Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor
Intan Suherman¹ dan Afiati Indri Wardani²
1.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia2.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Meningkatnya jumlah minimarket di suatu daerah akan menimbulkan masalah, sehingga perlunya pengaturan untuk menata minimarket. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum dapat menata minimarket. Hambatan dalam implementasi kebijakan penataan minimarket adalah keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya pengawasan, keterbatasan anggaran, dan kurangnya sosialisasi. Saran dalam penelitian ini adalah institusi yang terlibat harus melakukan koordinasi dengan baik, mengevaluasi peraturan mengenai penataan minimarket agar jelas, merekrut pegawai untuk menambah SDM, serta meningkatkan sosialisasi terkait penataan minimarket.
Kata kunci: Hambatan; Implementasi Kebijakan; Penataan Minimarket.
The Policy Implementation of Minimarket Regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor
Abstract
The accretion quantity of minimarket in an area will cause problems, so the need for policies to organize minimarket. This research used qualitative approach with in-depth interviews, observation and literature study. This research result showed implementation of policy have yet organize minimarket. The obstacle in the implementation of minimarket regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor are limited of the human resources, lack of monitoring, the limited of the budget, and lack of socialization. This research’s recommendations are institutions involved must good coordination, evaluate the rules to be clear about the minimarket regulation, recruit employees to increase human resources, as well as increasing socialization the minimarket regulation.
Keywords: Obstacle; Policy Implementation; Minimarket Regulation.
Pendahuluan
Dalam pertumbuhan ekonomi daerah, sektor perdagangan merupakan sektor yang
sangat penting seiring semakin tingginya pertumbuhan penduduk dan perubahan perilaku
belanja masyarakat (Basri dalam Utami, 2013:2). Pasar adalah wahana pembangunan
ekonomi kerakyatan yang tangguh, disinilah konsumen dan produsen tingkat ekonomi
kerakyatan bertemu (Salim,2000:37). Dalam menanggapi globalisasi ekonomi, berkembang
pasar modern sebagai sarana pemasaran yang semakin canggih dan modern (Salim, 2000:37).
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Pasar modern adalah pasar yang dikelola secara modern dengan fasilitas yang lebih
baik dari pasar tradisional (Alamsyah, 2009:106). Pasar modern menurut Sinaga dalam
Aryani (2011:170) adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat
di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang
baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas).
Potensi pasar ritel Indonesia untuk jangka menengah panjang masih besar meskipun
pertumbuhan omzet ritel nasional 2014 diperkirakan hanya naik tipis seiring melambatnya
pertumbuhan ekonomi. Omzet ritel modern nasional pada 2014 diperkirakan tumbuh 10%.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan nilai penjualan ritel modern
tahun 2014 mencapai Rp 162,8 triliun (Mandiri, Industry office of Chef Economist Volume
16, 2014). Di Jabodetabek, minimarket tumbuh bak jamur di musim hujan bertebaran di
berbagai sudut seperti di kompleks perumahan, perkantoran dan di setiap sudut jalan utama.
Tidak hanya itu, minimarket juga berdiri di tengah-tengah pusaran pasar tradisional. Data AC
Nielsen tahun 2008 (dalam Media Berkala KPPU, 2012:4), diketahui bahwa pertumbuhan
ritel modern setiap tahunnya mencatat kisaran angka 10% - 30%.
Terbukanya pasar modern di Indonesia menyebabkan banyak minimarket menjamur di
berbagai wilayah Indonesia (Mukbar, 2007: 48). Keberadaan pasar tradisional dan toko
kelontong saat ini mendapat ancaman yang sangat besar dengan menjamurnya bisnis waralaba
minimarket, bahkan sudah mulai memasuki wilayah perkampungan penduduk (Ditasari,
2014:2). Meningkatnya minimarket berimplikasi pada tingkat persaingan antara pelaku usaha
ritel dengan pedagang kecil, sehingga pemerintah perlu mengatur mengenai penataan
minimarket.
Pengaturan tentang pasar modern dan pasar tradisional terdapat pada Peraturan
Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-
DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam mengatur pasar modern di suatu daerah juga
diperlukan peran pemerintah daerah untuk membuat suatu kebijakan. Setiap daerah harus
mengakomodasi dan mengadopsi peraturan-peraturan pasar modern, dengan menerbitkan
Peraturan Daerah sebagai acuan peraturan mengenai pasar modern di daerah masing-masing.
Salah satu daerah yang mengatur kebijakan tentang pasar modern adalah Kabupaten Bogor
dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012, disebutkan
bahwa Penataan adalah segala upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengatur dan
menata keberadaan dan pendirian pasar modern di suatu daerah, agar tidak merugikan dan
mematikan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang ada. Dalam
peraturan daerah tersebut penataan minimarket diatur dalam Pasal 5 tentang penataan pusat
perbelanjaan, dan toko modern. Jumlah minimarket yang semakin menjamur di Kabupaten
Bogor, perlu diatur dan ditata oleh Pemerintah Kabupaten Bogor yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Bogor.
Salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki jumlah minimarket paling
banyak ada di Kecamatan Cibinong yaitu berjumlah 79 unit (BPS Kabupaten Bogor dalam
angka 2014) Kecamatan Cibinong merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten
Bogor yang memiliki luas wilayah 44,39 km². Berdasarkan Statistik Daerah Kabupaten Bogor
Tahun 2014, Kecamatan Cibinong merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak
yaitu sebesar 355.970 jiwa dengan kepadatan 8.208 jiwa/km.
Minimarket yang terdapat di Kecamatan Cibinong ternyata memiliki beberapa
masalah seperti lokasi minimarket dan perizinan. Dalam hal lokasi, masih terlihat beberapa
minimarket yang berada dalam posisi sangat berdekatan. Jaraknya tidak sampai 100 meter,
bahkan ada yang hanya berseberangan jalan atau persis bersebelahan. Kondisi tersebut bisa
dilihat di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong (kompas.com, 2012).
Implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten
Bogor menjadi sebuah catatan penting bagi Pemerintah Kabupaten Bogor. Peran Pemerintah
Daerah cukup kuat untuk menata minimarket di Kabupaten Bogor agar sesuai dengan
Peraturan Daerah yang berlaku. Perlunya kebijakan penataan minimarket yang diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 karena bertujuan untuk
menciptakan kondisi perdagangan yang aman dan nyaman bagi konsumen dan pelaku usaha,
dan memberikan dorongan dan tambahan keunggulan kompetitif bagi pelaku usaha ritel
tradisional agar dapat bersaing dengan pelaku usaha ritel modern. Berdasarkan uraian di atas,
penelitian ini membahas “Bagaimana Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor”?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menjelaskan Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor.
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Tinjauan Teoritis
Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan (dalam Adisasmita, 2011:113),
kebijakan publik merupakan tindakan yang mempunyai tujuan tertentu, yang dilaksanakan
oleh instansi-instansi pemerintah beserta jajarannya dan masyarakat untuk memecahkan suatu
masalah tertentu. Menurut Charles L. Cochran (dalam Fermana, 2009:35), kebijakan publik
merupakan studi tentang keputusan dan tindakan pemerintah yang disusun untuk kepentingan
publik. Kebijakan publik jika dilihat dari segi instrumental adalah alat untuk mencapai suatu
tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah Dalam mewujudkan nilai-nilai kepublikan
atau public value (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012:64).
James Anderson (1979) dalam Kusumanegara (2010) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi).
Secara lebih luas, implementasi dapat didefinisikan sebagai proses administrasi dari hukum
(statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur,
dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu
tercapainya tujuan kebijakan (Kusumanegara, 2010:97).
Proses implementasi suatu kebijakan publik menurut Charles O. Jones (dalam
Widodo, 2007:90) mencakup tahap interpretasi (interpretation), tahap pengorganisasian (to
organized), dan tahap aplikasi (application). Pemaparannya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Interpretasi (Interpretation)
Tahap Interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih
bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional. Aktivitas
interpretasi kebijakan diikuti dengan kegiatan mengkomunikasikan kebijakan
(sosialisasi) agar seluruh masyarakat (stakeholders) dapat mengetahui dan memahami
apa yang menjadi arah, tujuan, dan sasaran kebijakan (Widodo, 2007: 90).
2. Tahap Pengorganisasian (to Organized)
Tahap pengorganisasian ini lebih mengarah pada proses kegiatan pengaturan dan
penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan (penentuan lembaga organisasi)
mana yang akan melaksanakan, dan siapa pelakunya (Widodo, 2007: 91), berikut ini
uraiannya:
a. Pelaksana Kebijakan (Policy Implementor)
Pelaksana kebijakan (policy implementors) adalah 1) Dinas, badan, kantor, unit
pelaksana teknis (UPT) di lingkungan pemerintah daerah. 2) Sektor swasta (privat
sector). 3) Lembaga swadaya masyarakat (LSM). 4) Komponen masyarakat.
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
b. Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure)
Setiap melaksanakan kebijakan perlu ditetapkan Standar Prosedur Operasi
Standard Operating Procedure (SOP) sebagai pedoman, petunjuk, tuntutan, dan
referensi bagi para pelaku kebijakan.
c. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Langkah berikutnya adalah ditetapkan berapa besarnya anggaran dan dari mana
sumber anggaran, serta peralatan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu
kebijakan.
d. Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan
Dalam hal ini lebih ditekankan pada penetapan pola kepemimpinan dan koordinasi
dalam melaksanakan sebuah kebijakan.
e. Penetapan Jadwal Kegiatan
Jadwal pelaksanaan kebijakan harus diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para
pelaku kebijakan.
3. Tahap Aplikasi (Application)
Tahap aplikasi merupakan tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan ke
dalam realitas nyata. Tahap aplikasi merupakan perwujudan dari pelaksanaan masing-
masing kegiatan dalam tahapan yang telah disebutkan sebelumnya (Widodo, 2007:
94).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pedekatan kualitatif di pilih oleh
peneliti, untuk mendapatkan pengetahuan mendalam dan mempelajari suatu fenomena terkait
implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Jenis
penelitian dapat dibedakan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu
penelitian, dan teknik pengumpulan data. Berdasarkan klasifikasi tersebut, pemarannya
sebagai berikut.
Penelitian ini jika dilihat berdasarkan tujuannya termasuk penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang
lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena (Prasetyo dan Jannah, 2007:42).
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk penelitian murni. Penelitian murni
mencakup penelitian yang dilakukan dalam rangka akademis (Prasetyo dan Jannah, 2007:38).
Jika ditinjau dari aspek dimensi, penelitian ini termasuk dalam cross-sectional. Penelitian
cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu (Prasetyo dan
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Jannah, 2007:45). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh oleh peneliti yaitu dengan melakukan
wawancara dan observasi, sedangkan untuk memperoleh data sekunder, peneliti melakukan
studi kepustakaan.
Pihak yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah: 1) Bapak Yatirun selaku
Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan di Kabupaten Bogor untuk mengetahui informasi penataan minimarket di
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor; 2) Bapak Syihabudin Acep selaku Pelaksana Seksi
Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan di
Kabupaten Bogor untuk mengetahui informasi penataan minimarket di Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor; 3) Bapak Dadang Rusmana selaku Koordinator Bidang Perizinan
Minimarket Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)
Kabupaten Bogor untuk mengetahui prosedur perizinan terhadap perizinan yang berkaitan
dengan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor; 4) Bapak Dodi Permadi selaku
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor
untuk mengetahui pengawasan dan penertiban yang dilakukan Satpol PP Kabupaten Bogor
terkait penataan dan perizinan yang berkaitan dengan minimarket di Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor; 5) Bapak Bambang W Tawekal selaku Camat Cibinong Kabupaten Bogor,
untuk mengetahui informasi penataan dan perizinan terkait minimarket di Kecamatan
Cibinong Kabupaten Bogor; 6) Bapak Erik Mohamar selaku Kepala Seksi Perencanaan Ruang
Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, untuk mengetahui kebijakan penataan
ruang di Kabupaten Bogor terkait minimarket; 7) Ibu Anna Trissewaty selaku Kepala Seksi
Pengawasan Bangun Non Perumahan Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Kabupaten
Bogor, untuk mengetahui Izin Mendirikan Bangunan Usaha Minimarket; 8) Bapak Nuzul
Achjar selaku Dosen Prodi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI), untuk
mengetahui sudut pandang akademisi terkait permasalahan implementasi kebijakan penataan
minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor; 9) Pak Udin selaku Pedagang warung
kelontong di Kecamatan Cibinong untuk mengetahui sudut padat masyarakat terkait
keberadaan minimarket.
Hasil dan Pembahasan Penelitian
Implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten
Bogor dalam penelitian ini dilihat dari empat komponen. Pertama, Substansi Kebijakan
Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Kedua, Penataan
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Ketiga, Institusi yang terlibat dalam
Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Keempat, Koordinasi antar
Institusi yang terlibat dalam Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.
Dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai hambatan apa saja yang terjadi dalam
penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.
1) Substansi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten
Bogor
Penataan minimarket tercantum pada pasal 5 dalam Peraturan Daerah Nomor 11
Tahun 2012 mengenai Penataan Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Setiap pendirian
dan/atau penggunaan ruang bangunan oleh Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib
mengacu pada penataan ruang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam pendirian
minimarket yang termasuk Toko Modern, wajib melakukan analisa mengenai kondisi sosial
ekonomi masyarakat sekitar dan keberadaan pasar tradisional sebagai sarana bagi UMKM
lokal.
Berkaitan dengan penataan minimarket, pelaku usaha minimarket dalam mendirikan
minimarket, lokasi dan jarak harus sesuai dengan peraturan dan ketentuaan yang ada.
Pendirian minimarket yang harus dibangun harus sesuai dengan lokasi yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012, pendirian minimarket di Kabupaten Bogor
boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan
pada kawasan pelayanan Jalan Lingkungan (Pasal 6 ayat 4). Sedangkan dalam penentuan
jarak antara minimarket dengan Pasar Tradisional berjarak minimal 500 meter (lima ratus
meter) dari Pasar Tradisional dan 100 meter (seratus meter) dari usaha kecil sejenis yang
terletak di pinggir Jalan Kolektor/ Arteri (Pasal 8).
Selain harus memperhatikan lokasi dan jarak, penataan minimarket di Kabupaten
Bogor mengatur juga mengenai Waktu Operasional kegiatan usaha setiap harinya. Kegiatan
usaha yang harus di patuhi oleh pelaku usaha yang mempunyai minimarket adalah hari Senin
sampai dengan hari Jumat, waktu operasionalnya dari pukul 08.00-22.00 WIB. Sedangkan
hari Sabtu dan hari Minggu, waktu operasionalnya dari pukul 08.00-23.00 WIB (Pasal 9 ayat
2). Selanjutnya penataan minimarket terkait jenis barang dagang yang dijual di minimarket
yaitu menjual secara eceran dengan jenis barang dagangan konsumsi terutama makanan dan
perlengkapan rumah tangga (pasal 10 a).
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
2) Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penataan
dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Ketentuan dalam
penataan minimarket yang di Kabupaten Bogor diantaranya meliputi (a) Perizinan
minimarket, (b) Penentuan Lokasi, (c) Penentuan Jarak, (d) Penentuan Waktu Operasional
Minimarket, (e) Jenis Barang dagangan Toko Modern. Kelima penentuan tersebut termasuk
dalam langkah penataan minimarket yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisis
implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.
Rinciannya sebagai berikut:
a) Perizinan minimarket di Kabupaten Bogor adalah Izin Usaha Toko Modern
(IUTM), untuk mendapatkan IUTM, Pelaku Usaha minimarket harus menyelesaikan tahapan
perizinanan lainnya seperti Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar
Perusahaan (TDP).
b) Penentuan Lokasi Minimarket, Lokasi minimarket yang terdapat di Kecamatan
Cibinong tersebar di 12 kelurahan. Lokasi Minimarket di wilayah Kecamatan Cibinong
tersebut tidak ada yang melanggar ketentuan, tetapi terkait luas bangunan minimarket masih
ada yang melanggar. Hal tersebut diperkuat dari Kepala Seksi PerencanaanRuang Dinas Tata
Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor:
“Kalau lokasi enggak, kan kalau dia melanggar secara lokasi pasti dari awal tidak
akan keluar IPPT nya berarti dia tidak bisa lanjut ya. Nah misalnya dia mengajukan
tanahnya masih kosong, kita keluarkan kan izinnya, misalnya dibatesin untuk
bangunannya 60%, tapi hampir sebagian besar bangun lebih dari itu. Ya ada
pengawasan bangunan di tata bangunan, satpol pp juga sering menyegel.”
(Wawancara dengan Erik Mohamar, Kepala Seksi Perencanaan Ruang Dinas Tata
Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor pada 5 Juni 2015).
c) Penentuan Jarak Antar Minimarket, dalam prakteknya di lapangan terkait jarak
minimarket, masih terdapat pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Cibinong, yaitu jarak
antara minimarket dengan warung kelontong. Salah satu minimarket seperti Alfa midi di Jl
Raya Sukahati yang jaraknya berdekatan dengan warung kelontong. Pemilik warung
kelontong tersebut merasa dirugikan dengan menurunnya pendapatan karena keberadaan
minimarket yang jumlahnya banyak dan berdekatan dengan tempat usahanya. Hal tersebut
diperkuat oleh pemilik warung kelontong di Jl Raya Sukahati Kecamatan Cibinong.
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
“Ya ini sih, mengurangi ini yang biasa belanja, mengurangi pendapat bapak,
ngaruh juga sih apalagi minimarket ada disini, ini ada, disitu ada, dibelakang sini
juga ada. Ada dibelakanga ada indomaret, ada sbmart. ada berdekatan dengan
indomaret. Yang disini alfamart, indomart, alfamidi. Sebaiknya mah, misalnya satu
rw 1 minimarket, nah ini satu rw ada berapa ini banyak banget ini, ini rw 01,
kalau yang itu rw 02 yang alfamart sama indomart, kalau rw 01 ada alfamidi,
indomart, sbmart, sebelah sana juga ada gak jauh dari sini ada alfamart, indomart.”
(Wawancara dengan Pak Udin, pemilik warung kelontong di Jl Raya Sukahati pada 11
Juni 2015).
Meningkatnya jumlah minimarket menggambarkan bahwa terjadinya suatu persaingan
usaha. Namun perlu dijga keseimbangan antara jumlah minimarket dengan pasar tradisional
atau pedagang kecil. Pengaturan yang dibuat oleh pemerintah harus jelas dan memahami
dalam membuat regulasinya. Hal tersebut diperkuat oleh Dosen Prodi Ilmu Ekonomi FEB UI:
“Intinya harus dijaga keseimbangan antara jumlah minimarket (modern) dengan
pasar tradisional. Harus diingat bahwa pasar tradisional harus kita proteksi
karena menyangkut hajat hidup pedagang kecil dengan modal yang tidak besar. Kita
harus menjaga keberlangsungan usaha kecil di pasar tradisional dan usaha mikro
oleh rumah tangga. Di sisi lain minimarket juga punya hak, dan mereka punya
segmen pasar tersendiri. Disini diperlukan pemahaman bagaimana mengatur
sedemikian rupa agar keduanya dapat hidup. Pemerintah setempat harus memahami
ini dalam membuat regulasi. Kalau terdapat indikasi keberadaan minimarket telah
memangsa pasar tradisional maka izin minimarket harus dibatasi, tidak lagi
memberikan izin”(Wawancara dengan Nuzul Achjar selaku Dosen Prodi Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI) pada 23 Juni 2015).
Dari gambar 1 dibawah ini dapat dilihat bahwa adanya jarak yang berdekatan diantara
minimarket yaitu alfamart, indomaret dan alfa midi. Berikut ini adalah gambar yang diambil
peneliti terkait jarak minimarket di Kecamatan Cibinong:
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Gambar 1 Minimarket yang berdekatan di Jl Raya Sukahati Kecamatan Cibinong
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015
d) Penentuan Waktu Operasional Minimarket, kegiatan usaha minimarket di
Kecamatan Cibinong harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku yaitu waktu
operasional untuk hari Senin sampai dengan hari Jumat dibuka dari jam 08.00 WIB sampai
dengan jam 22.00 WIB. Sedangkan waktu operasional untuk hari Sabtu dan Minggu dibuka
dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam 23.00 WIB. Namun dalam prakteknya masih terdapat
minimarket-minimarket di Kabupaten Bogor seperti di Kecamatan Cibinong yang waktu
operasional membuka usaha 24 jam. Hal tersebut diungkapkan oleh Camat Cibinong:
“Pembatasan waktu operasi, waktu operasi itu tidak ada yang 24 jam. Kita
batasi sampai jam sepuluh malam , bukanya jam 8- jam 10 malam,. Tapi ada juga
mereka yang melanggar gitu ya ada yang sampai 24 jam, yang melanggar itulah
yang kita euuh berikan peringatan-peringatan” (Wawancara dengan Bambang W
Tawekal, Camat Cibinong Kabupaten Bogor pada 13 Mei 2015).
e) Jenis Barang dagangan Minimarket, jenis barang dagangan konsumsi terutama
makanan dan perlengkapan rumah tangga. Jenis barang di minimarket yang dilarang dalam
peraturan daerah (pasal 20 ayat 2) adalah sayur mayur segar, ikan dan daging segar, minuman
beralkohol, jenis barang dagangan lain yang dilarang sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Jenis barang dagangan di minimarket juga boleh dari hasil UMKM, yang mana
adanya kemitraan yang dilakukan oleh minimarket dengan UMKM diwilayah tersebut. Dalam
prakteknya, Jenis barang dagangan yang terdapat di Kecamatan Cibinong, tidak ada barang
yang merupakan produk UKM di Kecamatan Cibinong. Padahal dalam peraturan daerah
tercantum tentang kemitraan di pasal 18, yang mana dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
pemasaran yaitu dengan memasarkan barang produksi UMKM yang dikemas atau dikemas
ulang dengan merek pemilik barang, Toko Modern atau merek lain yang disepakati dalam
rangka meningkatkan nilai jual barang atau memasarkan produk hasil UMKM melalui etalase
atau outlet dari toko modern. Potensi UMKM yang terdapat di Kecamatan Cibinong tidak ada
kemitraan dengan minimarket, dan hanya sebatas boleh menggunakan halamannya untuk
berjualan. Hal tersebut diperkuat oleh Camat Cibinong Kabupaten Bogor:
“kita harapkan minimarket itu bermitra dengan ukm-ukm yang ada, tapi pada
faktanya belum ada. Belum ada yang bermitra dengan ehmm apa minimarket yang
ada.Mereka bermitranya dengan ini saja, misalnya ada halaman digunakan.
Bukan menjualkan produk ukm, yang kita harapkan adalah ukm itu bisa masuk dalam
produk usaha yang dipasarkan oleh mereka. sehingga ukm-ukm itu juga terangkatlah,
gak ada merek-merek tertentu yang merek ukm masyarakat yang dijual disana tidak
ada . Bahkan ada yang diluar kota yang sudah apa nama. Misalnya saya sebut yah.
sebut saja salah satu produk maicih gitu, maicih kan produk ukm dulunya, tapi bukan
produk sekitar tapi diluar jauh sana, gitu. Nah ini harapannya ini memang yang
sedang kita usahakan, sedang kita upayakan, berdayakan supaya minimarketnya mau
bermitra.” (Wawancara dengan Bambang W Tawekal, Camat Cibinong Kabupaten
Bogor pada 13 Mei 2015).
3) Institusi yang terlibat dalam Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor
Implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten
Bogor berlangsung karena adanya institusi yang terlibat dalam mengimplementasikan
penataan minimarket. Masing-masing institusi yang terlibat dalam implementasi kebijakan
penataan minimarket memiliki kewenangan tugas yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan.
Beberapa institusi yang terlibat dalam kebijakan penataan minimarket adalah: A) Dinas
Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor memiliki tugas yaitu (1)
Pendataan, seperti mendata jumlah minimarket yang sudah berizin dan yang tidak berizin. (2)
Pembinaan, terkait kemitraan yang mana dinas ini membina agar pelaku usaha ritel dapat
bermitra dengan usaha kecil menengah (UKM). (3) Pengawasan, untuk mengawasi izin usaha,
jam operasional, jenis barang yang dijual, maupun jarak minimarket; B) Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bogor yang memiliki tugas
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
untuk memberikan pelayanan permohonan izin bagi Pelaku Usaha yang ingin mengurus
perizinan;
C) Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor bertugas membantu soal
peruntukan wilayahnya bagi Pelaku Usaha yang ingin memperoleh informasi peruntukan
ruang di Wilayah Kabupaten Bogor dengan melihat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Bogor; D) Dinas Tata Bangunan dan Perumahan Kabupaten Bogor memiliki
tugas dan tanggung jawab dalam hal Pengesahan Dokumen Rencana Teknis (PDRT) yang
diperlukan sebagai salah satu persyaratan dalam permohonan IMBG (Izin Mendirikan
Bangunan Gedung); E) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor bertugas menegakkan
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. menyelenggarakan Ketertiban Umum dan ketentraman
masyarakat. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor juga melaksanakan tugas
penertiban seperti penyegelan dan pembongkaran jika terjadi pelanggaran yang dilakukan
oleh Pelaku Usaha minimarket baik dari belum memiliki izin usaha ataupun pelanggaran
lainnya; F) Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) yang diperlukan bagi Pelaku Usaha
di wilayah Kecamatan Cibinong.
4) Koordinasi antar Institusi yang terlibat dalam Penataan Minimarket di
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor
Institusi-institusi yang terlibat dalam kebijakan penataan minimarket, dapat terlihat
jelas bahwa pembagian tugas masing-masing institusi berbeda sehingga tidak terjadi tumpang
tindih tugas dalam mengimplementasikan penataan minimarket sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya. Menurut Dadang Rusmana selaku Koordinator Perizinan Minimarket
BPMPTSP, koordinasi dalam penataan minimarket banyak pihak yang terlibat pelayanan
perizinan minimarket yaitu Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPMPTSP), Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Dinas
Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, Dinas Tata Bangunan dan Perumahan
Kabupaten Bogor, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, Kecamatan,
Kelurahan, RT, RW dan warga.
Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor
berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor untuk turun
lapangan melaksanakan penertiban terhadap minimarket yang melanggar aturan. Dinas Tata
Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor bekerjasama dengan Dinas Tata Bangunan dan
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Perumahan Kabupaten Bogor mengenai pembangunan minimarket apakah sudah sesuai
dengan RTRW Kabupaten Bogor. Kelurahan di Kecamatan Cibinong terlibat dalam izin
lingkungan dari masyarakat atau pedagang sejenis sekitar yang wilayahnya ingin dibangun
minimarket, serta terlibat dalam SKDU dari kelurahan lalu selanjutnya nanti diketahui oleh
pihak kecamatan untuk mengeluarkan SKDU yaitu Surat Keterangan Domisili Usaha sebagai
persyaratan mengurus permohonan izin di BPMPTSP. Sedangkan RT, RW serta warga
dilibatkan karena Pelaku Usaha dalam mendirikan bangunan minimarket wajib memiliki surat
persetujuan warga yang diketahui oleh RT, RW, Lurah, Camat sebagai salah satu Persyaratan
untuk Izin Mendirikan Bangunan Gedung Fungsi Usaha di BPMPTSP.
Dalam implementasinya ternyata masih terdapat Pelaku Usaha yang melanggar
ketentuan prosedur perizinan usaha minimarket, yang mana di Kecamatan Cibinong masih
ada yang belum memiliki izin usaha. Pelaku Usaha hanya mempunyai Surat Keterangan
Domisili Usaha (SKDU) dan menganggapnya sudah memiliki izin. Padahal menurut
keterangan dari Kecamatan Cibinong maupun dari BPMPTSP, bahwa Surat Keterangan
Domisili Usaha (SKDU) bukan mmerupakan izin usaha tetapi hanya sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh izin usaha di BPMPTSP.
“Cuma ini si siapa pengusaha minimarket itu kalau sudah membuat SKDU
dianggapnya sudah membuat izin. Makanya oleh kita disitu ditulis tuh dibawah
“bukan merupakan izin”. Jadi kalaupun kita kecamatan, kelurahan . jadi SKDU itu
kan dibuat oleh kelurahan kemudian dibuat oleh camat. Jadi walaupun disitu apa
sudah memiliki SKDU, dia belum mempunyai izin gangguan ataupun izin usaha dari
pemerintah Kabupaten Bogor ya kita segel juga Jadi mereka jangan merasa sudah
dapat eeuu ibaratnya teh sudah dapat SKDU kemudian dia sudah merasa syah,
merasa legal. Tetep disebutnya ilegal karena yang mengeluarkan keputusan, yang
mengeluarkan izin itu bukan pihak kecamatan gitu.” (Wawancara dengan Bambang W
Tawekal, Camat Cibinong Kabupaten Bogor pada 13 Mei 2015).
Hal tersebut menggambarkan bahwa diterbitkannya SKDU tersebut disalahgunakan
oleh Pelaku Usaha yang ingin mendapat perizinan dengan cepat agar usaha minimarketnya
dapat beroperasi. Adapun pemilik warung kelontong yang merasa dirinya tidak dilibatkan
dalam izin lingkungan oleh minimarket yang berdekatan dengan tempat usahanya.
“kita sebagai masyarakat terdekat gak dikasih tau, tau-tau udah berdiri dibangun
jadi gak ada izin lingkungan maksudnya gitu. Izin lingkungannya kan paling sama
yang punya warung gitu kan minta izin dulu ada kesepakatan gimana nih ada ini
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
seharusnya kan begitukalau disini enggak. Padahal kan harus ada izin. Kalau dari
warganya mah mesti ada pertimbangan ya mau dibangun atau enggak, ya ini
enggak, tau-tau berdiri aja. Jadi kita gatau ya gabisa gimana-gimana. Dari
RT/RW nya juga gak minta warganya gitu” (Wawancara dengan Pak Udin, pemilik
warung kelontong di Jl Raya Sukahati pada 11 Juni 2015).
Hal tersebut mengindikasikan bahwa mungkin kurangnya kesadaran Pelaku Usaha
untuk mengurus perizinan usaha di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor, serta adanya
pihak-pihak yang berbuat curang dengan tidak melibatkan masyarakat sekitar untuk
menyepakati berdirinya minimarket. Kurangnya koordinasi yang baik dari bawah antara
masyarakat dengan RT/RW, yang diketahui kelurahan dan kecamatan Cibinong, maupun
kurangnya koordinasi antara masyarakat, RT/RW, kelurahan dan kecamatan di Cibinong
dengan institusi yang terlibat dalam hal pelayanan perizinan minimarket.
Hambatan Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor yaitu: 1) Keterbatasan Sumber Daya Manusia, dalam
mengimplementasikan sebuah kebijakan maka di perlukan Sumber Daya Manusia yang cukup
sebagai pelaksana kebijakan. Dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012, disebutkkan
bahwa dinas adalah Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan. Hal tersebut
menggambarkan bahwa Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan memiliki
peran yang signifikan agar penataan toko modern/minimarket maupun pasar tradisional dan
pusat perbelanjaan sesuai aturan.
Salah satu tugas yang dimiliki oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan adalah pengawasan. Pengawasan ke setiap minimarket yang ada di Kabupaten
Bogor perlu di lakukan untuk mengetahui kondisi jika terjadi sebuah pelanggaran yang
dilakukan oleh Pelaku Usaha minimarket di Kabupaten Bogor. Hambatan dalam implementasi
kebijakan penataan minimarket yang dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan adalah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mana hanya ada 8
personil di seksi bidang perdagangan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Pelaksana
Seksi Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan:
“Ya sebetulnya, perlu di awasi ya minimarket yang menjamur, karena gini, biasanya
pengusaha minimarket itu bangun dulu baru minta izin, ada yang sudah dua tahun,
tiga tahun belum berizin. Disitu jadi perlu pengawasan dari bottom up ya dari
bawah pihak lingkungan, desa, kecamatan…Kalau memang ada minimarket yang
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
belum memiliki izin terus membangun harus dicegah, kalau kita disini untuk
mengawasi se- Kabupaten Bogor dengan personil yang terbatas memobilisasi
mereka ya sulit. Disini cuma ada beberapa orang ya cuma ada 8 orang. Jadi ya harus
dibatasi, yang namanya ditata ya dibatasi, berapa yang memang layak untuk ada
minimarket di wilayah tersebut”. (Wawancara dengan Syihabudin Acep, Pelaksana
Seksi Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan
Perdagangan pada 22 Mei 2015).
2) Pengawasan Yang Kurang Berjalan, menjadi penghambat dalam kebijakan
penataan minimarket. Hal tersebut dilihat dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh
Pelaku Usaha minimarket seperti tidak memiliki izin, tetapi kegiatan usahanya sudah
beroperasi selama bertahun-tahun. Sehingga Pelaku Usaha minimarket tersebut merugikan
pendapatan pemerintah daerah karena mengambil keuntungan sendiri dari kegiatan usaha
yang ilegal.
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 harus dipatuhi oleh Pelaku Usaha
minimarket yang ingin mendirikan minimarket di wilayah Kabupaten Bogor. Tetapi pada
prakteknya masih banyak Pelaku Usaha di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor yang
melanggar aturan tersebut. Pelaku Usaha cenderung egois karena hanya mementingkan
kepentingan bisnis usahanya. Hal tersebut diperkuat oleh Camat Cibinong:
“Bandel, itu pelanggarnya mereka itu bandel apa. euu sudah tau tapi pura-pura tidak
tahu, bandeel gitu. Sudah ditutup, buka lagi, kayak gitu jadi kucing-kucingan gitu.
intinya mah itu kalau mereka tidak bandel, nurut ya insya allah penataan, segala
macem aktivitas kemitraan segala macem itu bisa jalan. Pertumbuhan ekonomi bisa
seimbang gitu antara pengusaha setempat, tapi mereka bandel. mereka lebih
cenderung ibaratnya teh egois lah, egois untuk dirinya sendiri. yang penting mah
usahanya menguntungkan untuk buat dirinya sendiri tapi kan jangan sampilah
mematikan yang lain.” (Wawancara dengan Bambang W Tawekal, Camat Cibinong
Kabupaten Bogor pada 13 Mei 2015).
3) Keterbatasan Anggaran, dalam mengimplementasikan kebijakan dibutuhkan
anggaran untuk menunjang keberlangsungan implementasi. Kebijakan penataan minimarket
di Kecamatan Cibinong masih terhambat oleh anggaran yang terbatas. Yang mana anggaran
untuk penataan minimarket dianggarkan di APBD tetapi tidak terbatas hanya pengawasan
minimarket saja. Menurut Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, cukup atau tidaknya anggaran dalam
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
implementasi penataan minimarket tetap dilaksanakan oleh Dinas, karena memang sudah
menjadi tugasnya untuk mengimplementasikan kebijakan.
4) Kurangnya Sosialisasi Penataan Minimarket, sosialisai penataan minimarket sangat
penting hal ini dikarenakan agar kebijakan terkait penataan minimarket dapat di ketahui dan
dipatuhi oleh Pelaku Usaha maupun masyarakat Kabupaten Bogor. Sosialisasi dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dilakukan selama dua tahun yang
disyahkan pada tahun 2012. Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 yang
dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor yaitu
mensosialisasikan ke aparatur yang ada di desa, kelurahan, kecamatan sampai se SKPD di
Kabupaten Bogor, juga sudah mensosialisasikan ke pengusaha-pengusaha minimarket dalam
bentuk pertemuan, surat kabar elektronik. Menurut Camat Cibinong adanya sosialisasi tentang
penataan minimarket, bahkan pengusaha minimarket diberikan sosialisasi ketika melakukan
kegiatan usaha, namun sosialisasi penataan minimarketnya cenderung pada penataan waktu
operasional berjualan. Sedangkan sosialisasi penataan minimarket, seperti perizinan, maupun
jarak dan sebagainya kurang disosialisasikan.
Simpulan Dalam implementasinya, masih terdapat permasalahan yaitu dalam hal perizinan,
masih terdapat pelanggaran yang terjadi seperti Pelaku Usaha minimarket yang tidak memiliki
izin usaha. Jumlah minimarket yang tidak dibatasi memiliki dampak terhadap masyarakat
seperti merugikan warung usaha kecil. Implementasi Kebijakan penataan minimarket di
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor juga memiliki masalah karena terhambat dengan
sumber daya manusia yang terbatas, pengawasan yang kurang, keterbatasan anggaran, serta
kurangnya sosialisasi dalam penataan minimarket.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, diberikan saran sebagai berikut:
1) Institusi yang terlibat dalam melayani perizinan, harus melakukan koordinasi yang
baik sampai dengan pihak RT/RW, kelurahan dan kecamatan. Hal tersebut
dimaksudkan agar Pelaku Usaha yang ingin mendapatkan izin usaha dapat diawasi
oleh institusi tersebut.
2) Pemerintah Kabupaten Bogor perlu mengevaluasi Peraturan Daerah Nomor 11
Tahun 2012 tentang Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Perbelanjaan dan Toko Modern agar pengaturannya lebih jelas. Dan Perlunya
pengaturan mengenai pembatasan minimarket, agar minimarket di setiap wilayah
kecamatan dapat tertata dengan baik dan tidak merugikan pedagang kecil lainnya.
3) Perlunya merekrut pegawai untuk institusi yang memiliki keterbatasan Sumber Daya
Manusia (SDM), seperti di Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Bogor sebagai dinas pelaksana dalam penataan minimarket, agar
pengawasan dan pembinaan yang dilakukan dapat berjalan dengan optimal untuk
mengawasi minimarket-minimarket di Kabupaten Bogor.
4) Camat Cibinong maupun dinas terkait yang terlibat di Pemerintah Kabupaten Bogor
perlu mensosialisasikan lagi penataan minimarket kepada Pelaku Usaha Minimarket.
Daftar Referensi
Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Alamsyah, Yuyun. 2009. Antisipasi Krisis Global Bisnis Fast Food Ala Indonesia. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Aryani. Dwinita. 2011. Efek Pendapatan Pedagang Tradisional Dari Ramainya
Kemunculan Minimarket Di Kota Malang. Jurnal Dinamika Manajemen. Fakultas
Ekonomi, STIE Malangkucecwara. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=135519&val=5649&title=EFEK%20PENDAPATAN%20PEDAGANG%20
TRADISIONAL%20DARI%20RAMAINYA%20KEMUNCULAN%20M
INIMARKET%20DI%20KOTA%20MALANG. (23 Februari 2015).
BPS Kabupaten Bogor. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Cibinong 2014.
http://bogorkab.bps.go.id/publikasi/statistik-daerah-kecamatan-cibinong- 2014. (22
Mei 2015).
BPS Kabupaten Bogor. 2014. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2014.
http://bogorkab.bps.go.id/publikasi/kabupaten-bogor-dalam-angka-2014. (22 mei
2015).
Ditasari, Nadia. 2014. Arah Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam Penataaan
Usaha Waralaba Minimarket. Ejournal Universitas Negeri Yogyakarta.
http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/download/18/815/9829/pdf (15 Maret 2015).
Fermana, Surya. 2009. Kebijakan Publik Sebuah Tinjauan Filosofis. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Kabupaten Bogor. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Lembaran Daerah
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Kabupaten Bogor Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Bogor Nomor 69.
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gava Media.
Kompas. Pemerintah Kabupaten Bogor Atur Minimarket. 2012.
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/01/18/03574992/Pemerintah.Kabupaten.B
ogor.Atur.Minimarket (13 Maret 2015).
Mandiri. 2014. Perdagangan Ritel. Industry office of Chef Economist Volume 16.
http://www.bankmandiri.co.id/indonesia/eriviewpdf/OJHH51192704.pdf.(24
Februari 2015).
Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).Edisi 34 2012. Kompetisi.
http://www.kppu.go.id/id/wp-content/uploads/2013/01/Kompetisi-34.pdf (24
Februari 2015).
Mukbar, Deni. 2007. Denyut Usaha Kecil di Pasar Tradisional Dalam Himpitan
Hipermarket. Jurnal Analisis Sosial Vol. 12. No. 1 Maret 2007. Peneliti di Yayasan
AKATIGA Pusat Analisis Sosial. Ketahanan dan Kerentanan Usaha Kecil:
Diantara Bencana Alam, Kebijakan Ekonomi, dan Lingkungan Sosial.
Prasetyo, Bambang, Lina Miftahul Jannah. 2007. Metode Penellitian Kuantitatif. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Purwanto, Erwan Agus, Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik:
Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Salim, Emil. 2000. Kembali ke Jalan Lurus. Jakarta Selatan: AlvaBet.
Utami, Tri. 2013. Pengelolaan Pasar Tradisional Di Kota Depok (Studi Kasus: Pasar Agung,
Pasar Cisalak, dan Pasar Kemiri Muka). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia.
Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015
Top Related