LAPORAN PENELITIAN
HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI
TAHUN 2009
AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI SENYAWA
ANTIMIKROBA DARI TUMBUHAN
Ageratum conyzoides L .
DR. A N Y F I T R I A N I , MSi. KUSNADI, S.Pd. M.Si.
H E R N A W A T I , S.Pt. M.Si.
Dibiayai oleh DIPA UPI Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Hibah Bersaing
Dengan S K Rektor UPI Nomor : 2784/H.40/PL/2009 Tanggal 07 Mei 2009
J U R U S A N P E N D I D I K A N B I O L O G I
F A K U L T A S PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
U N I V E R S I T A S P E N D I D I K A N I N D O N E S I A
2 0 0 9
H A L A M A N PENGESAHAN L A P O R A N H I B A H BERSAING
Judul : Aktivitas dan karakterisasi senyawa antimikroba dari tumbuhan Ageratum conyzoides L.
Peneliti Utama : Nama : Dr. Any Fitriani, M.Si. Jenis Kelamin : Perempuan Pangkat/Gol : Lektor Kepala/IIId NIP : 196502021991032001 Jabatan Sekarang : Penata Fakultas/Jurusan : FPMIPA/Jurusan Pendidikan Biologi
Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Indonesia
Jangka waktu penelitian : 3 tahun
Biaya Tahun Pertama yang diajukan ke D I K T I : Rp. 27,500,000,00
Biaya Tahun Pertama dari Instansi lain : -
Total Biaya : Rp. 127,500,000,00
Bandung, 26 November 2009
R I N G K A S A N D A N S U M M A R Y
Salah satu tumbuhan Indonesia yang sering digunakan sebagai obat adalah babadotan, dengan nama latin Ageratum conyzoides. Berkaitan dengan khasiatnya, A. conyzoides banyak digunakan sebagai obat luar untuk penyakit kulit, luka, sebagai desinfeksi, dan bisul. Selain itu, digunakan juga sebagai obat internal untuk menyembuhkan diare, pendarahan. Kaitannya dengan potensi senyawa obat, maka dilakukan penelitian aktivitas ekstrak metanol daun atau akar A. conyzoides terhadap pertumbuhan bakteri patogen dermatofit seperti Streptococcus pyogenes, Pseudomonas aeruginosa dan Trichophyton mentagrophytes secara in vitro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan ekstrak metanol daun atau akar A. conyzoides, mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak metanol daun atau akar A. conyzoides, mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol daun atau akarH. conyzoides secara in vitro. Metode yang digunakan untuk mengekstrak daun atau akar dengan ekstraksi berkesinambungan soxhlet dan reflux, untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder dengan analisis kualitatif Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS), dan analisis aktivitas antibakteri dengan metode disc diffusion, Minimal Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimal Bactericidal/Fungicidal Concentration (MBC/MFC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak methanol daun atau akar A. conyzoides mengandung senyawa metabolit sekunder golongan terpenoid (J3-caryophyllene, 6,7-dimethoxy-2,2-dimcthylchromene, Ageratochromene (Precocene 2), 6-vinyl-7-methoxy-2,2-dimethylchromene, Phytol. Golongan fenolik (Flavonoid : 2H-1-Benzopyran-6-ol). Kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak akar A . conyzoides adalah golongan terpenoid (Ageratochromene (Precocene 2), l-methoxy-2,2-dimethylchromene(Precocene I). Golongan fenolik (Flavonoid : l-(7-hydroxy-5-methoxy-2,2-dimethyl-2H-l-benzopyran-6-yl). Diameter zona hambat maksimal ekstrak methanol daun A. conyzoides pada S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 13.86 mm (100 mg/ml), 13.63 mm (700 mg/ml), 7.98 mm (400 mg/ml). Diameter zona hambat maksimal ekstrak methanol akar A. conyzoides pada S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 9.86 mm (250 mg/ml), 9.32 mm (10 mg/ml), 8.49 mm (450 mg/ml). Ni la i M I C ekstrak methanol daun A. conyzoides terhadap pertumbuhan S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 6 mg/ml, 10 mg/ml, 4,5 mg/ml. Nilai M I C ekstrak methanol akar A. conyzoides terhadap pertumbuhan S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 8 mg/ml, 9 mg/ml, 2,5 mg/ml. Nilai MBC/MFC ekstrak methanol daun A. conyzoides teihadap pertumbuhan S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 6 mg/ml, 11 mg/ml, 5 mg/ml. Nilai MBC/MFC ekstrak methanol akar A. conyzoides terhadap pertumbuhan S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 8 mg/ml, 9 mg/ml, 4,5 mg/ml. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak methanol daun atau akar A. conyzoides mengandung senyawa metabolit sekunder yang berperan dalam menghambat dan mematikan mikroorganisme pathogen S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes.
S U M M A R Y
Ageratum conyzoides L . was one o f medicinal plant which was used in the tropical country. The most widespread medicinal uses are externally to heal wounds and the treat skin diseases, and internaliyto trear diarrhea, as a febrifuge and as an anti-allergenic agent. The plant yields an insecticide. The aim o f the research was (1) to extract leaves or roots by methanol, (2) to study secondary metabolite which consist of, (3) to study in vitro antibacterial activity from leaves or roots methanol extract. Dried leaves or roots was extracted employing soxhlet and reflux apparatus, the kind o f compound was analysed by Gas Chromatogrphy Mass Spectrophotometry (GCMS), and analysis o f antibacterial activity used disc diffusion, Minimal Inhibitory Concentration (MIC) and Minimal Bactericidal/Fungicidal Concentration (MBC/MFC). Methanol extract o f leaves consist o f terpenoid (0-caryophyllene, 6,7-dimethoxy-2,2-dimethylchromene, Ageratochromene (Precocene 2), 6-vinyl-7-methoxy-2,2-dimethylchromene, Phytol and phenolik (Flavonoid : 2H-l-Benzopyran-6-ol). Methanol extract o f roots consist o f terpenoid (Ageratochromene (Precocene 2), 7-methoxy-2,2-dimethylchromene(Precocene 1) and phenolik (Flavonoid : l-(7-hydroxy-5-methoxy-2,2-dimethyl-2H-l-benzopyran-6-yl). Diameter zone o f inhibition o f leaves methanol extract on S. pyogenes, P. aeruginosa, and T. mentagrophytes were 13.86 mm (100 mg/ml), 13.63 mm (700 mg/ml), 7.98 mm (400 mg/ml), respectively. Diameter zone o f inhibition o f roots methanol extract on S. pyogenes, P. aeruginosa, and T. mentagrophytes were 9.86 mm (250 mg/ml), 9.32 mm (10 mg/ml), 8.49 mm (450 mg/ml), respectively. M I C value o f leaveas methanol extract to growth o f S. pyogenes, P. aeruginosa, and T. mentagrophytes were 6 mg/ml, 10 mg/ml, 4,5 mg/ml. M I C value o f roots methanol extract to growth o f S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 8 mg/ml, 9 mg/ml, 2,5 mg/ml. MBC/MFC value o f leaves methanol extract to growth o f S. pyogenes, P. aeruginosa, and T. mentagrophytes were 8 mg/ml, 9 mg/ml, 4,5 mg/ml. MBC/MFC value o f roots methanol extract to growth o f S. pyogenes, P. aeruginosa, and T. mentagrophytes were 6 mg/ml, 11 mg/ml, 5 mg/ml. We concluded that leaves or roots methanol extract o f A. conyzoides consist o f secondary metabolite which is role in inhibit and k i l l pathogen microorganism as S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes.
P R A K A T A
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mengijinkan menyelesaikan
penelitian yang berjudul AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI SENYAWA
ANTIMIKROBA DARI TUMBUHAN Ageratum conyzoides L. (Bandotan).
Penelitian ini merupakan penelitian Hibah Bersaing Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional yang didanai dari DiPA UPI, sesuai dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Penelitian Hibah Bersaing dengan SK Rektor UPI Nomor:
2784/H.40/PL/2009 Tanggal 07 Mei 2009.
Pada kesempatan ini, kami ucapakan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberi kesempatan
dalam penelitian ini.
2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat UPI yang telah
memudahkan administrasi selama penelitian berlangsung.
3. Dekan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UPE
4. Ketua Program Studi Biologi, FPMIPA UPI
Akhir kata kami sampaikan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pelaksana juga para mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini.
Bandung, 27 November 2009
Ketua Peneliti,
Dr. Any Fitriani, M.Si.
NIP. 196502021991032001
iv
D A F T A R I S I
RINGKASAN DAN SUMMARY ii
PRAKATA iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II T1NJAUAN PUSTAKA 3
BAB III TINJAUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 7
BAB IV METODE PENELITIAN 8
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 10
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 30
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 33
v
D A F T A R G A M B A R
Gambar
1 Kurva tumbuh S. pyogenes 11
2 Kurva tumbuh P. aeruginosa 11
3 Kurva tumbuh T. mentagrophytes 12
4 Diameter zona hambat ekstrak methanol daun A. conyzoides terhadap
pertumbuhan S. pyogenes 14
5 Diameter zona hambat ekstrak methanol akarX. conyzoides terhadap
Pertumbuhan 5. pyogenes 14
6 Daya hambat ekstrak methanol daun atau akar terhadap S. pyogenes 15
7 Diamater zona hambat ekstrak methanol daun A. conyzoides terhadap
Pertumbuhan P aeruginosa 15
8 Diameter zona hambat ekstrak methanol akar A. conyzoides terhadap
Pertumbuhan P. aeruginosa 16
9 Daya hambat ekstrak methanol daun atau akar terhadap P. aeruginosa 16
10 Diameter zona hambat ekstrak methanol daun A conyzoides terhadap
Pertumbuhan T. mentagrophytes 17
11 Diameter zona hambat ekstrak methanol akarT. conyzoides terhadap
Pertumbuhan T. mentagrophytes 17
12 Daya hambat ekstrak methanol daun atau akar terhadap T. mentagrophytes 18
13 Nilai MIC ekstrak methanol daun terhadap S. pyogenes 19
14 Nlai MIC ekstrak methanol akar terhadap S. pyogenes 20
15 Hasil uji ekstrak methanol daun terhadap P. aeruginosa 20
16 Hasil uji ekstrak methanol akar terhadap P. aeruginosa 21
17 MIC ekstrak methanol daun atau akar terhadap T. mentagrophytes 21
18 Rata-rata jumlah koloni S. pyogenes terhadap ekstrak methanol daun 22
vi
D A F T A R G A M B A R
Gambar
19 Rata-rata jumlah koloni S. pyogenes terhadap ekstrak methanol akar 25
20 Rata-rata jumlah koloni P. aeruginosa terhadap ekstrak methanol daun .... 26
21 Rata-rata jumlah koloni P. aeruginosa terhadap ekstrak methanol akar .... 26
22 Rata-rata jumlah koloni T. mentagrophytes terhadap ekstrak methanol daun 28
23 Rata-rata jumlah koloni T. mentagrophytes terhadap ekstrak methanol akar 28
vii
D A F T A R L A M P I R A N
Lampiran
1 Biodata Ketua Peneliti ....
2 Biodata Anggota Peneliti 1
3 Biodata Anggota Peneliti 2
viii
B A B I . P E N D A H U L U A N
Potensi tumbuhan obat di Indonesia sangat bagus untuk digali lebih
dalam khususnya melalui bidang penelitian. Banyak jenis dari tumbuhan
Indonesia yang dikenal secara tradisional sebagai tanaman obat tetapi masih
sangat jarang diteliti secara ilmiah. Indonesia sebagai salah satu negara
megabiodiversitas dunia mempunyai potensi untuk itu. Menurut de Padua
(1999), Indonesia mempunyai lebih dari seribu jenis tumbuhan yang sering
digunakan sebagai tumbuhan obat. Di Indonesia, lebih dari 50 tahun dilakukan
penelitian tumbuhan obat yang berkaitan dengan koleksi sampel, inventarisasi
sumber genetik, etnobotani, bioteknologi, agronomi, khasiat dan sifat kimia,
penapisan farmakologi dan toksikologi, standarisasi produk, formulasi dan
konservasi tumbuhan. Begitu potensialnya tumbuhan obat Indonesia, maka
dari itu perlu kiranya dikembangkan penelitian yang mengarah pada
karakterisasi kimia yang berkhasiat.
Salah satu tumbuhan Indonesia yang sering digunakan sebagai obat
adalah babadotan, dengan nama latin A. conyzoides. Tumbuhan ini merupakan
tumbuhan liar dan ada juga yang memanfaatkan sebagai tanaman hias. D i
Indonesia khususnya, tumbuhan ini sebagai herba dan dapat tumbuh pada
kisaran faktor lingkungan yang luas, oleh karena itu A. conyzoides banyak
dijumpai. Berkaitan dengan khasiatnya, A. conyzoides banyak digunakan
sebagai obat luar untuk penyakit kulit, luka, sebagai desinfeksi, dan bisul.
Selain itu, digunakan juga sebagai obat internal untuk menyembuhkan diare,
pendarahan (de Padua, 1999).
Penggunaan obat langsung dari tumbuhan akan melibatkan banyak
senyawa yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
banyak sekali jenis senyawa yang disintesis pada A. conyzoides ini, dari
berbagai golongan yaitu flavonoids, alkaloids, coumarin, minyak esensial dan
tannin. Selain itu, disintesis juga chromenes, benzofurans, dan terpenoids
(Okunade, 2002). Berkaitan dengan senyawa antibakteri, informasi tentang
i
karakterisasi senyawa ini pada A. conyzoides masih sangat terbatas, padahal
j ika berhasil diperoleh informasi jenis senyawa atau bahkan senyawa tunggal
sebagai antibakteri maka sangat menjanjikan di bidang farmasi. Senyawa
antibakteri dermatofit sangat perlu dikembangkan karena sangat diperlukan.
Bakteri-bakteri patogen pada kulit merupakan salah satu penyebab
infeksi kulit yang sangat banyak menyerang masyarakat Indonesia. Beberapa
diantaranya yang paling banyak menyebabkan sakit yaitu Streptococcus
pyogenes, Pseudomonas aeruginosa dan Trichophyton mentagrophytes. S.
pyogenes sebagai penyebab impetigo, erysipelas dan cellulites. T.
Mentagrophytes menyebabkan penyakit tinea pedis, tinea kapitis, tinea
barbae, P. aeruginosa antara lain sebagai penyebab infeksi luka bakar
(Anonim, 2007).
Tumbuhan obat dapat dikategorikan menjadi tumbuhan yang edible
dan nonedible. A. conyzoides termasuk tumbuhan obat nonedible, artinya tidak
bisa dimakan oleh makhluk hidup lainnya. Untuk melengkapi informasi
tentang aktivitas antibakteri dari A. conyzoides, maka perlu dilakukan uji
toksisitas. U j i ini akan mengungkap keamanan ekstrak yang diperoleh j ika
diaplikasikan pada mamalia secara internal. Seperti yang dilakukan oleh
Ogbulie et al. (2007) yang menyertakan uji toksisitas dari ekstrak etanoi
Euphorbia hirta pada tikus putih.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka diharapkan dari hasil
penelitian ini diperoleh informasi tentang aktivitas antimikroba secara in vitro
dari A. conyzoides dan bagian-bagian sel yang rusak yang disebabkan oleh
ekstrak. Selain itu diperoleh data tentang struktur senyawa bioaktif serta
kualiftkasi toksisitasnya pada mamalia.
2
B A B I I . T I N J A U A N P U S T A K A
Senyawa fitokimia yang disintesis pada tumbuhan sangat beragam,
dan tergantung pada genetik dari tumbuhan tersebut. Beberapa hal yang patut
diperhatikan adalah senyawa intermediet dan enzim yang disintesis oleh
tumbuhan tersebut. Pada dasarnya, ada dua macam metabolit yang disintesis
tumbuhan yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer
disintesis dari senyawa-senyawa anorganik, sehingga dihasilkan senyawa
golongan karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Senyawa metabolit
sekunder merupakan senyawa yang disintesis dari metabolit primer melalui
jalur sekunder. Beberapa senyawa metabolit sekunder adalah senyawa
golongan alkaloid, terpenoid, fenolik, steroid (Ikan, 1976).
Ageratum conyzoides L . termasuk ke dalam ordo Asterales, famili
Asteraceae. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli Amerika Tengah dan
Carribean. Penyebarannya mulai dari bagian tenggara Amerika Utara sampai
Amerika Tengah. Kebanyakan anggota dari taxa ini ditemukan di Meksiko,
Amerika Tengah, Kepulauan Caribbean dan Florida. Untuk saat ini A.
conyzoides sudah banyak ditemukan di beberapa Negara tropis dan subtropis
dan kini tersebar di seluruh India, Burma, Indo-China, Cina Selatan, Thailand
dan Malaysia (de Padua, 1999).
Ageratum conyzoides merupakan salah satu tumbuhan obat tradisional
oleh banyak kebudayaan dunia. D i Afrika Tengah tumbuhan ini digunakan
untuk mengobati pneumonia, dan lebih banyak digunakan untuk mengobati
luka dan luka bakar. Beberapa suku di India menggunakan tumbuhan in i
sebagai bakteriosida, antidisentri, dan antilitik. Sedangkan d i Asia, Amerika
Selatan dan Afrika, larutan ekstrak tumbuhan ini digunakan sebagai
bakteriosida. D i Kamerun dan Kongo, tumbuhan ini digunakan untuk
mengobati demam, rematik, sakit kepala dan kolik. D i Brazil keseluruhan
tumbuhan ini digunakan untuk mengobati kolik, demam, flu, diare, rematik
dan kejang-kejang (Ming, 1999).
3
Ageratum conyzoides memiliki variasi metabolit sekunder yang sangat
tinggi. Tumbuhan ini mensintesis senyawa flavonoids, alkaloids, coumarin,
minyak esensial dan tannin. Selain itu, disintesis juga chromenes,
benzofiirans, dan terpenoids (Okunade, 2002). Tumbuhan ini mengandung
senyawa conyzorium, yaitu sejenis cromene, precocene I dan I I . Selain itu,
mensintesis 51 senyawa terpenoid, diantaranya 11 jenis cromene (de Padua,
1999).
Penelitian tentang kandungan senyawa pada A. conyzoides telah
dilakukan, diantaranya Gunawan et al. (2006) telah melakukan penelitian
tentang aktivitas antimikroba daun A. conyzoides pada S. aureus, Escherichia
coli, Candida albicans, Aspergillus niger, P. aeruginosa, Mycrosporum
gypseum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol dapat
menghambat E. coli, C. albicans, M. gypseum, dan A. niger sedangkan
minyak atsiri menghambat S. aureus, E. coli, C. albicans, M. gypseum, T.
mentagrophyta dan A. niger. Ekstrak air tidak mempunyai aktivitas
menghambat mikroba di atas.
Oladejo et al. (2003) mempelajari tentang pengaruh ekstrak metanol
daun pada proses penyembuhan luka pada kulit tikus dan dibandingkan
dengan madu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu dan A. conyzoides
menyebabkan perbaikan secara signifikan terhadap proses penyembuhan luka,
tetapi pengaruh A. conyzoides lebih rendah daripada madu.
Moura et al. (2005) mempelajari tentang pengaruh ekstrak
hidroalkoholik (HAE) dari daun A. conyzoides sebagai agen antiimflamantori
pada tikus juga dipelajari uji toksisitasnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tikus yang diberi H A E mengalami penurunan 38,7% cotton-pellet
granuloma. U j i toksisitas tidak menunjukkan abnormalitas biokimia dan
hematologis.
Hasil penelitian tentang jenis senyawa dan penentuan struktur molekul
dari ekstrak A. conyzoides diteliti oleh Moreira et al. (2007) yang menyatakan
bahwa ada tiga jenis senyawa dari ekstrak hexan yang telah difraksionasi
dengan kromatografi kolom, dan identifikasi melalui IR spectra, ( 1 ) H N M R ,
4
(13 ) c N M R , H M B C dan NOE, yaitu 5,6,7,8,3', 4', 5'-heptamethoxyfiavone,
5,6,7,8,3'-pentamethoxy-4', 5'-methylenedioxyflavone and coumarin. Hanya
5,6,7,8,3', 4', 5'-heptamethoxyflavone yang memperlihatkan aktivitas yang
lemah terhadap Diaphania hyalinata (L.) dan Rhyzopertha dominica (F.)
selain itu senyawa ini tidak toksik pada Musca domestica (L.) dan Periplaneta
americana (L . ) .
Kandungan minyak atsiri pada A. conyzoides telah diidentifikasi
sebagai 6,7-dimetoksi-2,2-dimetil kromen, 6-demetoksi ageratokromen, 6-
vin i l demetoksiageratokromen, ageratokromen, a-kube-ben, a-pinen, a-
terpinen, p-kariofilen, P-kubeben, p-elemen, P-farmesen, p-mirsen, P-pinen,
P-selinen, p-sitosterol, kadinen, kariofilen-oksida, 6-angeloiloksi-7-metoksi-
2,2-dimetil-kromen (Gonzales et al., 1991). Gi l l (1978) memaparkan beberapa
senyawa lain pada tumbuhan ini yaitu konizorigin, kumarin, dotriakonten,
endo borneol, endo bomil asetat, etil eugenol, etil vanillin, farnesol, friedelin,
HCN, asam heksadekanoat, kaemferol, kaemferol-3,7-diglukosida, kaemferol-
3-o-ramnosil-glukosida, asam linoleat, quersetin-3,7-diglukosida, quersetin-3-
o-ramnosil-glukosida.
Beberapa bakteri dermatofit dapat menyebabkan infeksi kuli t seperti
Trichophyton mentagrophytes, S. pyogenes, dan P. aeruginosa. Secara
mikroskopik, jamur ini memiliki hifa yang bersekat, memiliki mikrokonidia
yang berbentuk bulat kecil dan berkelompok seperti buah anggur, sedangkan
makrokonidianya berbentuk panjang. Makrokonidia ini umumnya jarang
ditemukan. Makrokonidia dapat ditemukan pada usia kultur yang masih muda
yaitu sekitar 5 sampai 10 hari. Makrokonidia mengandung 1-6 sel.
Makrokonidia saling berikatan yang selanjutnya membentuk hifa. Secara
morfologi, koloni T. mentagrophytes seperti kapas, serbuk dan bagian
permukaan atasnya halus.
Streptococcus pyogenes berbentuk bola dengan rantai panjang. Bakteri
in i termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram positif. Bakteri ini akan
menunjukkan antigen grup A pada dinding selnya dan beta-hemolisis pada
saat dikultur pada blood agar plates. S. pyogenes biasanya membentuk beta-
hemolisis dengan zona luas pada agar, karena memecah eritrosit dan
mengeluarkan hemoglobin. S. pyogenes bersifat katalase negatif, selain itu
sangat sensitif terhadap antibiotik bacitracin. Bakteri ini menyebabkan
penyakit infeksi kulit sabies, dermatitis (Stanway 2007).
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri berbentuk batang dengan
unipolar motility. Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif, aerob dan
patogen opportunistik pada manusia dan tumbuhan. P. aeruginosa
mensekresikan berbagai pigmen, diantaranya pyocyanin (blue-green),
fluorescein (pyoverdin) dan pyorubin (red-brown). Bakteri ini akan
menunjukkan hasil positif untuk tes katalase, oksidase, nitrase dan lipase
(Anonim 2008).
6
BAB I I I T U J U A N DAN M A N F A A T P E N E L I T I A N
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari potensi ekstrak
metanol dari A. conyzoides sebagai antibakteri dermatofit. Tujuan penelitian
ini dapat dijabarkan lebih rinci, sebagai berikut : (1) mendapatkan ekstrak
metanol daun atau akar A. conyzoides, (2) mengetahui senyawa-senyawa
metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak methanol daun atau akar A.
conyzoides, (3) mempelajari aktivitas ekstrak daun atau akar A. conyzoides
terhadap T. mentagrophytes, S. pyogenes dan P. aeruginosa dengan
mengetahui nilai zona daya hambat, MIC, MBC/MFC.
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan data komposisi
senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak metanol A.
conyzoides. Selain itu, melalui penelitian ini telah diperoleh informasi
konsentrasi minimal ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan atau
membunuh T. mentagrophytes, S. pyogenes dan P. aeruginosa.
7
BAB I V M E T O D E K E R J A
1. Ekstraksi Bahan dan Uji Kualitatif
Bahan yang digunakan adalah tumbuhan A. conyzoides segar dan yang
sudah dikeringanginkan sampai berat konstan. Bagian tumbuhan yang
diekstrak adalah akar dan daun. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
Soxhlet dan Destilator (Fitriani 1998). Ekstraksi menggunakan satu jenis
pelarut yaitu metanol. Sebelum dilakukan uji aktivitas antimikroba, dilakukan
pembuatan kurva tumbuh untuk bakteri. Uji aktivitas antimikroba dilakukan
dengan menggunakan metode disc-diffusion dan macro-dilution (NCCLS
2003). Untuk uji kualitatif, dilakukan dengan analisis GC-MS
spektrofotometer.
2. Kurva Tumbuh Bakteri
Kurva tumbuh dilakukan dengan penghitungan nilai Optical Density
(OD) kultur sel pada setiap jam.
3. Uji Antimikroba
Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah S. pyogenes, P.
aeruginosa dan T. Mentagrophytes dengan metode disk difussion dan
macrodillution, MIC dan MBC/MFC (NCCLS, 2003). Penelitian ini
menggunakan konsentrasi agen antimikroba 10 - 1000 mg/ml dari ekstrak
methanol A. conyzoides dan dicari konsentrasi optimal (Okwori et al. 2007).
Pengulangan sebanyak 3 kali (Owlia et al, 2007), kontrol positif dengan
menggunakan amphicillin, ketokonazole, tetracyclin tergantung pada jenis
bakteri (Benli dan Yigit 2008) dan kontrol negatif dengan Dime thy Isulfoxide
(DMSO) 1% (Fero et a. 2003).
8
4. Analisis Data
Uji statistik untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak A.
conyzoides dilakukan dengan Analisis Varian ( A N A V A ) dalam Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan pada tingkat kepercayaan
95%.
9
B A B V H A S I L DAN P E M B A H A S A N
1. Uji kualitatif Ekstrak dengan G C - M S
Berdasarkan kromatogram hasil analisis GCMS (Gas Chromatography
Mass Spectrofotometer pada ekstrak metanol daun atau akar A. conyzoides,
diperoleh senyawa-senyawa seperti yang tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Senyawa - Senyawa yang Terkandung dalam Ekstrak Metanol Daun atau AkarH. conyzoides.
Organ Nama Kelompok Besar Senyawa
Nama Senyawa
Daun Terpenoid P-caryophyllene, 6,7 -dimethoxy-2,2-dimethylchromene, Ageratochromene (Precocene 2), 6-vinyl-7-methoxy-2,2-dimethylchromene, Phytol
Daun
Fenolik Flavonoid : 2H-1-Benzopyran-6-ol
Akar Terpenoid Ageratochromene (Precocene 2), 1 -methoxy-2,2-dime thylchromene (Precocene 1)
Akar
Fenolik Flavonoid : l-(7-hydroxy-5-methoxy-2,2-dimethyl-2H-l-benzopyran-6-yl).
Hasil GCMS menunjukkan bahwa, tumbuhan A. conyzoides yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan terpenoid dan flavonoid.
Senyawa-senyawa yang terlihat dari hasil GCMS pada penelitian ini hampir
serupa dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kamboj dan Saluja
(2008), diantaranya seperti mono dan sesquiterpenes, chromene, chromone,
benzofuran, coumarin, Jlavonoids, triterpenes, sterols dan alkaloids. Akan
tetapi tidak semua senyawa terdapat dalam ekstrak yang digunakan dalam
penelitian ini. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan senyawa
dalam ekstrak tumbuhan. Banyak senyawa pada tumbuhan yang sifatnya
sangat labil sehingga kerusakan-kerusakan pun tidak dapat dihindari.
Akibatnya hanya senyawa-senyawa umum dan dalam jumlah banyak yang
dapat dengan mudah ditemukan (Harborne, 1987). Selain itu, faktor metode
ekstraksi sangat berpengaruh pada jenis senyawa yang terambil.
10
2. Kurva Tumbuh Bakteri/fungi
Pembuatan kurva tumbuh dilakukan dengan menggunakan metode
turbidimetri, dimana tingkat turbiditas (kekeruhan) menjadi tolak ukur dalam
perkiraan penghitungan biakan pada interval waktu tertentu. Kurva tumbuh
dapat dilihat pada Gambar 1,2, dan 3.
(Absorbansi)
2,5
1.5
1
0.5
0
10 12 14 16 18 20 22 24 (Jam ke-)
(Absorbansi) 1,8
ke-)
Gambar 1. Kurva Tumbuh S. pyogenes
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 2>\
Gambar 2. Kurva Tumbuh P. aeruginosa ATCC 1544
(Jam
1 I
J u m l a h K o n i d i a T. mentagrophytes
2 jg '5
us re
8 9 10
Waktu (Hari)
Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Jumlah konidia T. mentagrophytes terhadap waktu dalam medium PDA
Berdasarkan kurva tumbuh yang diperoleh, maka kurva tumbuh S.
pyogenes serupa dengan P. aeruginosa. Fase eksponensial dan stasioner
teramati dengan jelas. Fase eksponensial pada S. pyogenes berada pada hari
ke-0 sampai ke-8, sedangkan P. aeruginosa berada pada hari ke-2 sampai ke-
10. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jenis bakteri sehingga
menyebabkan perbedaan sifat dari bekteri in i . Pada fase eksponensial, sel
membelah dengan cepat sampai pada waktu tertentu. Fase stasioner berada
pada hari ke-8 sampai hari ke-24 untuk S. pyogenes dan hari ke-10 sampai ke-
24 untuk P. aeruginosa. Pada fase stasioner, kecepatan membelah sel dengan
kematian sel seimbang sehingga tidak terdeteksi adanya kenaikan dengan
spectrometer. Hal ini disebabkan terakumulasinya sisa-sisa metabolisme pada
medium sehingga dapat mengganggu metabolisme sel. Umur inokulum
bakteri S. pyogenes untuk uji aktivitas ditentukan pada saat bakteri berada
dalam fase logaritmik karena pertumbuhan bakteri berada dalam kondisi yang
optimum. Hal ini dilakukan agar pada saat uji aktivitas ekstrak yang dijadikan
sebagai agen antibakteri tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri yang
tidak optimum.
12
Berbeda dengan kurva pertumbuhan bakteri, pada kurva pertumbuhan
jamur terjadi fluktuasi jumlah konidia. Pada hari ke 1-3 jamur masih
mengalami fase lag atau fase penyesuaian, dimana fase ini merupakan fase
adaptasi jamur terhadap lingkungannya. Pertumbuhan maksimum terjadi pada
usia kultur 7 hari. Berdasarkan hasil kurva pertumbuhan jumlah konidia
terhadap waktu (hari) menunjukan kurva yang fluktuatif, hal ini menunjukan
bahwa jamur T. mentagrophytes ini merupakan jamur multiseluler yang
memiliki siklus hidup yang terdiri dari beberapa fase, diantaranya spora, hifa
dan miselium. Ketika usia 4 hari dan 8 hari mengalami penurunan jumlah
konidia, hal ini menunjukan bahwa pada hari ke 4 dan ke 8 ini jamur
mengalami fase pembentukan hifa, sehingga konidia berkurang yang
disebabkan oleh perkecambahan spora menjadi hifa. Umur jamur yang
digunakan untuk inokulum adalah pada usia hari ke 6, karena pada usia ini
jamur menunjukkan pertumbuhan yang optimum dan jumlah konidia yang
diperoleh sebanyak 1,2 x 105 konidia/inl. Menurut beberapa penelitian, jamur
T. mentagrophytes yang digunakan sebagai inokulum yaitu jamur T.
mentagrophytes yang berumur 7 hari yang dibiakkan pada medium PDA dan
diinkubasi pada suhu ruang (Rukayadi & Hwang, 2007).
3. Uji Antimikroba
3.1 Uji Daya Hambat
Uji daya hambat dengan metode cakram dapat dilihat pada Gambar 4 sampai 9.
13
E
(3 42
£ 42 <-. £ o
14 12 10 8 6 4
*-01 E c 5 10 25 50 75 100 250 500 750
Konsentrasi ekstrak daun (mg/ml)
Gambar 4. Diameter zona hambat ekstrak metanol daun A. conyzoides terhadap pertumbuhan S. pyogenes
Konsentrasi ekstrak akar (mg/ml)
Gambar 5. Diameter zona hambat ekstrak metanol akarH. conyzoides terhadap pertumbuhan S. pyogenes
Daya hambat maksimum ekstrak methanol daun untuk S. pyogenes
adalah 100 mg/ml sedangkan ekstrak methanol akar adalah 250 mg/ml. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata dari
pemberian ekstrak methanol daun A. conyzoides terhadap pertumbuhan S.
pyogenes. Pada pemberian ekstrak methanol akar, tidak ada pengaruh yang
nyata terhadap pertumbuhan S. pyogenes.
14
(a) (b)
Gambar 6. Daya hambat ekstrak methanol daun 100 mg/ml (a) atau akar 250 mg/ml (b) terhadap pertumbuhan S. pyogenes
Gambar 7. Diameter zona hambat ekstrak metanol daun A. conyzoides Terhadap P. aeruginosa ATCC 15442
15
20 3.32 « , « m %m a
10 j 5 0
I 1 s • M
\ « s \ r N
& <P & «P ^ ^ *p ^> V<P 4? ^ 4P ^ <̂
JO
Konsentrasi
Gambar 8. Diameter zona hambat ekstrak metanol akar A conyzoides terhadap pertumbuhan P. aeruginosa ATCC 15442
Daya hambat maksimum untuk ekstrak methanol daun terhadap
pertumbuhan P. aeruginosa adalah 700 mg/ml sedangkan untuk ekstrak
methanol akar adalah 10 mg/ml. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
ekstrak methanol daun A. conyzoides berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan P. aeruginosa. Pemberian ekstrak methanol akar A. conyzoides
juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan P. aeruginosa.
Gambar 9. Daya hambat ekstrak methanol daun 700 mg/ml (a) atau akar 10 mg/ml (b) terhadap pertumbuhan P. aeruginosa
16
^ 10,000 ~E 9,000 & 8,000 6,917 cs 7,000 tM g 6,000 I
J 5,000 m 4,000 § 3,000 "2 2,000 |
9,080
Konsentrasi Ekstrak (mg/m
Gambar 10. Diameter zona hambat ekstrak methanol daun A. conyzoides L . terhadap pertumbuhan T. Mentagrophytes
0 10,000 1 9,000 3 8,000 •J3 7,000 •g 6,000 I 5,000 a 4,000 « 3,000 § 2,000
N 1,000
8,492 r > 3 7 5 7,050 7,083 7,000 7,058 • 7,025 7,167 7,242 6 942- j miiliiiili
V d?
Q <0
Konsentrasi E k s t r a k (mg/ml)
Gambar 11. Diameter zona hambat ekstrak methanol akar A. conyzoides L . terhadap pertumbuhan T. mentagrophytes
Daya hambat maksimum untuk ekstrak metanol daun terhadap T .
Mentagrophytes adalah 400 mg/ml, sedangkan untuk ekstrak metanol akar
17
adalah 450 mg/ml. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang nyata pemberian ekstrak metanol daun atau akar A.
conyzoides terhadap pertumbuhan T. Mentagrophytes.
(a) (b)
Gambar 12. Daya hambat ekstrak methanol daun 400 mg/ml (a) atau akar 450 mg/ml (b) terhadap pertumbuhan T. mentagrophytes
Jika diperhatikan, pengaruh konsentrasi ekstrak metanol daun atau
akar terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur patogen tidak berbanding lurus
terhadap diameter penghambatan pertumbuhan bakteri atau jamur. Naik
turunnya diameter zona hambat setiap konsentrasi ekstrak diakibatkan dari
penyerapan ekstrak baik ekstrak metanol daun maupun akar A. conyzoides
pada kertas cakram.
Penurunan aktivitas tersebut diduga karena terjadi saling mengikat antar
molekul yang terkandung dalam ekstrak sehingga terbentuk molekul yang
berukuran lebih besar. Pada konsentrasi tinggi, saling mengikat antar partikel
ini menyebabkan pembentukan senyawa berukuran yang lebih besar ini
menjadi lebih banyak sehingga menyebabkan senyawa-senyawa aktif
berukuran lebih besar dari sebelumnya. Molekul berukuran besar ini tidak
mampu menembus pori-pori medium agar dan menyebabkan tidak terjadi
kontak langsung antara senyawa aktif dengan bakteri, sehingga tidak terjadi
perusakan pada sel bakteri oleh senyawa aktif. Selain itu, pada konsentrasi
ekstrak yang lebih tinggi terjadi kejenuhan sehingga menyebabkan senyawa-
18
senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tidak terlarut dengan
sempuma dan molekul besar mengalami kesulitan berdifusi pada medium agar
sehingga menyebabkan tidak terjadinya kontak langsung antara molekul
tersebut dengan bakteri atau jamur dan tidak terjadi penghambatan. Hal ini
sesuai yang dikemukakan oleh Mickel (dalam Sabir 2005) yang menyatakan
bahwa diameter zona inhibisi sangat dipengaruhi oleh faktor seperti
kemampuan difusi bahan uji pada media.
3.2 Minimal Inhibitory Concentration (MIC)
Nilai MIC menyatakan nilai terkecil yang bisa menghambat pertumbuhan
pathogen. Nilai ini sangat penting untuk uji sensitifitas suatu agen terhadap
bakteri pathogen. Pada S. pyogenes, nilai MIC adalah 6 mg/ml untuk ekstrak
daun dan 8 mg/ml untuk ekstrak akar (Gambar 13 dan 14).
(A) (B)
Gambar 13. (A) Nilai MIC Ekstrak Metanol Daun Terhadap S. pyogenes (B) Medium NB + Ekstrak (Kontrol).
19
(A) (B)
Gambar 14. (A) Nilai MIC Ekstrak Metanol Akar Terhadap S. pyogenes (B) Medium NB + Ekstrak (Kontrol).
Gambar 15. Hasil Uji Ekstrak Metanol Akar terhadap P. aeruginosa; k l : konsentrasi 350 mg/ml, k2 : konsentrasi 375 mg/ml, k3 : konsentrasi 400 mg/ml, k4 : konsentrasi 425 mg/ml, k5 :
konsentrasi 450 mg/ml, k6 : medium dan inokulum 24 jam, k7: medium saja (pembanding)
20
Gambar 16. Hasil Uji MIC Ekstrak Metanol Daun terhadap P.aeruginosa; c l : konsentrasi 450 mg/ml, c2 : konsentrasi 475 mg/ml, c3 : konsentrasi 500mg/ml, c4 : konsentrasi 525 mg/ml, c5 : konsentrasi akhir 550 mg/ml, c6 : medium dan inokulum 24 jam, c7 : medium saja
Nilai MIC untuk ekstrak metanol daun atau akar terhadap
pertumbuhan P. aeruginosa adalah 10 mg/ml atau 9 mg/ml (Gambar 15 dan
16). Sedangkan Nilai MIC untuk ekstrak methanol daun atau akar terhadap
pertumbuhan T. mentagrophytes adalah 6 mg/ml atau 10 mg/ml (Gambar 17).
Gambar 17. MIC metanol akar terhadap T. mentagrophyte 2,5 mg/ml (A), MIC metanol daun terhadap T. Mentagrophytes 4,5 mg/ml (B), dibandingkan dengan PD cair-inokulum (C), PD cair-inokulum-Ketoconazole 500 mg/ml (D), PD cair (E) dan PD cair-inokulum-DMSO 1%(F)
21
Kejernihan yang sama antara biakan pada nilai MIC dengan kontrol
yang mengandung medium dan ekstrak ini mengindikasikan terjadi hambatan
pertumbuhan dan pada kontrol tidak terjadi pertumbuhan bakteri. Kejernihan
dari biakan diduga karena sel mengalami autolisis baik sedikit maupun
keseluruhan sehingga jasad-jasad bakteri hancur dan menyebabkan biakan
menjadi terlihat lebih jernih. Hasil seperti ini dapat diartikan bahwa
konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi mampu membunuh bakteri bahkan
menyebabkan sel bakteri menjadi lisis.
Berdasarkan hasil GCMS, tumbuhan A. conyzoides yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki kandungan terpenoid dan flavonoid. Seperti
yang disebutkan dalam Kamboj & Saluja (2008), bahwa tumbuhan A.
conyzoides memiliki kandungan senyawa aktif yang sangat beragam seperti
mono dan sesquiterpenes, chromene, benzojuran, coumarin, flavonoids,
triterpenes, sterols dan alkaloids. Tidak semua senyawa yang dilaporkan
tersebut juga terkandung dalam ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini.
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan senyawa dalam ekstrak
tumbuhan bahkan juga dapat hilang. Menurut Harborne (1987), banyak
senyawa yang terdapat dalam tumbuhan yang sifatnya sangat labil sehingga
kerusakan dalam proses ekstraksi tidak dapat dihindari, sehingga hanya
senyawa-senyawa yang umum dan dalam jumlah banyak yang dapat dengan
mudah diisolasi.
Adanya aktivitas antifungi terhadap jamur T. mentagrophytes dari ekstrak
daun dan akar A. conyzoides diduga berkaitan erat dengan senyawa kimia
yang terkandung dalam tumbuhan. Berdasarkan hasil GCMS pada penelitian
sebelumnya, ekstrak metanol daun memiliki kandungan senyawa terpenoid
ageratochromene (precocene I I ) , beta-caryophyllene dan phytol sedangkan
ekstrak metanol akar memiliki kandungan senyawa terpenoid 7-methoxy-2,2-
dimethylchromene (precocene I) dan ageratochromene (precocene I I ) .
Menurut Kamboj & Saluja (2008), jenis precocene I dan precocene I I yang
terdapat pada A. conyzoides dilaporkan menunjukkan aktivitas antimikroba.
Minyak atsiri jenis cromene merupakan golongan terpenoid yang banyak
22
digunakan sebagai bahan obat dan menunjukkan aktivitas antifungi
(Gunawan, 2006). Senyawa kimia lainnya adalah golongan flavonoid yaitu
jenis benzopyran yang dimil iki oleh akar dan daun. Menurut Taiz & Zeiger
(2006), golongan flavonoid (1,2H- benzopyran) menunjukkan aktivitas
antimikroba. Adapun aktivitas lain dari flavonoid yaitu sebagai anti virus,
peluruh kencing (diuretik) dan anti kejang (Kamboj & Saluja, 2008), berperan
juga sebagai antiploriferasi, sebagai anti infiamasi dan antioksidan (Masuda
dalam Yuharmen et al., 2002).
Menurut Nairn (2004), senyawa fenolik dapat bersifat toksik karena
terjadi proses inhibitor enzim oleh senyawa yang teroksidasi. kemungkinan
melalui reaksi dengan grup sulfhidril atau melalui interaksi non-spesifik
dengan protein. Begitu pula dengan senyawa-senyawa yang termasuk ke
dalam kelompok flavonoid, senyawa ini diketahui sebagai salah satu bentuk
respons oleh tumbuhan dalam menghadapi infeksi mikroba. Flavonoid
memiliki kemampuan untuk membentuk senyawa kompleks dengan protein
ekstraseluler dan dapat terlarut dengan dinding sel, hal ini disebabkan karena
sifat flavonoid yang lipofolik sehingga mampu merusak membran sel jamur.
Penghambatan pertumbuhan T. mentagrophytes diduga berkaitan erat dan
memiliki korelasi dengan adanya senyawa-senyawa kimia aktif yang dimil iki
tumbuhan A. conyzoides.
3.3 Minimal Bactericidal Inhibitory (MBC)
Berdasarkan hasil MIC dapat diketahui bahwa terdapat mekanisme
senyawa metabolit sekunder dari ekstrak kasar metanol daun atau akar A.
conyzoides dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. pyogenes. MIC
bersifat bakteriostatik yang artinya mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan untuk MBC bersifat
bakterisidal yang artinya mempunyai kemampuan untuk mematikan bakteri.
Demikian juga untuk ftmgi, MFC bersifat fungicidal yang artinya mempunyai
kemampuan untuk mematikan fungi.
23
Jumlah koloni
10
1 2 3 4 5 6 konsentrasi
ekstrak (mg/ml)
Gambar 18. Rata-rata jumlah koloni S. pyogenes terhadap ekstrak metanol daun A. conyzoides
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai MBC pada
ekstrak metanol daun A. conyzoides berada pada konsentrasi 6 mg/ml,
dikarenakan tidak terdapat lagi koloni yang tumbuh setelah diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37 • C seperti terlihat pada Gambar 18. Sedangkan untuk
ekstrak metanol akar A. conyzoides berdasarkan Gambar 19, berada pada
konsentrasi 8 mg/ml, dikarenakan jumlah koloni yang tumbuh setelah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 3 7 • C adalah sebanyak 9 koloni dan
jumlah ini merupakan jumlah koloni terkecil dari konsentrasi ekstrak metanol
akar lainnya, sehingga ditentukan bahwa nilai MBC pada ekstrak akar berada
di konsentrasi 8 mg/ml.
24
: I 1 i I 1 a 3 4 5 6 7 8
Gambar 19. Rata-rata jumlah koloni S. pyogenes terhadap ekstrak metanol akar A conyzoides
Jika dibandingkan nilai MBC pada ekstrak metanol daun dan akar dari
tumbuhan ini terlihat perbedaan yang cukup jelas. Nilai MBC daun lebih kecil
daripada nilai MBC akar yaitu 6 mg/ml lebih kecil dari 8 mg/ml. Begitupula
dengan jumlah koloninya, pada daun 6 mg/ml tidak terdapat koloni lagi
sedangkan pada akar terdapat 9 koloni yang tumbuh.
Hasil tersebut dapat menunjukan bahwa efektifitas dari A conyzoides
paling kuat terdapat pada ekstrak metanol daun, karena dengan konsentrasi
lebih rendah dapat menunjukan hasil dari mekanisme antibakteri yang lebih
besar daripada ekstrak methanol akar. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis
statistika yang menunjukan bahwa ekstrak metanol daun lebih baik
dibandingkan dengan ekstrak methanol akar terhadap pertumbuhan bakteri S.
pyogenes.
Penelitian ini menunjukan bahwa nilai MIC sama dengan MBC, seperti
penelitian yang dilakukan di India mengenai aktivitas antimikroba ekstrak
kulit kayu (Schima wallichi) terhadap bakteri Staphylococcus aureus salah
satunya, yang pada akhimya menghasilkan nilai MIC dan MBC yang sama
(Dewanjee 2008). Hal ini menunjukan bahwa MBC merupakan kelanjutan
atau dapat dikatakan sebagai pembuktian yang berhubungan dengan MIC.
25
250 i 200
f 1 5 0
K 100 h 50 P
i5
rn s
o 9.5 6.5 1.5
V
JO
Konsentrasi
Gambar 20. Rata-rata jumlah koloni P. aeruginosa terhadap ekstrak methanol daun A. conyzoides
Gambar 21. Rata-rata jumlah koloni P. aeruginosa terhadap ekstrak metanol akar A conyzoides
Berdasarkan Gambar 20 dan 21, semakin besarnya konsentrasi
menunjukkan penurunan jumlah koloni. Rata-rata jumlah koloni yang paling
26
banyak yaitu pada konsentrasi 9 mg/ml berjumlah 15 koloni sedangkan pada
konsentrasi 9.5 mg/ml, 10 mg/ml, 10.5 mg/ml dan 11 mg/ml secara berurutan
rata-rata jumlah koloninya berjumlah 9.5, 6.5, 1.5 dan 1 koloni. Pada
konsentrasi 11 mg/ml merupakan konsentrasi dengan jumlah koloni paling
sedikit. Adanya penurunan jumlah koloni, kemungkinan disebabkan oleh
semakin banyaknya senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak
karena semakin besar konsentrasi ekstrak yang digunakan sehingga koloni
yang tumbuh akan semakin sedikit. Nilai MBC untuk ekstrak daun methanol
A. conyzoides pada konsentrasi 11 mg/ml, memiliki rata-rata jumlah koloni
lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah konsentrasi ekstrak daun lainnya
yaitu berjumlah satu koloni. Dari konsentrasi 9 mg/ml, 9.5 mg/ml, 10 mg/ml
hingga konsentrasi 10.5 mg/ml, jumlah koloni semakin sedikit. Hal tersebut
menunjukkan semakin besar konsentrasi yang diberikan mampu mematikan
pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Pada konsentrasi 11 mg/ml merupakan
konsentrasi yang dijadikan sebagai nilai MBC.
Untuk ekstrak akar A. conyzoides nilai MBC ditunjukkan pada
konsentrasi 9 mg/ml. Rata-rata jumlah koloninya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan rata-rata jumlah koioni pada konsentrasi 7 mg/ml, 7.5
mg/ml, 8 mg/ml dan 8.5 mg/ml sehingga pada konsentrasi 9 mg/ml
merupakan konsentrasi yang dijadikan sebagai nilai M B C . Pada ekstrak akar
A. conyzoides pun dapat memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi
ekstrak akar yang diberikan, maka jumlah koloni yang tumbuh pada medium
padat semakin sedikit.
27
60 50.5
Konsentrasi E k s t r a k (mg/ml)
Gambar 22. Rata-rata jumlah koloni hifa T. mentagrophytes terhadap ekstrak methanol daun A conyzoides
Konsentrasi Ekstrak (mg/ml)
Gambar 23. Rata-rata jumlah koloni hifa T. Mentagrophytes terhadap ekstrak methanol akar A conyzoides
Dari hasil uji MFC ekstrak methanol daun (Gambar 22) terlihat bahwa
semakin besar konsentrasi ekstrak yang diberikan maka mampu menekan
pertumbuhan jamur, dengan kata lain mampu mematikan pertumbuhan jamur
T. mentagrophytes. Pada konsentrasi ekstrak daun 5 mg/ml, jumlah koloni
28
jamur yang tumbuh paling sedikit yaitu sebanyak (2,5 ± 0,707) koloni
dibandingkan dengan konsentrasi lain. Hal ini menandakan bahwa pada
konsentrasi ekstrak daun 5 mg/ml telah dapat mencegah atau mematikan
pertumbuhan jamur, sehingga konsentrasi ekstrak daun 5 mg/ml ini ditentukan
sebagai nilai MFC.
Hasil uji MFC ekstrak methanol akar (Gambar 23) menunjukkan
bahwa jumlah koloni jamur yang paling sedikit tumbuh yaitu pada konsentrasi
ekstrak akar 4,5 mg/ml dengan rata-rata jumlah sebanyak (5,5 ± 3,535) koloni.
Dengan demikian, konsentrasi ekstrak yang ditentukan sebagai nilai MFC
adalah pada konsentrasi 4,5 mg/ml. Pada konsentrasi 2,5 mg/ml yang
merupakan nilai MIC terlihat bahwa jumlah koloni jamur yang tumbuh lebih
banyak dibandingkan pada konsentrasi 3 mg/ml, 3,5 mg/ml, 4 mg/ml dan 4,5
mg/ml. Pada konsentrasi 2,5 mg/ml jumlah koloni jamur yang tumbuh adalah
sebanyak (47,5 ± 6,363) koloni. Ini membuktikan bahwa pada konsentrasi 2,5
mg/ml telah dapat menghambat pertumbuhan jamur. Berdasarkan data terlihat
bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin sedikit jumlah koloni
yang tumbuh. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka
jumlah senyawa aktif yang terkandung di dalamnya semakin besar sehingga
pertumbuhan jamur akan semakin terhambat. Berdasarkan hasil pengujian
maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi ekstrak methanol daun sebesar 5
mg/ml dan ekstrak methanol akar sebesar 4,5 mg/ml merupakan konsentrasi
minimum yang dapat mematikan pertumbuhan jamur T. mentagrophytes.
Penelitian yang dilakukan oleh Rukayadi & Hwang, (2007) menunjukan
bahwa pada konsentrasi xanthorizol 2 pg/ml telah dapat mematikan
pertumbuhan jamur T. mentagrophytes. Selain itu dilaporkan juga bahwa
kondisi tersebut terjadi karena xanthorizol dapat menghambat germinasi
konidia.
29
BAB V I . K E S I M P U L A N DAN S A R A N
6.1 K E S I M P U L A N
Ekstrak methanol daun atau akar A. conyzoides dapat dijadikan agen
antibakteri terhadap S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes.
Kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak daun A. conyzoides
adalah golongan terpenoid (fS-caryophyllene, 6,7-dimethoxy-2,2-
dimethylchromene, Ageratochromene (Precocene 2), 6-vinyl-7-methoxy-2,2-
dimethylchromene, Phytol. Golongan fenolik (Flavonoid : 2H-1 -Benzopyran-
6-ol). Kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak akar A.
conyzoides adalah golongan terpenoid (Ageratochromene (Precocene 2), 7-
methoxy-2,2-dimethylchromene(Precocene 1). Golongan fenolik (Flavonoid :
l-(7-hydroxy-5-methoxy-2,2-dimethyl-2H-l -benzopyran-6-yl).
Diameter zona hambat maksimal ekstrak methanol daun A. conyzoides
pada S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 13.86 mm
(100 mg/ml), 13.63 mm (700 mg/ml), 7,98 mm (400 mg/ml). Diameter zona
hambat maksimal ekstrak methanol akar A. conyzoides pada S. pyogenes, P.
aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 9.86 mm (250 mg/ml), 9.32 mm
(10 mg/ml), 8.49 mm (450 mg/ml).
Nilai MIC ekstrak methanol daun A. conyzoides terhadap pertumbuhan
S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 6 mg/ml, 10
mg/ml, 4,5 mg/ml. Nilai MIC ekstrak methanol akar A. conyzoides terhadap
pertumbuhan 5". pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 8
mg/ml, 9 mg/ml, 2,5 mg/ml.
Nilai MBC/MFC ekstrak methanol daun A. conyzoides terhadap
pertumbuhan S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T. mentagrophytes adalah 6
mg/ml, 11 mg/ml, 5 mg/ml. Nilai MBC/MFC ekstrak methanol akar A.
conyzoides terhadap pertumbuhan S. pyogenes, P. aeruginosa, dan T.
mentagrophytes adalah 8 mg/ml, 9 mg/ml, 4,5 mg/ml.
30
6.2 SARAN
Untuk penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan ekstraksi senyawa
alkaloid karena pada penelitian ini yang terambil hanya terpenoid dan fenolik.
Ekstrak alkaloid yang diperoleh diuji aktivitasnya melalui uji daya hambat,
MIC dan MBC/MFC pada mikroorganisme yang sama atau berbeda.
31
D A F T A R P U S T A K A
Anonim. 2007. Bacterial skin infections, (online). Tersedia :
http://dermnetnz.org/bacterial. (23 Januari 2008).
Anonim. 2008. Streptococcus pyogenes. (Online). Tersedia: http://en . wikipedia. org/wiki/Streptococcus _pvo genes. (21 Februari 2008).
Benli, M & Yigit , N . (2008). "Antibacterial Activity o f Venom From Funnel Web Spider Agelena labyrinthica (Araneae: Agelinidae)". J. Venom. Anim. Toxins inci. Trop. Dis. 14, (4), 641-659.
De Padua, L.S. Bunyapraphatsara, N . & Lemmens, R.H.M.I.(Eds). 2003. Plant Resources o f South-east Asia no.12(1). Medical and Poisonous Plants L
Dewanjee. 2008. "Evaluation o f Antimicrobial Activity of idroalchoholic extract Schima wallichi bark". Pharmacology online. 1, 523-528.
Fero, A, Bradbury, F, Cameron, P, Shakir, E, Rahman, S, & Stimson,W. (2003). In Vitro Susceptibilities of Shigella Flexneri and Streptococcus pyogenes to Inner Gel of Aloe barbadensis Miller. Vo l . 47, No. 3, p.1137-1139.
Fitriani, A. 1988. Kandungan Senyawa Sterol dalam Kalus dan Perbanyakan Tunas Apikal Ageratum conyzoides L . Tesis Sarjana. ITB: tidak diterbitkan.
Gi l l , S. 1978. Flavonoid compound of the Ageratum conyzoides L . Herb. Acta Pharm., 35(2): 241-243.
Gonzales, AG, Thomas, G, Ram P. 1991. Chromenes from Ageratum conyzoides L . Phytochemistry, 30, 1137-1139.
Gunawan, PW, Yulinah E., Sukrasno, Adnyana, IK. 2006. Telaah antimikroba daun babadotan (Ageratum conyzoides L.) . Acta Pharm Indonesia, 31(2): 91-93.
Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia. Bandung: ITB
Ikan, R. 1976. Natural product. A laboratory guide. Academic Press, London, New York.
32
Kamboj, A. & Saluja, A.K. (2008). Ageratum conyzoides L . : A review on its phytochemical and pharmacological profile [Online]. Tersedia: http://www. greenpharmacv. info/article.asp?issn=0973-8258;year=2008:volume=2:issue=2:space=59:epage=68:aulast=Ka mboi (20 Juli 2009)
Ming LC. 1999. Ageratum conyzoides : A tropical source o f medicinal and agricultural products, p. 469-473 In : J Janick (ed ), Perspectives on new crops and new uses. ASHS Press, Alexandria, V A .
Moreira M D , Picanco MC, Barbosa LC, Guedes RN, Barros EC, Campus MR. 2007. Compounds from Ageratum conyzoides : isolation, structural elucidation and insecticidal activity. Pest Manag Sci. 63(6):615-621.
Moura AC, Silva EL, Fraga MC, Wanderley AG, Afiatpour P, Maia M B . 2005. Antiimflammatory and chronic toxicity study of the leaves o f Ageratum conyzoides L . In rats. Phytomedicine. 12(1-2):138-142.
Nairn, R. (2004). Senyawa Antimikroba dari Tanaman [Online]. Tersedia: www2.kompas.eom/kompas-cetak/0409/l 5/sorotan/l 265264.htm
(1 Januari 2009)
National Committee for Clinical Laboratory Standards (2003). Methods for Dilution Antimicrobial Susceptibility Tests for Bacteria that Grow Aerobically—Sixth Edition: Approved Standard M7-A6. NCCLS, Wayne, PA, USA.
Ogbulie JN, Ogueke CC, Okoli IC, Anyanwu BN. 2007. Antibacterial activities and toxicological potentials o f crude ethanolic extracts o f Euphorbia hirta. Afr J Biotech. 6(13):1544-1548.
Okunade AC. 2002. Ageratum conyzoides L . (Asteraceae). Fitoterapia. 73(1): 1-16.
Okunade L. Adewole. (2001). Ageratum conyzoides L . (Asteraceae). (Online). Tersedia: http://www.sciencedirect.com. (18 Januari 2009).
Okwori, A. E. J. Dina, C. O. Junaid, S. Okeke, I . O Adetunji, J. A. Olabode, A. O. (2007). "Antibacterial Activities o f Ageratum conyzoides Extracts on Selected Bacterial Pathogens". The Internet Journal of Microbiology. 4, (1).
33
Oladejo OW, Imoseni IO, Osuagwu FC, Ovedele OO, Oluwadara OO, Ekpo OE, Aiku A, Adewoyin O, Akang EE. 2003. A comparative study o f the wound healing properties o f honey and Ageratum conyzoides. Afr J Med Med Sci. 32(2):193-196.
Owlia, Parviz; Rasooli, Iraj; Sadori Hhorieh. (2007). Antistreptccoccal and Antioxidant Essential Oil From Matricaria chamomilla L . Research Journal Of Biological Sciences 2(2): 155-160
Rukayadi & Hwang. (2007). "In Vitro Antimycotic Activity o f Xanthorrhizol Isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb. Against Opportunistic Filamentous Fungi". Phytotherapy Research 21 , 434-438.
Sabir, A. (2005). "Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp. Terhadap Bakteri Streptococcus mutans (In Vitro)". Majalah Kedokteran Gigi. 38, (3): 135-140. [online]. Tersedia.
Stanway A. 2007. Streptococcal Skin Infections, (online). Tersedia : http://dermnetnz.org/bactenal/streptococcal-didease. html (14 Februari 2008).
Taiz, L & Zeiger, E. (2006). Plant Physiology (4th ed.). Massachusetts: Sinauer Assosiates, Inc. Publishers.
Yuharmen. Eryanti, Y. Nurbalatif. (2002). " U j i Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga)". Jurusan Kimia FMIPA Universitas Riau.
34
Top Related