BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Drosophila merupakan jenis serangga bersayap yang masuk ke dalam
ordo diptera (bangsa lalat) yang sering digunakan dalam pengajaran dan
penelitian genetika. Drosophila dapat ditemukan hampir di berbagai tempat,
karena drosophila merupakan salah satu anggota dari serangga yang memiliki
keanekaragaman yang sangat luas. Menurut King (1975) dalam Warsini
(1996), anggota dari marga Drosophila ditemukan mulai dari dataran rendah
hingga daerah pegunungan dan dari tropis sampai daerah tundra. Daratan
subur, gurun pasir, rawa, dan savana merupakan habitat dari anggota
Drosophila, tidak terkecuali daerah hutan. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Widodo (1988) dan Corebima (1990)
dalam Warsini (1996) yang dilakukan di Kodya Malang menemukan beberapa
spesies drosophila yang lain yaitu diantaranya Drosopila (scaptodrosophila)
ellenae Bock dan Drosophila (hirtodrosophila) sp. Penelitian lain yang juga
menambah memberikan informasi tentang keanekaragaman Drosophila adalah
penelitian yang dilakukan oleh Adi (1991) yang berjudul “Studi Tentang
Jenis-jenis Drosophila di Kawasan Hutan Pantai Sendangbiru Malang”. Hasil
dari penelitian memberikan tambahan informasi 2 jenis Drosophila yang
belum pernah ditemukan di Indonesia. Kedua jenis tersebur adalah
Drosophila (Scaptodrosophila) ellenae Bock dan Drosophila
(Hirtodrosophila) sp. (Warsini, 1996)
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami berkeinginan untuk
melakukan penelitian tentang identifikasi Drosophila yang terdapat disekitar
kami. Oleh karena itu, kami mengambil judul penelitian “Identifikasi
Drosophila Tangkapan Dari Daerah Malang, Kediri, dan Madura”.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimanakah ciri-ciri morfologi Drosophila yang ditemukan di
daerah Malang, Kediri, dan Madura?
1.2.2 Apa saja spesies Drosophila yang ditemukan pada daerah Malang,
Kediri, dan Madura?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang didapat, maka dapat diketahui
tujuan dari penelitian ini yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui ciri-ciri morfologi Drosophila yang ditemukan di
daerah Malang, Kediri, dan Madura.
1.3.2 Untuk mengetahui spesies Drosophila yang ditemukan pada daerah
Malang, Kediri, dan Madura.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya penelitian ini adalah :
1.4.1 Memberikan informasi mengenai ciri-ciri morfologi Drosophila
tangkapan yang ada di daerah Malang, Kediri, dan Madura.
1.4.2 Memberikan informasi mengenai keberadaan jenis Drosophila yang
ada dan berkembang di daerah Malang, Kediri, dan Madura.
1.5 Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian yang kami gunakan dalam identifikasi ini adalah :
1.5.1 Drosophila hasil tangkapan dari daerah Malang, Kediri, dan Madura
dianggap mewakili Drosophila di seluruh wilayah Malang, Kediri, dan
Madura.
2
1.5.2 Umur Drosophila ♂ dan ♀ yang disilangkan dianggap sama.
1.5.3 Umur Drosophila tangkapan yang diamati dianggap sama.
1.5.4 Medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan Drosophila
dianggap sama.
1.5.5 Kondisi lingkungan tempat mengembangbiakkan Drosophila,
diantaranya kelembapan, suhu, cahaya, dan lainnya dianggap sama.
1.5.6 Persilangan dilakukan sampai mendapat generasi ketiga (F3) yang
dianggap telah mendapatkan galur murni.
1.5 Batasan Penelitian
Batasan penelitian yang ambil dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1.5.1 Drosophila yang digunakan adalah Drosophila yang ditangkap
langsung oleh peneliti dari tiga daerah berbeda, yaitu Malang daerah
Arjosari, Kediri daerah Pare, dan Madura daerah Pamekasan.
1.5.2 Bagian yang diamati dari Drosophila adalah bagian kepala, toraks,
abdomen, kaki, sayap, ada tidaknya sex-comb.
1.5.3 Ciri morfologi Drosophila yang diamati minimal adalah 50 ciri.
1.5.4 Sampel yang diamati adalah Drosophila jantan dan betina.
Pengamatan ciri morfologi yang dijadikan untuk identifikasi jenis
hanya pada Drosophila jantan.
1.5.5 Kunci identifikasi yang digunakan terbatas pada kunci identifikasi
pada buku “ Drosophila of Australia 1, Drosophila (Insecta: Diptera)
karangan Ian R Bock tahun 1976.
3
1.6 Definisi Istilah
Berasaran latar belakang diatas, definisi yang kami gunakan adalah sebagai
berikut.
1.6.1 Identifikasi adalah usaha penetapan keadaan tubuh atau ciri-ciri
morfologi dari lalat Drosophila sebagai dasar untuk mengenali dan
menetapkan nama jenis Drosophila (Warsini, 1996).
1.6.2 Fenotip adalah usaha penetapan keadaan tubuh atau ciri-ciri morfologi
dari lalat Drosophila sebagai dasar untuk mengenali dan menetapkan
nama jenis Drosophila ( Warsini, 1996).
1.6.3 Sex-comb adalah sisir kelamin yang hanya dimiliki oleh individu
jantan (Prasidha,1995).
1.6.4 Bristle adalah rambut pendek yang berfungsi sebagai organ sensoris
(Prasidha,1995).
1.6.5 Galur murni adalah populasi-populasi yang merupakan turunan murni
tanpa adanya variasi genetik yang berarti ( Corebima, 2003).
1.6.6 Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang)
yang identik ( Corebima, 2003).
1.6.7 Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang)
tidak identik (berlainan) ( Corebima, 2003).
1.6.8 Inbreeding adalah proses fertilisasi sendiri yang terjadi berulang-ulang
mengakibatkan efek pada perkawinan yang tidak acak (Gardner, 1991)
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistematika Drosophila
Dalam sistematika, Drosophila menempati tingkat marga. Marga
Drosophila mempunyai jumlah paling besar bila dibandingkan dengan marga–
marga lainnya dalam suku yang sama, yaitu suku Drosophilidae. Marga–marga
lain selain Drosophila, yaitu: Amiota, Dettopsomya, Leucophenga, Liodrosophila,
Lissocephala, Microdrosophila, Scaptemyza, Stegana, dan Tambodrella (Bock,
1976).
Sistematika Drosophila sangat lengkap, yang ditulis Storer, TI. dan
Usinger, RL. (1975) dalam “General Zoology” dalam Warsini 1996 adalah
sebagai berikut :
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Anak Kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Anak Bangsa : Cyclorrhapa
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Spesies : Drosophila sp.
Menurut Bock, IR (1982) marga Drosophila masih dibagi lagi menjadi
empat anak marga, yang anggotanya tersebar di seluruh benua. Keempat anak
marga tersebut dengan penjelasan ciri – ciri dan beberapa contoh anggota
jenisnya adalah sebagai berikut :
5
2.1.1 Anak Marga Drosophila
a. Bristle kedua lebih dari setengah panjang oral bristle pertama,
hampir selalu panjang oral bristle kedua sebesar bristle pertama, jika
vibrissa tunggal, carinanya besar dengan sulkus median yang
pendek.
b. Garis – garis (pita – pita) apical pada tergit abdomen anterior
terputus ditengah (tidak bersambung), pipi sering kali lebar, femur
depan dalam beberapa spesies mempunyai deret ventromedial
setulae yang berwarna hitam, kuat dan pendek (femoral comb).
2.1.2 Anak Marga Sophophora
a. Bristle kedua lebih dari setengah panjang oral
bristle pertama, hampir selalu panjang oral bristle kedua sebesar
bristle pertama, jika vibrissa tunggal, carinanya besar dengan sulkus
median yang pendek.
b. Garis – garis (pita – pita) pada tergit abdomen
bersambung, pipi biasanya sempit dan tidak mempunyai femoral
comb.
2.1.3 Anak Marga Hirtodrosophila
a. Vibrissa tunggal, carina jika ada tidak tidak bersulkus,
b. Prescutellar acrostical tidak membesar, bristel anterior dan tengah
steropleural, dan bristel orbital reclinat anterior, biasanya kecil dan
halus.
c. Femur depan tanpa deret ventromedial bristle yang seperti rambut
kusut.
2.1.4 Anak Marga Scaptodrosophila
a. Vibrissa tunggal, carina jika ada tidak bersulkus.
6
b. Dengan 1, 2 atau semua (biasanya) dari karakter berikut : bristle
acrostical prescutellar yang membesar, bristle steropleural
(anterior, tengah dan posterior) semuanya besar dan ada bristel
propleural.
2.2 Ciri – Ciri Morfologi untuk Identifikasi Drosophila
Menurut Bock, IR. (1976) dalam Warsini (1996), menyebutkan beberapa
ciri-ciri yang digunakan untuk proses identifikasi Drosophila, antara lain:
2.2.1 Kepala
Ciri-ciri morfologi yang digunakan dalam klasifikasi biasanya adalah :
a. Perbandingan antara bagian pipi terlebar dengan diameter mata terbesar.
b. Perbandingan antara lebar kepala bagian dorsal dengan panjang kepala
bagian dorsal.
c. Bulu arista, ocellar, oral, orbital, dan bulu vertikal.
d. Carina terletak diantara antenna. Bentuk dan tingkat perkembangan
carina bervariasi dari tidak ada sampai berbagai tingkat penonjolan
(kurang, sedang dan sangat menonjol).
Gambar 1. Ciri morfologi kepala. (Kiri) kepala tampak lateral. (Kanan) kepala tampak
dorsal.( AR, arista; IV, inner vertical bristle; OI, proclinate orbital bristle; O2
anterior reclinate orbital bristle; O3, posterior reclinate bristle; OC, ocellar
7
bristle; OV, outer vertical bristle; VI, oral bristle (vibrissa); V2, second oral
bristle; PV, post vertical bristle).
(Sumber: Bock,1976).
2.2.2 Dada
Ciri-ciri morfologi yang digunakan dalam klasifikasi adalah :
a. Jumlah deret bulu acrostical terletak didepan, antara deret dorsocentral.
b. Sterno-index, yaitu perbandingan antara panjang bristle SP1 sampai
dengan SP3.
c. Bulu prescutelar, scutellar, propleural, humeral, presutunal, notupleural
dan bulusupralar.
Gambar 2. Aspek Morfologi Dada: (kiri), dada tampak dorsal. (kanan), thoraks tampak
lateral. (ADC, anterior dorsosentral; PDC, posterior dorsocentral; PS,
prescutellar; ASC, anterior scultellar; PSC, posterior scultellar; H1, H2,
humeral; MP, mesopleuron; NP1, NP2, notopleural; PP, propleural; PS,
presutural; SA1; SA2, supra-alar bristle; SP1; SP2; SP3, anterior, tengah, dan
posterior sternopleural) bristle; 1, 2, 3, posisi kaki depan, tengah, dan
belakang) (Sumber : Bock, 1976).
8
2.2.3 Sayap
Ciri-ciri morfologi yang sering diperlihatkan adalah : index costal (C –
index) a/b, indeks vena keempat (4V – idex) c/d, e/f, M – index e/d, g/(g+h).
Gambar 3. Aspek Morfologi Sayap. (ACV, anterior crossvein; AV, auxillary vein; CV,
costal vein; DC, distal cell,; L1-L5, first to fifth longitudinal vein; PCV,
posterior crossvein; SBC, second basal cell; a-h, ukuran perbandingan
determinasi) (Sumber : Bock, 1976).
2.2.4 Ukuran tubuh
Panjang tubuh ditentukan berdasarkan jumlah dari panjang kepala,
panjang thoraks, dan panjang abdomen. Dalam menentukan nama jenis
Drosophila, ada satu atau beberapa ciri khusus yang dimiliki oleh tiap jenis
Drosophila. Menurut Shorrocks (1972) dalam Warsini (1996), dijelaskan
bagian tubuh Drosophila yang digunakan dalam proses identifikasi, yaitu :
Gambar 4 : a. Kaki Drosophila Betina; b. Metatarsus dari kaki I Drosophila jantan yang
memperlihatkan sisir kelamin. (Sumber, Warsini 1996)
9
Selain menggunakan kaki drosophila sebagai ciri morfologi dalam
mengidentifikasi, empodium juga dapat digunakan. Empodium adalah satu
struktur yang timbul dari antara kuku-kuku pada ruas tarsus terakhir.
Empodium adalah seperti rambut atau tidak ada pada kebanyakan lalat.
(Borror, 1991)
Gambar 5. Ujung tarsus, pandangan dorsal. A, alat perampok, dengan empodium seperti
rambut; B, lalat-kuda, dengn empodium yang berbentuk pulvili. Emp,
empodium; pul, pulvili; tcl, kuku tarsus; ts, ruas tarsus yang terakhir (Sumber:
Borror, 1991).
2.2.5 Perut
Perut Drosophila terbagi atas segmen – segmen, yang biasanya
mempunyai pigmentasi (warna). Pada ujung abdomen Drosophila terdapat
ovopositor yang dapat dipakai sebagai pembeda antara jantan dan betina.
10
Gambar 6. ♂ Jantan memiliki epandrium, ♀ memiliki ovipositor (terdapat seperti
tonjolan) (Sumber: Chyb, Sylwester and Gompel, Nicolas. 2012)
2.3 Penyebaran Drosophila
Marga Drosophila mempunyai jumlah anggota yang sangat besar,
bermacam-macam, dan habitatnya tersebar luas. Anggota-anggotanya ditemukan
mulai dari dataran rendah hingga daerah pegunungan dan dari daerah tropis
sampai daerah tundra. Daratan subur, gurun pasir, rawa dan savanna, semuanya
merupakan habitat dari anggota-anggota Drosophila, tak terkecuali daerah hutan
dan pegunungan (King, 1975 dalam Warsini 1996).
Kondisi alam dari masing-masing daerah di atas yang berbeda satu sama lain,
akan memungkinkan ditemukannya jenis-jenis Drosophila yang juga berbeda
antar daerah atau habitat, walaupun ada jenis Drosophila yang bersifat
kosmopolit. Perbedaan jenis-jenis Drosophila yang hidup di suatu daerah,
disebabkan oleh adanya kondisi khusus yang ada di daerah tersebut, seperti jenis
makanan tertentu yang tidak ditemukan di daerah lain, juga sifat adaptif
Drosophila yang sudah terbiasa dengan kondisi alam di daerah tertentu.
Shorrocks (1991) dalam Warsini (1996) juga mengemukakan bahwa faktor
yang menjadi pendorong adanya perbedaan penyebaran habitat tersebut adalah
adanya rintangan alam yang dapat menjadi isolasi bagi penyebaran jenis-jenis
Drosophila dari daerah satu ke daerah lain. Sebagai contoh adalah adanya
11
rintangan alam yang berupa lautan luas atau gunung-gunung yang tinggi, yang
akan memperkecil terjadinya migrasi jenis-jenis Drosophila ke daerah lain.
Kondisi inilah yang menyebabkan jenis-jenis Drosophila yang ada di suatu pulau
atau kawasan tertentu akan sangat mungkin berbeda dengan jenis-jenis
Drosophila yang ada di kawasan lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya
perpindahan Drosophila ke daerah lain yang jaraknya jauh atau kondisi daerahnya
berbeda. Misalnya terbawa oleh transportasi hasil bumi dari daerah pegunungan
ke daerah perkotaan atau sebaliknya.
12
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
Penelitian mengenai “Identifikasi Drosophila Tangkapan dari Daerah Malang,
Kediri, dan Madura” ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif observatif. Hal
ini dikarenakan penelitian ini mengamati ciri-ciri morfologi dari Drosophila yang
ditemukan pada ketiga daerah penangkapan serta mengidentifikasi jenis atau spesies
Drosophila tersebut menggunakan kunci identifikasi.
13
Kediri Madura
Marga Drosophila mempunyai jumlah anggota yang sangat besar, bermacam – macam, dan habitatnya tersebar luas.
Adanya kondisi berbeda memungkinkan ditemukannya spesies yang berbeda
Malang
Kesimpulan
Persamaan ciri morfologi dapat dijadikan sebagai kunci untuk mencari spesies
Mengidentifikasi jenis lalat yang diamati berdasarkan kunci
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian secara deskriptif
kualitatif. Karena pada penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan ciri-ciri
morfologi Drosophila hasil tangkapan, yaitu individu jantan pada keturunan
ketiga (F3).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat pengambilan sampel Drosophila pada tiga daerah, yaitu :
1. Malang, di Arjosari
2. Madura, di Pamekasan
3. Kediri, di Pare
Penelitian dimulai bulan 8 Februari sampai 14 April 2014 yang bertempat di
Laboratorium Genetika ruang 310, gedung Biologi (O5) FMIPA Universitas
Negeri Malang.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah Drosophila tangkapan dari daerah
Malang, Kediri, dan Madura. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Drosophila Malang, Kediri, dan Madura yang ditangkap di lingkungan
daerah. Untuk tehknik pengambilan sampel yang digunakan adalah tekhnik acak
(random sampling). Yaitu dengan memasang jebakan berupa botol selai yang
telah diisi dengan irisan buah. Lalat yang ada disekitar jebakan berpeluang
masuk untuk menjadi sampel. Sampel ini diambil disekitar rumah peneliti, pasar,
dekat tempat penjual buah, dan didaerah dekat dengan tempat sampah.
14
4.4 Alat dan Bahan
4.4.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : kompor gas, blender, pisau,
timbangan, panci, sendok, botol selai, spon, selang ampul, selang kecil,
mikroskop stereo.
4.4.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini beupa: Drosophila tangkapan
dari masing-masing kota (Malang, Kediri, dan Madura), pisang Raja Mala, tape
singkong, gula merah, air, yeast, kain kassa, kertas pupasi, kertas label, dan
plastik bening.
4.5 Prosedur Kerja
4.5.1 Menangkap Drosophila
1. Menentukan daerah pengambilan sampel, yaitu di daerah Malang,
Kediri, dan Madura.
2. Menyiapkan umpan untuk Drosophila yang berupa potongan pisang,
pepaya atau jenis buah-buahan yang lain.
3. Meletakkan umpan ke dalam botol selai dan kemudian membiarkannya
di sampai dihinggapi lalat buah.
4. Apabila sudah banyak Drosophila yang masuk di dalam botol selai,
segera menutup botol dengan menggunakan spon atau kain kasa.
4.5.2 Membuat Medium
o Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
1. Mengupas dan memotong pisang menjadi potongan-potongan kecil.
2. Mengiris gula merah kecil- kecil.
3. Menimbang pisang 700 gram, tape singkong 200 gram, dan gula merah
100 gram (untuk satu resep).
15
4. Memblender pisang dan tape singkong yang telah ditambah sedikit air
sampai halus
5. Memasak hasil blenderan selama 45 menit untuk satu resep.
6. Memasukkan gula merah ketika proses pemasakan.
7. Memasukkan medium yang telah masak secukupnya ke dalam botol
selai. Menutup botol selai dengan menggunakan spon.
8. Mendinginkan botol selai dengan menggunakan air rendaman dalam
ember.
9. Setelah dingin, membersihkan uap air di sekeliling dinding botol dengan
tissue.
10. Memberikan sedikit yeast (± 3 butir) dan sebuah kertas pupasi ke dalam
botol.
4.5.3 Membuat Stok
1. Menyiapkan botol selai yang telah berisi medium.
2. Memasukkan Drosophila tangkapan dari masing-masing daerah pada
botol.
3. Memberi label pada masing-masing botol.
4. Menunggu hingga muncul pupa yang siap diampul.
4.5.5 Mengampul pupa
1. Memotong selang plastik sekitar 6 cm
2. Memasukkan potongan pisang rajamala ke dalam selang
3. Mengambil pupa yang berwarna hitam menggunakan kuas dari botol ke
dalam selang.
4. Menutup selang menggunakan spon.
5. Menunggu hingga pupa menetas.
4.5.6 Mengamati Drosophila
1. Menyiapkan mikroskop stereo.
2. Memindahkan Drosophila dari ampulan kedalam plastik bening.
16
3. Mengamati minimal 50 ciri morfologi Drosophila dibawah mikroskop
stereo, yaitu bagian kepala, toraks, badan, sayap, dan kaki.
4. Mengelompokan Drosophila yang memiliki ciri-ciri sama sedaerah.
5. Memisahkan lalat jantan dan betina.
4.5.7 Melakukan Pemurnian
1. Mengampul pupa hitam dari stok yang tersedia dari masing-masing
daerah.
2. Mengamati ciri-ciri morfologi Drosophila yang telah menetas
berdasarkan 50 ciri yang didapat.
3. Mengawinkan drosophila jantan dan betina dalam satu spesies (yang
memiliki ciri-ciri morfologi yang sama) ke dalam botol selai yang sudah
diisi dengan medium.
4. Mengampul pupa yang telah menghitam dari hasil perkawinan
Drosophila.
5. Setelah pupa menjadi lalat, mengamati ciri-ciri morfologinya.
6. Membuang lalat F1 yang tidak sama dengan paretal.
7. Menyilangkan sesame F yang memiliki ciri sama dengan induknya
(paretal) dan begitu seterusnya sampai mendapat F3.
8. Setelah mendapat F3 mengamati fenotipnya dan mengidentifikasi.
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperoleh dari pengamatan ciri-ciri morfologi
Drosophila tangkapan yang berasal dari daerah Malang, Kediri, dan Madura.
Pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi Drosophila dilakukan secara langsung
menggunakan mikroskop stereo. Data yang digunakan dalam identifikasi
Drosophila berasal masih terbatas pada F1 untuk Drosophila Malang dan
Madura. Sedangkan identifikasi Drosophila Kediri masih pada F2.
17
4.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data mengenai identifikasi Drosophila di daerah Malang,
Kediri, dan Madura dengan menggunakan kunci identifikasi untuk mengetahui
jenis Drosophila yang diamati berdasarkan ciri-ciri morfologinya.
18
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
5.1 Data
Hasil pengamatan pada Drosophila tangkapan Malang, Kediri, dan
Madura sebagai berikut:
Tabel 5.1.1 Ciri Morfologi Drosophila Tangkapan dari Daerah Malang, Kediri, dan Madura.
NO Bagian
Tubuh
CIRI
MORFOLOGI
Asal Daerah
Malang Madura Kediri
1. K
E
P
A
L
A
Memiliki antenna sepasang
√ √ √
2. Memiliki mata majemuk
√ √ √
3. Memiliki mata mejemuk merah
√ √ √
4. Terdapat pseudoppupil
√ √ √
5. Memiliki faset mata
√ (Halus) √ (Halus) √ ((Halus)
6. Terdapat rambut vibrissa pada posterior mulut
√ √ √
7. Memiliki ocelli
√ √ √
8. Memiliki bulu postvertical sepasang
√ √ √
9. Memiliki bulu ocellar
√ √ √
10. Memiliki gena
√ √ √
11.Memiliki bulu anterior vertical
√ √ √
12. Mata tunggal √ √ √
19
berjumlah 3
13. Memiliki first oral
bristle
√ √ √
14. Memiliki second
oral bristle
√ √ √
15. Memiliki oral
bristle kedua
(vibrisae) lebih
panjang dari oral
bristle pertama
√ √ √
16. Sungut yang
terlihat dalam
pengamatan
terbagi dalam 2
segmen
√ √ √
17. Bentuk mata ocelli Bulat Bulat Bulat
18. Arista bercabang √ √ √
19. Memiliki alat
penghisap
(proboscis)
√ √ √
20. T
H
O
R
A
X
Terdapat
sternopleural
middle bristle
√ √ √
21. Terdapat
sternopleural
posterior bristle
√ √ √
22. Terdapat sepasang √ √ √
20
A
B
D
O
M
E
halter
23. Bagian scutum
humeral berjumlah
1 pasang
√ √ √
24. Terdapat rambut
anterior scutellar
√ √ √
25. Terdapat rambut
posterior scutellar
√ √ √
26. Terdapat anterior
dorsosentral bristle
√ √ √
27. Terdapat posterior
dorsocentral
bristle
√ √ √
28. Bristle lebih hitam
dari pada rambut
√ √ √
29. Terdapat anterior
dan posterior noto
pleural
√ √ √
30. Jumlah segmen
abdomen : 5
√ √ √
31. Warna tubuh
kuning kecoklatan
√ √ √
32. Ruas abdomen
memiliki rambut
√ √ √
33. Ujung abdomen
posterior: tumpul/
√ √ √
21
N
S
A
Y
P
runcing
34. Ujung abdomen
berwarna pucat
√ √ √
35. Ujung abdomen
lalat jantan
terdapat lengkung
genital (kait sex)
√ √ √
36. Ujung abdomen
betina terdapat
tonjolan runcing
(ovopositor)
√ √ √
37. Memiliki garis
abdomen yang
lebih gelap dari
warna abdomen
√ √ √
38. Warna ujung
abdomen
Coklat
kekuningan
Coklat
kekuningan
Coklat
kekuningan
39. Memiliki sayap
melebihi panjang
tubuhnya
√ √ √
40. Ujung sayap
berbentuk
membulat/tumpul
Membulat Membulat Membulat
41. Terdapat bagian
anterior cross vein
pada sayap
√ √ √
42. Terdapat rambut- √ √ √
22
K
A
K
I
rambut pada
bagian vena kosta
43. Vena mencapai
tepi sayap
√ √ √
44. Terdapat auxiliary
vein pada sayap
√ √ √
45. Terdapat bagian
posterior cross
vein antara vena
ke 4 dan 5
√ √ √
46 Terdapat bagian
anterior cross vein
antara vena ke 3
dan 4
√ √ √
47 Terdapat rambut-
rambut pada
bagian femur
√ √ √
48 Terdapat rambut-
rambut tibia
√ √ √
49. Sisir kelamin (sex
comb) jantan
tersusun secara
transversal,
jumlahnya 5 deret
pada tarsus I dan 3
deret pada tarsus II
√ √ √
23
50. Segmen tarsus
terbagi menjadi 5
segmen
√ √ √
51. Terdapat kuku
pada tarsus
terakhir
√ √ √
Keterangan:
Tanda (√) : Ada
Tabel 5.1.2 Tabel perbandingan anatara Drosophila jantan dan Drosophila betina kota Malang, Kediri,
dan Madura
No.Perbandingan jantan dan betina
Jantan Betina
1.
Memiliki sisir kelamin (sex comb)
yang terletak pada bagian tarsus I
dank e II
Tidak Memiliki sisir kelamin (sex
comb), namun hanya rambut-rambut
halus.
2.Bagian posterior jantan terdapat kait
sex.
Bagian posterior betina terdapat
ovipositor
24
5.2 Foto Hasil Pengamatan
1.1 Drosophila tangkapan kota Malang
Gambar 6 : Drosophila ananassaeKeterangan : Betina; A (Mata majemuk), B ( Sayap), C (Abdomen), D (Tungkai),E(toraks)
(Sumber : Dokumen pribadi)
Gambar 7 : Drosophila anannasae Keterangan : Jantan; A (Sex- Comb), B (torax), C (Tungkai), D(arista), E(apical bands), F(3 mata ocelli)
(Sumber : Dokumen pribadi)
25
A
D
C
B
C
B
A
D
E
E
F
2.2 Drosophila tangkapan kota Kediri
Gambar 8 : Drosophila ananassaeKeterangan : Jantan; A (Mata majemuk), B ( sex comb), C (Abdomen), D(sayap)
(Sumber : Dokumen pribadi)
Gambar 9 :Drosophila ananassaeKeterangan : Betina:A (Sayap), B (Abdomen), C (Ovipositor), D(Mata majemuk)
(Sumber : Dokumen pribadi)
26
BA
DC
AB
C
D
1.3 Drosophila tangkapan kota Madura
Gambar 10 :Drosophila ananassae
Keterangan : Betina ; A (Sayap), B (Abdomen), C (Tungkai), D(mata majemuk), E(3 mata ocelli),
F(Thorax) (Thoraks) (Sumber: Dokumen pribadi)
Gambar 11: Drosophila ananassae
Keterangan : Jantan; A (mata majemuk), B (sayap), C (Femur), D(Tibia), E(Tarsus), F(Sex Comb)
(Sumber: Dokumen pribadi)
27
A
D
D
B
E
C
A
F
C
E
B
G
5.3. Gambar Hasil pengamatan
Bagian Kepala
Bagian Thorax
Bagian Abdomen
Bagian Sayap
Bagian Kaki
5.4. Analisa Data
Untuk mengidentifikasi Drosophila tangkapan dari daerah Malang,
Kediri, dan Madura digunakan kunci identifikasi dari buku Bock (1976).
Pengamatan ciri-ciri morfologi Drosophila dengan menggunakan mikroskop
stereo, kemudian mendokumentasikan Drosophila yang kami amati.
Dari ciri-ciri morfologi yang didapatkan, setelah dicocokkan dengan kunci
identifikasi dari buku Bock (1976) didapatkan satu jenis spesies. Daerah Malang,
Kediri, dan Madura termasuk daam spesies Drosophila ananassae. Hasil dari
kunci identifikasi tersebut adalah :
1. Identifikasi lalat Malang, Kediri, dan Madura
1 Vibrisae pertama (oral briste kedua lebih kecil dari oral bristle
pertama).................................................................................................2
Oral bristle kedua panjangnya lebih dari setengah panjang oral bristle
pertama..................................................................................................3
3(1) Garis-garis apikal pada targit abdomen anterior biasanya terputus pada
garis tengah, pipi biasanya lebar, bagian depan femur pada beberapa
spesies dengan garis ventromedial pendek hitam kuat setulae (femoral
comb) (subgenus Drosophila dan Dorsilopha).....................................4
Garis-garis apikal pada targit abdominal bersambungan, pipi biasanya
sempit, femoral comb tidak pernah terlihat (subgenus
Saphopora)..........................................................................................13
13(3) Tubuh, dan semua bristle, rambut dan arista transparan, jantan tanpa
sex comb........................................................................Flavoherta (21)
Bristle dan arista berwarna hitam.......................................................14
14(13)Jantan dengan sex comb yang jelas tersususn secara longitudinal,
transversal atau miring dengan bristle hitam kuat pada fore tarsus....20
Jantan tanpa sex comb atau dengan tarsus modifikasi yang tidak
berarti.................................................................................................15
20(14) Sex comb tersusun longitudinal panjang pada metatarsus dan segmen
kedua tarsal.........................................................................................25
Sex comb tersusun dalam deret transversal atau miring....................21
21(20) Sex comb dalam baris pada bagian metatarsus yang
rendah................................................................................................22
Sex comb tersusun dalam deretan bristle yang tersusun transversal
pada dua segmen tarsal pertama.........................................................23
23(21)Abdomen jantan berwarna hitam ...............................pseudotakahashii
Andomen jantan pucat, semua tergit dengan garis/pita posterior yang
gelap dan ramping.............................................................................24
24(23) Sex comb terdiri atas dua deret bristle pada metatarsus dan satu deret
pada segmen tarsal kedua....................................pseudoananassae (17)
Sex comb terdiri dari 5 deret bristle pada metatarsus dan 3-4 deret
padda segmen tarsl kedua.................................................... ananassae
BAB VI
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada Drosophila, ciri
morfologi yang dipakai dalam mengidentifikasi Drosophila tangkapan meliputi oral
bristle, pipi, bristle dan arista, sex comb, serta abdomen. Pada saat pengamatan
diketahui bahwa oral bristle kedua lebih pendek daripada oral bristle pertama, pipi
sempit, bristle dan arista berwarna hitam, sex comb tersusun transversal pada dua
segmen tarsus pertama, bristle pada sex comb hitam kuat, warna abdomen, tergit
dengan garis apikal yang gelap di posterior, sex comb terdiri dari 5 deret bristle pada
tarsus pertama dan 3 baris pada segmen tarsus kedua. Dari hasil identifikasi
Drosophila dari masing-masing daerah, didapatkan ciri-ciri yang menunjukkan bahwa
Drosophila yang ditemukan pada semua daerah yaitu Malang, Kediri, dan termasuk
dalam spesies Drosophila (Sophophora) annanassae Adapun ciri-ciri dari anak
marga Sophophora ini antara lain :
a. Memiliki vibrissae tunggal
b. Oral bristle kedua lebih pendek daripada oral bristle pertama
c. Pipi sempit
d. Bristel dan arista hitam
e. Jantan memiliki sex-comb
Drosophila hasil tangkapan dari daerah Malang, Kediri, dan Madura setelah
diamati dan diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi Bock (1976), tampak
mempunyai ciri-ciri yang sama persis. Hal ini menunjukkan bahwa Drosophila dari
semua daerah yang menjadi sampel proyek termasuk dalam satu spesies yaitu
Drosophila (Sophophora) annanassae. Ciri-ciri yang dimilki oleh Drosophila
tangkapan dari Malang, Kediri, dan Madura tersebut adalah sebagai berikut :
Memiliki sepasang antena, memiliki mata majemuk merah, terdapat
pseudopupil, memiliki faset mata halus, terdapat vibrassa pada posterior mulut,
memiliki ocelli, memiliki bulu postvertical, memiliki gena, memiliki bulu
interocellar, memiliki mata tunggal berjumlah 3, memiliki first oral bristle, memiliki
second oral bristle, memiliki oral bristle kedua lebih panjang dari oral bristel pertama.
Sungut terbagi menjadi 2 segmen, arista bercabang, bentuk mata ocelli bulat,
memiliki alat penghisap (proboscis), pada thorax terdapat stenopleural middle bristle,
terdapat stenopleural posterior bristle, terdapat sepasang halter, bagian scutum
humeral berjumlah 1 pasang, terdapat rambut anterior dan posterior scutellar, terdapat
anterior, posterior dorsocentral bristle, terdapat bristle lebih hitam daripada rambut,
terdapat anterior dan posterior notopleural, pada abdomen jumlah segmennya 5,
warna tubuh kuning kecoklatan, ruas abdomen memiliki rambut, ujung abdomen
berwarna pucat, ujung abdomen lalat jantan tumpul sedangkan pada lalat betina
runcing, pada ujung abdomen lalat jantan terdapat kait sex atau epandrium, pada
ujung abdomen betina terdapat ovopositor, memiliki garis obdomen lebih gelap
daripada warna abdomen, ujung abdomen coklat kekuningan, memiliki sayap lebih
panjang dari tubuhnya. Ujung sayap membulat, terdapat bagian anterior cross vein
pada sayap, terdapat rambut-rambut pada vena costa, vena mencapai tepi sayap,
terdapat auxilary vein pada sayap, terdapat bagian posterior cross vein antara vena ke
4 dan 5, terdapat bagian anterior cross vein antara vena ke 3 dan 4. Terdapat rambut-
rambut pada bagian femur, terdapat rambut-rambut pada tibia, sisir kelamin pada sex
comb jantan tersusun secara transversal jumlahnya 5 deret pada tarsus I dan 3 deret
pada tarsus ke II. Segmen tarsus terbagi menjadi 5, terdapat kuku pada tarsus terakhir.
Menurut King (1974) dalam Aini (1992) bahwa penyebaran Drosophila
annanassae dapat mencapai semua wilayah geografis, kehadirannya terbesar pada
daerah tropik, dan seringkali ditemukan di daerah pemukiman. Dari pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa Drosophila annassae bersifat kosmopolit.
Kesimpulan ini diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Widodo
(1998) dan Corebima (1990) dalam Munawaroh (1996) yang menyatakan bahwa
Drosophila ananassae ditemukan dalam frekuensi yang relatif tinggi pada setiap
musim. Hal ini, disebabkan Drosophila annanassae mempunyai tingkat adaptif yang
tinggi, sehingga individu ini bisa hidup disemua tempat tanpa mengenal waktu dan
musim.
Dalam pengidentifikasian yang dilakukan, identifikasi hanya pada individu
jantan, hal ini karena individu jantan mempunyai ciri-ciri khusus sehingga digunakan
sebagai dasar untuk melakukan identifikasi. Selain itu individu jantan pada
Drosophila annassae ini memliki perbedaan yang nyata dengan spesies lain. Hal ini
sependapat menurut Warsini (1996) yang menuliskan dalam skripsinya yaitu
identifikasi hanya dilakukan pada Drosophila yang berjenis kelamin jantan, karena
kunci identifikasi yang ada ke arah ciri kelamin jantan. Kelamin jantan perbedaan
antar jenis sangat nyata. Selain dari Warsini (1996), pernyataan serupa juga
diungkapkan menurut Aini (1992) yang menyatakan bahwa pengukuran terhadap
Drosophila annassae pada individu jantan, karena dasar yang dipakai dalam kunci
identifikasi umumnya untuk individu jantan. Hal ini juga didukung oleh Bock (1982)
dalam Warsini (1996) yang dituliskan dengan tabel ciri-ciri khusus yang digunakan
untuk menentukan nama jenis Drosophila adalah terbatas pada ciri-ciri khusus yang
mengarah pada hewan jantan.
Dalam penelitian identifikasi Drosophila tangkapan ini dilakukan sampai
mendapatkan F3 (sampai mendapat 3 generasi) dengan cara mengawinkan
saudaranya sendiri (satu spesies). Hal ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh
galur murni. Kami berpendapat bahwa pada pemurnian sampai mendapat generasi
yang ketiga sudah mendapatkan galur yang murni yang sudah cukup memenuhi
syarat dalam penelitian kami. Tetapi dalam penelitian kami masih belum
mendapatkan F3 atau generasi ketiga. Penelitian kami masih sampai pada F2 pada
lalat dari Kediri serta lalat Madura dan Malang masih mendapatkan F1. Sehingga
hanya didapatkan fekuensi keheterozigotan sebesar 25% dan frekuensi
kehomozigotan sebesar 75 % pada lalat dari daerah Kediri. Sedangkan pada lalat dari
daerah Malang dan Madura frekuensi keheterozigotan sebesar 50% jadi masih belum
bisa dikatakan sebagai galur murni. Rumus untuk menghitung frekuensi
keheterozigotan menurut Baumgardner (1946) adalah sebagai berikut: f(Aa) t = (1/2)t
f(Aa)0 , dimana f(Aa)t adalah frekuensi keheterozigotan pada keturunan ke t.
Gambar Proses mendapatkan galur murni
Perkawinan dengan spesies yang sama tersebut menunjukan kemungkinan
besar bahwa gamet yang berasal dari gen yang identik, sehingga diperoleh keturunan
yang homozigot seperti parental. Hal ini didukung dengan pernyataan menurut
Stanfield (1983) dalam Munawaroh (1996) yaitu pembuahan sendiri atau perkawinan
antar individu-individu berkerabat dekat dalam banyak generasi (inbreeding)
biasanya menghasilkan suatu populasi yang homozigot pada hampir semua lokus.
Perkawinan antar individu yang homozigot menurut galur murni hanya menghasilkan
keturunan yang homozigot seperti induk (parentalnya). Begitu pula dengan
pernyataan Corebima (2003) yaitu galur murni adalah populasi-populasi yang
merupakan turunan murni tanpa adanya variasi genetik yang berarti. Galur murni
total akan terpenuhi jika seluruh pasang alela berada dalam keadaan homozigot
(karakter yang dikontrol oleh dua gen atau sepasang gen yang identik), dan galur
murni total ini merupakan akibat yang paling jauh dari peristiwa inbreeding.
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Russell (1992) dalam Munawaroh
(1996) bahwa inbreeding melibatkan perkawinan individu yang berkerabat dekat.
Pada awal inbreeding, populasi menunjukkan banyak variasi fenotip sejak individu
membawa alel yang heterozigot. Dengan meneruskan inbreeding, maka lokus
menjadi homozigot, dan menghasilkan galur murni dengan karakteristik yang konstan
pada inbreeding yang lebih lanjut.
Selanjutnya menurut Gardner (1991) menjelaskan bahwa jika parental
heterozigot (Aa) kemudian mengalami fertilisasi sendiri maka akan menghasilkan 3
jenis keturunan, yaitu AA, Aa, dan aa dengan rasio 1:2:1. Pada tahap ini, frekuensi
dari keturunan yang heterozigot adalah 0,5. Jika fertilisasi sendiri terus berlanjut
secara terus menerus sampai generasi berikutnya, maka keadaan homozigot akan
benar-benar diturunkan, sedangkan keadaan heterozigot akan berpisah lagi sehingga
frekuensinya berkurang menjadi 0,25. Dengan terus berlangsungnya fertilisasi sendiri
sampai beberapa generasi, maka frekuensi kemunculan heterozigot menurun hingga
50 % menjadi 0,008 pada generasi ketujuh dan 0,001 pada generasi kesepuluh. Pada
tahap ini populasi keturunan homozigot adalah 99,9 %. Proses fertilisasi sendiri yang
terjadi berulang-ulang mengakibatkan efek pada perkawinan yang tidak acak yang
disebut inbreeding.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan Sementara
1. Berdasarkan pengamatan, Drosophila tangkapan dari daerah Malang, Kediri,
dan Madura memiliki ciri morfologi yang sama. Diantaranya yaitu oral bristle
kedua lebih pendek daripada oral bristle pertama, pipi biasanya sempit, bristle
dan arista hitam, sex comb tersusun transversal pada dua segmen tarsus,
bristel pada sex comb hitam kuat, abdomen jantan pucat, sex comb terdiri
dari 5 deret bristle dan 3 deret pada segmen tarsal kedua.
2. Spesies Drosophila tangkapan dari daerah Malang, Kediri, dan Madura
merupakan Drosophila ananassae.
7.2 Saran
Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut mengenai pengidentifikasian ciri
morfologi Drosophila agar informasi yang diperoleh lebih lengkap. Sebaiknya
penelitian dilakukan dalam rentang waktu yang lama agar pemurnian dapat
dilakukan dengan maksimal untuk mendapatkan galur murni.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nurul. 1992. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Aspek-Aspek Morfologi
Drosophila (sophopora) ananassae Doleschal. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Malang.
Bock, IR. 1976. Drosophilidea of Australia, I. Drosophila (Insecta : Diptera). :
CSIRO Melbourne Indayati, Nur. 1999. Pengaruh Umur Betina dan Macam
Strain Jantan Terhadap Kesuksesan Kawin D. Melanogaster. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA IKIP Malang.
Borror, Joyce Donald. 1991. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta: UGM
Press.
Chyb, Sylwester dan Gompel, Nicolas. 2012. Atlas of Drosophila Morphology.
Cambridge, England
Corebima, AD. 2003.Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.7
Gardner, Eldon John.dkk. 1991. Principle of Genetic Eight Edition. New York: John
Wiley & Sons.
Munawaroh. 1996. Indeks Isolasi pada Populasi Drosophila annanasae Lokal dari
Berbagai Ketinggian Tempat. Malang : Jurusan Pendidikan Biologi IKIP
Malang
Prasidha, Wiwin Eka.1995. Studi Tentang Jenis-Jenis Dan Sebaran Harian
Drosophila Di Beberapa Pasar Kotamadya Banjarmasin. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Malang.
Warsini. 1996. Identifikasi Jenis – Jenis Drosophila Di Kawasan Teluk Semut Pulau
Sempu Kabupaten Malang Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Malang.
LAMPIRAN
Drosophila tangkapan kota Malang
Gambar Lalat betina Drosophila ananassae
Gambar Lalat jantan Drosophila ananassae
Drosophila tangkapan kota Kediri
Gambar Lalat jantan Drosophila ananassae
Gambar Lalat betina Drosophila ananassae
Drosophila tangkapan kota Madura
Gambar Drosophila ananassae Jantan
Gambar Drosophila ananassae Betina
Top Related