LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : RA
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Ngronggi Desa Gruda Kab Ngawi
Pekerjaan : pelajar
Tgl. Pemeriksaan : 03 September 2015
Rumah Sakit : RSWS
Rekam Medik : 724585
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan pada kelopak mata kanan atas
Anamnesis terpimpin: Benjolan pada kelopak mata atas dialami penderita sejak
1 bulan yang lalu. Sebelumnya penderita merasa tidak nyaman pada kelopak
mata kanan atas, terasa mengganjal, seperti ada benjolan. Pada awalnya benjolan
tersebut kecil kemudian membesar, disertai gatal dan rasa sakit. Sekarang
benjolan tesebut tidak sakit, tidak gatal, pada perabaan keras, tidak ada nyeri
pada penekanan, dan tidak ada penurunan ketajaman penglihatan. Pasien
sebelumnya pernah mengalami hal yang sama tetapi benjolannya hilang dengan
sendirinya. Riwayat pengobatan sebelumnya disangkal. Penderita mengaku tidak
memiliki riwayat alergi dan riwayat penyakit yang sama pada keluarga
disangkal.
III. STATUS GENERALIS
KU : Sakit ringan, gizi cukup, composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 360 C
IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
OD OS
OD STATUS PRESENT OS
20/20 VISUS 20/20
Tampak benjolan
uk.1 cm x 1 cm di
palpebra inferior
PALPEBRA Edema (-)
Hiperemis (-) KONJUNGTIVA Hiperemis (-)
Normal BOLA MATA Normal
Normal ke segala
arahMEKANISME
MUSKULAR
Normal ke segala arah
Jernih KORNEA Jernih
Normal BMD Normal
Coklat, kripte (+) IRIS Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral PUPIL Bulat, sentral
Jernih LENSA Jernih
(+) REFLEKS CAHAYA (+)
B. Palpasi
No Pemeriksaan OD OS
1.
2.
3.
4.
5.
Tensi Okuler
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Glandula periaurikuler
Eversi Pelpebra
Tn
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Terdapat benjolan pada
konjunctiva tarsalis,
tidak nyeri, tidak ada
injeksi siliar dan
konjunctive
Tn
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Normal
C. Tonometri :
Tidak dilakukan pemeriksaan
D. Visus
VOD 20/20
VOS 20/20
E. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Color Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Light Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
H. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva
Bola Mata
Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil
Lensa
Hiperemis (-)
Normal
Jernih
Normal
Coklat, Kripte (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Jernih
Hiperemis (-)
Normal
Jernih
Normal
Coklat, Kripte (+)
Bulat, Sentral, RC (+)
Jernih
I. Diafanoskopi :Tidak dilakukan pemeriksaan
J. Funduskopi :Tidak dilakukan pemeriksaan
K. Gonioskopi :Tidak dilakukan pemeriksaan
L. Slit Lamp :Tidak dilakukan pemeriksaan
M. Resume
Benjolan pada kelopak mata kanan atas dialami penderita sejak 1 bulan yang
lalu. Sebelumnya penderita merasa tidak nyaman pada kelopak mata kanan atas,
terasa mengganjal, seperti ada benjolan. Pada awalnya benjolan tersebut kecil
kemudian membesar, disertai gatal dan rasa sakit. Sekarang benjolan tesebut
tidak sakit, tidak gatal, pada perabaan keras, tidak ada nyeri pada penekanan, dan
tidak ada penurunan ketajaman penglihatan. Pasien sebelumnya pernah
mengalami hal yang sama tetapi benjolannya hilang dengan sendirinya. Riwayat
pengobatan sebelumnya disangkal.Penderita mengaku tidak memiliki riwayat
alergi dan riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan benjolan pada mata kanan atas, tidak ada
nyeri tekan dan konjunctiva tarsalis didapatkan benjolan berwarna putih saat
palpebra di eversi. Pemeriksaan visus didapatkan visus mata kanan dan visus
mata kiri 20/20. Pada BMD mata kanan dan kiri kesan normal.
N. Diagnosis
OD Kalazion
O. Diagnosis Banding:
Hordeolum interna
Kalazion
Sellulitis Preseptal
Karsinoma sel squamouse
Basal sel carcinoma
P. Prognosis
• Quo ad vitam : Bonam
• Quo ad sanationam : Bonam
• Quo ad visam : Bonam
• Quo ad kosmeticum : Bonam
Q. Penatalaksanaan : insisi kalazion
KALAZION
I. Definisi
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini
dimulai penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan jaringan parut lainnya.1
Awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip hordeolum-
dibedakan dari hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut. Kalazion
cenderung membesar lebih jauh dari tepi kelopak mata daripada hordeolum.
Selain itu, kalazion berbeda dengan hordeolum dimana biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit meskipun terasa kekakuan akibat pembengkakan, serta
berbeda dari segi ukurannya. Kalazion cenderung lebih besar dari hordeolum.1,2
II. Epidemiologi
Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim
sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal
terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya
penumpukan pada masa pubertas dan selama kehamilan.3
III. Etiologi
Kalazion juga disebabkan sebagai lipogranulomatosa kelenjar Meibom.2
Chalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran
kelenjar atau sekunder dari hordeolum internum. Kalazion dihubungkan dengan
seborrhea, chronic blepharitis, dan acne rosacea.2,3 Kalazion mungkin timbul
spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran kelenjar atau sekunder dari
hordeolum internum. 2,3
Kalazion disebabkan oleh minyak dalam kelenjar terlalu pekat untuk
mengalir keluar kelenj aratau saluran kelenjar minyak yang tersumbat. Oleh
karena tidak dapat mengalir keluar, produksi minyak tertimbun di dalam kelenjar
dan membentuk tembel di palpebra. Kelenjar dapat pecah, mengeluarkan minyak
kejaringan palpebral sehingga menyebabkan inflamasi dan kadang-kadang
jaringan parut. Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan
obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin terdapat
akne rosasea berupa kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis
dan spider nevi pada pipi, hidung, dan kulit palpebra.3,4
FaktorResiko :4
• Belum diketahui dengan pasti faktor resiko apa yang menyebabkan
terjadinya kalazion.
• Hygiene palpebra yang buruk mungkin dapat dihubungkan dengan
kalazion meskipun perannya masih perlu dibuktikan.
• Stress juga sering dihubungkan dengan kalazion namun stress belum
dibuktikan sebagai penyebab dan mekanisme stress dalam
menyebabkan kalazion belum diketahui.
• Faktor makanan seperti susu, coklat, seafood dan telur mungkin
berperan.
IV. Anatomi
Anatomi Palpebra
Kelopak mata atau palpebra di bagian depan memiliki lapisan kulit yang
tipis, sedang di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar
dan otot. Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar
Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeiss pada pangkal rambut, dan kelenjar
Meibom pada tarsus yang bermuara pada margo palpebra.3,4
Sedangkan otot yang terdapat pada kelopak adalah M. Orbikularis Okuli dan
M. Levator Palpebra. Palpebra diperdarahi oleh Arteri Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas berasal dari ramus frontal n. V, sedangkan kelopak
mata bawah dipersarafi oleh cabang ke II n. V. 1
Struktur penyokong utama dari palpebral adalah lapis jaringan fibrosa padat
yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong
kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di
kelopak bawah).2,3
Bagian posterior palpebrale dilapisi selapis membrane mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus. Tepian palpebral dipisahkan oleh garis
kelabu (batasmukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior. Tepian anterior
terdiri dari bulumata, glandula Zeiss dan Moll. Glandula Zeiss adalah modifikasi
kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara kedalam satu
baris dekat bulu mata. Tepian posterior berkontak dengan bola mata, dan
sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasesa yang telah
dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).2,3
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior
palpebra. Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata kebawah melalui
kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.3
Fisura palpebrale adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang dibuka.
Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira
0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam.4,5
Septum orbital adalah fascia di belakang bagian muskularis orbikularis yang
terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi sebagai sawar antara
palpebral orbita. Septum orbital superius menyatu dengan tendo dari levator
palpebra superior dan tarsus superior; septum orbital inferius menyatu dengan
tarsus inferior.4
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior,
bagian otot rangka adalah levator palpebral superioris, yang berasal dari apeks
orbita dan berjalan kedepan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan
bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos darimuskulus
Muller (tarsalis superior). Di palpebra inferior, retractor utama adalah muskulu
srektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus muskulus
obliqus inferior dan berinsersio kedalam batas bawah tarsus inferior dan
orbicularis okuli. Otot polos dari retractor palpebra disarafi oleh nervus simpatis.
Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus okulomotoris.4,6
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebra adalah a. Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas di dapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang
kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V.
Gambar 1. Anatomi Palpebra
Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
1. Kelenjar :
a. Kelenjar Sebasea
b. Kelenjar Moll atau Kelenjar Keringat
c. Kelenjar Zeis pada pangkal rambut, berhubungan dengan folikel rambut dan
juga menghasilkan sebum
d. Kelenjar Meibom (Kelenjar Tarsalis) terdapat di dalam tarsus. Kelenjar ini
menghasilkan sebum (minyak).
2. Otot-otot Palpebra:
a. M. Orbikularis Okuli
Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah
kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli
yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis berfungsi menutup bola
mata yang dipersarafi N. Fasialis.
b. M. Levator Palpebra
Bererigo pada Anulus Foramen Orbita dan berinsersi pada Tarsus Atas
dengan sebagian menembus M. Orbikularis Okuli menuju kulit kelopak
bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh N. III yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.1
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat
dengan melakukan eversi kelopak.Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup
bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel
goblet yang menghasilkan musin.1
Gerakan palpebra :
1. Menutup Kontraksi M. Orbikularis Okuli (N.VII) dan relaksasi M. Levator
Palpebra superior. M. Riolani menahan bgn belakang palpebra terhadap
dorongan bola mata.
2. Membuka Kontraksi M. Levator Palpebra Superior (N.III). M. Muller
mempertahankan mata agar tetap terbuka.
3. Proses Berkedip (Blink): Refleks (didahului oleh stimuli) dan Spontan (tidak
didahului oleh stimuli) Kontraksi M. Orbikularis Okuli Pars Palpebra.
IV. Patofisiologi
Kalazion tidak terinfeksious yang merupakan radang granulomatosa kelenjar
Meibom. Nodul terlihat atas sel imun steroid responsive termasuk jaringan ikat
makrofag seperti histiosit, sel raksasa multinucleate sel plasma,
sepolimorfonuklear leukosit dan eosinofil.2
Kalazion akan memberi gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak
hiperemik, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preaurikuler
tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata
akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar,
kemungkinan karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan
mengakibatkan inflamasi. Proses granulomatous ini yang membedakan antara
chalazion dengan hordeolum internal atau eksternal (terutama proses piogenik
yang menimbulkan pustul), walaupun chalazion dapat menyebabkan hordeolum,
begitupun sebaliknya. Secara klinik, nodul tunggal (jarang multipel) yang agak
keras berlokasi jauh di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra mungkin
menampakkan kelenjar meibom yang berdilatasi.2
V. Manifestasi Klinis
Kalazion akan memberikan gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak
hiperemi, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preurikel
tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata
akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut5,6,7
Awalnya, pasien datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada
palpebra baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah,
pembengkakan, perlunakan). Setelah beberapa hari, gejala-gejala awal hilang,
tanpa rasa sakit, tumbuh lambat, benjolan tegas dalam kelopak mata. Kulit di
atas benjolan dapat digerakkan secara longgar. Seringkali terdapat riwayat
keluhan yang sama pada waktu yang lampau, karena kalazion memiliki
kecenderungan kambuh pada individu-individu tertentu.4,5,6
Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior, di mana jumlah
kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada palpebra inferior. Penebalan
dari saluran kelenjar Meibom juga dapat menimbulkan disfungsi dari kelenjar
Meibom. Kondisi ini tampak dengan penekanan pada kelopak mata yang akan
menyebabkan keluarnya cairan putih seperti pasta gigi, yang seharusnya hanya
sejumlah kecil cairan jernih berminyak.5,6,7
Gambar 2. Kalazion yang disebabkan oleh peningkatan sekresi kelenjar Meibom
VI. Diagnosa Banding
a. Hordeoulum.2
Hordeolum adalah infeksi kelenjar di palpebra, bila kelenjar meibom terkena,
timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Merah dan
bengkak adalah gejala-geja lautamanya. Intensitas nyeri mencerminkan
hebatnya pembengkakan palpebra. Hordeolum interna dapat menonjol kekulit
atau kepermukaan konjungtiva.
Gambar 3. Hordeolum Interna
b. Kistadermoid.2
Tumor jinak palpebral sangat umum dan bertambah banyak dengan
meningkatnya usia. Kebanyakan mudah dikenali secara klinis, eksisi dilakukan
dengan alasan kosmetik.
Gambar 4. Kista dermoid
c. Blefaritis posterior6
Blefaritis posterior adalah peradangan palpebral akibat disfungsi kelenjar
meibom. Seperti blefaritis anterior, kelainan ini terjadi secara kronik dan
bilateral
Gambar 5. Blefaritis
VII. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak
mata. Pemeriksaan laboratorium jarang diminta, tetapi pemeriksaan histologi
smenunjukkan proliferasi endotel asinus dan respon radang granulomatosa
yang melibatkan sel- sel kelenjar jenis Langerhans. Kadang saluran kelenjar
Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit, untuk memastikan hal ini
maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi. Biopsy di indikasikan pada kalazion
berulang karena tampilan karsinoma kelenjar meibom dapat mirip kalazion.6
VIII. Penatalaksanaan
Kadang-kadang kalazion sembuh atau hilang dengan sendirinya akibat
diabsorbsi (diserap) setelah beberapa bulan atau beberapa tahun. Pada
beberapa kasus dapat ditangani dnengan pengobatan konservatif, yaitu:
1. Kompres hangat 10-20 menit 4 kali sehari.
2. Antibiotika topikal dan steroid disertai kompres panas dan bila tidak
berhasil dalam waktu 2 minggu maka dilakukan pembedahan.
3. Bila kecil dapat disuntik steroid dan yang besar dapat dilakukan
pengeluaran isinya.
4. Bila terdapat sisa bisa dilakukan kompres panas.2
Untuk mengurangi gejala :
a. Dilakukan ekskokleasi isi abses dari dalamnya atau dilakukan
ekstirpasi kalazion tersebut. Insisi dilakukan seperti insisi pada
hordeolum internum.
b. Bila terjadi kalazion yang berulang beberapa klai sebaiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologik untuk menghindarkan kesalahan diagnosis
dengan kemungkinan adanya suatu keganasan. 4
Insisi Kalazion
Indikasi dilakukan insisi adalah kalazion yang menimbulkan rasa tidak
nyaman, bertambah besar, menetap, atau mengganggu penglihatan. Terlebih
dahulu mata ditetesi dengan anastesi topikal pentokain.Obat anestesia
infiltratif disuntikan dibawah kulit didepan kalazion. Kalazion dijepit dengan
klem kalazion kemudian klem dibalik sehingga konjungtiva tarsal dan
kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra dan kemudian
isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion dilepas dan diberi salem
mata.7,8
Pada abses palpebra pengobatan dilakukan dengan insisi dan pemasangan
drain kalau perlu diberi antibiotik, lokal dan sistemik. Analgetika dan sedatif
diberikan bila sangant diperlukan untuk rasa sakit.3,6
Gambar 6. Insisi kalazion
Gambar 7. Setelah kapsul kalazion dan lesi diinsisi dengan scalpel, lemak di
dalamnya dikeluarkan dengan menggunakan kuret
Catatan :
- Dalam menangani hordeolum dan kalazion, kemudian keganasan jangan
dilupakan.
- Apabila peradangan tidak mereda perlu dilakukan pemeriksaan uji resistensi
dan dicari underlying cause.4
Penyulit :
Kalazion besar dapat mengakibatkan astigmat
Hati-hati kemungkinan karsinoma sel sebasea.2
IX. Prognosis
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama
akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan
dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut
intermiten.6,9
X. KOMPLIKASI
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis, dan
kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu dibiopsi
untuk menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika massa
pada palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya hanya
sebagian dapat menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas
konjungtiva atau kulit.6,9
DAFTAR PUSTAKA
1. Paul riordan-Eva, john P. Whitcher, 17th edition: Vaughan & Asbury’s.
General Ophtalmology. 2007. The McGraw-Hill Companies.
2. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-Heinemann,
Boston, 2009.
3. Lang G. Ophthalmology – A Short Textbook. Thieme. Stuttgart • 2nd Edition
New York. 2006.
4. A,K Khurana, Comprehensive Opthalmology fourth edition, New Delhi, 2007
5. Dutton, Jonathan dkk. Diagnostic Atlas of Common Eyelid Disease. New
York. 2007
6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: FK UI; 2009. hal 28-29.
7. Tasman William, Jaeger Edward. Duane’s Ophthalmology. 2007 Ed.
Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins.
8. Pallay, F David. Primary Care Opthalmology. Philadelpia. 2008.
9. Khaw P, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes. 4th Ed. London: BMJ
Publishing Group. 2004. P. 21