Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan ...

18
Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor Intan Suherman¹ dan Afiati Indri Wardani² 1.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Email: [email protected], [email protected] Abstrak Meningkatnya jumlah minimarket di suatu daerah akan menimbulkan masalah, sehingga perlunya pengaturan untuk menata minimarket. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum dapat menata minimarket. Hambatan dalam implementasi kebijakan penataan minimarket adalah keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya pengawasan, keterbatasan anggaran, dan kurangnya sosialisasi. Saran dalam penelitian ini adalah institusi yang terlibat harus melakukan koordinasi dengan baik, mengevaluasi peraturan mengenai penataan minimarket agar jelas, merekrut pegawai untuk menambah SDM, serta meningkatkan sosialisasi terkait penataan minimarket. Kata kunci: Hambatan; Implementasi Kebijakan; Penataan Minimarket. The Policy Implementation of Minimarket Regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor Abstract The accretion quantity of minimarket in an area will cause problems, so the need for policies to organize minimarket. This research used qualitative approach with in-depth interviews, observation and literature study. This research result showed implementation of policy have yet organize minimarket. The obstacle in the implementation of minimarket regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor are limited of the human resources, lack of monitoring, the limited of the budget, and lack of socialization. This research’s recommendations are institutions involved must good coordination, evaluate the rules to be clear about the minimarket regulation, recruit employees to increase human resources, as well as increasing socialization the minimarket regulation. Keywords: Obstacle; Policy Implementation; Minimarket Regulation. Pendahuluan Dalam pertumbuhan ekonomi daerah, sektor perdagangan merupakan sektor yang sangat penting seiring semakin tingginya pertumbuhan penduduk dan perubahan perilaku belanja masyarakat (Basri dalam Utami, 2013:2). Pasar adalah wahana pembangunan ekonomi kerakyatan yang tangguh, disinilah konsumen dan produsen tingkat ekonomi kerakyatan bertemu (Salim,2000:37). Dalam menanggapi globalisasi ekonomi, berkembang pasar modern sebagai sarana pemasaran yang semakin canggih dan modern (Salim, 2000:37). Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Transcript of Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan ...

Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor

Intan Suherman¹ dan Afiati Indri Wardani²

1.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia2.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak

Meningkatnya jumlah minimarket di suatu daerah akan menimbulkan masalah, sehingga perlunya pengaturan untuk menata minimarket. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum dapat menata minimarket. Hambatan dalam implementasi kebijakan penataan minimarket adalah keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya pengawasan, keterbatasan anggaran, dan kurangnya sosialisasi. Saran dalam penelitian ini adalah institusi yang terlibat harus melakukan koordinasi dengan baik, mengevaluasi peraturan mengenai penataan minimarket agar jelas, merekrut pegawai untuk menambah SDM, serta meningkatkan sosialisasi terkait penataan minimarket.

Kata kunci: Hambatan; Implementasi Kebijakan; Penataan Minimarket.

The Policy Implementation of Minimarket Regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor

Abstract

The accretion quantity of minimarket in an area will cause problems, so the need for policies to organize minimarket. This research used qualitative approach with in-depth interviews, observation and literature study. This research result showed implementation of policy have yet organize minimarket. The obstacle in the implementation of minimarket regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor are limited of the human resources, lack of monitoring, the limited of the budget, and lack of socialization. This research’s recommendations are institutions involved must good coordination, evaluate the rules to be clear about the minimarket regulation, recruit employees to increase human resources, as well as increasing socialization the minimarket regulation.

Keywords: Obstacle; Policy Implementation; Minimarket Regulation.

Pendahuluan

Dalam pertumbuhan ekonomi daerah, sektor perdagangan merupakan sektor yang

sangat penting seiring semakin tingginya pertumbuhan penduduk dan perubahan perilaku

belanja masyarakat (Basri dalam Utami, 2013:2). Pasar adalah wahana pembangunan

ekonomi kerakyatan yang tangguh, disinilah konsumen dan produsen tingkat ekonomi

kerakyatan bertemu (Salim,2000:37). Dalam menanggapi globalisasi ekonomi, berkembang

pasar modern sebagai sarana pemasaran yang semakin canggih dan modern (Salim, 2000:37).

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Pasar modern adalah pasar yang dikelola secara modern dengan fasilitas yang lebih

baik dari pasar tradisional (Alamsyah, 2009:106). Pasar modern menurut Sinaga dalam

Aryani (2011:170) adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat

di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang

baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas).

Potensi pasar ritel Indonesia untuk jangka menengah panjang masih besar meskipun

pertumbuhan omzet ritel nasional 2014 diperkirakan hanya naik tipis seiring melambatnya

pertumbuhan ekonomi. Omzet ritel modern nasional pada 2014 diperkirakan tumbuh 10%.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan nilai penjualan ritel modern

tahun 2014 mencapai Rp 162,8 triliun (Mandiri, Industry office of Chef Economist Volume

16, 2014). Di Jabodetabek, minimarket tumbuh bak jamur di musim hujan bertebaran di

berbagai sudut seperti di kompleks perumahan, perkantoran dan di setiap sudut jalan utama.

Tidak hanya itu, minimarket juga berdiri di tengah-tengah pusaran pasar tradisional. Data AC

Nielsen tahun 2008 (dalam Media Berkala KPPU, 2012:4), diketahui bahwa pertumbuhan

ritel modern setiap tahunnya mencatat kisaran angka 10% - 30%.

Terbukanya pasar modern di Indonesia menyebabkan banyak minimarket menjamur di

berbagai wilayah Indonesia (Mukbar, 2007: 48). Keberadaan pasar tradisional dan toko

kelontong saat ini mendapat ancaman yang sangat besar dengan menjamurnya bisnis waralaba

minimarket, bahkan sudah mulai memasuki wilayah perkampungan penduduk (Ditasari,

2014:2). Meningkatnya minimarket berimplikasi pada tingkat persaingan antara pelaku usaha

ritel dengan pedagang kecil, sehingga pemerintah perlu mengatur mengenai penataan

minimarket.

Pengaturan tentang pasar modern dan pasar tradisional terdapat pada Peraturan

Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

Perbelanjaan dan Toko Modern, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-

DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam mengatur pasar modern di suatu daerah juga

diperlukan peran pemerintah daerah untuk membuat suatu kebijakan. Setiap daerah harus

mengakomodasi dan mengadopsi peraturan-peraturan pasar modern, dengan menerbitkan

Peraturan Daerah sebagai acuan peraturan mengenai pasar modern di daerah masing-masing.

Salah satu daerah yang mengatur kebijakan tentang pasar modern adalah Kabupaten Bogor

dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012, disebutkan

bahwa Penataan adalah segala upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengatur dan

menata keberadaan dan pendirian pasar modern di suatu daerah, agar tidak merugikan dan

mematikan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang ada. Dalam

peraturan daerah tersebut penataan minimarket diatur dalam Pasal 5 tentang penataan pusat

perbelanjaan, dan toko modern. Jumlah minimarket yang semakin menjamur di Kabupaten

Bogor, perlu diatur dan ditata oleh Pemerintah Kabupaten Bogor yang mempunyai tugas dan

tanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Bogor.

Salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki jumlah minimarket paling

banyak ada di Kecamatan Cibinong yaitu berjumlah 79 unit (BPS Kabupaten Bogor dalam

angka 2014) Kecamatan Cibinong merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten

Bogor yang memiliki luas wilayah 44,39 km². Berdasarkan Statistik Daerah Kabupaten Bogor

Tahun 2014, Kecamatan Cibinong merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak

yaitu sebesar 355.970 jiwa dengan kepadatan 8.208 jiwa/km.

Minimarket yang terdapat di Kecamatan Cibinong ternyata memiliki beberapa

masalah seperti lokasi minimarket dan perizinan. Dalam hal lokasi, masih terlihat beberapa

minimarket yang berada dalam posisi sangat berdekatan. Jaraknya tidak sampai 100 meter,

bahkan ada yang hanya berseberangan jalan atau persis bersebelahan. Kondisi tersebut bisa

dilihat di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong (kompas.com, 2012).

Implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten

Bogor menjadi sebuah catatan penting bagi Pemerintah Kabupaten Bogor. Peran Pemerintah

Daerah cukup kuat untuk menata minimarket di Kabupaten Bogor agar sesuai dengan

Peraturan Daerah yang berlaku. Perlunya kebijakan penataan minimarket yang diatur dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 karena bertujuan untuk

menciptakan kondisi perdagangan yang aman dan nyaman bagi konsumen dan pelaku usaha,

dan memberikan dorongan dan tambahan keunggulan kompetitif bagi pelaku usaha ritel

tradisional agar dapat bersaing dengan pelaku usaha ritel modern. Berdasarkan uraian di atas,

penelitian ini membahas “Bagaimana Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di

Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor”?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menjelaskan Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong

Kabupaten Bogor.

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Tinjauan Teoritis

Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan (dalam Adisasmita, 2011:113),

kebijakan publik merupakan tindakan yang mempunyai tujuan tertentu, yang dilaksanakan

oleh instansi-instansi pemerintah beserta jajarannya dan masyarakat untuk memecahkan suatu

masalah tertentu. Menurut Charles L. Cochran (dalam Fermana, 2009:35), kebijakan publik

merupakan studi tentang keputusan dan tindakan pemerintah yang disusun untuk kepentingan

publik. Kebijakan publik jika dilihat dari segi instrumental adalah alat untuk mencapai suatu

tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah Dalam mewujudkan nilai-nilai kepublikan

atau public value (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012:64).

James Anderson (1979) dalam Kusumanegara (2010) menyatakan bahwa

implementasi kebijakan merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi).

Secara lebih luas, implementasi dapat didefinisikan sebagai proses administrasi dari hukum

(statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur,

dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu

tercapainya tujuan kebijakan (Kusumanegara, 2010:97).

Proses implementasi suatu kebijakan publik menurut Charles O. Jones (dalam

Widodo, 2007:90) mencakup tahap interpretasi (interpretation), tahap pengorganisasian (to

organized), dan tahap aplikasi (application). Pemaparannya adalah sebagai berikut:

1. Tahap Interpretasi (Interpretation)

Tahap Interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih

bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional. Aktivitas

interpretasi kebijakan diikuti dengan kegiatan mengkomunikasikan kebijakan

(sosialisasi) agar seluruh masyarakat (stakeholders) dapat mengetahui dan memahami

apa yang menjadi arah, tujuan, dan sasaran kebijakan (Widodo, 2007: 90).

2. Tahap Pengorganisasian (to Organized)

Tahap pengorganisasian ini lebih mengarah pada proses kegiatan pengaturan dan

penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan (penentuan lembaga organisasi)

mana yang akan melaksanakan, dan siapa pelakunya (Widodo, 2007: 91), berikut ini

uraiannya:

a. Pelaksana Kebijakan (Policy Implementor)

Pelaksana kebijakan (policy implementors) adalah 1) Dinas, badan, kantor, unit

pelaksana teknis (UPT) di lingkungan pemerintah daerah. 2) Sektor swasta (privat

sector). 3) Lembaga swadaya masyarakat (LSM). 4) Komponen masyarakat.

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

b. Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure)

Setiap melaksanakan kebijakan perlu ditetapkan Standar Prosedur Operasi

Standard Operating Procedure (SOP) sebagai pedoman, petunjuk, tuntutan, dan

referensi bagi para pelaku kebijakan.

c. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan

Langkah berikutnya adalah ditetapkan berapa besarnya anggaran dan dari mana

sumber anggaran, serta peralatan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu

kebijakan.

d. Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan

Dalam hal ini lebih ditekankan pada penetapan pola kepemimpinan dan koordinasi

dalam melaksanakan sebuah kebijakan.

e. Penetapan Jadwal Kegiatan

Jadwal pelaksanaan kebijakan harus diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para

pelaku kebijakan.

3. Tahap Aplikasi (Application)

Tahap aplikasi merupakan tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan ke

dalam realitas nyata. Tahap aplikasi merupakan perwujudan dari pelaksanaan masing-

masing kegiatan dalam tahapan yang telah disebutkan sebelumnya (Widodo, 2007:

94).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pedekatan kualitatif di pilih oleh

peneliti, untuk mendapatkan pengetahuan mendalam dan mempelajari suatu fenomena terkait

implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Jenis

penelitian dapat dibedakan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu

penelitian, dan teknik pengumpulan data. Berdasarkan klasifikasi tersebut, pemarannya

sebagai berikut.

Penelitian ini jika dilihat berdasarkan tujuannya termasuk penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang

lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena (Prasetyo dan Jannah, 2007:42).

Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk penelitian murni. Penelitian murni

mencakup penelitian yang dilakukan dalam rangka akademis (Prasetyo dan Jannah, 2007:38).

Jika ditinjau dari aspek dimensi, penelitian ini termasuk dalam cross-sectional. Penelitian

cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu (Prasetyo dan

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Jannah, 2007:45). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh oleh peneliti yaitu dengan melakukan

wawancara dan observasi, sedangkan untuk memperoleh data sekunder, peneliti melakukan

studi kepustakaan.

Pihak yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah: 1) Bapak Yatirun selaku

Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan

Perdagangan di Kabupaten Bogor untuk mengetahui informasi penataan minimarket di

Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor; 2) Bapak Syihabudin Acep selaku Pelaksana Seksi

Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan di

Kabupaten Bogor untuk mengetahui informasi penataan minimarket di Kecamatan Cibinong

Kabupaten Bogor; 3) Bapak Dadang Rusmana selaku Koordinator Bidang Perizinan

Minimarket Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP)

Kabupaten Bogor untuk mengetahui prosedur perizinan terhadap perizinan yang berkaitan

dengan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor; 4) Bapak Dodi Permadi selaku

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor

untuk mengetahui pengawasan dan penertiban yang dilakukan Satpol PP Kabupaten Bogor

terkait penataan dan perizinan yang berkaitan dengan minimarket di Kecamatan Cibinong

Kabupaten Bogor; 5) Bapak Bambang W Tawekal selaku Camat Cibinong Kabupaten Bogor,

untuk mengetahui informasi penataan dan perizinan terkait minimarket di Kecamatan

Cibinong Kabupaten Bogor; 6) Bapak Erik Mohamar selaku Kepala Seksi Perencanaan Ruang

Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, untuk mengetahui kebijakan penataan

ruang di Kabupaten Bogor terkait minimarket; 7) Ibu Anna Trissewaty selaku Kepala Seksi

Pengawasan Bangun Non Perumahan Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Kabupaten

Bogor, untuk mengetahui Izin Mendirikan Bangunan Usaha Minimarket; 8) Bapak Nuzul

Achjar selaku Dosen Prodi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI), untuk

mengetahui sudut pandang akademisi terkait permasalahan implementasi kebijakan penataan

minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor; 9) Pak Udin selaku Pedagang warung

kelontong di Kecamatan Cibinong untuk mengetahui sudut padat masyarakat terkait

keberadaan minimarket.

Hasil dan Pembahasan Penelitian

Implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten

Bogor dalam penelitian ini dilihat dari empat komponen. Pertama, Substansi Kebijakan

Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Kedua, Penataan

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Ketiga, Institusi yang terlibat dalam

Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Keempat, Koordinasi antar

Institusi yang terlibat dalam Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.

Dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai hambatan apa saja yang terjadi dalam

penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.

1) Substansi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten

Bogor

Penataan minimarket tercantum pada pasal 5 dalam Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2012 mengenai Penataan Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Setiap pendirian

dan/atau penggunaan ruang bangunan oleh Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib

mengacu pada penataan ruang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam pendirian

minimarket yang termasuk Toko Modern, wajib melakukan analisa mengenai kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitar dan keberadaan pasar tradisional sebagai sarana bagi UMKM

lokal.

Berkaitan dengan penataan minimarket, pelaku usaha minimarket dalam mendirikan

minimarket, lokasi dan jarak harus sesuai dengan peraturan dan ketentuaan yang ada.

Pendirian minimarket yang harus dibangun harus sesuai dengan lokasi yang telah ditetapkan

dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012, pendirian minimarket di Kabupaten Bogor

boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan

pada kawasan pelayanan Jalan Lingkungan (Pasal 6 ayat 4). Sedangkan dalam penentuan

jarak antara minimarket dengan Pasar Tradisional berjarak minimal 500 meter (lima ratus

meter) dari Pasar Tradisional dan 100 meter (seratus meter) dari usaha kecil sejenis yang

terletak di pinggir Jalan Kolektor/ Arteri (Pasal 8).

Selain harus memperhatikan lokasi dan jarak, penataan minimarket di Kabupaten

Bogor mengatur juga mengenai Waktu Operasional kegiatan usaha setiap harinya. Kegiatan

usaha yang harus di patuhi oleh pelaku usaha yang mempunyai minimarket adalah hari Senin

sampai dengan hari Jumat, waktu operasionalnya dari pukul 08.00-22.00 WIB. Sedangkan

hari Sabtu dan hari Minggu, waktu operasionalnya dari pukul 08.00-23.00 WIB (Pasal 9 ayat

2). Selanjutnya penataan minimarket terkait jenis barang dagang yang dijual di minimarket

yaitu menjual secara eceran dengan jenis barang dagangan konsumsi terutama makanan dan

perlengkapan rumah tangga (pasal 10 a).

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

2) Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penataan

dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Ketentuan dalam

penataan minimarket yang di Kabupaten Bogor diantaranya meliputi (a) Perizinan

minimarket, (b) Penentuan Lokasi, (c) Penentuan Jarak, (d) Penentuan Waktu Operasional

Minimarket, (e) Jenis Barang dagangan Toko Modern. Kelima penentuan tersebut termasuk

dalam langkah penataan minimarket yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisis

implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor.

Rinciannya sebagai berikut:

a) Perizinan minimarket di Kabupaten Bogor adalah Izin Usaha Toko Modern

(IUTM), untuk mendapatkan IUTM, Pelaku Usaha minimarket harus menyelesaikan tahapan

perizinanan lainnya seperti Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), Izin Mendirikan

Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar

Perusahaan (TDP).

b) Penentuan Lokasi Minimarket, Lokasi minimarket yang terdapat di Kecamatan

Cibinong tersebar di 12 kelurahan. Lokasi Minimarket di wilayah Kecamatan Cibinong

tersebut tidak ada yang melanggar ketentuan, tetapi terkait luas bangunan minimarket masih

ada yang melanggar. Hal tersebut diperkuat dari Kepala Seksi PerencanaanRuang Dinas Tata

Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor:

“Kalau lokasi enggak, kan kalau dia melanggar secara lokasi pasti dari awal tidak

akan keluar IPPT nya berarti dia tidak bisa lanjut ya. Nah misalnya dia mengajukan

tanahnya masih kosong, kita keluarkan kan izinnya, misalnya dibatesin untuk

bangunannya 60%, tapi hampir sebagian besar bangun lebih dari itu. Ya ada

pengawasan bangunan di tata bangunan, satpol pp juga sering menyegel.”

(Wawancara dengan Erik Mohamar, Kepala Seksi Perencanaan Ruang Dinas Tata

Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor pada 5 Juni 2015).

c) Penentuan Jarak Antar Minimarket, dalam prakteknya di lapangan terkait jarak

minimarket, masih terdapat pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Cibinong, yaitu jarak

antara minimarket dengan warung kelontong. Salah satu minimarket seperti Alfa midi di Jl

Raya Sukahati yang jaraknya berdekatan dengan warung kelontong. Pemilik warung

kelontong tersebut merasa dirugikan dengan menurunnya pendapatan karena keberadaan

minimarket yang jumlahnya banyak dan berdekatan dengan tempat usahanya. Hal tersebut

diperkuat oleh pemilik warung kelontong di Jl Raya Sukahati Kecamatan Cibinong.

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

“Ya ini sih, mengurangi ini yang biasa belanja, mengurangi pendapat bapak,

ngaruh juga sih apalagi minimarket ada disini, ini ada, disitu ada, dibelakang sini

juga ada. Ada dibelakanga ada indomaret, ada sbmart. ada berdekatan dengan

indomaret. Yang disini alfamart, indomart, alfamidi. Sebaiknya mah, misalnya satu

rw 1 minimarket, nah ini satu rw ada berapa ini banyak banget ini, ini rw 01,

kalau yang itu rw 02 yang alfamart sama indomart, kalau rw 01 ada alfamidi,

indomart, sbmart, sebelah sana juga ada gak jauh dari sini ada alfamart, indomart.”

(Wawancara dengan Pak Udin, pemilik warung kelontong di Jl Raya Sukahati pada 11

Juni 2015).

Meningkatnya jumlah minimarket menggambarkan bahwa terjadinya suatu persaingan

usaha. Namun perlu dijga keseimbangan antara jumlah minimarket dengan pasar tradisional

atau pedagang kecil. Pengaturan yang dibuat oleh pemerintah harus jelas dan memahami

dalam membuat regulasinya. Hal tersebut diperkuat oleh Dosen Prodi Ilmu Ekonomi FEB UI:

“Intinya harus dijaga keseimbangan antara jumlah minimarket (modern) dengan

pasar tradisional. Harus diingat bahwa pasar tradisional harus kita proteksi

karena menyangkut hajat hidup pedagang kecil dengan modal yang tidak besar. Kita

harus menjaga keberlangsungan usaha kecil di pasar tradisional dan usaha mikro

oleh rumah tangga. Di sisi lain minimarket juga punya hak, dan mereka punya

segmen pasar tersendiri. Disini diperlukan pemahaman bagaimana mengatur

sedemikian rupa agar keduanya dapat hidup. Pemerintah setempat harus memahami

ini dalam membuat regulasi. Kalau terdapat indikasi keberadaan minimarket telah

memangsa pasar tradisional maka izin minimarket harus dibatasi, tidak lagi

memberikan izin”(Wawancara dengan Nuzul Achjar selaku Dosen Prodi Ilmu

Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI) pada 23 Juni 2015).

Dari gambar 1 dibawah ini dapat dilihat bahwa adanya jarak yang berdekatan diantara

minimarket yaitu alfamart, indomaret dan alfa midi. Berikut ini adalah gambar yang diambil

peneliti terkait jarak minimarket di Kecamatan Cibinong:

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Gambar 1 Minimarket yang berdekatan di Jl Raya Sukahati Kecamatan Cibinong

Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

d) Penentuan Waktu Operasional Minimarket, kegiatan usaha minimarket di

Kecamatan Cibinong harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku yaitu waktu

operasional untuk hari Senin sampai dengan hari Jumat dibuka dari jam 08.00 WIB sampai

dengan jam 22.00 WIB. Sedangkan waktu operasional untuk hari Sabtu dan Minggu dibuka

dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam 23.00 WIB. Namun dalam prakteknya masih terdapat

minimarket-minimarket di Kabupaten Bogor seperti di Kecamatan Cibinong yang waktu

operasional membuka usaha 24 jam. Hal tersebut diungkapkan oleh Camat Cibinong:

“Pembatasan waktu operasi, waktu operasi itu tidak ada yang 24 jam. Kita

batasi sampai jam sepuluh malam , bukanya jam 8- jam 10 malam,. Tapi ada juga

mereka yang melanggar gitu ya ada yang sampai 24 jam, yang melanggar itulah

yang kita euuh berikan peringatan-peringatan” (Wawancara dengan Bambang W

Tawekal, Camat Cibinong Kabupaten Bogor pada 13 Mei 2015).

e) Jenis Barang dagangan Minimarket, jenis barang dagangan konsumsi terutama

makanan dan perlengkapan rumah tangga. Jenis barang di minimarket yang dilarang dalam

peraturan daerah (pasal 20 ayat 2) adalah sayur mayur segar, ikan dan daging segar, minuman

beralkohol, jenis barang dagangan lain yang dilarang sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Jenis barang dagangan di minimarket juga boleh dari hasil UMKM, yang mana

adanya kemitraan yang dilakukan oleh minimarket dengan UMKM diwilayah tersebut. Dalam

prakteknya, Jenis barang dagangan yang terdapat di Kecamatan Cibinong, tidak ada barang

yang merupakan produk UKM di Kecamatan Cibinong. Padahal dalam peraturan daerah

tercantum tentang kemitraan di pasal 18, yang mana dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

pemasaran yaitu dengan memasarkan barang produksi UMKM yang dikemas atau dikemas

ulang dengan merek pemilik barang, Toko Modern atau merek lain yang disepakati dalam

rangka meningkatkan nilai jual barang atau memasarkan produk hasil UMKM melalui etalase

atau outlet dari toko modern. Potensi UMKM yang terdapat di Kecamatan Cibinong tidak ada

kemitraan dengan minimarket, dan hanya sebatas boleh menggunakan halamannya untuk

berjualan. Hal tersebut diperkuat oleh Camat Cibinong Kabupaten Bogor:

“kita harapkan minimarket itu bermitra dengan ukm-ukm yang ada, tapi pada

faktanya belum ada. Belum ada yang bermitra dengan ehmm apa minimarket yang

ada.Mereka bermitranya dengan ini saja, misalnya ada halaman digunakan.

Bukan menjualkan produk ukm, yang kita harapkan adalah ukm itu bisa masuk dalam

produk usaha yang dipasarkan oleh mereka. sehingga ukm-ukm itu juga terangkatlah,

gak ada merek-merek tertentu yang merek ukm masyarakat yang dijual disana tidak

ada . Bahkan ada yang diluar kota yang sudah apa nama. Misalnya saya sebut yah.

sebut saja salah satu produk maicih gitu, maicih kan produk ukm dulunya, tapi bukan

produk sekitar tapi diluar jauh sana, gitu. Nah ini harapannya ini memang yang

sedang kita usahakan, sedang kita upayakan, berdayakan supaya minimarketnya mau

bermitra.” (Wawancara dengan Bambang W Tawekal, Camat Cibinong Kabupaten

Bogor pada 13 Mei 2015).

3) Institusi yang terlibat dalam Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong

Kabupaten Bogor

Implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten

Bogor berlangsung karena adanya institusi yang terlibat dalam mengimplementasikan

penataan minimarket. Masing-masing institusi yang terlibat dalam implementasi kebijakan

penataan minimarket memiliki kewenangan tugas yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan.

Beberapa institusi yang terlibat dalam kebijakan penataan minimarket adalah: A) Dinas

Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor memiliki tugas yaitu (1)

Pendataan, seperti mendata jumlah minimarket yang sudah berizin dan yang tidak berizin. (2)

Pembinaan, terkait kemitraan yang mana dinas ini membina agar pelaku usaha ritel dapat

bermitra dengan usaha kecil menengah (UKM). (3) Pengawasan, untuk mengawasi izin usaha,

jam operasional, jenis barang yang dijual, maupun jarak minimarket; B) Badan Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bogor yang memiliki tugas

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

untuk memberikan pelayanan permohonan izin bagi Pelaku Usaha yang ingin mengurus

perizinan;

C) Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor bertugas membantu soal

peruntukan wilayahnya bagi Pelaku Usaha yang ingin memperoleh informasi peruntukan

ruang di Wilayah Kabupaten Bogor dengan melihat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Bogor; D) Dinas Tata Bangunan dan Perumahan Kabupaten Bogor memiliki

tugas dan tanggung jawab dalam hal Pengesahan Dokumen Rencana Teknis (PDRT) yang

diperlukan sebagai salah satu persyaratan dalam permohonan IMBG (Izin Mendirikan

Bangunan Gedung); E) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor bertugas menegakkan

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. menyelenggarakan Ketertiban Umum dan ketentraman

masyarakat. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor juga melaksanakan tugas

penertiban seperti penyegelan dan pembongkaran jika terjadi pelanggaran yang dilakukan

oleh Pelaku Usaha minimarket baik dari belum memiliki izin usaha ataupun pelanggaran

lainnya; F) Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor memiliki kewenangan untuk

mengeluarkan Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) yang diperlukan bagi Pelaku Usaha

di wilayah Kecamatan Cibinong.

4) Koordinasi antar Institusi yang terlibat dalam Penataan Minimarket di

Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor

Institusi-institusi yang terlibat dalam kebijakan penataan minimarket, dapat terlihat

jelas bahwa pembagian tugas masing-masing institusi berbeda sehingga tidak terjadi tumpang

tindih tugas dalam mengimplementasikan penataan minimarket sesuai dengan tugas pokok

dan fungsinya. Menurut Dadang Rusmana selaku Koordinator Perizinan Minimarket

BPMPTSP, koordinasi dalam penataan minimarket banyak pihak yang terlibat pelayanan

perizinan minimarket yaitu Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(BPMPTSP), Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Dinas

Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, Dinas Tata Bangunan dan Perumahan

Kabupaten Bogor, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, Kecamatan,

Kelurahan, RT, RW dan warga.

Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor

berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor untuk turun

lapangan melaksanakan penertiban terhadap minimarket yang melanggar aturan. Dinas Tata

Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor bekerjasama dengan Dinas Tata Bangunan dan

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Perumahan Kabupaten Bogor mengenai pembangunan minimarket apakah sudah sesuai

dengan RTRW Kabupaten Bogor. Kelurahan di Kecamatan Cibinong terlibat dalam izin

lingkungan dari masyarakat atau pedagang sejenis sekitar yang wilayahnya ingin dibangun

minimarket, serta terlibat dalam SKDU dari kelurahan lalu selanjutnya nanti diketahui oleh

pihak kecamatan untuk mengeluarkan SKDU yaitu Surat Keterangan Domisili Usaha sebagai

persyaratan mengurus permohonan izin di BPMPTSP. Sedangkan RT, RW serta warga

dilibatkan karena Pelaku Usaha dalam mendirikan bangunan minimarket wajib memiliki surat

persetujuan warga yang diketahui oleh RT, RW, Lurah, Camat sebagai salah satu Persyaratan

untuk Izin Mendirikan Bangunan Gedung Fungsi Usaha di BPMPTSP.

Dalam implementasinya ternyata masih terdapat Pelaku Usaha yang melanggar

ketentuan prosedur perizinan usaha minimarket, yang mana di Kecamatan Cibinong masih

ada yang belum memiliki izin usaha. Pelaku Usaha hanya mempunyai Surat Keterangan

Domisili Usaha (SKDU) dan menganggapnya sudah memiliki izin. Padahal menurut

keterangan dari Kecamatan Cibinong maupun dari BPMPTSP, bahwa Surat Keterangan

Domisili Usaha (SKDU) bukan mmerupakan izin usaha tetapi hanya sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh izin usaha di BPMPTSP.

“Cuma ini si siapa pengusaha minimarket itu kalau sudah membuat SKDU

dianggapnya sudah membuat izin. Makanya oleh kita disitu ditulis tuh dibawah

“bukan merupakan izin”. Jadi kalaupun kita kecamatan, kelurahan . jadi SKDU itu

kan dibuat oleh kelurahan kemudian dibuat oleh camat. Jadi walaupun disitu apa

sudah memiliki SKDU, dia belum mempunyai izin gangguan ataupun izin usaha dari

pemerintah Kabupaten Bogor ya kita segel juga Jadi mereka jangan merasa sudah

dapat eeuu ibaratnya teh sudah dapat SKDU kemudian dia sudah merasa syah,

merasa legal. Tetep disebutnya ilegal karena yang mengeluarkan keputusan, yang

mengeluarkan izin itu bukan pihak kecamatan gitu.” (Wawancara dengan Bambang W

Tawekal, Camat Cibinong Kabupaten Bogor pada 13 Mei 2015).

Hal tersebut menggambarkan bahwa diterbitkannya SKDU tersebut disalahgunakan

oleh Pelaku Usaha yang ingin mendapat perizinan dengan cepat agar usaha minimarketnya

dapat beroperasi. Adapun pemilik warung kelontong yang merasa dirinya tidak dilibatkan

dalam izin lingkungan oleh minimarket yang berdekatan dengan tempat usahanya.

“kita sebagai masyarakat terdekat gak dikasih tau, tau-tau udah berdiri dibangun

jadi gak ada izin lingkungan maksudnya gitu. Izin lingkungannya kan paling sama

yang punya warung gitu kan minta izin dulu ada kesepakatan gimana nih ada ini

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

seharusnya kan begitukalau disini enggak. Padahal kan harus ada izin. Kalau dari

warganya mah mesti ada pertimbangan ya mau dibangun atau enggak, ya ini

enggak, tau-tau berdiri aja. Jadi kita gatau ya gabisa gimana-gimana. Dari

RT/RW nya juga gak minta warganya gitu” (Wawancara dengan Pak Udin, pemilik

warung kelontong di Jl Raya Sukahati pada 11 Juni 2015).

Hal tersebut mengindikasikan bahwa mungkin kurangnya kesadaran Pelaku Usaha

untuk mengurus perizinan usaha di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor, serta adanya

pihak-pihak yang berbuat curang dengan tidak melibatkan masyarakat sekitar untuk

menyepakati berdirinya minimarket. Kurangnya koordinasi yang baik dari bawah antara

masyarakat dengan RT/RW, yang diketahui kelurahan dan kecamatan Cibinong, maupun

kurangnya koordinasi antara masyarakat, RT/RW, kelurahan dan kecamatan di Cibinong

dengan institusi yang terlibat dalam hal pelayanan perizinan minimarket.

Hambatan Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kecamatan Cibinong

Kabupaten Bogor yaitu: 1) Keterbatasan Sumber Daya Manusia, dalam

mengimplementasikan sebuah kebijakan maka di perlukan Sumber Daya Manusia yang cukup

sebagai pelaksana kebijakan. Dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012, disebutkkan

bahwa dinas adalah Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan. Hal tersebut

menggambarkan bahwa Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan memiliki

peran yang signifikan agar penataan toko modern/minimarket maupun pasar tradisional dan

pusat perbelanjaan sesuai aturan.

Salah satu tugas yang dimiliki oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan

Perdagangan adalah pengawasan. Pengawasan ke setiap minimarket yang ada di Kabupaten

Bogor perlu di lakukan untuk mengetahui kondisi jika terjadi sebuah pelanggaran yang

dilakukan oleh Pelaku Usaha minimarket di Kabupaten Bogor. Hambatan dalam implementasi

kebijakan penataan minimarket yang dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan

Perdagangan adalah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mana hanya ada 8

personil di seksi bidang perdagangan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Pelaksana

Seksi Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan

Perdagangan:

“Ya sebetulnya, perlu di awasi ya minimarket yang menjamur, karena gini, biasanya

pengusaha minimarket itu bangun dulu baru minta izin, ada yang sudah dua tahun,

tiga tahun belum berizin. Disitu jadi perlu pengawasan dari bottom up ya dari

bawah pihak lingkungan, desa, kecamatan…Kalau memang ada minimarket yang

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

belum memiliki izin terus membangun harus dicegah, kalau kita disini untuk

mengawasi se- Kabupaten Bogor dengan personil yang terbatas memobilisasi

mereka ya sulit. Disini cuma ada beberapa orang ya cuma ada 8 orang. Jadi ya harus

dibatasi, yang namanya ditata ya dibatasi, berapa yang memang layak untuk ada

minimarket di wilayah tersebut”. (Wawancara dengan Syihabudin Acep, Pelaksana

Seksi Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan

Perdagangan pada 22 Mei 2015).

2) Pengawasan Yang Kurang Berjalan, menjadi penghambat dalam kebijakan

penataan minimarket. Hal tersebut dilihat dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh

Pelaku Usaha minimarket seperti tidak memiliki izin, tetapi kegiatan usahanya sudah

beroperasi selama bertahun-tahun. Sehingga Pelaku Usaha minimarket tersebut merugikan

pendapatan pemerintah daerah karena mengambil keuntungan sendiri dari kegiatan usaha

yang ilegal.

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 harus dipatuhi oleh Pelaku Usaha

minimarket yang ingin mendirikan minimarket di wilayah Kabupaten Bogor. Tetapi pada

prakteknya masih banyak Pelaku Usaha di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor yang

melanggar aturan tersebut. Pelaku Usaha cenderung egois karena hanya mementingkan

kepentingan bisnis usahanya. Hal tersebut diperkuat oleh Camat Cibinong:

“Bandel, itu pelanggarnya mereka itu bandel apa. euu sudah tau tapi pura-pura tidak

tahu, bandeel gitu. Sudah ditutup, buka lagi, kayak gitu jadi kucing-kucingan gitu.

intinya mah itu kalau mereka tidak bandel, nurut ya insya allah penataan, segala

macem aktivitas kemitraan segala macem itu bisa jalan. Pertumbuhan ekonomi bisa

seimbang gitu antara pengusaha setempat, tapi mereka bandel. mereka lebih

cenderung ibaratnya teh egois lah, egois untuk dirinya sendiri. yang penting mah

usahanya menguntungkan untuk buat dirinya sendiri tapi kan jangan sampilah

mematikan yang lain.” (Wawancara dengan Bambang W Tawekal, Camat Cibinong

Kabupaten Bogor pada 13 Mei 2015).

3) Keterbatasan Anggaran, dalam mengimplementasikan kebijakan dibutuhkan

anggaran untuk menunjang keberlangsungan implementasi. Kebijakan penataan minimarket

di Kecamatan Cibinong masih terhambat oleh anggaran yang terbatas. Yang mana anggaran

untuk penataan minimarket dianggarkan di APBD tetapi tidak terbatas hanya pengawasan

minimarket saja. Menurut Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UKM,

Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, cukup atau tidaknya anggaran dalam

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

implementasi penataan minimarket tetap dilaksanakan oleh Dinas, karena memang sudah

menjadi tugasnya untuk mengimplementasikan kebijakan.

4) Kurangnya Sosialisasi Penataan Minimarket, sosialisai penataan minimarket sangat

penting hal ini dikarenakan agar kebijakan terkait penataan minimarket dapat di ketahui dan

dipatuhi oleh Pelaku Usaha maupun masyarakat Kabupaten Bogor. Sosialisasi dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembinaan

Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dilakukan selama dua tahun yang

disyahkan pada tahun 2012. Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 yang

dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor yaitu

mensosialisasikan ke aparatur yang ada di desa, kelurahan, kecamatan sampai se SKPD di

Kabupaten Bogor, juga sudah mensosialisasikan ke pengusaha-pengusaha minimarket dalam

bentuk pertemuan, surat kabar elektronik. Menurut Camat Cibinong adanya sosialisasi tentang

penataan minimarket, bahkan pengusaha minimarket diberikan sosialisasi ketika melakukan

kegiatan usaha, namun sosialisasi penataan minimarketnya cenderung pada penataan waktu

operasional berjualan. Sedangkan sosialisasi penataan minimarket, seperti perizinan, maupun

jarak dan sebagainya kurang disosialisasikan.

Simpulan Dalam implementasinya, masih terdapat permasalahan yaitu dalam hal perizinan,

masih terdapat pelanggaran yang terjadi seperti Pelaku Usaha minimarket yang tidak memiliki

izin usaha. Jumlah minimarket yang tidak dibatasi memiliki dampak terhadap masyarakat

seperti merugikan warung usaha kecil. Implementasi Kebijakan penataan minimarket di

Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor juga memiliki masalah karena terhambat dengan

sumber daya manusia yang terbatas, pengawasan yang kurang, keterbatasan anggaran, serta

kurangnya sosialisasi dalam penataan minimarket.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas, diberikan saran sebagai berikut:

1) Institusi yang terlibat dalam melayani perizinan, harus melakukan koordinasi yang

baik sampai dengan pihak RT/RW, kelurahan dan kecamatan. Hal tersebut

dimaksudkan agar Pelaku Usaha yang ingin mendapatkan izin usaha dapat diawasi

oleh institusi tersebut.

2) Pemerintah Kabupaten Bogor perlu mengevaluasi Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2012 tentang Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Perbelanjaan dan Toko Modern agar pengaturannya lebih jelas. Dan Perlunya

pengaturan mengenai pembatasan minimarket, agar minimarket di setiap wilayah

kecamatan dapat tertata dengan baik dan tidak merugikan pedagang kecil lainnya.

3) Perlunya merekrut pegawai untuk institusi yang memiliki keterbatasan Sumber Daya

Manusia (SDM), seperti di Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan

Kabupaten Bogor sebagai dinas pelaksana dalam penataan minimarket, agar

pengawasan dan pembinaan yang dilakukan dapat berjalan dengan optimal untuk

mengawasi minimarket-minimarket di Kabupaten Bogor.

4) Camat Cibinong maupun dinas terkait yang terlibat di Pemerintah Kabupaten Bogor

perlu mensosialisasikan lagi penataan minimarket kepada Pelaku Usaha Minimarket.

Daftar Referensi

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Alamsyah, Yuyun. 2009. Antisipasi Krisis Global Bisnis Fast Food Ala Indonesia. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo.

Aryani. Dwinita. 2011. Efek Pendapatan Pedagang Tradisional Dari Ramainya

Kemunculan Minimarket Di Kota Malang. Jurnal Dinamika Manajemen. Fakultas

Ekonomi, STIE Malangkucecwara. http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=135519&val=5649&title=EFEK%20PENDAPATAN%20PEDAGANG%20

TRADISIONAL%20DARI%20RAMAINYA%20KEMUNCULAN%20M

INIMARKET%20DI%20KOTA%20MALANG. (23 Februari 2015).

BPS Kabupaten Bogor. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Cibinong 2014.

http://bogorkab.bps.go.id/publikasi/statistik-daerah-kecamatan-cibinong- 2014. (22

Mei 2015).

BPS Kabupaten Bogor. 2014. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2014.

http://bogorkab.bps.go.id/publikasi/kabupaten-bogor-dalam-angka-2014. (22 mei

2015).

Ditasari, Nadia. 2014. Arah Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam Penataaan

Usaha Waralaba Minimarket. Ejournal Universitas Negeri Yogyakarta.

http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/download/18/815/9829/pdf (15 Maret 2015).

Fermana, Surya. 2009. Kebijakan Publik Sebuah Tinjauan Filosofis. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media.

Kabupaten Bogor. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Lembaran Daerah

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015

Kabupaten Bogor Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten

Bogor Nomor 69.

Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik.

Yogyakarta: Gava Media.

Kompas. Pemerintah Kabupaten Bogor Atur Minimarket. 2012.

http://megapolitan.kompas.com/read/2012/01/18/03574992/Pemerintah.Kabupaten.B

ogor.Atur.Minimarket (13 Maret 2015).

Mandiri. 2014. Perdagangan Ritel. Industry office of Chef Economist Volume 16.

http://www.bankmandiri.co.id/indonesia/eriviewpdf/OJHH51192704.pdf.(24

Februari 2015).

Media Berkala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).Edisi 34 2012. Kompetisi.

http://www.kppu.go.id/id/wp-content/uploads/2013/01/Kompetisi-34.pdf (24

Februari 2015).

Mukbar, Deni. 2007. Denyut Usaha Kecil di Pasar Tradisional Dalam Himpitan

Hipermarket. Jurnal Analisis Sosial Vol. 12. No. 1 Maret 2007. Peneliti di Yayasan

AKATIGA Pusat Analisis Sosial. Ketahanan dan Kerentanan Usaha Kecil:

Diantara Bencana Alam, Kebijakan Ekonomi, dan Lingkungan Sosial.

Prasetyo, Bambang, Lina Miftahul Jannah. 2007. Metode Penellitian Kuantitatif. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Purwanto, Erwan Agus, Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik:

Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

Salim, Emil. 2000. Kembali ke Jalan Lurus. Jakarta Selatan: AlvaBet.

Utami, Tri. 2013. Pengelolaan Pasar Tradisional Di Kota Depok (Studi Kasus: Pasar Agung,

Pasar Cisalak, dan Pasar Kemiri Muka). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Indonesia.

Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses

Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Implementasi kebijakan..., Intan Suherman, FISIP UI, 2015