HEMATEMESIS MELENA
BAB 1
PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari
ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non-
varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosis.
Manifestasi perdarahan saluran makanan bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan,
banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-menerus atau
tidak. Kemungkinan pasien datang dengan : 1). anemia defisiensi besi akibat perdarahan
tersembunyi yang berlangsung lama, 2). Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa
anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat
kegawatan pasien.(3)
Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas yang sering dilaporkan adalah pecahnya
varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan
keganasan. Perbedaan laporan-laporan penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas
terletak pada urutan penyebab tersebut.(3)
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya,
yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosa, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah
mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan
ulang. Konsensus nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi
pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap pelayanan kesehatan
masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi. Adapun langkah-langkah praktis
pengelolaan perdarahan saluran makanan bagian atas adalah sebagai berikut: 1). Pemeriksaan
awal, penekanan pada status awal hemodinamik; 2). Resusitasi, terutama untuk stabilitas
hemodinamik; 3). Melanjutkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan ; 4). Memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah; 5).
Menegakkan diagnosa pasti penyebab perdarahan; 6). Terapi untuk menghentikan perdarahan,
penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah perdarahan ulang.(3)
Tegaknya diagnosa penyebab perdarahan sangat menentukan langkah terapi yang diambil.(3)
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI
Hematemesis diartikan sebagai muntah darah, dan Melena sebagai pengeluaran kotoran
yang hitam seperti ter karena adanya darah yang berubah bentuknya.(1)
II.2 ANATOMI DAN HISTOLOGI SALURAN PENCERNAAN MAKANAN
a. Anatomi
Gambar:Anatomi saluran makanan.(5)
Anatomi dari Esofagus
Gambar:penbagian daerah esophagus (5)
AnatomiLambung
Gambar : Anatomi lambung (5)
b. Histology
1. Gaster
Gaster manusia terbagi atas tiga bagian : kardia, fundus, dan korpus, dan pilorus. Fundus
dan korpus adalah bagian lambung yang terluas.(5)
Dinding gaster terdiri dari atas empat lapisan umum saluran cerna : Mukosa, Submukosa,
muskularis eksterna, dan serosa.(5)
Mukosa gaster terdiri dari atas tiga lapisan: epitel, lamina propria, dan mukosa
muskularis. Permukaan lumen mukosa ditutupi epitel selapis gepeng silindris. Epitel ini juga
meluas ke dalam dan melapisi foveola gastrika yang merupakan invaginasi epitel permukaan. Di
daerah fundus gaster, foveola ini tidak dalam dan masuk ke dalam mukosa sampai kedalaman
seperempat tebalnya. Di bawah epitel permukaan terdapat lapisan jaringan ikat longgar, yaitu
lamina propria di antara kelejar gaster ke arah epitel permukaan.(5)
Kelenjar gaster berhimpitan di dalam lamina propria dan menempati seluruh tebal
mukosa. Kelenjar-kelenjar ini bermuara ke dalam dasar foveola gastrika. Epitel permukaan
gaster mengandung jenis sel yang sama, dari daerah kardia sampai ke pilorus; namun terdapat
perbedaan regional pada jenis sel yang menyusun kelenjar gastrika. Dengan pembesaran yang
lebih lemah, dua jenis sel dapat dikenali di kelenjar gaster pada fundus gaster. Sel parietal
asidofilik terlihat pada bagian atas kelenjar ; sel zimogen yang lebih basofilik menmpati bagian
lebih ke bawah. Lamina propria daerah di bawah kelenjar dapat mengandung kelompok jaringan
limfoid dan limfonodus kecil.(5)
Mukosa: Mukosa gaster kosong memperlihatkan banyak lipatan yang disebut rugae.
Lipatan- lipatan ini bersifat sementara dan terbentuk akibat kontraksi lapisan otot polos, yaitu
mukosa muskularis. Saat lambung terisi cairan atau materi padat, ruge ini menghilang dan
mukosa tampak licin.(5)
Submukosa : Lapisan tebal tepat dibawah mukosa muskularis adalah submukosa. Pada
lambung kosong, lapisan ini meluas sampai ke dalam lipatan atau ruge. Submukosa mengandung
jaringan ikat tidak teratur ang lebih padat dengan lebih banyak serat kolagen dibandingkan
dengan lamina propria. Selain unsur normal sel sel jaringan ikat, submukosa mengandung
banyak jaringan pembuluh limfe kapiler, arteriol besar, dan venul. Di bagian yang lebih dalam
submukosa terlihat juga ganglia parasimpatis pleksus saraf Meissner mukosa yang terisolasi atau
berada dalam kelompok kecil.(5)
Muskularis eksterna : pada gaster, muskularis eksterna terdiri dari tiga lapis otot polos,
masing-masing terorientasi dalam bidang berbeda : lapisan oblik di dalam, sirkular di tengah,
dan longitudinal di luar. Lapisan oblik tidak utuh, dan akibatnya lapisan ini tidak selalu tampak
pada sediaan dinding gaster. Pada sediaan ini, lapisan sirkuler terpotong memanjang dan lapisan
memanjang terpotong melintang. Di antara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal, terdapat
pleksus saraf mesentericus ganglia parasimpatis dan serat saraf.(5)
Serosa : Lapisan paling luar dinding gaster adalah serosa. Lapisan ini adalah lapisan tipis
jaringan ikat yang menutupi muskularis eksterna. Di luarnya, lapisan ini ditutupi selapis mesotel
gepeng peritoneum visceral. Jaringan ikat yang ditutupi peritoneum viseral dapat mengandung
banyak sel lemak. (5)
2. Peralihan Duodenum – Pilorus
Pilorus gaster dipisahkan dari duodenum usus halus oleh lapisan otot polos tebal yang
disebut sfingter pilori. Sfingter ini dibentuk oleh penebalan lapisan sirkular muskularis eksterna
gaster.(5)
Pada peralihan pilorus dengan duodenum, rigi mukosa di sekitar foveola gastrika
melebar, lebih tidak teratur, dengan bentuk lebih variabel. Kelenjar pilorus tubular bergelung
berada di dalam lamina propria dan bermuara di dasar foveola gastrica. Sering terlihat
limfonodulus di daerah peralihan gaster dan usus halus.(5)
Epitel gaster penghasil mukus langsung berubah menjadi epitel usus di duodenum. Epitel
ini terdiri atas sel silindris dengan mikrovili dan sel goblet yang terdapat sepanjang saluran
cerna. Duodenum memiliki modifikasi permukaan khusus berupa vili. Setiap vilus merupakan
tonjolan permukaan berbentuk daun dengan ujung lancip. Di antara vili terdapat ruang antarvili
yang merupakan perluasan lumen usus.(5)
Di dalam lamina propria duodenum tampak kelenjar intestinal tubuler simpleks.
Kelenjar-kelenjar ini terutama terdiri dari sel goblet dan sl dengan mikrovili pada epitel
permukaan.(5)
Kelenjar duodenal menempati sebagian besar submukosa di duodenum bagian atas dan
khas untuk bagian usus halus ini. Saluran keluar kelenjar ini menembus mukosa muskularis
duodenum dan bermuara pada dasar kelenjar intestinal. Akibatnya, mukosa muskularis tampak
terputus-putus di daerah ini. Kecuali kelenjar submukosa esofageal propria, kelenjar duodenal
adalah kelenjar submukosa satu-satunya pada saluran cerna. Di muskularis eksterna gaster dan
muskularis eksterna duodenum terdapat neuron-neuron pleksus syaraf mienterica.(5)
3. Duodenum
Dinding duodenum terdiri atas empat lapisan : mukosa dengan epitel pelapisnya, lamina
propria, dan mukosa muskularis; jaringan ikat submukosa dibawahnya dengan kelenjar duodenal
mukosa; kedua lapisan otot polos muskularis eksterna dan serosa. Lapisan-lapisan ini menyatu
dengan lapisan yang serupa pada gaster, usus halus, dan usus besar. Lipatan sirkuler terbentuk di
dalam duodenum, mereka adalah bagian dari membran mukus dan jaringan submukosa dan
memiliki ketebalan hingga 8 mm. Tunica muscularis bukan merupakan bagian dari plika. Bagian
ini memperlihatkan 2 lipatan yang bergabung. Permukaan dari lipatan Kerckring
memperlihatkan intestinal vili dalam beberapa bentuk dan ukuran. Bagian tersebut memiliki
ketinggian 0,5-1,5 mm dengan ketebalan sekitar 0,15 mm. Interstinal vili selimuti oleh epitel
kolumner.Sel otot halus bermula dari mukosa lamina muskularis sampai ke lamina propria vili.
Vili ini melekat di membran mukosa. Tubular canal memanjang mulai dari permukaan sel
dibawah invaginasi antara mikrovili dan mukosa lamina muskularis. Canal ini lah yang
merupakan kelenjar intestinal Lieberkuhn atau juga dapat disebut rongga Lieberkuhn. Kelenjar
duodenal atau disebut juga dengan kelenjar Brunner adalah ciri khas dari duodenum. Kelenjar ini
terletak di lapisan submukosa. Kelenjar dengan saluran berkelok ini serupa dengan yang terdapat
pada gaster.(5)
II.3 FISIOLOGI
Fisiologi yang akan dibahas yaitu fisiologi saluran cerna terhadap makanan yang masuk
melalui mulut sampai masuk ke gaster.(5)
Faring dan Oesofagus memiliki fungsi yang utama yaitu untuk mentransfer makanan dari
mulut masuk ke lambung.(5)
Stimulus yang dihasilkan oleh makanan yang masuk ke esofagus berupa rangsangan
mekanik. Menelan menghasilkan rangsangan mekanis terhadap faring dan masuknya bolus ke
esofagus memberikan efek distensi terhadap esofagus. Kemudian juga terjadi reflex berupa
relaksasi dari proximal dari esofagus dan pada bagian distal terjadi kontraksi refleks ini juga
disebut peristaltik yang berfungsi untuk mendorong makanan masuk ke lambung. Stimulasi dari
esofagus bagian proxismal mengakibatkan lower esofagus sfingter relaksasi dan membuka
sehingga makanan masuk ke lambung.(5)
Lambung mempunyai 2 mekanisme untuk mencerna makanan yaitu fungsi mekanik
dengan cara distensi dan kotraksi dari otot polos dari lambung dan dengan cara kimiawi dengan
cara mengeluarkan asam lambung untuk mencerna protein di lumen. Perlu diketahui bahwa asam
lambung yang dikeluarkan mempunyai pH yang sangat rendah sehingga bakteri yang tidak tahan
asam akan mati sesaat setelah masuk ke lambung. Mukosa lambung menjaga dirinya dari efek
buruk dari asam lambung dengan adanya prostaglandin.(5)
II.4 ETIOLOGI
II.4.1 Etiologi perdarahan saluran makanan bagian atas
Riwayat dan pemeriksaan fisik yang pada orofaring dan rongga nasal harus dilakukan
untuk menyingkirkan adanya darah yang tertelan sebagai sumber hematemesis.(1)
Ada empat penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (SMBA) yang paling sering
ditemukan, yaitu (1) ulkus peptikum, (2) gastritis erosif, (3) varises, dan (4) ruptur mukosa
esofagogastrika. Semua keadaan ini meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan
gastrointestinal atas dengan ditemukannya suatu lesi yang pasti.(1)
Ulkus peptikum yang mengenai lambung atau doudenum merupakan penyebab perdarahan
SMBA yang paling sering ditemukan. Karena perdarahan merupakan manifestasi pertama pada
ulkus peptikum, lesi ini harus dipertimbangkan secara serius bahkan kalau riwayat penyakit
dengan ciri khas ulkus tersebut tidak didapat.(1)
Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan atau dengan
penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Erosi lambung lebih sering
pada pasien yang mengalami trauma berat, pembedahan atau penyakit sistemik yang berat,
khususnya para korban luka bakar dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Karena
tidak ada gejala fisis yang khas, diagnosa gastritis harus harus dicurigai kalau ditemukan kondisi
klinis yang sesuai.(1)
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif; kehilangan darah
gastrointestinal yang kronik jarang ditemukan. Perdarahan dari varises esofagus atau lambung
biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun
sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika serikat,
setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat mengakibatkan perdarahan varises.
Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung
lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang dapat
menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun
perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan,
kurang lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan nyang berasal dari ulkus
peptikum atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat
penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting
menentukan penyebab perdarahan nagar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.(1)
Dengan kemajuan bidang esofagogastroduodenoskopi, sindroma Mallory-Weiss ditemukan
dengan frekuensi yang meningkat sebagai penyebab perdarahan SMBA akut. Laserasi mukosa
terjadi didaerah batas esofagogastrika dan riwayat medisnya sering ditandai oleh gejala muntah
tanpa isi atau vomitus tanpa darah, yang kemudian diikuti dengan hematemesis.(1)
Lesi perdarahan esofagus yang jarang termasuk esofagitis dan karsinoma; semua ini
menyebabkan hilangnya darah kronik dan jarang menimbulkan perdarahan masif.(1)
Karsinoma gaster, Limpoma, Polip, dan Tumor lambung dan usus kecil lainya jarang
menimbulkan perdarahan. Leiomioma leiomiosarkoma jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan
perdarahan masif. Perdarahan divertikula duodenum dan jejunum relatif jarang terjadi.
Insufisiensi vaskular pembulih darah mesenterik , termasuk penyakit oklusif dan nonoklusif,
dapat menyebabkan diare berdarah.(1)
Ruptur aneurisma aorta aterosklerotik kedalam usus kecil hampir selalu fatal. Ruptur
biasanya terjadi setelah pembedahan rekontruksi arteri dengan pembentukan fistula antar graf
sintetik dan lumen usus. Perdarahan yang sedikit atau banyak dapat mendahului perdarahan
masif yang mendadak dari fistulo aortoenterik. Perdarahan mendadak juga dapat terjadi setelah
trauma yang dapat menyebabkan laserasi hepar; keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya darah
kedalam saluran empedu.(1)
Diskrasi darah primer, vaskulitis dan kelainan jaringan ikat dapat menyebabkan perdarahan
SMBA yang signifikan. Uremia dapat menyebabkan hilangnya darah dari gastrointestinal. Gejala
yang paling sering adalah perdarahan kronik dari lesi yang difusdari mukosa lambung dan usus
kecil.(1)
II.4.2 Etiologi Perdarahan Saluran Makanan Bagian Bawah
Lesi pada anus dan rektum. Sedikit darah yang berwrna merah cerah pada permukaan
feses dan kertas toilet sering disebabkan oleh hemorhoid, fisura ani atau fistula. Perdarahan
semacam ini biasanya dicetuskan oleh kotoran yang keras sehingga defekasi dilakukan dengan
mengejan. Proktitis merupakan perdarahan rektum yang lain. Proktitis ini sering merupakan
varian kolitis ulseratif yang terbatas dan bersifat idiopatik. Pada keadaan lain, terutama pada
kaum laki-laki homoseksual atau pada pasien yang terinfeksi HIV, proktitis dapat disebabkan
oleh sitomegalovirus (CMV) atau gonore atau neoplasma. Trauma rektum merupakan penyebab
hematokezia, dan benda asing yang dimasukkan kedalam lekukan rektum dapat menimbulkan
perforasi disamping perdarahan rektum yang akut. Harus ditekankan bahwa kelainan patologi
anus tidak meniadakan sumber-sumber kehilangan darah lainnya, dan kemungkinan adanya
sumber-sumber ini harus dicari dan dikesampingkan.(1)
Lesi pada kolon. Baik karsinoma kolon maupun polip pada kolon dapat menyebabkan
kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia, yaitu telengiektesia mukosa, yang biasanya
mengenai kolon ascendens, merupakan sumber utama perdarahan akut atau kronik pada pasien
lanjut usia. Diare berdarah yang nyata sering dijumpai dan merupakan gejala yang tampak pada
pasien kolitis ulserativa. Gejala ini tidak begitu sering dijumpai pada kolitis granulomatosa,
tetapi darah okulta dapat ditemukan dalam tinja. Perdarahan dapat pula menyertai diare yang
disebabkan oleh infeksi Shigella, Amoeba, Campylobacter, C.difficile, dan kadang-kadang
salmonella. Pada pasien lanjut usia, kolitis iskemik dapat menyebabakan diare berdarah. Lesi ini
dapat pula dijumpai pada perempuanyang lebih muda, yang menggunakan preparat kontrasepsi
oral.(1)
Divertikula. Perdarahan pada divertikula kolon merupakan penyebab terjadinya
perdarahan gastrointestinal bawah yang masif. Gambaran yang lazim ditemukan pada perdarahan
divertikula adalah tinja berwarna merah tua yang dikeluarkan tanpa rasa nyeri. Divertikula
Meckel, yaitu suatu anomali kongenital pada ileum bagian dista, ditemukan pada sekitar dua
persen populasi dan merupakan penyebab perdarahan akut yang penting pada anak-anak serta
dewasa muda. Meskipun hanya sekitar 15 persen dari divertikula ini yang mengandung mukosa
lambung, namun separuh lesi yang menyebabkan perdarahan akut berisi mukosa lambung.(1)
II.5 PATOFISIOLOGI
Gejala perdarahan intestinal ini menunjukkan bahwa sumber perdarahan terletak di bagian
proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida
didalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadinya
perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah gelap, coklat, atau hitam. Bekuan darah
yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti “ampas kopi” yang khas. Hematemesis
biasanya menunjukkan perdarahan disebelah proksimal ligamentum Treitz, karena darah yang
memasuki traktus gastrointestinal dibawah doudenum jarang masuk kedalam lambung.(2)
Gambar: Sumber Perdarahan
GIT (4)
Gambar: Lokasi perdarahan saluran makanan bagian atas.(4)
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya akan
mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis. Istilah
Melena biasanya menggambarkan perdarahan dari esofagus, lambung atau doudenum, tetapi lesi
didalam jejunum, ileum dan bahkan kolonascendens dapat menyebabkan melena asalkan waktu
perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Kurang lebih 60mL darah cukup untuk
menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja yang berwarna hitam. Kehilangan darah akut
yang lebih besar dari jumlah ini dapat menimbulkan melena lebih dari 7 hari. Setelah warna tinja
kembali normal , hasil tes untuk adanya darah samar dapat tetap positif selama lebih dari satu
minggu. Warna melena yang hitam terjadi akibat kontak darah dengan asam hidroklorida
sehingga terbentuk hematin. Tinja tersebut akan terbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan
bau yang khas. Konsistensi seperti ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam atau gelap
setelah seseorang mengkonsumsi zat besi, bismut atau licorice. Demikian pula tinja yang merah
dapat terjadi akibat mengkonsumsi bit atau setelah menyuntikan sulfobromoftalein intravena.
Perdarahan gastrointestinal, sekalipun hanya terdeteksi dengan tes yang positif untuk darah
samar, menunjukkan darah yang potensial serius dan harus diselidiki lebih lanjut. (2)
II.6 RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat penyakit atau gejala yang mengarah ke penyakit ulkus dapat memberikan petunjuk
yang berguna. Demikian pula, riwayat penggunaan alkohol yang berlebihan atau pemakaian
obat-obat antiinflamasi yang belum lama harus menimbulkan kecurigaan terhadap kemungkinan
gastritis erosif. Jika penggunaan alkohol tersebut telah berjalan lama, varises esofagus lebih
cenderung menjadi perdarahan. Riwayat perdarahan gastrointestinal sebelumnya dapat
membantu sebagaimana halnya penyakit intestinal atau kelainan perdarahan didalam keluarga.
Gejala muntah tanpa isi yang baru saja terjadi dan diikuti hematemesis menunjukkan
kemungkinan sindroma Mallory-Weiss. Penyakit usus inflamatorik atau kolitis infeksiosa.
Penyakit sistemik yang menyertai, luka bakar atau trauma yang baru saja terjadi dapat
menimbulkan gastritis erosif.(1)
II.7 PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL
Pendekatan kepada pasien dengan perdarahan tergantung pada lokasinya, luas dan
kecepatan perdarahan. Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah
mempertahankan volume intravaskular yang adekuat dan stabilitas hemodinamik. Pasien dengan
hematemesis biasanyamengalami perdarahan dalam jumlah yang lebih besar (sering lebih dari
1000 ml) dibandingkan dengan penderita yang mengalami melena saja (biasanya 500ml) atau
kurang), dan mortalitas pada hematemesis adalah sekitar dua kali dibandingkan pada melena.
Pada saat pertama terlihat, pasien mungkin dalam keadaan syok. Sebelum melakukan anamnesis
dan melakukan seluruh pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital harus dicatat, darah dikirim untuk
golongan darah dan percocokan silang (cross-matching), dan pasang infus intravena dengan
jarum besar untuk infus garam faali atau plasma ekspander lain.(1)
II.8 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis perdarahan gastrointestinal tergantung pada luas serta kecepatan
perdarahan dan adanya penyakit yang terjadi bersamaan. Kehilangan darah kurang dari 500mL
jarang disertai dengan tanda-tanda sistemik; kecuali perdarahan pada manula atau pada pasien
anemia di mana jumlah kehilangan darah yang lebih kecil sudah dapat menimbulkan perubahan
hemodinamika. Perdarahan yang cepat dengan jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan
penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
akibat reflek vasokontriksi. Hipotensi orthostatik yang lebih besar daripada 10mmHg biasanya
menunjukkan penurunan volume darah sebesar 20 persen atau lebih. Gejala yang timbul
bersamaan meliputi sinkop, kepala terasa ringan, nausea, prespirasi, dan rasa haus. Kalau
kehilangan darah mendekati 40 persen dari volume darah, gejala syok sering terjadi disertai
takikardi dan hipotensi yang nyata. Gejala pucat tampak mencolok dan kulit penderita teraba
dingin.(1)
Pada keadaan perdarahan yang terjadi dengan cepat, nilai hematokrit mungkin tidak
mencerminkan besarnya darah yang hilang secara akurat karena keseimbangan dengan cairan
ekstravaskular dan hemodilusi memerlukan waktu lebih dari 8 jam. Hasil laboratorium yang
lazim ditemukan adalah leukositosis ringan dan trombositosis yang terjadi dalam waktu 6 jam
setelah mulainya perdarahan. Kadar BUN (blood urea nitrogen) dapat meninggi dan tidak
sebanding dengan peninggian kadar kreatinin, khususnya pada perdarahan gastrointestinal
bagian atas. Keadaan ini terjadi akibat pemecahan protein darah menjadi ureum oleh bakteri
intestinal disamping akibat penurunan ringan laju filtrasi glomeruler.(1)
Perdarahan tersembunyi, yang ditemukan dengan card test untuk hemoglobin
peroksidase, merupakan petunjuk yang penting guna menemukan neoplasma kolateral pada
stadium dini yang potensial untuk disembuhkan. Pemeriksaan tersebut dianjurkan pada pasien
yang berusia di atas 40 tahun sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan tahunan, dan test kit
untuk pemeriksaan ini dapat dibeli oleh pasien sendiri. Interpretasi hasil test tersebut dipersulit
oleh keharusan untuk memeriksa tinja lebih dari satu kali (biasanya dua buah sampeldari tiga kali
pengambilan tinja) dan bila hasilnya positif, pemeriksaan tambahan diperlukan. Hasil yang
positif dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang fisiologis, adanya enzim-enzim peroksidase
dalam makanan atau oleh setiap penyebab perdarahan gastrointestinal bagian atas atau bawah.
Konsumsi vitamin C lebih dari 500 mg per hari dapat memberikan hasil tes yang negatif palsu
(false-negative). Untuk membatasi variabel pengacau (caunvonding), pasien harus dites dengan
diet tinggi serat dan rendah daging tanpa menggunakan preparat antiinflamasi nonsteroid
maupun vitamin C. Tes kuantitatif dan spesifik ini tengah dikembangkan serta dianjurkan
(Hemoquant) untuk memperbaiki kepekaan pemeriksaan skrining darah okulta pada feses.(1)
Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah. Cara praktis
membedakan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) atau saluran makanan bagian
bawah (SMBB) terdapat dalam table dibawah ini.(3)
Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan sepeti kopi karena
berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti perdarahan berasal dari SMBA. Timbul
melena, berak hitam lengket dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sekaligus
sejumlah 50-100 mL atau lebih. Untuk lebih memastikan keterangan melena yang diperoleh dari
anamnesa, dapat dilakukan pemeriksaan digital rektum. Perdarahan SCBA dengan manifestasi
hematokezia (berak darah segar) dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan banyak melebihi
1000mL dan disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil atau syok.(3)
Tabel perbedaan perdarahan SMBA dan SMBB.(3)
Perdarahan SMBA Perdarahan SMBB
- Manifestasi klinis
pada umumnya
- Aspirasi nasogastrik
- Rasio
(BUN/Kreatinin)
- Auskultasi usus
- Hematemesis dan /
melena
- Berdarah
- Meningkat > 35
- Hiperaktif
- Hematokezia
- Jernih
- < 35
- Normal
II.9 PEMERIKSAAN PADA PERDARAHAN SALURAN MAKAN
a. Pemeriksaan awal pada perdarahan saluran makanan
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan beratnya
perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaan meliputi : 1). Tekanan
darah dan nadi posisi baring, 2). Perubahan orthostatik tekanan darah dan nadi, 3). Ada tidaknya
vasokontriksi perifer (akral dingin), 4). Kelayakan napas, 5). Tingkat kesadaran, 6). Produksi
urin.(3)
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular akan
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1).
Hipotensi (90/60mmHg atau MAP < 70mmHg) dengan frekuensi nadi > 100x/menit; 2).
Tekanan diastolik orthostatik turun > 10mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg; 3). Frekuensi
nadi orthostatik meningkat lebih > 15 x/menit; 4). Akral dingin; 5). Kesadaran menurun; 6).
Anuria atau oligouria (produksi urin < 30 mL/jam).(3)
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik tidak
stabil ialah bila ditemukan : 1). Hematemesis, 2). Hematokesia (berak darah segar), 3). Darah
segar pada aspirasi darah gastrik dan dengan lavase tidak segera jernih, 4). Hipotensi persisten,
5). Dalam 24 jam menghabiskan tranfusi darah melebihi 800-1000 mL.(3)
b. Stabilitas Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Makanan
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnya cairan
garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar, minimal 16 G
dan pasang monitor CVP); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap
stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada
kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan
golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit. Leukosit. Adanya kecurigaan diatesis
hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu
perdarahan, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT, dan aPTT.(3)
Kapan tranfusi darah diberikan sifatnya sangant individual, tergantung jumlah darah yang
hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat
klinik perdarahan tersebut. Pemberian tranfusi darah pada perdarahan saluran cerna
dipertimbangkan pada keadaan berikut ini : 1). Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak
stabil, 2). Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih,
3). Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit <
30%, 4). Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yan g menurun. Perlu dipahami bahwa nilai
hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau
baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstravaskuler selesai 24-72 jam setelah onset
perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah tranfusi darah tergantung kasus yang dihadapi,
untuk usia muda dengan kondisi cukup sehat 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada
hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.(3)
c. Pemeriksaan Lanjut
Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik lengkapi anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan.(3)
Dalam anamnesa yang perlu ditekankan : 1). Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa
perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam
keluarga, 4). Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh yang lain, 5). Penggunaan obat-abatan
terutama antiinflamasinon steroid dan antikoagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari
kemungkinan adanya penyakit hari kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik,
diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8). Riwayat tranfusi sebelumnya.(3)
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan : 1). Stigmata penyakit hati kronik, 2). Suhu
badan dan perdarahan ditempat lain, 3). Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang
bisa disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindroma
Peutz-Jeger.
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan : 1). EKG; terutama pasien berusia >40
tahun, 2). BUN, kreatinin serum; pada perdarahan SMBA pemecahan darah oleh kuman usus
akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangakan kreatinin serum tetap normal atau sedikit
meningkat, 3). Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdrahan, tranfusi,
atau kumbah lambung, 4). Pemeriksaan lainnya tergantung pada kasus yang dihadapi.(3)
d. Pemeriksaan Fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan untuk mengevaluasi perubahan orthostatik pada denyut nadi
dan tekanan darah, penilaian klinis tekanan vena sentral dan pemberian cairan untuk penggantian
volume cairan yang hilang, pasien harus diperiksa untuk menentukan bukti-bukti yang
menunjukkan adanya penyakit yang mendasari perdarahan tersebut. Sumber perdarahan diluar
intestinum harus dikesampingkan dengan pemeriksaan yang teliti terhadap rongga mulut dan
nasofaring. Pemeriksaan Dermatologi yang mengungkapkan telangeaktesia yang khas pada
penyakit osler-weber-rendu (kendati lesi ini tidak akan terlihat bila terdapat anemia berat),
pigmentasi peroral pada sindroma Peutz-Jeghers, fibroma pada neurofibromatosis, kista sebasea
serta tumor-tumor tulang pada sindroma Gardner, purpura yang teraba sering terlihat pada
penyakit vaskulitis atau pigmentasi difus pada hemokromatosis. Stigmata pada penyakit hepar
kronis seperti spider angiomata, ginekomastia, atrofi testis, ikterus, asites, dan
hepatosplenomegali menunjukkan kemungkinan adanya hipertensi portal sebagai penyebab
perdarahan varises esofagus atau lambung. Pembesaran kelenjar limfe yang signifikan atau
massa dalam abdomen dapat mencerminkan kelainan signifikan intraabdomen sebagai penyebab
perdarahan tersebut. Pemeriksaan rektum yang cermat sangat penting untuk menyingkirkan
kelainan patologi setempat di samping untuk melihat warna tinja.(1)
II.10 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan pendahuluan harus mencakup hematokrit, hemoglobin, pemeriksaan
morfologi sel darah merah yang teliti (sel darah merah hipokromik mikrositik menunjukkan
bahwa kehilangan darah terjadi secara kronik), jumlah tromboplastin parsial dan pemeriksaan
koagulasi lainnya diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan pembekuan
yang primer atau sekunder. Radiografi abdomen jarang membantu menegakkan diagnosa kecuali
jika lesi iskemik atau perforasi dicurigai. Meskipun uji awal berguna dan penting, evaluasi
ulangan data laboratorium penting untuk mengikuti perjalanan klinis perdarahan.(1)
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah:
1. Chemistry panel (liver disease, kidney disease);
2. Liver function tests (esophageal varices) ;
3. Upper GI series and esophagram (reflux esophagitis, ulcer, esophageal carcinoma, gastric
carcinoma);
4. Tes Faal Hemostatis;
5. Barium enema;
6. CT scan of abdomen;
7. Colonoscopy (colon neoplasm. bleeding diverticulum);
8. Arteriogram;
9. Fluorescein dye string test (to determine site of occult bleeding);
10. Nuclear scan (to detect bleeding). (5)
II.11 PENDEKATAN DIAGNOSTIK DAN TERAPEUTIK
Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat
mengkonsumsi obat AINS, obat-obat racikan untuk nyeri sendi, pengkonsumsi alkohol yang
menimbulkan erosl/ulkus peptikum. riwayat hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai
berat, dengan disertai penurunan kesadaran (prekoma. koma hepatikum),ini bisa terjadi karena
syok hipovolemik.(5)
Pendekatan diagnostik bagi pasien perdarahan SMBA harus disesuaikan menurut keadaan
masing-masing pasien. Kalau terdapat riwayat melena atau hematemesis atau terdapat
kecurigaan bahwa perdarahan berasal dari traktus gastrointestinal bagian atas, kita harus
memasang NGT (nasogastric tube) untuk mengosongkan lambung pasien dan menentukan
apakah perdarahan terjadi di sebelah proksimal dari ligamentun Treitz. Jika cairan aspirasi
permulaan dari lambung tampak jernih, selang nasogastrik tersebut dibiarkan terpasang selama
beberapa jam karena perdarahan duodenum yang aktif dapat terjadi dengan hasil aspirasi
nasogastrik yang pada mulanya jernih. Jika hasil aspirasi tersebut tidak mengandung darah
selama periode perdarahan yang aktif, dapat disimpulkan bahwa perdarahan aktif tersebut tidak
berlangsung di bagian gastreoduodenum dapat dibenarkan dan selang nasogastrik boleh dilepas.
Namun demikian, bila tidak terdapat gejala yang membuktikan adanya perdarahan aktif pada
saat selang nasogastrik dipasang, kita tidak boleh mengasumsi bahwa perdarahan bukan berasal
dari lambung atau doudenum, dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan endoskopi.(1)
Jika darah yang berwarna merah atau bahan seperti “ampas kopi” teraspirasi lewat selang
nasogastrik, irigasi lambung dengan larutan garam faali (saline) harus dilakukan. Tindakan
irigasi ini memiliki du tujuan: memberikan informasi kepada dokter tentang kecepatan
perdarahan, dan membersihakan darah yang lama dari dalam lambung sebelum dilakukan
endoskopi. Tindakan diagnostik selanjutnya akan tergantung apakah perdarahan masih terus
berlanjut; keadaan ini dapat dinilai berdasarkan tanda-tanda vital, kebutuhan tranfusi dan jumlah
serta konsistensi tinja.(1)
Jika perdarahan sudah berhenti dan keadaan pasien sudah stabil, pemeriksaan lanjut dengan
esogastroduodenoskopi dapat dilakukan. Meskipun pada beberapa penelitian menunjukkan pada
endoskopi emergensi dan pendekatan diagnostik yang intensif pada umumnya tidak menurunkan
morbiditas atau mortalitas pasien, namun tindakan endoskopi emergensi sangat penting untuk
penyusunan rencana terapi pada pasien tertentu dengan riwayat pembedahan lambung, hipertensi
portal atau penyakit multisistem yang kompleks. Dengan mengenali pasien yang pembuluh
darahnya terlihat atau mempunyai varises, sebagian pasien dapat ditangani lewat endoskopi dan
komplikasi yang mungkin terjadi bisa diantisipasi. Endoskopi tidak diperlukan jika pendekatan
diagnostik dan tindakan terapeutiknya sudah jelas dari data klinis atau data lainnya.(1)
Perdarahan SMBA yang persisten harus dilihat secara berbeda, dan kebanyakan dokter
akan segera melanjutkan pemeriksaan dengan esofagogastroduodenoskopi. Penentuan lokasi dan
penyebab perdarahan sangat penting dalam penyusunan rencana untuk terapi yang tepat.
Antisipasi tindakan pembedahan, angiografi atau kecurigaan akan adanya varises yang berdarah
merupakan indikasi kuat untuk tindakan esofagogastroduodenoskopi. Perdarahan dari arteriol
pada ulkus peptikum dapat dikendalikan lewat tindakan koagulasi endoskopik dengan
menggunakan laser Nd:YAG,heater probe atau elektrokauter. Namun demikian,
esofagogastraduodenoskopi lebiuh sulit dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan masif karena
jumlah darah yang banyak akan mengaburkan visualisasi kelainan patologi mukosa, dan pada
keadaan ini diperlukan pemeriksaan angiografi disamping endoskopi.(1)
Apabila perdarahan berlanjut dan pemeriksaan endoskopi tidak berhasil menentukan
sumber perdarahan, lokasi perdarahan mungkin teletak disebelah distal ligamentum Treitz. Pada
situasi ini, sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Untuk melihat lokasi
perdarahan lewat angiografi diperlukan kehilangan darah dengan kecepatan sedikitnya
0,5mL/menit. Korelasi klinis yang mencerminkan derajat kehilangan darah ini mencakup
hipotensi postural dan keharusan tranfusi darah untuk mempertahankan tanda-tanda vital yang
stabil. Pemeriksaan angiografi emergensi dapat menentuka lokasi perdarahan; kendati demikian,
penyebab perdarahan mungkin tidak bisa ditentukan kecuali bila terlihat varises, malfornasi
vaskuler atau aneurisma.(1)
Angiografi terapeutik merupakan pendekatan yang sangat membantu dalam mengendalikan
perdarahan yang persisten. Pemberian preparat vasokonstriktor intraarteri, seperti vasopresin,
secara kontinyu sering berhasilmengendalikan perdarahan akibat ulkus lambung atau ruptur
Mallory-Weiss. Selain itu, bahan yang bisa menghasilkan embolus dapat disuntikkan langsung
ke dalam pembuluh arteri yang mengaliri tempat perdarahan.(1)
Jika varises esofagus yang berdarah terlihat pada endoskopi proksimal, infus vasopresin
melalui vena perifer dapat mengendalikan perdarahan dengan segera. Respon terhadap terapi
seperti ini tergantung pada keadaan umum pasien yang dinilai berdasarkan parameter klinis dan
laboratorium. Penyuntikan vasopresin intraarterial ternyata tidak lebih efektif daripada
penyuntikan intravena dalam pengendalian perdarahan varises. Terapi sklerosis endoskopik dan
ligasi varises kini telah digunakan sebagai terapi yang efektif untuk perdarahan varises esofagus.
Skeroterapiendoskopik yang periodik dan ligasi juga membatasi timbulnya perdarahan lebih
lanjut pada pasien dengan riwayat perdarahan varises tetapi tidak memperpanjang usia pasien ini.
Perdaraha varises juga dapat dikendalikan dengan temponade balon dengan Sengstaken-
Blakemore tube. Seperti halnya vasopresin, teknik ini umumnya digunakan sebagai tindakan
untuk membuat stabil keadaan pasien dan harus diikuti dengan terapi definitif yang kalau
mungkin sudah dilakukan dalam tempo 48 jam. Karena angka morbiditasnya, pembuatan pintas
(shunt). Portosistemik hanya dilakukan pada keadaan yang paling gawat. Transpalntasi hepar
mungkin merupakan satu-satunya pilihan bagi sebagian penderita sirosis hepatis dan perdarahan
varises.(1)
Dalam mengevaluasi perdarahan SMBB (saluran makanan bagian bawah), prosedur yang
paling penting adalah pemeriksaan colok dubur, anoskopi, dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan yang
disebutkan terakhir ini dapat mengenali lokasi perdarahan atau melihat perdarahan yang datang
dari sebelah atas daerah yan g terjangkau oleh instrumen tersebut. Pada keadaan yang terakhir
ini, persiapan kolon dengan larutan lavase saline memungkinkan evaluasi kolonoskopik usus
dalam beberapa jam. Banyak kelainan kolon dapat dideteksi dan diterapi dengan polipektomi
atau elektrokoagulasi. Jika perdarahan terjadi dengan cepat, arteriografi dapat membantu
menentukan lokasi perdarahan dan memungkinkan penyuntikan setempat preparat
vasokonstriktor untuk mengendalikan perdarahan. Karena arteriografi hanya dapat mendeteksi
lesi yang menimbulkan perdarahan aktif itu kalau kehilangan darahnya melebihi 0,5 mL/menit
dan karena perdarahan gastrointestinal cenderung intermitten, pemeriksaan arteriografi sering
tidak mempunyai arti diagnostik. Pemindaian eritrosit dilabel dengan radioaktif lebih sensitif
dibandingkan dengan arteriografi dalam mendeteksi hilangnya darah sebanyak 0,1mL/menit dan
dapat dipergunakan untuk meneliti perdarahan yang kurang berat. Namun, pemindaian
perdarahan kurang spesifik dibandingkan arteiografi, umumnya melokalisasi lesi, tetapi jarang
menghasilkan diagnosa pasti. Sken perdarahan paling membantu dalam mendeteksi perdarahan
aktif, ringan, atau intermitten, untuk menentukan waktu yang lebih baik untuk arteriografi dan
mendapatkan hasil diagnosa yang maksimal. Akhirnya, pemeriksaan barium enema hanya
memiliki peranan yang terbatas dalam mengevaluasi perdarahan rektum yang akut. Meskipun
dapat dipakai guna mengetahui sumber-sumber yang potensial untuk terjadinya perdarahan,
pemeriksaan ini tidak dapat menentukan lokasi perdarahan yang tepat. Selanjutnya, jika
perdarahan yang cepat berulang, kolonoskopi atau angiografi berikutnya akan sulit untuk
menginterpretasi akibat bahan kontras yang tertahan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk
menangguhkan uji barium pada SMBA atau SMBB selam sedikitnya 48 jam setelah perdarahan
aktif berhenti.(1)
Pasien dengan tes positif untuk darah feses tersembunyi dievaluasi terutama untuk
menyingkirkan kemungkinan neopalsma kolorektal. Semua gejala atau riwayat harus diperiksa
juga. Jika tidak terdapat gejala, evaluasi difokuskan pada colon cukup dengan enema barium dan
sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Pasien dengan anemia tidak mungkin mempunyai dasar
fisiologis untuk hasil tesnya, dan evaluasi harus diikuti sampai didapat penjelasan yang penuh.(1)
Terapi nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk
dekompresi. pantau perdarahan.(6)
Farmakologis:
Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi
sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%.
Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran-hemacel) atau
NaCl 0,9% atau RL
Untuk penyebab non varises :
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. Sitoprotektor: Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K. untuk pasien dengan penyakit hati kionis atau sirosis hati.(6)
Untuk penyebab varises :
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 ug/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1 rng/2
jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah
skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun
20mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil hematemesis melena (-)
3. Isosorbid dinitrat/mononitrai 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil
4. Metokilrpramid 3x10 mg/hari
Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kebutuhan
Pada pasien dengan pecah varises/penvakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1. Laktuiosa 4x 1 sendok makan
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal.
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau efektif. Bedah emergensi di
indikasikan bila pasien masukdaiam keadaan gawat I-II
Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai indikasinya.(6)
II.12 DIFERENTIAL DIAGNOSA
Table Hematemesis And Melena (4)
V I N D I C A T E
Vascular
Inflammatory
Neoplasm
Degenerative and Deficiency
Intoxication
Congenital
Autoimmune Allergic
TraumaEndocrine
Esophagus
Esophageal varices
Reflux esophatitis
Carcinomas of esophagus and lung
Lye and other irritants
Hiatal hernia
SclerodermaForeign body
UlcerEsophagitis
Nasogastric tube
Aortic aneurysm
Trypanosomiasis cruzi
Foreign body
Mallory–Weiss syndrome
Stomach
Cardiac varices
GastritisCarcinoma
Atrophic gastritis
Alcoholic gastritis, aspirin, and other drugs (e.g., arsenic)
Hereditary telangiectasis
Perforation and laceration surgery
Zollinger–Ellison syndrome
V I N D I C A T E
Vascular
Inflammatory
Neoplasm
Degenerative and Deficiency
Intoxication
Congenital
Autoimmune Allergic
TraumaEndocrine
Ruptured aneurysm
Gastric ulcer
Duodenum
UlcerRegional ileitis
Perforation and laceration surgery
Zollinger–Ellison syndrome
Pancreas
Acute pancreatitis (hemorrhagic)
Blood LeukemiaAplastic anemia
Warfarin
Hemophilia and other hereditary coagulation disorders
ITP
Polycythemia
Vitamin K deficiency
Heparin
Collagen disease and other causes of thrombocytopenia
Other drugs
ITP, idiopathic thrombocytopenic purpura.
II.13 KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom hepatorenal koma
hepatikum, anemia karena perdarahan.(6)
II.14 PROGNOSA
Dubia.(6)
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas
(proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.(6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262
2. AHLQUIST DA et al: Fecal blood levels in health and disease: A study using Hemoguant.N Engl J Med 312:1422,1985
3. Sudoyo Aru W, Setyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata K Marcellus, Setiati Siti.Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Sudoyo Aru W.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta,Juni 2006.hlm 289-292
4. Pain Management Spescialist Treats Chronic Back Pain and Neck Pain 2007.Hematemesis and Melena.Website Address: http://pain specialist.com.sq
5. Pustaka Medika Indo 2008.Patofisiologi Muntah.Website Address:http://Cetrione.blogspot.com
6. Portal Kedokteran 2008.Hematemesis Melena.Website Address: http:// Hematemesis Melena.com
Melena e.c. susp. Varises Esofagus
05/07/2010
putrialthafunnisa medical Leave a comment
PENDAHULUAN
Hipertensi portal merupakan kelainan hemodinamik yang berhubungan dengan komplikasi paling berat dari sirosis hati, termasuk asites, ensefalopati hepatik, dan perdarahan dari varises esophagus.
Sebab terjadinya pendarahan oleh karena varises gastro-esofagus masih dipertentangkan. Perdarahan varises sering terjadi pada 25 – 35 % penderita sirosis. Perdarahan pertama biasanya memberi angka mortalitas yang tinggi, biasa sampai 30%, sementara 70% dari penderita yang selamat akan mengalami perdarahan ulang setelah perdarahan yang pertama tersebut.
Perdarahan disebut bermakna secara klinik bila kebutuhan transfusi darah 2 unit atau lebih dalam waktu 24 jam sejak penderita masuk rumah sakit, disertai tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah lebih dari 20 mmHg dengan perubahan posisi, dan atau nadi lebih dari 100 kali/menit pada saat masuk rumah sakit.
Di negara-negara maju setiap penderita dengan perdarahan akut saluran cerna bagian atas, terutama perdarahan varises dianjurkan diawasi di rumah sakit, bila perlu di ruangan perawatan intensif, walaupun perdarahan tampaknya ringan. Pengobatan penderita dengan perdarahan varises gastro – esofagus meliputi: prevensi terhadap serangan pertama, mengatasi perdarahan aktif , dan prevensi perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi. Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio – pulmoner, transfusi, pengobatan terhadap perdarahannya sendiri, dan pencegahan terhadap komplikasi.
Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai profilaksis primer perdarahan varises masih tetap propanolol. Kira-kira 70% penderita yang selamat dari episode akut perdarahan varises akan mengalami perdarahan ulang dalam 1 tahun pertama setelah itu. Pengobatan dengan propanolol secara terus menerus akan dapat mengurangi kecenderungan perdarahan ulang secara bermakna. Penambahan isosorbid-5-mononirrat (ISMN) pada propanolol dalam penurunan tekanan portal dapat meningkatkan efikasi bila dibandingkan dengan propanolol saja.
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Seorang laki-laki, B.S. umur 71 tahun MRS tanggal 5 Mei 2009, dengan keluhan utama BAB hitam.
BAB hitam dialami penderita sejak ± 1 minggu SMRS, ± 2 – 3 kali/hari, volume ±200cc/kali. Keluhan ini pernah dialami penderita ± 2 bulan yang lalu dan dirawat di RSU Prof. Kandou selama ± 12 hari. Penderita juga mengalami pusing. Mual tidak dirasakan penderita, muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Panas tidak ada, batuk tidak ada. Bengkak di kaki dialami
penderita sejak ± 3 bulan SMRS. Menurut penderita berat badannya turun sejak ± 5 bulan SMRS. Buang air kecil biasa.
Riwayat penyakit dahulu : Penyakit jantung, paru, ginjal, liver, darah tinggi, gula, asam urat disangkal oleh penderita.
Riwayat konsumsi obar ”PAR” disangkal oleh penderita.
Riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, ± 3 – 4 kali/ minggu, ± 1 botol/kali, tetapi sudah berhenti sejak ± 7 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 92 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,6°C. Warna kulit sawo matang, efloresensi tidak ada, suhu raba hangat, lapisan lemak cukup, turgor kembali cepat, edema tidak ada, pertumbuhan rambut normal. Ekspresi muka wajar, simetris, rambut tidak mudah dicabut, tekanan bola mata normal pada perabaan, kelopak ptosis tidak ada, konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada, gerakan normal. Pada telinga lubang ada kiri dan kanan, sekret tidak ada, nyeri tekan di prosessus mastoideus tidak ada. Pada hidung, deformitas bagian luar tidak ada, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada, penyumbatan tidak ada, epistaksis tidak ada. Pada mulut, bibir sianosis tidak ada, selaput lendir basah, gigi karies ada, lidah beslag tidak ada, perdarahan gusi tidak ada, faring hiperemis tidak ada, tonsil T1 – T1 hiperemis tidak ada, bau pernapasan foetor tidak ada. Pada leher, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar gondok tidak ada, trakea di tengah, JVP 5+0 cm, pulsasi pembuluh darah normal, kaku kuduk tidak ada, tumor tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik dada ditemukan, bentuk simetris normal, retraksi ruang interkostal tidak ada, buah dada normal, pulsasi pembuluh darah normal. Pada paru depan, inspeksi, gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi tidak ada. Palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan. Perkusi, sonor kiri sama dengan kanan. Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Pada paru belakang, inspeksi gerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada. Palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan. Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan fisik jantung, inspeksi, iktus kordis tidak tampak, palpasi, iktus kordis tidak teraba, perkusi, batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V linea midklavikularis sinistra, auskultasi, HR 90 kali/menit, reguler, S1-S2 normal, bising tidak ada, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2
Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal.
Anggota gerak otot eutrofi, tophi sendi tidak ada, gerakan aktif, kekuatan 5/5, tangan tremor tidak ada, kelainan jari tidak ada, eritema palmaris ada, ujung jari clubbing tidak ada, kuku sianosis tidak ada, kekuatan otot 5/5. Tungkai/kaki otot eutrofi, jaringan parut tidak ada, tophi
sendi tidak ada, gerakan normal, kekuatan otot 5/5, suhu raba hangat, edema ada. Refleks fisiologis ada, refleks patologis tidak ada.
Pada pemeriksaan penunjang (4 Mei 2009), Hb 5,2 ; Leukosit 5900 ; Trombosit 253.000, Hematokrit 16,8 ; GDS 97,8 ; kolesterol 114, trigliserida 70 ; asam urat 4,9 ; ureum 21 ; kreatinin 0,63 ; SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total 4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7.
Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp.varices esofagus dd malignancy, susp.sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding.
Penanganan untuk penderita ini puasa untuk sementara waktu, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL, pasang NGT, pasang kateter.
Pada penderita direncanakan untuk pemeriksaan blood smear, Na, K, Cl, HbsAg, anti HCV, AFP, x-foto thoraks, USG abdomen, OMD, infus albumin, endoskopi.
Pada follow up tanggal 6 Mei 2009 diperoleh keluhan kemarin malam BAB warna hitam sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 88 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,2°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan HbsAg, anti HCV, AFP, OMD, endoskopi.
Pada follow up tanggal 7 – 10 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 90 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.
Hasil x-foto thoraks (9/5) : jantung dan paru kesan normal.
Direncanakan untuk kontrol DL, pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.
Pada follow up tanggal 11 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 94 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,6°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.
Hasil laboratorium (11/5) : Hb 8,5 ; leukosit 4400 ; trombosit 227.000 ; hct 24,9 ; Na 132 ; K 3,4 ; Cl 107 ; HbsAg negatif ; anti HCV negatif.
Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.
Pada follow up tanggal 12 – 14 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.
Hasil laboratorium (13/5) : Hb 9,8 ; leukosit 8600 ; trombosit 262.000 ; Hct 30,3 ;
Hasil USG abdomen (13/5) : sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas kesan normal.
Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding dd malignancy. Penderita diterapi dengan IVFD Aminoleban 10 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, cefotaxim 3×1 gr IV, DL I, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.
Pada follow up tanggal 15 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,5°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.
Hasil laboratorium (15/5) : Hb 11,8 ; leukosit 6600 ; trombosit 242.000 ; Hct 34,4; Na 137; K 3,6 ; Cl 101 ; GDS 65 ; ureum 12 ; kreatinin 0,8 ; asam urat 3,2 ; protein total 4,1 ; albumin 1,9 ; globulin 2,2 ; SGOT 24 ; SGPT 6.
Penderita didiagnosis kerja dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, dengan sirosis hepatis. Penderita diterapi dengan IVFD Aminoleban 10gtt/menit, ranitidin 2×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, DL II, diet rendah garam, propanolol 3×10 mg. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.
Pada follow up tanggal 16 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 78 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada. Penderita didiagnosis kerja dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, dengan sirosis hepatis. Penderita diterapi dengan omeprazole 2×20 mg tablet, sucralfat sirup 4xcI, dulcolactol sirup 3xcI, propanolol 3×10 mg tablet. Penderita dipulangkan dan direncanakan kontrol di poli Gastro.
PEMBAHASAN
Perdarahan varises esofagus, merupakan salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi portal akibat sirosis, terjadi sekitar 10 – 30 % seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas .
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan adanya proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Dalam klinik, dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatic, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik,dll.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lemas dan lelah, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau buang air besar warna hitam, perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Pada pemeriksaan fisik dapat dapat ditemukan :
spider angioma, yaitu suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Perubahan kuku-kuku murche, berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal
kuku. Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati
teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Asites, penimbunan cairan pada dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.
Selain itu dapat ditemukan ikterus, foetor hepatikum, jari gada, serta warna urin yang gelap seperti teh.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada penderita ini ditemukan adanya keluhan buang air besar warna hitam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keluhan bengkak di kaki sejak ± 3 bulan SMRS, riwayat penggunaan alkohol yang lama, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya eritema palmaris, asites, dan edema pada kaki.
Gambaran laboratorium pada penderita sirosis meliputi aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 – 3 kali batas normal atas. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Pada pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total 4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7 serta hasil pemeriksaan HbsAg dan anti HCV yang negatif menyingkirkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis oleh karena infeksi virus.
Pemeriksaan barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan. Pemeriksaan hati yang bias dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain biayanya mahal. Pemeriksaan endoskopi untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi disebabkan oleh varises atau non-varises. Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan hasil : sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas kesan normal.
Penderita dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan gejala-gejala yang khas, berupa : hematemesis, hematokezia atau melena, penurunan tekanan darah dan anemia. Namun harus dipahami bahwa adanya tanda-tanda yang khas dari sirosis hati, dengan demikian ada dugaan hipertensi portal, tidak otomatis menyingkirkan sumber perdarahan lain. Hampir 50% penderita dengan hipertensi portal mengalami perdarahan non varises. Beberapa diantaranya disebabkan oleh gastropati hipertensi portal, yang berhubungan dengan peningkatan tekanan portal, namun sebagian besar tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan portal. Karena itu, pasien-pasien ini membutuhkan pemeriksaan endoskopi yang segera, untuk menetapkan diagnosis pasti. Pada penderita terjadi perdarahan yang kemungkinan besar adalah varises esophagus yang berdarah. Pada penderita tidak dilakukan pemeriksaan endoskopi karena alasan biaya.
Komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hepatic adalah manifestasi dari hipertensi porta yaitu varises esophagus, peritonitis bakterial spontan, dan sindrom hepatorenal. Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio – pulmoner, transfusi, dan pengobatan terhadap perdarahannya sendiri.
Intervensi awal untuk setiap penderita dengan perdarahan akut adalah pemasangan akses intravena yang baik, selanjutnya mulai dengan penggantian volume darah yang hilang (volume replacement). Hampir pada semua penderita, tindakan ini dapat dimulai dengan cairan kristaloid, diikuti dengan transfusi darah. Pada penderita ini terpasang IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit dan dijadwalkan transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.
Bila penderita masih berdarah aktif, dan diketahui kemungkinan besar ada hipertensi portal, vasopressin atau somatostatin dan analognya (ocreotide) dapat diberikan dalam dosis empirik sebagai usaha untuk menurunkan tekanan portal dengan cepat, dengan demikian dapat menurunkan risiko atau menghentikan perdarahannya. Somatostatin (dan analognya = ocreotide) merupakan hormon yang berhasil diisolasi dari hipotalamus pada tahun 1972, dan mulai dipakai dalam klinik pada tahun 1978. Hormon ini tersebar di seluruh tubuh, dan terdapat dalam konsentrasi yang tinggi terutama pada: sistem saraf pusat, saluran makanan dan pankreas. Efek farmakologis dari somatostatin antara lain adalah: menghambat pelepasan hormon-hormon GI, menghambat sekresi lambung dan pankreas, dan menurunkan aliran darah splanknik. Pada penderita ini tidak diberikan somatostatin karena dengan terapi yang diberikan, penderita mengalami perbaikan klinis (sudah tidak BAB hitam lagi).
Karena trombosit dan koagulasi plasma sensitif terhadap pH, serta pepsin melisiskan bekuan darah pada pH rendah, maka usaha menstabilkan pH mendekati netralitas dapat mengurangi frekuensi perdarahan. Obat penghambat pompa proton (PPI) diperlukan untuk mengurangi sekresi asam lambung hingga pH > 6, sehingga bekuan darah yang terjadi lebih stabil pada pH diatas 6,0 tersebut. Agregasi trombosit tidak akan timbul bila pH dibawah 5,9 dan pH yang optimal untuk agregasi trombosit yaitu 7 – 8. pH > dari 6,0 dibutuhkan bagi agregasi trombosit dan pembentukan fibrin, sedangkan pH kurang dari 5,0 berhubungan dengan lisis bekuan darah (clot). Pada pH > 6, agregasi trombosit lebih aktif, pepsin dihambat dan hemostasis lebih optimal. Pada penderita ini PPI baru digunakan pada waktu terapi oral, sedangkan pada masa perdarahan akut PPI tidak digunakan karena faktor biaya, karena itu pada penderita ini digunakan ranitidin yang merupakan antagonis reseptor H2. Ranitidin akan menghambat sekresi asam lambung, sehingga akan mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin juga menurun.
Sukralfat merupakan suatu kompleks garam sukrosa dimana hidroksil diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja mungkin melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk suatu lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.
Asam traneksamat merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan berat yang terjadi.
Setiap penderita dengan perdarahan varises mempunyai tambahan resiko tinggi untuk mengalami efek samping yang lebih berat, bila terjadi komplikasi seperti aspirasi pneumoni atau infeksi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pasien dengan sirosis yang mengalami perdarahan, menunjukkan perbaikan perjalanan klinik dengan pemberian antibiotika profilaksis. Pada penderita ini diberikan antibiotika, yaitu cefotaxim.
Karena 30 – 50 % penderita dengan hipertensi portal akan mengalami perdarahan dari varises, dan sekitar 50% akan meninggal akibat efek perdarahan pertama, tampaknya sangat rasional untuk membuat panduan pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya varises , juga perdarahan varises. Sesuai dengan rekomendasi Baveno III – 2000, metode profilaksis primer yang paling baik dan efektif adalah:
Terapi farmakologi dengan propanolol merupakan modalitas terapi terbaik yang ada pada saat ini.
Tujuan pengobatan dengan propanolol : menurunkan gradien tekanan vena hepatika menjadi kurang dari 12 mmHg
Dosis : mulai dengan dosis 2×40 mg, dinaikkan hingga 2×80 mg bila perlu. Pemakaian long acting propanolol dalam dosis 80mg atau 160mg dapat dipakai untuk memperbaiki ketaatan pasien.
Pada penderita ini diberikan propanolol sebagai terapi profilaksisnya, untuk mencegah perdarahan varises esofagus berulang.
Indeks hati dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0 – 2), angka kematian antara 0 – 16%, sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 – 8 ) angka kematian antara 18 – 40%.
Indeks hati untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat terapi medik
Pemeriksaan 0 1 2
1. Albumin (gr%) >3,6 3,0 – 3,5 <3,0
2. Bilirubin (gr%) <2,0 2,0 – 3,0 >3,0
3. Gangguan kesadaran – minimal +
4. Asites – minimal +
Kegagalan hati ringan = indeks hati 0 – 3
Kegagalan hati sedang = indeks hati 4 – 6
Kegagalan hati berat = indeks hati 7 – 10
Latar belakang
Dalam literatur bahasa Inggris, portal obstruksi vena pertama kali dilaporkan pada 1868 oleh Balfour dan Stewart, yang menggambarkan seorang pasien yang datang dengan pembesaran limpa, asites, dan dilatasi varises.
Sebagian besar kasus disebabkan oleh trombosis utama dari vena portal, sebagian besar kasus sisanya disebabkan oleh obstruksi ganas.
Trombosis vena portal dengan transformasi gua. Panah yang panjang menunjukkan vena lienalis di persimpangan dengan vena mesenterika superior tepat di bawah lokasi trombosis. Poin panah pendek untuk massa serpiginous konsisten dengan periportal agunan, yang
disebut transformasi gua vena portal. Hepatoseluler karsinoma dengan trombosis vena portal. Panah pendek menunjukkan trombus tumor dengan cut off mendadak vena portal. Poin panah lama ke cabang, hati kompensasi menonjol kiri arteri.
Patofisiologi
Bentuk vena portal di persimpangan vena lienalis dan vena mesenterika superior belakang kepala pankreas, dan dapat menjadi thrombosed atau terhambat pada setiap titik di sepanjang jalurnya. Pada sirosis dan keganasan hati, yang biasanya mulai intrahepatically trombosis dan menyebar ke vena portal ekstrahepatik. Dalam etiologi lainnya paling, trombosis biasanya mulai di lokasi asal vena portal. Kadang-kadang, trombosis vena limpa merambat ke vena portal, yang paling sering dihasilkan dari suatu proses inflamasi yang berdekatan seperti pankreatitis kronis.
Kelainan bawaan dan diperoleh dari jalur koagulasi yang sering menyebabkan trombosis vena portal. Kelainan bawaan termasuk mutasi gen protrombin dalam G20210A serta berbagai kekurangan faktor intrinsik antikoagulan, seperti protein C dan protein S, dan protein resistensi C diaktifkan. Gangguan defisiensi antitrombin diperoleh termasuk III akibat malnutrisi, sepsis, koagulasi intravaskular diseminata, penyakit radang usus, penyakit hati, atau menggunakan estrogen.
Koagulasi gangguan pada trombosis vena portal.
Stasis dapat lain kategori utama untuk trombosis vena portal. Perlawanan global untuk aliran darah, diproduksi oleh hati sirosis merupakan penyebab umum. Sclerotherapy untuk varises esofagus telah didalilkan sebagai mekanisme mungkin meskipun tidak terbukti sejauh ini. Vena portal atau anak-anak sungainya dapat terhambat oleh kompresi tumor yang berdekatan atau invasi. Proses infeksi dan inflamasi juga dapat menyebabkan trombosis vena.
Obstruksi vena portal tidak mempengaruhi fungsi hati kecuali pasien memiliki penyakit hati yang mendasari seperti sirosis. [1] Hal ini sebagian karena respon yang cepat penyangga arteri, dengan peningkatan aliran kompensasi dari arteri hepatika mempertahankan aliran darah total hati. Pembentukan agunan terjadi agak cepat juga, dan mereka telah digambarkan sebagai awal 12 hari setelah trombosis akut, meskipun rata-rata waktu pembentukan adalah sekitar 5 minggu.
Pengembangan sirkulasi kolateral, dengan risiko yang menyertainya perdarahan varises, bertanggung jawab untuk sebagian besar komplikasi dan merupakan manifestasi paling umum dari obstruksi vena portal. Gejala sisa lain dari hipertensi portal berikutnya, seperti asites, kurang sering. Jarang, trombosis meluas dari vena portal ke arcade mesenterika, menyebabkan iskemia dan infark usus.
Epidemiologi
Frekuensi
Amerika Serikat
Obstruksi vena portal adalah suatu kondisi yang relatif jarang dengan kejadian keseluruhan 0,05-0,5% dalam studi otopsi. Insiden bervariasi, tergantung pada kelompok pasien yang diteliti (misalnya, pasien vs populasi umum dengan sirosis) dan metode yang digunakan untuk mendiagnosa obstruksi vena portal (misalnya, otopsi studi, angiografi studi, skrining radiologi noninvasif).
Insiden obstruksi vena portal pada orang dengan sirosis telah dilaporkan bervariasi 5-18%. Namun, ini adalah pasien yang dirujuk untuk transplantasi dan pada stadium lanjut dari penyakit hati. Tidak ada studi otopsi besar tersedia. Portal ekstrahepatik obstruksi vena diperkirakan bertanggung jawab atas 5-10% dari semua kasus hipertensi portal.
Internasional
Di Jepang, frekuensi obstruksi vena portal dalam studi otopsi dilaporkan 0,05%. Dalam sebuah penelitian surveilans angiografi pasien dengan sirosis, kejadian adalah 0,5%, yang jauh lebih rendah dibandingkan kejadian yang dilaporkan dalam literatur Barat.
Di India, ekstrahepatik obstruksi vena portal yang dilaporkan lebih sering, dalam satu studi, kejadian bahkan melebihi melaporkan kasus sirosis. Dari semua kasus hipertensi portal di negara berkembang, 40% adalah disebabkan obstruksi vena portal, mungkin sekunder untuk peningkatan insiden pylephlebitis terkait dengan infeksi perut.
Mortalitas / Morbiditas
Dengan tidak adanya sirosis, risiko perdarahan 2 tahun dari varises kerongkongan dilaporkan 0,25% dan dari mereka yang berdarah tingkat kematian adalah sekitar 5%. Mereka dengan sirosis dan varises memiliki 20-30% risiko pendarahan 2 tahun dengan tingkat mortalitas 30-70%. Perbedaan ini terutama merupakan konsekuensi dari fungsi hati yang normal pada pasien noncirrhotic. Ukuran varises adalah faktor prediktif utama untuk perdarahan.
Pada orang dewasa dengan trombosis vena portal, tingkat kelangsungan hidup 10-tahun telah dilaporkan 38-60%, dengan sebagian besar kematian yang terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya (misalnya, sirosis, keganasan).
Pada anak-anak dengan trombosis vena portal, prognosis lebih baik secara keseluruhan, dengan tingkat kelangsungan hidup 10-tahun lebih besar dari 70%, yang disebabkan oleh kejadian rendah keganasan dan sirosis.
Ras
Tidak ada perbedaan ras telah dilaporkan.
Seks
Tidak ada perbedaan jenis kelamin telah dilaporkan secara keseluruhan, kecuali dominasi laki-laki sedikit pasien yang obstruksi adalah sekunder pada sirosis.
Umur
Distribusi usia presentasi dari trombosis vena portal mencerminkan demografi dari proses penyakit yang mendasari. Portal trombosis vena primer dari koagulopati terjadi dengan frekuensi yang sama pada orang dewasa dan anak-anak. [2] Frekuensi obstruksi vena portal dari kompresi tumor atau invasi lebih besar pada orang dewasa.
Sejarah
Pada fase akut, presentasi dari obstruksi vena portal relatif jarang dan mudah terjawab karena pasien mungkin asimtomatik. Gejala yang paling sering mulai pada tahap kronis atau subakut. Schistosomiasis dapat menyebabkan obstruksi Portal presinusoidal dengan memblokir venula
intrahepatik portal dengan telur parasit. Ini tidak menyebabkan obstruksi vena portal ekstrahepatik, meskipun manifestasi klinis sering mirip.
Akut o Pasien dapat hadir emergently dengan onset mendadak nyeri kuadran kanan atas, mual,
dan / atau demam. Atau, gejala kondisi infeksi dan inflamasi utama yang menyebabkan obstruksi vena mendominasi portal (misalnya, nyeri kuadran kanan bawah pada apendisitis).
o Asites Progresif, iskemia usus yang dihasilkan dari propagasi trombus, atau suffusion usus sekunder untuk hipertensi portal akut juga bisa menjadi manifestasi presentasi. Kadang-kadang, perdarahan varises dapat terjadi akut dengan perkembangan trombosis vena portal, terutama dalam pengaturan yang sudah ada sebelumnya varises dengan sirosis.
o Resolusi spontan trombosis akut / terakhir pasti terjadi dan gejala mereda. Pada pasien lain, gejala akut sering mereda sebagai agunan mengembangkan, dan diagnosis mungkin terlewatkan. Pasien-pasien ini kemudian hadir pada tahap berikutnya dengan manifestasi dari hipertensi portal.
Kronis o Kelompok-kelompok ini pasien yang paling sering hadir dengan komplikasi yang
berhubungan dengan hipertensi portal. Dalam 90% kasus, perdarahan varises adalah keluhan presentasi. Rata-rata, hal ini terjadi 4 tahun setelah peristiwa trombotik dan telah digambarkan selama 12 tahun kemudian. Ascites kurang sering, dan ensefalopati hepatik jarang dalam ketiadaan sirosis yang sudah ada sebelumnya. [3]
o Etiologi spesifik dari obstruksi vena portal tidak hanya mempengaruhi presentasi klinis awal tetapi juga perjalanan waktu dan prognosis.
o Dalam kehadiran sirosis dengan insufisiensi hati yang mendasarinya, memburuknya fungsi hati tiba-tiba, pengembangan ensefalopati hepatik, asites dan pengembangan semua lebih sering, mengarah ke hasil yang lebih buruk.
o Dengan intra-abdomen keganasan, perdarahan kurang umum manifestasi pertama karena banyak pasien tidak bertahan cukup lama untuk mengembangkan gejala sisa dari hipertensi portal. Pasien-pasien ini paling sering hadir dengan ascites tiba-tiba, anoreksia, kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium, dan penurunan berat badan. Portal obstruksi vena juga dapat ditemukan secara kebetulan pada studi pencitraan yang diperoleh untuk rasa sakit atau asites.
o Jarang, pasien dengan obstruksi vena portal hadir dengan demam yang tidak diketahui asalnya.
Fisik
Splenomegali ditemukan pada 75-100% dari pasien, kebanyakan yang muncul pada tahap kronis. Hepatomegali ringan sering hadir, seperti nyeri kuadran kanan atas epigastrium, terutama dalam pengaturan akut.
Ascites jarang ditemukan. Stigmata dari penyakit hati kronis, seperti laba-laba angiomata atau eritema palmaris, biasanya ditemukan di hadapan penyakit hati yang mendasarinya.
Kehadiran caput Medusae menunjukkan posthepatic atau hipertensi portal yang intrahepatik karena bentuk oleh rekanalisasi dari vena umbilikalis, yang menghubungkan dengan cabang
hepatika sinistra dari vena portal. [4] Seharusnya tidak diamati di portal ekstrahepatik obstruksi vena terisolasi karena obstruksi berada di bawah asal dari vena umbilikalis.
Pada anak-anak, keterlambatan pertumbuhan mungkin hadir. [27] Kelainan bilier ekstrahepatik pohon dapat terjadi pada 80% kasus disebabkan kompresi oleh
varises choledochal atau periportal atau dari stricturing iskemik. Ini terwujud Temuan oleh ikterus, kolangitis, hemobilia, kolesistitis, atau massa hilus yang dapat salah untuk suatu cholangiocarcinoma.
Penyebab
Anak-anak o Pada anak-anak dan neonatus, etiologi yang paling umum adalah infeksi intra-abdomen,
akuntansi untuk 50% dari semua kasus dalam kelompok usia ini. o Dalam kelompok usia ini, sepsis neonatorum dengan penempatan kateter umbilikalis
telah dilaporkan menjadi penyebab trombosis vena portal dalam 10-26% kasus. o Apendisitis merupakan faktor risiko umum dilaporkan pada anak-anak dengan
trombosis vena portal. o Anomali kongenital dari sistem vena portal, sering dikaitkan dengan anomali
kardiovaskular (misalnya, ventrikel dan cacat septum atrium, cacat vena cava inferior) dan kelainan saluran empedu, telah dilaporkan di 20% anak dengan obstruksi vena portal dan trombosis.
Dewasa o Pada orang dewasa, sirosis merupakan etiologi utama, akuntansi untuk 24-32% kasus
trombosis vena portal. o Neoplasma lain adalah penyebab utama, akuntansi untuk 21-24% kasus obstruksi vena
portal, dengan karsinoma hepatoseluler dan karsinoma pankreas menyebabkan sebagian besar kasus. Tumor ini dapat menyebabkan kompresi atau invasi langsung dari vena portal dan menyebabkan trombosis dengan menginduksi keadaan hiperkoagulasi. [5] terapi ablatif Lokal untuk hepatoselular atau penyakit metastatik telah dikaitkan dengan perkembangannya.
o Meskipun kurang umum daripada pada anak-anak, infeksi (terutama intra-abdomen) masih memainkan peranan penting, dengan asosiasi Bacteroides fragilis tertentu untuk bakteremia.
o Gangguan myeloproliferative dan diwarisi atau diperoleh akun gangguan koagulasi selama 10-12% dari kasus pada orang dewasa.
o Sekitar 8-15% dari kasus telah dilaporkan dalam literatur idiopatik terakhir. Untuk etiologi kurang umum lainnya, seperti trauma perut, operasi, dan penyakit usus
inflamasi, lihat gambar di bawah ini. Etiologi dari obstruksi vena portal.
Diferensial
Sindrom Budd-Chiari Sirosis Sarkoidosis Schistosomiasis Toksisitas, Arsenik
Laboratorium Studi
Hasil tes fungsi hati hanya sedikit meningkat pada tidak adanya sirosis hati atau kanker yang mendasari besar-besaran.
Gangguan koagulasi diwariskan, seperti ketahanan protein C diaktifkan, tercantum dalam gambar di bawah ini. Pengujian untuk gangguan ini harus dipesan dalam setiap kasus trombosis
vena portal di mana diagnosis tidak jelas. Koagulasi gangguan pada trombosis vena portal.
o Dengan adanya insufisiensi hati yang mendasarinya, tingkat mungkin rendah, mungkin sekunder untuk produksi menurun di hati. Perhatian Oleh karena itu diperlukan dalam membuat diagnosis dari gangguan thrombophilic diwariskan dalam skenario ini.
o Beberapa penulis menyarankan memeriksa untuk gangguan koagulasi mewarisi bahkan ketika faktor lokal untuk trombosis vena portal sangat jelas dan, sebaliknya, juga memeriksa faktor-faktor lokal bahkan dalam adanya gangguan koagulasi warisan karena lebih dari satu faktor risiko dapat hadir dalam pasien tunggal .
Studi pencitraan
USG: Ini adalah modalitas lini pertama diagnostik karena keakuratannya, keterjangkauan, dan noninvasiveness.
o Trombus diamati sebagai lesi echogenic dalam vena portal, meskipun baru terbentuk trombus mungkin anechoic (yaitu, tidak bisa diamati pada standar skala abu-abu USG).
o Penambahan warna Doppler imaging sangat membantu dalam deteksi aliran vena portal dan diagnosis obstruksi vena portal.
o Sensitivitas adalah sekitar 70-90%, dengan spesifisitas 99%. Dengan Doppler, tingkat positif palsu adalah 9% pada pasien dengan sirosis karena aliran turbulen Portal lamban atau vena.
o Keterbatasan utama adalah obesitas dan nonvisualization sekunder ke gas usus. o Kehadiran berdenyut, aliran arteri dalam trombus berkorelasi dengan ganas, tidak
hambar, trombus. MRI dan magnetic resonance angiography (MRA): Ini adalah langkah berikutnya jika informasi
lebih lanjut vena portal diperlukan. MRI membantu jika hati rinci parenkim diperlukan (dalam keganasan hati), dan, tidak seperti CT scan, MRI juga dapat quantitate portal dan hati arus kapal, yang dibutuhkan dalam perencanaan intervensi, seperti operasi shunt, intrahepatik shunt portosystemic transjugular ( TIPS), atau transplantasi hati.
o Bekuan akut (<5 minggu) muncul hyperintense pada kedua T1-dan T2-tertimbang gambar, sedangkan gumpalan yang lebih tua muncul hyperintense hanya pada gambar T2-tertimbang. Trombi tumor bisa dibedakan dari trombi hambar karena mereka tampil lebih hyperintense pada gambar T2-tertimbang dan meningkatkan dengan gadolinium.
o Keseluruhan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi dari MRA adalah 100%, 98%, dan 99%, masing-masing. Ada sensitivitas tinggi untuk mendeteksi submukosa, serosal, agunan paraesophageal.
CT scan: Kontras-ditingkatkan CT scan menunjukkan trombus sebagai cacat mengisi intraluminal-
nonenhanced. Trombosis vena portal dengan transformasi gua. Panah yang panjang menunjukkan vena lienalis di persimpangan dengan vena mesenterika superior tepat di bawah lokasi trombosis. Poin panah pendek untuk massa serpiginous konsisten dengan periportal agunan, yang disebut transformasi gua vena portal.
Hepatoseluler karsinoma dengan trombosis vena portal. Panah
pendek menunjukkan trombus tumor dengan cut off mendadak vena portal. Poin panah lama ke cabang, hati kompensasi menonjol kiri arteri.
o Kontras ditingkatkan CT scan memiliki keuntungan lebih dari USG dalam menampilkan varises (sensitivitas, 65-85%) dan kelainan parenkim hati.
o Kombinasi CT scan dan USG Doppler adalah umum dalam evaluasi obstruksi vena portal. Angiografi
o Pemeriksaan ini biasanya tidak diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis trombosis vena portal di hadapan CT scan atau MRI.
o Angiografi nilai utama terletak pada perencanaan pra operatif sebelum pembedahan shunt atau transplantasi hati, namun, itu bukan prasyarat, dan banyak pusat transplantasi menggunakan MRI / MRA untuk tujuan ini.
o Bahkan angiografi dapat memberikan hasil positif palsu pada hipertensi portal dengan adanya agunan portosystemic luas dalam yang mengalir mesenterika diarahkan menjauh dari vena portal paten.
Endoskopi ultrasound (EUS): Meskipun bukan modalitas diagnostik umum, EUS baru-baru ini telah ditemukan untuk menjadi 81% sensitif dan 93% spesifik pada pasien dengan trombosis vena portal dibandingkan dengan pasien dengan trombus dikonfirmasi oleh kontras ditingkatkan CT scan atau operasi.
Temuan histologis
Biasanya, tidak ada perubahan spesifik yang terjadi di histologi. Pada tikus, apoptosis telah dijelaskan di bagian underperfused, dengan aktivitas mitosis yang meningkat di hati baik perfusi yang tersisa.
Medical Care
Acute bleeding: The primary goals are to alleviate acute bleeding and to prevent further bleeding.
o In the acute setting, these goals are best accomplished with variceal banding or sclerotherapy, often requiring several sessions to obliterate the bleeding. This has a success rate of 95% for the acute bleed.
o Octreotide infusion has also been used in acute bleeding, with control of the acute bleed in 85% of patients. The rate of recurrent bleeding with this approach is 16-28%.
o In the setting of portal vein obstruction, the role of propranolol to prevent rebleeding has not been studied, though it is used routinely.
Treatment of underlying etiology: Anticoagulation in patients with acute/recent portal vein thrombosis, studied only retrospectively, has been shown to recanalize in more than 80% of cases. This is essential to prevent advancement of thrombosis or rethrombosis in patients with inherited coagulation disorders in which lifelong anticoagulation therapy is recommended once variceal control has been achieved. Anticoagulation therapy has also been recommended after shunt surgery to prevent rethrombosis. There was a study in which 84 of 136 nonmalignant, noncirrhotic patients with portal vein thrombosis were anticoagulated with similar bleeding risks
but less risk for thrombotic propagation. Debate remains regarding the risk-to-benefit ratio of anticoagulation in chronic portal vein thrombosis and should be decided on a case-by-case approach at this time.
Thrombolysis: This approach is recommended in acute portal vein thrombosis through the transhepatic route, which avoids the need for systemic thrombolysis.
o Tissue-type plasminogen activator (tPA) has been used for this purpose, followed by prolonged anticoagulation therapy with Coumadin for at least 3 months (indefinitely in patients with inherited coagulation disorders).
o In the setting of acute portal vein thrombosis with symptoms, shunt surgery with subsequent anticoagulation therapy is an alternative.
Surgical Care
Shunt surgery o In portal vein obstruction, the place for shunt surgery in the treatment of variceal
bleeding is debated. Some authors recommend endoscopic treatment and propranolol as first-line treatment to prevent recurrent bleeding. Others recommend shunt surgery after the first variceal bleed to prevent further rebleeding.
o In general, only attempt shunt surgery when endoscopic treatment fails.o A distal splenorenal shunt is usually the preferred surgical shunt. For patients in whom
the splenic vein is also thrombosed and surgery is undertaken, splenectomy and other shunt procedures (eg, the Sugiura procedure) have been performed. A more recent salvage operation showing success is the right and left mesogonadal shunt. In patients who are critically ill, esophagogastrectomies have been used as a last resort.
o In the presence of cirrhosis, the operative mortality rate has been reported to be 18%. In the absence of cirrhosis, operative mortality is approximately 2%. The postoperative complication rate is approximately 30%.
o The presence of liver nodules has been reported following portal systemic shunt surgery in animal models or in humans with liver cirrhosis. In a small retrospective study of 45 children without liver disease, Guerin et al examined the incidence of liver nodules following surgical intervention for extrahepatic portal vein obstruction.[51] Using ultrasonography, the investigators noted 7 (15%) of the children had liver nodules (median 80 months' follow-up), all of which occurred following portal systemic shunt surgery and 5 of which demonstrated either liver cell adenomas (2 nodules) or focal nodular hyperplasias (3 nodules).[51] Guerin et al recommended keeping in mind the possible presence of liver nodules during follow-up of children post portal systemic shunt surgery for extrahepatic portal vein obstruction.[51]
TIPS: Previously considered a relative contraindication in portal vein thrombosis, TIPS has been successfully used in this condition. Stent placement requires an aspiration thrombectomy through a sheath with subsequent angioplasty of the tract and stent placement. Some centers have obtained good results by performing an embolectomy and then using local thrombolytic therapy through the TIPS after deployment.
o In portal vein obstruction, TIPS is indicated in uncontrollable variceal bleeding in a patient with cirrhosis, usually as a bridge to transplant. The choice of TIPS over shunt surgery depends upon the expertise of the center in these techniques and the distance from skilled health care because TIPS is more likely to occlude and require revision. However, TIPS has the advantage of being less invasive than shunt surgery.
o In the setting of portal vein obstruction and cirrhosis, TIPS has a success rate of 69% in controlling variceal bleeding and a complication rate of 22%, including a mortality rate of 11% in one series.
Liver transplantation o In patients referred for orthotopic liver transplantation (OLT), portal vein thrombosis
complicates 5-15% of cases.o Although traditionally viewed as a relative contraindication to OLT, recent innovative
surgical techniques (eg, thrombectomy, venous jump grafts, use of portal vein tributaries) have resulted in improved results post-OLT in end-stage liver disease with portal vein thrombosis.
o In patients with associated portal vein thrombosis, the 5- and 10-year survival rates after OLT are approximately 63% and 53%, respectively, whereas, in patients without thrombosis, the 5- and 10-year survival rates after OLT are 67% and 59%, respectively.
o In patients with associated portal vein thrombosis, a higher incidence (5%) of primary nonfunction, renal failure, and recurrent portal vein thrombosis exists.
o Young, otherwise healthy patients with extension of thrombus to the splenic and mesenteric venous systems, eliminating surgical shunt options, should be considered for multivisceral transplantation.
Trombosis Vena Porta DEFINISI
Trombosis Vena Porta (Portal Vein Thrombosis) adalah sumbatan pada vena porta yang disebabkan karena adanya bekuan darah.
Sumbatan vena portal dihasilkan dari trombosis (gumpalan darah) atau penyempitan pada vena portal, yang membawa darah menuju hati dari usus.
Kebanyakan orang tidak mengalami gejala-gejala. Cairan bisa menumpuk di perut, limpa bisa membesar, dan pendarahan berat bisa terjadi pada kerongkongan.
Doppler Ultrasonografi biasanya bisa memastikan diagnosa. Jika mungkin, penyebabnya diobati, dan obat-obatan kemungkinan digunakan untuk
mencegah gumpalan membesar atau untuk memecahkan gumpalan.
Karena vena menyempit atau tersumbat, tekanan pada vena portal meningkat. Peningkatan tekanan ini (disebut hipertensi portal) menyebabkan limpa membesar (splenomegaly). Hal ini juga mengakibatkan peluasan, pembuluh darah terpuntir (varicose) pada kerongkongan (esophageal varices) dan seringkali di dalam perut (portal hypertensive gastropathy). Hal ini bisa mengalami pendarahan parah. Penumpukan cairan pada perut (disebut ascites) tidak umum tetapi bisa terbentuk ketika penyumbatan pada vena portal disertai dengan penyumbatan hati atau kerusakan atau ketika cairan dalam jumlah besar diberikan secara infus untuk menyembuhkan pendarahan besar atau dari varises yang pecah pada kerongkongaqn atau perut. Trombosis vena portal yang terbentuk pada orang dengan sirosis akan menyebabkan kondisi mereka memburuk.
PENYEBAB
Sekitar 25% orang dewasa dengan sirosis mempunyai vena portal, mungkin berasal dari aliran darah yang sangat lamban. Vena portal juga disebabkan oleh berbagai kondisi yang membuat darah lebih mungkin menggumpal. Umumnya keadaan berbeda sesuai dengan kelompok usia :
1. Bayi baru lahir : infeksi pada ujung tali pusat (pada pusar). 2. Anak yang lebih tua : penyakit usus buntu. 3. Orang dewasa : sel darah merah yang berlebihan (polycythemia), kanker tertentu (hati,
pankreas, ginjal, atau kelenjar adrenalin), operasi, dan kehamilan.
Sering, beberapa kondisi bekerja bersama untuk menyebabkan penyumbatan. Penyebab tersebut tidak diketahui pada sekitar sepertiga orang.
GEJALAKarena vena porta memasok tiga perempat dari pasokan darah hati, maka penyumbatan sebagian maupun penyumbatan total pada vena bisa merusak sel-sel hati; tergantung kepada lokasinya, ukuran bekuannya dan kecepatan terbentuknya bekuan. Penyumbatan akan meningkatkan tekanan di dalam vena porta dan vena-vena lainnya.
Vena di kerongkongan akan membesar. Gejala awal dari penyakit ini sering berupa perdarahan dari vena varikosa di kerongkongan bagian bawah (varises esofageal). Perdarahan ini menyebabkan batuk darah atau muntah darah.
Limpa biasanya membesar, terutama pada anak-anak.
Pada sekitar sepertiga penderita, penyumbatan berkembang dengan lambat, sehingga memungkinkan terbentuknya saluran darah lainnya (pembuluh kolateral) di sekitar penyumbatan dan pada akhirnya vena porta kembali terbuka. Meskipun demikian, hipertensi portal tetap ada.
DIAGNOSA
Dokter menduga trombosis vena porta pada orang yang mengalami beberapa kombinasi pada hal-hal berikut di bawah ini :
1. Pendarahan dari kerongkongan atau varises gastric. 2. Limpa membesar. 3. Kondisi beresiko tinggi (misal, anak dengan infeksi tali pusat atau radang usus buntu
akut).
Tes darah untuk mengevaluasi hati seringkali memeperlihatkan cukup normal. Jika penderita mengalami hipertensi portal dan pemeriksaan mikroskopik dari jaringan hati menunjukkan hasil yang normal, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah trombosis vena porta.
Ultrasonografi Doppler biasanya memastikan diagnosa. Hal ini menunjukkan bahwa aliran darah melalui vena portal berkurang atau tidak ada. Pada beberapa kasus, magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) diperlukan.
Angiography dilakukan jika prosedur untuk menciptakan rute alternatif untuk aliran darah direncanakan. Untuk angiography, sinar X pada pembuluh darah dilakukan setelah pewarna radiopaque (dimana terlihat dalam sinar X) disuntikkan ke dalam vena portal.
PENGOBATAN
Jika gumpalan darah tiba-tiba menyumbat vena, obat yang memecahkan gumpalan (seperti activator jaringan plasminogen) kadangkala digunakan. Keefektifan pengobatan ini (disebut thrombolysis) tidak jelas.
Jika gangguan terbentuk secara bertahap, anticoagulant, seperti heparin, kadangkala digunakan jangka panjang untuk membantu mencegah penggumpalan dari pengulangan atau pembesaran. Anticoagulant tidak memecahkan gumpalan yang ada.
Pada anak yang baru lahir dan anak-anak, penyebab (biasanya tali pusat yang terinfeksi atau radang usus akut) diobati.
Masalah yang disebabkan oleh hipertensi portal juga diobati. Pendarahan dari pembuluh darah varicose pada kerongkongan bisa dihentikan menggunakan beberapa teknik berikut :
1. Biasanya, plester karet dimasukkan melalui pipa pelihat elastis (endoscope), dipasang melalui mulut ke dalam kerongkongan. Plester tersebut digunakan untuk mengikat pembuluh darah varicose.
2. Obat-obatan antihipertensi, seperti beta-bloker, mengurangi tekanan di dalam vena portal dan dengan demikian mencegah pendarahan di dalam kerongkongan. (beta bloker juga digunakan pada hypertensive portal gastropathy).
3. Octreotide, obat yang juga menurunkan aliran darah menuju hati dan dengan demikian mengurangi tekanan darah di dalam perut, kemungkinan diberikan secara infus untuk menolong menghentikan pendarahan.
Kadangkala, ketika pengobatan ini tidak efektif, prosedur untuk menciptakan rute pengganti untuk aliran darah, dengan melewati hati, kemungkinan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan sistem venous portal dengan menciptakan sebuah shunt (penghubung) menuju inferior vena cava. Kesulitan menciptakan sebuah shunt ketika Vena portal tersumbat. Juga, shunt cenderung menjadi tersumbat.
Untuk beberapa orang, cangkok hati diperlukan.
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi tekanan di dalam vena porta dan mencegah perdarahan akibat varises esofageal.
Yang pertama kali dilakukan adalah mencoba menutup vena varikosa dengan menggunakan tali karet atau menyuntikan suatu bahan kimia melalui endoskopi.
Pembedahan diperlukan untuk membuat hubungan (shunt) antara vena porta dengan vena cava, sehingga darah tidak melewati hati dan mengurangi tekanan vena porta. Tetapi pembedahan
bypass meningkatkan resiko terjadinya ensefalopati hepatikum (kerusakan otak karena penyakit hati).