KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I
SULAWESI MALUKU PAPUA
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN III 2014
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I
Sulawesi Maluku Papua (Sulampua)
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I – Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), mencakup aspek
pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem
pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke
depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah
diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Pada triwulan III 2014, ekonomi Sulsel tumbuh tinggi sebesar 8,23% (yoy), dan meningkat dibandingkan dengan triwulan II
2014 yang tumbuh 7,36% (yoy). Kinerja perekonomian Sulsel tersebut berbeda arah dengan perekonomian nasional.
Peningkatan kinerja sektor primer, industri pengolahan, serta sektor perdagangan menjadi penyebab naiknya laju
pertumbuhan ekonomi Sulsel. Masih terjadinya panen, minimalnya gangguan operasional tambang, serta permintaan
yang kuat akan barang hasil industri menjadi faktor pendorong ekonomi Sulsel pada triwulan laporan. Pertumbuhan
ekonomi yang telah dicapai tersebut, di sisi lain masih menyisakan tantangan berupa meningkatnya jumlah penduduk
miskin serta belum membaiknya tingkat ketimpangan pendapatan di masyarakat. Perkembangan harga di Sulsel pada
triwulan laporan masih pada level yang relatif rendah yaitu 3,72% (yoy). Prestasi tersebut sebagai hasil dari ketersediaan
pasokan/stok. Peran TPID se-Sulsel juga tampak lebih nyata dengan adanya perencanaan dan antisipasi kenaikan tekanan
harga, dengan meningkatkan produksi pangan setidaknya beberapa bulan sebelum momen perayaan Idul Fitri. TPID se-
Sulsel juga optimal dalam meningkatkan koordinasi maupun penguatan kelembagaan.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara
langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik
berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan
dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, November 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah I - Sulampua
Suhaedi
Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PERMINTAAN 10
1.3. SISI PENAWARAN 15
2. KEUANGAN PEMERINTAH 23
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 24
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN 24
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INSTANSI VERTIKAL DI KABUPATEN DAN KOTA 26
3. INFLASI DAERAH 29
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 30
3.2. INFLASI MENURUT KOTAIHK 34
3.3. DISAGREGASI INFLASI 35
3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 36
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 41
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 42
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 45
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 47
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 49
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 50
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 51
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 55
6.1. TENAGA KERJA 56
6.2. PENDUDUK MISKIN 57
6.3. RASIO GINI 58
6.4. NILAI TUKAR PETANI 58
7. PROSPEK PEREKONOMIAN 61
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 62
7.2. PROSPEK INFLASI 65
LAMPIRAN 73
DAFTAR BOKS
BOKS 3.A.
PEMBENTUKAN TPID DI SELURUH KABUPATEN/KOTA SE SULAWESI SELATAN TELAH SELESAI DILAKUKAN 38
BOKS 3.B.
PEMBAGIAN ZONA TPID KABUPATEN DAN KOTA DI SULAWESI SELATAN 39
BOKS 5.A.
PENCANANGAN GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT) 53
BOKS 7.A.
DAMPAK (RENCANA) KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI 68
BOKS 7.B.
TINDAK LANJUT PROYEK INFRASTRUKTUR, WHAT’S NEXT? 70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III 2014 tumbuh
meningkat.
Pada triwulan III 2014, ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh sebesar 8,23% (yoy), di atas triwulan II 2014 (7,36%, yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian Sulsel didorong oleh produksi sektor utama yang mengalami akselerasi serta percepatan pertumbuhan komponen investasi. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III 2014 (5,01%, yoy). Sementara itu, tekanan inflasi tercatat melambat di triwulan laporan, sebesar 3,72% (yoy), dibandingkan dengan triwulan II 2014 (5,92%, yoy). Turunnya tekanan inflasi didorong oleh kecukupan pasokan dan koordinasi yang optimal antara pemerintah provinsi dengan pemerintah di tingkat kabupaten/kota, melalui kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), dengan masa persiapan sebelum Lebaran setidaknya 3 (tiga) bulan sebelumnya. Kondisi sistem keuangan menunjukkan indikator perbankan masih dalam tendensi yang melambat, namun tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mampu tumbuh cukup tinggi. Ke depan, tantangan dalam peningkatan produktivitas sektor utama harus diatasi untuk menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Dari sisi harga, beberapa faktor risiko tekanan inflasi harus diwaspadai, antara lain ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan administered prices.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Investasi meningkat, terkait membaiknya kinerja sektor
primer, industri, dan perdagangan.
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2014 mengalami peningkatan kinerja yang didorong oleh naiknya kinerja sektor primer, industri pengolahan, dan perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,23% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 7,36% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi didukung oleh kegiatan investasi yang mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan didorong oleh produksi sektor primer, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) yang tumbuh lebih tinggi dari capaian pada triwulan II 2014. Produksi sektor utama yang membaik diyakini telah berhasil memenuhi kebutuhan dari sisi permintaan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
Keuangan Pemerintah
Realisasi pendapatan dan belanja pada triwulan III 2014
cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif belum optimal. Realisasi pos pendapatan maupun belanja hingga triwulan III 2014 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun 2013. Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, meski secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013. Tertahannya realisasi pendapatan daerah tersebut terutama karena belum maksimalnya realisasi pendapatan pajak daerah dan pendapatan retribusi daerah. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya sebesar 55,98%, walaupun nominal realisasi
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
belanja triwulan III 2014 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi pada triwulan mendatang hingga penghujung tahun 2014 sehingga menjadi stimulan bagi investasi. Sementara realisasi belanja pegawai yang lebih tinggi, turut memberi dorongan pada pertumbuhan konsumsi swasta.
Inflasi Daerah
Tekanan Inflasi Sulsel triwulan III 2014 menurun, disebabkan
oleh berakhirnya berbagai momen perayaan serta
pasokan pangan yang memadai.
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 3,72% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2014 (5,92%, yoy). Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca berakhirnya rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di periode pelaporan. Terkendalinya inflasi tidak terlepas dari kontribusi TPID. Secara kelembagaan, saat ini seluruh TPID di tingkat kabupaten/kota telah terbentuk seiring semakin intensifnya kegiatan koordinasi di sepanjang periode pelaporan.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan melambat, namun risiko masih
dalam batas aman.
Kinerja pembiayaan perbankan di Sulsel pada triwulan III 2014 melambat, namun dengan risiko yang tetap terkendali. Kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan III 2014 menjadi sebesar 125,06% dari triwulan sebelumnya (129,21%). Kredit konsumsi dan investasi melambat, namun kredit modal kerja masih terakselerasi. Sementara penghimpunan tabungan dan deposito masih meningkat, mendorong akselerasi penghimpunan DPK. Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio nonperforming loan (NPL) bank umum masih berada pada level aman, antara lain pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM. Namun, perlu ada perhatian khusus pada kualitas kredit yang disalurkan bagi korporasi pertambangan. Sementara itu, pertumbuhan aset bank umum mengalami peningkatan karena didorong oleh pertumbuhan aset semua kelompok bank.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Masih relatif tingginya pertumbuhan ekonomi
tercermin pada volume RTGS.
Perkembangan kinerja perputaran uang melalui RTGS terus menunjukkan tendensi yang membaik pada triwulan III 2014. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan III 2014. Meski masih mengalami net outflow, aliran uang yang disetor mulai menunjukkan peningkatan seiring pasca Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga akhir triwulan IV. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudnyatakan clean money policy.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak
berubah signifikan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Agustus 2013). Kemudian, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan III 2014 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Dari aspek kemiskinan, jumlah penduduk miskin hingga Maret 2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 2014 tercatat lebih lambat dari September 2013 yang disebabkan oleh penurunan inflasi tahunan pada Maret 2014.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 3
Prospek Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2014 akan
tetap kuat dengan tingkat inflasi yang terkendali.
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2014 diperkirakan stabil meningkat, namun untuk keseluruhan tahun 2014 sedikit lebih rendah dari 2013. Tingkat pertumbuhan triwulan IV 2014 dan 2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,3% (yoy) dan 7,4% - 8,4% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik dibandingkan dengan ekonomi nasional. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) dan kegiatan ekspor yang tetap kuat. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Sektor pertanian diperkirakan melambat, karena memasuki musim tanam di sebagian besar daerah.
Tekanan harga akhir tahun 2014 diprakirakan akan tetap terkendali, meski disertai risiko yang dapat meningkatkan inflasi. Ketersediaan bahan makanan dinilai dapat mencukupi dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah, didukung dengan relatif minimalnya dampak kenaikan tarif tenaga listrik (TTL). Namun demikian, tekanan inflasi dari harga yang ditentukan pemerintah (BBM) akan menjadi faktor risiko utama yang dapat membuat inflasi tercatat jauh di atas perkiraan karena imbas secara langsung maupun tidak langsung.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 16,530
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765 4,243 4,521 5,080
2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153 1,140 1,121 1,223
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199 2,238 2,355 2,431
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181 184 194 197
5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058 986 1,035 1,076
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022 3,029 3,139 3,259
7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663 1,642 1,668 1,713
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480 1,472 1,518 1,535
9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636 1,594 1,622 1,700
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157
1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 10,777 10,965 11,296
2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 4,025 4,993 4,909
3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 6,098 6,288 6,639
4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 4,371 5,073 4,631
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 16,530 17,173 18,214
7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 8.01 7.36 8.23
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 366.41 460.02 499.05
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 181.87 149.05
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.82 266.39
114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 227.31 278.14 350.00
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
2012* 2013*
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
2014**
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar)
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar)
INDIKATOR
Indeks Harga Konsumen
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06%
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048
- Konsumsi - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478
- Konsumsi - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906
- Konsumsi - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57%
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42%
BANK UMUM SYARIAH
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2013
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
2012
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2014****
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 7
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II III
KAS
Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562
Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561
Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23
Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641
Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637
Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719
To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096
From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716
Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675
Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041
Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
INDIKATOR
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
2012*** 2013*** 2014***
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
2.58%
7.16%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Rasio PDRB Sulampua terhadap PDB Nasional
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional
8.23%
5.01%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II II
2010 2011 2012 2013 2014
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Pertanian PertambanganPHR Industri PengolahanKomunikasi dan Transportasi LainnyaPDRB
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi PemerintahPMTB Perubahan StokNet Ekspor PDRB
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
Inflasi Nasional (yoy)
Inflasi Sulsel (yoy)
BI Rate
100%
110%
120%
130%
140%
150%
160%
170%
180%
190%
200%
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
(Rp Triliun)Aset
DPK Lokasi Bank Pelapor
Kredit LokasiBank
LDR - Skala Kanan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
7500
7600
7700
7800
7900
8000
8100
8200
8300
8400
8500
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
JumlahPenduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan III 2014 tumbuh
sebesar 8,23% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (7,36%, yoy).
Dari sisi permintaan, akselerasi didukung oleh kegiatan investasi yang
mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Dari sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan didorong oleh
produksi sektor primer, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan,
hotel, dan restoran (PHR) yang tumbuh lebih baik dari capaian triwulan
sebelumnya. Produksi sektor utama yang membaik diyakini telah berhasil
memenuhi kebutuhan dari sisi permintaan sehingga dapat menopang
pertumbuhan ekonomi. Adapun kinerja konsumsi pemerintah yang melambat
memengaruhi perlambatan pertumbuhan sektor jasa-jasa.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pada triwulan III 2014, perekonomian Sulsel tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,23% (yoy) setelah sebelumnya tercatat 7,36% (yoy). Dengan perkembangan
tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional pada
triwulan laporan yang tercatat sebesar 5,01% (yoy). Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada
triwulan III biasanya tumbuh positif secara triwulanan, yaitu sebesar 6,06% (qtq) (Grafik 1.1). Menguatnya pertumbuhan
ekonomi Sulsel, dari sisi permintaan, disebabkan oleh perkembangan investasi (termasuk perubahan stok) yang tumbuh
jauh di atas capaian triwulan II 2014. Sementara itu, dari sisi penawaran, kinerja sektor pertanian, pertambangan, industri
pengolahan, serta perdagangan menjadi sumber percepatan pertumbuhan ekonomi.
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan atau pengeluaran, meningkatnya perekonomian Sulsel pada triwulan III 2014 terutama didorong
oleh akselerasi pada komponen investasi. Peningkatan kinerja investasi terutama didorong oleh kinerja perubahan stok
yang tubuh cukup tinggi setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Adapun komponen pengeluaran yang
lain relatif mengalami perlambatan, keculai impor. Meski masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi rumah tangga tercatat
sedikit mengalami perlambatan. Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan juga tidak mampu mencatat akselerasi
kinerja sehingga konsumsi secara total tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. PMTB
(Pembentukan Modal Tetap Bruto) juga mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga menahan akselerasi investasi
lebih lanjut. Sementara itu, di tengah perkembangan impor yang membaik setelah terkontraksi pada triwulan
sebelumnya, komponen ekspor justru tercatat tumbuh lebih rendah dari triwulan II 2014 (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2).
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012* 2013** 2014**
%
yoy Nasional qtq Sulsel yoy Sulsel
8.23
5.01
6.06
I II III IV I II III IV I II III
PDRB 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.01 7.36 8.23
Konsumsi 7.14 7.21 6.95 5.88 6.79 5.74 5.82 6.92 7.00 6.38 6.32 6.08 5.82
Konsumsi Rumah Tangga 6.24 6.47 7.15 6.78 6.67 6.57 6.71 6.83 6.79 6.73 6.74 6.47 6.32
Konsumsi Pemerintah 10.75 10.11 6.20 2.60 7.24 2.53 2.46 7.28 7.80 5.06 4.69 4.55 3.89
Investasi 39.42 42.14 8.64 -7.88 18.68 14.63 7.42 -5.12 19.63 8.23 -13.74 -3.10 13.55
PMTB 22.41 23.43 19.97 15.22 20.00 12.81 13.84 16.05 13.48 14.07 11.48 8.39 5.32
Ekspor -19.09 -11.88 3.14 17.35 -3.34 11.92 5.86 9.01 0.29 6.42 14.60 11.59 7.62
Impor -7.93 5.18 -1.28 -0.78 -1.21 12.90 6.17 -6.79 4.45 4.02 -9.32 -1.08 6.73
Keterangan:
- Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga
- PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto
- Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori
Pertumbuhan Komponen
Penggunaan (%, yoy)
2012*2012* 2013**
2013** 2014**
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 11
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran
1.2.1 Konsumsi
Kegiatan konsumsi kembali mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan
triwulan II 2014. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 5,82% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan
sebelumnya (6,08%, yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga cenderung tidak terjadi secara drastis sehingga angka
pertumbuhannya masih tercatat cukup tinggi. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami perlambatan
sehingga tidak mampu mendorong terjadinya percepatan pada sisi konsumsi secara keseluruhan.
Pada triwulan III 2014, konsumsi rumah tangga tidak mengalami akselerasi seiring berakhirnya masa persiapan pemilu
dan adanya tekanan dari sisi harga. Konsumsi rumah tangga (termasuk nirlaba) tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy)
setelah tumbuh 6,47% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan yang terjadi pada dasarnya lebih dipengaruhi oleh
menurunnya aktivitas konsumsi terkait pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Di samping itu, adanya tekanan harga
terkait penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) dan bahan bakar rumah tangga dinilai menahan perkembangan konsumsi
lebih lanjut. Meski demikian, konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup tinggi seiring stimulus belanja karena adanya
hari besar keagamaan (Lebaran) serta dukungan optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian secara umum.
Keyakinan konsumen masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik sedangkan penjualan eceran tumbuh relatif
terbatas. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di
Makassar pada periode triwulan laporan mengalami peningkatan (Grafik 1.3). Hal ini menunjukkan adanya optimisme
masyarakat seiring terjaganya tingkat pendapatan yang diterima. Selanjutnya, pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil
Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan karena terbatasnya konsumsi
terkait bahan bakar kendaraan bermotor serta barang rumah tangga lainnya (Grafik 1.4). Sementara itu, penyaluran
kredit untuk keperluan konsumsi masih berada dalam tren yang melambat (Grafik 1.5).
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011* 2012* 2013** 2014**
%
Investasi Konsumsi Ekspor Impor Pertumbuhan PDRB
110
120
130
140
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Indeks
IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) IKK Makassar
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
80
85
90
95
100
105
110
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoyIndeks
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 dibandingkan
dengan triwulan II 2014. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 3,89% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh
4,55% (yoy). Realisasi penyerapan anggaran pemerintah yang masih belum mencapai target membuat konsumsi
pemerintah tidak mengalami percepatan pertumbuhan. Penyerapan anggaran, baik APBD maupun APBN, masih berada
pada kisaran 50% - 65%, di bawah target penyerapannya yang sebesar70% - 75%. Hal ini turut dipengaruhi oleh kebijakan
penghematan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah.1 Penghematan anggaran tersebut tercermin dari
indikator giro pemerintah daerah yang sedikit berkurang pada triwulan laporan, berbeda dengan pola historis yang
biasanya terjadi (Grafik 1.6).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah
1.2.2 Investasi
Pada triwulan III 2014, investasi yang dihitung dari PMTB tumbuh lebih rendah dari triwulan II 2014. PMTB tercatat
tumbuh tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya yaitu dari 8,39% (yoy) menjadi 5,32% (yoy). Perlambatan yang terjadi
pada komponen PMTB dinilai lebih disebabkan oleh masih lemahnya kinerja investasi bangunan. Hal ini tercermin dari
indikator nilai tambah sektor bangunan yang tumbuh melambat pada triwulan laporan (Grafik 1.7). Melambatnya
investasi bangunan sebagai dampak dari pertumbuhan belanja modal pemerintah yang memang belum optimal pada
periode laporan.2
Penopang pertumbuhan investasi pada triwulan laporan dinilai terutama bersumber dari kinerja investasi swasta,
khususnya investasi nonbangunan. Pembangunan terkait properti seperti perumahan, ruko, hotel, dan apartemen, tetap
berlangsung, terutama lanjutan dari periode sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari kinerja realisasi penanaman modal
asing (PMA) maupun dalam negeri (PMDN) yang mengalami akselerasi pada triwulan laporan seiring investasi pada sektor
pertambangan, angkutan, serta sektor listrik, gas, dan air (LGA).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.7. Nilai Tambah Sektor Bangunan Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi
1 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November 2014 2 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November 2014
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Giro Pemerintah Daerah gGiro Pemda - Skala Kanan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar
Nilai Tambah Sektor Bangunan ADHK gNilai Tambah
(10)
0
10
20
30
40
50
02468
101214161820
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 13
Perlambatan PMTB pada triwulan III 2014 sejalan dengan melemahnya kinerja indikator pembiayaan. Penyaluran kredit
yang digunakan untuk keperluan investasi mengalami perlambatan dengan kontraksi yang lebih dalam pada triwulan
laporan. Tren perlambatan penyaluran kredit investasi memang telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.8). Di sisi
lain, masih baiknya kinerja investasi nonbangunan dikonfirmasi oleh pertumbuhan nilai impor barang modal yang tumbuh
tinggi pada triwulan laporan, jauh di atas triwulan sebelumnya (Grafik 1.9).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.9. Impor Barang Modal Grafik 1.10. Perubahan Stok Produsen Nikel
Meski PMTB tumbuh melambat, kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok
mengalami perbaikan pada triwulan II 2014. Setelah turun hingga -3,10% (yoy), investasi secara total mampu bertumbuh
sebesar 13,55% (yoy) pada triwulan laporan. Perbaikan tersebut disumbangkan oleh komponen perubahan stok. Indikasi
ini terlihat juga dari perubahan stok salah satu perusahaan terbuka di Sulsel yang mampu tumbuh lebih baik pada
triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan II 2014 (Grafik 1.10).
1.2.3 Ekspor dan Impor
Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan III 2014 kembali tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya seiring melemahnya kinerja ekspor. Akselerasi kinerja impor pada triwulan laporan yang dibarengi dengan
deselerasi ekspor membuat pertumbuhan surplus perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) menjadi jauh lebih
lambat dibandingkan dengan triwulan II 2014. Surplus pada triwulan III 2014 tercatat asebagai surplus tertinggi dalam
beberapa periode terakhir (Grafik 1.11). Hal ini turut ditopang oleh surplus pada sisi neraca perdagangan luar negeri
Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12). Pada triwulan laporan, kondisi surplus dapat dicapai seiring dengan adanya
peningkatan nilai ekspor luar negeri nonmigas Sulsel yang disertai dengan penurunan impor luar negeri nonmigas.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.12. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Pada triwulan III 2014, komponen ekspor masih mampu tumbuh cukup tinggi walaupun melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 7,62% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II
2014 (11,59%, yoy). Deselerasi kinerja ekspor dinilai merupakan dampak dari melemahnya kinerja ekspor ke luar negeri
(Grafik 1.13). Sementara itu, kegiatan ekspor antardaerah menjadi penopang pertumbuhan yang tercermin dari
pertumbuhan volume barang yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14).
(200)
(100)
0
100
200
300
400
500
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$ Juta
Impor Barang Modal gImpor Barang Modal
(2,500)
(2,000)
(1,500)
(1,000)
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
(50)
0
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$ Juta
Posisi Stok Perubahan Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
US$ Juta
Mill
ion
sUS$ Juta
Ekspor Luar Negeri Nonmigas
Impor Luar Negeri Nonmigas
Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat
Beberapa komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat perlambatan pada triwulan III
2014. Ekspor rumput laut, biji coklat (kakao), semen, serta karet alam olahan tumbuh lebih rendah dari triwulan II 2014
(Grafik 1.15). Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang
tidak seekspansif triwualn sebelumnya, bahkan mengalami kinerja yang kontraktif (Korea Selatan) (Grafik 1.16). Di lain
pihak, ekspor komoditas industri nikel, perikanan dan pertambangan masih mengalami akselerasi seiring kegiatan
produksi yang berjalan tanpa gangguan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekspor secara keseluruhan.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.15. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Grafik 1.16. Purchasing Managers Index
Impor masih menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2014 setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya
seiring peningkatan pada impor barang dari luar negeri maupun dari daerah lain (antardaerah). Pada triwulan laporan,
impor mampu tumbuh hingga 6,73% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya yang turun hingga -1,08% (yoy). Perbaikan
pada komponen impor dikonfirmasi oleh indikator volume barang yang dibongkar di pelabuhan Makassar yang tumbuh
tinggi setelah terkontraksi pada triwulan lalu (Grafik 1.17). Hal yang sama diperlihatkan oleh indikator volume impor
barang yang berasal dari luar negeri (Grafik 1.18). Hal ini terutama didukung oleh kinerja impor barang modal dan bahan
baku yang membaik pada triwulan laporan untuk mendukung kegiatan produksi sektor ekonomi utama.
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.17. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Ekspor Luar Negeri gVolume Ekspor gNilai Ekspor
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy
Rumput Laut Karet Alam Olahan
Biji Coklat Semen - Skala Kanan
46
48
50
52
54
56
58
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2013 2014
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
(80)(60)(40)(20)0 20 40 60 80 100 120 140
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Impor Luar Negeri gVolume Impor gNilai Impor
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 15
Pada triwulan III 2014, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan
dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang
dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian (Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku
mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal
dan barang konsumsi (Grafik 1.20).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.19. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.20. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan III 2014, komoditas nikel
matte mengambil pangsa sebesar 58,07% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.2). Selanjutnya, produk olahan
kakao dan rumput laut menjadi komoditas dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 9,58% dan 7,78%. Untuk
impor luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa 39,648% pada triwulan III 2014 dan
berada pada urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, barang industri lainnya dan makanan ternak
mengambil pangsa impor terbesar yaitu masing-masing 19,64% dan 10,97% (Tabel 1.3).
Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
1.3. Sisi Penawaran
Dari sisi penawaran atau produksi, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dipengaruhi terutama oleh akselerasi
kinerja sektor primer. Membaiknya kinera sektor primer diikuti oleh akselerasi pada sektor industri pengolahan dan
kegiatan perdagangan (sektor perdagangan, hotel, dan restoran/PHR). Sementara itu, kinerja sektor sekunder maupun
sektor tersier yang lain tercatat tidak sebaik triwulan sebelumnya (Tabel 1.4). Hal ini membuat perekonomian Sulsel tidak
mengalami akselerasi lebih lanjut.
21.27%
78.05%
0.68% Pangsa Triwulan III 2014
Komoditas Pertanian: US$106.16 Juta
Komoditas Industri: US$389.49 Juta
Komoditas Pertambangan: US$3.40 Juta
20.35%
79.15%
0.49% Pangsa Triwulan III 2014
Barang Modal: US$30.33 Juta
Bahan Baku: US$117.98 Juta
Barang Konsumsi: US$0.74 Juta
KomoditasNilai Ekspor
Triwulan III 2014
(US$ Juta)
Pangsa (%)
Nikel Matte 289.82 58.07
Kakao Olahan 47.81 9.58
Rumput Laut 38.83 7.78
Biji Kakao 27.08 5.43
Udang Segar/Beku 23.09 4.63
Ikan Olahan 17.76 3.56
Kayu Lapis 8.25 1.65
Kopi 7.46 1.49
Buah/Sayuran Olahan 6.29 1.26
Dedak/Bekatul 4.32 0.87
KomoditasNilai Impor
Triwulan III 2014
(US$ Juta)
Pangsa (%)
Gandum 59.15 39.68
Barang Industri Lainnya 29.27 19.64
Makanan Ternak Lainnya 16.35 10.97
Besi/Baja 10.44 7.00
Pupuk 7.45 5.00
Suku Cadang Mesin 4.91 3.30
Alat Listrik 4.75 3.19
Kakao Olahan 3.69 2.48
Kapal Laut dan Sejenisnya 2.58 1.73
Kertas dan Barang dari Kertas 1.57 1.05
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.21. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Sektor Ekonomi
1.3.1 Sektor Pertanian
Pada triwulan III 2014, sektor pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan seiring akselerasi pertumbuhan
produksi di subsektor tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor perikanan. Angka pertumbuhan sektor
pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,11% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar
11,39% (yoy). Subsektor tabama, dalam hal ini komoditas padi palawija, menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya
akselerasi. Produksi padi, selepas puncak musim panen raya, ternyata masih menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Hal
ini didukung oleh kondisi musim yang sangat mendukung aktivitas pengolahan lahan padi3 sehingga beberapa daerah
yang memang masih mengalami musim panen dapat mencatat hasil yang optimal.
Percepatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan yang didukung oleh masih terjaganya produksi ikan
tangkap maupun ikan budidaya selama periode triwulan III 2014. Curah hujan yang masih memiliki intensitas rendah
selama periode Juli sampai dengan September 2014 membuat kendala aktivitas penangkapan minimal. Di samping itu,
perkembangan jenis perikanan yang dibudidayakan juga mengalami peningkatan kinerja, terutama udang. Permintaan
dari industri pengolahan udang yang tinggi diyakini mendorong produksi udang di Sulsel. Hal ini dipengaruhi oleh
permintaan yang tetap kuat dari negara mitra dagang serta kurangnya kompetitor sejenis.4 Hal ini terkonfirmasi dari
kinerja volume ekspor udang dan aneka ikan yang mengalami akselerasi (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23).
Subsektor peternakan juga diindikasikan memberi sumbangan yang positif bagi sektor pertanian. Hal ini didukung oleh
upaya revitalisasi dan pembenahan pabrik milik dari perusahaan peternak sapi untuk meningkatkan produksi.5 Sementara
itu, subsektor perkebunan menjadi penahan akselerasi lebih lanjut sektor pertanian setelah lewatnya musim panen
3 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November 2014 4 Hasil liaison kepada eksportir komoditas perikanan, triwulan III 2014 5 Hasil liaison kepada perusahaan peternak sapi, triwulan III 2014
I II III IV I II III IV I II III
PDRB 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.01 7.36 8.23
Pertanian 5.30 4.31 8.31 3.22 5.40 1.15 -0.89 3.93 13.10 3.95 10.76 11.39 13.11
Pertambangan & Penggalian -10.64 2.23 1.16 26.04 4.44 28.41 5.85 12.78 -4.62 9.26 1.54 -5.04 -0.55
Industri Pengolahan 14.58 8.94 5.64 6.99 8.86 8.24 9.88 8.71 5.76 8.12 6.17 7.67 10.01
Listrik, Gas & Air Bersih 22.02 13.95 10.73 5.31 12.53 7.81 9.18 8.39 8.06 8.36 8.87 11.75 10.74
Bangunan 11.61 7.91 8.38 11.11 9.73 8.62 11.00 13.20 10.73 10.92 7.98 7.40 5.21
Perdagangan, Hotel & Restoran 10.10 9.12 10.41 12.44 10.54 11.48 9.96 8.33 7.98 9.38 8.28 9.15 9.89
Angkutan & Komunikasi 19.42 17.75 14.73 8.68 14.87 7.53 10.55 10.54 7.09 8.92 6.34 3.40 3.15
Keuangan 9.88 19.03 19.81 14.72 15.87 17.21 14.00 15.40 10.62 14.18 11.23 7.38 4.57
Jasa-jasa 1.41 3.19 3.03 1.47 2.27 2.31 0.97 5.38 5.92 3.67 6.72 6.10 6.03
Keterangan:
- Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan
Pertumbuhan Sektor Ekonomi
(%, yoy)
2014**2013**
2012*2012*
2013**
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011* 2012* 2013** 2014**
%
Pertanian Industri PHR Sektor Lainnya PDRB
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 17
kakao. Harga kakao di pasar global yang mulai tumbuh melambat juga menambah tekanan produksi kakao pada triwulan
laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22. Volume Ekspor Udang Grafik 1.23. Volume Ekspor Aneka Ikan
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.24. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.25. Harga Internasional Kakao
1.3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian
Harga komoditas yang relatif masih cukup baik mendukung perbaikan sektor pertambangan dan penggalian pada
triwulan III 2014. Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini masih turun sebesar -0,55% (yoy), namun tidak sedalam
kontraksi triwulan lalu yang tercatat sebesar -5,04% (yoy). Perbaikan sektor ini diindikasikan oleh perkembangan ekspor
komoditas pertambangan yang kinerjanya juga membaik pada triwulan laporan seiring harga internasional komoditas
tambang yang sedikit meningkat pada periode laporan (Grafik 1.26 dan Grafik 1.27). Di samping itu, selesainya renegosiasi
kontrak yang dilakukan oleh produsen nikel terbesar di Sulsel dengan pemerintah diyakini membuat kegiatan produksi
dapat berlangsung dengan lebih baik tanpa kendala operasional yang berarti.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.26. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.27. Harga Komoditas Tambang
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Udang Segar/Beku gEkspor - Skala Kanan
(30)(25)(20)(15)(10)(5)0 5 10 15 20 25
0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Aneka Ikan gEkspor - Skala Kanan
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Biji Coklat gEkspor - Skala Kanan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2012 2013 2014
%, yoyUS$/kg Kakao
gHarga - Skala Kanan
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
US$/metrik tonUS$/metrik ton
Nikel Timah Seng - Skala Kanan Timah Hitam - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan kembali tumbuh lebih cepat pada triwulan III 2014 yang didukung oleh perkembangan yang
lebih baik pada industri mikro dan kecil maupun industri besar dan sedang. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 10,01%
(yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 7,67% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan
didorong oleh tetap membaiknya kinerja industri mikro dan kecil (IMK) maupun industri besar dan sedang (IBS) pada
triwulan laporan (Grafik 1.28). Hal ini dipengaruhi oleh momentum perayaan Lebaran dan event besar lainnya di Sulsel
yang mendorong kegiatan produksi para produsen barang industri.
Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan beberapa subsektor
industri. Pada triwulan laporan, subsektor industri pengolahan semen menunjukkan peningkatan yang signifikan. Setelah
mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya, subsektor industri semen berbalik arah dan mencatat pertumbuhan
pada triwulan laporan (Grafik 1.29). Meski nilai tambah sektor bangunan tumbuh melambat, produsen semen tetap
menggiatkan kegiatan produksi dalam rangka menyimpan stok demi kebutuhan di akhir tahun yang biasanya ditandai
dengan percepatan realisasi proyek investasi bangunan. Motif berjaga-jaga ini diambil produsen semen dinilai agar
kegiatan distribusi dapat lebih efisien mengingat musim penghujan yang akan segera tiba.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Grafik 1.29. Realisasi Pengadaan Semen
Subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan juga menunjukkan perkembangan kinerja. Hal ini dikonfirmasi
oleh pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan makanan olahan yang mengalami akselerasi pada triwulan
laporan (Grafik 1.30). Sesuai dengan pola tahunan, produksi kayu olahan yang diekspor ke luar negeri, terutama Jepang,
melambat pada triwulan II namun akan meningkat pada triwulan III untuk mengejar target produksi akhir tahun.
Biasanya, kapasitas produksi diutilisasi hingga mencapai 80% pada triwulan III setelah sebelumnya berkisar antara 60% -
70% saja.6 Untuk industri makanan olahan, naiknya permintaan dinilai mendorong ekspor ikan olahan yang juga didukung
oleh terjaganya bahan baku. Realisasi harga jual sektor industri juga menunjukkan peningkatan yang tentunya menambah
insentif untuk berproduksi (Grafik 1.31).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.30. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.31. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
6 Hasil liaison kepada perusahaan furniture, triwulan III 2014
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy
IMK IBS
(5)
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan gRealisasi - Skala Kanan
(200)
(100)
0
100
200
300
400
500
(30)(25)(20)(15)(10)
(5)0 5
10 15 20 25
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy
Kayu Olahan Makanan Olahan - Skala Kanan
(2)
(1)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, Saldo Bersih Tertimbang
Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Perkiraan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 19
1.3.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)
Sektor LGA kembali tumbuh tinggi namun melambat pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 10,74% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 11,75% (yoy). Faktor penyebab
perlambatan dinilai datang dari subsektor sumber daya air seiring perkembangan harga yang tidak sebaik triwulan
sebelumnya (Grafik 1.32). Kapasitas produksi sektor ini juga menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(Grafik 1.33). Adapun subsektor listrik menjadi penopang pertumbuhan sehingga tetap tinggi seiring dengan
perkembangan jumlah pelanggan dan satuan pemakaian listrik yang terjual.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.32. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.33. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1.3.5 Sektor Bangunan
Pada triwulan III 2014, sektor bangunan kembali tumbuh melemah searah dengan perkembangan komponen investasi.
Di triwulan II 2014, sektor ini mampu bertumbuh hingga 7,40% (yoy), sementara pada triwulan laporan, sektor ini
mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 5,21% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada
komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang juga mengalami perlambatan di triwulan laporan.
Perlambatan dinilai dipengaruhi oleh realisasi investasi pemerintah yang belum mencapai target. Indikator penjualan
eceran untuk perlengkapan konstruksi serta kredit kepada sektor konstruksi juga mencatat kinerja yang tidak sebaik
capaian triwulan sebelumnya (Grafik 1.34 dan Grafik 1.35).
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.34. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Grafik 1.35. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)
Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan III 2014 yang didorong oleh membaiknya kegiatan perdagangan, khususnya
impor, serta terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari 9,15% (yoy) pada triwulan I
2014 menjadi 9,89% (yoy) pada triwulan laporan. Akselerasi kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh menguatnya
kegiatan perdagangan antardaerah (Grafik 1.36) yang juga didukung penguatan impor luar negeri. Penjualan eceran juga
secara umum menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan. Perkembangan tersebut didorong oleh peningkatan
(1.5)
(1.0)
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, Saldo Bersih Tertimbang
Harga Jual Usaha Sektor LGA Perkiraan
0102030405060708090
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%
Total Kapasitas Kapasitas Terpakai Sektor LGA
9092949698
100102104106108110
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Indeks
Perlengkapan Konstruksi
0
5
10
15
20
25
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Konstruksi gKredit Konstruksi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
penjualan eceran riil untuk beberapa kelompok barang konsumsi yaitu kelompok makanan jadi, perlengkapan rumah
tangga, serta suku cadang (Grafik 1.37). Harga jual sektor PHR yang tercatat meningkat berdasarkan hasil survei diyakini
mendorong percepatan pertumbuhan di sektor ini.
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.36. Volume Bongkar dan Muat Barang Grafik 1.37. Penjualan Barang Eceran Riil
Subsektor hotel mendukung arah pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring tingkat penghunian kamar
hotel masih cukup tinggi. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel bergerak turun pada awal triwulan namun
kembali meningkat dan mencatat angka tertinggi selama periode 2014 di akhir triwulan (Grafik 1.38). Hal tersebut
dipengaruhi oleh jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Makassar yang tercatat meningkat dan tumbuh lebih
tinggi pada triwulan laporan (Grafik 1.39). Selain karena musim liburan, adanya beberapa festival kebudayaan juga
berhasil menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke Sulsel.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.38. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Grafik 1.39. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
1.3.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi
Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan III 2014 karena subsektor
angkutan yang masih terkontraksi. Sektor ini tumbuh dari 3,40% (yoy) menjadi 3,15% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh masih menurunnya kinerja moda transportasi udara sesuai indikator
lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.40). Meski meningkat secara triwulanan
seiring kegiatan arus mudik dan arus balik, peningkatan yang terjadi tidak signifikan yang dinilai dipengaruhi oleh naiknya
harga tiket. Kredit ke sektor pengangkutan pun menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.41).
1.3.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Pada triwulan III 2014, sektor keuangan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, disebabkan
oleh perlambatan subsektor keuangan. Sektor ini tercatat tumbuh 4,57% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari
pertumbuhan di triwulan II 2014 (7,38%, yoy). Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari kinerja subsektor
perbankan yang melemah. Penyaluran kredit perbankan di Sulsel masih dalam tren yang melambat sehingga nilai tambah
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Muat Volume Bongkar gTotal Volume - Skala Kanan
80
90
100
110
120
130
70
80
90
100
110
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IndeksIndeksTotal
Makanan Jadi
Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya
Suku Cadang - Skala Kanan
30
35
40
45
50
55
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%
Sulawesi Selatan
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyOrang
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 21
bruto perbankan di Sulsel turut mengalami deselerasi pertumbuhan pada triwulan III 2014 (Grafik 1.42). Hal ini seiring
upaya pengetatan kebijakan moneter demi stabilisasi perekonomian jangka panjang.
Sumber: Angkasa Pura Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.40. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.41. Kredit Sektor Pengangkutan
Di sisi lain, perkembangan di subsektor properti menopang pertumbuhan sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan. Total nilai penjualan salah satu perusahaan properti terbesar di Sulsel memang menunjukkan terjadinya
akselerasi pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 1.43). Meski pembiayaan dari perbankan menunjukkan
perlambatan, penjualan properti yang masih tinggi mengindikasikan permintaan masyarakat yang tetap kuat sehingga
kegiatan pembangunan properti masih mengalami peningkatan pertumbuhan.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti
Grafik 1.42. Nilai Tambah Bank Grafik 1.43. Penjualan Properti
1.3.9 Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa juga tumbuh melambat pada triwulan III
2014 yang disebabkan oleh perlambatan kinerja jasa
pemerintah maupun swasta. Sektor ini tercatat tumbuh
sebesar 6,03% (yoy) setelah tumbuh sebesar 6,10% (yoy)
di triwulan II 2014. Perlambatan tersebut salah satunya
dipengaruhi oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh
melambat pada triwulan laporan. Seiring dengan momen
perayaan Lebaran, beberapa subsektor jasa swasta juga
turut berhenti beroperasi. Hal ini dikonfirmasi oleh
indikator kredit ke sektor jasa sosial masyarakat yang
tercatat melambat pada triwulan III 2014 (Grafik 1.44).
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.44. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyJuta Orang
Keberangkatan Kedatangan gPenumpang - Skala Kanan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Pengangkutan gKredit Pengangkutan
0
5
10
15
20
25
30
35
0.00.20.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.41.61.8
2.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Nilai Tambah Bank gNTB
(20)
0
20
40
60
80
100
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar
Penjualan Properti gPenjualan - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 23
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif masih
rendah, bahkan realisasi pos pendapatan maupun belanja hingga triwulan
III 2014 tersebut, cenderung lebih rendah dari periode yang sama pada
tahun 2013.
Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup
rendah, terutama karena belum maksimalnya realisasi pendapatan pajak
daerah dan pendapatan retribusi daerah. Meski demikian, secara nominal,
capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013.
Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup
rendah, dimana realisasinya sebesar 55,98%. Penyerapan belanja
infrastruktur (belanja modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi
pada triwulan mendatang hingga penghujung tahun 2014 sehingga menjadi
stimulan bagi investasi. Akan tetapi, nominal realisasi belanja triwulan III
2014 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
2.1. Struktur Anggaran
Dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir, peningkatan nilai APBD Provinsi Sulsel diikuti dengan perubahan struktur baik
pada bagian pendapatan maupun belanja. Dari sisi pendapatan, setelah selama lima tahun terakhir, porsi dana
perimbangan mengalami penurunan, yang menunjukkan tingkat ketergantungan daerah kepada anggaran pusat semakin
menurun. Pada pos Lain-lain PAD yang sah, porsinya mengalami penurunan khususnya pada tahun ini yaitu sebesar
0,24%. Dari sisi belanja, pada triwulan III tahun 2014 porsi belanja modal APBD Provinsi Sulsel masih relatif sama jika
dibandingkan triwulan III tahun 2013 yaitu sebesar 19%. Meskipun demikian, pemerintah Provinsi Sulsel secara konsisten
memberi perhatian yang terus menguat dalam pembangunan infrastruktur daerah yang tercermin pada peningakatan
belanja modal sejak tahun 2012.
Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran
2.2.1 Pendapatan
Realisasi persentase pendapatan daerah pada triwulan III tahun 2014 menurun meski beberapa pos pendapatan secara
nominal lebih besar dari triwulan sebelumnya. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan III 2014
mencapai Rp4,05 triliun atau 71,71% dari total target pendapatan sebesar Rp5,65 triliun. Peningkatan terutama didorong
oleh realisasi pendapatan pajak daerah sebesar Rp1,87 triliun (66,67% dari target), dana alokasi umum Rp1,01 triliun
(83,33% dari target), dan transfer pemerintah pusat lainnya Rp701,87 miliar (75,26% dari target).
Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah7 pada triwulan III 2014 relatif
menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yang tercermin dari penurunan persentase realisasi terhadap targetnya
dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio hingga triwulan III 2014 sebesar 0,77%, lebih
rendah daripada triwulan III 2013 sebesar 0,82%. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB)
memperlihatkan pergerakan yang stabil pada triwulan III 2014. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan III 2014 sebesar
1,35%, sama seperti triwulan II 2013 (Grafik 2.3). Pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi di Sulsel, dapat menjadi ukuran
potensi pendapatan daerah yang bisa dihasilkan. Meski mengalami perlambatan dari 7,9% (yoy) dari triwulan II 2014,
menjadi 6,8% pada triwulan III 2014, ekonomi Sulawesi Selatan tersebut masih tumbuh cukup tinggi diatas nasional yaitu
sebesar 5%. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan basis
penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD).
Pendapatan asli daerah (PAD) mencatat persentase realisasi per anggaran yang sedikit lebih rendah dibanding periode
yang sama tahun 2013. Realisasi komponen PAD sebesar Rp2,13 triliun atau 68,12% dari anggaran yang ditetapkan,
secara nominal meningkat dibandingkan realisasi triwulan III 2013 (Rp1,85 triliun). Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase realisasinya sebesar 66,67% (Rp1,87 triliun). Hal ini disebabkan
masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan
pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah masih
belum mencapai yang diharapkan. Pajak daerah antara lain terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama
7 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 25
Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Hingga triwulan III 2014, realisasi BBNKB
sebesar Rp735 miliar (66,82%), paling rendah diantara pajak daerah yang lain.8
Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Triwulan III 2014
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan Sulsel, Dinas Pendapatan Daerah Sulsel, Biro Bina Perekonomian Sulsel
Realisasi persentase dana perimbangan (DAU dan DAK) relatif sama dengan persentase realisasi tahun sebelumnya.
Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp1,01 triliun (83,33%) dan dana alokasi
khusus (DAK) yang sebesar Rp21,89 miliar (30,00%), sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat.
Secara umum, persentase realisasi hampir semua komponen pendapatan berada berada di bawah realisasi tahun
sebelumnya antara lain pendapatan pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD
yang sah. Namun demikian, secara nominal total realisasi pendapatan sampai dengan triwulan III 2014 lebih tinggi dari
tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp4,05 triliun (71,71%), dimana realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp3,63 triliun.
Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
8 Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Sulsel, 11November 2014, Siaran Pers.
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
1. PENDAPATAN
1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 2.587,85 1.847,32 71,38% 3.126,09 2.129,34 68,12%
- Pendapatan Pajak Daerah 2.333,13 1.618,72 69,38% 2.807,47 1.871,77 66,67%
- Pendapatan Retribusi Daerah 65,41 41,46 63,38% 81,52 52,69 64,64%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 66,79 70,12 104,99% 74,60 73,74 98,85%
- Lain-lain PAD yang Sah 122,52 117,02 95,51% 162,50 131,13 80,70%
1.2. DANA PERIMBANGAN 1.457,68 1.126,48 77,28% 1.575,57 1.216,36 77,20%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 303,64 199,05 65,56% 293,00 186,47 63,64%
- DAU 1.089,77 908,14 83,33% 1.209,60 1.008,00 83,33%
- DAK 64,26 19,28 30,00% 72,98 21,89 30,00%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya - - - 932,62 701,87 75,26%
1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 977,04 660,08 67,56% 13,52 2,47 18,25%
JUMLAH PENDAPATAN 5.022,57 3.633,88 72,35% 5.647,80 4.050,04 71,71%
2. BELANJA
2.1. BELANJA OPERASI 3.862,55 2.205,57 57,10% 4.026,51 2.349,74 58,36%
- Belanja Pegawai 969,07 626,77 64,68% 1.055,35 701,99 66,52%
- Belanja Barang 969,95 468,17 48,27% 1.377,47 644,80 46,81%
- Belanja Bunga 46,25 7,50 16,22% 22,00 10,05 45,68%
- Belanja Hibah 1.224,98 798,85 65,21% 969,43 703,91 72,61%
- Belanja Bantuan Keuangan 650,30 304,29 46,79% 602,25 288,99 47,99%
2.2. BELANJA MODAL 923,79 123,84 13,41% 955,10 294,96 30,88%
2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 15,00 3,30 22,03% 6,00 - 0,00%
JUMLAH BELANJA 4.801,34 2.332,72 48,58% 4.987,61 2.644,70 53,03%
TRANSFER 843,05 604,54 71,71% 1.094,54 760,21 69,46%
TOTAL BELANJA 5.644,40 2.937,26 52,04% 6.082,14 3.404,91 55,98%
SURPLUS / (DEFISIT) (621,83) 696,62 -112,03% (434,34) 645,13 -148,53%
3. PEMBIAYAAN
3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 623,46 42,65 6,84% 485,34 269,18 55,46%
3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1,63 1,13 - 51,00 - 0,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 621,83 41,52 6,68% 434,34 269,18 61,97%
(Milyar Rupiah)
ANGGARAN
PERUBAHAN 2014
Realisasi s/d TRIWULAN III 2014ANGGARAN
PERUBAHAN 2013
Realisasi s/d TRIWULAN III 2013NO. U R A I A N
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
2.2.2 Belanja
Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan III 2014 belum optimal meski lebih tinggi dibanding triwulan III
2013. Realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan III 2014 sebesar 55,98%, atau lebih tinggi jika
dibandingkan dengan capaian pada triwulan III 2013 yang hanya sebesar 52,04%. Secara nominal, realisasi anggaran
belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp3,40 triliun lebih tinggi realisasi tahun 2013 sebesar Rp2,94 triliun atau naik
Rp467,65 miliar.
Pada triwulan III 2014, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus ekonomi daerah9 sedikit meningkat.
Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat meningkat pada triwulan III 2014, yang
menunjukkan terdapat dorongan stimulus fiskal untuk mengakselerasi laju investasi di Sulsel. Rasio belanja modal per
PDRB ADHB periode laporan sebesar 0,19%, sementara tahun 2013 sebesar 0,09%. Demikian pula, peran belanja
operasional per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan penurunan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB.
Rasio belanja operasional triwulan III 2014 hanya sebesar 1,49%, sedikit lebih rendah dari 2013 yang sebesar 1,61%.
Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase, tercatat sedikit lebih tinggi
dari periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi terbesar berasal dari belanja hibah. Total pos belanja operasional
terealisasi Rp2,35 triliun (58,36%) dengan penyerapan terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 72,61% dan terkecil
adalah belanja bunga (30,88%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang,
persentasenya cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 66,52% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013
(64,68%), dan 46,81% sedikit lebih rendah dari tahun 2013 (48,27%) atau secara nilai sebesar Rp176,63 miliar.
Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya masih rendah namun
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal pada triwulan III 2014 baru
mencapai Rp294,96 miliar (30,88%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi, dan jaringan.
Pemerintah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang akan datang sehingga realisasinya dapat optimal.
Dengan penyerapan yang optimal tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah untuk
pembangunan infrastruktur dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.
Pada triwulan III 2014, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase
terealisasi lebih rendah dibanding triwulan III 2013. Transfer pada periode laporan terealisasi sebesar 69,46%, lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya 71,71%. Namun demikian, secara nominal pada triwulan III 2014 (Rp760,21
miliar) terealisasi lebih tinggi dari triwulan III 2013 (Rp604,54 miliar). Berdasarkan perbandingan antara realisasi belanja
dan pendapatan daerah pada triwulan III 2014, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran sebesar Rp148,53 miliar.
Kemudian, pengeluran pembiayaan daerah pada triwulan III 2014, APBD Sulsel mencatatkan sisa lebih anggaran (SILPA)
sebesar Rp269,18 miliar.
2.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Instansi Vertikal di Kabupaten dan Kota
Pagu anggaran 2014 untuk instansi vertikal di seluruh kabupaten/kota di Sulsel mencapai Rp16,14 triliun. Jumlah
tersebut lebih tinggi daripada anggaran APBD untuk provinsi Sulsel yang sekitar Rp5,65 triliun. Namun demikian, apabila
anggaran APBD Provinsi dijumlah dengan anggaran APBD seluruh 24 Kab./Kota akan mencapai Rp28,44 triliun, lebih tinggi
daripada anggaran instansi vertikal di Sulsel. Dikarenakan realisasi anggaran APBD seluruh APBD Kab./Kota belum
tersedia, maka untuk menggambarkan kondisi insentif fiskal di seluruh Kab./Kota, akan menggunakan pendekatan
realisasi anggaran instansi vertikal di seluruh Kab./Kota.
Pada triwulan III 2014, realisasi anggaran instansi vertikal per jenis belanja di kabupaten/kota masih rendah meski
lebih tinggi dibanding triwulan III 2013. Realisasi anggaran sampai dengan triwulan III 2014 sebesar 56,37% atau lebih
tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III 2013 sebesar 51,41%. Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja
APBD kab/kota pada periode berjalan sebesar Rp9,1 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 2013 sebesar Rp8,8 triliun.
9 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 27
Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja APBD kab/kota masih di dominasi oleh belanja pegawai meskipun
secara persentase sedikit mengalami penurunan. Pada triwulan III 2014, realisasi belanja pegawai APBD kab/kota
sebesar Rp3,88 triliun atau lebih tinggi dibanding triwulan III 2013 sebesar Rp3,53 triliun. Namun demikian secara
persentase realisasi belanja pegawai triwulan III 2014 (69,44%) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2013 (70,63%).
Tabel 2.2. Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan III 2014 APBD Kab/Kota
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 29
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 3,72% (yoy) lebih
rendah dari triwulan II 2014 (5,92%, yoy) yang disebabkan oleh penurunan
tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi
masyarakat pasca berakhirnya rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari
kemerdekaan, dan Idul Adha. Melimpahnya pasokan ikan akibat
membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga
menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di triwulan
laporan. Penurunan inflasi juga terkait dengan faktor base effect akibat
inflasi yang tinggi di triwulan III 2013 saat terjadi kenaikan harga BBM
bersubsidi. Terkendalinya inflasi juga tidak terlepas dari kontribusi TPID.
Secara kelembagaan, saat ini seluruh TPID di tingkat kabupaten/kota telah
terbentuk seiring semakin intensifnya kegiatan koordinasi di sepanjang
periode laporan.
BAB 3 INFLASI DAERAH
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa10
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2014 tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh
penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat. Inflasi tercatat sebesar
3,72% (yoy) setelah pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 5,92% (yoy). Turunnya inflasi dipengaruhi oleh berkurangnya
tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan, sandang, serta transpor, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 3.1). Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dari 6,15% (yoy) menjadi 1,97% (yoy). Inflasi
kelompok sandang tercatat sebesar 4,12% (yoy), turun dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 5,65% (yoy).
Selanjutnya, inflasi Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan juga mengalami penurunan dimana pada triwulan ini
tercatat 0,87% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,91% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami kenaikan laju inflasi tahunan pada triwulan II 2014. Kenaikan
terbesar terjadi pada kelompok pendidikan, dimana pada triwulan III 2014 ini tercatat 1,97% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 1,38% (yoy). Kenaikan lainnya terjadi di kelompok makanan jadi yang
tercatat sebesar 5,80% (yoy), naik dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 5,38% (yoy). Selanjutnya, inflasi di kelompok
perumahan dan kesehatan juga mengalami peningkatan yang tercatat 6,23% (yoy) dan 5,28% yoy, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang tercatat 5,96% (yoy) dan 5,22% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
10 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
1 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45
2 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00
3 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58
4 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56
I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32
I I 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37
I I I 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37
IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
I I 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
I I I 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
I I 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
I I I 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
I I 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
I I I 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
TAHUN
2012
2013
2011
2010
2014
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%
4.53
3.72
1.83
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 31
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan III 2014, inflasi di kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terjadi dari 6,15% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 1,97% (yoy) pada triwulan III 2014 (Grafik 3.2). Penurunan tingkat inflasi terutama didorong oleh penurunan harga pada subkelompok ikan segar dan aneka kacang di akhir triwulan III 2014. Turunnya harga ikan segar dinilai merupakan dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang mengakibatkan cuaca berangsur membaik untuk kegiatan penangkapan ikan. Selain itu, puncak musim angin timur di bulan September juga mengakibatkan melimpahnya pasokan ikan di pasar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Masih terjadinya inflasi di triwulan III 2014 merupakan efek dari faktor musiman (momen hari besar) di sepanjang
periode laporan. Setidaknya ada tiga event besar yang terjadi di periode triwulan III 2014, yaitu Idul Fitri dan hari
kemerdekaan di awal periode laporan serta persiapan Idul Adha di akhir triwulan laporan menyebabkan peningkatan
permintaan di kelompok bahan makanan ini. Namun, laju inflasi tercatat rendah karena tertahan oleh turunnya laju inflasi
beberapa komoditas pangan. Selama triwulan III 2014, beberapa komoditas bahkan mencatat deflasi bulanan yang
mendukung arah penurunan inflasi tahunan, seperti komoditas ikan segar, aneka kacang, aneka sayur (tomat sayur dan
bayam), dan aneka bumbu (bawang dan cabe). Berlangsungnya panen sayuran serta beberapa jenis hortikultura di daerah
sentra (Malino, Enrekang, Jeneponto, Gowa) membuat kondisi pasokan memadai untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sehingga kenaikan harga akibat faktor musiman tidak terjadi secara signifikan.
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau pada triwulan III 2014 tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,80%
(yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.3). Pada triwulan
sebelumnya, inflasi yang tercatat adalah 5,38% (yoy).
Adanya event besar sepanjang periode triwulan III 2014,
yaitu Idul Fitri dan hari kemerdekaan serta persiapan
menjelang Idul Adha yang dirayakan di awal periode
triwulan IV 2014 menjadi penyebab meningkatnya
tekanan inflasi kelompok komoditas makanan jadi,
minuman, dan tembakau.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Adanya peningkatan laju inflasi pada kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau terutama disebabkan oleh
meningkatnya permintaan. Peningkatan permintaan tersebut dipengaruhi oleh perayaan Idul Fitri dan hari besar lainnya
sehingga harga berbagai produk makanan dan minuman tidak beralkohol turut meningkat. Beberapa komoditas bahan
pokok seperti gula pasir dinilai merupakan salah satu pendorong naiknya inflasi tahunan, khususnya pada subkelompok
minuman yang tidak beralkohol. Sementara itu, inflasi tahunan ikan segar yang relatif menurun ikut memengaruhi
penurunan inflasi tahunan ikan yang telah diolah menjadi makanan. Adapun pada bulan Idul Fitri, subkelompok tembakau
dan minuman beralkohol mencatat inflasi bulanan tertinggi seiring masih kuatnya permintaan rokok.
BAB 3 INFLASI DAERAH
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan III 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan
triwulan II 2014. Laju inflasi tercatat sebesar 6,32% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (5,96%, yoy) (Grafik 3.4).
Naiknya laju inflasi tahunan didorong terutama oleh subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air seiring penyesuaian
tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap sejak Mei 2014. Pada triwulan laporan, terjadi dua kali penyesuaian yaitu pada
Juli dan September 2014. Selain itu, tekanan inflasi juga bertambah dari kenaikan harga LPG 12 kg yang menyebabkan
cukup besarnya sumbangan komoditas bahan bakar rumah tangga pada inflasi bulanan September 2014. Adapun
permintaan yang meningkat menyebabkan kenaikan inflasi pada subkelompok perlengkapan dan penyelenggaraan rumah
tangga. Pertumbuhan harga properti yang melambat (Grafik 3.5) menjadi penahan kenaikan inflasi lebih lanjut karena
memengaruhi penurunan laju inflasi tahunan subkelompok biaya tempat tinggal.
Seperti yang telah disebutkan di atas, implementasi kebijakan oleh pemerintah yang menaikkan TTL secara bertahap
dan harga LPG pada awal September 2014 menjadi penyebab kenaikan tingkat inflasi. Harga LPG nonsubsidi kemasan
12 kg naik sebesar Rp1.500 per kg (net Pertamina) terhitung mulai tanggal 10 September 2014. Kenaikan ini
mengakibatkan peningkatan harga jual rata-rata LPG tabung 12 kg menjadi Rp7.569 per kg dari sebelumnya Rp6.069 per
kg. Dengan mempertimbangkan komponen biaya lainnya seperti transpor, filing fee, margin agen dan PPN, maka harga
jual di agen menjadi Rp9.519 per kg atau Rp114.300 per tabung dari sebelumnya Rp7.731 per kg atau Rp92.800 per
tabung. Untuk kenaikan TDL per tanggal 1 Juli dan 1 September 2014 sendiri merupakan rangkaian penyesuaian secara
bertahap akibat penghapusan subsidi listrik berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 9 dan No. 19 Tahun 2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang dipengaruhi oleh penurunan
harga komoditas emas perhiasan. Pada triwulan III 2014, inflasi tercatat sebesar 4,12% (yoy) menurun dibandingkan
inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,65% (yoy) (Grafik 3.6). Meskipun masih terjadi peningkatan laju
inflasi pada subkelompok sandang laki-laki dan wanita akibat permintaan yang meningkat, penurunan laju inflasi
subkelompok sandang lainnya tetap mampu membawa inflasi kelompok ini ke tingkat yang lebih rendah pada triwulan
laporan. Komoditas yang menjadi sumber perlambatan inflasi tersebut adalah emas perhiasan.
Penurunan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh penurunan harga acuannya di pasar global. Setelah tercatat naik
cukup tinggi pada Juli 2014 karena impor emas dari India yang cukup besar, harga internasional emas pada Agustus dan
September 2014 mengalami deflasi beruntun (Grafik 3.7). Penyebab penurunan harga adalah merosotnya permintaan
terhadap komoditas emas seiring beralihnya keinginan pasar dari investasi untuk komoditas logam mulia ke investasi
pasar modal seiring sinyal pemulihan perekonomian Amerika Serikat.
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 33
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan kembali mengalami peningkatan pada triwulan III 2014 yang didorong oleh masih kuatnya
permintaan dan pengaruh perubahan nilai tukar. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5,28%
(yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,22% (yoy) pada triwulan II 2014 (Grafik 3.8). Sumber utama peningkatan
tersebut berasal dari inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dan kosmetika. Permintaan yang tinggi akan
layanan kesehatan serta produk kosmetika dinilai dampak dari musim perayaan hari besar keagamaan pada triwulan
laporan. Sementara itu, dampak penyesuaian harga produk impor seiring apresiasi mata uang dollar Amerika Serikat
(US$) masih terus berlanjut. Hal ini dinilai membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan
jasmani yang lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Apalagi, faktor musiman juga memengaruhi
tingkat permintaan terhadap produk-produk tersebut.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami tekanan inflasi yang lebih besar pada triwulan III 2014. Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,97% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai
1,38%(yoy) (Grafik 3.9). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di subkelompok pendidikan dan
perlengkapan/peralatan pendidikan. Dimulainya tahun ajaran baru pada triwulan laporan (periode Agustus 2014) menjadi
faktor utama peningkatan harga tersebut. Hal ini tercermin dari meningkatnya biaya sekolah pada berbagai jenjang.
Adanya tahun ajaran baru juga mendorong kebutuhan akan perlengkapan sekolah seperti buku tulis yang harganya
meningkat pada akhir triwulan laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
BAB 3 INFLASI DAERAH
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan III 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan terus menurun dari triwulan
sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 0,87% (yoy), turun tajam dari 7,91% (yoy) pada triwulan II 2014 (Grafik 3.10).
Subkelompok transpor dan sarana/penunjang transpor menjadi penyebab terjadinya penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh
faktor basis perhitungan (base effect) yaitu tingginya inflasi subkelompok tersebut pada triwulan III 2013 karena
penyesuaian harga BBM bersubsidi. Tanpa adanya kebijakan yang sama pada triwulan laporan, laju inflasi tahunan pun
tercatat turun cukup drastis.
Di samping itu, penurunan inflasi juga merupakan dampak dari berakhirnya arus mudik dan arus balik pasca Lebaran di
akhir triwulan. Turunnya tarif transportasi baik tarif angkutan antarkota, tarif tranportasi laut, serta transportasi udara
pada akhir triwulan laporan diyakini turut berkontribusi pada perlambatan laju inflasi. Hal ini disebabkan oleh selesainya
kegiatan arus mudik serta arus balik selama periode perayaan Idul Fitri. Sementara itu, harga komponen pendukung alat
transportasi juga disinyalir ikut menurun. Hal ini diindikasikan oleh perlambatan pertumbuhan harga karet pada triwulan
laporan (Grafik 3.11).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK11
Pada triwulan III 2014, tekanan inflasi yang menurun didorong oleh penurunan inflasi di seluruh kota IHK di Sulawesi
Selatan (Watampone, Makassar Palopo, Parepare, dan Bulukumba). Inflasi Watampone, Makassar, Palopo, Parepare,
dan Bulukumba pada triwulan III 2014, secara berurutan tercatat sebesar 4,55% (yoy); 3,57% (yoy); 4,03% (yoy); 3.04%
(yoy) dan 7,30% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota IHK tersebut tercatat sebesar 8,14% (yoy), 5,38%
(yoy), 7,36% (yoy), 5,57% (yoy) dan 14,10% (yoy) (Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
11 Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
I II III IV I II III IV I II III
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04
Bulukumba 13.94 14.10 7.30
Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72
2014Kota (%, yoy)
2012 2013
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV
2012
Sulawasi Selatan
Makassar
Parepare
%, yoy
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 35
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang mengakibatkan serta musim angin timur di bulan September
serta berakhirnya rangkaian event besar (Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha) menjadi penyebab utama
penurunan inflasi di seluruh kota. Bila dilihat dari sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang penurunan
terbesar diantara kota IHK di Sulsel, dimana pada periode pelaporan tercatat sebesar 2,79% turun dari periode
sebelumnya yang tercatat sebesar 4,20%. Sementara sumbangan penurunan inflasi terendah disumbangkan oleh Kota
Parepare (Tabel 3.2).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
3.3. Disagregasi Inflasi12
Menurunnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan III 2014 terutama bersumber dari komponen administered prices
dan volatile food. Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong penurunan tingkat inflasi
pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan III 2014 laju inflasi dari komponen administered prices sebesar 4,39%
(yoy), turun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 11,22% (yoy). Turunnya inflasi administreted prices, selain
pengaruh faktor base effect akibat inflasi yang sangat tinggi pada triwulan III 2013 terkait naiknya harga BBM, juga
dipengaruhi oleh berakhirnya arus mudik dan arus balik pasca Lebaran. Inflasi komponen ini sendiri merupakan dampak
implementasi kebijakan pemerintah yang menaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) secara bertahap (terakhir pada 1 September
2014) dan harga LPG pada awal September 2014.
12 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
I II III IV I II III IV I II III
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26%
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72%
2014Kota
2012 2013
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
Sulawasi Selatan Bulukumba
Makassar Palopo
Parepare Watampone
%, yoy
BAB 3 INFLASI DAERAH
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.13. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Turunnya inflasi pada komponen volatile food merupakan dampak lanjutan hilangnya faktor musiman pasca Lebaran
dan kondisi cuaca yang masih mendukung ketersediaan pasokan. Inflasi pada komponen volatile food tercatat
mengalami penurunan yaitu dari 6,11% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 1,72% (yoy) di triwulan III 2014. Berakhirnya
faktor yang bersifat musiman yaitu hari besar keagamaan serta membaiknya kondisi cuaca mendukung kegiatan produksi
pangan dan kegiatan penangkapan ikan yang mengakibatkan terjaganya harga bahan makanan seperti ikan, daging sapi,
daging ayam, dan telur ayam.
Pada inflasi inti (core inflation), penurunan juga terjadi dalam level yang rendah. Tercatat pada triwulan III 2014, inflasi
pada komponen inti mengalami penurunan dari 4,47% (yoy) menjadi 4,12% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation
dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok kesehatan, pendidikan,
dan makanan jadi. Turunnya harga emas perhiasan menjadi faktor penahan inflasi kelompok sandang yang pada
gilirannya meredam laju inflasi inti sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut.
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari
sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota. Dengan peresmian TPID
Kabupaten Gowa pada tanggal 21 Oktober 2014, maka saat ini TPID telah ada di 24 kabupaten/kota di seluruh Sulawesi
Selatan (Tabel 3.4). Dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota maka diharapkan ke depannya koordinasi
dan proses pengendalian inflasi dapat berjalan lebih baik.
Tabel 3.4. TPID Setingkat Kabupaten/Kota
NO TPID SURAT KEPUTUSAN
KET NOMOR TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Selatan 3956 / XII / 2009 diperbaharui dengan
SK No. 238 / II / 2014
09-Des-09 -
03-Feb-14
2 Kota Palopo 457 / III / 2011 01-Mar-11 Sampel IHK
3 Kabupaten Bone 228 / 2011 06-Jul-11 Sampel IHK
4 Kota Pare-Pare 18 / 2012 17-Jan-12 Sampel IHK
5 Kota Makassar 510.05 / 356 / KEP / II / 2012 14-Feb-12 Sampel IHK
6 Kabupaten Pangkep 374 / VII / 2013 01-Jul-13 -
7 Kabupaten Tana Toraja 179 / VII / 2013 02-Jul-13 -
8 Kabupaten Soppeng 332 / IX / 2013 04-Sep-13 -
9 Kabupaten Maros 560 / KPTS / 500 / IX / 2013 09-Sep-13 -
10 Kabupaten Sinjai 627 / 2013 09-Sep-13 -
11 Kabupaten Bulukumba 1046 / X / 2013 07-Okt-13 Sampel IHK
12 Kabupaten Bantaeng 500 / 621 / XII / 2013 13-Des-13 -
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III
2013 2014
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
4.39
3.72
1.72
4.12
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 37
NO TPID SURAT KEPUTUSAN
KET NOMOR TANGGAL
13 Kabupaten Enrekang 673 / KEP / XII / 2013 31-Des-13 -
14 Kabupaten Luwu Timur 04 / I / 2014 02-Jan-14 -
15 Kabupaten Takalar 47 / 2014 15-Jan-14 -
16 Kabupaten Barru 171 / ADM.EKO / I / 2014 29-Jan-14 -
17 Kabupaten Toraja Utara 107 / II / 2014 08-Feb-14 -
18 Kabupaten Luwu No.191/III/2014 18-Mar-14 -
19 Kabupaten Wajo 279 / 2014 20-Mar-14 -
20 Kabupaten Luwu Utara 188.4.45/188/III/2014 20-Mar-14 -
21 Kabupaten Jeneponto 87 / 2014 28-Apr-14 -
22 Kabupaten Sidenreng Rappang 200/IV/2014 28-Apr-14 -
23 Kabupaten Kepulauan Selayar 198 / V / 2014 14-Mei-14 -
24 Kabupaten Pinrang 050/291/2014 23-Jun-14 -
25 Kabupaten Gowa 409/X/2014 21-Okt-14 -
Selama triwulan III 2014, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi baik di tingkat wilayah, provinsi, maupun di tingkat
kabupaten/kota. Sepanjang triwulan III 2014, telah dilakukan 2 (dua) kali pertemuan dengan beberapa agenda terkait
penanganan inflasi. Pada 14 Agustus 2014, dilakukan pertemuan untuk menyelaraskan pemahaman program kerja dan
fungsi koordinasi TPID kabupaten/kota. Dari hasil pertemuan tersebut, disepakati untuk melakukan kegiatan studi
banding. Rencana studi banding dilakukan pada minggu terkahir September 2014 dan mengunjungi TPID berprestasi di
Jawa. Rencana ini telah direalisasikan berkoordinasi dengan TPID Provinsi D.I. Yogyakarta. Sementara itu, pertemuan pada
tanggal 22-23 September 2014 mengangkat agenda peningkatan upaya pengendalian ekspektasi inflasi. Pada pertemuan
ini disepakati untuk melakukan komunikasi dengan media secara intensif untuk membantu pengendalian inflasi melalui
jalur media massa dan hasilnya saat ini siaran pers telah dilakukan TPID melalui media massa. Hasil Survei Pemantauan
Harga (SPH) Bank Indonesia juga telah dikomunikasikan untuk mendukung upaya menjangkar ekspektasi inflasi dan
tracking perkembangan harga terkini.
BAB 3 INFLASI DAERAH
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Boks 3.A. Pembentukan TPID di seluruh Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan telah Selesai Dilakukan
Mandat pembentukan TPID melalui Inmendagri No.027/1696/SJ tahun 2013 telah mendorong seluruh wilayah untuk
membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Terbitnya Inmendagri tersebut menginstruksikan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota untuk membentuk TPID dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian dan mengatasi
permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, Gubernur Sulawesi Selatan telah mengambil langkah-langkah strategis yang salah satunya
adalah mendorong pembentukan TPID di tingkat kabupaten/kota di seluruh Sulawesi Selatan.
Pembentukan TPID kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi dalam pengendalian inflasi, dan meminimalkan
kendala kondisi geografis Sulsel yang cukup luas. Oleh karena itu, Gubernur Sulawesi Selatan mendorong pembentukan
TPID seluruh kabupaten/kota di Sulsel sejak terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut. Pembentukan TPID
kabupaten/kota dilakukan secara bertahap, dengan 3 (tiga) strategi utama. Pertama, melakukan kunjungan ke masing-
masing kabupaten/kota yang belum terbentuk, dengan memberikan penjelasan mengenai tujuan dan fungsi TPID, serta
contoh sukses dari TPID kabupaten/kota lainnya. Kunjungan dilakukan oleh sekretariat TPID Provinsi Sulsel secara
bergantian. Kedua, terus melibatkan kepala Daerah dalam High Level Meeting TPID Provinsi Sulsel, maupun perwakilan
kabupaten/kota dalam pertemuan TPID se-Zona. Ketiga, memberikan contoh (template) bentuk surat keputusan TPID
mengacu kepada Inmendagri dan best practice TPID kabupaten/kota lain yang sudah terbentuk.
Pembentukan TPID se-Sulsel ditarget telah selesai pada tahun 2014. Setelah lebih dari separuh TPID (52%) terbentuk di
akhir 2013, maka target tahun 2014 adalah terbentuknya TPID di seluruh kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan. Akhirnya,
pada Oktober 2014, semua kabupaten/kota se-Sulsel telah terbentuk, dengan terbentuknya TPID Kabupaten Gowa13
.
Prosesi pembentukan TPID Kab. Gowa berbeda dengan TPID kabupaten/kota yang lain, karena diiringi dengan proses
pelantikan oleh Bupati Gowa, yang dilanjutkan dengan arahan Visi dan Misi pembangunan Kab. Gowa hingga beberapa
dekade ke depan. Bupati mengharapkan proses kegiatan investasi di Kab. Gowa yang lebih terencana, dengan rencana
pemindahan ibukota Kab. Gowa, dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan menekan laju inflasi.
Gambar 3.A.1. Pelantikan Anggota TPID Kab. Gowa
Dengan telah selesainya proses pembentukan TPID kabupaten/kota, tantangan selanjutnya adalah mengoptimalkan
aksi, komunikasi, dan koordinasi baik di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Agenda yang menjadi
pekerjaan bersama adalah menjaga ketersediaan pasokan dan stok, kelancaran distribusi, serta pengendalian ekspektasi
inflasi. Dalam rekomendasi High Level Meeting TPID Sulsel di triwulan III 201414
mengamanatkan bahwa agar upaya-upaya
tersebut seharusnya dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sebelum adanya potensi kenaikan harga, sehingga hasilnya lebih
optimal. Misalnya, potensi kenaikan permintaan bumbu dan daging pada saat Lebaran (Juli 2014), kenaikan harganya
dapat diredam karena telah dilakukan produksi dan penyiapan stok sejak bulan April 2014.
13 SK Bupati Gowa No.409/X/2014 tanggal 21 Oktober 2014 14 Diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus 2014
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 39
Boks 3.B. Pembagian Zona TPID Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan
Efisiensi koordinasi menjadi latar belakang perlunya adanya zonasi dalam kelembagaan TPID di Provinsi Sulawesi
Selatan. Mengantisipasi perkembangan TPID kabupaten/kota yang semakin pesat, yang disertai dengan peningkatan
intensitas kegiatan dan permintaan pendampingan dan koordinasi, maka TPID Provinsi Sulsel berinisiatif meningkatkan
efisiensi koordinasi dengan jalan pembagian zona TPID kabupaten/kota. Hal ini terkait dengan luas wilayah Sulsel yang
sebesar 45.764,53 km2, terdiri 24 kabupaten/kota (21 kabupaten, 3 kota, 304 kecamatan dan 2.953 desa/kelurahan),
sehingga menjadikan tantangan bagi koordinasi TPID ke depan.
Pengembangan zona TPID dilakukan berdasarkan pendekatan teori Growth Pole. Berdasarkan teori Growth Pole (kutub
pertumbuhan), secara geografis suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas/infrastruktur dan kemudahan sehingga
menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), sehingga berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah yang
bersangkutan dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada. Suatu kota dikatakan sebagai pusat
pertumbuhan harus bercirikan: (1) adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi,
(2) adanya unsur pengganda (multiplier effect), (3) adanya konsentrasi geografis, (4) bersifat mendorong pertumbuhan
daerah belakangnya. Oleh karena itu, dalam pembagian zona, ditentukan 1 (satu) kota yang akan menjadi kutub bagi kota
yang lainnya. Dasar penentuan kriteria kutub per zona adalah kota sampel survei biaya hidup (SBH), letak geografis (jarak
antarkota), karakteristik sektoral, dan perkembangan keuangan perbankan.
Berdasarkan sampel Survei Biaya Hidup (SBH)15
, pangsa PDRB, maupun aset perbankan terdapat lima kota yang dapat
dijadikan patokan kutub pertumbuhan. Berdasarkan kota sampel SBH antara lain Kota Palopo, Kota Parepare, Kab. Bone,
Kab. Bulukumba, dan Kota Makassar, menjadi dasar perhitungan inflasi Sulsel. Dengan adanya kota sampel inflasi
tersebut, maka diharapkan inflasi dari kota yang bersangkutan dapat menjadi acuan tingkat inflasi bagi kota lain yang
masuk dalam satu zona. Kelima kota tersebut juga relatif sejalan dengan besaran pangsa PDRB maupun aset perbankan,
terhadap total Sulsel, yang sebaran gradasi panga PDRB maupun aset perbankan relatif merata di sekitar kota tersebut.
Gambar 3.B.1. Pangsa PDRB Kab/Kota terhadap Sulsel
Gambar 1.B.2. Pangsa Aset Perbankan Kab/Kota terhadap Sulsel
Selanjutnya, dari kota-kota yang menjadi kutub tersebut, ditentukan kabupaten yang akan masuk se-zona, dengan
mempertimbangkan geografis (jarak) dan sumbangan terhadap PDRB Sulsel. Penerapaan kriteria jarak adalah dengan
minimasi jarak antar kota (Tabel 3.5 s/d Table 3.9), agar memudahkan koordinasi apabila diselenggarakan pertemuan
zona. Selain itu, diusahakan bahwa masing-masing zona memiliki pangsa sekitar 12%-20% terhadap ekonomi Sulsel,
dengan salah satunya ada kota/kab yang memiliki sumbangan terbesar.
15 Dilakukan oleh BPS
BAB 3 INFLASI DAERAH
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Tabel 3.B.1. Matrix jarak Zona Palopo Tabel 3.B.4. Matrix jarak Zona Parepare
Tabel 3.B.2. Matrix jarak Zona Bone/Watampone Tabel 3.B.5. Matix jarak Zona Bulukumba
Tabel 3.B.3. Matrix jarak Zona Makassar
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka ditetapkan 5 (lima) Zona antara lain Zona Bone/Watampone, Zona Bulukumba, Zona Makassar, Zona Palopo, dan Zona Parepare. Dengan ditetapkannya 5 (lima) zona TPID ini, diharapkan proses pengelolaaan inflasi akan lebih efektif dan pertumbukan ekonomi akan lebih merata di seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Adapun pembagian zona kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
Gambar 3.B.3. Pembagian Zona TPID Sulsel
Luwu Timur Luwu Utara Toraja Utara Tana Toraja Palopo Luwu
Luwu Timur 0 9 141 126 71 86
Luwu Utara 9 0 148 135 77 88
Toraja Utara 141 148 0 61 77 101
Tana Toraja 126 135 61 0 90 127
Palopo 71 77 77 90 0 38
Luwu 86 88 101 127 38 0
Zona Palopo
Zona PalopoEnrekang Pinrang Sidrap Parepare Barru
Enrekang 0 68 100 91 140
Pinrang 68 0 33 29 76
Sidrap 100 33 0 36 63
Parepare 91 29 36 0 49
Barru 140 76 63 49 0
Zona Parepare
Zona Parepare
Soppeng Bone Wajo Sinjai
Soppeng 0 43 145 39
Bone 43 0 185 78
Wajo 145 185 0 107
Sinjai 39 78 107 0
Zona Bone/Watampone
Zona Bone/Watampone
Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar
Bulukumba 0 22 55 182
Bantaeng 22 0 33 196
Jeneponto 55 33 0 221
Selayar 182 196 221 0
Zona Bulukumba
Zona Bulukumba
Pangkep Maros Makasar Gowa Takalar
Pangkep 0 9 39 47 62
Maros 9 0 35 38 54
Makasar 39 35 0 41 34
Gowa 47 38 41 0 31
Takalar 62 54 32 31 0
Zona Makassar
Zona Makassar
Zona Palopo
Zona Parepare
Zona Bone
Zona Bulukumba
Zona Makassar
Kab. Luwu TimurKab. Luwu UtaraKab. Toraja UtaraKab. Tana TorajaKota PalopoKab. LuwuKab. Enrekang
Kab. PinrangKab. SidrapKota ParepareKab. Barru
Kab. SoppengKab. BoneKab. WajoKab. Sinjai
Kab. PangkepKab. MarosKota MakasarKab. GowaKab. Takalar
Kab. BulukumbaKab. BantaengKab. JenepontoKab. Selayar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 41
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan III 2014, dari indikator utama
yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang
disalurkan, memperlihatkan perlambatan pada triwulan laporan.
Perlambatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh perlambatan aset
seluruh kelompok bank terutama bank asing dan campuran. Sementara itu,
kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan III 2014 menjadi
sebesar 125,06% yang disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan DPK
yang lebih kecil dibandingkan kredit. Sementara itu, risiko kredit perbankan
masih terjaga dengan baik yang tercermin dari Rasio nonperforming loan
(NPL) yang masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga
mendukung ketahanan sektor keuangan baik pada sektor korporasi, rumah
tangga, namun perlu perhatian khusus pada kualitas kredit UMKM yang
pada triwulan laporan sudah melwati batas aman 5%.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
4.1. Kondisi Umum Perbankan16
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan III 2014, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak berubah dari triwulan
sebelumnya yaitu sebanyak 47 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya
yaitu sebanyak 29 BPR. Terjadi penambahan kantor pada bank swasta sehingga jumlah kantor cabang (KC) bertambah 1,
sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum pada triwulan III 2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
perbankan tercatat tumbuh sebesar 10,28% (yoy) atau menjadi Rp99,57 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan II
2014 yang tumbuh sebesar 12,97% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada seluruh kelompok bank terutama pada bank asing dan campuran,
disusul oleh bank pemerintah dan bank swasta nasional masing-masing dari 12,12% (yoy), 11,72% (yoy) dan 14,87% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 3,98% (yoy), 9,76% (yoy) dan 11,16% (yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis giro dan deposito yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan III 2014 melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp64,34 triliun atau tumbuh sebesar 12,17%
(yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 14,86% (yoy) (Tabel 4.3).
Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh menurunnya kinerja jenis simpanan giro dan tabungan. Giro tumbuh
melambat dari 20,24% pada triwulan II 2014 menjadi hanya 5,11% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari
10,31% (yoy) menjadi 8,58% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara tabungan tumbuh lebih cepat dari 20,97% (yoy)
menjadi 23,39% (yoy).
16 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Bank Umum (Konv. + Syariah) 36 37 38 40 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47
Konvensional 31 32 32 34 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7
Syariah 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Jumlah Kantor* 689 724 812 844 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980
BPR 27 27 27 27 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
RINCIAN20122011 2013 2014*
I II III IV I II III I II III IV I II III
Total Aset 19.69 19.04 20.78 14.66 12.41 12.97 10.28 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571
Bank Pemerintah 17.84 17.14 19.37 11.54 8.97 11.72 9.76 48,337 51,537 53,300 52,533 52,670 57,579 58,500
Bank Swasta Nasional 22.81 22.38 23.30 19.18 17.82 14.87 11.16 31,919 34,293 36,341 37,682 37,606 39,391 40,398
Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (0.02) 2.89 21.38 2.01 12.12 3.98 621 537 647 717 633 602 673
Aset Menurut Kelompok Bank 2013 20132014
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2014
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 43
Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 seiring perlambatan
pada kredit yang digunakan untuk investasi dan konsumsi. Kredit tercatat tumbuh sebesar 7,26% (yoy) menjadi Rp80,46
triliun setelah tumbuh 8,77% (yoy) pada triwulan II 2014. Perlambatan ini didorong oleh melambatnya penyaluran kredit
untuk investasi dan konsumsi sedangkan kredit untuk modal kerja dapat mencatat akselerasi pertumbuhan (Tabel 4.3).
Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertanian,
pertambangan, industri pengolahan, LGA, perdagangan, dan pengangkutan. Sementara sektor konstruksi, jasa dunia
usaha, dan jasa sosial masyarakat tumbuh lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.4).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Dengan pertumbuhan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat lebih rendah, yang
tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 129,21% pada triwulan III 2014, lebih rendah dari
triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 125,06% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi
perbankan selalu tinggi, lebih dari 100%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor
perdagangan, sektor jasa dunia usaha, sektor konstruksi, dan sektor industri pengolahan.
Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen
risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan III 2014 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio
nonperforming loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,57%. Angka ini
tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,54% (Tabel
4.3). Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, perbankan harus tetap menjaga kualitas kredit para nasabahnya agar
rasio NPL terus terjaga di bawah batas aman.
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
I II III IV I II III I II III IV I II III
DPK 14.36 11.31 14.91 12.52 11.20 14.86 12.17 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339
a. Giro 4.00 11.13 27.07 6.82 2.83 20.24 5.11 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693
b. Tabungan 17.27 10.52 12.37 11.25 10.66 10.31 8.58 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828
c. Deposito 14.72 13.01 13.79 18.01 16.53 20.97 23.39 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819
Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 7.26 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463
a. Modal Kerja 26.63 16.67 16.86 6.76 4.92 9.01 14.09 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847
b. Investasi 22.01 36.81 43.39 27.36 19.70 6.77 (1.98) 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457
c. Konsumsi 25.43 24.21 19.41 14.76 12.65 9.48 6.27 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159
LDR (%) 130.72 136.44 130.78 124.72 130.45 129.21 125.06
NPLs Gross (%) 2.94 2.83 2.91 2.85 3.14 3.54 3.57
Komponen 2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy)
2014 2014
Nominal (Rp Miliar)
I II III IV I II III I II III IV I II III
Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 7.26 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463
Pertanian 54.83 23.84 18.27 15.20 0.18 7.37 3.59 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435
Pertambangan 43.43 23.79 18.29 (0.70) (15.62) 24.84 21.10 447 449 444 397 377 560 537
Industri Pengolahan 53.82 42.92 40.51 (20.26) (26.55) (24.54) (23.94) 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283
Listrik, Gas, Air (2.83) (6.75) (10.02) 35.05 63.77 111.80 91.49 133 116 121 191 218 245 232
Konstruksi 24.20 13.54 14.85 13.44 18.62 31.89 40.69 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173
Perdagangan 28.94 30.21 31.67 26.83 22.08 11.45 10.23 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748
Pengangkutan 50.88 59.70 59.68 25.96 12.48 6.76 3.02 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951
Jasa Dunia Usaha 11.07 8.05 9.04 14.32 15.65 4.79 4.88 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581
Jasa Sosial Masyarakat 3.11 11.08 26.31 26.84 12.94 19.27 22.03 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115
Lain-lain 19.45 17.63 14.99 10.14 9.58 10.18 6.99 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408
Komponen 2013 2013 20142014
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
4.1.4 Bank Syariah
Total aset perbankan syariah pada triwulan III 2014 tumbuh lebih lambat dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset
perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 3,68% menjadi Rp5,62 triliun, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II
2014 yang tumbuh sebesar 9,72% (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan
laporan terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan aset baik milik bank pemerintah maupun bank swasta
nasional dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan III 2014 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK dan pembiayaan. Pertumbuhan
penghimpunan dana dan pembiayaan tercatat lebih lambat dari triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar
10,96% (yoy) dan 15,49% (yoy) pada triwulan laporan. Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar
171,16% yang menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat
masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas
pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari nonperforming financing (NPF) sebesar 3,27% pada triwulan
laporan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (2,97%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan III 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meski indikator
menunjukkan adanya perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding
triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan III 2014 sebesar 187,46%
menjadi 163,12%. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh akselerasi pertumbuhan DPK dari 17,41% (yoy) pada triwulan II
2014 menjadi 34,69% (yoy). Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPD mengalami kontraksi dari 18,54% (yoy)
menjadi 16,31% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR mengalami perbaikan setelah
sempat mengalami penurunan pada triwulan lalu sebesar -0,50% (yoy) menjadi 4.06% (yoy) pada triwulan III 2014.
I II III IV I II III I II III IV I II III
Aset 42.22 37.86 36.26 23.26 16.31 9.72 3.68 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619
Bank Pemerintah 55.66 27.91 28.78 20.35 15.27 9.78 6.81 913 958 1,033 1,045 1,052 1,051 1,103
Bank Swasta Nasional 39.40 40.39 38.14 23.95 16.55 9.71 2.94 3,890 4,128 4,387 4,531 4,534 4,529 4,516
DPK 35.46 30.77 42.76 39.80 28.28 30.73 10.96 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878
a. Giro 29.19 16.82 21.33 14.22 (12.64) 12.69 42.14 253 232 243 338 221 262 346
b. Tabungan 28.09 21.23 37.71 32.91 30.17 29.51 15.06 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337
c. Deposito 46.32 47.26 53.83 58.10 37.60 36.51 0.56 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195
Pembiayaan 40.30 40.75 38.64 24.87 15.07 17.14 15.49 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926
FDR (%) 181.04 194.41 164.44 151.65 162.40 174.20 171.16
NPF Gross (%) 1.73 1.81 1.56 1.42 1.65 2.97 3.27
Komponen 2013 20132014
Pertumbuhan (%, yoy)
2014
Nominal (Rp Miliar)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 45
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan III 2014, penyaluran kredit korporasi masih
didominasi oleh sektor perdagangan. Sektor
perdagangan memiliki pangsa terbesar dalam struktur
kredit kepada korporasi yang tercatat sebesar Rp18,41
triliun (kredit produktif non-UMKM). Rendahnya porsi
sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan
bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya
sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan
(Grafik 4.3). Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit
kepada sektor korporasi mengalami perlambatan di
triwulan III 2014. Melambatnya pertumbuhan kredit
korporasi ditunjang oleh menurunnya kinerja sektor
pertanian, pertambangan dan perdagangan. Sementara
kredit sektor industri pengolahan tumbuh dekit lebih baik
pada triwulan III 2014 (Grafik 4.4).
Lebih lanjut terkait aspek pertumbuhan, total kredit
tercatat tumbuh 4,01% (yoy), lebih rendah dari triwulan
II 2014 (5,61%, yoy). Sektor pertanian mencatat
kontraksi yang semakin besar dari -14,82% (yoy) pada
triwulan II 2014 menjadi -32,89% (yoy). Faktor
pendorong perlambatan lainnya adalah sektor industri
perdagangan yang terus mengalami penurunan
pertumbuhan dari 13,59% (yoy) menjadi 9,08% (yoy)
pada triwulan III 2014. Kredit pada sektor pertambangan
yang pada triwulan sebelumnya sempat membaik
kembali mengalami perlambatan dari 42,06% (yoy)
menjadi 25,04% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada
sektor lainnya sepert LGA, konstruksi, pengangkutan dan
jasa sosial masyarakat. Sementara sektor industri
pengolahan dan jasa dunia usaha tumbuh sedikit lebih
baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
Pangsa Triwulan III 2014
Pertanian (0.7%)
Pertambangan (1.6%)
Industri (14.9%)
Perdagangan (51.4%)
Lainnya (31.3%)
0
10
20
30
40
50
60
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy%, yoyTotal - Skala Kanan Pertanian
Pertambangan Industri
Perdagangan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara
keseluruhan sedikit membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran
kredit yang diukur dari NPL tercatat menjadi 4,09%
setelah sebelumnya tercatat sebesar 4,99% (Grafik 4.5).
Namun jika dilihat per sektor ekonomi, NPL kredit pada
sektor pertambangan masih berada di atas batas aman
(5%) yaitu sebesar 23,2% (yoy) pada triwulan III 2014.
Sementara kualitas kredit sektor pertanian mengalami
perbaikan cukup signifikan yang sebelumnya mencapai
37,0% (yoy) menjadi 0,4% (yoy) pada triwulan laporan.
Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa
yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada
triwulan III 2014. Dari total kedit yang disalurkan kepada
rumah tangga sebesar Rp35,40 triliun, KPR memiliki
pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit multiguna,
kredit kendaraan bermotor (KKB), dan terakhir kredit
rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit
untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun
kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa
terkecil (Grafik 4.6). Adapun kredit lain-lain merupakan
kredit bukan lapangan usaha serta kredit yang belum
diklasifikasikan secara jelas.
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat
perlambatan kinerja pada triwulan III 2014. Total kredit
yang pada triwulan sebelumnya tumbuh 10,18% (yoy)
turun menjadi 6,97% (yoy). Perlambatan ini terjadi pada
hampir seluruh jenis kredit rumah tangga terutama pada
KPR yang mengalami perlambatan signifikan dari 20,47%
(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi hanya 7,37%
(yoy) pada triwulan III 2014. KKB dan kredit rumah tangga
lainnya mengalami perlambatan moderat masing-masing
dari 35,46% (yoy) dan 57,01 (yoy) menjadi 27,71% (yoy)
dan 37,66% (yoy). Sementara kredit multiguna mengalami
percepatan pertumbuhan dari 2,26% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi sebesar 8,13% (yoy) pada triwulan III
2014 (Grafik 4.7).
Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
-10
0
10
20
30
40
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%%
Total Industri
Perdagangan Pertanian - Skala Kanan
Pertambangan - Skala Kanan
Pangsa Triwulan II 2014
Kredit PemilikanRumah, KPR (36.4%)
Kredit KendaraanBermotor, KKB (11.8%)
Kredit Multiguna(30.5%)
Kredit Rumah TanggaLainnya (3.1%)
Kredit Lain-lain (18.1%)
(50)
50
150
250
350
450
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy Total KPRKKB RT Lainnya - Skala KananMultiguna - Skala Kanan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 47
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga
pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah
tangga memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL
tercatat sedikit meningkat dari 1,86% menjadi 1,88% pada
triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi
tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,48%.
Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan
sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga
triwulan III 2014 (Grafik 4.8).
Grafik 4.8. NPL Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan III 2014 tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 10,63% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sempat melambat
sebesar 9,63% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 33,27% atau sebesar Rp26,77 triliun.
Dari nilai tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan
untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM meningkat pada triwulan III 2014 melewati batas aman (5%)
menjadi sebesar 5,47% (Grafik 4.9). Peningkatan NPL kredit UMKM didorong oleh peningkatan NPL pada hampir semua
sektor terutama sektor perdagangan, konstruksi, pertambangan dan pertanian. UMKM padar sektor pertambangan
mencatat NPL tertinggi pada periode laporan.
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua terus mencoba
melakukan kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan
yang dimaksud serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk mulai menabung. Pada 9
September 2014, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada petani dan
nelayan tambak di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan. Selain itu telah dilakukan pelatihan pengolahan daging sapi
menjadi bakso, sosis dan abon yang bertempat di Teaching Industry Universitas Hasanuddin pada tanggal 29 September
2014 yang diikuti oleh ibu-ibu peserta klaster sapi dari Kabupaten Barru. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilah kepada peserta klaster sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik.
Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%
Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna
0
5
10
15
20
25
30
35
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
67%
Total Kredit UMKM
Produktif + Konsumtif
33%68%
32%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 49
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang
membaik pada triwulan III 2014. Transaksi keuangan nontunai melalui Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan
laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transaksi
keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih
sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan
aliran uang kartal pada triwulan III 2014. Meski masih mengalami net
outflow, aliran uang yang disetor mulai menunjukkan peningkatan seiring
pasca Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat
hingga akhir triwulan IV. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank
Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas
keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri
keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
mewujudnyatakan clean money policy.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan III 2014, transaksi nontunai melalui sarana RTGS melanjutkan tren pertumbuhan yang meningkat. Secara
total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan III 2014 sebesar Rp71,79 triliun atau tumbuh hingga 13,69% (yoy), sedikit
lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II 2014 sebesar Rp64,81 triliun yang mencatat pertumbuhan10,89% (yoy).Transaksi
BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan
nilai Rp38,09 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat
sebesar Rp22,71 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp10,97 triliun.
Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk dari Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di
Sulsel menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di
luar Sulsel tumbuh sedikit lebih lambat pada triwulan II 2014 yaitu dari 22,83% (yoy) menjadi 21,04% (yoy) (Grafik 5.1).
Transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami ekspansi tipis pada triwulan III
2014 yaitu sebesar 1,28% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar -6,79% (yoy) (Grafik 5.2). Sementara itu, transaksi
dari perbankan di Sulsel kepada perbankan yang juga berada di Sulsel mengalami perlambatan yaitu dari 98,44% (yoy)
pada triwulan II 2014 menjadi 62,41% (yoy) (Grafik 5.3).
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel)
Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi nontunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit masih mengalami
penurunan pada triwulan III 2014. Pertumbuhan total nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan penurunan.
Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar -5,11% (yoy) dimana sebelumnya juga mengalami
penurunan sebesar -3,61% (yoy). Penurunan ini juga terindikasi dari menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi
kliring pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata
perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu,
secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan penurunan pada triwulan III 2014 yaitu dari
3,66% menjadi 2,56%. Hal ini sejalan dengan penurunan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,46% menjadi
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunRTGS From
gRTGS From - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014*
%, yoyRp Triliun
Nominal UTLE
gUTLE - Skala Kanan
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 51
2,30%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan III 2014 lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Pada triwulan III 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net outflow sebesar Rp0,08 triliun.
Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp5,56 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,07 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank
Indonesia mengalami peningkatan dari Rp3,83 triliun pada triwulan II 2014 menjadi Rp5,64 triliun pada triwulan laporan
(Grafik 5.5). Net outflow yang terjadi namun diikuti oleh mulai meningkatnya intensitas penyetoran uang dipengaruhi
oleh faktor musiman pasca Lebaran pada Bulan Juli 2014 (Grafik 5.6). Pada awal triwulan IV 2014, kegiatan penarikan
uang diperkirakan akan semakin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan penyetoran sehingga akan terjadi net outflow
yang sesuai dengan pola historis seperti akhir tahun lalu.
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara kontinu terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.
Dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan hingga
wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, pada akhir Maret 2014 yaitu
dari tanggal 18 sampai dengan 22, kas keliling dibuka di daerah Mambi, Pana, dan Sumarorong di Kabupaten Mamasa,
Sulawesi Barat. Pada tanggal 19 sampai dengan 23 Mei 2014, telah dilakukan kegiatan kas keliling di daerah Jalang dan
Doping, Kabupaten Sengkang, Sulawesi Selatan. Kemudian, pada tanggal 18 sampai dengan 22 September 2014
dilaksanakan di daerah Kepulauan Pangkep, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan.
Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I
(Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan III 2014, telah dilakukan sebanyak
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
- Nominal (triliun rupiah) 8.17 8.04 8.60 9.32 9.30 9.44 9.47 10.14 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72
- Lembar (ribuan) 265 271 276 283 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261
- Nominal (triliun rupiah) 0.13 0.13 0.14 0.15 0.15 0.15 0.15 0.16 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16
- Lembar (ribuan) 4.27 4.37 4.45 4.57 4.47 4.50 4.53 4.68 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21
- Nominal (%) 2.55 2.20 2.63 2.27 2.38 2.63 2.34 2.16 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56
- Lembar (%) 2.38 2.66 2.80 2.52 2.28 2.59 2.45 2.37 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan)
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan
2013URAIAN
2011 2012 2014
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Outflow
gOutflow - Skala Kanan
(1.0)
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
Rp Triliun
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
8 (delapan) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (7 Agustus serta 1
September), Kendari (8 Agustus serta 18 Agustus), dan ke Kupang (2 Juli, 8 Agustus, 27 Agustus, serta 22 Oktober).
Pelaksanaan remise pada tanggal 7 dan 8 Agustus dalam rangka mempersiapkan pengedaran uang pecahan 100.000
tahun emisi 2014 yang mulai diluncurkan Bank Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2014. Bank Indonesia juga melakukan
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan III 2014 tercatat sebesar
Rp0,27 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,62 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 533 lembar pada triwulan III 2014.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (77,86%), diikuti
Rp100.000 (20,83%), Rp20.000 (1,31%), Rp10.000 (0,19%) dan Rp5.000 (0,19%), dan Rp10.000 (0,16%)(Grafik 5.8).
Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-
ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) juga telah melakukan kegiatan
sosialisasi dengan materi dimaksud hingga ke pelosok daerah, di Sulawesi Selatan.
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014*
%, yoyRp Triliun
Nominal UTLE
gUTLE - Skala Kanan 20.83%
77.86%
1.69%
Pecahan 100.000
Pecahan 50.000
Pecahan Lainnya
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 53
Boks 5.A. Pencanangan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT)
Bank Indonesia secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) pada tanggal 14 Agustus 2014. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara BI dengan Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, serta Asosiasi Pemprov seluruh Indonesia. Kerja sama yang dijalin antara pemerintah dan pelaku industri di Bidang Sistem Pembayaran ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen nontunai (less cash society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Kegiatan GNNT merupakan perwujudan langkah Bank Indonesia untuk menciptakan sistem pembayaran yang efisien, aman, dan handal dengan menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen, memperhatikan perluasan akses dan kepentingan nasional.
Sementara di Sulsel, pencanangan GNNT dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014. Dalam rangka mengimplementasikan GNNT tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I melakukan kerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM) dan 5 (lima) perbankan nasional, yaitu Bank Mandiri, Bank Mega, BRI, BNI, dan BCA untuk menciptakan kawasan non tunai di lingkungan kampus UNM. Rangkaian kegiatan GNNT di UNM meliputi sosialisasi kepada mahasiswa baru, pelatihan penggunaan mesin EDC (Electronic Data Capturer) kepada para kasir di lokasi Kawasan Nontunai, lomba stand up comedy, dan puncaknya adalah grand launching kawasan nontunai di Kampus UNM yang berpusat di kantin La Macca pada tanggal 9 September 2014.
Gambar 5.A.1. Penandatangan MOU antara Bank Indonesia dan UNM
Gambar 5.A.2. Peresmian kawasan non-tunai di Kantin La Macca –
Kampus UNM
Pada periode Agustus s.d. November 2014, sebanyak 12 Kampus di Indonesia telah menciptakan Kawasan Nontunai. Kampus merupakan salah satu tempat pelaksanaan GNNT karena mahasiswa sebagai generasi muda yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak penggunaan instrumen nontunai. Melalui perubahan pola pembayaran dari tunai ke nontunai, mahasiswa maupun masyarakat memperoleh berbagai manfaat, antara lain:
1. Praktis - Masyarakat tidak perlu membawa banyak uang tunai, higienis. 2. Akses Lebih Luas - Meningkatkan akses masyarakat ke dalam sistem pembayaran. 3. Transparansi Transaksi - Membantu usaha pencegahan dan identifikasi kejahatan kriminal. 4. Efisiensi Rupiah - Menekan biaya pengelolaan uang rupiah dan cash handling. 5. Less Friction Economy – Meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian. 6. Perencanaan Ekonomi Lebih Akurat – Transaksi tercatat secara lebih lengkap sehingga perencanaan lebih akurat.
Melalui sosialisasi GNNT tersebut, Bank Indonesia mengharapkan mampu meningkatkan penggunaan APMK dan E-Money dalam mendukung financial inclusion untuk menyediakan produk keuangan maupun akses perbankan yang bisa dijangkau ke seluruh pelosok tanah air.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 55
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,10%
(Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya
(Agustus 2013). Kemudian, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai
Tukar Petani (NTP) triwulan III 2014 terpantau membaik dari triwulan
sebelumnya. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret
2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di desa
yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis
batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret
2014 tercatat melambat dibandingkan dengan September 2013 yang
disebabkan oleh penurunan inflasi tahunan pada Maret 2014.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
6.1. Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau stabil dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 5,10% (Agustus 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 176,91
ribu orang per Agustus 2013 menjadi 188,76 ribu orang per Agustus 2014 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah
angkatan kerja juga meningkat pada Agustus 2014 yang mencapai 3.715,80 ribu orang dari 3.468,19 ribu orang pada
Agustus 2013 atau naik 247,60 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tergolong tinggi telah
mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.
Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja
dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor
pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus
2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama taun lalu. Sektor industri mengalami
kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014.
Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58%
(yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau
sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang (Tabel 6.2).
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang
bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 60,50% pada Agustus 2013 menjadi
62,00% pada Agustus 2014. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 mencapai 3,72 juta orang, lebih tinggi daripada
periode setahun sebelumnya sejumlah 3,47 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi
karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, industri, perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 7,96%. Peningkatan tersebut sangat tinggi bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 2,34% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 naik
sebesar 6,85% (yoy) lebih besar dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-2,13%, yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus
2013 2014
Angkatan Kerja 3.468.192 3.715.801
a. Bekerja 3.291.280 3.527.036
b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 176.912 188.765
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60,5% 62,0%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5,1% 5,1%
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks
IKLK gIndeks - Skala Kanan
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks
IPD6 gIndeks - Skala Kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 57
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.2. Penduduk Miskin17
Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di
desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 864,3 ribu pada Maret 2014, dari 857,44 ribu per
September 2013, atau naik sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan
sebesar 10% (yoy) menjadi 162,49 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang
mengalami kenaikan sebesar 10% (yoy), menjadi 701,91 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan
menyumbang 81,20% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 18,80% disumbang oleh penduduk
kota. Diperlukan upaya terpadu melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas
unggulan daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi pengangguran,
juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, diharapkan juga minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa
dapat ditingkatkan agar dapat mengurangi tingkat urbanisasi.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2013
Pertumbuhan garis kemiskinan pada Maret 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan
dengan September 2013. Perlambatan tersebut sejalan dengan penurunan inflasi pada Maret 2014 menjadi sebesar
5,88% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 7,24% (yoy) pada September 2013. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi
kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir
triwulan I 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik.
17 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,428,151 43.40% 1.23% 1,474,491 41.80% 3.24%
Industri 196,332 6.00% -13.48% 202,003 5.70% 2.89%
Perdagangan 603,804 18.30% -12.07% 673,726 19.10% 11.58%
Jasa 598,976 18.20% -4.40% 703,903 19.90% 17.52%
Lainnya 463,998 14.10% 1.32% 472,913 13.40% 1.92%
Jumlah 3,291,261 100.00% -27.40% 3,527,036 99.90% 37.15%
Agustus 2013 Agustus 2014Kategori
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14
Kota 206,201 215,790 221,892 235,488 240,276 7.61% 9.13% 8.29% 4.61% 7.24% 5.88%
Desa 191,195 183,959 192,161 207,023 211,271 0.51% 12.54% 9.94%
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-
Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,28%) setelah Provinsi
Maluku Utara (7,30%) dan Sulawesi Utara (8,75%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut
juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada September 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk
miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 30,05% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
6.3. Rasio Gini18
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio
selama empat tahun terakhir (2010 sampai dengan 2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan
pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni
0,41. Namun demikian, pada 2013, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional
(0,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi
(0,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Setelah dua provinsi tersebut,
berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini
ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012.
Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44
Papua 0,41 0,42 0,44 0,44
Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43
Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43
Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43
Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42
Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41
Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37
Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35
Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32
Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41
Sumber: Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013
6.4. Nilai Tukar Petani19
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya pertumbuhan Nilai Tukar
Petani (NTP) pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP Sulsel pada triwulan III 2014
menurun menjadi sebesar 105,81 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (105,56) (Grafik 6.5).
Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga
maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian.
Penurunan pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani sebesar 7,52% (yoy) dari sebesar 109,96 pada triwulan III 2013
18 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 19NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 59
menjadi sebesar 118,22 pada triwulan III 2014 (Grafk 6.7). Lebih lanjut, Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan III 2014
tumbuh sebesar 5,20% dari 106,86 pada triwulan III 2013 menjadi 112,42 pada triwulan III 2014 (Grafik 6.6).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
-4
-2
0
2
4
6
8
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks Nilai Tukar Petani
gIndeks - Skala Kanan
012345678910
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks Indeks yang Dibayar Petani
gIndeks - Skala Kanan
0
2
4
6
8
10
12
14
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks Indeks yang Diterima Petani
gIndeks - Skala Kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 61
7. PROSPEK PEREKONOMIAN
Bab 7 Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2014 dan untuk keseluruhan tahun
2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,3%
(yoy) dan 7,4% - 8,4% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,
pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan,
pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan
investasi) maupun permintaan ekspor yang tetap kuat. Di sisi penawaran,
hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman
dan permintaan domestik. Sementara sektor pertanian diperkirakan
melambat, karena masih dalam fase musim tanam.
Tekanan harga akhir tahun 2014 diprakirakan akan tetap terkendali,
dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Ketersediaan
bahan makanan yang relatif mencukupi, dengan masih terjadinya panen
padi di beberapa daerah, didukung dengan relatif minimalnya dampak
kenaikan harga tarif dasar listrik. Namun demikian, tekanan inflasi dari
harga yang ditentukan pemerintah (BBM) akan menjadi faktor risiko yang
dapat meningkatkan inflasi lebih tinggi dari perkiraan.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan IV 2014 diperkirakan akan didorong oleh aktivitas semua komponen sisi permintaan.
Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2014 diperkirakan dalam arah stabil hingga meningkat dalam kisaran 7,8%
- 8,3% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap baik, dengan adanya peningkatan
permintaan lokal saat musim perayaan dan liburan akhir tahun. Aktivitas konsumsi lokal ini, mendorong impor Sulsel yang
lebih tinggi, karena untuk memenuhi permintaan masyarakat, industri di Sulsel mengimpor bahan baku sekitar 60% total
impor. Di sisi lain, kegiatan ekspor dan pengiriman ke luar pulau diperkirakan masih melemah. Dari sisi sektoral, konsumsi
lokal mendorong aktivitas sektor industri pengolahan, sektor transportasi, dan sektor perdagangan.
Masih melemahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi 2014, negara permintaan mitra dagang Sulsel dan tren
perlambatan ekonomi dunia, mendorong melemahnya ekspor. Meskipun ekonomi global membaik, namun lebih rendah
dan tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju, sementara ekonomi negara
berkembang melambat. Secara kawasan, Tiongkok dan ASEAN cenderung melemah, sementara ekonomi Jepang
meningkat. Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sulsel keseluruhan tahun 2014
diperkirakan cenderung stabil pada kisaran 7,4% - 8,4% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 (7,65%, yoy).
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Sementara untuk tahun 2015, ekonomi Sulsel diperkirakan kembali meningkat, didukung pertumbuhan sektor utama
dan kuatnya permintaan. Sektor utama yang diperkirakan meningkat antara lain sektor pertambangan, sektor Industri
pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor transportasi. Peningkatan beberapa sektor tersebut
terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta
pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi. Kegiatan sektor-sektor tersebut secara tidak langsung
meningkatkan permintaan barang/jasa masyarakat (konsumsi) dan kegiatan ekspor/impor.
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Pada triwulan IV 2014, komponen sisi permintaan lokal cenderung tetap kuat dibandingkan triwulan III 2014.
Komponen permintaan lokal yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi
pemerintah, serta komponen investasi, cenderung tetap kuat. Pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada
triwulan IV 2014 didukung ekspektasi konsumen tetap terjaga. Hasil survei BPS menunjukkan ekspektasi masyarakat
untuk melakukan pembelian barang tahan lama cenderung meningkat. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga
akan cenderung meningkat. Hingga triwulan III 2014, penyerapan anggaran belanja APBD Sulsel baru berkisar 53,02%,
demikian pula realisasi anggaran belanja juga pemerintah pusat di Sulsel baru mencapai 56,4%. Sisa dari pagu anggaran
yang menumpuk pada akhir tahun 2014, diperkirakan akan meningkatkan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2014.
4
5
6
7
8
9
10
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
%, yoy
2014:7,4% - 8,4%
2015:7,3% - 8,3%
2012:7,61%
2013:8,37%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 63
Sumber: Badan Pusat Statistik
p) Perkiraan BPS Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel
p) Realisasi s.d. Oktober 2014 Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di
Daerah
Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan IV 2014. Keberlanjutan proyek-
proyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa proyek besar yang
akan berlangsung antara lain pembangunan industri pengolahan/pemurnian (smelter) tambang/mineral dan dukungan
daya listriknya, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU, 2x100 MW), kelanjutan proyek
pembangunan 31 hotel dengan tambahan kapasitas mencapai 5.125 kamar di Makassar, Pembangunan Stadion
Barombong dengan 40.000 tempat duduk, pembangunan pusat belanja terintegrasi, dan pembangunan infrastruktur
(kereta api dan pertanian).
Kinerja perdagangan eksternal (ekspor dan impor) diprakirakan menguat sehubungan dengan meningkat hingga
stabilnya perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan neraca perdagangan bersih (net ekspor) cenderung terus
positif (surplus) pada triwulan IV 2014. Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang,
Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel
7.1), perkembangan perekonomian tahun 2014 untuk negara Amerika dan ASEAN diperkirakan meningkat, sedangkan
Tiongkok relatif stabil. Sementara ekonomi negara maju di Eropa dan Jepang, cenderung melemah.
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) Juli 2014
WEO (IMF) Oktober 2014
2013 2014p 2015p 2013 2014p 2015p
Amerika Serikat 1,9 1,7 3,0 2,2↑ 2,2↑ 3,1↑
Kawasan Eropa -0,4 1,1 1,5 -0,4→ 0,8↓ 1,3↓
Kawasan Asia China 7,7 7,4 7,1 7,7→ 7,4→ 7,1→ Jepang 1,5 1,6 1,1 1,5→ 0,9↓ 0,8↓
Kawasan ASEAN* 5,2 4,6 5,6 5,2→ 4,7↑ 5,4↓ *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Pada akhir tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan tetap tumbuh
tinggi. Harga nikel dan kakao yang trennya terus meningkat, masing-masing tumbuh sebesar 24,2% (yoy) dan 13,8% (yoy),
hingga Oktober 2014. Masih tingginya harga nikel, karena berkurangnya pasokan dari Indonesia, seiring berlakunya
pembatasan ekspor ore oleh Indonesia. Dengan adanya pelonggaran untuk ekspor konsentrat tembaga mulai Agustus
2014, harga komoditas tambang yang lain, termasuk nikel, dinilai dapat sedikit terpengaruh. Sementara peningkatan
harga kakao terkait kekhawatiran terhadap gangguan pasokan kakao dari negara-negara penghasil kakao di Afrika akibat
wabah Ebola20
.
20 Potensi terganggunnya aliran supply kakao dari negara-negara penghasil kakao di Afrika seperti Pantai Gading dan Ghana.
105,5108,1
111,8
110,1
111,1
110,1112,4
109,64
95,0
100,0
105,0
110,0
115,0
120,0
I II III IV I II III IVp
2013 2014
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durableSum
be
r :
BP
S
10,6%
31,5%
52,3%
89,3%
9,4%
28,8%
51,4%
89,4%
11,2%
32,4%
56,4%
64,1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IVp
2012 2013 2014
perkiraan tambahan realisasi s.d.
Desember 2014
35,9%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel Grafik 7.5. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Coklat
Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih rendah seiring melambatnya sektor
tradable. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau21
dan memudahkan lalu lintas
pengiriman barang antarpulau yang saat ini menggunakan truk22
dan fasilitas kapal ro-ro. Namun demikian pada triwulan
IV 2014, sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan), diperkirakan akan melemah mendorong
peningkatan ekspor antarpulau di triwulan IV 2014. Demikian pula adanya perayaan hari raya keagamaan (Natal) dan
Tahun Baru, diperkirakan pengiriman barang industri ke kawasan timur diperkirakan meningkat.
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Pada triwulan IV 2014, hampir seluruh sektor ekonomi diperkirakan meningkat, seiring faktor musiman dan tetap
kuatnya permintaan domestik. Hampir semua sektor ekonomi di Sulsel meningkat, kecuali sektor pertanian dan industri
pengolahan yang cenderung melambat karena faktor musiman. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi
Sulsel tersebut masih sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1% - 5,5%, yoy).
Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan melambat pada triwulan IV 2014. Meskipun dampak
kekeringan tidak berpengaruh signifikan, namun produksi diperkirakan relatif rendah. Hampir di semua daerah masih
dalam musim tanam. Beberapa daerah yang masih terjadi panen antara lain Pinrang, Sidrap, dan Palopo, dengan luas area
panen yang relatif sedikit. Curah hujan masih rendah di bulan Oktober 2014, dan mulai menengah hingga tinggi di bulan
November hingga Desember 2014. Dari sisi subsektor perkebunan, luas area panen yang terbatas menjadi faktor kendala
di saat tren harga kakao yang masih cenderung meningkat.
Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kenaikan harga nikel dan minimalnya gangguan
operasional. Sektor pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Proses renegosiasi kontrak yang telah selesai
diyakini membuat kendala produksi menjadi minimal. Apalagi, produsen dinilai akan mengejar target produksi akhir
tahunnya sehingga kinerja produksi dapat tumbuh lebih baik lagi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga Oktober 2014,
harga nikel naik 24,2% (yoy) hingga level harga USD 17.482,5 per metric ton.
Sektor industri pengolahan diprakirakan akan melambat pada triwulan IV 2014. Pada triwulan III 2014, sektor industri
pengolahan sudah tumbuh relatif tinggi (10,0%; yoy) untuk merespons peningkatan permintaan musiman, yang
diasumsikan peningkatan tersebut juga sudah mengakomodasi tambahan permintaan saat Lebaran dan juga saat
natal/tahun baru. Industri pengolahan biji nikel di Sulsel23
diperkirakan masih memiliki stok yang berlebih untuk
memenuhi permintaan, ditambah pula dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Jepang. Sementara itu, dua industri
semen24
di Sulsel diperkirakan meningkatkan produksinya untuk mengimbangi pembangunan infrastruktur dan sektor
konstruksi yang masih meningkat.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh stabil pada triwulan IV 2014. Kegiatan
perdagangan diperkirakan relatif melambat, seiring pertumbuhan sektor tradable yang cenderung melemah. Selain itu,
21 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. 22 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 23 Produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena industri pemurnian logam di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton. 24 Dua industri tersebut meningkatkan kapasitas produksi tahun 2014, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,30% (yoy) dan 42,60% (yoy).
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt
2011 2012 2013 2014
yoy$/mtNickel g.Nikel - sisi kanan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt
2011 2012 2013 2014
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 65
larangan25
untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai negeri sipil, diperkirakan akan
memengaruhi tingkat pertumbuhan sektor PHR.
Sementara itu, sektor keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku perbankan. Hasil
Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan III 2014, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit triwulan IV 2014.
Sementara keseluruhan tahun 2014 akan sebesar 14,4% (yoy) lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (18,2%, yoy),
maupun realisasi tahun 2013 (21,8%).26
Perlambatan sektor keuangan tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk
mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga Bank Indonesia27
pun hanya memperkirakan
pertumbuhan kredit/DPK nasional tahun 2014 berkisar antara 15% - 17% (yoy) lebih rendah dari tahun 2013. Diperkirakan
perbankan telah menyesuaikan rencana bisnis bank 2014 untuk menjaga prinsip kehati-hatian.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi triwulan IV 2014 secara umum diperkirakan berada dalam rentang 4,60% - 5,60% (yoy), dengan asumsi tidak
ada kenaikan harga dari barang strategis yang diatur pemerintah. Tekanan inflasi yang relatif mereda berasal dari
komponen volatile food dan administered prices, demikian pula inflasi inti cenderung stabil. Relatif stabilnya inflasi karena
ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi, dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah.
Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah, kenaikan TTL cenderung berdampak minimal. Adapun Bank Indonesia
senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai langkah koordinasi
akan dilakukan untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak tidak
langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Sebagaimana asesmen yang dilakukan, setiap kenaikan BBM bersubsidi
sebesar Rp1.000 per liter di Sulsel diprakirakan menambah sumbangan inflasi sebesar 1,05% - 1,45%. Meskipun terjadi
peningkatan harga dalam jangka pendek, dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat
dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah), tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Di sisi lain,
kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Hingga Oktober 2014, semua kabupaten/ kota di
Provinsi Sulsel telah terbentuk TPID, sehingga jumlah TPID adalah 1 (satu) TPID Provinsi dan 24 (dua puluh empat) TPID
Kab./Kota.
Grafik 7.5. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Pasokan pangan didukung
oleh panen padi yang masih berlangsung di Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, dan Kab. Palopo. Dari sisi stok, kecukupan beras
akan tersedia untuk 20 bulan ke depan. Dari aspek cuaca, curah hujan yang relatif baik pada bulan November dan
Desember 2014, akan mendukung kegiatan penangkapan ikan maupun pengolahan lahan pertanian. Curah hujan sudah
mulai dalam tingkat menengah di bulan November dan mulai tinggi di bulan Desember, terutama di daerah Maros, Gowa,
dan Takalar.
25
Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 26 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan III 2014 27 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ...12
2011 2012 2013 2014
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2011: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1
Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1Sulsel 2012: 4,41%
Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2014:
4,5% + 1
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Oktober 2014 November 2014 Desember 2014
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Grafik 7.6. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Inflasi administered prices triwulan IV tahun 2014 diperkirakan meningkat. Kenaikan harga yang diatur pemerintah,
yang dilaksanakan pada triwulan IV 2014 antara lain kenaikan harga LPG28
dan tarif tenaga listrik (TTL)29
. Selain itu, ada
ekspektasi bahwa akan terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga LPG dan TTL telah meningkatkan inflasi
administered prices Oktober 2014 menjadi 5,76% (yoy) dari akhir triwulan III 2014 4,39% (yoy). Sementara itu, apabila
BBM bersubsidi dinaikkan pada tahun 2014, maka setiap kenaikan Rp1.000/liter diperkirakan akan meningkatkan inflasi
sekitar 1,05% - 1,45%.
Inflasi komponen core inflation diperkirakan stabil, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang yang cenderung
moderat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang tercermin dari hasil Survei
Konsumen (SK) (Grafik 7.7) indeksnya realtif moderat menjadi 183,7 di triwulan IV 2014 dan 169,5 di triwulan I 2015, dari
triwulan III 2014 sebelumnya (184,0). Di sisi lain, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan
datang relatif stabil (Grafik 7.8), menjadi 100,06 di triwulan IV 2014 dan 100,04 di triwulan I 2015, dibandingkan dari
triwulan III 2014 (100,00). Pergerakan harga emas internasional masih menurun, sehingga subkelompok sandang lainnya
mengalami perlambatan. Turunnya harga emas internasional, selain masih dipengaruhi penguatan mata uang Amerika
Serikat, juga dikarenakan sentimen terhadap perekonomian Jepang yang membaik. Adanya upaya untuk mempercepat
quantitative easing yang akan ditempuh oleh kebijakan Bank Sentral Jepang membuat pasar bereaksi dengan menjual
emas sehingga harga berangsur turun di pasar global.
28
Kenaikan harga LPG nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp 1.500 per kg (nett Pertamina) yang terhitung mulai tanggal 10 September 2014. Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata LPG 12 kg nett dari Pertamina menjadi Rp 7.569 per kg dari sebelumnya Rp 6.069 per kg. Apabila ditambahkan dengan komponen biaya lainnya, seperti transpor, filing fee, margin Agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp 9.519 per kg atau Rp 114.300 per tabung dari sebelumnya Rp 7.731 per kg atau Rp 92.800 per tabung. 29 Peraturan Menteri ESDM No. 9 dan No. 19 Tahun 2014. Penyesuaian periode berikutnya akan dilakukan pada bulan November 2014.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 67
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
Sumber: World Bank
Grafik 7.9. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Emas
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III IV* I*
2012 2013 2014 2015
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,5
99,6
99,7
99,8
99,9
100,0
100,1
100,2
100,3
100,4
100,5
I II III IV I II III IV I II III IV* I*
2012 2013 2014 2015
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt
2011 2012 2013 2014
yoyUSD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
I II III IV Total I II III IVP Totalp
Sisi Permintaan
Konsumsi 5,0 6,8 5,7 5,8 6,9 7,0 6,4 6,3 6,1 5,8 7,0 - 7,5 6,1 - 7,1 6,2 - 7,2
Konsumsi swasta 5,7 6,7 6,6 6,7 6,8 6,8 6,7 6,7 6,5 6,3 7,2 - 7,7 6,3 - 7,3 6,6 - 7,6
Konsumsi Pemerintah 2,3 7,2 2,5 2,5 7,3 7,8 5,1 4,7 4,6 3,9 6,2 - 6,7 4,6 - 5,6 5,5 - 6,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto 25,5 18,7 14,6 7,4 (5,1) 19,6 8,2 11,5 8,4 5,3 12,5 - 13,0 10,0 - 11,0 13,4 - 14,4
Ekspor (3,8) (3,3) 11,9 5,9 9,0 0,3 6,4 14,6 11,6 7,6 8,3 - 8,8 10,0 - 11,0 4,0 - 5,0
Impor (0,7) (1,2) 12,9 6,2 (6,8) 4,5 4,0 (9,3) (1,1) 6,7 2,5 - 3,0 (1,5) - (0,5) 8,8 - 9,8
Sisi Produksi
Sektor pertanian 6,4 5,4 1,2 (0,9) 3,9 13,1 3,9 10,8 10,9 13,1 7,8 - 8,3 10,0 - 11,0 1,5 - 2,5
Sektor pertambangan & penggalian (7,9) 4,4 28,4 5,9 12,8 (4,6) 9,3 1,5 (3,4) (0,5) 7,8 - 8,3 0,5 - 1,5 7,8 - 8,8
Industri pengolahan 7,6 8,9 8,2 9,9 8,7 5,8 8,1 6,2 7,8 10,0 8,5 - 9,0 7,9 - 8,9 8,5 - 9,5
Listrik, gas & air bersih 8,6 12,5 7,8 9,2 8,4 8,1 8,4 8,9 11,7 10,7 10,7 - 11,2 10,2 - 11,2 10,3 - 11,3
Bangunan 12,1 9,7 8,6 11,0 13,2 10,7 10,9 8,0 6,9 5,2 7,9 - 8,4 7,0 - 8,0 14,0 - 15,0
Perdagangan, hotel & restoran 10,9 10,5 11,5 10,0 8,3 8,0 9,4 8,3 9,1 9,9 9,4 - 9,9 8,7 - 9,7 9,3 - 10,3
Pengangkutan & komunikasi 12,1 14,9 7,5 10,5 10,5 7,1 8,9 6,3 3,4 3,1 4,8 -5,3 4,0 - 5,0 10,5 - 11,5
Keuangan, persewaan dan jasa perush. 14,8 15,9 17,2 14,0 15,4 10,6 14,2 11,2 7,4 4,6 4,0 - 4,5 6,5 - 7,0 12,4 - 13,4
Jasa-jasa 6,7 2,3 2,3 1,0 5,4 5,9 3,7 6,7 6,1 6,0 6,2 - 6,7 5,9 - 6,9 4,9 - 5,9
PDRB (%,yoy) 7,6 8,4 8,2 6,2 8,3 7,9 7,6 8,0 7,3 8,2 7,8 - 8,3 7,4 - 8,4 7,3 - 8,3
Inflasi IHK (%,yoy) 2,9 4,4 4,6 4,4 7,2 6,2 6,2 5,9 5,9 3,7 4,8 - 5,3 4,6 - 5,6 4,0 - 5,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
2015P2014Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulsel2011 2012
2013
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Boks 7.A. Dampak (Rencana) Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong postur anggaran pemerintah lebih sehat. Subsidi BBM dapat dialihkan untuk pembiayaan sektor lain. Latar belakang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi karena harga BBM di Indonesia terlalu murah dibandingkan negara lain se-kawasan, sehingga berpotensi BBM diselundupkan. Peningkatan daya beli masyarakat mendorong peningkatan pembelian mobil dan motor, sehingga kuota BBM bersubsidi tiap tahunnya selalu terlampaui. Bahkan, sejak awal tahun 2000, Indonesia telah beralih status menjadi importir BBM, sehingga seperlima APBN Indonesia disedot untuk subsidi energi.
Grafik 7.A.1. Perbedaan Harga Bensin Antar Negara
Dampak kenaikan harga BBM di Sulsel relatif sama dibandingkan nasional. Apabila secara nasional, dampak setiap kenaikan Rp2.000,-
30 per liter BBM akan meningkatkan inflasi sekitar 2,09% - 1,49%, sementara di Sulsel akan
meningkatkan inflasi sekitar 2,07% - 1,47%. Hal ini didorong oleh dampak kenaikan BBM terhadap inflasi secara langsung maupun tidak langsung, terhadap beberapa provinsi cenderung tinggi, karena faktor konsumsi dan kenaikan harga komoditas yang terkait (misal tarif angkutan, komoditas core, dan bahan pangan/volatile food).
TabeI 7.A.1. Prakiraan Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Sumbangan Inflasi
Kenaikan harga BBM diperkirakan juga akan berdampak terhadap kenaikan tingkat kemiskinan. Kenaikan bensin dan solar masing-masing Rp2.000,-per liter akan meningkatkan persentase kemiskinan di Sulsel sekitar 0,87% - 1,27% atau sekitar 73,0 ribu – 113,0 ribu orang. Persentase kenaikan kemiskinan terbesar akan terjadi berturut-turut di Provinsi
30 Harga bensin dan solar bersubsidi naik masing-masing menjadi sebesar Rp8.500,- (30,77%) dan Rp7.500,- (36,36%) yang
berlaku per tanggal 18 November 2014.
USD 0,06USD 0,13
USD 0,29USD 0,42USD 0,45USD 0,47
USD 0,57USD 0,62
USD 0,87USD 1,16
USD 1,28USD 1,32
USD 1,42USD 1,66
USD 2,12USD 2,21
USD 2,60
USD 0,00 USD 0,50 USD 1,00 USD 1,50 USD 2,00 USD 2,50 USD 3,00
VenezuelaArab Saudi
MesirBrunei Darussalam
IndonesiaUni Emirat Arab
IranMalaysiaAmerikaThailand
FilipinaIndiaBrazil
SingapuraInggris
PrancisTurki
*)1 USD = Rp12.151 (rata-rata Oktober 2014)
Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Inflasi (%) Sumbangan (%)
Dampak langsung 1,06 - 1,46
- Bensin 30,77 1,15
- Solar 36,36 0,01
Tarif Angkutan*) 0,22 - 0,62
- Angkutan Antar Kota 24,00 - 26,00 0,01 - 0,41
- Angkutan Dalam Kota 18,00 - 20,00 0,11 - 0,51
Dampak tidak langsung ke komoditas lainnya **) 0,39 - 0,79
- Core 0,47 - 0,87 0,13 - 0,53
- Volatile Food 1,01 - 1,41 0,06 - 0,46
Total dampak ke Inflasi IHK 2,07 -2,47*) Dihitung dari rencana kenaikan tarif angkutan dalam kota dan luar kota di Sulsel
**) Dampak tidak langsung berdasarkan estimasi dengan data terkini, yg mana elastisitas 10% kenaikan harga BBM
bersubsidi akan menambah tekanan inflasi core sekitar 0,17% dan VF sekitar 0,36%.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 69
Papua (1, 5% - 1,9%), Papua Barat (1,4% - 1,8%) dan Sulawesi Tenggara (1,24% - 1,64%).
Program Pemerintah Pusat untuk meminimalisir penurunan daya beli masyarakat antara lain melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), pemberian beasiswa, peningkatan aspek akses dan mutu pendidikan, Program Keluarga Harapan (PKH), dan pembangunan infrastruktur dasar (jalan, pelabuhan, dan sebagainya). Sementara dari sisi Pemerintah Daerah, TPID (SKPD terkait) perlu memastikan ketersediaan dan pasokan barang kebutuhan pokok/ bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat, meningkatkan Komunikasi yang intensif antara pemerintah daerah dengan masyarakat harus terjalin dengan tagline “Pemerintah Bersama Rakyat”, dan melaksanakan crash program dalam rangka memitigasi dampak penurunan kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, misalnya program padat karya dan program peningkatan kualitas pendidikan maupun kesehatan masyarakat.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Boks 7.B. Tindak Lanjut Proyek Infrastruktur, What’s next?
Sulawesi Selatan masuk dalam koridor Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Sulawesi, yang diarahkan untuk pengolahan produk sumber daya alam. Mengacu kepada Perpres No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional”. Adapun Kegiatan Ekonomi Utama di Koridor Ekonomi Sulawesi adalah komoditi nikel, pertanian pangan, migas, kakao, dan perikanan.
Di dalam setiap koridor bidang MP3EI terbagi atas 3 besaran, yaitu sektor riil, infrastruktur, dan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan teknologi. Dibandingkan bidang yang lain, jumlah jumlah proyek infrastruktur relatif banyak, dengan nilai investasiyang relatif besar. Dari 80 proyek MP3EI yang berada di Sulsel, 38 diantaranya merupakan proyek infrastruktur, dengan nilai investasi mencapai Rp44.475miliar. Ada pun target penyelesaian, sebagian besar dilakukan setelah tahun 2016. Adapun yang telah diselesaikan sampai dengan tahun 2013 adalah pengerukan kolam Pelabuhan Makassar dan pembangunan PLTA Karebe, Kab. Luwu Timur, dengan investasi Rp4.204 miliar. Sementara proyek yang diperkirakan selesai pada tahun 2014 (misalnya Bandara di Tana Toraja, under pass A.P. Pettarani), masih terkendala pembebasan lahan.
TabeI 7.B.1. Ringkasan Proyek MP3EI di Sulsel
Sumber: Perpres No.48 Tahun 2014
Grafik 7.B.1. Target Periode Selesai Proyek MP3EI Sulsel
Grafik 7.B.2. Target Pembiayaan Proyek MP3EI Sulsel Berdasarkan
Target Periode Selesai
Gambar 7.B.1. Peta Infrastruktur Utama Koridor Ekonomi Sulawesi
BIDANGJUMLAH
PROYEK
JUMLAH INVESTASI
(Rp Miliar)
SEKTOR RIIL 33 32.948
1. Pertanian dan Tanaman Pangan 1 4
2. Perkebunan 1 273
3. Kelautan dan Perikanan 27 1.205
4. Energi dan Sumberdaya Mineral 4 31.467
INFRASTRUKTUR 38 44.475
SDM & IPTEK 9 1.339
TOTAL 80 78.762
2012; 1 2013; 1
2014; 5
2015; 8 ≥2016; 23
2012; 4.200
2013; 4
2014; 697 2015; 8.218
≥2016; 31.356
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 71
Berdasarkan Perpres No.48 Tahun 2014, di Sulawesi Selatan, terdapat 4 (empat) infrastruktur yang menjadi perhatian utama. Keempat infrastruktur tersebut adalah perluasan Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan target selesai 2015; penanganan SPAM Makassar dari 1000 l/s menjadi 2000 l/s dengan target selesai 2015; pembangunan PLTU Jeneponto 2 (2x100 MW) dengan target selesai 2016; dan pembangunan PLTU Sulsel Barru 2 (100 MW) dengan target selesai 2016.Pembangunan infrastruktur utama yang terkait MNP masih menunggu izin prinsip dari Kementerian perhubungan terkait penetapan lokasi mega proyek tersebut. Realisasi proyek infrastruktur tersebut sesuai dengan target, akan dapat meningkatkan pertumbuhan investasi Sulsel tahun 2014 dan 2015.
Proyek infrastruktur dalam skema MP3EI rata-rata menggunakan pembiayaan pemerintah, BUMN, dan swasta, yang asumsikan masuk ke dalam penanaman modal dalam negeri. Apabila dihitung secara sederhana, keterkaitan antara pembiayaan PMDN dengan PDRB ataupun investasi (PMTB), tergambar dalam secara scatter dalam grafik 7.B.3 dan 7.B.4. Melalui perhitungan tersebut, diasumsikan setiap kenaikan 1% PMDN akan meningkatkan PDRB maupun investasi sekitar 0,3%.
Grafik 7.B.3. Keterkaitan PDRB dengan PMDN Grafik 7.B.4. Keterkaitan PMTB dengan PMDN
y = 0,312x + 14,13R² = 0,72
17
17,5
18
18,5
19
19,5
20
10 11 12 13 14 15 16
Log PDRB
Log PMDN
Linear (Series1)
y = 0,329x + 12,46R² = 0,333
16,2
16,4
16,6
16,8
17
17,2
17,4
17,6
17,8
18
12 12,5 13 13,5 14 14,5 15 15,5
Log PMTB
Log PMDN
Linear (Series1)
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 73
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Miliar)
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Miliar)
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
I II III IV I II III
1. Pertanian 14,737 15,533 3,831 4,059 4,491 3,765 16,145 4,243 4,521 5,080
2. Pertambangan & Penggalian 4,108 4,290 1,123 1,181 1,230 1,153 4,688 1,140 1,121 1,223
3. Industri Pengolahan 7,394 8,050 2,108 2,187 2,210 2,199 8,704 2,238 2,355 2,431
4. Listrik,Gas & Air Bersih 575 648 169 173 178 181 702 184 194 197
5. Bangunan 3,251 3,567 913 964 1,022 1,058 3,957 986 1,035 1,076
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,645 10,661 2,797 2,876 2,966 3,022 11,661 3,029 3,139 3,259
7. Angkutan & Komunikasi 5,179 5,950 1,544 1,613 1,660 1,663 6,480 1,642 1,668 1,713
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 4,297 4,979 1,323 1,414 1,468 1,480 5,685 1,472 1,518 1,535
9. Jasa - jasa 5,907 6,041 1,494 1,529 1,604 1,636 6,262 1,594 1,622 1,700
PDRB 55,094 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,530 17,173 18,214
2014**PDRB SEKTORAL 2011* 2012* 2013**
2013**
I II III IV I II III
1. Pertanian 34,788 39,617 10,242 10,822 12,499 10,600 44,163 12,148 13,128 15,269
2. Pertambangan & Penggalian 8,346 8,962 2,670 2,783 2,971 2,640 11,064 2,645 2,603 2,878
3. Industri Pengolahan 16,789 19,408 5,314 5,673 5,775 5,797 22,559 5,924 6,410 6,716
4. Listrik,Gas & Air Bersih 1,246 1,439 390 404 426 441 1,661 460 485 509
5. Bangunan 7,761 9,071 2,406 2,575 2,839 2,968 10,788 2,808 2,975 3,148
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 24,241 28,748 7,778 8,016 8,488 8,750 33,032 8,956 9,331 9,870
7. Angkutan & Komunikasi 10,850 12,983 3,423 3,604 3,885 3,955 14,867 3,959 4,050 4,210
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9,514 11,803 3,272 3,552 3,816 3,945 14,585 3,970 4,106 4,210
9. Jasa - jasa 23,985 27,828 7,390 7,686 8,559 8,430 32,064 8,472 8,714 9,255
PDRB 137,520 159,860 42,886 45,115 49,257 47,525 184,783 49,342 51,802 56,064
2014**PDRB SEKTORAL 2011* 2013**2012*
2013**
I II III IV I II III
1. Konsumsi 36,971 39,480 10,136 10,336 10,675 10,852 41,999 10,777 10,965 11,296
2. Investasi 14,165 16,811 4,666 5,153 4,323 4,052 18,194 4,025 4,993 4,909
3. Ekspor 22,651 21,895 5,322 5,634 6,169 6,176 23,301 6,098 6,288 6,639
4. Dikurangi Impor 18,694 18,467 4,820 5,128 4,339 4,923 19,209 4,371 5,073 4,631
PDRB 55,094 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,530 17,173 18,214
2014**PDRB PENGGUNAAN 2011* 2012* 2013**
2013**
I II III IV I II III
1. Konsumsi 107,798 127,528 34,889 36,028 39,053 40,313 150,284 40,351 41,829 44,210
2. Investasi 34,883 47,012 13,497 15,772 14,148 14,340 57,756 14,182 17,637 17,445
3. Ekspor 30,199 31,813 8,232 9,019 9,906 9,871 37,028 10,255 10,785 11,692
4. Dikurangi Impor 35,361 46,493 13,732 15,704 13,849 16,999 60,284 15,446 18,449 17,282
PDRB 137,520 159,860 42,886 45,115 49,257 47,525 184,783 49,342 51,802 56,064
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
2014**2011*PDRB PENGGUNAAN 2012*
2013**2013**
Pendapatan/Kapita 2009 2010 2011 2012 2013
Sulsel 12,57 14,62 16,85 19,38 22,15
LAMPIRAN
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor dan
KomunikasiUmum
148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73 126.75
149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50 130.39
Triwulan I 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61 132.89
Triwulan II 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92 133.44
Triwulan III 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22 135.69
Triwulan IV 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72 136.14
Triwulan I 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55 139.01
Triwulan II 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11 139.26
Triwulan III 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97 145.51
Triwulan IV 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08 144.60
Triwulan I 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65 109.16
Triwulan II 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33 109.71
Triwulan III 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29 111.72
2014*
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II III
Makassar 129.02 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45
Palopo 136.61 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34
Parepare 130.22 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89
Bone (Watampone) 143.59 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99
2014*Kota Inflasi 20132011 2012
2013
I II III IV I II III
Makassar 2.87 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57
Palopo 3.35 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03
Parepare 1.60 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04
Bone (Watampone) 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30
Sumber: Badan Pusat Statistik*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
2014*Kota Inflasi 20132011 2012
2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 75
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2011
2012
LAMPIRAN
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Miliar)
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 3.87 1.86 2.01 66.24% 48.52% 86.83%
II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 316.30%
III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.93% -23.94%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.62% 25.87% 87.00%
13.75 11.82 1.93 29.83% 31.86% 18.68%
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%
II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%
IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%
2014
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2012
2013
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%
II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%
III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%
IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%
0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
2014
2013
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2012
From To From-To From To From-To
52.23 117.78 21.45 5.19% 26.86% 13.94%I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
2013
2012
2013
2014
2011
2012
PeriodeJumlah yoy
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 77
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antardaerah Provinsi Sulawesi Selatan (Rp Miliar)
Tabel E.2. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.3. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Indikator Ekspor-Impor
Sulawesi Selatan I II III IV
Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar) 12,879 15,383 4,289 4,787 5,029 5,504 19,608
Kontribusi Thd Seluruh Ekspor 42.65% 48.36% 52.10% 53.08% 50.76% 52.91% 52.21%
Impor Antar Provinsi (Rp miliar) 22,348 32,625 8,724 9,834 9,681 12,020 40,259
Kontribusi Thd Seluruh Impor 63.20% 70.17% 63.53% 62.62% 69.90% 74.39% 67.73%
Sumber: Badan Pusat Statistik
20132013
2011 2012
I II III IV I II III
1 Nikel 1,271.61 967.33 258.41 247.29 215.37 200.77 921.84 213.11 269.36 289.82
2 Biji Coklat 186.73 132.48 50.60 28.35 59.06 39.02 177.03 19.95 35.04 27.08
3 Rumput Laut 78.71 69.87 15.88 21.04 27.43 26.94 91.29 33.32 35.92 38.83
4 Coklat Olahan 71.62 39.02 4.70 14.72 17.22 28.38 65.02 29.33 34.26 47.81
5 Udang Segar/Beku 52.89 43.07 11.81 13.91 16.46 19.58 61.76 14.59 18.01 23.09
6 Ikan Olahan 31.61 65.68 11.11 10.33 15.23 14.38 51.05 8.80 12.16 17.76
7 Kayu Lapis 41.84 35.63 9.27 8.84 7.77 9.93 35.81 10.53 9.18 8.25
8 Biji Mete 17.46 17.71 6.75 6.10 6.66 5.54 25.06 5.91 7.81 6.22
9 Semen 11.81 8.37 2.53 2.44 13.55 3.28 21.80 1.71 0.92 3.35
10 Makanan Ternak 17.26 26.84 5.97 4.84 4.62 3.93 19.38 4.60 5.23 4.32
1980.92 1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02 499.05
2014*2013*
2013*KOMODITAS EKSPOR UTAMA
NILAI EKSPOR SULSEL
2011 2012
I II III IV I II III
1 Jepang 1,350.43 1,047.31 222.27 236.10 265.50 276.92 1,000.78 229.81 285.80 311.42
2 Malaysia 146.55 94.45 46.97 49.65 20.35 37.19 154.15 31.36 43.73 37.87
3 Tiongkok 96.75 76.40 35.10 30.38 21.97 15.54 102.99 28.28 38.25 40.90
4 Amerika Serikat 95.47 97.70 24.96 26.97 23.79 15.90 91.62 26.41 32.15 39.09
5 Singapura 33.51 37.50 4.89 13.67 6.51 10.75 35.82 5.23 8.68 12.43
6 Korea Selatan 28.33 25.90 5.03 5.96 4.22 2.71 17.93 5.46 5.99 10.53
7 Vietnam 22.30 24.20 5.51 3.65 5.41 7.42 21.99 6.54 3.61 2.05
8 Taiwan 10.51 7.91 2.56 2.90 2.55 1.20 9.21 1.14 1.43 2.57
9 Jerman 36.04 17.60 5.85 3.09 4.27 3.06 16.27 6.49 9.62 7.58
10 Belanda 11.52 9.08 2.98 3.25 2.73 2.04 11.00 3.12 4.08 3.27
1980.92 1555.76 386.34 417.56 389.29 403.02 1596.21 366.41 460.02 499.05
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara
2014*2013*
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR 2011 20122013*
LAMPIRAN
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Tabel E.4. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.5. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta)
F. Inklusi Keuangan
Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
I II III IV I II III
1 Gandum 242.33 251.76 37.23 56.62 29.66 62.32 185.84 55.11 48.14 59.15
2 Mesin Khusus Industri 83.49 52.65 36.08 18.15 6.78 8.89 69.90 21.57 19.54 20.07
3 Makanan Ternal 39.33 65.17 14.07 16.68 19.66 20.16 70.56 11.10 41.00 16.90
4 Pesawat dan Komponen 7.33 0.05 152.31 246.87 121.34 0.00 520.52 3.50 0.00 0.00
5 Mesin Industri Umum 50.00 129.09 12.75 28.18 7.66 7.75 56.34 13.74 30.79 10.83
6 Besi dan Baja 36.19 11.76 2.41 2.27 1.38 3.22 9.28 6.20 4.64 1.42
7 Pupuk 6.17 38.35 0.00 0.00 7.18 6.25 13.43 1.66 2.51 7.44
8 Bahan Kimia 13.88 15.24 4.85 4.75 2.83 0.00 12.42 3.02 0.84 0.04
9 Mesin Listrik 31.82 11.87 10.91 5.01 0.78 2.39 19.08 0.94 1.69 2.93
10 Mesin Pembangkit Listrik 109.14 63.64 9.83 0.92 0.95 1.97 13.67 2.32 3.85 2.38
702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05
2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA 2011 20122013*
I II III IV I II III
1 Australia 145.69 183.47 31.07 42.16 30.08 29.35 132.66 40.26 37.22 41.23
2 Tiongkok 188.78 126.69 28.37 2.95 11.29 15.46 58.07 24.59 36.51 29.47
3 Thailand 18.10 54.29 11.31 5.84 3.31 3.16 23.62 9.38 3.38 2.54
4 Malaysia 3.42 3.54 1.47 3.14 2.01 4.15 10.77 5.03 10.68 3.83
5 Argentina 35.90 56.43 12.57 15.63 13.19 17.78 59.17 10.14 34.03 13.58
6 Amerika Serikat 71.98 48.03 9.77 2.43 7.88 12.16 32.24 25.35 13.44 6.13
7 Jerman 49.19 36.51 14.31 9.19 0.39 0.75 24.64 0.42 10.07 10.24
8 Singapura 37.86 32.42 13.59 11.96 9.63 3.09 38.26 7.90 4.38 8.40
9 Rusia 18.50 8.80 151.25 248.15 121.33 11.98 532.71 0.59 0.56 6.33
10 Kanada 26.48 157.33 12.05 25.18 3.91 12.16 53.29 2.80 15.38 10.27
702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara
2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR 2011 20122013*
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
4,070 4,794 4,959 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 58.98
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
934 986 1,030 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 12.25
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Rasio Jumlah Rekening Kredit
terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Jumlah Rekening Kredit Lokasi
Proyek (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP
(Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Rasio Jumlah Rekening DPK
terhadap Jumlah Penduduk (%)
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 79
G. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
LAMPIRAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Istilah Keterangan
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel 81
Istilah Keterangan
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok
Top Related