I. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM
Memahami sifat fisik dan kimia rempah-rempah.
SASARAN BELAJAR
1. Mengidentifikasi jenis-jenis rempah dari bentuk, warna dan aroma.
2. Melakukan ekstraksi oleoresin.
3. Menganalisis hasil ekstraksi berdasarkan perbedaan kondisi bahan baku.
II. DASAR TEORI
Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai
sumber cita rasa dan aroma. Rempah-rempah ini sebagian mengandung oleoresin
sehingga cita rasa dan aromanya tajam serta spesifik. Dalam kehidupan sehari-
hari, rempah-rempah sering digunakan untuk memasak serta meramu jamu
tradisional. Hasil olahan rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam industri
parfum, farmasi, flavor, pewarna dan lain-lain (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Rempah-rempah dapat berasal dari umbi atau rimpang, biji, kulit batang,
bunga ataupun dari bagian tanaman tertentu. Jahe, kunyit, temulawak, kencur,
kunci, lengkuas, temuireng dan lempuyang merupakan rempah-rempah yang
berasal dari umbi atau rimpang, sedangkan pala, kemiri, kapol dan kardamon
merupakan rempah-rempah yang berasal dari biji. Lada atau merica merupakan
rempah yang berasal dari buah, sedangkan kayu manis berasal dari kulit batang
dan cengkeh yang berasal dari bunga (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Oleoresin adalah campuran kompleks yang diperoleh dengan ekstraksi,
konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (minyak atsiri) dan
komponen non-volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam
bentuk cairan kental atau pasta. Oleoresin terdiri dari minyak atsiri pembawa
aroma dan damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin dapat diperoleh melalui
ekstraksi dengan pelarut non polar atau polar (Suyitno, 1988). Tujuan proses
ekstraksi adalah untuk mendapatkan suatu produk oleoresin berkonsentrasi tinggi
yang stabil dalam flavor, bebas dari kontaminan mikroba, dan memiliki cara
penyimpanan yang lebih sederhana. Secara umum, proses ekstraksi meliputi
empat tahap yaitu penggilingan bahan, ekstraksi, penyaringan, dan penguapan
pelarut dalam keadaan vakum (Hui, 1992).
Menurut Guenther (1987), faktor yang menentukan keberhasilan ekstraksi
rempah-rempah terletak pada mutu pelarut yang dipakai. Pelarut yang dipakai
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Bersifat tidak larut dalam air
Bersifat selektif (spesifik melarutkan rempah-rempah)
Selektif disini mengandung arti bahwa pelarut harus dapat melarutkan semua
zat volatil yang terdapat dalam bahan dengan cepat dan sempurna, dan sedikit
mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, dan senyawa albumin.
Memiliki titik didih rendah dan seragam
Oleoresin bersifat volatil sehingga apabila titik didih pelarut tinggi maka
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melarutkan, sementara oleoresin
sudah mengalami penguapan terlebih dahulu.
Bersifat non polar atau polar
Pelarut polar atau non polar bergantung pada sifat (kelarutan) oleoresin yang
akan diekstrak pada pelarut tertentu.
Bersifat inert
Pelarut yang digunakan diupayakan tidak mudah bereaksi (inert), sehingga
fungsi pelarut tersebut hanya sebagai pelarut dan tidak bereaksi dengan
komponen rempah-rempah yang dapat mengubah sifat oleoresin.
Minyak atsiri yang dikenal dengan minyak eteris atau minyak terbang
(essensial oil / volatile oil) dapat diperoleh dari akar, batang, daun, dan bunga
tanaman dengan cara ekstraksi yaitu dengan sistem destilasi uap air mendidih atau
dengan pelarut yang mudah menguap. Minyak atsiri bersifat mudah menguap
pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau
wangi seperti tanaman penghasilnya, tidak larut dalam air dan umumnya larut
dalam pelarut organik. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas senyawa
volatil pada bahan adalah jenis bahan, umur bahan dan kondisi bahan (Syarief,
1988).
JAHE
Jahe merupakan tanaman semak berbatang semu dengan tinggi 30 cm
sampai dengan 1 m. Jahe memiliki daun tunggal, berbentuk langset dengan
panjang 15-28 mm. Rimpang jahe bercabang, berwarna putih kekuningan,
berserat, dan di bagian dalamnya berwarna kuning. Bentuk rimpang jahe pada
umumnya gemuk agak pipih dan kulitnya mudah dikelupas. Rimpang jahe berbau
harum dan berasa pedas (Anonimous1, 1994).
Jahe putih atau kekuningan merupakan salah satu jenis jahe dimana
memiliki rimpang yang lebih besar bila dibandingkan jenis yang lain, berwarna
kuning atau kuning muda, seratnya sedikit kuning dan lembut. Aromanya kurang
tajam dan rasanya kurang pedas. Jahe ini mengandung minyak atsiri 0,82-1,68%.
Jahe ini dapat digunakan sebagai bahan baku rempah-rempah, minuman dan
makanan. Contoh jahe putih adalah jahe gajah atau jahe badak. Jenis jahe ini bisa
dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar
atau jahe kering (Anonimous1, 1994).
Jahe segar dapat diolah lebih lanjut menjadi jahe kering atau jahe bubuk.
Jahe kering dipersiapkan untuk ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin. Tujuannya
agar dapat menghindari kerusakan jahe seminimal mungkin. Hal ini disebabkan
karena jahe memiliki sifat yang mudah rusak jika disimpan terlalu lama, baik
bentuk maupun struktur kimianya. Proses pembuatan jahe kering meliputi
pencucian, pemotongan, pemasukan jahe dalam air mendidih selama kurang lebih
15 menit dan penjemuran atau pengeringan. Jahe kering dapat dibedakan menjadi
tiga macam berdasarkan cara pengupasannya yaitu tanpa dikuliti, setengah dikuliti
dan dikuliti seluruhnya. Sedangkan jahe bubuk dalam pembuatannya
menggunakan jahe kering sempurna (kadar air sekitar 8-10 %). Bahan tersebut
kemudian digiling halus dengan ukuran sekitar 50-60 mesh dan dikemas dalam
wadah yang kering (Dzulkarnain, 1999).
Sifat pedas pada jahe bergantung pada umur panen. Semakin tua umurnya
maka semakin terasa pedas dan pahit. Komposisi kimia rimpang jahe
mempengaruhi tingkat aroma dan pedasnya rimpang jahe tersebut. Beberapa
faktor yang mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe adalah jenis, kondisi
tanah, umur panen, cara budidaya, penanganan pasca panen, cara pengolahan dan
ekosistem tempat tanaman ditanam. Rimpang jahe pada umumnya mengandung
minyak atsiri 0.25-3.3% yang terdiri atas zingiberen, curcumene, philandren
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992) zingerion, zingiberol, borneol, kamfer, sineol,
pati, oleoresin, Gingerin (Departemen Kesehatan R.I., 1978). Rasa pedas pada
jahe berasal dari senyawa gingerols dan shogaols. Kedua senyawa ini berada di
dalam oleoresin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Rimpang jahe yang masih segar mengandung gingerols dalam jumlah yang
banyak sehingga memiliki komponen rasa pedas yang dominan. Namun selama
pengeringan, komponen ini akan kehilangan air dan menjadi shogaols yang
intensitas rasa pedasnya lebih rendah. Selama ekstraksi terjadi degradasi lebih
lanjut membentuk paradol dan zingerol yang intensitas rasa pedasnya lebih
rendah lagi. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan
untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease yang ada di rimpang jahe
dapat melunakkan daging sebelum dimasak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Rimpang Jahe
Jenis JumlahProtein (g)Lemak (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)Besi (mg)Vitamin A (SI)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Air (g)Minyak atsiri (%)Resin (%)Resin netral (%)a & b resius (%)Gingerol (%)Asam organik (%)Pati (%)Oleoresin (Gingerin) (%)
1,51,021391,630
0,024
86,21,3501,2500,9500,8650,6006,80015,790
3-5Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (1992)
TEMULAWAK
Temulawak (Curcuma xanthorhiza L.) merupakan tanaman obat-obatan
yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Tanaman temulawak
berbatang semu yang merupakan metamorfosis dari daun tanaman. Tinggi
tajuknya bisa mencapai 2 m. Daunnya lebar berbentuk lanset, pada setiap helaian
dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang. Bunganya berwarna
kuning tua, berbentuk unik dan bergerombol. Rimpang temulawak berukuran
besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan atau kuning tua.
Daging rimpang berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang
menyengat dan rasanya pahit (Anonimous2, 2005).
Temulawak mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan
fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa
berwarna kuning kurkumin dan turunannya. Kurkuminoid yang memberi warna
kuning pada rimpang bersifat anti bakteri, anti kanker, anti tumor dan anti radang,
mengandungi antioksidan dan hipokolesteromik. Minyak atsiri berbau dan berasa
yang khas. Kandungan minyak atsiri pada rimpang temulawak 3-12%. Sedangkan
kandungan kurkuminoid di dalam temulawak sebesar 1-2%. Untuk menentukan
persentase ini dilakukan pemanasan pada temperatur 50-55oC, supaya tidak
merusak zat aktifnya dan untuk mendapatkan warna yang baik dari kurkuminoid
(Tainter dan Grenis, 1993).
Tabel 2.2. Komposisi Kimia Rimpang Temulawak
Jenis Jumlah (%)Pati 48.18-59.64Protein 29.00-30.00Abu 5.26-7.07Serat 2.58-4.83Kurkumin 1.60-2.20Minyak atsiri 6.00-10.00
Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (1992)
KUNIR
Kunir atau kunyit merupakan salah satu jenis tanaman rempah. Kunyit
merupakan jenis temu-temuan yang mengandung senyawa kimia berkeaktifan
fisiologi yaitu minyak atsiri (mengandung senyawa-senyawa kimia seskuiterpen
alkohol, turmeron dan zingiberen) dan kurkuminoid (mengandung senyawa
kurkumin dan turunannya berwarna kuning yang meliputi desmetoksikurkumin
dan bisdesmetoksikurkumin). Rimpang kunyit mengandung pati atau amilum,
gom dan getah. Minyak atsiri juga memberi aroma harum dan rasa khas pada
umbinya. Kunyit mengandung curcumin (zat berwarna kuning), turmeron,
zingiberen, minyak terbang, turmerol (minyak turmerin yang menyebabkan rasa
aromatis dan wangi kunyit), fellandren, kamfer, lemak, pati, damar-damaran
(Tainter dan Grenis, 1993).
Tanaman kunyit bercabang dan memiliki ketinggian antara 40-100 cm.
Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna
hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal,
bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan
memiliki tulang yang menyirip dengan warna hijau pucat. Tanaman ini berbunga
majemuk berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm
dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih atau kekuningan.
Ujung dan pangkal daun runcing, namun tepi daunnya rata. Kulit luar rimpang
berwarna jingga kecoklatan sedangkan daging buah berwarna merah kekuningan
(Tainter dan Grenis, 1993).
III. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
- Beaker gelas (Schott)
- Erlenmeyer (Schott)
- Gelas ukur (Herma)
- Oven vakum (Heraeus Instrument)
- Timbangan (Denver Instrument)
- IR Moisture Tester (Ohaus)
Rempah-rempah (bahan segar dan bubuk)
Pengamatan fisik (kenampakan dan warna)
- Termometer
- Cawan porselen
- Plat kaca
- Corong gelas
- Kertas saring
- Pipet tetes
- Penjepit cawan
- Kasa asbes
- Kompor
- Penangas air
- Aluminium foil
- Pisau dan telenan
- Sendok dan Piring
- Korek api
- Stopwatch
- Penggaris
3.2. Bahan
- Rempah segar (jahe, temulawak, kunir)
- Rempah bubuk (jahe, temulawak, kunir)
- Etanol 95%
IV. CARA KERJA
4.1. Kenampakan dan Warna
Pengupasan
Pengirisan tipis
Perataan pada pelat aluminium IR Moisture
Penungguan tulisan “test over”
Penekanan tombol “start”
Penutupan alat
Pencatatan kadar air bahan
Bahan Segar Bahan Bubuk
Penimbangan (2 g)
4.2. Penentuan Kadar Air
Penyaringan dengan kertas saring
Filtrat
Bahan Segar
Pengirisan tipis
Penimbangan 25 g dalam erlenmeyer
Penambahan etanol 95%(100 mL)
Pemanasan dan Pengadukan (50-60˚C,1 jam)
Penutupan dengan aluminium foil
Penambahan etanol 95% sampai garis batas
Pengupasan
Penimbangan cawan porselin konstan
Pengisian 25 mL filtrat
Pengovenan vakum 20 jam
OleoresinAnalisa : warna, aroma,% rendemen, laju alir
4.3. Ekstraksi Oleoresin
4.3.1. Bahan Segar
Bahan Bubuk
Penimbangan 15 g dalam erlenmeyer
Penambahan etanol 95% (60 mL)
Penutupan dengan aluminium foil
Pemanasan dan Pengadukan (50-60˚C, 1 jam)
Penambahan etanol 95% sampai garis batas
Filtrat
Penimbangan cawan porselin konstan
Pengisian 25 mL filtrat
Pengovenan vakum 20 jam
Oleoresin Analisa : warna, aroma,% rendemen, laju alir
4.3.2. Bahan Bubuk
Rumus % Rendemen :
% Rendemen = (berat cawan+oleoresin kering )−berat cawan
volume yang diambilvolume awal
x berat bahan x (1−kadar air)x 100 %
Cawan Porselin
Pemanasan 30’
Pendinginan 5’
Penimbangan
Cawan porselin konstan
Bahan Hasil Ekstraksi
Penetesan pada kaca miring
Pencatatan waktu alir
Laju alir bahan (cm/s)
4.4. Cawan Porselin Konstan
4.5. Penentuan Laju Alir
Penancapan kabel
Penekanan tombol ON
Pembukaan tutup IR
Pembersihan plat timbang
Penaburan bahan (2 g) secara merata
Penekanan tombol TARE
Penutupan tutup IR
Penekanan tombol START
Penungguan tulisan TEST OVER dan lampu mati
Pencatatan kadar air
Pengambilan plat dari samping
Pemasukan kembali plat
Penglihatan tanda *
Penglihatan tanda *
Lampu IR menyala
4.6. Penggunaan IR Moisture
V. HASIL PENGAMATAN
5.1. Analisis Bahan Baku
Tabel 5.1. Kadar Air dan Aroma Bahan Segar
Bahan SegarParameter
Kadar Air (%) Aroma dan SenyawanyaJahe 85,83 Pedas ZingiberenTemulawak 91,16 Aroma khas temulawak CurcuminKunir 91,15 Aroma khas kunir Curcumin
Tabel 5.2. Warna dan Kenampakan Bahan Segar
Bahan SegarParameter
Warna Kenampakan
Jahe Kuning muda
Temulawak Kuning oranye
Kunir Oranye
Tabel 5.3. Kadar Air dan Aroma Bahan Bubuk
Bahan BubukParameter
Kadar Air (%) Aroma dan SenyawanyaJahe 11,06 Harum, pedas Zingiberen
Temulawak 11,94Menyengat
+++Curcumin
Kunir 10,70Menyengat
++Curcumin
Keterangan :
(+) : intensitas aroma, semakin banyak (+) maka semakin menyengat aromanya
Tabel 5.4. Warna dan Kenampakan Bahan Bubuk
Bahan BubukParameter
Warna Kenampakan
Jahe Coklat muda
Temulawak Kuning muda+
Kunir Kuning tua+++
Keterangan :
(+) : intensitas warna, semakin banyak (+) maka semakin tua warnanya
Tabel 5.5. Penimbangan Bahan Segar
Berat (g)Bahan Segar
Jahe Temulawak KunirErlenmeyer 103,05 102,21 113,04Bahan + Erlenmeyer 128,35 127,52 138,23Bahan 25,30 25,31 25,19Cawan Kosong 34,22 40,27 37,58Cawan + Oleoresin Kering 34,72 44,05 39,26
Tabel 5.6. Penimbangan Bahan Bubuk
Berat (g)Bahan Bubuk
Jahe Temulawak KunirErlenmeyer 99,82 103,38 107,19Bahan + Erlenmeyer 114,82 118,47 122,30Bahan 15,00 15,09 15,11Cawan Kosong 34,40 32,22 50,73Cawan + Oleoresin Kering 35,15 33,05 51,57
Gambar 5.1. Bahan Segar (ki-ka: jahe, kunir, temulawak)
Gambar 5.2. Bahan Bubuk (ki-
ka: temulawak, kunir, jahe)
Gambar 5.3. Kunir Bubuk dan
Segar
Gambar 5.4. Jahe Bubuk dan Segar
Gambar 5.5. Temulawak Bubuk dan Segar
Gambar 5.6. Filtrat Bahan Segar (ki-ka: kunir, temulawak, jahe)
Gambar 5.7. Filtrat Bahan Bubuk (ki-ka: kunir, jahe, temulawak)
5.2. Rendemen dan Sifat Oleoresin
Tabel 5.7. Kadar Air dan % Rendemen Oleoresin Bahan Segar
Keterangan (%)Oleoresin Bahan Segar
Jahe Temulawak KunirKadar Air 85,83 91,16 91,15Rendemen 55,7878 675,7832 301,4379
Perhitungan :
Jahe Segar
% Rendemen =34,72 g−34,22 g
25 mL100 mL
x25,30 g x (1−0,8583)x 100 %
= 55,7878 %
Temulawak Segar
% Rendemen =44,05 g−40,27 g
25 mL100 mL
x25,31 g x (1−0,9116)x100 %
= 675,7832 %
Kunir Segar
% Rendemen =39,26 g−37,58 g
25 mL100 mL
x25,19 g x (1−0,9115)x100 %
= 301,4379 %
Tabel 5.8. Kadar Air dan % Rendemen Oleoresin Bahan Bubuk
Keterangan (%)Oleoresin Bahan Bubuk
Jahe Temulawak KunirKadar Air 11,06 11,94 10,70Rendemen 13,4922 14,9907 14,9408
Perhitungan :
Jahe Bubuk
% Rendemen =35,15 g−34,40 g
25 mL60 mL
x15,00 g x (1−0,1106 )x100%
= 13,4922 %
Temulawak Bubuk
% Rendemen =33,05 g−32,22 g
25 mL60 mL
x15,09 g x (1−0,1194)x 100 %
= 14,9907 %
Kunir Bubuk
% Rendemen =51,57 g−50,73 g
25 mL60 mL
x15,11 g x (1−0,1070)x100%
= 14,9408 %
Tabel 5.9. Aroma Oleoresin Bahan Segar
Oleoresin Bahan Segar
ParameterAroma dan Senyawanya
JahePedas dan harum
++Zingiberen
TemulawakHarum
+++Curcumin
KunirHarum menyengat
++++Curcumin
Keterangan :
(+) : intensitas aroma
semakin banyak (+) maka semakin menyengat aromanya
Tabel 5.10. Aroma Oleoresin Bahan Bubuk
OleoresinBahan Bubuk
ParameterAroma dan Senyawanya
Jahe Harum Zingiberen
TemulawakKaramel kurang
menyengatCurcumin
Kunir Karamel menyengat Curcumin
Tabel 5.11. Warna dan Kenampakan Oleoresin Bahan Segar
Oleoresin Bahan SegarParameter
Warna Kenampakan
Jahe Coklat muda
Temulawak Kuning oranye++
Kunir Oranye++++
Keterangan :
(+) : intensitas warna, semakin banyak (+) maka semakin tua warnanya
Tabel 5.12. Warna dan Kenampakan Oleoresin Bahan Bubuk
Oleoresin Bahan BubukParameter
Warna Kenampakan
Jahe Coklat tua+++
Temulawak Coklat tua++
Kunir Coklat Kehitaman+++++
Keterangan :
(+) : intensitas warna, semakin banyak (+) maka semakin gelap warnanya
Tabel 5.13. Laju Alir Oleoresin Bahan Segar
OleoresinBahan Segar
Waktu Alir(jarak 5 cm)
Laju Alir (cm/s)
I II I II Rata-RataJahe 3,7 s 5,4 s 1,3514 0,9259 1,1387Temulawak 4,5 s 4,5 s 1,1111 1,1111 1,1111Kunir 2,0 s 2,8 s 2,5000 1,7857 2,1429
Perhitungan Laju Alir Temulawak Segar :
Jarak : 5 cm
Laju Alir I = 5 cm4,5 s
=1,1111cm /s
Laju Alir II = 5 cm4,5 s
=1,1111cm/s
Laju Alir Rata-Rata = 1,1111cm /s+1,1111cm /s
2=1,1111cm /s
Tabel 5.14. Intensitas Kekentalan Oleoresin Bahan Bubuk
OleoresinBahan Bubuk
Intensitas Kekentalan
Jahe +++Temulawak +Kunir ++++
Keterangan :
(+) : intensitas kekentalan oleoresin bahan bubuk
semakin banyak (+) maka semakin kental / viskus
Gambar 5.8. Oleoresin Temulawak Segar dan Bubuk
Gambar 5.9. Oleoresin Kunir Segar dan Bubuk
Gambar 5.10. Oleoresin Jahe Segar dan Bubuk
Gambar 5.11. Oleoresin Bahan Segar (atas) dan Bubuk (bawah)
(ki-ka: temulawak, kunir, jahe)
VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, menggunakan sampel berupa bahan segar dan bahan
bubuk yang masing-masing terdiri dari jahe, kunir dan temulawak. Ketiga jenis
rempah-rempah ini berasal dari umbi atau rimpang. Jahe, kunir, dan temulawak
memiliki kandungan minyak atsiri dan oleoresin dengan komponen kimiawi serta
kadar yang berbeda sehingga memberikan perbedaan aroma maupun rasa khas
antar bahan tersebut. Prinsip ekstraksi oleoresin adalah pelarutan dengan pelarut
non polar, pemanasan 50-600C , dan pengovenan vakum.
Rempah-rempah berupa jahe, kunir, dan temulawak tersebut dilarutkan
dalam pelarut non polar (etanol 96%). Digunakannya pelarut ini karena pelarut
organik dapat melarutkan minyak atsiri, namun minyak atsiri sukar larut dalam
etanol yang kadarnya lebih rendah dari 70% sehingga dalam pratikum digunakan
etanol 96%. Campuran rempah dan etanol tersebut dipanaskan dalam penangas
pada suhu 50-600C karena suhu tersebut merupakan titik didih optimum bagi
etanol dan agar oleoresin tidak menguap. Bila dipanaskan di atas suhu 600C maka
etanol akan menguap terlebih dahulu dan kurang optimum apabila dipanaskan di
bawah suhu 500C.
Pengovenan vakum dilakukan setelah didapatkan filtrat. Pengovenan vakum
bertujuan untuk menjaga agar senyawa volatil tidak ikut menguap dengan cara
menaikkan tekanan sehingga pelarut akan menguap pada titik didih yang lebih
rendah dari seharusnya. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan oleoresin
adalah etanol 95% dan bukan akuades. Hal ini dikarenakan oleoresin senyawa
organik non polar, sehingga untuk mengekstraknya juga digunakan pelarut non
polar. Sebelum proses ekstraksi, dilakukan pengamatan kadar air bahan dengan
menggunakan IR Moisture Tester, aroma dan kenampakan. Setelah proses
pengovenan vakum dilakukan analisa terhadap aroma, kenampakan, warna, %
rendemen, dan laju alir.
KENAMPAKAN
Bentuk ketiga jenis rempah ini berbeda satu sama lain, dimana pembedaan dapat
dilakukan dengan mudah karena jahe berbentuk umbi bercabang, sedangkan
temulawak berbentuk umbi batang dan kunir berbentuk batang lurus. Rempah
segar permukaannya tidak keriput, karena kandungan airnya masih cukup banyak
sehingga tekanan turgor yang menahan ketegaran dinding sel masih cukup besar.
Sedangkan rempah bubuk butirannya halus dan tidak teraglomerasi.
KADAR AIR
Pengamatan kadar air dilakukan dengan menggunakan IR Moisture Tester.
Prinsip penggunaan alat ini adalah penentuan kadar air dengan infra merah. Alat
ini membutuhkan waktu cukup lama karena kontak antara sinar inframerah
dengan bahan. Semakin tebal bahan maka dibutuhkan waktu yang lebih lama. Air
dalam bahan akan menguap akibat panas yang ditimbulkan oleh alat. Air dalam
bentuk uap inilah yang akan dihitung sebagai kadar air bahan. Maka dari itu
ukuran bahan yang akan dianalisa harus sekecil mungkin dan menyebar dalam
pelat aluminium alat.
Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah jahe segar mempunyai kadar
air sebesar 85,83%, jahe bubuk 11,06%, temulawak segar 91,16%, temulawak
bubuk 11,94%, kunir segar 91,15%, kunir bubuk 10,70%. Data tersebut
menunjukkan bahwa kadar air pada bahan segar lebih tinggi dibandingkan pada
bahan bubuk. Hal ini dikarenakan di dalam proses pengolahan menjadi bubuk
dilakukan proses pengeringan dengan menguapkan air yang terkandung dalam
bahan segar sehingga persentase kadar air bahan bubuk sudah berkurang.
Pengeringan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang umur
simpan, karena bahan segar tidak tahan lama. Bahan segar tidak mengalami proses
pengeringan sehingga memiliki kadar air yang relatif masih tinggi (berkisar antara
89-95%).
Kadar air dari jahe, kunir, dan temulawak segar juga berbeda-beda. Bahan
segar yang memiliki kadar air paling besar adalah temulawak. Sedangkan bahan
segar yang memiliki kadar air paling kecil adalah jahe. Perbedaan kadar air ini
disebabkan karena perbedaan varietas, kondisi lingkungan tempat tumbuh, dan
usia dari bahan-bahan tersebut. Lingkungan yang baik dan menyediakan cukup
nutrisi akan menghasilkan rempah dengan kadar air tinggi, sedangkan lingkungan
yang buruk dan tidak cukup nutrisi akan menghasilkan rempah yang kadar airnya
sedikit. Usia bahan mempengaruhi kadar airnya. Rempah yang masih muda akan
mengandung lebih banyak air daripada rempah yang sudah tua. Jadi dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air rempah-rempah
adalah varietas, kondisi lingkungan tempat tumbuh, usia, dan proses pengolahan.
Perbedaan kadar air juga terlihat pada bahan bubuk. Bahan bubuk dengan
kadar air terbesar adalah temulawak, dan yang terkecil adalah kunir. Perbedaan ini
bisa disebabkan karena proses pengolahan seperti pengeringan berbeda pada
setiap bahan. Selain itu, cara penyimpanan juga akan mempengaruhi kadar air
pada bahan bubuk. Apabila lingkungan tempat penyimpanan memiliki
kelembapan yang tinggi maka uap air dari lingkungan akan terserap ke dalam
bubuk yang menyebabkan kadar air bahan tersebut meningkat.
AROMA
Minyak atsiri merupakan senyawa yang mempunyai aroma yang khas
seperti aroma bagian tanaman aslinya, serta mudah menguap (volatil) pada suhu
kamar tanpa mengalami penguraian dan tidak meninggalkan noda. Minyak atsiri
memberikan aroma yang khas pada rempah-rempah dimana aroma dipengaruhi
oleh kandungan minyak atsiri yang dimilikinya. Jahe segar memiliki aroma yang
lebih menyengat dibandingkan bubuk, terutama rasa pedasnya. Rasa pedas jahe
disebabkan oleh hubungan antara keto-alkohol dengan gingerol. Rimpang jahe
yang masih segar mengandung hanya sebagian besar komponen rasa pedas yaitu
zingiberen dan gingerol. Sedangkan pada jahe bubuk, rasa pedas tidak terlalu
menyengat namun terdapat aroma harum. Hal ini dikarenakan proses pembuatan
jahe bubuk dilakukan pengeringan. Selama pengeringan, komponen zingiberen
dan gingerol akan kehilangan air dan sebagian berubah menjadi shogaol yang
intensitas rasa pedas lebih rendah. Berbeda dengan temulawak dan kunir, dimana
kedua bahan ini memiliki aroma yang mirip seperti jamu dikarenakan senyawa
yang dominan menyusun kedua bahan ini sama yaitu kurkumin. Pada temulawak
bubuk, aromanya lebih menyengat dibandingkan dengan kunir bubuk, hal ini
dipengaruhi oleh kandungan kurkumin di dalam bahan tersebut.
Selama ekstraksi jahe terjadi degradasi shogaol lebih lanjut dan membentuk
paradol dan zingerol yang dapat mengurangi rasa pedas. Setelah mengalami
ekstraksi untuk memperoleh oleoresinnya, aroma oleoresin setiap sampel sama
seperti aroma bahan segarnya yaitu pedas untuk jahe. Aroma pedas oleoresin pada
jahe segar tidak setajam pada jahe bubuk. Hal ini dikarenakan pelarut etanol pada
jahe segar masih tertinggal, sedangkan jahe bubuk sudah merupakan murni
oleoresinnya saja. Sedangkan pada sampel temulawak dan kunir, aroma sampel
setelah pemvakuman tetap menyengat namun ada aroma harum yang timbul.
Aroma harum pada kunir segar lebih menyengat dibandingkan dengan temulawak
segar. Pada bahan bubuk baik temulawak dan kunir, setelah proses pemvakuman,
aroma yang timbul adalah aroma caramel yang menyengat dimana kunir bubuk
lebih menyengat dibandingkan temulawak bubuk.
WARNA
Jahe segar memiliki warna kuning muda, jahe bubuk berwarna coklat muda,
kunir segar berwarna oranye, kunir bubuk berwarna kuning tua, temulawak segar
berwarna kuning oranye, dan temulawak bubuk berwarna kuning muda. Ketiga
bahan ini memiliki warna yang dominan yaitu kuning-oranye, warna ini berasal
dari pigmen yang berada di dalam bahan tersebut yaitu pigmen karotenoid.
Setelah dilakukan ekstraksi, warna filtrat pada bahan segar lebih cerah
dibandingkan dengan warna filtrat bahan bubuk (coklat-kehitaman). Hal ini
dikarenakan pada bahan bubuk telah mengalami proses pengeringan yang telah
menguapkan sebagian besar kandungan air di dalamnya sehingga warna lebih
gelap bila dibandingkan dengan bahan segarnya.
Setelah filtrat mengalami proses pengovenan, warna oleoresin yang
terbentuk lebih gelap daripada warna filtratnya baik pada bahan segar maupun
bahan bubuk. Hal ini dikarenakan filtrat masih mengandung etanol dan encer,
bahan yang lebih encer akan memiliki warna yang lebih muda daripada bahan
yang kental. Warna oleoresin jahe, kunir dan temulawak segar berturut-turut
adalah coklat muda, oranye, dan kuning oranye. Sedangkan, warna oleoresin jahe,
kunir dan temulawak bubuk berwarna coklat tua sampai coklat kehitaman. Secara
keseluruhan, warna oleoresin baik pada bahan bubuk maupun segar lebih gelap
dibandingkan dengan filtrat. Warna yang menjadi lebih coklat ini juga dapat
disebabkan adanya reaksi Maillard yaitu reaksi antara gugus amina dari asam
amino dengan gugus karbonil dari gula reduksi yang menghasilkan pigmen
melanoidin yang berwarna coklat gelap. Bahan-bahan tersebut mengandung
protein dan karbohidrat. Dengan adanya pemanasan dan aktivitas enzim,
karbohidrat terdegradasi menjadi gula-gula reduksi dan protein terdegradasi
menjadi asam-asam amino. Oleh karena itu, reaksi Maillard dapat berlangsung.
Pada oleoresin bahan segar, masih muncul warna kuning, hal ini dikarenakan
masih adanya kandungan pigmen karotenoid di dalam bahan tersebut.
% RENDEMEN
Persen rendemen adalah persen jumlah oleoresin yang dapat terekstrak dari
bahan. Untuk menghitung persen rendemen tiap bahan, maka pertama-tama
dilakukan pengekstraksian oleoresin pada tiap bahan. Pertama, bahan segar
dipotong kecil-kecil. Hal ini bertujuan agar ketika dicampur dengan pelarut
dengan perbandingan 1:4, luas permukaan bahan yang kontak dengan pelarut
semakin besar sehingga lebih mengoptimalkan ektraksi oleoresin. Sedangkan
untuk bahan bubuk, langsung dicampur dengan pelarutnya (1:4). Pelarut yang
digunakan dalam percobaan adalah etanol 95%, yang merupakan larutan non polar
karena oleoresin adalah senyawa non polar sehingga untuk mengekstraksinya
dibutuhkan pelarut yang non polar juga (bila sifat kepolaran berbeda, pelarut tidak
dapat melarutkan oleoresin sehingga oleoresin tidak dapat terkestrak dari bahan).
Setelah ditambah pelarut, mulut erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil
untuk menghindari penguapan etanol 95%, kemudian dipanaskan pada suhu50-
60oC selama 1 jam. Tujuannya adalah untuk mengekstrak oleoresin dari bahan.
Selama pemanasan suhu harus dijaga karena oleoresin sifatnya peka terhadap
panas. Selain itu, di atas suhu 60oC oleoresin akan mendidih dan menguap.
Setelah 1 jam, dari tiap bahan disaring sehingga diperoleh filtratnya. Filtrat
tersebut kemudian diambil 25 mL, dimasukkan cawan poselen konstan lalu
dioven vakum. Cawan porselen harus dikonstankan dulu dengan tujuan agar dapat
dihitung berat cawan dengan oleoresin kering secara tepat detelah proses
pemvakuman. Tujuan dioven vakum adalah untuk menguapkan etanol sehingga
didapatkan ekstrak oleoresin. Pada oven vakum, titik didih akan menjadi lebih
rendah sehingga etanol teruapkan tanpa disertai penguapan oleoresin. Setelah 20
jam, filtrat akan mengering dan didapatkan ekstrak oleoresin.
Berdasarkan hasil perhitungan, % rendemen bahan segar lebih besar
dibandingkan % rendemen bahan bubuk. Persen rendeman jahe segar 55,787%,
temulawak segar 675,7832%, dan kunir segar 301,4379%. Sedangkan %
rendemen untuk bahan jahe bubuk adalah 13,4922%, temulawak bubuk adalah
14,9907%, dan kunir bubuk adalah 14,9408%. Persen rendemen bahan bubuk
lebih kecil dibandingkan dengan bahan segar karena bahan segar, belum
mengalami pengolahan seperti pengeringan dan pengecilan ukuran.
Persentase rendemen bahan segar dan bubuk dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya adalah luas permukaan, kadar air, dan proses pengolahan.
Jahe, kunir, dan temulawak bubuk berbentuk butiran halus, sehingga memiliki
luas permukaan yang lebih besar daripada bentuk segarnya. Karena luas
permukaan yang besar maka akan lebih banyak permukaan yang dapat kontak
dengan etanol 95% sehingga persentase rendemen yang didapat seharusnya juga
lebih besar. Namun pada hasil praktikum, persentase rendemen rempah bubuk
lebih kecil daripada persentase rendemen bahan segar. Hal ini karena berat bahan
yang digunakan berbeda, di mana bahan segar yang digunakan sebesar 25 gram,
sedangkan rempah bubuk sebesar 10 gram.
Kadar air juga mempengaruhi persentase rendemen, dimana semakin kecil
kadar air bahan maka persentase rendemennya akan semakin besar (kadar air
berbanding terbalik dengan persentase rendemen). Selain itu proses pengolahan
juga mempengaruhi persentase rendemen, di mana bahan bubuk telah mengalami
proses ekstraksi, sehingga benar-benar murni mengandung oleoresin. Sedangkan
pada bahan segar masih mengandung serat (ampas), dan komponen lain selain
oleoresin, sehingga persentase rendemen bahan bubuk lebih besar daripada
persentase rendemen bahan segar.
Pada hasil percobaan, temulawak dan kunir segar memiliki % rendemen
yang lebih dari 100%. Hal ini disebabkan karena kadar air yang dimiliki kedua
bahan ini lebih banyak dibandingkan dengan jahe segar, sehingga untuk proses
penguapan dibutuhkan waktu yang lebih lama. Pada percobaan hanya
menggunakan waktu 20 jam bukan 24 jam, hal ini dapat mempengaruhi %
rendemen bahan tersebut (seperti pada kunir dan temulawak segar). Selama 20
jam, kemungkinan air belum teruapkan seluruhnya, sehingga masih ada air yang
tertinggal dengan oleoresin tersebut yang menyebabkan % rendemen bisa lebih
besar dari 100%.
LAJU ALIR
Pengukuran laju alir bertujuan untuk mengetahui kekentalan atau viskositas
dari suatu bahan dalam bentuk larutan. Laju alir dipengaruhi oleh viskositas.
Salah satu faktor yang menentukan viskositas bahan adalah total padatan terlarut
bahan. Total padatan terlarut dipengaruhi oleh kadar air bahan awal dimana jika
kadar air bahan tinggi, maka padatan yang terlarut dalam bahan akan rendah. Jika
persentase padatan terlarut bahan sedikit, maka viskositas bahan tinggi, sehingga
laju alir bahan akan semakin rendah. Laju alir yang diukur pada percobaan ini
adalah laju alir oleoresin bahan. Pengukuran laju alir pada percobaan ini
menggunakan kaca miring di mana oleoresin diteteskan pada garis batas,
kemudian dihitung waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jarak 5 cm, dan
dinyatakan dalam cm/s.
Hasil yang diperoleh dari laju alir oleoresin bahan segar untuk jahe sebesar
1,1387 cm/s, temulawak 1,1111 cm/s, dan kunir 2,1429 cm/s. Hal ini menandakan
bahwa kunir memiliki kandungan air yang lebih banyak sehingga viskositasnya
rendah menyebabkan laju alir bahan tersebut besar. Seharusnya pada jahe segar,
laju alirnya paling rendah terkait dengan jumlah kadar air yang lebih sedikit,
namun pada percobaan ini temulawak segar-lah yang memiliki laju alir paling
kecil. Kesalahan ini bisa disebabkan pada proses-proses sebelumnya seperti
pemotongan, penimbangan, ekstraksi yang dapat mempengaruhi kandungan air
bahan sebelum dioven. Pada sampel oleoresin dari bahan bubuk hanya diukur
tingkat kekentalan saja, hal ini dikarenakan laju alir tidak bisa diukur. Kekentalan
yang paling tinggi terdapat pada kunir dan yang terendah pada temulawak.
Perbedaan kekentalan ini dipengaruhi oleh jumlah kadar air pada bahan bubuk
tersebut.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang kami peroleh, kadar air bahan segar dari yang paling
besar ke kecil berturut-turut adalah temulawak, kunir, dan jahe. Sedangkan kadar
air bahan bubuk dari yang paling besar ke kecil adalah temulawak, jahe, dan
kunir. Ketiga bahan ini memiliki warna yang dominan yaitu kuning-oranye yang
berasal dari pigmen karotenoid. Namun pigmen ini akan berubah menjadi pigmen
melanoidin setelah proses pengovenan yang menyebabkan warna bahan menjadi
coklat tua. Persen rendemen pada bahan segar dan bubuk dari yang besar ke kecil
adalah temulawak, kunir, dan jahe. Laju alir bahan segar dari besar ke kecil adalah
kunir, jahe, dan temulawak. Semakin tinggi laju alir menandakan padatan
terlarutnya lebih rendah dan kadar air lebih tinggi. Semakin kecil kadar air
rempah-rempah, % rendemen oleoresin akan semakin besar sehingga warna
oleoresin semakin gelap, aromanya semakin tajam dan laju alirnya makin kecil.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonimous1. 1994. Jahe. Jakarta : Trubus
Anonimous2. 2005. Temulawak. Available at :
http://id.wikipedia.org/wiki/Temu_lawak
Departemen Kesehatan R.I. 1978. Materia Medika Indonesia. Jakarta : Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan.
Dzulkarnain, H.B. 1999. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta : Intisari Mediatama.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jakarta : Universitas Indonesia.
Hui, Y. H. 1992. Food Science and Encyclopedia. New York : A. Wiley
Interscience Publication, John Wiley and Sons.
Muchtadi, T. R dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan
Bahan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian
Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.
Jakarta : Mediayatama Sarana Perkasa.
Suyitno. 1988. Pengujian Sifat Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi UGM.
Tainter, D.R. dan A.T. Grenis. 1993. Spices and Seasonings. USA : VCH
Publishers, Inc.
IX. JAWABAN PERTANYAAN
1. Cari 10 jenis rempah-rempah, kandungan oleoresin di dalamnya beserta
manfaatnya!
No.Jenis Rempah -
RempahOleoresin Manfaat
1. Jahe
- Zingiberen- Curcumene- Philandren- Gingerols- Shogaols
- Aroma pedas (Zingiberen)- Anti rematik (Gingerols)- Antioksidan (Zingeron)- Mengobati mual- Menurunkan kolesterol
2. Kunyit
- Curcumin- Zingiberen- Tumeron- Furmerol- Borneol- Karvon
- Antioksidan- Antibakteri- Mencegah penimbunan lemak dalam arteri- Penyedap dan pewarna kuning- Mencegah gagal jantung- Menangani kepikunan- Mencegah radang sendi- Mencegah kanker payudara
3. Temulawak
- Curcumin - Antioksidan- Antibakteri- Mencegah penimbunan lemak- Mencegah gagal jantung
4.Lengkuas (Laos)
- Kamfer- Galangi- Curcumin- Eugenol- Galangol
- Bahan pengawet (Kamfer)- Antimikroba seperti Staphylococcus aureus, Vibrio parahaemoliticus (Eugenol)
No.Jenis Rempah -
RempahOleoresin Manfaat
5. Kayu manis- Cinnamaldehyde- Cinnamylacetate
- Menurunkan kadar gula darah- Mencegah pembekuan darah- Memberi efek hangat pada tubuh
6. Cengkeh- Eugenol- Asam Galat
- Antimikroba (Eugenol)- Antioksidan pada daging- Penguat flavor
7. Lada (Merica) - Piperine- Mencegah kanker- Antiradang
8. Seledri- Sedanolide- Asam Sedanoat
- Penguat flavor
9. Serai- Sitronelal- Sitronelol- Geraniol
- Pembuatan parfum- Desinfektan- Bahan pengikat
10. Paprika - Capsanthin - Pewarna makanan
11. Daun Salam - Cineole- Menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus
12. Temuireng - Curcumin - Antioksidan dan antibakteri
13. Pala- Minyak atsiri- Zat Samak
- Antioksidan dan antibakteri- Mengatasi insomnia.
Top Related