IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai hubungan pengetahuan, sikap, dan sarana pemeriksaan pap
smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear pada wanita yang sudah menikah
di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung telah dilaksanakan mulai 24 November 2011 hingga 7
Desember 2011. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 minggu dengan populasi
penelitian adalah semua wanita yang sudah menikah yang berobat jalan di
Poliklinik Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 436 pasien yang diambil
dari data Laporan Harian Poliklinik Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung dari bulan September, Agustus, dan Juli 2011 yang
kemudian dirata-ratakan. Populasi tersebut merupakan pasien umum dan pasien
non umum (ASKES, ASTEK, JAMKESMAS, JAMKESDA, JAMKESTA,
JAMPERSAL, dan karyawan RSAM). Akhirnya, didapatkan sampel berjumlah 81
pasien dengan teknik pengambilan sampel menggunakan judgemental sampling
atau purposive sampling.
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data melalui data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data dari hasil wawancara dengan panduan
43
kuesioner. Sedangkan data sekunder adalah data dari Bagian Poliklinik Obstetri
dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dan Bagian
Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Dari hasil
wawancara diperoleh data mengenai identitas responden meliputi nama, umur,
tempat tinggal, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan per bulan, dan kategori
pasien umum atau non umum. Sedangkan dari hasil kuesioner diperoleh data
mengenai pengetahuan, sikap, sarana, dan perilaku pemeriksaan pap smear dari
para responden. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
analisis univariat dan analisis bivariat didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan 81 responden
yang dapat dikelompokkan berdasarkan kategori pasien umum atau non
umum, umur, tempat tinggal, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan
penghasilan per bulan.
1) Kategori pasien umum atau non umum
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok responden
yang paling banyak adalah pasien ASKES, yaitu sebanyak 32 pasien
(39,5%) kemudian diikuti oleh pasien JAMKESMAS sebanyak 23
pasien (28,4%). Pasien umum didapatkan hanya 19 pasien (23,5%)
saja dan kelompok yang paling sedikit adalah pasien JAMPERSAL,
yaitu sebanyak 1 pasien (1,2%). Hal ini bisa dimengerti karena biaya
pemeriksaannya gratis dan RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
44
Lampung merupakan rumah sakit rujukan di Provinsi Lampung
sehingga cakupan pasien ASKES dan JAMKESMAS lebih banyak.
Data lengkap mengenai distribusi kategori pasien umum atau non
umum dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan kategori pasien umum atau non umum.
Kategori responden Jumlah responden Persentase (%)
UMUM 19 23,5
JAMKESMAS 23 28,4
ASKES 32 39,5
JAMKESDA 6 7,4
JAMPERSAL 1 1,2
Total 81 100
2) Umur
Ditinjau berdasarkan umur didapatkan bahwa kelompok umur terbesar
berada pada rentang umur 21-30 tahun, yaitu sebanyak 31 responden
(38,3%) dan hanya beda sangat sedikit dengan kelompok umur yang
berada pada rentang umur 31-40 tahun, yaitu sebanyak 30 responden
(37%). Sedangkan kelompok umur terendah berada pada rentang umur
41-55 tahun, yaitu sebanyak 20 responden (24,7%). Hal ini bisa
dimengerti karena pemeriksaan pap smear sudah dikenal oleh semua
kalangan umur dan umur 21-30 tahun adalah umur reproduktif
sehingga lebih banyak didapatkan. Data lengkap mengenai distribusi
frekuensi umur responden dapat dilihat pada tabel 3.
45
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan umur.
Kelompok umur (tahun) Jumlah responden Persentase (%)
21-30
31-40
41-55
31
30
20
38,3
37
24,7
Total 81 100
3) Tempat tinggal
Dalam penelitian ini responden dikelompokkan ke dalam pasien yang
bertempat tinggal di Bandar Lampung dan di luar Bandar Lampung.
Dianggap pasien yang bertempat tinggal di luar Bandar Lampung
adalah jauh dari lokasi pelayanan kesehatan khususnya RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelompok tempat tinggal terbesar adalah pasien yang bertempat
tinggal di Bandar Lampung, yaitu sebanyak 54 pasien (66,7%)
sedangkan kelompok tempat tinggal terendah adalah pasien yang
bertempat tinggal di luar Bandar Lampung, yaitu sebanyak 27 pasien
(33,3%). Data lengkap mengenai distribusi frekuensi tempat tinggal
responden dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tempat tinggal.
Kelompok tempat tinggal Jumlah responden Persentase (%)
46
Bandar Lampung
Luar Bandar Lampung
54
27
66,7
33,3
Total 81 100
4) Tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok tingkat
pendidikan terbesar adalah tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT),
yaitu sebanyak 35 responden (43,2%) sedangkan kelompok tingkat
pendidikan terendah adalah tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD),
yaitu sebanyak 4 responden (4,9%). Hal ini bisa dimengerti karena
pasien ASKES yang paling banyak didapatkan. Data lengkap
mengenai distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan.
47
Kelompok tingkat
pendidikan
Jumlah responden Persentase (%)
Tidak lulus SD
SD
SMP
SMA
PT
0
4
16
26
35
0
4,9
19,8
32,1
43,2
Total 81 100
5) Pekerjaan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok pekerjaan terbesar
adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), yaitu sebanyak 35 responden
(43,2%) kemudian disusul oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak
32 responden (39,5%). Sedangkan kelompok pekerjaan terendah
adalah buruh, yaitu sebanyak 1 responden (1,2%). Hal ini bisa
dimengerti karena masih sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan di
Indonesia. Data lengkap mengenai distribusi frekuensi pekerjaan
responden dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan.
48
Kelompok pekerjaan Jumlah responden Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga (IRT)
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Wiraswasta
Buruh
Swasta
35
32
11
1
2
43,2
39,5
13,6
1,2
2,5
Total 81 100
6) Sosial ekonomi
Sosial ekonomi adalah tingkat pendapatan keluarga setiap bulan dilihat
dari gaji pokok (dalam rupiah) dan dalam penelitian ini diukur
berdasarkan Upah Minimum Regional Daerah (UMRD) Lampung.
Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemenakertrans) tahun 2011, bahwa Upah Minimum Regional
Daerah (UMRD) Lampung tahun 2011 berkisar Rp 855.000,- sehingga
dalam penelitian ini dikategorikan sosial ekonomi rendah apabila
penghasilan per bulan sekitar ≤ Rp 1.000.000,- sedangkan sosial
ekonomi tinggi apabila penghasilan per bulan sekitar > Rp 1.000.000,-.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda
antara kelompok ekonomi rendah dengan kelompok ekonomi tinggi.
Kelompok ekonomi terbesar adalah pasien yang memiliki ekonomi
tinggi, yaitu sebanyak 41 pasien (50,6%) sedangkan kelompok
ekonomi terendah adalah pasien yang memiliki ekonomi rendah, yaitu
sebanyak 40 pasien (49,4%). Hal ini bisa dimengerti karena masih
49
rendahnya tingkat ekonomi penduduk Indonesia akibat minimnya
lapangan pekerjaan dan dalam penelitian ini paling banyak didapatkan
responden yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga
(IRT) serta pasien ASKES yang paling banyak sehingga hanya sedikit
didapatkan perbedaan antara ekonomi tinggi dengan ekonomi rendah.
Data lengkap mengenai distribusi frekuensi sosial ekonomi responden
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan sosial ekonomi.
Kelompok ekonomi Jumlah responden Persentase (%)
Ekonomi rendah (≤1 juta)
Ekonomi tinggi (>1 juta)
40
41
49,4
50,6
Total 81 100
b. Gambaran Pengetahuan Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang
Sudah Menikah Di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri Dan Gynekologi
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan bahwa dari 81 pasien yang
menjadi responden, 50 pasien (61,7%) memiliki pengetahuan yang baik
mengenai pemeriksaan pap smear, sedangkan 31 pasien (38,3%) memiliki
pengetahuan yang kurang mengenai pemeriksaan pap smear.
50
61.70%
38.30%
Pengetahuan Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang Sudah Menikah Di RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Pengetahuan BaikPengetahuan Kurang
Gambar 3. Grafik pengetahuan pemeriksaan pap smear wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
c. Gambaran Sikap Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang Sudah
Menikah Di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri Dan Gynekologi RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan bahwa dari 81 pasien yang
menjadi responden, 61 pasien (75,3%) memiliki sikap yang baik mengenai
pemeriksaan pap smear, sedangkan 20 pasien (24,7%) memiliki sikap
yang kurang mengenai pemeriksaan pap smear.
51
75.30%
24.70%
Sikap Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang Sudah Menikah Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Sikap BaikSikap Kurang
Gambar 4. Grafik sikap pemeriksaan pap smear wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
d. Gambaran Sarana Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang Sudah
Menikah Di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri Dan Gynekologi RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan bahwa dari 81 pasien yang
menjadi responden, 38 pasien (46,9%) memiliki sarana yang baik terhadap
pemeriksaan pap smear, sedangkan 43 pasien (53,1%) memiliki sarana
yang kurang terhadap pemeriksaan pap smear.
52
46.90%
53.10%
Sarana Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang Sudah Menikah Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Sarana BaikSarana Kurang
Gambar 5. Grafik sarana pemeriksaan pap smear wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
e. Gambaran Perilaku Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang Sudah
Menikah Di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri Dan Gynekologi RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan bahwa dari 81 pasien yang
menjadi responden, 53 pasien (65,4%) tidak melakukan pemeriksaan pap
smear, sedangkan 28 pasien (34,6%) melakukan pemeriksaan pap smear.
53
65.40%
34.60%
Perilaku Pemeriksaan Pap Smear Wanita Yang Sudah Menikah Di RSUD Dr. H. Ab-
dul Moeloek Provinsi Lampung
Tidak Melakukan Pe-meriksaan Pap SmearMelakukan Pemeriksaan Pap Smear
Gambar 6. Grafik perilaku pemeriksaan pap smear wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
2. Analisis Bivariat
1. Hubungan Pengetahuan Pemeriksaan Pap Smear Dengan Perilaku
Pemeriksaan Pap Smear Pada Wanita Yang Sudah Menikah Di
Poliklinik Rawat Jalan Obstetri Dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil analisis uji statistika menggunakan metode chi square,
maka didapatkan nilai p=0,000 (<0,1) untuk hubungan pengetahuan
pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear wanita
yang sudah menikah. Dan ini artinya bahwa terdapat hubungan bermakna
antara pengetahuan pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan
pap smear pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan
Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
54
Tabel 8. Tabulasi silang pengetahuan pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Perilaku pemeriksaan
pap smear
Pengetahuan Total
Kurang Baik
Tidak melakukan
Melakukan
30 (37%)
1 (1,3%)
23 (28,4%)
27 (33,3%)
53 (65,4%)
28 (34,6%)
Total 31 (38,3%) 50 (61,7%) 81 (100%)
2. Hubungan Sikap Pemeriksaan Pap Smear Dengan Perilaku
Pemeriksaan Pap Smear Pada Wanita Yang Sudah Menikah Di
Poliklinik Rawat Jalan Obstetri Dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil analisis uji statistika menggunakan metode chi square,
maka didapatkan nilai p=0,000 (<0,1) untuk hubungan sikap pemeriksaan
pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear wanita yang sudah
menikah. Dan ini artinya bahwa terdapat hubungan bermakna antara sikap
pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear pada
wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan
Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
55
Tabel 9. Tabulasi silang sikap pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Perilaku pemeriksaan
pap smear
Sikap Total
Kurang Baik
Tidak melakukan
Melakukan
20 (24,7%)
0 (0%)
33 (40,7%)
28 (34,6%)
53 (65,4%)
28 (34,6%)
Total 20 (24,7%) 61 (75,3%) 81 (100%)
3. Hubungan Sarana Pemeriksaan Pap Smear Dengan Perilaku
Pemeriksaan Pap Smear Pada Wanita Yang Sudah Menikah Di
Poliklinik Rawat Jalan Obstetri Dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil analisis uji statistika menggunakan metode chi square,
maka didapatkan nilai p=0,000 (<0,1) untuk hubungan sarana pemeriksaan
pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear wanita yang sudah
menikah. Dan ini artinya bahwa terdapat hubungan bermakna antara
sarana pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear
pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan
Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
56
Tabel 10. Tabulasi silang sarana pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap smear pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Perilaku pemeriksaan
pap smear
Sarana Total
Kurang Baik
Tidak melakukan
Melakukan
37 (45,7%)
6 (7,4%)
16 (19,7%)
22 (27,2%)
53 (65,4%)
28 (34,6%)
Total 43 (53,1%) 38 (46,9%) 81 (100%)
B. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan Wanita Yang Sudah Menikah Terhadap
Pemeriksaan Pap Smear
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga (Notoatmodjo 2007).
Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan diperlukan
sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap
dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2003).
57
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan
pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan
respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui
itu. Akhirnya, rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu
berupa tindakan terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek
tadi. Namun demikian, di dalam kenyataannya stimulus yang diterima
subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya, seseorang dapat
bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna
stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan seseorang tidak
harus didasari oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmodjo, 1997).
Berdasarkan hasil tabulasi silang (Tabel 8.) didapatkan bahwa dari 81
pasien yang menjadi responden, 50 pasien (61,7%) memiliki pengetahuan
yang baik mengenai pemeriksaan pap smear, sedangkan 31 pasien (38,3%)
memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pemeriksaan pap smear. Ini
dikarenakan kelompok responden yang paling banyak adalah pasien
ASKES dan kelompok tingkat pendidikan terbesar adalah tingkat
pendidikan Perguruan Tinggi (PT), serta tingginya arus informasi yang
bisa didapatkan oleh responden seperti dari penyuluhan, teman atau
keluarga, tempat kerja, televisi, radio, majalah, serta kader ataupun
petugas kesehatan dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan Meliono (2007) bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh faktor
58
media dan keterpaparan informasi. Notoatmodjo (2007) juga menyebutkan
bahwa sosial ekonomi, pengalaman, dan informasi adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan.
Walaupun didapatkan hasil lebih banyak responden yang memiliki
pengetahuan yang baik mengenai pemeriksaan pap smear, tetapi hanya
sedikit responden yang melakukan pemeriksaan pap smear yaitu sekitar 28
pasien (34,6%). Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain
yang menyebabkan wanita yang sudah menikah tidak melakukan
pemeriksaan pap smear, dari hasil wawancara mendalam diantaranya
adalah tidak ditemukan keluhan atau gejala pada responden sehingga
menganggap pap smear tidak terlalu penting, sosial ekonomi (biaya), dan
sosial budaya (dilarang suami, malu untuk melakukannya, takut
mengetahui adanya kelainan, dan sebagainya).
Menurut teori “The Health Belief Models”, bahwa agar seseorang
bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus
merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut,
didorong pula oleh keseriusan penyakit yang dirasakannya (perceived
seriousness) serta manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakannya
(perceived benafis and barriers). Lawrence Green juga mengatakan bahwa
perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Serta ketersediaan fasilitas, biaya, sikap
dan perilaku para petugas kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama,
59
undang-undang dan peraturan-peraturan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian dari Nurhasanah (2008) mengatakan bahwa alasan wanita yang
sudah menikah tidak melakukan pemeriksaan pap smear adalah adanya
faktor sosial budaya seperti masih malu melakukan pemeriksaan pap
smear dan takut mengetahui adanya kelainan serta merasa belum perlu
melakukan pemeriksaan pap smear karena tidak ada tanda-tanda yang
menjurus ke kanker serviks. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
penelitian yang dilakukan Bakheit dan Haron (2001) bahwa alasan wanita
menolak dilakukan pap smear karena rasa malu dan tidak diizinkan oleh
suaminya.
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara pengetahuan pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan
pap smear pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan
Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
dengan nilai p=0,000 (<0,1). Hal ini sesuai dengan teori perilaku dari L.
Green dalam Notoatmodjo (2010) yang mengungkapkan bahwa
pengetahuan mempengaruhi perilaku seseorang. Penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2008) yang
menyatakan bahwa pemeriksaan pap smear 0,38 kali kemungkinan besar
terjadi pada PUS dengan pengetahuan tinggi dibandingkan dengan
pengetahuan rendah dengan nilai p=0,033 (<0,05); RP=0,389. Begitu juga
penelitian yang dilakukan oleh Gamarra dkk (2005) yang menyatakan
60
bahwa pengetahuan berhubungan secara signifikan dengan pemeriksaan
pap smear (P=0,01).
2. Hubungan Sikap Wanita Yang Sudah Menikah Terhadap
Pemeriksaan Pap Smear
Menurut H.L. Bloom, dalam Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi
atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan
reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek.
Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus
atau objek (dalam hal ini adalah pemeriksaan pap smear). Setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan
menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut.
Oleh sebab itu, indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan
pengetahuan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
61
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Berdasarkan hasil tabulasi silang (Tabel 9.) didapatkan bahwa dari 81
pasien yang menjadi responden, 61 pasien (75,3%) memiliki sikap yang
baik mengenai pemeriksaan pap smear, sedangkan 20 pasien (24,7%)
memiliki sikap yang kurang mengenai pemeriksaan pap smear. Ini
dikarenakan tingkat pendidikan responden yang tinggi dan pengetahuan
responden yang baik mengenai pemeriksaan pap smear sehingga
mempengaruhi sikap responden juga {Allport (1954) dalam Notoatmodjo
(2003)}.
Meskipun didapatkan hasil lebih banyak responden yang memiliki sikap
yang baik mengenai pemeriksaan pap smear, tetapi hanya sedikit
responden yang melakukan pemeriksaan pap smear yaitu sekitar 28 pasien
(34,6%). Hal tersebut dapat dipahami bahwa meskipun sikap mereka lebih
baik namun belum tentu mengambil keputusan untuk melakukan
pemeriksaan pap smear. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor
lain seperti adanya perasaan malu atau tabu, ekonomi rendah, dan lain
62
sebagainya, meskipun sikap mereka baik. Penelitian Nurhasanah (2008)
mengatakan bahwa sikap yang baik belum tentu mengambil keputusan
untuk melakukan pemeriksaan pap smear. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh adanya faktor lain seperti perasaan malu atau tabu.
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Bakheit dan Haron (2001)
dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
sikap dengan pemeriksaan pap smear (p=0,92).
Menurut teori “Thoughs and Feeling”, sikap positif terhadap nilai-nilai
kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:
a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi
saat itu. Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin
membawanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai
uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.
b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu
kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa
anaknya yang sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai
sikap yang positif terhadap rumah sakit, sebab ia teringat akan anak
tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di rumah sakit.
c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB
dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun
sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak
mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apa pun.
63
d. Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-
nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan
hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong-royong adalah suatu nilai yang
selalu hidup di masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Akan tetapi, hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara sikap pemeriksaan pap smear dengan perilaku
pemeriksaan pap smear pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik
Rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung dengan nilai p=0,000 (<0,1). Data dari 61 pasien
(75,3%) yang memiliki sikap yang baik mengenai pemeriksaan pap smear
tersebut, didapatkan 33 pasien (40,7%) yang tidak melakukan pemeriksaan
pap smear dan 28 pasien (34,6%) yang melakukan pemeriksaan pap smear.
Sedangkan dari 20 pasien (24,7%) yang memiliki sikap yang kurang
mengenai pemeriksaan pap smear tersebut, didapatkan seluruhnya atau 20
pasien (24,7%) yang tidak melakukan pemeriksaan pap smear. Sehingga
peneliti menyimpulkan bahwa sikap yang baik cenderung menyebabkan
wanita yang sudah menikah melakukan pemeriksaan pap smear,
sebaliknya sikap yang kurang menyebabkan wanita yang sudah menikah
tidak melakukan pemeriksaan pap smear. Hal ini sesuai dengan teori
perilaku dari L. Green dalam Notoatmodjo (2010) yang mengungkapkan
bahwa sikap mempengaruhi perilaku seseorang. Meskipun demikian,
peneliti tidak menemukan penelitian yang sejalan dengan hasil penelitian
peneliti. Hampir seluruhnya penelitian lain mengatakan bahwa sikap tidak
64
mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku pemeriksaan pap
smear.
3. Hubungan Sarana Pemeriksaan Pap Smear Terhadap Perilaku
Wanita Yang Sudah Menikah
Menurut Bruce (1990) menyatakan bahwa sarana merupakan salah satu
unsur input/masukan disamping tenaga. Sarana merupakan salah satu di
dalam unsur-unsur pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Bruce (1990) juga menyatakan
bahwa apabila sarana tidak sesuai dengan standar maka sulit diharapkan
baiknya mutu pelayanan (Nahampun, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan sarana ke dalam tiga
komponen, yaitu keterjangkauan tempat pelayanan kesehatan khususnya
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dari lokasi tempat
tinggal responden, kemudahan dalam mengakses lokasi tersebut, dan biaya
pemeriksaan pap smear di tempat pelayanan kesehatan tersebut.
Berdasarkan hasil tabulasi silang (Tabel 10.) didapatkan bahwa dari 81
pasien yang menjadi responden, 38 pasien (46,9%) memiliki sarana yang
baik terhadap pemeriksaan pap smear, sedangkan 43 pasien (53,1%)
memiliki sarana yang kurang terhadap pemeriksaan pap smear. Meskipun
demikian, perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Hal ini bisa disebabkan
oleh masih banyaknya responden yang memiliki tingkat ekonomi rendah
dan sebagian besar responden tidak mempunyai pekerjaan atau hanya
65
sebagai ibu rumah tangga saja (IRT). Di samping itu, bobot pertanyaan
mengenai biaya pemeriksaan pap smear lebih besar dibandingkan dengan
bobot pertanyaan mengenai jarak dan transportasi umum, sehingga banyak
pasien yang terbebani dengan biaya tersebut. Dan dari 38 pasien (46,9%)
yang memiliki sarana yang baik terhadap pemeriksaan pap smear tersebut,
didapatkan 16 pasien (19,7%) yang tidak melakukan pemeriksaan pap
smear dan 22 pasien (27,2%) yang melakukan pemeriksaan pap smear.
Sedangkan dari 43 pasien (53,1%) yang memiliki sarana yang kurang
terhadap pemeriksaan pap smear tersebut, didapatkan 37 pasien (45,7%)
yang tidak melakukan pemeriksaan pap smear dan 6 pasien (7,4%) yang
melakukan pemeriksaan pap smear. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sarana yang kurang menyebabkan wanita yang sudah menikah tidak
melakukan pemeriksaan pap smear.
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara sarana pemeriksaan pap smear dengan perilaku pemeriksaan pap
smear pada wanita yang sudah menikah di Poliklinik Rawat Jalan Obstetri
dan Gynekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan
nilai p=0,000 (<0,1). Hal ini sesuai dengan teori perilaku dari L. Green
dalam Notoatmodjo (2010) yang mengungkapkan bahwa sarana
mendukung perilaku seseorang.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhasanah (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara tingkat sosial ekonomi dengan pemeriksaan pap smear dimana
66
pemeriksaan pap smear 0,3 kali kemungkinan besar terjadi pada tingkat
sosial ekonomi tinggi dibandingkan dengan tingkat sosial ekonomi rendah
dengan nilai p=0,022 (<0,05); RP=0,333. Pernyataan yang sama juga
diungkapkan oleh Kurniawan, dkk (2008) dalam penelitiannya yang
menyatakan bahwa semakin besar pendapatan responden, maka semakin
besar pula partisipasi wanita untuk melakukan pemeriksaan pap smear.
Hal ini kemungkinan dikarenakan dengan semakin besarnya pendapatan
responden, maka responden memiliki ketersediaan sumber dana yang
cukup dalam menunjang partisipasinya untuk melakukan pemeriksaan pap
smear. Darnindro, dkk (2006) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendapatan responden maka perilaku akan semakin
baik dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Rendahnya tingkat
pendapatan perkapita masyarakat menjadikan kebutuhan akan
pemeriksaaan kesehatan berkala belum menjadi kebutuhan primer.
Tingkat ekonomi yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk
memperoleh kebutuhan yang lebih, misalnya di bidang pendidikan,
kesehatan, pengembangan karir, dan sebagainya. Demikian juga
sebaliknya, jika ekonomi lemah maka menjadi hambatan dalam
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan sosial ekonomi
(kemiskinan, orang yang bekerja atau penghasilan rendah) yang
memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan
keluarga. Jenis pekerjaan erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan
lingkungan kerja, dimana bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan
pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat,
67
dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada kurangnya
pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan
karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat
pelayanan kesehatan (Zacler, dalam Notoatmodjo, 1997).
Top Related