kenaikan terus.

Page 59: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Grafik di atas menunjukkan bahwa pemberian cairan daging buah

berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah padi. Dari grafik di atas dapat dilihat

bahwa semua perlakuan berkecambah pada hari ke - 2, hari ke – 3, dan hari ke - 4 ,

tetapi pada perlakuan kontrol coumarin 0 % biji paling banyak berkecambah,

sedangkan yang paling sedikit berkecambah terjadi pada perlakuan coumarin 100 %.

Pada hari pengamatan ke – 6 semua perlakuan indeks vigornya mengalami penurunan

secara drastis. Hal itu menunjukkan bahwa pemberian cairan daging buah tidak

terlalu berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah, tetapi pemberian cairan daging

buah dalam kadar yang tinggi akan menghambat perkecambahan. Coumarin pada

nilai presentasi yang tinggi dapat menghambat perkecambahan disebabkan karena

didalam coumarin terdapat zat-zat yang menghambat perkecambahan.

V. KESIMPULAN

Page 60: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

1. Keadaan dormansi pada biji dapat diatasi dengan perlakuan

secara mekanis dan khemis.

2. Untuk memacu perkecambahan biji berkulit keras, perlakuan

khemis lebih efektif dibandingkan perlakuan mekanis.

3. Perendaman biji dalam H2SO4 dapat mempercepat perkecambahan.

4. Coumarine merupakan cairan daging buah, yang dapat bersifat

reversibel yaitu dalam kadar tinggi menghambat perkecambahan tetapi dalam

kadar yang rendah dapat memacu perkecambahan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 61: Laporan Resmi Praktikum Dasgro

Anonim. 2007. Dormansi dan Perkecambahan Biji.

<http://elisa.ugm.ac.id/files/yeni_wn_ratna/6L4WiASR/III-dormansi.doc>.

Diakses pada tanggal 18 Maret 2010.

Saleh, Muhammad Salim. 2004. Pematahan dormansi benih Aren secara fisik pada

berbagai lama ekstraksi buah. Agrosains 6 (2):79-83.

Salisbury, Frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Plant Phisiology (Fisiologi Tumbuhan,

alih bahasa oleh Diah R Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Sujarwati dan Santosa. 2004. Perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang

(Actinophioeus macarthurll Becc.) akibat perendaman biji dalam lumpur. Jurnal

Natur Indonesia 6(2) : 99-103.

Susilo, Herawati. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta.

LAMPIRAN

Page 62: Laporan Resmi Praktikum Dasgro