1
ANALISIS KARAKTERISTIK KOMPETENSI BISNIS LINTAS BUDAYA JEPANG DAN AMERIKA
(Studi kasus : Film Gung Ho)
Arti Penting Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi merupakan sebuah bagian penting yang tidak dapat kita lepaskan di
dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi kita sebagai makhluk sosial, tidak akan pernah bisa
hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan orang lain. Lebih daripada sebuah interaksi,
komunikasi merupakan sebuah proses dimana seorang komunikator dapat memberikan
rangsangan kepada komunikan sehingga terciptanya sebuah kesepahaman. Inti dari sebuah
proses komunikasi itu sendiri merupakan proses penyampaian pesan yang didalamnya
terdapat sebuah tujuan-tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seorang
individu.
Proses komunikasi yang dilakukan antara komunikator dan komunikan tidak selalu
berjalan dengan baik. Banyak faktor yang dapat menghambat proses komunikasi antara
seorang komunikator dengan komunikan. Salah satunya yaitu perbedaan frame of reference
dan field of experience antara para pelaku komunikasi. Apabila pesan-pesan yang
disampaikan oleh komunikator tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh sang
komunikan maka komunikasi yang mereka lakukan tidak akan berjalan dengan baik. Hal ini
terjadi karena ketika kita berkomunikasi, tentunya kita akan mengeluarkan simbol-simbol
dengan orang lain dan apabila mereka memiliki latar belakang yang berbeda dengan kita
maka tentunya mereka tidak akan dapat memahami dengan jelas simbol-simbol yang kita
gunakan.
Berbicara mengenai perbedaan frame of references dan field of experiences para
pelaku komunikasi, maka hal ini sangat lekat dengan proses komunikasi antar budaya.
Dimana aktor-aktor yang bermain di dalam proses komunikasi ini memiliki latarbelakang
kerangka acuan dan pengalaman yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Lebih dari
itu, pemahaman mengenai komunikasi antar budaya yaitu sebuah proses interaksi simbolik
yang melibatkan invidu-individu atau kelompok-kelompok yang memiliki persepsi-persepsi
2
dan cara-cara bertingkah laku yang berbeda sedemikian rupa, sehingga akan sangat
mempengaruhi cara berlangsungnya dan hasil dari komunikasi tersebut1.
Melihat pengertian komunikasi antar budaya tersebut, maka kita dapat membuat
kesimpulan bahwa ketika seorang komunikator melakukan sebuah interaksi secara simbolik
kepada seorang komunikan, yang memiliki latar belakang yang berbeda maka kondisi
tersebut akan sangat berpengaruh kepada hasil dari komunikasi itu sendiri. Kita dapat
mengatakan bahwa didalam sebuah komunikasi antarbudaya, semakin besar derajat
perbedaannya maka akan semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk meramalkan
suatu ketidakpastian.
Derajat perbedaan antara komunikator dan komunikan inilah yang menjadi salah
satu faktor sebuah komunikasi dapat berjalan dengan efektif atau tidak. Ketika derajat
tersebut semakin besar, maka perbedaan komunikator dan komunikan dalam beberapa hal
seperti derajat pengetahuan, derajat ambiguitas, kebingungan, dan banyak hal yang sama
sekali tidak familiar juga akan semakin terasa antara si pembicara dengan lawan bicaranya.
Oleh karena itu didalam komunikasi antar budaya kita perlu memahami pentingnya
informasi-informasi terkait dengan isu-isu suatu budaya. Hal ini penting karena wawasan
tersebut yang nantinya akan kita butuhkan ketika kita berhadapan dengan orang yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan diri kita.
Dimensi-Dimensi Budaya : 4 Variabilitas Hofstede
Berbicara mengenai budaya, maka sebelum itu kita juga perlu mengetahui beberapa
dimensi-dimensi kebudayaan yang dibagi menjadi 4 variabel budaya yang penting untuk kita
ketahui. Hal ini penting karena ketika kita membicarakan suatu budaya berarti kita sedang
membicarakan mengenai suatu hal yang kompleks. Oleh karena itu kita perlu mengenal
lebih jauh mengenai beberapa variabilitas budaya. Sebelum kita lebih dalam lagi membahas
mengenai hubungan antar budaya maka aspek-aspek terkait didalam variabilitas yang
1 Faules dan Alexander. 1978. Communication and social behavior: A symbolic interaction perspective.
Addison-Wesley Pub.Co. Hal 7
3
diciptakan oleh Hofstede ini harus kita telaah terlebih dahulu. Variabilitas ini lah yang
nantinya akan memudahkan kita didalam membedakan dan mengelompokan berbagai
macam kebudayaan.
Pertama, perlu diketahui bahwa kebudayaan yang saat ini dibagi menjadi 2 level
yang utama yaitu Individualisme dan Kolektivisme. Variabilitas kebudayaan ini yang
nantinya dapat kita gunakan untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan di dalam
komunikasi antar budaya. Didalam konteks kebudayaan individual, pencapaian tujuan
individu biasanya sangat ditekankan dan diutamakan ketimbang dengan pencapaian tujuan
suatu kelompok. Berbeda dengan kebudayaan kolektivis yang sangat menjunjung tinggi
kebersamaan dan pencapaian tujuan suatu kelompok dianggap menjadi suatu hal yang
sangat penting. Individualis-Kolektivis ini nantinya akan sangat berpengaruh terhadap
aturan dan norma sebagai identitas kelompok mereka antara ingrup dan outgrup.
Selain itu, Individualis dan kolektivis memberikan penjelasan kerangka pemikiran
untuk dapat mengerti persamaan dan perbedaan seseorang didalam ingroup. Gudykunts
dan Toomey (1988) membagi menjadi dua yaitu komunikasi low context dan high context,
dimana komunikasi yang bersifat low contex biasanya didominasi di dalam budaya
individualistik sedangkan komunikasi high-context biasanya berada didalam budaya
kolektivis. Komunikasi low context merupakan sebuah komunikasi dimana cara
berkomunikasinya sangat mementingkan kejelasan, straight to the point, tidak bertele-tele,
membicarakan inti pembicaraan secara langsung. Berbeda dengan komunikasi high context
yang sangat mementingkan sebuah proses pencapaian tujuan, hal ini dilakukan dengan cara
tidak menyakiti perasaan seseorang dan mengedepankan keharmonisan suatu kelompok.
Kedua, Penghindaran ketidakpastian (Uncertainty Avoidance) dimana didalam hal ini
diyakini bahwa setiap anggota budaya dalam berinteraksi dengan kebudayaan lain, selalu
mencoba untuk menghindari ketidakpastian yang terdapat diantara mereka yang memiliki
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Namun, setiap budaya memiliki cara tersendiri
didalam melakukan penghindaran ketidakpastian ini. Individu yang berasal dari kelompok
kebudayaan yang memiliki penghindaran ketikpastian yang tinggi (high uncertainty
avoidance) maka biasanya mereka memiliki toleransi yang sangat kecil, mereka mengaggap
bahwa perbedaan merupakan sebuah ancaman yang berbahaya, dimata mereka setiap
4
orang harus sama dan setara. Sedangkan orang yang berada pada budaya yang
penghilangan ketidakpastiannya rendah (low uncertainty avoidance) maka tingkat
toleransinya sangat tinggi, dan menurut kelompok kebudayaan ini bahwa perbedaan
merupakan sebuah tantangan untuk mereka dan norma yang berlaku di dalam kebudayaan
ini cenderung fleksibel.
Ketiga, kita berbicara mengenai jarak kekuasaan yang terdapat di dalam suatu
kelompok budaya. Jarak kekuasaan disini merupakan tingkat kesetaraan masyarakat di
dalam suatu kekuasaan. Dimana apabila di dalam suatu kebudayaan jarak kekuasaanya
tinggi maka perbedaan antara satu dengan yang lainnya akan sangat mencolok. Namun,
sebaliknya apabila di dalam suatu kelompok kebudayaan, jarak kekuasaannya rendah, maka
dapat dikatakan bahwa masyarakat didalamnya setara. Maka dari itu biasanya pada
kebudayaan yang memiliki jarak kekuasaan tinggi, masyarakatnya cenderung lebih disiplin
karena taat pada kekuasaan. Hal ini berbeda dengan kebudayaan yang jarak kekuasaannya
rendah, biasanya masyarakat cenderung lebih mudah didalam menerima tanggung jawab
karena mereka masyarakatnya setara sehingga mereka tidak perlu takut dengan kekuasaan.
Keempat, Maskulinitas dan Feminitas yang merupakan salah satu variabilitas budaya
yang perlu kita ketahui. Variabel ini berbicara mengenai gaya antara jenis kelamin. Kita
dapat melihat didalam suatu kebudayaan maskulin, ketegasan, sifat kompetitif, kerja keras
dan kegigihan sangatlah ditonjolkan. Sedangkan didalam suat kebudayaan yang cenderung
feminis maka nilai simpati menjadi faktor perhatian dan-negar ego sangat bermain
didalamnya, dimana didalam kebudayaan ini kelembutan, perhatian, kasih sayang, sangatlah
terasa didalamnya. Maka dari itu negara-negara yang mengut kebudayaan maskulinitas
sangat cocok sekali untuk produksi massal, industri berat dan lain-lain. Sedangkan negara-
negara yang menganut feminitas seperti swedia sangat cocok sekali untuk industri-industri
yang berkaitan dengan pelayanan pribadi, pertanian, perkebunan, dan lain-lain.
5
Pentingnya Kompetensi Komunikasi Antar Budaya dalam Dunia Bisnis
Faktanya di dalam dunia bisnis, sering kali terjadi kegagalan di dalam membangun
kerjasama dengan mitra kerja yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Biasanya
ketika sebuah perusahaan mencoba untuk bekerjasama dengan perusahaan dari negara luar
dengan maksud untuk mengembangkan bisnis, seringkali mereka mengalami masalah
karena kurangnya pengetahuan perusahaan tersebut mengenai konteks kebudayaan mitra
asing yang mereka ajak kerjasama. Fakta ini juga sempat dijelaskan di beberapa seminar
mengenai kegagalan perusahaan terkait praktik bisnis yang mereka lakukan dengan mitra
asing dikarenakan kurangnya pengetahuan kompetensi komunikasi antar budaya.
Didalam sebuah seminar “Intercultural Business Communication- Communication in
International Joint Ventures” salah seorang pembicara yang bernama Francesca Bargiella
(Nottingham. Trent University, 2000) mengatakan bahwa mereka telah membuat suatu
penelitian yang menghasilkan sebuah laporan mengenai pengalaman kontak dan
komunikasi antara pekerja Inggris dan Australia. Didalam laporan tersebut dikatakan bahwa
mereka melihat adanya mekanisme kerja organisasi dan perbedaan itu bukan disebabkan
oleh struktur organisasi yang paten, tetapi diakibatkan oleh pengaruh budaya2. Didalam
laporan tersebut dikatakan bahwa banyak sekali perjanjian kerjasama yang terpaksa
dibatalkan dikarenakan para pekerjanya tidak dapat memahami kerjasama antarbudaya
yang baik.
Hasil laporan penelitian diatas menunjukan bahwa sebetulnya kompetensi
komunikasi antar budaya di dalam konteks bisnis merupakan suatu hal yang sangat penting
untuk kita pahami dan pelajari. Hambatan sebuah perusahaan di dalam berbisnis salah
satunya dikarenakan kurangnya pemahaman perusahaan tersebut didalam mengerti latar
belakang budaya. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan ketika kita ingin membangun
sebuah kesepakatan ataupun kerjasama terhadap perusahaan lain yang memiliki latar
belakang budaya dengan perusahaan kita. Tentunya, peristiwa ini merupakan pelajaran
untuk para pelaku bisnis didalam membangun suatu usaha, bahwa kompetensi komunikasi
bisnis lintas budaya merupakan salah satu hal yang memang berul-betul perlu untuk kita
pahami.
2 Alo, Liliweri. 2002. Makna budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta : PT LkiS Pelangi Aksara. hal 29
6
Mengapa kompetensi komunikasi antar budaya dirasa penting di dalam sebuah
bisnis? Karena perlu kita ketahui dewasa ini telah banyak tredapat ratusan perusahaan
internasional dan multinasional di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, namun di berbagai
macam negara dibelahan dunia juga telah dipenuhi oleh berbagai macam perusahaan
negara lain. Kegagalan bisnis yang ada saat ini, sering kali disebabkan oleh perbedaan antar
budaya. Oleh karena itu, penting bagi kita semua yang nantinya akan merasakan
pengalaman di dalam dunia bisnis untuk memahami budaya para mitra asing kita. Sebelum
kita lebih jauh membahas mengenai kompetensi komunikasi bisnis yang dilihat melalui
perspektif budaya, maka kita perlu mengetahui lebih dahulu tentang komunikasi bisnis
lintas budaya itu sendiri.
Komunikasi bisnis lintas budaya merupakan komunikasi yang biasanya digunakan di
dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun non verbal dengan memperhatikan
faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah atau negara3. Budaya yang dimaksud didalam
hal ini merupakan sebuah budaya yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di
dalam wilayah suatu negara. Untuk itu penting sekali bagi para pelaku bisnis untuk bisa
memahami kebudayaan mitra bisnisnya, terutama yang berasal dari daerah atau negara
lain. Hal ini dilakukan agar terciptanya komunikasi bisnis yang efektif diantara kedua belah
pihak yang melakukan bisnis.
Mempelajari lebih dalam mengenai komunikasi bisnis lintas budaya ini merupakan
sebuah hal yang sangat penting. Pentingnya komunikasi bisnis lintas budaya tentunya
sangat berpengaruh dengan kondisi yang saat terjadi dimana kran globalisasi telah
mengucur dengan sangat deras hingga batas-batas antar negara saat ini menjadi sangat
blur. Banyak masuknya perusahaan internasional dan multinasional ke dalam suatu negara
merupakan salah satu realita yang harus kita hadapi saat ini. Fakta ini menjadi suatu
tantangan besar untuk kita bahwa arena kompetisi telah dibuka dan persaingan antara
perusahaan asing dengan perusahaan lokal semakin ketat.
Selain itu, arus globalisasi yang begitu kencang saat ini ditandai pula dengan adanya
era perdagangan bebas. Saat ini hampir seluruh perusahaan mencoba untuk melakukan
bisnisnya secara global. Mereka berlomba-lomba untuk mengepakan sayapnya ke dalam
3 Djoko, Purwanto. 2003. Komunikasi bisnis Edisi Tiga. Jakarta : Erlangga. Hal 20
7
kancah internasional untuk lebih mengembangkan usahanya. Pada umumnya perusahaan-
perusahaan besar saat ini menggunakan konsultan asing untuk membantu mereka didalam
mengembangkan bisnis perusahaanya ke berbagai negara. Melihat trend yang berkembang
saat ini, menunjukan kita akan pentingnya kompetensi komunikasi bisnis lintas budaya baik
secara lisan maupun tulisan.
Banyaknya kerjasama antar negara ini juga dibuktikan dengan berbagai macam
kesepakatan yang kita tahu akan sangat mempengaruhi kondisi bisnis di negara kita.
Misalnya saja kerjasama ekonomi di berbagai kawasan dunia seperti kawasan ASEAN yang
kita kenal dengan Asean Free Trade Area (AFTA), kawasan Asia Pasifik (APEC), kawasan
Amerika Utara terdapat North American Free Trade Area (NAFTA) dan masih banyak lagi
kesepakatan perjanjian kerjasama antar negara yang tentunya memaksa kita untuk dapat
menumbuhkan dan meningkatkan kompetensi komunikasi bisnis kita terhadap orang-orang
tersebut yang notabenenya memiliki latar budaya yang berbeda dengan Indonesia.
Perbedaan Budaya Mempengaruhi Praktek-Praktek Para Pelaku Bisnis
Didalam dunia bisnis, tentunya kita akan mendapatkan banyak sekali partner berbisnis
dari berbagai macam latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan budaya tersebut
misalnya seperti perbedaan suku, agama, ras, status, kewarganegaraan dan lain-lain. Hal ini
tentunya akan sangat berpengaruh terhadap gaya mereka didalam memimpin, megambil
keputusan, berkomunikasi, dan menafsirkan pesan-pesan yang disampaikan oleh orang lain.
Oleh karena itu kita perlu mamhami betul mengenai budaya di dalam suatu negara.
Menurut Djoko Purwanto didalam Buku Komunikasi Bisnis, Suatu perbedaan budaya
dapat mempengaruhi praktek-praktek pelaku bisnis, dapat kita lihat melalui beberapa aspek
yaitu nilai-nilai sosial, peran dan status, pengambilan keputusan, konsep waktu, konsep
jarak komunikasi, konteks budaya, bahasa tubuh, perilaku sosial, dan perilaku etis. Hal-hal
tersebut merupakan beberapa bentuk-bentuk praktek kebudayaan yang perlu kita telaah
dan pahami. Karena ketika seseorang ingin melakukan kerjasama bisnis dengan rekan bisnis
yang memiliki budaya yang berbeda, maka orang tersebut dapat berbicara efektif apabila
dirinya telah mempelajari terlebih dahulu budaya orang tersebut.
8
Didalam melakukan komunikasi bisnis dengan partner bisnis kita nantinya, seorang
pelaku bisnis memerlukan seorang yang bisa dipercaya untuk bisa menjadi negosiator yang
baik agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan mitra kerja yang memiliki latar
belakang budaya yang berbeda. Namun, akan lebih baik jika kita dapat memahami dan
mempelajari proses negosiasi yang baik dengan orang yang memiliki budaya yang berbeda,
sehingga di dalam menjalin kerjasama dan kesepakatan kita betul-betul bisa mengambil
sikap dan mengerti akan proses komunikasi yang efektif dengan mitra kerja kita yang
berasal dari kita perlu mengetahui kebudayaan yang berbeda.
Salah satu kompetensi komunikasi bisnis yang harus kita pahami yaitu proses
negosiasi lintas budaya. Saat ini kemampuan kita didalam bernegosiasi dengan orang lain
yang memiliki budaya berbeda merupakan suatu hal yang penting disaat kita berbisnis.
Keterampilan kita didalam berkomunikasi dapat diuji, seberapa baik kita dapat
berkomunikasi dengan lancar dan efektif kepada rekan bisnis kita yang berasal dari negara
lain. Oleh karena itu kita perlu untuk memahami lebih dalam mengenai proses negosiasi
beserta hambatan-hambatan didalamnya.
Arti Penting Proses Negosiasi di Dalam Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Negosiasi itu sendiri diartikan sebagai sebuah usaha untuk berdialog antara
beberapa pihak yang umumnya dilakukan untuk mendapatkan sesuatu yang spesifik dan
mencapai kondisi yang lebih baik. Setiap budaya tentunya memiliki cara bernegosiasi yang
berbeda antara satu budaya dengan budaya lain. Budaya timur biasanya akan melakukan
negosiasi yang tidak sama dengan budaya barat. Negosiator didalam tiap-tiap budaya
memiliki pendekatan negosiasi yang berbeda dan toleransi untuk suatu ketidaksetujuan
yang berbeda-beda4. Untuk itu pentingnya memahami terlebih dahulu budaya partner
bisnis kita nantinya akan memudahkan kita didalam bernegosiasi dengan mereka saat
menjalankan suatu bisnis. Bernegosiasi dengan orang yang berasal dari budaya yang
berbeda dengan kita tidaklah mudah, dikarenakan banyaknya perbedaan yang mendasari
setiap sikap dan komunikasi yang kita bangun.
4 Purwanto. Op. Cit. hal 65
9
Etnosentrisme
Didalam sebuah proses negosiasi terdapat beberapa hal yang perlu kita pahami dan
kita pelajari terkait dengan kompleksnya proses komunikasi antar budaya itu sendiri. Salah
satu yang harus kita ketahui adalah mengenai etnosentrisme. Etnosentrisme berbicara
mengenai sebuah perasaan yang menekankan pada harga diri suatu budaya yang terdapat
didalam diri seseorang5. Harga diri didalam hal ini, dimaksudkan bahwa sebetulnya setiap
orang memiliki mental ataupun pandangan bahwa budaya merupakan budaya yang paling
baik, sehingga adakalanya beberapa individu tidak menyukai ketika budayanya disamakan
dengan budaya yang lain karena mereka menganggap bahwa budaya merekalah yang paling
baik.
Namun alangkah lebih baiknya apabila perasaan etnosentris ini dapat kita
minimalisisr sebaik mungkin ketika kita bernegosiasi dengan orang lain. Karena pandangan
subjektif semacam ini tentunya akan berimbas pada kondisi dimana para pihak yang terlibat
didalam negosiasi lebih memperhatikan terhadap ‘siapa yang berbicara’ dibandingkan
memperhatikan mengenai apa yang dibicarakan. Hal ini tentu saja akan merusak jalannya
proses negosiasi didalam suatu bisnis. Kemudian apabila perasaan ini tidak segera diredam
maka akan sangat mungkin dapat memicu adanya sebuah konflik dan nantinya tujuan-
tujuan yang kita harapkan didalam sebuah proses negosiasi tidak akan tercapai dengan baik.
Masalah-Masalah Utama di Dalam Negosiasi Bisnis Lintas Budaya
Melakukan sebuah negosiasi merupakan suatu hal yang sebetulnya tidaklah mudah.
Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda didalam melakukan sebuah
negosiasi. Pemahaman dan pengetahuannya terhadap latar belakang suatu budaya menjadi
sebuah modal penting didalam melakukan proses negosiasi. Tidak semua negosiasi dapat
berhasil dan berjalan lancar. Perlu kita ketahui terdapat beberapa masalah utama idalam hal
komunikasi ketika kita sedang bernegosiasi.
5 Gudykunt, William B; Mional and Intercultody, Bella. 2002. Handbook of International and Intercultural
Communication, Second Edition. London : SAGE Publication. Hal 131
10
Pertama, suatu negosiasi dapat gagal apabila tidak terdapat sebuah kesepahaman
antara para perunding. Hal ini dapat terjadi apabila tidak adanya komunikasi yang baik dan
efektif antar sesama negosiator. Komunikasi efektif merupakan salah satu hal yang sangat
penting didalam sebiah negoasiasi. Komunikasi yang efektif antara dua pihak yang berbeda
pendapat, meskipun sangat penting tidak akan mungkin terwujud apabila masing-masing
pihak berjalan menurut kemauannya sendiri.6
Kedua, Tidak memperhatikan pihak lawan. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab
terjadinya kegagalan di dalam bernegosiasi. Ketika kita ingin bernegosiasi dengan seseorang
maka kita jangan egois mementingkan mengenai kepentingan dan tujuan yang kita ingin
capai. Namun, lebih daripada itu sebagai negosiator yang ingin menciptakan sebuah
perundingan yang adil kita juga harus memperhatikan kepentingan pihak lawan. Sebaiknya
kita juga perlu mengetahui maksud, tujuan serta kepentingan apa yang ingin mereka
ciptakan sebagai hasil akhir dari proses pencapaian hasil negosiasi ini. Karena, apabila kita
tidak memperhatikan kepentingan lawan maka tidak jarang emosi dari masing-masing tim
perunding, membuat sebuah negoasiai tidak menemukan kata sepakat7.
Ketiga, Kesalahpahaman. Sebuah proses negosiasi, sangat mungkin sekali terjadi
sebuah kesalahpahaman. Kesalahpahaman merupakan ketidakmampuan menangkap suatu
makna yang ingin disampaikan oleh pihak lawan. Hal ini mungkin sekali terjadi, melihat
kedua belah pihak yang berkomunikasi merupakan pihak-pihak yang tidak memiliki frame of
reference dan field experience yang sama. Sehingga latar belakang pengetahuan antar
keduanya pun berbeda. Didalam dunia bisnis terutama kita akan sering kali menjumpai
rekan bisnis dari negara lain yang berbeda bahasa dengan negara kita. Kondisi seperti ini
tentunya akan semakin mempoerbesar perbedaan antar keduanya dan proses memahami
makna yang disampaikan oleh lawan bicara kita pun akan menjadi lebih sulit.
Didalam melakukan proses negosiasi ketiga hal diatas sebaiknya kita hindari. Karena
ketika kita mengalami salah satu masalah yang telah disebutkan diatas maka niscaya hasil
perundingan kita tidak akan berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya akan menghambat
6 Fisher Roger, William Ury, Bruce Patton. 1999. Getting toYes: Teknik Berunding Menuju Kesepakatan Tanpa Memaksakan Kehendak. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 39-427 Gudykunts. Op. Cit. Hal 71
11
jalannya bisnis kita didalam membuka dan memperluas peluang usaha kerjasama dengan
para mitra bisnis yang berasal dari negara luar.
Pentingnya Nilai Suatu Hubungan di Dalam Proses Negosiasi
Pada proses negosiasi, menjalin hubungan antara negosiator dengan pihak lawan
merupakan sebuah hal yang sangat penting. Menjalin sebuah hubungan memiliki nilai
penting untuk mengetahui satu sama lain mengenai perbedaan budaya yang ada diantara
kedua belah pihak. Setidaknya kita bisa meluangkan waktu kita untuk bersosialisasi dengan
mitra bisnis kita. Menjalin hubungan bisnis, bukan berarti kita hanya berhubungan di sebuah
meja perundingan dengan suasan yang sangat formal. Namun, sesekali baiknya kita bisa
meluangkan waktu kita untuk mengenal lebih jauh lagi mengenai partner bisnis kita dan
juga dunianya.
Ketika kita mencoba untuk berbisnis dengan orang lain, maka menjaga
keharmonisan hubungan dengan mereka merupakan bagian dari proses negosiasi.
Perlakukan mitra bisnis kita dengan ramah dan sopan. Dengan kita mencoba untuk
mengenal rekan bisnis kita dengan baik, maka proses negosiasi yang berlangsung pun akan
lebih mudah. Perilaku yang mengatakan di dalam berhubungan bisnis bahwa “saya tidak
peduli untuk mengenal kamu, tapi saya akan sangat senang berbisnis dengan kamu”,
perkataan seperti inilah yang menyebabkan kamu akan kehilangan kesempatan bisnis
sebelum negoasiasi berlangsung8. Untuk itu didalam berbisnis, jangan sampai kita hanya
egois memikirkan kepentingan bisnis semata tanpa mau berusaha mengenal mitra bisnis
kita. Namun, percayalah bahwa dengan kita mengenal rekan bisnis kita dengan baik maka
peluang kita untuk mencapai kesepakatan di meja perundingan nantinya akan berjalan
dengan lancar.
Recognize, Dont Patronize.
8 Gudykunts. Op. Cit. Hal 141
12
Ketika kita berada didalam sebuah tempat dimana kultur yang ada di daerah tersebut
berbeda dengan yang kita miliki, maka sebaiknya kita bisa menghormati kultur setempat
dengan cara mengikuti beberapa kebiasaan-kebiasaan lokal setempat. Saat kita ingin
berbisnis dengan orang lain di tempat orang tersebut baiknya kita mengikuti juga kebiasaan
adat mereka. Hal ini penting, karena percakapan antara kedua belah pihak akan terasa lebih
hangat dan hal tersebut juga dapat meningkatkan rasa nyaman si tuan rumah.
Cross Cultural Confrontation
Didalam sebuah proses negosiasi, komunikasi antar pihak yang melakukan perundingan
merupakan salah satu hal yang sangat penting. Namun, disamping itu terdapat beberapa hal
juga yang harus diperhatikan selain proses komunikasi antar satu sama lain. Hal yang patut
diperhatikan didalam sebuah proses negosiasi yaitu ketika kita dihadapkan dengan sebuah
ketidaksepakatan, adanya sebuah bentuk ketidaksetujuan juga merupakan salah satu
variabel penting di seluruh budaya. Apalagi didalam sebuah budaya non-kolektivis (baca :
keras) ketidaksetujuan akan sesuatu merupakan suatu hak yang diperbolehkan bahkan
diharapkan9. Oleh karena itu melihat dari karakteristik kebudayaan ini, sebagai seorang
negosiator kita harus berhati-hati sekali karena mereka yang berasal dari budaya non-
kolektivis memiliki karakter sifat keras dengan pendirian yang kuat atau cara
mengungkapkan suatu hal dengan keras.
Karakteristik Praktik-Praktik Kompetensi Bisnis Kebudayaan Jepang dan Amerika
(Studi Kasus : Film Gung Ho)
9 Gudykunts. Op. Cit. Hal 142
13
Fenomena kompetensi bisnis yang akan saya jelaskan disini saya ambil melalui
sebuah film yaitu Film Gung Ho. Film ini menceritakan mengenai kerjasama bisnis yang
terjadi antara eksekutif Jepang dan Amerika. Didalam film tersebut diceritakan salah satu
perusahaan bernama Assan Motor Company mendapat tawaran untuk membuka sebuah
pabrik motor di kota Hadleyville, Amerika Serikat. Hunt Stevenus yang ditunjuk selaku
perwakilan pekerja dari Amerika kemudian berangkat ke Jepang untuk melakukan
presentasi di hadapan para pimpinan Assan motor. Saat Hunt melakukan presentasi didepan
para pemimpin Jepang, merekapun semuanya diam tidak memberikan ekspresi apapun.
Hunt merasa presentasinya yang telah dia persiapkan dengan maksimal tersebut gagal.
Sesampainya dia kembali ke Amerika, beberapa hari kemudian pihak Assan motor
kemudian memberikan kabar baik bahwa mereka setuju untuk membangun pabrik di
Hydleville. Hal ini tentunya disambut gembira oleh penduduk disana. Kedatangan para
pemimpin Assan Motor pun disambut hangat dengan menggunakan adat Jepang oleh para
warga Hydleville. Kemudian pihak Assan Motor menunjuk Hunt sebagai penghubung antara
pihak Jepang dan Amerika. Direktur Manajemen Assan motor yaitu Kozihiro kemudian
bernegosiasi dengan Hunt terkait dengan upah para pekerja dari pihak Kozihiro yang
menawarkan 8,75 Dolar sedangkan Hunt meminta 11,50 dolar perjam. Namun sayangnya
negoasiasi gagal.
Para pekerja kemudian mulai bekerja, konflik internal pun mulai dirasakan oleh
masing-masing pegawai. Saat itu ketika salah seorang pekerja Amerika meminta izin untuk
menengok istri yang sedang lahiran, pihak manajemen Jepang tidak memperbolehkan
karena masih ada didalam waktu kerja. Para pekerja Amerika menjadi marah dan kesal.
Kemudian Hunt pun mencoba untuk bernegosiasi kembali dengan pihak Jepang untuk
memberikan izin, namun tetap saja gagal.
Suatu ketika, Kozihiro bersama rekan-rekannya sedang berendam di sebuah sungai,
secara tiba-tiba dikagetkan oleh Hunt. Lalu seorang rekan kerja Kozihiro yang bernama Saito
menjelek-jelekan mengenai kinerja para pekerja yang dilakukan oleh Amerika. Dia
menganggap bahwa kinerja dari para pekerja Amerika dinilai lambat dan tidak sebaik para
pekerja Jepang. Pernyataan itu akhirnya tamparan besar untuk Hunt. Saito mengatakan
bahwa Jepang biasanya dalam waktu satu bulan dapat menghasilkan 15000 mobil, Saito
14
mengatakan hak tersebut tidak akan mungkin dapat dilakukan oleh para pekerja Amerika.
Kemudian mencoba menantang para pemimpin Assan Motor tersebut apabila mereka dapat
menghasilkan 15000 dalam satu bulan maka dia ingin gaji para pekerja dinaikan dan
kesepakatan itupun akirnya disetujui.
Tanpa pikir panjang, Hunt pun kemudian mengadakan rapat dengan para buruh.
Menurut mereka produksi mobil sebanyak 15000/bulan adalah sesuatu yang mustahil.
Kemudian para pekerja Amerika menyetujui jika 13000 mobil dan kenaikan gaji. Hal
tersebutpun disejui oleh Hunt, ini trik yang sengaja dia buat agar para pekerja Amerika bisa
lebih meningkatkan kualitas kerjanya dan tetap semangat didalam bekerja. Namun, setelah
berapa lama kemudian para pekerja Amerika pun akhirnya mengetahui bahwa kesepakatan
13000 mobil itu sebenarnya tidak ada. Mereka kemudian melakukan mogok kerja. Koishiro
pun selaku pimpinan Assan Motor pusing menghadapi masalah ini, karena Direktur Assan
Motor yaitu Sakamoto ingin berkujung ke Amerika untuk melihat perkembangan pabrik
tersebut. Akhirnya Koishiro dan Hunt memutuskan untuk berkerjasama berdua untuk
menyelesaikan sisa target mobil yang belum tercapai, melihat kerja keras yang dilakukan
kemudian para pekerja jepang dan amerika pun akhirnya ikut membantu. Namun, ternyata
pada saat Direktur perusahaan Assan motor datang mereka tidak sempa tmenyelesaikan 6
mobil lagi untuk diproduksi. Namun, dengan berbagai macam negosiasi yang dilakukan oleh
Hunt akhirnya dia dapat meyakinkan mengenai kerja keras yang dilakukan para pekerja
Amerika dan Jepang didalam berusaha mengejar target perusahaan tersbut. Akhirnya,
negosiasi tersebut berjalan dnegn baik dan kenaikan gaji para pekerjapun bukan hanya
sebuah impian.
Analisis Permasalahan
15
“Lain Ladang Lain Belalang”, mungkin itu merupakan pribahasa yang tepat untuk
merepresentasikan cerita yang ada di film Gung Ho. Disini kita dapat melihat bahwa
perbedaan budaya diantara para pekerja Amerika dan Jepang menyebkan banyaknya terjadi
konflik internal didalam perusahaan tersebut. Negosiasi didalam berbagai permasalahan
dianggap menjadi salah satu penyelesaian konflik yang tak bisa dihindarkan. Hunt yang
berperan sebagai penyambung lidah antara pemimpin Jepang dan para pekerja Amerika
memiliki cara sendiri untuk dapat menampung kepentingan dan kemauan diantara kedua
belah pihak. Disini kita akan mengulas lebih lanjut mengenai cara-cara dan karakteristik
kompetensi bisnis keduanya didalam menghadapai sebuah bisnis lintas budaya.
Terdapat beberapa aspek didalam perbedaan suatu budaya yang dapat mepengaruhi
praktik-praktik suatu bisnis, salah satunya yaitu Perilaku Etis. Didalam film ini diperlihatkan
ketika Hunt mencoba untuk bernegosiasi dengan para pemimpin Assan Motor. Ketika Hunt
melakukan presentasi, para pemimpin Jepang tidak memberi komentar apapun dan hanya
diam saja seolah presentasi yang dibawakan oleh Hunt sangat membosankan. Saat itu Hunt
yang sama sekali tidak memahami akan kebudayaan Jepang, merasa sangat cemas dan
pesimis bahwa kerjasama ini tidak akan berlangsung. Padahal diam merupakan cara yang
dilakukan oleh orang Jepang untuk menghormati dan menunjukan bahwa dia betul-betul
mendengarkan dan menghargai apa yang disampaikan10. Hal ini merupakan salah satu
perilaku etis dinegara Jepang yang selalu mereka lakukan untuk menghormati seseorang.
Proses pengambilan keputusan, Jepang merupakan salah satu negara yang dinilai
lambat dan bertele-tele didalam melakukan pengambilan keputusan. Berbeda dengan orang
Amerika yang menganggap waktu adalah uang sehingga sebuah kesepakatan dilakukan
secara cepat. Hunt yang telah bernegosiasi panjang dengan para pemimpin perusahaan
Assan Motor tidak mendapatkan jawaban apapun sepulangnya dia dari Jepang. Latar
belakang Jepang yang merupakan budaya kolektivis, melakukan pengambilan keputusan
melalui konsensus, karena itu tidak ada seorang pun yang memperlihatkan
individualitasnya, karena semua membawa nama “kami” sebagai atas nama perusahaan.11.
Sehingga baru beberapa hari kemudian Koishiro selaku salah satu manajer perusahaan
10 Richard, Lewis. 2005. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal 27511Lewis. Op. Cit. Hal 275
16
Jepang memberikan keputusan kepda Hunt bahwa mereka bersedia membangun pabriknya
di Amerika.
Pada awal film ini juga kita sudah dapat melihat bahwa sebuah proses negosiasi
sedang berlangsung. Dapat dilihat ketika seluruh warga penduduk kota hydleville mencoba
untuk menyambut kedatangan para pemimpin Jepang dengan cara melakukan beberapa
ritual sesuai dengan adat kebudayaan Jepang. Hal ini tentunya membuat warga Amerika
terlihat sangat konyol, karena mereka sebelumnya tidak terbiasa menggunakan cara-cara
penyambutan dengan adat Jepang. Hal ini dilakukan para penduduk hydleville agar
hubungan antara kedua belah pihak dapat terasa hangat dan tujuan-tujuan penduduk
Amerika dapat tercapai. Karena didalam hal ini, para pemimpin Jepang yang berkuasa, maka
penduduk Amerika harus melakukan adaptasi dengan baik.
Hal ini berjalan sesuai dengan teori komunikasi budaya yaitu Intercultural
Adapation. Gudykunts mengatakan didalam bukunya bahwa sebuah kegagalan adaptasi
akan memunculkan kegagalan didalam mencapai sebuah misi komunikasi. Pada teori ini
juga dikatakan bahwa ketika kita bekerjasama dengan budaya yang berkuasa, maka
komunikator lainnya harus mampu beradaptasi dengan budaya tersebut. Didalam film Gung
Ho, terlihat sangat jelas dalam hal ini para penduduk Hyleville sangatlah membutuhkan
kerjasama dengan para pihak Jepang, oleh karena itu untuk dapat beradaptasi dengan baik
dengan budaya mereka mau tidak mau mereka mengikuti kebudayaan yang dilakukan oleh
orang Jepang ketika memberikan penyambutan tuan Kaishiro, hal ini merupakan upaya agar
misi-misi yang diinginkan oleh warga hyleville dapat tercapai.
Selain, itu adaptasi yang mereka coba lakukan juga dapat terlihat saat proses kerja
mulai berlangsung di perusahan tersebut. Setiap pagi para pemimpin Jepang mewajibkan
para pekerja Amerika untuk melakukan senam bersama-sama untuk semua pekerja sebelum
memulai aktivitasnya. Saat peraturan ini dikeluarkan, banyak para pekerja Amerika yang
mengeluh dikarenakan kebiasaan mereka yang selalu bangun siang dan bermalas-malasan
terlebih dahulu sebelum berangkat ke kantor sehingga mereka tidak biasa melakukan
senam bersama-sama seperti yang disarankan. Kemudian Hunt selaku penghubung antar
kedua pihak, memberikan pengertian kepada para pekerja Amerika untuk menuruti instruksi
dari para pemimpin jepang karena hal ini merupakan salah satu bagian yang harus dijalani
17
didalam perusahan. Kemudian, para pekerja Amerika pun mau tidak mau mulai terbiasa
dengan kebiasaan senam pagi yang diintrusikan oleh para pemimpin jepang tersebut.
Berikutnya kita akan berbicara mengenai cross cultural conforontation. Didalam
sebuah proses negosiasi, salah satu hal yang hatus kita perhatikan adalah adanya
ketidaksepakatan. Didalam film ini, diceritakan bahwa proses negosiasi Hunt kepada para
pemimpin Assan Motor didalam memperjuangkan kenaikan upah untuk para pekerja
Amerika pada awal perjanjian kerja terbukti tidak berhasil. Ketidaksepakatan ini mau tidak
mau harus diterima oleh seluruh para pekerja Amerika, bahwa upah yang mereka terima
tidak akan sesuai dengan yang mereka inginkan. Namun, karena Hunt yang berasal dari
kebudayaan Amerika merupakan seorang negosiator yang memiliki sifat yang keras maka ia
terus berusaha bagaimana caranya agar upah para karyawan bisa naik.
Perbedaan nilai-nilai sosial didalam kedua kebudayaan antara Jepang dan Amerika
tersebut juga melahirkan berbagai macam konflik. Ketika salah satu pekerja Amerika
meminta izin untuk menjenguk istrinya yang melahirkan kepada Kaishiro, pemimpin
manajemen Assan Motor tersebut dengan tegas tidak memperbolehkannya untuk
meninggalkan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan untuk orang Jepang pekerjaan merupakan
prioritas utama, orang Jepang dikenal sebagai orang yang sangat loyal dengan
pekerjaannnya hingga mengesampingkan keluarga. Sedangkan untuk orang Amerika
keluarga merupakan prioritas utama, dan etos kerja orang Amerika tidak seloyal orang
Jepang. Disini kemudian menimbulkan konflik internal, dimana orang-orang Amerika mulai
menganggap bahwa orang-orang Jepang tidak memiliki peri kemanusiaan, begitu tega nya
tidak mengizinkan salah satu pekerjanya untuk menengok istrinya yang sedang melahirkan.
Tidak adanya pengetahuan budaya dari warga Amerika membuat mereka berfikir negatif
terhadap apa yang telah dilakukan oleh Jepang.
Nilai-nilai etnosentrisme didalam film ini juga dapat kita rasakan. Hal ini jelas,
tentunya lambat laun dapat merusak hubungan dintara keduanya. Dapat dilihat ketika, Saito
yang merupakan rekan kerja Kaisaro yang secara tiba-tiba mengolok-ngolok para pekerja
Amerika di depan Hunt yang saat itu sedang mandi disungai bersama mereka.
Etnosentrisme yang diperlihatkan terlihat jelas ketika Saito berusaha menjelek-jelekan
budaya orang lain dan menganggap bahwa budayanya lah yang paling baik. Hal ini terlihat
18
jelas ketika dia mengatakan bahwa pekerja amerika merupakan para pekerja yang malas
dan sangat lamban. Mereka membandingkan dengan para pekerja Jepang yang memiliki
loyalitas tinggi dan progress yang cepat. Hal inipun kemudian membuat geram Hunt, yang
tidak mau kalah sehingga dia akan membuktika bahwa pekerja Amerika juga dapat bekerja
sebaik para pekerja Jepang.
Namun, dibalik berbagai macam permasalahan internal yang menimpa para pekerja
Amerika dan para pemimpin Assan Motor. Film ini juga menunjukan bahwa nilai suatu
hubungan didalam sebuah bisnis lintas budaya merupakan sebuah hal yang sangat penting.
Karena keharmonisan hubungan diantara keduanya akan sangat berpengaruh terhadap
proses negoasiasi yang berlangsung untuk melancarkan tujuan-tujuan yang ada dikedua
belah pihak. Seperti yang telah dilakukan oleh Hunt dan Kaishiro. Saat itu Kaishiro sedang
bermasalah karena beberapa hari lagi Direktur Assan Motor segera menuju ke Amerika
untuk melihat hasil kerjanya, sedangkan target mobil belum tercapai dan banyak pekerja
yang mogok. Kemudian saat itu, Hunt juga terpaksa harus menyelesaikan target mobil
sendiri, karena para pekerja mogok dikarenakan perjanjian palsu yang diberikan oleh Hunt.
Kemudian, akhirnya Kishiro dan Hunt mencoba untuk bekerjasama membantu satu sama
lain untuk mencapai target guna kesuksesan perusahaan tersebut. Hingga akhirnya para
pekerja Amerika dan Jepang lainnya ikut membantu mereka berdua mencapai hasil
tersebut. Terakhir, ketika direktur Assan Motor datang dan melakukan sedikit perundingan
dengan para pekerja Amerika, hasilnya kenaikan upah 11,5 dolar yang diinginkan oleh para
pekerja Amerika disetujui dan Kaishiro selaku manajer Assan Motor juga dinaikan
pangkatnya karena kinerjanya yang baik.
Kesimpulan
19
Didalam melakukan sebuah bisnis lintas budaya, sebaik tiap orang dapat memiliki
pengetahuan terlebih dahulu mengenai latar belakang kebudayaan pihak yang akan diajak
kerjasama. Hal ini dilakukan agar saat kerjasama tersebut berlangsung, masing-masing pihak
dapat memahami dan mengerti karakteristik satu sama lain. Sehingga konflik internal yang
menyebabkan kesalahpahaman yang terjadi diantara kedua belah pihak dapat diminimalisir
dengan baik. Hal tersebut dilakukan guna mewujudkan sebuah bisnis yang sukses, sehingga
masing-masing pekerja juga harus memiliki kompetensis bisnis lintas budaya yang memadai.
Menjalin hubungan yang harmonis dengan mitra bisnis kita yang memiliki latar
belakang budaya yang berbeda merupakan salah satu hal yang penting. Sebagai seorang
rekan bisnisnya, maka kita perlu bisa beradaptasi dengan sikap dan perilaku-perilaku bisnis
yang mereka lakukan, hal ini dilakukan agar kita bisa mengenal mereka lebih baik lagi.
Karena dengan mencoba untu mengenal mereka lebih dekat maka dapat dipastikan bahwa
negosiasi yang berlangsung diantara kedua belah pihak dapat berjalan dengan lancar. Oleh
karena itu nila suatu hubungan didalam sebuah proses negosiasi merupakan salah satu hal
yang perlu kita bangun dengan para mitra bisnis kita.
Daftar Pustaka
Djoko, Purwanto. 2003. Komunikasi bisnis Edisi Tiga. Jakarta : Erlangga.
20
Faules dan Alexander. 1978. Communication and social behavior: A symbolic interaction
perspective. Addison-Wesley Pub.Co
Fisher Roger, William Ury, Bruce Patton. 1999. Getting toYes: Teknik Berunding Menuju
Kesepakatan Tanpa Memaksakan Kehendak. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Gudykunt, William B; Mional and Intercultody, Bella. 2002. Handbook of International and
Intercultural Communication, Second Edition. London : SAGE Publication.
Liliweri., Alo. 2002. Makna budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta : PT LkiS
Pelangi Aksara
Richard, Lewis. 2005. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya
UJIAN AKHIR SEMESTER
21
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Dian Eka Permatasari
08/266004/SP/22704
Jurusan Ilmu Komunikasi
Top Related